I • Pendekatan dalam Penelitian Komunikasi
Agustina Zubair
Pendahuluan: Pendekatan Obyektif dan Pendekatan Subyektif Rentang ilmu-ilmu sosial dapat dipisahkan menjadi dua kubu yaitu kubu sebelah kiri yang disebut pendekatan subyektif dan kubu sebelah kanan vang disebut pendekatan obyektif. Pemisahan ini dibuat berdasarkan derajat keaktifan dan kepasifan manusia. Semakin ke kanan ke arah pendekatan obvektif, manusia dianggap makin pasif, dimana baru merespon jika ada stimulus, bersifat seperti mekanik statis. Sementara makin ke kiri manusia semakin aktif, kreatif dan
berkemauan bebas. Perbedaan diantara pendekatan obyektif dan subyektif dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:
No
Pendekatan Subyektif Realitas dianggap ganda, dinamis, dikonstruksikan dan dinegosiasikan.
Pendekatan Obyektif Realitas dianggap tunggal, nyata, statis dan diatur hukum-hukum universal.
Manusia dianggap aktif, kreatif dan
Manusia dianggap pasif (sebagai
berkemauan bebas.
obvek).
Perilaku manusia dikendalikan
Perilaku manusia dikontrol oleh
oleh individu (tidak sepenuhnya dikendalikan), perilaku manusia tidak
Iingkungan, perilaku manusia dapat diramalkan.
sepenuhnya dapat diramalkan. Hubungan antara peneliti dan subyek bersifat akrab, timbal balik, berjangka
Peneliti bersifat otonom, berjarak dengan subyek penelitian.
lama.
Semua entitas secara simultan saling mempengaruhi, tidak mungkin membedakan sebab dan akibat.
53
I
Sampel besar, menguji teori, generalisasi dengan metodologi empiris, eksperimental/ korelasional/survey.
54~ Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
No
Pendekatan Subvektif
Pendekatan Obvektif
Meneliti hal-hal khusus, perilaku
Analisis bersifat deduktif,
tersembunyi, perilaku yang punya
dilakukan setelah data
makna histories.
terkumpul. __ Kriteria penelitian, obyektifitas,
Analisis bersifat induktif, mencari
model/pola/tema (mengembangkan hipotesis yang terikat masyarakat dan
reliabilitas, validitas
waktu).
Kritis kriteria penelitian otensitas. Nilai, etika dan pilihan moral peneliti melekat dalam proses penelitian.
peneliti, kuantifikasi dan replikasi penelitian). Penelitian dianggap bebas nilai Teori-teorinya bersifat linier (X mempengaruhi Y). Karena peneliti bersikap otonom dan menjaga jarak maka nilai,
10
Perilaku manusia bersifat kontekstual
etika dan pilihan moral tidak melekat dalam proses penelitian. Perilaku manusia dianggap
11
berdasarkan makna vang diberikan kepada lingkungan mereka. Hasil penelitian tidak harus disepakati
Metodologis histories/ fenomenologis/ interaksional/
12
(menekankan kesepakatan para
teratur, sistematis dan rasional.
bersama.
Hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
Karena manusia dianggap sebagai
Karena manusia dianggap pasif
individu vang kreatif maka manusialah yang menentukan struktur.
tindakan manusia.
maka struktur menentukan
Perbedaan pendekatan antara subyektif dan obyektif di atas
sesungguhnya adalah perbedaan penafsiran apa itu realitas dan bagaimana kedudukan manusia dalam realitas itu. Pendekatan subyektiferat dengan istilah fenomenologi sebagai istilah generik yang merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subyektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.
Menurut Dedy Mulyana (2004), fokus perhatian pandangan
subyektif adalah bagian perilaku manusia yang disebut tindakan (action), bukan sekedar gerakan tubuh. Karena manusia punya pikiran, perasaan, niat, maksud dan tujuan. Setiap hal tindakan manusia memiliki makna yang bisa digali dibaliknya dan membuat kehidupan dan tindakan manusia itu dapat dijelaskan. Pendekatan subyektif
mengasumsikan bahwa pengetahuan tidak mempunvai sifat obyektif dan sifat yang tetap melainkan bersifat interpretif. Realitas sosial
ft
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi "~55
dianggap sebagai interaksi-interaksi sosial yang bersifat komunikatif. Studi humanistik (istilah lain untuk pendekatan subyektif) mencari kreatifitas individual. Perilaku manusia dalam mengkonstruksikan lingkungan mereka atau mendefinisikan situasi. Menurut pandangan ini semua aspek yang ada di dunia ini tidak terstruktur. Jika struktur itupun ada, maka manusialah yang menciptakan struktur tersebut dan bukan struktur yang menentukan perilaku manusia. Perilaku manusia dalam pandangan subyektif dianggap tidak teratur, tidak sistematis bahkan tidak rasional. Sebaliknya perilaku manusia bersifat kontekstual berdasarkan makna yang mereka berikan kepada lingkungan mereka. Humaniora betul-betul mencari respon subyektif individual. Sebuah hasil penelitian tidak harus bisa digeneralisasi dan disepakati bersama, karena menurut humanist tidak akan pernah ada suatu penelitian ulang (replikasi) yang persis sama dimana realitas yang diteliti selalu terikat oleh konteks ruang dan waktu yang berbeda.
Deddy Mulyana (2007) menekankan bahwa realitas sosial dalam pandangan subyektif adalah suatu kondisi yang cair dan mudah berubah
melalui
interaksi
manusia.
Fenomena
sosial
senantiasa
bersifat sementara, bahkan bersifat polisemik (multimakna) kemudian terjadi negosiasi berikutnya untuk menetapkan status realitas sosial tersebut. Manusia bertindak berdasarkan makna atau definisi yang mereka berikan kepada lingkungan mereka melalui simbol-simbol bahasa verbal (bahasa) maupun bahasa non verbal melalui perilaku dan tindakan mereka. Pandangan subyektif menekankan penciptaan
makna. Pandangan ini menempatkan diri secara berbeda dengan pandangan obyektif yaitu keyakinan akan manusia itu unik dan tidak persis sama dengan manusia lainnya, sehingga perilaku mereka tidak dapat dijelaskan secara kausal dan karenanya tidak dapat diramalkan. Sebaliknya dalam pandangan obyektif, standarisasi dan replikasi adalah penting, bahwa dunia mempunyai bentuk yang diamati dan harus diamati dan dijelaskan secermat mungkin dan mengandalkan kesepakatan diantara pengamat. Menurut Deddy Mulyana, kaum obyektivis berpendapat, hingga derajad tertentu perilaku manusia dapat diramalkan, hukum-hukumyangberlaku pada perilaku manusia
bersifat mungkin (probabilistik). Sesuai namanya, pendekatan obyektif berdasarkan pandangan bahwa obyek-obyek, perilaku-perilaku dan
56- Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
peristiwa-peristiwa eksis di suatu dunia nyata yang dapat diamati oleh
pancainciera, dapat diukur dan diramalkan. Sifat empiris ini merupakan syarat mutlak. Pandangan obyektif menyerupai pandangan ilmu alam bahwa perilaku manusia memiliki keteraturan dalam realitas sosial dan menunggu untuk ditemukan. Ilmuwan obyektif mencari hukumhukum umum dengan menjelaskan variable mana menyebabkan atau berkorelasi dengan variable lainnya.
Para ilmuwan yang obyektif menerapkan asumsi positivis yaitu
diterapkan lewat metode hypothetic deductive. Suatu proses deduktif dimana suatu dugaan akan kebenaran dibuat suatu premis (bukti atau kondisi anteseden) terhadap kesimpulan (kondisi konsekuen).
Prosesnya dimulai dari aksioma-aksioma yang mapan dengan prosedur yang menghaluskan dan memperbanyak apa yang sudah diketahui. Pendekatan obyektif memiliki dua varian yaitu pendekatan behaviouristik dan pendekatan struktural. Kedua pandangan ini samasama memandang perilaku manusiasebagai disebabkan olehkekuatankekuatan di luar kemauan mereka sendiri. Pendekatan behavouristik
memandang manusia sebagai produk lingkungan di luar diri mereka untuk member! respon dan bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara yang teratur dan karena itu dapat diramalkan. Menurut
kaum behavioris, konsep-konsep seperti keinginan, kepercayaan, dan motivasi merupakan kendala untuk menemukan generalisasi. Bahwa
perilaku manusia dapat dijelaskan tanpa merujuk pada pikiran. Karena tujuan behavioris bukan untuk memahami pikiran melainkan untuk mensistematiskan perilaku yang dapat diamati. Sistematika perilaku berarti menyediakan model, pernyataan umum dan akhirnya hukum yang memungkinkan kita mengkorelasikan kondisi lingkungan yang dapat diamati dengan perilaku yang dipicunya. Pendekatan struktural juga menolak gagasan-gagasan tentang
jiwa, spirit, kemauan, pikiran, introspeksi, kesadaran, subyektifitas, karena konsep-konsep tersebut tidak bisa diamati. Pendekatan struktural terhadap manusia adalah berusaha mengukur pengaruh struktur sosial terhadap identitas, respon dan perilaku manusia melalui peran, sosialisasi dan keanggotaan kelompok mereka. Bagi pandangan struktural, struktur sosial sangat kukuh dan mempengaruhi perilaku manusia. Struktur sosial dianggap penting karena mempengaruhi
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi ~D /
manusia berpikir, berperilaku dan mewarnai identitas mereka. Manusia dikontrol oleh struktur masyarakat di luar dirinyw, jadi masyarakat dianggap statis. 1. Pendekatan Subyektif
a. Fenomenologi dengan Menggunakan Teori Dramaturgis Penulis mencari contoh sederhana pendekatan subyektif dengan berusaha memahami mengenai impression management seorang dosen saat berinteraksi dengan mahasiswa di kelas. Berawal dari
pemahaman dramaturgis yang masuk ke dalam tradisi fenomenologi yang berpandangan bahwa manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka sehingga dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal langsung dengan lingkungannya. Pendekatan dramaturgis Goffman (1967) fokus pada pan
dangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Untuk itu setiap orang melakukan pertunjukan terhadap orang lain. Dramaturgi menekankan dimensi ekspresi/impresif aktifitas manusia, yakni bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan
orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekpresif inilah perilaku manusia bersifat dramaturgi. Jika Aristoteles mengungkapkan dramaturgi dalam artian seni. Maka, Goffman (1974) mendalami dramaturgi dari segi sosiologi.
Seperti diketahui bahwa, Goffman memperkenalkan dramaturgi pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya, The Presentation ofSelfIn Everyday Life. Buku tersebut menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari. yang menampilkan diri kita sendiri dalam
cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Bila Aristoteles mengacu kepada teater maka Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan "ivang baik untuk mencapai tujuan. j
Tujuan dari presentasi diri Goffman ini adalah penerimaan
L
58~ Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
penonton akan manipulasi. Jika seorang aktor berhasil maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oTeh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton
untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut.Dramaturgi Goffman berada di antara tradisi interaksi simbolik dan fenomenologi. Dalam konsep ini, Goffman memfokuskan pada ungkapan-ungkapan yang tersirat, yakni suatu ungkapan yang lebih bersifat teateris, kontekstual, non verbal dan tidak bersifat intensional. Dalam analisis ini, orang akan berusaha memahami makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai
tindakan orang lain, baik yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan. Semua itu, menurut Goffman mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan dengan ungkapan verbal. Menurut Goffman, perilaku orang dalam interaksi social selalu melakukan permainan informasi. agar orang lain mempuyai kesan yang lebih baik. Kesan non verbal inilah yang menurut Goffman harus diperiksa keahlianriya. Dalam dramaturgi, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Dramaturgi mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari pelaku tersebut.
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bias saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui "pertunjukan dramanya sendiri". Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunaan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan
m
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi ~59
diatas disebut dalam istilah "impression management" .
Menurut Goffman, penampilan individu menempati dua bidang yaitu panggung depan (front region) dan panggung belakang (back stage). Panggung depan merupakan bagian pertunjukan dari penampilan (appearance) dan gaya (manner) yang dilengkapi dengan setting yang mendukung. Appearance adalah stimuli yang memberitahukan status sosial si pelaku, sedangkan manner adalah stimuli yang menggambarkan peranan interaksi yang diharapkan si pelaku. Di arena panggung depan ini, individu akan menunjuk sosok ideal (penampilan sesuai tuntutan status sosialnya). Sedangkan panggung belakang merupakan bagian penampilan individu dimana ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya.
Penulis mengamati seorang teman dosen perempuan berusia sekitar 34 tahun. Berpakaian sangat modis dan kadang kala seperti mahasiswa. Jenis vokal suara ibu dosen muda ini terdengar ramai dan
boleh dibilang "cempreng". Dalam bekerja, tidak suka peraturan yang terlalu ketat dan ingin selalu tampak informal.
Ketika penulis mengamati ibu dosen (sebut saja Nancy) mengajar di depan kelas saya mendengar suaranya terdengar jelas dan tegas (sangat tegas) dengan memberikan penekanan pada kata-kata tertentu. Secara bergantian, Ibu Nancy menyebut mahasiswa dengan kalian, teman-teman, anda atau saudara. Pakaiannya seperti biasa terlihat modis bahkan terkesan menarik perhatian. Di sela-sela penjelasannya tentang materi kuliah, Ibu Nancy mengungkapkan kata-kata seperti "sip" atau "bener nggak". Ketika saya menggali lebih dalam kepada Ibu Nancy mengenai intonasi suaranya yang tegas saat mengajar di depan kelas. Dia menjawab: " Kalau bicara biasa di luar kelas suara saya terdengar cempreng, kalau saya tetap dengan karakter suara seperti itu, saya kliawatir audience terganggu. Karena itu sai/a mengolah suara saya menjadi lebih bervolinne dengan intonasi suara agak berat dan disertai penckanan-penekaiian."
Apakah dengan intonasi suara tegas seperti itu, supaya kelihatan tegas, Ibu Nancy membantah dengan mengatakan: "Saya tidak man member! kesan tegas, jika saya menangkap balnea mahasiswa menganggapnya dosen yang tegas, tuaka saya akan bersikap santai dan sedikit kembali ke suara cempreng, tapi akan kembali ke suara
L
60~ Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
awal yang lebih bervohtme. Saya berusaha bersikap egaliter tidak konservatif feodal. Saya juga berusaha membttat mahasisiea responsive dan iuteraktif agar suasana kelas hidup." Ibu Nancv menambahkan bahwa:
"Sebetuhn/a untuk bisa sampai pada karakter yang berubah dari cempreng ke suara yang lebih bervohtme, saya terns bereksperimen lewat pengalamanpengalaman mengajar selama ini. Sampai akhirnya saya terbiasa dan bisa berjalan natural, seolah-olah karakter suara saya memang seperti itu."
Walaupun kelihatan tegas dengan intonasi suara yang diberikan penekanan-penekanan, Ibu Nancy sangat tidak mau terlihat formal dan tegas, beliau hanya bersikap instruktif saja pada mahasiswa. Seperti halnya kata "sip" dan "bener nggak" di atas tadi. Sementara menyebut mahasiswa dengan sebutan yang berganti-ganti. Ibu Nancy mengaku: " Saya melakukan itu dengan sengaja. Menyebut kalian dengan motif bahwa saya dosen dananda mahasiswa, saya sering menyebutteman-teuian Iho pada mahasiswa, itu dengan harapan lagi berbagi dengan mahasisiea. Saya akan menyebut anda jika menginginkan suasana formal. Tapi saya menglundari kata katntt, karena seperti ada stratifikasi gitu. Sebetulnya menyebut saudara terasa lebih hangat, tapi sayajarang menggunakannya. Kata saudara saya pakai dalam soal-soal ujian saja."
Dari penggalian di balik realitas apa yang tampak yaitu penampilan seorang dosen di depan kelas diperoleh sebuah derajat konstruk ke dua dalam bentuk model di bawah ini.
Figur 1. Model Pengelolaan Penampilan Dosen melalui Karakter Suara Khawatir mahasiswa
Scbelumnya
terganggu dengan karakter suara cempreng
Karakter suara
Pengelolaan
cempreng
Penampilan Dosen melalui karakter suara •
Sesudahnya
I Karakter suara Bervolume
Supaya terdengar meyakinkan, sebagai key informan
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi -61
Untuk menimbulkan kesan tertentu, seseorang akan mempresentasikan
dirinya
melalui
atribut
atau
tindakan
tertentu.
ketika
berkomunikasi, seseorang akan mengelola dirinya agar tampak
seperti apa yang dikehendakinya, Oleh karenanya setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain, sehingga ia menjadi aktor yang menunjukkan penampilannya untuk membuat kesan bagi lawannya (Goffman, 1959: 32-35). Littlejohn mengilustrasikan konsep impression management dengan kalimat "people are actors, structuring their performances to make impression and audiences (Littlejohn, 1996:169). Dalam hal ini Ibu Nancy berusaha merubah karakter suaranya saat tampil di depan kelas menjadi lebih bervolume sehingga kelihatan lebih meyakinkan sebagai key informan yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang materi yang disampaikan. Karena kesan yang diinginkan oleh Ibu Nancy adalah sebagai key informan yang handal dihadapan mahasiswa, Dengan bekal bawaan suara yang cempreng, Ibu Nancy khawatir kesan tersebut sulit untuk tercapai. Pada panggung depan saat ibu Nancy mengajar di depan kelas, dia berusaha mengelola kesannya sebagai komunikator yang punya kredibilitas dengan cara menjaga suaranya lebih bervolume. Sementara pada saat di luar kelas, Ibu Nancy akan kembali menggunakan suaranya yang cempreng seperti apa adanya. b. Etnometodologi
Thomas R.Lindlof dalam bukunya Qualitative Communication Research Methods menjelaskan bahwa secara sederhana etnometodologi berusaha untuk memahami bagaimana karakter yang sudah kita
terima sebagai sesuatu yang sudah biasa dalam kehidupan kita sehari-hari. Istilah metodologi dalam etnometodologi tidak mengacu pada metodologi ilmiah, tetapi mengacu pada metode-metode yang digunakan oleh seseorang untuk membangun pikiran, sebagai sebuah cara yang sudah dikemas rapi dan teratur dalam melakukan sesuatu, seperti berangkat ke kampus, melakukan percakapan, menonton televisi. Aktifitas tersebut merupakan aktifitas yang sudah rapi terkoordinasi karena terbentuk dengan sangat baik dan ada harapan pihak lain atau orang lain akan menjadi bagian dari aktifitas kita tersebut. Pertanyaan penting yang terinspirasi oleh sebagian besar
62~ Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
penelitian etnometodologi adalah how do they do it? Pemahaman "it" disitu bukan semata-mata aktifitas saja tetapi partisipan merasakan
bagaimana obyek penelitiannnya secara faktual dan keteraturannya. Peneliti etnometodologi tertarik dengan bagaimana kelihatannya atau
bagaimana tampaknya dimana seorang partisipan dapat merasakan kepercayaan mereka secara lengkap di dalam realitas mereka. Bahwa ada sesuatu dibalik yang tampak. Realitas adalah praktek penciptaan yang konsisten dan meyakinkan.
Etnometodologi
merupakan
rumpun
penelitian
kualitatif
yang beranjak dari paradigma fenomenologi. Pada dasarnya etnometodologi adalah anak dari fenomenologi Schutzian. Ciri utama etnometodologi adalah ciri reflektifnya yang berarti bahwa cara orang bertindak dan mengatur struktur sosialnya adalah sama dengan
prosedur memberikan nilai terhadap struktur tersebut. Memberikan penilaian adalah merefleksi pada perilaku dan berusaha membuatnya menjadi terpahami, atau bermakna bagi seseorang dan orang lain. Manusia dianggap melakukan hal ini secara terus menerus secara
praktis manusia menciptakan dan membuat ulang dunia sosial. Dalam memberikan penilaian dan menciptakan dunia, manusia dianggap
sangat kompeten dan terampil untuk menjelaskan setting pengalaman sosial setiap hari.
Etnometodologi merupakan metodologi yang dipakai dalam membuat laporan etnografi yaitu model penelitian yang mempelajari peristiwa kultural dan menyajikan pandangan hidup subyek yang
menjadi obyek studi dengan landasan filsafat etnometodologi. Etnometodologi memiliki beberapa asumsi yang dapat diterangkan dari perspektif kajian sebagai berikut:
1) Terjadi azas reciprocal dalam rangka menyetarakan pengertian antara periset dan aktor sosial yang terlibat, sehingga dapat dikatakan bahwa kebenaran yang saya anut adalah kebenaran yang dianut oleh orang lain.
2) Obyektifitas dan ketidakraguan dari apa yang tampak, misalnya dunia atau lingkungan atau kenyataan adalah yang tampak terjadi dan keraguan atas apa yang tampak tersebut patut untuk diragukan.
3) Adanya proses yang sama. Dalam arti bilamana sesuatu hal terjadi
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi ~63
di suatu tempat, maka hal tersebut akan dapat terjadi pada tempat lain dalam waktu yang lain.
4) Adanya proses indexically yaitu daftar istilah. Masyarakat memiliki perbendaharaan pengetahuan lokal yang telah diketahui sebelumnya dan dapat mengacu kepada indeks lain yang juga telah ada. Periset harus memahami proses tersebut untuk dapat memiliki pengetahuan lebih luas.
5) Adanya proses reflectivity, sebagai gambaran tentang arti atau suatu interpretasi terhadap situasi yang terdapat secara umum sehingga tidak perlu di definisikan. Untuk mengatakan seseorang itu bersalah atau lugu, maka harus diturunkan dari pengertian umum ke pengertian khusus mengenai apa yang dimaksud. Namun, sesungguhnya periset tidak pernah melihat kebenaran itu, kecuali hanya melihat kebenaran tersebut atau berkenaan dengan kebenaran tersebut.
Etnometodologi beranggapan bahwa pranata-pranata sosial dipertahankan sebagai entitas-entitas nyata melalui suatu kerangka perhitungan terhadap realitas sosial yang dipahami dan diterapkan. Etnometodologi merupakan suatu studi empiris tentang bagaimana orang menanggapi pengalaman dunia sosialnya sehari-hari. Garfinkel mengemukakan tiga kunci etnometodologi yaitu: 1) ada perbedaan antara ungkapan yang obyektif dengan yang diidentifikasikan, 2) Refleksitas berbagai tindakan praktis, 3) kemampuan menganalisis tindakan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Etnometodologi disamping sebagai suatu dasar memahami prosedur-prosedur juga berfungsi sebagai sumber yang menghasilkan tindakan-tindakan. Etnometodologi bercirikan mengamati kegiatan
dimana pada anggota kelompok tertentu menghasilkan dan mengelola latar belakang kejadian sehari-hari yang terorganisir identik dengan prosedur-prosedur yang ditempuh oleh para anggota itu dalam membuat latar-latar tersebut dapat dipertimbangkan.
Contoh dari etnometodologi dari pengalaman sehari-hari, peneliti mengambil dari pengalaman saya berinteraksi dengan suku
Madura. Karena etnometodologi merupakan suatu empiris tentang bagaimana orang menanggapi pengalaman dunia sosialnya sehari-
64— Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
hari.Sehinggaetnometodologi mempelajari realitas sosial atas interaksi vang berlangsune
sehari-hari.
Pemikiran
etnografi
komunikasi
menggunakan etnometodologi sebagai salah satu prosedur dalam pengumpulan data. Hal ini terjadi karena etnometodologi memusatkan perhatiannya pada penemuan proses dasar yang digunakan oleh para penutur suatu bahasa untuk menghasilkan dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman komunikasi termasuk asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan yang merupakan pengetahuan dan pemahaman kebudayaan yang diketahui. Pengetahuan sosial itu dinyatakan dalam proses interaksi itu sendiri. Etnometodologi menjadi dasar bagi etnografi komunikasi terutama dalam melakukan analisis interkasi, yaitu ketika bahasa hidup dalam kehidupan sosial atau komunikasi. Saat penulis kost di kota Jember, Jawa Timur yang memiliki pengaruh budaya Madura yang cukup kental. Peneliti sangat terkesan dengan suatu peristiwa menarik yang membuat tertawa. Suatu hari bapak kost sedang memperbaiki meja ping pong (tenismeja), bapak kost memang penggemar berat permainan olah raga ping pong. Kebetulan penulis juga menyukai olah raga ini, jadi penulis punya perhatian terhadap aktifitas bapak kost tersebut. Sebelum pergi keluar pagi hari itu, penulis sempat bertanya pada bapak kost, "Mau di cat ulang ya pak. Sudah beli cat warna hijaunya pak..?" Bapak kost langsung menjawab, ' Ya.. mau di cat warna birujeng.." (Bapak dan Ibu Kost menyebut semua
anak kost perempuan dengan panggilan "jeng") Saya mengkoreksi ucapannya: " Warna biru pak? Meja pingpong warnanya hijau kan..? Bapak itu cepat menjawab lagi, "Warna biru jeng..(dengan logat Madura kental)..". Saya pun akhirnya pergi dengan sedikit bingung. Ketika pulang kembali ke kost-an, penulis melihat meja pingpong sudah rapi dicat warna hijau. Bapak kost sedang duduk-duduk di teras sambil merokok, penulis sempatkan untuk menegur. "Sudah selesai ya pak.., itu di cat warna hijau.., kata bapak tadi warna biru.." Sambil menghembuskan asap rokok, bapak kost menjawab santai, "Ya itu memang di cat warna biru jeng.." Setelah itu tak habis-habis spenulis berpikir, kok bisa, jelasjelas itu warnanya hijau dibilang biru.
Sembilan belas tahun kemudian, seseorang yang berasal dari Probolinggo Jawa timur (yang juga kental budaya Maduranya) bekerja di rumah penulis (panggilannnya "Yan"). Ketika sedang dalam
Mix Methodologydalam Penelitian Komunikasi -65
perjalanan ke Bandung, suami meminta penulis untuk mengirimkan paspor ke kantornya di Senayan. Penulispun menghubungi rumah, meminta Yan untuk mencari paspor di dalam tas. Penulis bilang tolong cari paspor yang warnanya biru dalam laci kecil di dalam tas. Diapun mencari dan mengatakan sudah menentukan. Penulis tanya lagi, apakah foto di dalam paspor berbaju putih. Dia bilang bukan. Penulis penasaran (karena ingat betul untuk paspor biru, baju saya dalam foto berwarna putih sedangkan kalau paspor yang hijau, baju dalam foto berwarna hijau muda). Penulis bertanya lagi betulkah paspor yang dia lihat berwarna biru. Dengan meyakinkan dia menjawab ya. Penulispun teringat kasus warna biru dan hijau pada 19 tahun silam di Jember. Jangan-jangan paspor biru yang dia maksud adalah paspor hijau. Setelah diskusi panjang dengan Yan, diapun mengakui bahwa birunya "dia" adalah hijaunya "kita". Pencarian paspor biru pun akhirnya diteruskan sampai ketemu. Dengan penekanan "birunya" ini adalah biru Indonesia bukan biru Madura.
Penulis mencari tahu dengan kebiasaan orang Madura menyebut warna hijau dengan biru. Tidak ada warna hijau dalam kamus bahasa Madura, yang ada adalah hijau diganti menjadi biru muda. Penulis
bertanya pada orang-orang Madura, tidak ada yang bisa memberi jawaban pasti. Penulis cermati, Pulau Madura termasuk pulau yang gersang dan berhawa panas. Pemandangan yang tampak adalah langit biru dan laut biru. Jarang tampak pemandangan hijau penuh pepohonan. Ada kemungkinan orang-orang Madura ini tidak punya pengetahuan dan pengalaman tentang lingkungan atau pemandangan yang mengandung warna hijau. Yang ada hanya itu tadi langit biru dan laut biru. Pepohonan hijau hanya dilihat dari kejauhan yang tercampur dengan warna langit dan warna laut sehingga menjadi biru muda Aktifitas memberi makna pada warna merupakan aktifitas yang
sudah rapi terkoordinasi karena terbentuk dengan sangat baik dan ada harapan pihak lain atau orang lain di luar suku Madura akan menjadi bagian dari aktifitas tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Thomas R.Lindlof dalam bukunya Qualitative Communication Research Methods bahwa secara sederhana etnometodologi berusaha untuk memahami bagaimana karakter yang sudah kita terima sebagai sesuatu yang sudah biasa dalam kehidupan kita sehari-hari. Orang Madura merasa
66-
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
bahwa pemberian makna warna biru muda pada warna hijau adalah suatu hal yang sangat biasa dan justru akan heran mengapa orang lain mempermasalahkannva.
Dalam perbendaharaan warna bagi orang madura, terjadi proses indexically yaitu daftar istilah. Masyarakat memiliki perbendaharaan pengetahuan lokal yang telah diketahui sebelumnya dan dapat mengacu kepada indeks lain yang juga telah ada. Jika kita ingin mengetahui mengapa orang Madura berbeda dalam memaknai warna hijau maka kita harus memahami proses tersebut untuk dapat memiliki pengetahuan lebih luas. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, ciri utama etnometodologi adalah ciri reflektifnya yang berarti bahwa cara orang bertindak dan mengatur struktur sosialnya adalah sama dengan prosedur memberikan nilai terhadap struktur tersebut. Memberikan penilaian adalah merefleksi pada perilaku dan berusaha membuatnya menjadi terpahami, atau bermakna bagi seseorang dan orang lain. Manusia dianggap melakukan hal ini secara terus menerus secara praktis manusia menciptakan dan membuat ulang dunia sosial. Dalam memberikan penilaian dan menciptakan dunia, manusia dianggap sangat kompeten dan terampil untuk menjelaskan setting pengalaman sosial setiap hari. 2. Pendekatan Obyektif Reduction Theory
dengan
Menggunakan
Uncertainty
Dalam situasi seperti sekarang ini, siapakah yang bisa menghindar dari akses informasi. Setiap saat setiap waktu kita dihadapkan dengan segala jenis informasi. Dan media massa menyediakan itu dengan begitu banyak alternatif pilihan. Dengan kecanggihan teknologi kita bisa mengakses informasi apapun yang kita inginkan segera dalam waktu sekejap. Menariknya adalah dengan begitu banyaknya informasi yang tersedia dari begitu banyaknya media, tetap saja kita merasa belum puas akan sebuah informasi tentang sebuah peristiwa. Tindakan mencari informasi terus kita lakukan untuk membuat kita
merasa pasti tentang peristiwa tersebut. Ibaratnya semakin banyak informasi, malah membuat kita semakin tidak pasti dengan kejelasan sebuah peristiwa sehingga membuat kita semakin haus akan informasi.
i
Mix- Methodology dalam Penelitian Komunikasi -67
Dalam tulisan ini yang penulis soroti adalah informasi yang ditayangkan oleh televisi dalam bentuk berita, khususnya berita tentang kekerasan. Maraknya acara-acara berita di stasiun televisi di Indonesia
yang mencapai lebih dari 21 jenis berita, membuat masyarakat leluasa mendapatkan sumber informasi. Dennis Mc Quail mengatakan bahwa pada berita atau informasi melekat kebenaran realitas, karena berita
tersebut mengangkat fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, yang kemudian oleh pemirsa dijadikan dasar dalam pembentukan persepsi mengenai realitas sosial. Menurut McQuail harapan tertinggi tentang kebenaran realitas adalah melekat pada berita dan informasi. Lebih
jauh McQuail mengatakan bahwa unsure penting semua media seperti radio, televise dan surat kabar adalah berita. Berita merupakan satu dari sedikit kontribusi media yang orisinil.
Sementara kekerasan adalah peristiwa yang merebak di Indonesia akhir-akhir ini. Fenomena ini ibarat penyakit menular yang cepat menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya. Berita tentang pembunuhan dan aksi bom bunuh diri yang berkepanjangan menjadi sumber ketidakamanan warga menjalani kehidupan seharihari. Wargapun menjadikan televisi sebagai sumber informasi untuk mengetahui peristiwa kekerasan yang terjadi. Masyarakat seperti
dipaksa melewati sebuah terowongan yang penuh jebakan. Orang tidak saja merasa khawatir di jalanan, namun rasa tidak aman sudah
menjalar di tempat-tempat yang selama ini kita anggap aman seperti di hotel-hotel mewah bahkan di rumah kita sendiri.
Tulisan ini kemudian ingin melihat apakah tindakan mengkonsumsi informasi mengenai berita kekerasan di televisi dapat mempe ngaruhi prediksi tentang keamanan diri. Dan apakah jenis kelamin
dan jenis suku tertentu dapat mempengaruhi hubungan antara mengkonsumsi informasi mengenai berita kekerasan di televisi dengan prediksi mengenai keamanan diri.
EM Griffin (2006) dalam bukunya A First Look at Communication
Theory menulis tentang uncertainty reduction theory dari Charles Berger. Menurut Gfriffin, Berger mencatat bahwa awal dari sebuah hubungan interpersonal adalah penuh dengan ketidakpastian. Teori pengurangan ketidakpastian fokus pada bagaimana komunikasi manusia digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan menciptakan pemahaman saling
68— Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
pengertian. Berger percava bahwa tujuan utama kita berbicara dengan orang lain adalah untuk membuat pemahaman terhadap dunia antar personal.
Berger menurut Griffin juga fokus pada pengurangan ketidakpastian yang diarahkan untuk melakukan tindakan memprediksi dan menjelaskan. Karena Berger fokus pada kemampuan prediksi yang ditekankan dalam teori informasi Shannon dan Weaver. Sebagai sebuah kemampuan seseorang untuk memprediksi sebuah alternatif atau beberapa alternatif yang terus mengalami pengurangan dan meningkatnya ketidakpastian. Pada dasarnya kita secara konstan menggambarkan inferensi tentang mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kita membutuhkan untuk prediksi dan menjelaskan. Itu bisa dilakukan jika kita dapat mengurangi ketidakpastian tentang apa yang orang lain ingin lakukan.
Teori pengurangan ketidakpastian (uncertainty reduction theory) dari Charles Berger dan Richard Calabrese menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian diantara orang asing yang teriibat dalam pembicaraan. Uncertainty reduction theory juga mampu memperkirakan pilihan-pilihan perilaku diri sendiri dan orang lain serta mampu menginterpretasikan makna dari pilihan-pilihan perilaku.
Terdapat dua tipe ketidakpastian yaitu 1) Ketidakpastian kognitif (cognitive uncertainty), 2 Ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainty). Ketika orang asing bertemu, fokus utama mereka adalah mengurangi ketidakpastian mereka dalam mengalami ketidakpastian pada dua level yaitu pada perilaku dan kognitif. Uncertainty reduction theory memiliki asumsi yaitu: 1) Orang
mengalami
ketidakpastian
dalam
interaksi
interpersonal;
2)
Ketidakpastian adalah yang tidak mengenakkan, stress secara kognitif; 3) Orang asing bertemu perhatiannya untuk mengurangi ketidakpastian mereka; dan 4) Komunikasi interpersonal adalah alat untuk mengurangi ketidakpastian.
Lebih lanjut Griffin juga menjelaskan hal tentang an axiomatic theory yang dia katakan sebagai kepastian tentang ketidakpastian. Aksioma yang pertama mengenai komunikasi verbal bahwa tingkat ketidakpastian yang tinggi pada permulaan fase awal akan
Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi —69
menyebabkan meningkatnya komunikasi verbal pada dua orang asing. Jika ketidakpastian menurun maka jumlah komunikasi verbal meningkat. (Artinya terdapat kebalikan atau hubungan negatif antara ketidakpastian dan komunikasi non verbal verbal yaitu semakin tinggi ketidakpastian maka semakin rendah komunikasi non verbal). Aksioma yang ke dua mengenai non verbal warmth yang menjelaskan bahwa jika ekspresi nonverbal meningkat, maka ketidakpastian menurun dalam situasi interaksi awal. Hal ini merupakan salah
satu hubungan yg bersifat negatif. Aksioma yang ke tiga mengenai Information seeking yang berbunyi tingkat ketidakpastian yang tinggi menyebabkan meningkatnya perilaku pencarian akan informasi. Sebaliknya level ketidakpastian menurun maka, maka pencarian informasi juga menurun. Aksioma yang ke empat mengenai self disclosure yang menjelaskan bahwa ketidakpastian yang tinggi dalam sebuah hubungan meyebabkan menurunnya tingkat keintiman dari isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan
tingkat keintiman yang tinggi. Aksioma ini memperlihatkan hubungan yang negatif antara ketidakpastian dan tingkat keintiman. Aksioma yang ke lima mengenai reciprocity yaitu berbunyi ketidakpastian yang tinggi menghasilkan tingkat resiprositas yang
tinggi. Sedangkan tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat resiprositas yang rendah pula. Berarti adanya hubungan yang positif antara ketidakpastian dan resiprositas. Aksioma ke enam mengenai similarity menjelaskan bahwa Kemiripan diantara orang akan mengurangi ketidakpastian, sementara ketidak miripan akan
meningkatkan ketidakpastian (menyatakan hubungan yang negatif). Aksioma yang ke tujuh.mengenai liking berbunyi Peningkatan tingkat ketidakpastian akan menghasilkan penurunan dalam kesukaan; sementara penurunan dalam ketidakpastian menghasilkan peningkatan dalam kesukaan .(Aksioma ini memperlihatkan hubungan negatif) dan aksioma yang terakhir yaitu yang ke delapan mengenai shared network yang berbunyi Semakin tinggi tingkat ketidakpastian maka semakin rendah interaksi dalam jaringan sosial.
Dari seluruh penjelasan tentang uncertainty reduction theory di atas, penulis akan menekankan pada pemahaman teori pengurangan ketidakpastian yang berkaitan dengan tindakan memprediksi dan
70— Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
menjelaskan. Berawal dari teori informasi Shannon & Weaver seperti yang diungkapkan oleh Littlejohn (2008) dalam bukunya Theories of Human Communication bahwa informasi dapat dipahami dengan istilah entropy yaitu istilah yang dipinjam dari istilah thermodynamic. Entropy merupakan suatu keadaan yang tidak teratur, atau situasi yang kurang terorganisasi. Secara menyeluruh etntropic adalah situasi yang tidak dapat diprediksi. Karena sebagian besar situasi yang kita hadapi adalah sepotong-sepotong dan tidak dapat diprediksi secara sempurna, entropy adalah sebuah variabel. Contohnya ketika ada awan gelap di langit, kita memprediksi akan ada hujan dan kita bisa benar atau bisa saja salah. Karena cuaca adalah sistem yang tidak terorganisir, prediksi terhadap cuaca tidak pernah pasti. Entropy berada dalam situasi yang menyebabkan beberapa ketidakpastian. Berkaitan dengan informasi yang tersaji dan dikemas dalam sebuah berita, seseorang akan mencari informasi pada acara berita di televisi untuk memastikan mengenai sesuatu peristiwa yang baru didengar secara sepotong-potong. Misalnya peristiwa meledaknya bom di hotel JW Mariot dan Ritz Carlton menimbulkan ketidakpastian pada diri penulis. Siapakah yang jadi korban, siapakah pelakunya, tepatnya dimana, bagaimana sesungguhnya peristiwa yang terjadi. Untuk mengurangi alternatif-alternatif dugaan tentang peristiwa meledaknya bom tersebut, maka penulis mencari informasi dengan menonton berita di televisi. Dari berita di televisi, saya jadi tahu kapan bom itu meledak, siapa saja yang jadi korban, tempat meledaknya bom dan akhirnya mulai tahu bahwa itu adalah bom bunuh diri. Artinya ini memenuhi aksioma yang berbunyi jika tingkat ketidakpastian meninggi maka akan menyebabkan meningkatnya perilaku pencarian informasi.
Artinya ada hubungan yang positif antara konsep ketidakpastian dan perilaku pencarian informasi.
Bagaimana dengan beritatentang kekerasan seperti perampokan, pembunuhan, perkosaan, penjarahan, perkelahian dan tawuran. Setelah kita menonton berita tentang seorang penumpang taksi
perempuan di Jakarta yang naik taksi agak larut malam dirampok lalu diperkosa dan dibuang ditengah jalan tol membuat kita menjadi berpikir dan menimbang-nimbang jika ingin menggunakan taksi. Mengacu pada teori informasi Shannon & Weaver yang diungkapkan
ilix Methodology dalam Penelitian Komunikasi -7
oleh Littlejohn dialas bahwa entropy merupakan suatu keadaan yang tidak teratur, atati situasi yang kurang terorganisasi. Secara menyeluruh entropy adalah situasi yang tidak dapat diprediksi. Karena
sebagian besar situasi yang kita hadapi adalah sepotong-sepotong dan tidak dapat diprediksi secara sempurna, entropy menjadi sebuah variabei. Kemudian ditambahkan oleh Griffin bahwa pengurangan ketidakpastian diarahkan untuk melakukan tindakan memprediksi dan menjelaskan. Karena Berger fokus pada kemampuan prediksi yang ditekankan dalam teori informasi Shannon dan Weaver. Sebagai sebuah kemampuan seseorang untuk memprediksi sebuah alternatif
atau beberapa alternatif yang terus mengalami pengurangan dan meningkatnya ketidakpastian. Pada dasarnya kita secara konstan menggambarkan inferensi tentang mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kita membutuhkan untuk prediksi dan menjelaskan. Itu bisa
dilakukan jika kita dapat mengurangi ketidakpastian tentang apa yang orang lain ingin lakukan.
Untuk itu setelah kita mengkonsumsi informasi mengenai peristiwa perampokan taksi di televisi, kemudian juga ada informasi mengenai ciri-ciri taksi seperti apa yang patut dicurigai, juga ciri-ciri dan perilaku sopir yang mencurigakan. Maka pada saat kita berada di jalan tengah malam dan harus menggunakan jaksa taksi, kita akan melakukan prediksi apakah sopir taksi ini sesuai dengan ciriciri yang diinformasikan, apakah taksinya tidak sesuai dengan ciri taksi yang patut dicurigai. Jika sopir taksinya seorang perempuan ada kemungkinan kita dapat memprediksi bahwa kita dalam situasi yang aman. Atau jika kita melihat sopir taksinya dari suku tertentu yang terkenal kasar dan suka melakukan kekerasan, maka kita dapat memprediksi bahwa keamanan kita terancam. Sebaliknya bila kita
melihat sopir taksi berbicara dengan logat suku tertentu vang terkenal baik dan kebetulan sopir tersebut menggunakan topi haji putih dan terdengar alunan ayat suci di dalam taksi, maka kita kemudian dapat memprediksi bahwa kita dalam keadaan aman.
Jika kita mendapatkan informasi bahwa yang menjadi korban perampokan dalam taksi itu adalah seorang perempuan yang berjalan sendirian pada malam hari, maka pada saat kita berjalan di siang
hari, kita merasa situasinya sederhana dan dapat kita prediksi bahwa
72— Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi
menggunakan jasa taksi adalah aman bagi diri kita. Atau jika .kita berjalan pada malam hari tetapi bersama dengan beberapa teman dan ada laki-lakinva, maka kita merasa situasinya bisa diprediksi kalau naik taksi tidak ada masalah dengan keamanan diri kita. Itu terjadi
karena situasinya terorganisasi, suasananya familiar dan kondisinya berbeda dengan kondisi korban perampokan dalam taksi yang di informasikan dalam berita di televisi.
Menurut Littlejohn, jika kurang terorganisasi dan kurang dapat diprediksi maka akan semakin menyebabkan entropy. Selain itu, situasi dimana kita merasa sangat familiar, maka kita tidak lagi membutuhkan informasi. Informasi adalah pengukuran terhadap ketidakpastian atau entropydalam suatu situasi. Semakin besar ketidakpastian, semakin kita membutuhkan informasi. Ketika situasi sudah jelas dapat diprediksi, informasi tidak diperlukan lagi. Definisi informasi kemudian menjadi membingungkan. Karena sebagian besar orang mengasosiasikan informasi dengan kepastian dan pengetahuan. Menurut Littlejohn informasi menyangkut sejumlah pilihan-pilihan atau alternatifalternatif, yang tersedia bagi seseorang dalam memprediksi sebuah hasil. Dalam situasi yang komplek dengan banyak kemungkinan outcome, tersedia lebih banyak informasi daripada situasi yang sederhana dengan sedikit outcome. Dengan kata lain, seseorang akan membutuhkan lebih banyak fakta untuk memprediksi outcome dari sebuah situasi yang kompleks daripada memprediksi outcome pada situasi yang sederhana: Dari hasil analisa diatas dapat ditarik 3 buah aksioma yaitu: Aksioma 1:
Dalam situasi kompleks (tidak teratur, tidak terorganisasi atau
tidak pasti) seseorang akan lebih banyak membutuhkan fakta atau informasi untuk dapat memprediksi outcome. Aksioma 2:
Dalam situasi yang familiar dan sederhana (teratur dan terorganisasi) seseorang semakin pasti dalam memprediksi outcome dan tidak banyak membutuhkan informasi Aksioma 3:
Mix
Methodology dalam Penelitian Komunikasi —fi
Semakin tinggi tingkat kepastian seseorang tentang sebuah informasi, maka semakin jelas sebuah outcome dapat diprediksi. Sebagai peneliti kita tinggal memilih untuk menggunakan pendekatan subyektif atau pendekatan obvektif dalam memahami suatu fenomena. Apakah anda termasuk orang mekanistik atau orang dengan tipe cair, anda cenderung tertarik pada sisi yang mana. Keilmuan komunikasi memberikan kita keluasaan, dan fenomena
komunikasi merangsang kita untuk mendekatinya.
Daftar Pustaka
Goffman, Erving (1974), The Presentation of Self in Every Day Life. Cambridge, a Pelican Book, Griffin,EM (2006). A First Look at Communication Theory (sixth edition). Boston, McGrawHill
Littlejohn, Stephen W. (2008). Theories of Human Communication (ninth edition), Belmont CA, Wadsworth/Thomson Learning Littlejohn, Stephen W. (2002), Theories ofHuman Communication (seventh edition), Belmont CA, Wadsworth/Thomson Learning Mulyana, Deddy (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Rosdakarya Kuswarno, Engkus (2008). Etnografi Komunikasi. Bandung, Widya Padjadjaran Lindlof, Thomas R. (1995), Qualitative Communication Research Methods. Thousand Oaks, Sage Publications