PENDEKATAN DAN METODOLOGI PENGAJARAN HAM DI PERGURUAN TINGGI A. Masyhur Effendi
*)
I Adanya upaya mencari model/ pendekatan dan metodologi untuk memperoleh hasil yang tepat dalam pengajaran HAM sekaligus mendalam substansi sangat penting. Hal ini akan mempercepat upaya menempatkan HAM sebagai bagian hidup bangsa di masa depan. Dengan demikian, semiloka yang digagas PUSHAM UII untuk memperoleh cara pengajaran dan substansi HAM yang tepat bagi mahasiswa patut disambut gembira. Lewat Semiloka ini, diharapkan sebagian dari masalah pendidikan HAM dapat terselesaikan, khususnya yang terkait dengan kerangka pendekatan dan metodologi sekaligus pilihan substansinya. Bertitik tolak dari landasan pemikiran tersebut di atas, serta melihat kondisi perguruan tinggi dengan keragaman latar belakang mahasiswanya, adanya bahan ajar yang relatifpadu merupakan salah satu factor factor yang perlu mendapat perhatian disamping tersedianya dosen/tenaga pengajar yang memadai. Disamping itu, masalah pilihan isi/substansi yang tepat akan mampu mendorong minat mahasiswa untuk segera mendalami serta menguasai materi tersebut dengan baik. Karena itu, untuk mempercepat dan mendorong keinginan pendalaman tersebut, harus dicari dan dipilih secara proporsional antara teori dan praktek yang ada. Ketika dua aspek tersebut dapat “dipadu” dan dikemas dengan baik, pemahaman tentangf HAM akan semakin jelas. Dengan demikian diharapkan, pengetahuan mahasiswa tentang HAM menjadi relative “bulat”. Dalam jangka panjang, kesadaran HAM generasi muda akan semakin kuat dan menjadi bagian dari cara hidup yang menghormati HAM. Terpenuhinya
keinginan
tersebut,
sekaligus
mengandung
harapan
agar
mahasiswa mampu dan mau memperjuangkan HAM pada saat sekarang dan masa depan di tengah-tengah masyarakat. Karena bagaimanapun juga,
ke depan diantara para
mahasiswa ada yang menduduki jabatan-jabatan strategis. Dengan demikian komitmen terhadap penghormatan HAM sudah terbina sejak awal. Salah satu pendekatan yang perlu dibangun lebih dahulu ialah terwujudnya kesamaan persepsi antara pengajar dan mahasiswa tentang HAM, walaupun pada *)
Makalah disampaikan dalam Semiloka tentang Perumusan Kurikulum Pengajaran HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia, bekerjasama dengan NCHR University of Oslo Norway, Yogyakarta pada tanggal 30 Mei 2005 di Yogyakarta.
1
pemikiran lebih lanjut terdapat perbedaan . unutk itulah perlu ditekankan bahwa kuliah HAM tidak saja merupakan “meeting of minds”, tetapi “meeting of feeling”. Di sinilah akal dan hati bertemu dan terpadu, yang kemudian menjadi modal utama bagi mahasiswa di masa depan. Dengan pendekatan tersebut, mahasiswa tidak saja diajak dan dituntut untuk selalu mengembangkan daya pikirnya sehingga semakin kritis, tetapi juga jiwa dan hatinya menghayati akan pentingnya HAM di tengah-tengah pergulatan politik dan keragaman warna, budaya, agama, ras dan sebagainya di tengah masyarakat yang majemuk. Kesadaran tersebut akan menempatkan HAM menjadi salah satu mata kuliah penting serta diminati di antara mata kuliah-mata kuliah lainnya. Pendalaman, diskusi sekaligus penghayatan secara jiwani, teratur dan terus menerus tersebut tidak saja akan semakin mempertajam olah pikir (logical thinking) generasi muda, tetapi juga semakin menyadarkan mahasiswa akan manfaat mata kuliah HAM. Dari sinilah diharapkan mahasiswa sudah aktif ikut memperjuangkannya. Keikutsertaan mahasiswa memperjuangkan HAM akan memberi warna tersendiri bagi penegakan HAM, sekaligus merupakan harapan “kemenangan” bangsa di masa depan. Dengan demikian, akan tumbuh generasi baru yang mampu membawa angin segar dalam rangka ikut mengawal dan mengendalikan negara. Kalau hal ini sejak awal dibiasakan/dibudayakan, berarti pembinaan insani dengan metode partisipatif (learning by doing) pengajaran HAM dianggap berhasil. Dari sisi ini, diharapkan sejak mahasiswa mengikuti dan menghayati kuliah HAM, mahasiswa akan semakin sadar akan pentingnta HAM. Mahasiswa akan menjadi generasi yang cukup peka, sehingga tatkala terjun ke tengah masyarakat, HAM telah menjadi salah satu modal utama. Di sinilah essensi dan pentingnya pengajaran (baca, pendidikan) HAM di kalangan mahasiswa. Untuk terciptanya sasaran tersebut, paling tidak mahasiswa sejak awal sudah memiliki bahan ajar yang relative sama baik topik dan sumbernya, sehingga pada pertemuan-pertemuan selanjutnya sudah memiliki persiapan yang cukup untuk dibahas bersama. Dengan adanya bahan-bahan tersebut meeting of minds dan meeting of feeling menjadi lancar. Sehubungan dengan harapan tersebut di atas, sesuai dengan TOR, sifat dan metodologi pengajaran HAM dititik beratkan kepada aspek pendidikannya. Lewat penekanan pada aspek pendidikan, berarti lebih mengedepankan makna dan hekekat HAM. Sebagai konsekuensi dari padanya, akan menghasilkantercipta generasi masa depan yang saling menghormati keragaman. Aneka keragaman dalam masyarakat yang saling menunjang, bagaikan taman firdausi yang semakin indah.
2
Seterusnya aspek pengajarannya akan lebih merupakan salah satu cara atau instrument penting yang mengiringinya. Dengan demikian teknik pengajaran yang menitik beratkan pada aspek pendidikan ditambah adanya sarana dan prasarana yang memadai, kelengkapan bahan bacaan atau buku ajar yang cocok serta alat peraga yang lain merupakan factor yang perlu mendapat perhatian. Cakupan bahan ajar tersebut, ditambah dengan cara/metode pendidikan dan pendalaman yang memadai, akan mempermudah mahasiswa menyerapnya secara lebih baik. Dengan cukupnya sarana dan prasarana serta bahan ajar yang ada, mata kuliah HAM sebagai mata kuliah “baru” bisa berkembang bersama-sama mata kuliah lainnya. Penekanan masaalah-masalah di depan menjadi penting, mengingat mata kuliah HAM yang “hanya” diberikan selama satu semester, diharap disajikan secara utuh dan final, kecuali ada pikiran-pikiran baru melalui semiloka ini, agar mata kuliah HAM diberikan dalam 2 (dua) semester. Tentu saja hal ini nampaknya cukup sulit, mengingat alokasi waktu dan jumlah mata kuliah di fakultas hukum cukup padat. Karena itu, pilihan-pilihan topic/ materi ajar menjadi sangat penting, mengingat masalah HAM adalah masalah kemanusiaan kita sehari-hari yang berdemensi nasional dan internasional. Seterusnya mahasiswa pada akirnya dipersilahkan untuk menambah dan mengembangkan sendiri sesuai dengan minat dan keinginannya. Batasan tersebut menjadi pentingagar tidak sampai mengakibatkan fakultas hukum mempunyai beban moral, yang merasa dasar-dasar HAM yang diberikan kepada mahaisiwa terlalu “minim”. Dengan demikian, memang tepat kalau semiloka mampu memberikan penyajian yang tepat materi HAM untuk mahasiswa fakultas hukum. II Atas dasar pemikiran tersebut, seperti kita ketahui dunia mahasiswa adalah dunia idealis, sehingga menjadi sangat tepat kalau pendidikan HAM dimulai atau didekati hal-hal yang berkaitan dengan pergulatan pemikiran HAM sepanjang sejarah. Lewaty pengetahuan tersebut, mahasiswa akan mengenal berbagai teori tentang HAM, baik teori kuno ( misalnya teori hukum alam ), sampai modern disamping teori-teori yang berkembang di berbagai agama. Dengan beragamnya teori tersebut, mengajak mahasiswa untuk masuk mendalami dunia akademik, khususnya materi yang mampu merangsang alam pikiran mahasiswa untuk memberikan tanggapan, pengembangan atau reaksi atas teori yang ada. Selanjutnya merupakan bahan perenungan atau tantangan lebih lanjut. Di samping itu, pemberian materi tentang pergolakan sejarah perjuangan atau penegakan HAM sampai sekarang selalu diwarnai pergolakan-pergolakan politik di
3
masanya. Di titik inilah penekanan pendalaman HAM perlu diperhatikan oleh mahasiswa. Karen terbukti wilayah politik atau kekuasaan politik merupakan wilayah yang penuh dengan adu kekuatan dan rivalitas antar elit. Kalu tidak waspada dapat mengakibatkan seorang pemimpin atau pejabat melanggar HAM dalam mempertahankan keuasaan tersebut. Dengan demikian, para mahasiswa yeng sering disebut pemilik masa depan harus lebih berhati-hati, karena di antara mahasiswa nantinya akan ada yang mendududuki jabatan- jabatan tersebut. Karenanya, sebelum mahasiswa menduduki jabatan yang dimaksud, sejak awal telah diberi warning. Salah satu warning-nya adalah mendalami makna dan hakekat HAM. Memperhatikan
trend/kecenderungan
masyarakat
internasional
terhadap
penegakan HAM yang semakin kuat dan kencang, hal ini berdampak kuat kepada pengajaran HAM itu sendiri, lebih-lebih setelah HAM lepas dari Hhukum Tata Negara dan Hukum Internasional. Karena itu, kemandirian mata kuliah HAM menuntut para penanggungjawab mata kuliah tersebut untuk memberikan semacam definisi sebagai awal dengan membuka disukusi tentang HAM, di samping ketentuan-ketentuan yang sudah termuat di peraturan perundangan dan konvensi yang ada. Karena itu, sejarah perkembangan HAM diberbagai belahan dunia, selintas perlu pula diketahui dan disimak oleh mahasiswa. Dalam kerangka tersebut, pergulatan HAM di negara-negara Eropa menjadi penting untuk bahan kajiannya, di sanalah ditemukan berbagai pemikiran tentang HAM yang tetap menarik sampai dengan dewasan ini. Banyaknya deklarasi, kovenan, konvensi, perjanjian baik pada tataran local, regional maupun internasional memberi bukti bahwa perjuangan HAM tak pernah berhenti. Dalam perjuangan tersebut, pada satu pihak sangat sulit untuk dicapai penegakannya, pada pihak lain terkesan tidak terlalu sulit, masalah-masalah ini merupakan bahan pengkajian yang menarik untuk dibahas. Dengan demikian, bahan kuliah HAM beserta pembahasannya tidak saja bersifat tekstual tetapi juga substansia. Substansi terebut membawa proses pengajaran HAM/pendidikan HAM akan menjadi semakin menarik dan hidup. Titik tekan ini pulalah yang perlu mendapat pendalaman. Kalau hal ini berhasil, berarti penegakan hukum/supremasi hukum yang diawali dengan penghormatan HAM akan terwujud pula. Dalam jangka panjangnya, alumni fakultas hukum menjadi kelompok pejuang HAM yang cukup handal. Bagaimanapun juga keberadaan HAM lebih awal atau mendahului hukum, dalam arti hak-hak dasar, suci dan melekat pada diri manusia ini diformalkan atau dimasukkan ke dalam peraturan perundang-undangam yang ada.
4
III Mengingat bahwa HAM “harus” merupakan satu mata kuliah bulat dan diharapakan menjadi bagian dari budaya manusia, maka HAM dengan instrument hukum yang ada akan menjadi satu disiplin hukum yang mandiri, yaitu Hukum Hak Asasi Manusia (Human Rights Law). Hukum Hak Asasi Manusia yang sudah mulai terpola/terbentuk tersebut, penulis akronimkan menjadi HAKHAM
(baca HA-
KHAM)/Hukum Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, HAKHAM yang semula bagian dari Hukum Tata Negara/ HTN dan Hukum Internasional/ HI, sudah menjadi satu disiplin yang mandiri. Diharapkan lewat ketekunan para pakar HAM, fakultas hukum dan lembaga-lembaga lainnya melalui berbagai
pertemuan, antara lain semiloka sekarang ini
dapat dan mampu
menghasilhkan satu rumusan makna HAM yang lengkap/ standar. Standarisasi tersebut, sekaligus menyusun sistematisasi kerangka acuan atas materi mata kuliah HAM, dengan komposisi materi yang jelas tersebut akan memiliki daya guna secara langsung, artinya dapat langsung difungsikan di dalam kehidupan. Adanya tekad seperti iitu, maka benar-benar pendidikan HAM akan cepat menjadi bagian dari budaya dan perekat bangsa. Dengan demikian, penyusunan kurikulum, pendekatan, pendekatan serta metodologi dalam arti luas—sebagaimana penulis kemukakan di atas—dapat menjadi pertimbangan. Diawali adanya definisi operasional yang relatif lengkap dapat menjadi pedoman. Walaupun definisi tersebut sekedar menjadi pegangan, karena di dalam dunia akademik menjadi hak setiap ahli untuk mengembangkan definisi yang berbedabeda. Sebagai satu disiplin ilmu, masalah efektivitas HAM juga menjadi penting -sebagaimana disinggung di depan--. Masalah efektifitas tersebut tidak bisa tidak akan terkait dengan perkembangan HAM yang diawali dari proses kesepakatan internasional yang ada. Lewat kesepakatan Dekalarasi Umum hak-hak Asasi Manusia 10 Desember 1948, yang kemudian dijabarkan di dalam berbagai kovenan/konvensi, antara lain yang terkenal SIPOL dan EKOSOC. Masalhnya kemudian, selain lewat ratifikasi masing-masing negara, juga adanya kerja dari badan supervisi HAM Internasional, yaitu UNHCHR (United Nations High Commissioner for Human Rights) dan Center for Human Rights di OHCHR ( Office of the United
Nations High Commissioner
for Human Rights).
Sebagaimana diketahui, yeng menjabat sebagai Komisaris Tinggi HAM PBB saat ini adalah diplomat perempuan dari Libya yaitu Najat Al Hajiji. Hal lain yang perlu diketahui, badan inilah yang banyak berhubungan dengan anggota PBB yang terkait dengan masalah-masalah HAM. Ketna itu, pendekatan
5
pengajaran dalam arti pendidikan HAM, tidak dapat dilepaskan pula dengan perkembangan politik internasional dan hubungan ionternasional yang berkembang terus. Masalah ini pulalah yang pelik dalam rangka penghormatan HAM. Belum lagi sikapnegara-negara besar, terutama Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB, sikap politik anggota tersebut berdampat kepada penghormatan HAM. Sebagai mata kuliah “baru” yang sedang mencari pola/metodologi serta pendekatan yang tepat, penyajian yang cukup actual akan menjadi mata kuliah yang menarik. Dengan demikian adanya pilihan studi kasusu yang ada menjadi sangat penting. Metodologi dan pendekatan pendidikan HAM, hakekatnya juga bagian dari desiminasi/penyebarluasan HAM. Karena itu, kerjasama fakultas hokum dengan lembaga-lembaga luar negeri dan dalam negeri, pemerintah maupun ornop menjadi bagian integral di dalam penyusunan mata kulaih tersebut. Dialog serta wawancara dengan kelompok-kelompok tertentu menjadikan feedback untuk memperkaya pengajaran HAM. Langkah tersebut mempunyai makna strategis dalam rangka ikut mempersiapkan generasi muda di masa depan.
UNESCO
menggariskan pendidikan dan pengajaran HAM dengan sasaran, antara lain sebagai berikut: 1. Fostering the attitude of tolerance, respect, and solidarity inherent in human rights ( memelihara sikap toleransi,saling menghormati, dan solidaritas sesuai dengan hak asasi manusia), 2. Providing knowledge about human rights, in both their national and international dimensions,
and
the
institutions
established
for
their
implementations
(memberikan pengetahuan tentang hak asasi manusia, baik pada wawasan nasional maupun internasional, serta lembaga-lembaga yang mengembangkan/ bertanggung jawab atas pelakssanaannya), Developing in the individual’s awareness of the ways and means by which human rights can be translated into social and political reality at both national and international level ( jalur pertmbuhan/ perkembangan kesadaran individual dimana hak asasi manusia dapat diterjemahkan/ dilaksanakan ke dalam kehidupan sosial/ politik, baik pada tingkat nasional manupun internasional). =======0000========
6
Daftar Bacaan D’Entraves, AP, (terjemahan Hasan Wira Sutisna), “Hukum Alam”, Pengantar filsabat Ilmu. Effendi, A. Masyhur, Perkembangan Dimensi HAM & Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HA-KHAM), Ghalia Indonesia, 2005. Effendi, A. Masyhur, Peran Pengadilan HAM dalam menegakkan HAM, 2003, Faghothey, Austin, Rights and Reason, The CV Mosby Company, St Louis, 1972. Magnis Suseno, Frans, HAM dalam Kontek Sosial, Kultural dan Religi, 1995. Muladi, HAM dan Keterbukaan, Bandung ITB, 1994, Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni Bandung, 1982. Ruggie Jhon Gerard, Human Rights and the Future International Community, Deadalus, 1983, Vasak, Karel, Diagram of the Machinery of Convention, 6, Place de Bordeaux, 6700 Strasburg, France,1977, The UN High Commissioner for HR, 2004, UNESCO, Human Rights Teaching, Vol, V, 1986,
7