EFEK KOMPOSISI BIODIESEL TERHADAP PARAMETER KUALITAS BAHAN BAKAR DAN UNJUK KERJA MESIN
(PERBANDINGAN BIODIESEL SAWIT DENGAN BIODIESEL JARAK CASTOR) Rizqon Fajar!), Taufik Suryantoro1*, Bambang Sugiarto2) dan Frans Setiawan2) ABSTRACT
Biodiesel is the mono alkyl esters oflong chain fatty acids derivedfrom renewable lipid sources. Biodiesel as asubstitute ofpetroleum dieselfuel has some advantages: itproduces cleaner exhaust gas, better in lubrication, and doesn't need engine modification. This paper presents the results ofresearch concerning the effect ofdifferentfatty acid composition ofbiodiesel onfuel quality and its performance in diesel engine. For this purpose three different fuel sample were tested, Indonesian diesel fuel (solar) as a reference, blending solar 70 %- oil palm methyl ester 30 %(B-3 sawit) and blending ofsolar 70 %- castor methyl
ester 30 %(B-30 castor) . All ofthese fuels are tested using Hydra diesel engine, single cylinder indirect injection (IDI). The test results shows that the performance (peak pressure in the cylinder) ofthreefuels are quite similar, however the two biodiesel blends show lower emission in smoke, hydrocarbon, and CO at different injection timings and different loads. For NOx emission, it is slightly higher. B-30 castor contains more unsaturatedfatty acids than B-30 sawit and therefore produced higher emission bfNOx. Beside, castor methyl ester contains an extra hydroxyl group in ricinoleic acid that probably leads to lower smoke and hydrocarbon compared to B-30 sawit. It is still aquestion that CO emission ofB-30 castor higher than ofB30 sawit. Research in the effect of chemistry andfatty acid composistionof biodiesel on the emission are needed to be able describe mechanism ofCO, hydrocarbon andNOxformationfrom biodiesel. Kata kunci: palm methyl esterjarak, castor methyl ester, B-30palm, B-30 castor, emission, ignition delay
1. PENDAHULUAN
ramah lingkungan karena bersifat renewable,
Penggunaan bahan bakar alternatif bio.degrad*ble dan diketahui mengurangi kadar khususnya biodiesel {methyl ester) untuk motor emisl gas buang' Ada beberaPa kendala dari bakar (otomotif) diperkirakan akan meningkat. P^WUW b'odiesel yaitu harga yang masih
Hal ini karena daya saing biodiesel juga cukup tmggI dan daPat menimbulkan konflik semakin tinggi terhadap minyak diesel ?enga" Penyediaan minyak nabati ™tuk konvensional yang berasal dari mineral. Harga komod,tas Pamian sePerti minyak g°ren& minyak mentah saat ini sangat tinggi, hampir margann'. shortening dan Iain-lain. Hal ini menembus $ 60 per barrel. Selain itu karena daPat terJadl Jlka pembuatan biodiesel dari proses eksploitasi minyak bumi dan m,nyak sawit (CP0^ bakar
Untuk mengatasi hal tersebut diatas
menghasilkan emisi gas yang tidak ramah lingkungan. Biodiesel merupakan material yang
penggunaannya
dalam
motor
Soerawidjaya1'1 mengusulkan untuk melakukan identiflkasi dan pengembangan biodiesel dari
} Balai Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi BPPT, Tel. (021)-7560539; Fax. (021)-7560538 Email: rizqon faiartgJvahoo.com
2) Jurusan Tcknik Mesin FTUI Depok 16425 Efekkomposisi biodieselterhadap parameterkualitas bahanbahar danunjuk kerjamesin {Rizqon Fajardkk)
31
minyak nabati lainnya untuk menjadi pendamping {back-up) bagi minyak sawit {elaeis guineensis) sebagai bahan baku industri biodiesel di Indonesia. Srivastava dan Prassad[2] mengusulkan untuk menggunakan minyak nonpangan {non edible oils) sebagai bahan baku biodiesel, karena hal ini dapat menekan harga biodiesel. Diantara minyak non pangan yang telah digunakan sebagai bahan baku biodiesel adalah minyak jarak castor {ricinus communis) dan jarak pagar (jatropha curcas). Minyakjarak castor merupakan bahan baku yang unik karena mengandung asam ricinoleat yang beracun. Minyak jarak castor mengandung asam ricinoleat hingga 90%. Kandungan asam ricinoleat yang tinggi menyebabkan viskositas
minyak jarak castor sangat tinggi. Pada paper ini akan diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh keunikan dari komposisi asam lemak jarak castor terhadap parameter kualitas bahan bakar dan unjuk kerja pada mesin disel.
7^,6% dan keduanya tidak mengandung asam lemak ricinoleat.
Tabel 1.Kandungan asam lemak minyak nabati Asam lemak
Kelapa
Jarak*
Jarak**
* sawit
pagar
castor
% berat MiristatC14:0
2
0,25
PalmitatC16:0
42
14,5
1-2
5
5,5
1-2
Oleat C18:l
41
50
3-4
Linoleat CI8:2
10
29,6
5-6
StearatC18:0
Linolenat CI8:3 Ricinoleat CI8:1
Arakhidat C20:l
0,5 -
-
0,15
87-88
0,5
Sumber:*Soerawidjaya(n, **Mittelbach/31 Keunikan dari asam lemak ricinoleat
2.
TINJAUANPUSTAKA
2.1. Efek komposisi asam lemak parameter kualitas bahan bakar
Seperti telah disebutkan bahwa komposisi asam lemak minyak castor unik dan
adalah mengandung ikatan rangkap yang mengakibatkan sifat mudah mengalirpada suhu rendah dan stabil terhadap oksidasi. Hal ini merupakan kelebihan minyak jarak castor
dibandingkan minyak sawit atau jarak pagar yang mempunyai titik tuang yang terlalu tinggi sehingga bila dibuat biodiesel tidak dapat
didominasi oleh asam lemak ricinoleat. Tabel 1
menjadi bahan bakar untuk daerah beriklim
menampilkan komposisi asam lemak minyak sawit (minyak pangan) dan minyak jarak castor dan jarak pagar (minyak non pangan).
subtropik/temperatur rendah. Selain itu gugus hidroksil bebas yang hadir pada asam lemak ricinoleat dapat berinteraksi dengan permukaan logam yang bersifat poler, sehingga memberikan sifat pelumasanyang baik.
Terlihat dari Tabel 1 bahwa kandungan asam lemak minyak jarak castor didominasi oleh asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap yaitu Oleat (3-4%), Linoleat dengan dua ikatan rangkap (5-6%), Linolenat dengan tiga ikatan rangkap (0,5%), Ricinoleat dengan satu ikatan rangkap dan sebuah gugus hidroksil bebas (87-88%) dan Arakhidat dengan satu ikatan rangkap (0,5%). Minyak jarak castor mengandung asam lemak tak jenuh secara total sebanyak 97,5%. Sedangkan minyak sawit dan jarak pagar masing-masing terdiri dari 51% dan 32
Tabel 2 menampilkan spesifikasi minyak solar {High Speed Diesel) yang dikeluarkan oleh Pertamina. Spesifikasi tersebutjuga hams dipenuhi bahan bakar diesel lain termasuk biodiesel agar dapat beroperasi dengan baik pada mesin. Tabel 3 memperlihatkan parameter kualitas biodiesel hasil proses transesterifikasi
dari minyak kelapa sawit dan minyak jarak castor.
MESIN, Volume 8 Nomor I, Januari 2006, 31- 42
Tabel 2. Spesifikasi minyak solar {High Speed Diesel) Pertamina
Tabel 3. Hasil pengukuran dan perhitungan parameter kualitas biodiesel sawit
dan jarak castor Parameter kualitas
Solar
Density (g/cm3)
0,8520-0,8750
Viskositas (cSt)
1,6-5,8
Titik tuang (°C)
<18
Titik kilat(°C)
Parameter kualitas
Densitas (g/cm3)
Biodiesel sawit*
Biodiesel
jarak castor*
0,859-0,875
0,908
Viskositas (cSt)
4,3-6,3
15,2-17,1
>66
Titik kabut (°C)
13-16
Bilangan setana
>48
Titik tuang (°C)
6
<-32
Kadar air, %-vol
<0,5
Titik kilat(°C)
155-174
180
Kadar sulfur (%-wt)
<0,5
Bilangan setana
50-70
50-60**
CCR(%-wt)
Bilangan Iodium
53-57
82-90
43
Kadar air, %-vol
0,1
0,005-0,3
Kalori (MJ/kg)
Sulfur cont(%-wt)
Sumber: Pertaminc^
0,04
CCR(%-wt)
Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa
biodiesel jarak castor memenuhi spesifikasi minyak solar pertamina seperti biodiesel sawit kecuali viskositas. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa asam
lemak ricinoleat
menyebabkan tingginya viskositas. Namun
demikian dalam penelitian ini akan digunaka campuran biodiesel jarak castor 30% dalam
solar (B30) sehingga diharapkan viskositasnya menurun hingga mendekati solar.
Biodiesel
jarak
castor
diprediksi
-
Kalori (MJ/kg)
-
0,02-0,22
0,05
37
38,55
Sumber: *Mittelbachf3,y **perhitungan 2.2.
Efek parameter kualitas biodiesel terhadap unjuk kerja mesin
Densitas. Densitas biodiesel jarak castor lebih tinggi dari biodiesel sawit, hal ini karena
komposisi asam lemak tak jenuh jarak castor lebih tinggi dari sawit (Tabel 1) sedangkan panjang rantai carbon dari kedua minyak relatif
memiliki bilangan setana lebih rendah dari
sama. Secara umum berlaku bahwa densitas
biodiesel sawit. Hal ini karena komposisi asam lemak jarak castor memiliki rantai rangkap lebih banyak sedangkan panjang rantai karbon
akan meningkat dengan penurunan panjang rantai carbon dan densitas meningkat jika kandungan ikatan rangkap (tak jenuh)
dari asam lemak keduanya relatif sama.
meningkat151. Perbedaan densitas antara kedua biodiesel tersebut akan berpengaruh terhadap
Telah diketahui bahwa bilangan setana biodiesel akan meningkat jika rantai carbon asam lemak semakin panjang dan jumlah ikantan rangkap semakin sedikit131. Namun demikian kelebihan biodiesel dengan kandungan ikatan rangkap tinggi seperti jarak castor dan jarak pagar adalah memiliki titik tuang dan titik kabut yang lebih rendah dari
castor sudah diubah kedalam biodiesel/ester
biodiesel sawit.
namun
nilai kalori dan konsumsi bahan bakar mesin.
Diperkirakan torsi dan power maksimum yang dapat dicapai mesin jika menggunakan biodiesel castor akan lebih tinggi dari biodiesel sawit dan tetapi lebih rendah dari minyak solar.
Viskositas.
Efekkomposisi biodieselterhadap parameterkualitas bahan bahar dan unjuk kerja mesin {Rizqon Fajardkk)
Meskipun minyak jarak
viskostasnya
masih sangat tinggi 33
(Tabel 3). Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi proses injeksi dan pembakaran dari bahan bakar. Viskositas yang tinggi menimbulkan hambatan (drag) yang tinggi puta pada pompa injeksi sehingga mengakibatkan tekanan dan volume injeksi yang tinggi pula (Worgetter et al., 1998). Konsekuensinya adalah waktu injeksi dan penyalaan biodiesel akan menjadi lebih maju/cepat {advanced). Pada akhirnya hal ini cenderung akan meningkatkan emisi NOx
dan suhu maksimum ruang bakar131. Tingginya viskositas biodiesel jarak castor karena komponen utamanya adalah molekul yang besar yaitu ricinoleat. Bialangan setana. Bilangan setana merupakan ukuran tentang kualitas penyalaan bahan bakar. Menurut perhitungan (tabel 3) bilangan setana biodiesel jarak castor lebih
menurunkan kinerja bahkan merusak catalytic converter
Kandungan air. Biodiesel kualitas tinggi tidak boleh mengandung air lebih dari 500 ppm
(31. Kadar air dalam biodiesel tergantung dari proses pembuatannya yaitu pencucian. Oleh karena itu proses pengeringan dilakukan agar kandungan air dibawah 500 ppm. Air dalam biodiesel dapat meningkatkan pertumbuhan yang dapat menghasilkan padatan {sludge) dan pada akhirnya akan memblok filter bahan bakar. Air juga menyebabkan reaksi hidrolisa biodiesel menjadi asam lemak bebas yang akhirnya memblok filter bahan bakar. Fenomena pengeblokan filter bahan bakar sering dialami kendaraan yang menggunakan biodiesel, sehingga dapat menurunkan tenaga mesin secara drastis171.
rendah dari biodiesel sawit. Karena berlaku
hubungan bahwa bilangan setana menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap atau
bilangan iodium151. Bilangan setana yang terlalu rendah akan menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi. Kebanyakan biodiesel memiliki bilangan setana yang lebih tinggi dari minyak diesel mineral sehingga memiliki unjuk kerja dan emis gas bunag yang lebih baik selain itu mesin akan beroperasi lebih lembut atau noise berkurang.
Kandungan sulfur. Lain dengan minyak diesel mineral, biodiesel dapat dikatakan bebas sulfur atau kandungan sulfurnya sangat kecil jika dibuat dari minyak nabati dengan bantuan katalis asam sulfat. Selain itu ada kemungkinan bahan bakau untuk biodiesel terkontaminasi
sulfur. Standar Eropa EN 590 menyatakan bahwa bahan bakar dinyatakan bebas sulfur jika kandungannnya dibawah 10 ppm. Bahan bakar dengan sulfur tinggi sangat buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Kendaraan beroperasi dengan bahan bakar ber-sulfur tinggi akan menghasilkan emisi partikulat dan S02 yang tinggi pula. Selain itu sulfur akan
34
131
Kandungan kalori. Kandungan biodiesel
kira-kira
10%
lebih
rendah
kalori dari
minyak diesel mineral. Oleh karena iti power dan torsi yang dihasilkan mesin juga lebih rendah. Kandungan kalori biodiesel dari berbagai bahan baku tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Meskipun komposisi asam lemak sangat bervariasi antara minyak nabati yang satu dengan yang lain.nya.
3. 3.1.
BAHAN DAN ALAT PENGUJIAN Bahan Bakar
Bahan bakar yang diujikan terdiri dari solar (bahan bakar diesel di Indonesia), B30 sawit (campuran solar 70 % dan methyl ester sawit 30 %), dan B30 jarak castor (campuran solar 70 % dan methyl ester jarak 30 %). Solar diproduksi oleh PERTAMINA, biodiesel sawit diproduksi oleh PPKS - Medan, dan biodiesel jarak castor diproduksi oleh Laboratorium Kimia Terapan LIPI - Serpong. Karakteristik dari ketiga bahan bakar tersebut terdapat pada Tabel 2 dan 3.
MESIN. Volume 8 Nomor I, Januari2006, 31 - 42
3.2. Mesin Bangku Uji18' Mesin bangku uji {Test Cell) yang digunakan adalah mesin riset Hydra silinder tunggal 450 cc yang dilengkapi dengan dynamometer arus searah (DC). Mesin silinder tunggal ini dapat diubah-ubah konfigurasinya, yaitu gasoline, diesel DI, dan diesel IDI. Test
cell ini dilengkapi dengan sistem tangki bahan bakar terpusat untuk solar dan portable untuk biodiesel, AVL smoke meter, sistem data
akuisisi untuk cylinder pressure, dan analyzer emisi gas buang.
lain injection timing, suhu udara masuk, suhu bahan bakar, suhu pelumas, dan suhu pendingin. 3.2.2. Dynamometer
Mesin diesel Hydra IDI dihubungkan dengan dynamometer arus searah. Dynamometer ini selain untuk menyerap energi dari mesin uji juga dapat memutar mesin motoring sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan data rugi akibat gesekan
komponen mesin. Spesifikasinya terdapat pada Tabel 5.
3.2.1.Spesifikasi mesin riset Hydra Penelitian
ini
menggunakan
mesin
dengan konfigurasi indirect injection (IDI), dengan spesifikasi sebagai berikut:
Tabel 4. Spesifikasi Hydra IDIDiesel Engine[8] Bore
80,26 mm
Stroke
88,90 mm
Compression Ratio Max. Speed
Fuel Injection Pump
21,4: 1 {Calculated) 4400 rev/min
DC 200 A
Daya
37 kW
Arus
93 Ampere
Putaran
4500 rpm
Pembebanan pada dynamometer diatur secara otomatis dari ruang kontrol. Perubahan beban diatur dengan mengatur jumlah bahan
155 bar
torsi pada casing dynamometer. Reaksi torsi sama dengan perkalian panjang lengan dengan gaya bersih yang bekerja pada lengan. Hasil pembacaan dikirim ke komputer untuk diproses.
Injector
Bosch KBE 5854/4
Nozzle
Bosch DNOSD 297
Mesin ini dilengkapi dengan sensor tekanan dan suhu untuk mengetahui kondisi kerja mesin. Sensor tekanan terdiri dari sensor
tekanan udara hisap, tekanan udara masuk pada manifold,
David Mc Clure
Tipe
9 mm
Diameter
Pressure
Merek
bakar yang masuk, sedang kecepatan diatur secara close loop dengan mengatur energi penyerapan oleh dynamometer. Dynamometer mengukur beban yang diserap dengan reaksi
VE 1/9 F 2200 RV 12749
Pump Plunger
Nozzle Operating
Tabel 5. Spesifikasi Dynamometer [8]
tekanan minyak pelumas,
dan
tekanan bahan bakar. Sensor suhu terdiri suhu
udara masuk pada manifold, suhu gas buang pada manifold, suhu minyak pelumas, suhu pendingin, dan suhu bahan bakar. Beberapa parameter pada mesin ini dapat diatur, antara
3.2.3. Sistem tangki bahan bakar
Sistem tangki bahan bakar mengatur sumber pengambilan bahan bakar, terpusat untuk solar dan portable untuk bahan bakar yang diujikan (biodiesel). Sistem ini pun dilengkapi dengan pengukur laju aliran bahan bakar dengan ketelitian hingga 0,25 %. Suhu bahan bakar pun dapat diatur sesuai dengan yang dikehendaki.
Efekkomposisi biodiesel terhadapparameter kualitas bahan bahar danunjukkerja mesin {Rizqon Fajardkk)
35
3.2.4. Sistem data akuisisi untuk tekanan silinder
Alat ini dipergunakan untuk mendapatkan data tekanan dalam silinder. Alat ini memadukan pengukuran tekanan dalam silinder dengan posisi poros engkol dalam basis waktu.
Keluaran
dari
sensor
tekanan
dihubungkan pada kanal y sedangkan keluaran waktu pada kanal x. Spesifikasi sensor tekanan terdapat pada Tabel 6. Sensor tekanan yang digunakan memiliki diafragma dari logam yang akan berubah dengan adanya tekanan. Perubahan tekanan ini
kemudian diteruskan ke quartz piezo-electric crystal dan diubah menjadi aliran muatan
listrik.
Perubahan
muatan
listrik
yang
merupakan perubahan tekanan silinder ini akan dikuatkan di dalam amplifier. Keluaran tekanan akan dibaca sebagai perubahan tegangan terhadap waktu.
analyzer. Konsentrasi NOx diukur dengan chemiluminescent NO/NOx analyzer. Untuk sample hidrokarbon, gas buang dialirkan ke elemen pemanas terlebih dahulu (190 ° C) sebelum masuk analyzer. Gas hidrokarbon diukur menggunakan flame ionization detector analyzer.
4.
METODOLOGIPENGUJIAN
4.1. Persiapan Bahan Bakar
Sebelum pengujian, dilakukan persiapan terhadap bahan bakar yang meliputi pencampuran
antara
biodiesel
dan
solar.
Campurannya adalah B30 sawit (70 % volume solar dan 30 % volume methyl ester sawit) dan B30 (70 % volume solar dan 30 % volume
methyl ester jarak castor). Kedua bahan baker
tersebut dimasukkan ke dalam tangki portable dan siapdigunakan dalam pengujian.
Tabel 6. Spesifikasi sensor tekanan 4.2. Jenis
Tipe Sensitivitas
Rentang pengukuran Resolusi
Linearitas
Temp, kerja maks.
Quartzpiezo pressure transducer
8QP500c,6121SN
14,5 pC/bar 250 bar
0,004 bar <0,6FSO
Pemanasan Mesin
Mesin yang akan digunakan (Hydra diesel IDI) dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pengujian. Pemanasan
dilakukan untuk mendapatkan kondisi operasi mesin. Pemanasan dilakukan untuk setiap jenis bahan bakar yang akan diuji. Pemanasan dinyatakan selesai bila suhu oli telah mencapai 85° C.
200 °C
4.3. Pengujian dan Proses Pengambilan Data
3.2.5. Sistem pengukuran emisi gas buang Sampel emisi gas buang diambil dari pipa exhaust dengan pompa vakum. Sampel gas terlebih dahulu mengalami penyaringan dan selanjutnya dialirkan ke analyzer. Untuk pengukuran smoke, digunakan alat smoke meter. Gas buang disedot melalui probe dan dilewatkan ke filter kertas dan kemudian akan
Pengujian dilakukan untuk mendapatkan data-data, berikut: •
Power dan torsi
•
Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)
•
Kurva tekanan silnder
• •
Smoke level (BSU) Emisi gas: NOx, THC, dan CO
diukur kadar kehitamannya. Konsentrasi CO dan C02 diukur masing-masing dengan infrared 36
MESIN, Volume 8 Nomor I, Januari 2006, 31 - 42
Pengujian dilakukan pada putaran 1500
Tabel 9. Setting Pengujian Beban 50 %
rpm dengan variasi beban/BMEP dan SIT
{Static Injection Timing). Torsi dan power mesin diesel Hydra IDI dijaga stabil untuk setiap bahan bakar yang diuji. Berikut ini
Bahan Bakar
Waktu Injeksi (° BTDC)
Torsi
(Nm) 11,73 11,69 11,79 11,85 11,83 11,75 11,76 11,86 11,76 11,83 11,79 11,78 11,72 11,72 11,72
10 12
setting pengujiannya:
Solar
14
16
Tabel 7. Setting pengujian dengan beban 100 % Bahan Bakar
Waktu Injeksi (° BTDC) 10
12 Solar
14
10
Torsi
23,66 23,72 22,61 23,48 23,71 23,71 23,7 22,86 23,61 23,69 23,7 23,68
16 10 12 14
16 18 10
B-30 jarak castor
12
(Nm) 23,07 23,48 23,72
18
B-30 sawit
18
12 14
16 18
B-30 sawit
18 10
Waktu Injeksi (°BTDC) 10 12
Solar
14
16 18
10 12
B-30 sawit
14 16 18
10
B-30 jarak castor
12
14 16
18
Torsi
(Nm) 17,73 17,68 17,68 17,67 17,67 17,68 17,71 17,69 17,76 17,65 17,61 17,68 17,85 17,76 17,78
14
castor
16 18
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Penyalaan panel kontrol.
b. Penyalaan sistem sirkulasi udara ruang mesin bangku uji Hydra. c. Mengaktifkan piranti lunak pengujian. Pemilihan sumber bahan bakar, apakah terpusat untuk solar atau portable untuk biodiesel.
d. Mengaktifkan pemanas oli dan pendingin mesin sehingga tercapai kondisi yang diinginkan. e.
Memutar
mesin
secara
manual
untuk
mengamankan mesin bila terdapat air di dalam silinder akibat dari kebocoran air
pendingin.
f. Menyalakan
mesin
dengan
memutar
dynamometer. g. Setelah mesin menyala biarkan mesin berputar pada 1500 rpm dengan throttle 15 % hingga stabil. Tahap ini disebut pemanasan.
h. Setelah mesin mencapai kondisi kerja, mesin siap diujikan. i. Setting pengujian dapat dilihat pada Tabel 7, 8, dan 9. Setiap mencapai titik
Efek komposisi biodiesel terhadap parameter kualitas bahan bahar
dan unjuk kerja mesin {Rizqon Fajar dkk)
12
B-30 jarak
Tabel 8. Setting Pengujian Beban75 % Bahan Bakar
14 16
37
j.
pengukuran biarkan selama 3 menit untuk mendapatkan kestabilan kondisi.
sawit dan B-30 jarak castor berada sedikit di
Setelah
castor sedikit lebih tinggi dari B-30 sawit hal ini karena faktor kandungan kalori dan densitas. Secara umum dapat dikatakan bahwa tekanan puncak silinder sedikit dipengaruhi oleh variasi beban untuk ketiga bahan bakar.
stabil, pencatatan
data dapat
dilakukan.
k. Setelah pengujian, turunkan putaran mesin berikut bebannya. Tunggu hingga suhu oli mencapai 60° C. 1. Langkah berikutnya adalah mematikan
bawah tekanan solar dan tekanan B-30 jarak
mesin.
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Beban terhadap Tekanan Puncak
Gambar 1 memperlihatkan efek pembebanan pada puncak tekanan silinder untuk bahan bakar solar, B-30 sawit, dan B-30 jarak castor pada waktu injeksi standar (16° BTDC).
330
495
660
BMEP(kPa)
H Solar m B-30 saw it • B-30 jarak castor
Gambar 2. Ignition delay bahan bakar solar, B-30 sawit dan B-30jarak castor pada SIT 16°.
Gambar 2 menunjukkan ignition delay untuk ketiga bahan bakar. Ignition delay a. 2000
495
BMEP(kPa)
didefinisikan sebagai waktu interval antara permulaan injeksi bahan bakar dan permulaan pembakaran. Permulaan injeksi biasanya adalah waktu ketika jarum injector membuka (dalam hal ini pada SIT 16° BTDC). Permulaan
pembakaran ditentukan dari perubahan kemiringan dari laju heat release yang
Gambar 1 Puncak tekanan silinder untuk solar,
didapatkan dengan mengolah data tekanan silinder. Dari Gambar 2 terlihat bahwa ignition delay dari B-30 sawit dan B-30 jarak castor
B-30 sawit dan B-30 jarak castor pada SIT 16°
secara umum lebih pendek dari solar, kecuali
ES Solar • B-30 saw it • B-30 jarak castor
Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada waktu injeksi standar, ketiga bahan bakar menunjukkan kenaikan tekanan ketika beban
dinaikkan. Secara umum, puncak tekanan (BMEP, Brake Mean Effective Pressure) B-30
38
pada beban maksimum. Bahan bakar dengan bilangan setana rendah seperti solar akan memiliki ignition delay yang panjang sehingga bahan bakar diinjeksikan sebelum penyalaan/ ignition akan lebih banyak. Hal ini dapat menghasilkan kecepatan pembakaran yang tinggi dan dengan peningkatan tekanan yang MESIN, Volume 8 Nomor 1, Jamiari 2006, 31-42
tinggi dan pada akhirnya akan menyebabkan
tinggi dibandingkan dengan solar. Selain itu
knocking. Hasil pengukuran ignition delay
kandungan oksigennya juga lebih tinggi sehingga pembakarannya lebih sempurna.
tersebut merupakan konfirmasi bahwa bilangan setana biodiesel sawit danjarak lebih tinggi dari solar.
5.2 Analisa Emisi Gas Buang A. Bilangan Smoke (Kepekatan Asap) Gambar 3 memperlihatkan perubahan bilangan smoke terhadap injection timing. Terlihat bahwa ketiganya membentuk trend
Pengaruh beban terhadap smoke dapat dilihat pada Gambar 4. Penambahan beban menyebabkan smoke semakin tinggi. Kecenderungan ini berlaku ketiga bahan bakar. Bilangan smoke akan mengalami peningkatan tajam pada beban maksimum (100%) dimana aliran bahan bakar juga maksimum. Smoke dari B-30 sawit cenderung lebih tinggi daripada solar dan B-30 jarak castor.
yang hampir serupa, menuju nilai terkecil pada SIT 16° BTDC untuk kemudian naik kembali.
Smoke solar cenderung lebih tinggi dibanding kedua campuran biodiesel untuk SIT kurang dari 16° BTDC.
~4 03
495
BNB°(kFa)
o
E
• Solar• B-30sawit • B-30jarakcastor
(O 2 { •Solar
Gambar 4. Smoke dari pembakaran solar, B-30 sawit dan B-30 jarak castor pada
•B-30 saw it
•B-30 jarak castor
SIT 16° BTDC 10
12
14
16
11
20
SIT (BTDC)
Gambar 3. Smoke hasil pembakaran bahan bakar pada beban maksimum (BMEP = 660 kPa) Smoke solar terlihat mengalami kenaikan yang signifikan jika SIT majukan hingga kuarng dari 10° BTDC. Jika SIT dimundurkan
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa bilangan smoke sangat sensitif terhadap perubahan beban terutama pada perubahan dari 75%
ke
100%.
Kenaikan
beban
ini
menyebabkan perubahan smoke mencapai tiga kali lebih besar. Smoke dari B-30 jarak castor cenderung lebih rendah dari B-30 terutama pada bebaan 75% dan 100%.
sawit
menjadi 18° BTDC, smoke akan meningkat
B. Emisi NOx
secara signifikan untuk ketiga bahan bakar. Lebih rendahnya smoke pada biodiesel disebabkan memiliki bilangan setana yang lebih
menunjukkan penurunan jika menggunakan bahan bakar B-30 sawit maupun B-30 jarak
Emisi NOx bahan bakar biodiesel tidak
Efek komposisi biodiesel terhadap parameter kualitas bahan bahar dan unjuk kerja mesin (Rizqon Fajar dkk)
39
castor. Bahkan biodiesel cenderung menyebabkan peningkatan. Emisi NOx tertinggi terjadi pada beban 75 % untuk ketiga bahan
bakar.
Hal
ini
disebabkan
oleh
pembakaran yang lebih sempurna, indikasinya adalah konsumsi bahan bakar pada beban tersebut paling rendah dibandingkan dengan beban yang lain. Emisi NOx dari B-30 jarak castor cenderung lebih tinggi dari B-30 sawit hal
ini
bisa
disebabkan
viskositas
dan
kandungan ikatan rangkap biodieseljarak castor yang lebih tinggi. Pengaruh SIT terhadap NOx terlihat pada Gambar 5. Emisi NOx cenderung menurun jika SIT dimundurkan karena dapat menurunkan temperatur dan tekanan silinder.
330
495
660
BMEP (kPa) B Solar • MES-30 • MEJ-30
Gambar 6. Emisi NOx pada SIT 16°BTDC. 250
•Solar •MES30 •MEJ30
10 150
8
i
i
10
12
i
i
i
14
16
18
•Solar
Gambar 5 Emisi NOx pada beban 100% C. Emisi hidrokarbon total (THC) Penurunan emisi THC yang dihasilkan oleh bahan bakar biodiesel begitu signifikan, hal ini terjadi pada semua SIT terutama pada penggunaan
B-30
sawit.
Secara
umum
disimpulkan bahwa emisi THC menurun jika waktu injeksi dimajukan atau SIT lebih awal. Hal ini karena waktu pembakaran yang tersedia menjadi lebih lama sehingga senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi lebih sedikit (lihat Gambar 7). Tetapi hal ini akan meningkatkan emisi NOx. 40
14
16
18
20
SfT(BTDC)
20
Srr(BTOC)
12
•B-30sawit -*— B-30 jarakcastor
Gambar 7. Emisi THC pada beban maksimum.
Gambar 8 memperlihatkan pengaruh penambahan beban (aliran bahan bakar) terhadap emisi THC. Emisi THC untuk biodiesel campuran lebih rendah dari pada solar untuk semua beban. Terlihat pula bahwa emisi THC B-30jarak castor lebih rendah pada beban 75% dan 100% jika dibandingkan dengan solar maupun B-30 sawit. Hal yang sam terjadi pada hasil pengukuran bilangan smoke (Gambar 4). Hasil ini menunjukkan bahwa pembakaran B-30 jarak castor lebih sempurna dibanding B-30 sawit dan solar pada semua beban. MESIN. Volume 8 Nomor I, Januari 2006, 31- 42
100%. Waktu penyalaan {ignition delay) dari B30 sawit lebih rendah dari B-30 jarak castordan solar. Sedangkan waktu penyalaan B-30 jarak castor lebih rendah dari solar. Hal ini berkaitan
dengan besar bilangan setana dimana biodiesel
sawit terbesar (50-70) diikuti biodiesel jarak castor (50-60) kemudian solar (<50). Komposisi asam lemak dalam biodiesel sawit
dan biodiesel jarak tidak terlalu berpengaruh 495
660
pada unjuk kerja mesin diesel.
BMB>(kPa)
Q Solar • B-30saw it a B-30Jarakcastor
Gambar8. Emisi THC pada SIT 16° BTDC D. Emisi Karbon monoksida
Gambar 9 memperlihatkan perubahan emisi CO terhadap pertambahan SIT. Trend
menunjukkan penurunan CO seiring dengan bertambahnya SIT dan kecenderungan ini sama dengan emisi hidrokarbon dan smoke. Semakin panjang SIT berarti menambah waktu
pembakaran sehingga dapat menurunkan emisi CO, THC maupun smoke. Emisi CO dari BOO sawit lebih rendah dari solar dan B-30 jarak castor untuk semua SIT. Emisi CO dari B-30
jarak castor memperlihatkan kecenderungan
8
10
12
14
16
18
20
SIT (BTDC) —♦— Solar -•— B-30saw
it -*— B-30jarak castor
Gambar 9. Emisi CO pada BMEP= 660 kPa
yang sama dengan solar.
Gambar 10 memperlihatkan perubahan emisi CO terhadap penambahan beban. Emisi CO dari BOO jarak castor meningkat terus seiring dengan bertambahnya beban atau pasokan bahan bakar. Sedangkan pada solar dan
B-30 sawit emisi CO terrendah pada beban
0.08
0.06
0.04
75%(BMEP=495kPa). 0.02
6.
KESIMPULANDANSARAN 330
Tekanan puncak silinder untuk bahan
bakar solar, B-30 sawit, dan B-30 jarak castor tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (solar sedikit lebih tinggi) jika beban/pasokan bahan bakar divariasikan dari 50% hingga
495
660
BMEP(kPa)
B Solar • B-30 saw it a B-30jarakcastor
Gambar 10. Emisi CO pada SIT 16°BTDC
Efek komposisi biodiesel terhadap parameter kualitas bahan bahar danunjuk kerjamesin {Rizqon Fajar dkk)
41
Secara umum bahan bakar B-30 sawit
dan B-30 jarak castor mengeluarkan emisi gas buang yang lebih rendah dibandingkan dengan solar; {smoke, hidrokarbon dan karbonmonoksida) kecuali emisi NOx yang sedikit lebih tinggi. Teerbentuknya NOx kemungkinan disebabkan oleh adanya ikatan rangkap, kandungan oksigen berlebih dan tingginya viskositas dari biodiesel.
Emisi smoke dan hidrokarbon B-30 jarak castor cenderung lebih rendah dibandingkan B30 sawit. Sedangkan emisi NOx dan karbonmonoksida dan B-30 sawit cenderung lebih rendah dari B-30 jarak castor. Hal ini berlaku baik untuk variasi waktu injeksi maupun variasi beban. Meskipun viskositas biodiesel jarak castor sangat tinggi ternyata tidak terlalu berpengaruh besar terhadap unjuk kerja mesin maupun emisi gas buang. Perlu penelitian lanjut tentang pengaruhnya terhadap mesin dalam jangka panjang. Keunggulan dari biodiesel jarak castor yang penting adalah dapat meningkatkan sifat pelumasan (asam lemak ricinoleat) dan memiliki sifat aliaran yang baiak pada temperatur rendah Untuk mengurangi emisi NOx, disarankan menggunakan campuran biodiesel lebih rendah dari 30% dan waktu injeksi bahan bakar disetel ulang (dimundurkan) hingga emisi
NOx turun dan emisi yang lain {smoke, hidrokarbon dan karbonmonoksida) mencapai nilai yang optimum.
7.
DAFTARPUSTAKA
1. Soerawidjaja, T. H. dan A. Tahar. Hubungan antara Komposisi Minyak Nabati Bahan Mentah dengan Kualitas
Bahan Bakar Biodiesel. Prosiding SRKP 2003 TeknikKimia UNDIP, 2003 2.
42
and Sustainable Energy Reviews 4 (2000), 111-133
3. M. Mittelbach, C. Remschmidt, Biodiesel: The Comprehensive Handbook, Martin Mittelbach Publisher, Austria (2004), 25
4. Spesifikasi Minyak Bakar Pertamina. Direktorat Hilir Pertamina, (1999) 5. Worgetter, M., H. Prankl and J. Rathbauer. Eigenschaften von Biodiesel,
Landbauforchung Volkenrode, Sonderhefi 190 (1998), 31-34 6. Knothe, G. and R.O. Dunn. Recent Results
from Biodiesel Research at the National Center for Agriculture Utilization
Research, Landbauforschung Volkenrode, Sonderhefi 190, (1998), 69-78 7. Fajar R. et al. Efek Penggunaan Biodiesel Kalitas Standar Indonesia terhadap Unjuk Kerja Mesin Kendaraan Penumpang, Laporan Uji jalan BRDST-BTMP BPPT, (2005)
8. Fajar, R. et al. Indonesian Experience in Using
Biodiesel
Emission
and
Performance Testing on Engine Test Bed and Chassis Dynamometer. 2002 International Oil Palm Conference, (2002) Hydra Research Engine Hand Book.
9. Van Gerpen, et al. Determining the Optimum Composition ofa Biodiesel Fuel. Iowa State University, 1995 10. Ali, Y. et al. Effect of Alternative Diesel Fuels on Heat Release Curves for Cummins N14-410 Diesel Engine. University of Nebraska Agricultural Research Division No. 11128.
11. Suryantoro, M. T. Studi Heat Release dan Smoke Analisis pada Campuran Methyl Ester-Solar. Tests Universitas Indonesia. 2003
Srivastava, A., and R. Prassad, Triglycerides based dieselfuels. Renewable
MESIN, Volume 8 Nomor I. Januari 2006, 31- 42