PENDEKATAN DENGAN CFD UNTUK POLA SEMPROTAN SINGLE HOLE PADA RUANG BAKAR DENGAN BENTUK D DAN M DESIGN DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL I Gede Teddy Prananda Surya, Djoko Sungkono Kawano Program Pasca Sarjana, Jurusan Teknik Mesin, FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
[email protected]
Abstrak Pada biodiesel memiliki sifat yang berbeda dengan bahan bakar solar, dimana sifat tersebut mempengaruhi dalam proses pembakaran. Bentuk ruang bakar juga mempengaruhi pembentukan campuran bahan bakar-udara, proses pembakaran dan hasil pembakaran yang diakibatkan oleh pengembangan pola semprotan bahan bakar setelah menumbuk dinding piston dalam ruang bakar. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan pola semprotan Biodiesel Jatropa Curcas, Biodiesel kelapa dan Biodiesel minyak goreng bekas yang menumbuk dinding ruang bakar dengan tipe piston D-System dan M-System dengan menggunakan simulasi numerik. Pada simulasi numerik ini dilakukan dengan menggunakan program FLUENT, dan pada proses akhir dengan postprocessing berupa visualisasi semprotan biodiesel, dengan tipe ruang bakar tipe D dan M system, dan jenis biodiesel yang digunakan adalah Jatropa Curcas, kelapa dan minyak goreng bekas, tekanan injeksi 20 Mpa, dengan tekanan chamber 1, 3, 6 atm. Pada tipe M system dalam penelitian ini yang divariasikan adalah jarak injeksi 76 mm. Pada tipe D system dengan variasi jarak tumbukan 94 mm. Kata Kunci: biodiesel, ruang bakar, tekanan injeksi, tekanan chamber, jarak injeksi.
Pendahuluan Perkembangan kehidupan manusia menyebabkan kebutuhan terhadap energi meningkat. Konsumsi energi fosil dalam hal ini masih menjadi tumpuan dan mendominasi diberbagai sektor kehidupan, dalam situasi semacam ini, pencarian, pengembangan, dan penyebaran teknologi energi alternatif yang ramah lingkungan menjadi penting, terutama ditujukan pada kalangan bawah dari segi ekonomi sebagai golongan yang paling terkena dampak kenaikan BBM. Semakin menipisnya persediaan minyak bumi mendorong pencarian cara penghematan bahan bakar dan pemakaian sumber energi alternatif baru yang menggantikan pemakaian minyak bumi tersebut. Penggunaan biodiesel pada awalnya dikembangkan oleh Rudolf Diesel dimana sebagai pencipta mesin diesel dengan menggunakan minyak kacang sebagai bahan bakar. Kemudian penelitian tentang bahan bakar alternatif dari biodiesel mulai banyak dilakukan. Biodiesel secara alamiah memiliki sifat yang agak berbeda dengan bahan bakar solar baik
secara kimiawi maupun secara fisik. Sifat – sifat yang mempengaruhi karakterisitik semprotan adalah sifat – sifat fisik, diantaranya adalah densitas, viskositas, flash point dan tegangan permukaan. Sifat yang dimiliki oleh suatu bahan bakar akan sangat mempengaruhi karakteristik semprotan, pembentukan campuran bahan bakar udara dan proses pembakaran serta komposisi hasil pembakaran. Properties biodiesel yang berkaitan erat dengan karakteristik semprotan adalah densitas, viskositas, dan tegangan permukaan. Dengan adanya pendekatan properties biodiesel ke minyak solar diharapkan karakteristik semprotan yang dihasilkan juga hampir sama. Karakteristik semprotan yang penting diperhatikan terutama adalah panjang penetrasi, sudut penyebaran, diameter rata-rata droplet, distribusi diameter rata-rata droplet dan panjang breakup. Disamping itu properties bahan bakar juga berpengaruh pada pembentukan campuran, dan proses pembakaran. Dengan kualitas semprotan yang baik maka bahan bakar tersebut akan mudah bercampur dengan udara membentuk campuran siap bakar dan akhirnya terjadi proses pembakaran yang sempurna. Pada eksperimen sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang karakteristik semprotan dengan tiga jenis biodiesel dalam ruang bakar tipe Dsystem dan M-System, (Alimuddin dan Abdul Rahman, 2009), dalam eksperimen ini untuk memprediksi karakteristik pola semprotan biodiesel yang digunakan pada ruang bakar dengan type piston D-system dan M-system dimana visualisasi semprotan menumbuk dinding ruang bakar. Sehingga dengan dasar itu menarik untuk diamati pola pengembangan semprotan bahan bakar biodiesel untuk ruang bakar tersebut. Visualisasi yang dilakukan untuk biodiesel yang terdiri dari (minyak Jatropa Curcas, minyak kelapa dan minyak goreng bekas), yang memiliki tegangan permukaan dan viskositas yang tinggi adalah diameter droplet yang dihasilkan akan lebih besar, semprotan akan lebih panjang, sudut semprotan lebih kecil dan distribusi droplet kurang rata dan lebih besar. Hal ini disebabkan semakin tinggi viskositas dan tegangan permukaan fluida, maka akan semakin sulit untuk terjadinya atomisasi. Selain sifat bahan bakar, bentuk ruang bakar juga sangat mempengaruhi pembentukan campuran bahan bakar udara, proses pembakaran dan hasil pembakaran yang diakibatkan oleh pengembangan semprotan bahan bakar setelah menumbuk dinding ruang bakar. Penggunaan bentuk ruang bakar yang berbeda akan menghasilkan bentuk pengembangan semprotan yang berbeda. Ditinjau dari cara penyemprotan bahan bakar ke dalam ruang bakar. Konstruksi ruang bakar pada mesin diesel dibagi dalam dua kategori utama, yaitu direct injection (DI) engines dan indirect injection (IDI) engines. Beberapa type bentuk ruang bakar pada direct injection (DI) engines diantaranya adalah mexican hat system type, M-system type dan D-system type. Proses pencampuran dalam ruang bakar dapat berlangsung lebih cepat jika terjadi swirl menggunakan bowl-inpiston. Dalam ruang bakar tipe ini, swirl terjadi saat akhir langkah kompresi dan durasi pembakaran menjadi lebih pendek. Intensitas swirl yang tinggi akan menurunkan emisi partikulat dan CO sedangkan NO akan meningkat, Heywood (1988). Pada penelitian ini akan dikaji karakteristik pengembangan semprotan
2
bahan bakar menumbuk dinding pada ruang bakar piston D-system type dan Msytem type dengan numerikal simulasi untuk aliran bahan bakar di ruang bakar. Penggunaan CFD digunakan karena saat ini banyak penelitian yang memanfaatkan metode ini untuk membandingkan dengan eksperimen yang telah dilakukan.
Metodologi Metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan masalah adalah dengan menggunakan metode komputasi. Semprotan bahan bakar menumbuk dinding (impingement spray) akan diteliti secara numerik menggunakan software FLUENT dan hasilnya akan dibandingkan dengan eksperimen sebelumnya. Properties biodiesel berkaitan erat dengan karakteristik semprotan. Sedangkan karakteristik semprotan itu sendiri berkaitan dengan pola pengembangan semprotan bahan bakar di dalam ruang bakar. Hal tersebut berpengaruh pada kualitas campuran udara-bahan bakar, yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas pembakaran dan produk pembakaran. Parameter setting pemodelan yang meliputi: a. Tekanan injeksi bahan bakar ditetapkan 200 bar gauge. b. Jumlah lubang nozel yang digunakan untuk jenis ruang bakar dengan type piston D-System dan M-system adalah 1 lubang c. Diameter lubang nozel ditetapkan 0,35 mm ( ref. Internal Combustion Engine Fundamental, John B. Heywood, hlm.522) d. Diameter piston / bore diameter ditentukan 150 mm ( ref. Internal Combustion Engine Fundamental, John B. Heywood, hlm.496) e. Jarak injeksi divariasikan yaitu pada piston tipe D-system dengan jarak 94 mm, dan pada M-system dengan jarak 76 mm. f. Bentuk ruang bakar yang digunakan tipe piston D-System dan M-System Ø = 150 mm
Wall 50 mm
Gambar 1 Dimensi piston type D-system
3
Inlet Ø = 150 mm
35 mm
Wall
Gambar 2 Dimensi piston type M-system Hasil dan Pembahasan Sebelum break-up terjadi panjang penetrasi tergantung pada beda tekanan injeksi dengan tekanan chamber, densitas biodiesel berubah secara linier terhadap waktu. Sedangkan setelah break-up terjadi panjang penetrasi tidak tergantung densitas biodiesel tetapi tergantung pada beda tekanan injeksi dengan tekanan chamber, densitas udara dalam chamber dan berubah sebanding dengan akar pangkat dua dari waktu. Fenomena tersebut dapat dijelaskan bahwa sebelum terjadi break-up karakteristik semprotan masih sangat dipengaruhi oleh sifat biodiesel. Sedangkan setelah break-up terjadi karakteristik semprotan lebih dipengaruhi oleh kondisi udara dalam chamber dan droplet mengalami gesekan yang cukup besar dari udara sehingga laju perubahan panjang penetrasi menjadi lebih kecil.Dengan meningkatnya waktu dari injeksi maka jarak penetrasi semakin jauh dan tekanan injeksi yang sama memberikan panjang penetrasi yang berbedabeda. Perbedaan ini disebabkan karena propertis biodiesel yang digunakan juga berbeda. Pada Gambar 3 dijelaskan bahwa semakin jauh jarak penetrasi semprotan, semakin banyak udara yang memasuki semprotan kemudian menimbulkan gesekan yang membuat semprotan semakin kehilangan momentum, sebelum break-up terjadi, panjang penetasi tergantung pada beda tekanan injeksi dengan chamber, densitas biodiesel dan berubah secara linier terhadap waktu Proses evolusi panjang penetrasi menunjukkan peningkatan penetrasi bersamaan dengan waktu setelah awal injeksi (Start of Injection) dan awal tumbukan hingga membentuk regim spread, memberikan penjelasan bahwa semakin lama waktu maka panjang penetrasi semakin bertambah.
4
a
b
Gambar 3 Proses evolusi panjang penetrasi dari tipe D dan M Dengan meningkatnya waktu dari injeksi maka jarak penetrasi semakin jauh dan tekanan injeksi yang sama memberikan panjang penetrasi yang berbedabeda, peningkatan tekanan chamber dalam ruang bakar juga berpengaruh pada panjang penetrasi dapat dijelaskan bahwa pada awal penetrasi, sebelum terjadi breakup, tekanan injeksi memberikan pengaruh yang berarti terhadap karakteristik semprotan. Sedangkan setelah breakup terjadi, maka tekanan udara dalam chamber memberikan pengaruh yang berarti terhadap karakteristik semprotan biodiesel, dan semakin pendek ukuran semprotan yang belum mengalami breakup akan memberikan efek yang lebih baik pada operasi mesin, karena hal ini berarti bahwa breakup terjadi lebih cepat sehingga ukuran droplet lebih cepat terpecah menjadi lebih kecil. Ukuran droplet yang lebih kecil akan lebih mudah menguap sehingga lebih mudah terbakar. Perbedaan ini disebabkan karena propertis biodiesel yang digunakan juga berbeda, dan pada tipe D dan M didapatkan hasilkan serupa.
5
Diameter droplet rata-rata (tekanan injeksi 200bar) tipe D 9.00E+01
8.00E+01
8.00E+01
7.00E+01
7.00E+01
6.00E+01
6.00E+01
5.00E+01
5.00E+01
SMD (um)
SMD (um)
Diameter droplet rata-rata (Tekanan injeksi 200bar) tipe M 9.00E+01
4.00E+01
3.00E+01
4.00E+01
3.00E+01
2.00E+01
2.00E+01 Jatropa Curcas (Fluent) Jatropa Curcas (Fluent)
kelapa (Fluent)
1.00E+01
mgb (Fluent)
kelapa (Fluent)
1.00E+01
mgb (Fluent)
0.00E+00 0
1
2
3
4
5
6
0.00E+00
7
0
Tekanan Chamber (bar)
1
2
3 4 Tekanan Chamber (bar)
5
6
7
Gambar 4 Diameter droplet rata-rata tipe D dan M Dari Gambar 4. tersebut tampak bahwa semakin besar tekanan chamber maka semakin kecil SMD untuk ketiga jenis biodiesel. Hal ini disebabkan semakin tinggi tekanan chamber maka densitas udara dalam chamber meningkat. Sehingga gesekan terjadi pada droplet makin besar yang berakibat break-up terjadi lebih cepat yang diikuti dengan pemecahan droplet menjadi droplet berukuran lebih kecil. Dengan demikian dihasilkan SMD yang lebih kecil seiring dengan meningkatnya tekanan chamber. Pada kondisi yang sama dimana tekanan chamber, densitas udara chamber dan beda tekanan sama untuk ketiga biodiesel yang digunakan menunjukan adanya nilai perbedaan besaran SMD hal ini sangat ditentukan oleh propertis dari biodiesel itu sendiri, dimana biodiesel yang densitas, tegangan permukaan lebih kecil akan mempunyai ukuran SMD yang lebih kecil. Dari gambar tersebut tampak penurunan ukuran SMD dengan semakin besar tekanan chamber untuk ketiga jenis biodiesel. Hal ini terjadi serupa pada tipe D dan M, dimana ukuran biodiesel minyak goreng bekas paling besar dan diikuti oleh Jatropa Curcas dan kelapa.
Gambar 5 Visualisasi tumbukan dari tipe D dan M pada tekanan 200 bar
6
Dapat dianalisa pada Gambar 5 bahwa pada saat mulai terjadinya tumbukan untuk ketiga biodiesel (Jatropa Curcas, Kelapa dan Minyak Goreng Bekas) yang digunakan nampak bahwa pertumbuhan spread yang paling besar terjadi pada biodiesel kelapa diikuti biodiesel Jatropa Curcas kemudian biodiesel minyak goreng bekas untuk kondisi jarak injeksi dan tekanan injeksi yang sama. Secara visualisasi dan gambar yang diamati memberikan bahwa Biodiesel Kelapa lebih banyak menumbuk dinding dibandingkan dengan dua biodiesel yang digunakan. Pengaruh jarak injeksi yang ditentukan terhadap proses tumbukan yang terjadi secara fisik memperlihatkan bahwa semakin dekat jarak injeksi semakin banyak tumbukan yang terjadi untuk tekanan injeksi yang sama. Pada pemodelan break up di sekitar nosel tip menggunakan LISA, dimana pemodelan ini untuk kondisi lingkungan yang normal dan untuk kondisi tekanan yang lebih tinggi hasilnya belum diketahui dan kecepatan biodisel keluar dari nosel selalu berubah dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui koefisien kecepatan tersebut dimana keadaan itu menyebabkan perbedaan hasil penelitian. Pertumbuhan spread terjadi lebih cepat pada tekanan injeksi yang lebih besar. Bahwa pada tekanan injeksi 200 bar gauge dengan jarak injeksi yang sama, maka akan terjadi pertumbuhan spread yang lebih cepat.. Pada variasi jarak injeksi dan variasi tekanan injeksi disamping proses pertumbuhan terjadinya spread juga sebagian lainya mengalami splash. Hasil karakteristik melalui visualisasi dan analisa perhitungan menunjukkan bahwa pada piston tipe M-system dan untuk semprotan menumbuk dinding pada piston tipe D-system diketahui semua jenis biodiesel berada pada regim spread. Sedangkan pola pengembangan semprotan setelah menumbuk dinding, radius pengembangan biodiesel kelapa lebih besar dari pada biodiesel jarak dan radius pengembangan biodiesel jarak lebih besar dari pada biodiesel minyak goreng bekas.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahman, (2009), Karakteristik semprotan biodiesel menumbuk ruang bakar dengan type piston D-System pada ruang bakar bertekanan, Tesis, Jurusan Teknik Mesin, FTI-ITS Alimuddin, (2009), Karakteristik semprotan biodiesel menumbuk ruang bakar dengan type piston M-System pada ruang bakar bertekanan, Tesis, Jurusan Teknik Mesin, FTI-ITS Alloca, L., Amato, U., Bertoli, C. dan Corcione, F. E., ”Comparison of Models and Experiments for Diesel Fuel Sprays”, International Syposium COMODIA 90:255-261, 1990. Arismunandar, W, (1988), Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Penerbit ITB Bandung. Bartok, William & Adel F. Sarofim, (1989), Fossil Fuel Combustion – A Source Book, John Willey and Sons Inc, USA. Baumgarten, Carsten, (2005), Mixture Formation in Internal Combustion Engines, Springer – Verlag Berlin Heidelberg, Germany
7
Biodiesel Production and Quality, (2002), National Biodiesel Board. Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri. (1996), Bahan Bakar Minyak Pertamina untuk Kendaraan, Rumah Tangga, Industri dan Perkapalan, Pertamina, Imdonesia. Gavaises, M, Theodorakakos, A, Bergeles, G, “Modeling wall impaction of diesel sprays”, Int. J. Heat and fluid flow, Vol. 17, No. 2, April 1996 Heywood, John B. Heywood, (1976), Internal Combumtion Engine Fundamentals , McGraw-Hill Book Company, Singapore. Ketaren, S, (1986), Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Jakarta. Lee, Seang-wock, et al ,(2002), Effect of diesel fuel characteristics on spray and combustion in a diesel engine, JSAE Review, 23 p.407 – 414. Mathur M.L. & R.P. Sharma. (1980), A Course in Internal Combustion Engine, Dhanpat Rai & Son, Delhi. Pambudy, M.N. (2006), Bahan Bakar Alternatif Tarik Investor, Harian Kompas, 21 Maret 2006.
8