PENDIDIKAN BERBASIS PEMBEBASAN (KOMPARASI PEMIKIRAN AHMAD SYAFII MAARIF DAN PAULO FREIRE)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: Erva Ema NIM: G 000 110 068 NIRM: 11/X/02.2.1/5252
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
ABSTRAK Erva Ema, Pendidikan Berbasis Pembebasan (Komparasi Pemikiran Ahmad Syafii Maarif dan Paulo Freire), Skripsi. Surakarta: Fakultas Agama Islam, Program Studi Tarbiyah, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015. Pendidikan saat ini telah ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan penguasa sehingga tidak membebaskan anak didik menjadi manusia seutuhnya. Anak didik hanya dijadikan manusia yang memiliki kecerdaskan sisi intelektual tetapi tidak mampu menghasilkan karya dan prestasi. Dalam hal ini penulis menggunakan jenis kepustakaan (library research) dengan metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, data yang diperoleh dari sumber tersebut dikumpulkan dan diseleksi kemudian dibahas menggunakan metode perbandingan (komparatif). Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa: (1) Konsep pendidikan pembebasan dari kedua tokoh ini memiliki ciri khas masing-masing. Khas dari Buya Maarif yaitu membentuk peserta didik menjadi kaum intelektual yang beriman (ulul-albāb) yang memiliki keunggulan spritual, keunggulan intelektual dan keunggulan sosial. Sedangkan Freire lebih kepada kesadaran kritis manusia terhadap berbagai problem sosial yang ada dalam masyarakat. (2) Kedua tokoh ini mempunyai persamaan dalam beberapa aspek, antara lain dalam aspek latar belakang permasalahan, konsep pendidikan pembebasan dan tujuan konsep penyelesaian masalah. Sedangkan perbedaan antara kedua tokoh ini terdapat pada aspek Konsep pendidikan pembebasan, sistem pendidikan pembebasan, konsep penyelesaian masalah dan hasil akhir yang diharapkan. Kata Kunci: Pendidikan Pembebasan, Pendidikan Membelenggu, Intelektual Beriman (ulul-albāb), Kesadaran Kritis . mencerdaskan
PENDAHULUAN Dewasa ini bangsa Indonesia tengah serius menggapai cita-cita untuk
memajukan
kesejahteraan
rakyat,
mencerdaskan
bangsa
dan
ikut
pemerintah
kehidupan melalui
bangsa
pendidikan
berupaya untuk dapat menghasilkan insan-insan yang berkualitas.
kehidupan
Akan tetapi, apa jadinya jika
melaksanakan
pendidikan justru ditumpangi oleh
ketertiban dunia yang berdasarkan
kepentingan-kepentingan
kemerdekaan,
dan
tidak membebaskan anak didiknya
hal
dan menghasilkan kehidupan yang
keadilan
perdamaian,
sosial.
Dalam
sehingga
lebih baik. Inilah yang belakangan
Tujuan
sering terjadi. Pendidikan hanya
Mendeskripsikan
sekedar
pemikiran Ahmad Syafii Maarif dan
mencerdaskan
sisi
intelektual saja. Anak didik tidak
Paulo
dibebaskan
konsep
seutuhnya.1
menjadi Untuk
manusia
Friere
(1)
karakteristik
dalam
menggagas
pendidikan
berbasis
dari
pembebasan. (2) Mendeskripsikan
belenggu itu, salah satu cara yang
perbedaan dan persamaan pemikiran
dapat
dengan
Ahmad Syafii Maarif dan Paulo
mengubah orientasi pendidikan yang
Friere dalam menggagas konsep
bersifat menindas menuju ke arah
pendidikan berbasis pembebasan.
dilakukan
keluar
Penelitian:
adalah
pembebasan.
Tinjauan Pustaka: (1) Skripsi
Rumusan Masalah:
(1) Apa
Setiyo Nugroho (UIN SUKA 2007),
berbasis
dengan judul “Pemikiran Ahmad
pemikiran
Syafii Maarif Tentang Pendidikan
Ahmad Syafii Maarif dan Paulo
Islam dan Implikasinya pada Materi
Friere?. (2) Apa perbedaan dan
dan Metode”. Hasil penelitian ini
persamaan
menunjukkan
karakteristik
pendidikan
pembebasan
menurut
pembebasan
pendidikan menurut
berbasis pemikiran
pemikiran
Ahmad
Syafii Maarif tentang pendidikan
Ahmad Syafii Maarif dan Paulo
Islam
yaitu:
(a)
Dalam
daftar
Friere?.
keilmuan, Islam tidak mengenal adanya dikotomi keilmuan, sehingga tidak dikenal ilmu umum atau ilmu
1
Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan Yang Membebaskan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 5.
agama.
Akan
tetapi
Islam
mengajarkan konsep kesatuan ilmu.
sebagai
(b)
menurut
pendidikan Freire termasuk dalam
harus
pendidikan kritis yakni bahwa proses
Pendidikan
Ahmad
Islam
Syafii
Maarif
berikut:
Ideologi
mengimplementasikan pijakan tauhid
dan
yang
mampu
dilakukan lebih diupayakan pada
membebaskan manusia dari berbagai
pembentukan nilai dan sikap kritis
penindasan. Materi pendidikan Islam
pada setiap individu dalam melihat
tergambar dalam kurikulum sebagai
realitas, sehingga tumbuh kesadaran
sarana pendidikan. Desain materi
pada setiap peserta didik untuk
pendidikan
mencerminkan
merubah realitas menuju kehidupan
idealitas al-Qur’an yang mencakup
yang lebih baik. Sedangkan ideologi
seluruh bidang ilmu, juga memuat
pendidikan
nilai-nilai
dalam
kokoh,
sehingga
harus
Islam
dan
harus
praktik
(a)
pendidikan
Al-Banna
pendidikan
yang
termasuk
liberal
yakni
diintegrasikan dalam perilaku peserta
bahwa proses dan praktik pendidikan
didik.
Maarif
yang dilakukan untuk pembinaan
menawarkan metode pembelajaran
bagi setiap individu secara efektif
kontekstual dalam pendidikan Islam,
sehingga
di samping metode yang lainnya. (2)
profesional dan berakhlakul karimah
Skripsi Aida Rahmi Nasution (UIN
dalam menjalani kehidupannya. (b)
SUKA, 2008) yang berjudul Ideologi
Implikasi
dan
(Studi
terhadap pendidikan yang mereka
Komparasi Pemikiran Paulo Freire
lakukan bahwa praktik pendidikan
dan Hasan Al-Banna), disimpulkan
lebih
Ahmad
Praktik
Syafii
Pendidikan
menjadi
ideologi
ditekankan
manusia
kritis
pada
Freire
upaya
membangkitkan kesadaran kritis dan
pada hakikatnya adalah usaha sadar
magis (magical consiousness), dan
untuk mengembangkan kepribadian
(naifal consiousness), menjadi kritis
dan kemampuan di dalam dan di luar
(kritis
sekolah dan berlangsung seumur
consiousness).
Sedangkan
implikasi ideologi liberal Hasan Al-
hidup.2
Banna ditekankan pada pembinaan
Baswedan pendidikan adalah soal
individu
yang
interaksi antar manusia. Interaksi
berbagai
antar pendidik dan peserta didik,
bimbingan yang dilakukan menuju
antara orangtua dan anak, antara guru
terbentuknya
yang
dan murid, serta antara lingkungan
dan
dan para pembelajar.3 Sedangkan
menjadi
profesional
melalui
manusia
paripurna
(insan
berakhlak
mulia.
ideologi
manusia
(c)
menurut
Ki
Hajar
Rosyid
Dewantara
sebagaimana dikutip oleh Abuddin
terhadap
Nata disebutkan bahwa pendidikan
pendidikan islam adalah perlunya
adalah tuntunan di dalam hidup
lebih
tumbuhnya
dan
praktik
Relevansi
Anies
pendidikan
Freire
dan
kamil)
Menurut
Al-Banna
menekankan
nilai-nilai
anak-anak.4
(2)
kemanusiaan, nilai persamaan, dan
Pengertian Pendidikan Pembebasan:
nilai-nilai kritis religius dalam proses
Menurut Mansour Fakih Pendidikan
dan
praktik
pendidikan
yang 2
dilakukan. Kerangka teoritik: (1) Pengertian Pendidikan: Di dalam GBHN tahun 1973 disebutkan bahwa pendidikan
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 5. 3 Anies Baswedan, Merawat Tenun Kebangsaan: Refleksi Ihwal Kepemimpinan, Demokrasi, dan Pendidikan (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015), hlm. 215. 4 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 131.
pembebasan adalah pendidikan yang
kehidupan yang senyatanya secara
merupakan
kritis.7 Dalam bahasan ini Ahmad
manusia
upaya dari
pembebasan
berbagai
bentuk
Syafii Maarif menekankan freedom
manusia
from what dan freedom for what.
(dehumanisasi) karena eksploitasi
Yang dimaksud freedom from what,
kelas, dominasi gender, maupun
menurut
hegemoni
pendidikan yang bebas dari budaya
penghilangan
harkat
dan
lainnya.5
dominasi
Menurut
budaya
Alexander
verbal
Syafii
yang
Maarif
serba
yaitu
naif
dan
Sutherland Neill sebagaimana yang
membosankan; bebas dari budaya
dikutip
otoriter yang serba mendikte dan
oleh
pendidikan
Nofica
Andriyati,
pembebasan
pendidikan
memerintah-suatu
budaya
yang
memberikan
mematikan daya kritis dan daya
kebebasan sepenuhnya kepada siswa,
kreatif manusia.8 Sedangkan freedom
memberikan
for
menjadi
yang
adalah
anak-anak
diri
bebas sendiri.6
mereka
what
secara
dikemukakan
umum,
bahwa
pendidikan
Menurut Paulo Freire pendidikan
yang membebaskan ini
yang
Buya
membebaskan
proses
di
merupakan
mana
Maarif
dapat
setidaknya
menurut harus
pendidik
mampu menghantarkan peserta didik
mengkondisikan
siswa
untuk
untuk bisa dan biasa berdialog secara
mengenal
mengungkapkan
intim dengan Yang Tak Terhingga,
5
dan
Mansour Fakih, Dkk, Pendidikan Populer: Membangun Kesadaran Kritis (Yogyakarta: INSISTPress, 2007), hlm. Xixii. 6 Mukhrizal Arif dkk, Pendidikan Posmodernisme, hlm. 127.
7
Paulo Freire, Politik Pendidikan, Kebudayaan, dan Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 176. 8 Syafii Mariif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 148.
Allah
Swt.
berdialektika
Selain
dari
pembebasan
manusia
dari
berbagai
penderitaan, kemiskinan, kebodohan,
duniawinya
dan kerusakan moralitas.11 Masalah
dengan spirit pembebasan tersebut.9
pendidikan yang dikaitkan dengan
(3) Sejarah Pendidikan Pembebasan:
gerakan
Pendidikan pembebasan pertama kali
bukanlah hal yang asing bagi umat
muncul melalui agama, sebab sejarah
Islam. Sebab, agama Islam sejak
agama pada hakikatnya lahir untuk
awal kehadirannya telah membawa
pembebasan
spirit pembebasan bagi umat manusia
realitas
dengan
mampu
kehidupan
dan
penderitaan,
pembebasan
penindasan kekuasaan sang tiran
atas
untuk kedamaian hidup.10 Agama
mengekangnya.12 Al-Qur’an sejak
untuk pembebasan pada dasarnya
periode
tidak saja menjadi latar belakang
berseru tentang pembebasan ini,
diturunkannya agama untuk manusia,
yaitu
tetapi juga dapat dipraktikkan dalam
segala
realitas
dengan hanya menuhankan Allah
kehidupan
masyarakat
segala
sebenarnya
yang
belenggu
sangat
pembebasan macam
yang
dini
telah
manusia
belenggu
syirik
institusi sosial keagamaan harus
semata.
diletakkan sebagai
terhadap syirik dengan menancapkan
sesuatu
yang
Seiring
dari
al-Qur’an
pembebasan
juga
berseru
relatif, dinamis, diperlukan koresi,
tauhid,
dan rekonstruksi terus-menerus agar
tentang
dapat memerankan dirinya bagian
dibebaskan dari ketidak adilan, baik
wajibnya
manusia
9
Mukhrizal Arif dkk, Pendidikan Posmodernisme, hlm. 287. 10 Musa Asy’arie, Dialektika Agama Untuk Pembebasan Spiritual (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 13.
11
Ibid, hlm. 16. Mukhrizal Arif dkk, Pendidikan Posmodernisme, hlm. 287. 12
itu sosial, ekonomi ataupun politik.13
Sebagaimana ayat
Al-Qur’an memerintahkan kepada
mengungkapkan sebuah teori yang
orang-orang yang beriman untuk
disebut
berjuang
membebaskan (liberative violence).
golongan
atas,
dengan
penindas
bahwa
dari
(4) Dasar Pendidikan Pembebasan:
membebaskan
di
disebutkan
al-Qur’an
kekerasan
dan
yang
masyarakat lemah dan tertindas.
Para
Sebagaimana yang terdapat dalam Q.
menganiaya golongan lemah dan
S an-Nisaa’ ayat 75:
dengan
seenaknya
eksploitator
menggunakan
kekerasan untuk mempertahankan
kepentingan mereka. Tidak mungkin kita
dapat
membebaskan
penganiayaan ini tanpa melakukan
perlawanan. Al-Qur’an telah tegas
mengutuk penindasan (zulm) dan
perbuatan jahat.15 Menurut Buya
“Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.”14 13
Syafii Mariif, Peta Bumi, hlm.
Maarif, dalam menyelesaikan tugas di atas ada hal yang harus dilakukan yaitu menghidupkan kembali prinsip egaliter. Prinsip egaliter adalah sisi sosial dari doktrin tauhid. Prinsip ini terlalu lama terbenam dalam abu sejarah umat Islam. oleh sebab itu
110. 14
Departemen Agama RI, alQur‟an dan Terjemahnya (Jakarta: Sygma, 2009), hlm. 90.
15
Ashar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 33-34.
prinsip ini perlu dibongkar kembali
juga
untuk memberdayakan umat secara
manusia
itu
keseluruhan. Tanpa tegaknya prinsip
nasibnya
sendiri.17
ini, sistem sosial dan sistem politik
Syari’ati sebagaimana yang dikutip
dengan lebel Islam sekalipun pasti
oleh
akan
sistem
pendidikan pembebasan yaitu adanya
pemasungan dan bahkan penindasan
model manusia yang memimpin
terhadap sektor masyarakat yang
masyarakat
memperpanjang
lemah
dan
tak
berdaya.16
Karakteristik Pembebasan:
mengakui
Sarbini,
konsep
bebas
bahwa
menentukan Menurut
karakteristik
menuju
Ali
dari
revolusi
(5)
(rausyan fikr).18 Sedangkan menurut
Pendidikan
Paulo Freire hal yang paling penting,
dari
dari sudut pandang pendidikan yang
pembebasan Menurut Asghar Ali
membebaskan adalah agar manusia
Engineer yaitu pertama, tidak adanya
merasa sebagai tuan pemikirannya
status quo yang melindungi golongan
sendiri dengan berdiskusi mengenai
kaya
yang
golongan
Karakteristik
berhadapan
dengan
pemikiran dan pandangan tentang
miskin.
Kedua,
dunia yang secara jelas atau tersamar
pembebasan memainkan peran dalam
terungkap
di
dalam
tanggapan-
membela kelompok yang tertindas
tanggapan
mereka
dan tercabut hak miliknya. Ketiga,
kawan-kawannya.19 (6) Implementasi
sendiri
dan
tidak hanya mengakui satu konsep metafisika
tentang
takdir
dalam
17
18
rentang sejarah umat Islam, namun 16
Syafii Maarif, Islam Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 9-10.
Ashar Ali Engineer, Islam dan,
hlm. 1-2. Sarbini, Islam di Tepian Revolusi: Ideologi, Pemikiran dan Gerakan (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm. 88. 19 Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, Penerjemah: Tim Redaksi LP3ES (Jakarta: 2 LP3ES, 2013), hlm. 129.
Pendidikan Pembebasan: Pendidikan
besar. Beliau merasakan betul apa
pembebasan ini telah diterapkan oleh
makna ketertindasan bagi martabat
para Nabi dan Rasul yang telah
manusia.
diutus Allah ke bumi. Misalnya Nabi
untuk sektor masyarakat yang tak
Musa yang ditunjuk menjadi seorang
punya itu adalah: yatim (ketiadaan
pemimpin
tertindas
orang tua), sail (peminta-minta),
sebagaimana dinyatakan di dalam al-
mahrum (penderita), miskin (yang
Qur’an dan kemudian mengorbankan
serba kekurangan), dan raqabah
api perjuangan untuk membebaskan
(budak).21
bangsa Israel yang tertindas. Jika
dibawakan Nabi Muhammad berhasil
Musa menjadi pembebas bagi bangsa
meruntuhkan keyakinan para budak
Israel
maka
yang merasa bahwa takdir telah
Muhammad adalah pembebas bagi
menentukan mereka untuk ditindas.
seluruh umat manusia dengan cara
Nabi
membebaskan golongan masyarakat
mendeklarasikan
lemah. Nabi Muhammad mengakui
persamaan seluruh manusia, bersama
hak untuk mengadakan perlawanan
itu dirinya melawan rezim ekonomi
pada
kuat (kaum kapitalis Quraisy) untuk
kaum
yang
awal
dakwahnya
menghadapi Mekah
dalam
saudagar-saudagar
yang
Perhatian
tertindas,
kaya
dan
Muhammad
Terminologi
al-Qur’an
Perubahan
Muhammad
yang
telah
slogan-slogan
menegakkan keadilan sosial.22
kuat.20 terhadap
sektor masyarakat lemah demikian 20
hlm. 34-35.
Ashar Ali Engineer, Islam dan,
21
Syafii Mariif, Peta Bumi, hlm.
22
Sarbini, Islam di Tepian, hlm. 84.
95.
hasil penelitian yang dilakukan.24
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian:
Penelitian
ini
digolongkan ke dalam penelitian kepustakaan
(library
research)
dengan menggunakan
pendekatan
historis-deskriptif
analisis.
pendekatan historis yaitu merupakan penelitian kritis terhadap keadaan, perkembangan,
serta
pada
lampau
masa
pengalaman dengan
menimbang secara teliti dan hati-hati terhadap
validitas
dari
sumber-
sumber sejarah serta interpretasi dari
Penelitian research)
Pendekatan deskriptif analisis yaitu pencarian berupa fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui
membuat melakukan
dan sumber data lainnya dalam perpustakaan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan menghimpun data dari
berbagai
literatur,
baik
di
perpustakaan maupun di tempattempat
lain.
Literatur
yang
digunakan tidak terbatas hanya pada buku-buku, tetapi dapat juga berupa bahan-bahan dokumentasi, majalahmajalah, koran-koran, dan lain-lain.
ini
sering
disebut
penelitian dokumentasi (documentar research) atau survei buku (book survey/research).25
menganalisis,
interpretasi generalisasi
serta terhadap 24
23
dilakukan dengan cara
membaca buku-buku atau majalah
penelitian
mencari,
(library
Berdasarkan sumber data tersebut,
sumber-sumber tersebut.23
cara
kepustakaan
Mahmud H,. Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 98.
Munzir, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 62. 25 Mahmud H,. Metode Penelitian, hlm. 31.
Metode Dalam
Analisis
jenis
Data:
(1)
mengumpulkan
data
melalui
penggolongannya
peninggalan tertulis seperti arsip-
penelitian ini tergolong penelitian
arsip dan termasuk juga buku-buku
kepustakaan
tentang pendapat, teori, dalil, hukum-
(library
research).
Maka metode pengumpulan data
hukum,
yang
berhubungan
digunakan
metode
peneliti
dokumentasi.
dokumenasi
adalah
data
lain-lain dengan
yang masalah
Metode
penelitian.27 Data yang diperoleh dari
teknik
sumber tersebut dikumpulkan dan
adalah
pengumpulan
dan
yang
tidak
diseleksi
kemudian
dibahas
langsung ditunjukan pada subjek
menggunakan metode perbandingan
penelitian, tetapi melalui dokumen.
(komparatif). Penelitian dilakukan
Dokumen adalah cacatan tertulis
untuk
yang isinya merupakan pernyataan
dan persamaan dua atau lebih fakta
tertulis yang disusun oleh seseorang
tersebut
atau
pemikiran tertentu. Penelitian ini
lembaga
pengujian
suatu
untuk
keperluan
peristiwa,
dan
membandingkan
ditunjukan
berdasarkan
untuk
berguna bagi sumber data, bukti,
generalisasi
tingkat
informasi kealamiahan yang sukar
berdasarkan
cara
diperoleh, sukar ditemukan, dan
berpikir tertentu.28
perbedaan
kerangka
membuat perbandingan
pandang
atau
membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu
yang
26
diselidiki.26
Ibid, hlm. 183.
Cara
27
Margono S, Metodologi Penelitian, hlm. 181. 28 Pupuh Fathurrahman, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 102.
kemandirian
HASIL PENELITIAN Persamaan Pemikiran: Kedua tokoh ini memiliki persamaan dalam menggagas
pendidikan
berbasis
yang
dapat
menghasilkan karya dan prestasi bukan
untuk
memproduksi
pengetahuan.
pembebasan yaitu: (1) Pemikiran
Perbedaan Pemikiran: Walaupun
kedua tokoh ini memiliki latar
kedua tokoh ini memiliki persamaan
belakang permasalahan yang sama
dalam
yaitu adanya penghilangan harkat
namun ada beberapa perbedaan yang
manusia dalam dunia pendidikan
penulis temukan antara lain sebagai
oleh
berikut:
penguasa.
kepentingan-kepentingan (2)
(1)
pembebasan,
Dalam
konsep
konsep
pendidikan pembebasan Buya Maarif
pendidikan pembebasan kedua tokoh
tidak saja menekankan untuk “Bebas
ini sama-sama menekankan pada
dari apa” (freedom from what) tetapi
freedom from what (bebas dari apa),
juga
yaitu bebas dari budaya otoriter yang
untuk apa” (freedom for what).
serba mendikte dan memerintah,
Sedangkan Freire hanya menekankan
budaya yang mematikan daya kritis
pada “Bebas dari apa” (freedom from
dan kreatif manusia. (3) Dalam
what). (2) Dalam Sistem pendidikan
tujuan konsep penyelesaian masalah
pembebasan Buya Maarif mengacu
kedua
tokoh
Dalam
pendidikan
menekankan
“Pembebasan
ini
sama-sama
pada sistem ajaran Islam. Setiap
adanya
kebebasan
aktifitas yang dilakukan manusia
manusia dalam dunia pendidikan
berorientasi secara sadar ke Realitas
sehingga
Yang Tertinggi, Allah Swt. Sehingga
menginginkan
peserta didik memiliki
tujuan dari segala aktivitas yang
intelektual dan keunggulan sosial.
dilakukan
Sedangkan
tidak
bermuara
pada
Freire
Hanya
kepentingan di dunia, namun juga
menekankan pada kemampuan kritis
bertujuan untuk kepentingan akhirat.
manusia tanpa ada muatan agamanya
Sedangkan Freire hanya terbatas
(Kristen).
pada realitas sosio (dunia), terlalu
KESIMPULAN
terikat dengan kepentingan manusia didunia,
tidak
memiliki
dimensi
spiritual transendental. (3) Konsep penyelesaian masalah Buya Maarif melalui Pendidikan Tinggi Islam. Sedangkan Freire melalui pendidikan “Hadap masalah” (problem-posing). (4) Hasil akhir yang diharapkan Buya Maarif selain menekankan pada kemampuan kritis manusia, juga menjadikan al-Qur’an dan alSunnah
Nabi
karena
kapasitas
memiliki
sebagai
pedoman
berpikir
keterbatasan
pasti
sehingga
terwujudnya Kaum intelektual yang beriman (ulul-albab) yang memiliki keunggulan
spiritual,
keunggulan
Setelah melakukan pengkajian terhadap pemikiran Ahmad Syafii Maarif dan Paulo Freire tentang konsep
pendidikan
pembebasan,
berbasis
maka
dapat
disimpulkan sebagai berikut: (1) Konsep pendidikan pembebasan dari kedua tokoh ini memiliki ciri khas masing-masing. Khas dari Buya Maarif
yaitu membentuk peserta
didik menjadi kaum intelektual yang beriman (ulul-albab) yang memiliki keunggulan
spritual,
keunggulan
intelektual dan keunggulan sosial dalam rangka melaksanakan ya‟mur bi
al-ma‟ruf
(humanisasi
dan
emansipasi), tanha „an al-munkar
(liberasi, terkait dengan kepentingan sosial)
dan
(transendensi). lebih
kepada
bebas dari budaya otoriter yang serba
tu‟minuna
billah
mendikte dan memerintah, budaya
Sedangkan
Freire
yang mematikan daya kritis dan
kesadaran
kritis
kreatif
manusia.
Dalam
tujuan
manusia terhadap berbagai problem
konsep penyelesaian masalah kedua
sosial yang ada dalam masyarakat.
tokoh ini sama-sama menginginkan
Dengan
terlahir
adanya kebebasan manusia dalam
memiliki
dunia pendidikan sehingga peserta
mampu
didik memiliki kemandirian yang
demikian
manusia-manusia kemampuan
kritis
akan yang dan
mengubah dunianya. (2) Pemikiran
dapat
kedua tokoh ini memiliki latar
prestasi bukan untuk memproduksi
belakang permasalahan yang sama
pengetahuan. (3) Perbedaan kedua
yaitu adanya penghilangan harkat
tokoh ini terdapat pada (a) Dalam
manusia dalam dunia pendidikan
konsep
oleh
kepentingan-kepentingan
Buya Maarif tidak saja menekankan
penguasa. Sehingga dapat penulis
untuk “Bebas dari apa” (freedom
simpulkan bahwa kedua tokoh ini
from what) tetapi juga menekankan
sama-sama menjunjung tinggi nilai-
“Pembebasan untuk apa” (freedom
nilai kemanusiaan dan demokrasi.
for what). Sedangkan Freire hanya
Dalam
pendidikan
menekankan pada “Bebas dari apa”
pembebasan kedua tokoh ini sama-
(freedom from what). (b) Dalam
sama menekankan pada freedom
Sistem pendidikan pembebasan Buya
from what (bebas dari apa), yaitu
Maarif mengacu pada sistem ajaran
konsep
menghasilkan
pendidikan
karya
dan
pembebasan
Islam.
Setiap
dilakukan secara
aktifitas
manusia
sadar
Tertinggi,
ke
Allah
yang
berorientasi
Realitas Swt.
melalui pendidikan “Hadap masalah” (problem-posing).
yang
menitik
Yang
beratkan harus adanya dialog antara
Sehingga
guru dan murid. Konsep ini sebagai
tujuan dari segala aktivitas yang
alat
dilakukan
pada
memungkinkan adanya penyadaran
kepentingan di dunia, namun juga
(konsientisasi). (d) Hasil akhir yang
bertujuan untuk kepentingan akhirat.
diharapkan
Sedangkan Freire hanya terbatas
menekankan pada kemampuan kritis
pada realitas sosio (dunia), terlalu
manusia, juga menjadikan al-Qur’an
terikat dengan kepentingan manusia
dan
didunia,
dimensi
pedoman karena kapasitas berpikir
spiritual transendental. (c) Konsep
pasti memiliki keterbatasan sehingga
penyelesaian masalah Buya Maarif
terwujudnya Kaum intelektual yang
melalui Pendidikan Tinggi Dalam hal
beriman (ulul-albāb) yang memiliki
ini
keunggulan
tidak
tidak
Perguruan
bermuara
memiliki
Tinggi
harus
membebaskan
anggota
civitas
akademikanya
Selanjutnya
Buya
pembebasan
Buya
al-Sunnah
yang
Maarif
Nabi
spiritual,
dapat
selain
sebagai
keunggulan
intelektual dan keunggulan sosial. Sedangkan
Freire
Hanya
Maarif menekankan akan pentingnya
menekankan pada kemampuan kritis
peran PT sebagai agen percontohan
manusia
moral agar menjadi seimbang antara
agamanya (Kristen).
kecerdasan
intelektual
dan
kecerdasan hati. Sedangkan Freire
tanpa
ada
muatan
Saran: Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan
saran kepada pemerintah, lembaga
lembaga
pendidikan, serta peneliti selanjutnya
pendidikan seyogyanya
untuk
dapat
pertimbangan.
dijadikan (1)
bahan Kepada
pemerintah: Pemerintah seyogyanya merekonstruksi sistem pendidikan dengan memperhatikan konsep yang ditawarkan
oleh
Ahmad
Syafii
Maarif dan Paulo Freire. (2) Kepada
pendidikan:
Lembaga
Mengimplementasikan
konsep
yang ditawarkan oleh Ahmad Syafii Maarif dan Paulo Frire dalam proses belajar mengajar. (3) Kepada peneliti selanjutnya:
Penelitian ini
dapat
dijadikan pertimbangan dan referensi bagi penelitian sejenis.
DAFTAR PUSTAKA Asy’arie, Musa. 2002. Dialektika Agama Untuk Pembebasan Spiritual. Yogyakarta: LESFI. Arif, Mukhrizal, Dkk. 2014. Pendidikan Posmodernisme: Telaah Kritis Pemikiran Tokoh Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Azzet, Akhmad Muhaimin. 2014. Pendidikan Yang Membebaskan. Yogyakarta: ArRuzz Media. Baswedan, Anies. 2015. Merawat Tenun Kebangsaan: Refleksi Ihwal Kepemimpinan, Demokrasi, dan Pendidikan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Departemen Agama RI. 2009. al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jakarta: Sygma. Engineer, Ashar Ali. 1999. Islam dan Teologi Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fathurrahman, Pupuh. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Freire, Paulo. 1991. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: 2 LP3ES. Freire, Paulo. Politik Pendidikan, Kebudyaan, dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fakih, Mansour, Dkk.2007. Pendidikan Populer: Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta: INSISTPress. Ihsan, Fuad. 2003. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Mahmud, H. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Mariif , Syafii. 1993. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. Bandung: Mizan. Maarif, Syafii. 1997. Islam Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Munzir. 1999. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Margono, S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta. Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sarbini. 2005. Islam di Tepian Revolusi: Ideologi, Pemikiran dan Gerakan. Yogyakarta: Pilar Media.