Edisi 1 Tahun 2012
------------------------------------Kamilus Tupen dan Ide Besar dari Pelosok Adonara ------------------------------------Melipatgandakan Daya Program Resilience Melalui Pendekatan Berbasis Aset ------------------------------------Oleh Pembelajaran Atas Praktik, Kami Terus Lahirkan Hal Baru -------------------------------------
Pendekatan ABA-AI, Harapan Bagi Perubahan Sosial
www.perkumpulanpikul.org
EDISI 1 TAHUN 2012
Hal Baik di Tengah “Separuh Kenyataan Separuh Persepsi” Rawan Pangan Bantuan pangan selalu berupa beras. Tak tampak wacana alternatif dari pemerintah. Sebagian warga di NTT lantas berinisiatif.
Kamilus Tupen dan Ide Besar dari Pelosok Adonara
Di tengah-tengah rakyat, ada begitu banyak ide luar biasa yang hidup dan sukses dipraktikan. Tinggal di kampung, Kamilus menemukan ide membangun sebuah badan usaha milik rakyat.
Melipatgandakan Daya Program Resilience Melalui Pendekatan Berbasis Aset
Program Partners for Resilience (PFR) yang ditangani PIKUL, memusat perhatian pada pengalaman sukses komunitas dalam rangka membangun ketahanan terhadap bencana.
Oleh Pembelajaran Atas Praktik, Kami Terus Lahirkan Hal Baru (Bagian 1 dari 2 Tulisan)
Sejak 2009, PIKUL menetapkan visinya: Kampung Berdaulat: pemenuhan hak dasar atas air, pangan, energi, kesehatan, dan pendidikan berbasis solidaritas.
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
“Reclaim Your Future” Redaksi Silvia Fanggidae, Torry Kuswardono, Wahyu Adiningtyas, Andry P. Ratumakin, Danny Wetangterah, George Hormat Editor Wahyu Adiningtyas Penulis George Hormat Keuangan Emil Fanggidae Daniel Temuluru Distribusi Trini Welita, Ande Ngongolende Layout Kampungkreasi Perkumpulan PIKUL Jl. Wolter Monginsidi II, No.2, Kel. Pasir Panjang, Kupang Nusa Tenggara Timur Telp: 0380-830218 Faks: 0380-822434 Email
[email protected] Website http://www.perkumpulanpikul.org Kanal Youtube http://www.youtube.com/users/pikulers FB: perkumpulan pikul FB (Fan Page): perkumpulan pikul Twitter: perkumpulan pikul INISIATIF adalah sebuah majalah yang diterbitkan oleh Perkumpulan PIKUL. Sebagai media berbagi pembelajaran, pengalaman dan informasi bagi siapa pun yang berminat untuk mempelajari Asset Based Approach- Appreciative Inquiry bagi perubahan sosial. INISIATIF juga diterbitkan sebagai bentuk pertanggungjawaban PIKUL kepada publik. Diterbitkan dengan dukungan dari Oxfam Australia
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
editorial
B
erteori, berpraktek, mengembangkannya, berpraktek kembali dan menarik pembelajaran adalah suatu proses panjang bagi penggunaan Asset Based Approach-Appreciative Inquiry (ABA-AI) di Pikul. Ba nyak orang yang tergabung dalam Lingkar Belajar Komunitas Bervisi memiliki mimpi yang semakin jelas dan memantapkan langkah-langkah yang harus dibuat untuk mewujudkan mimpinya. Bagi perubahan di lingkungan tempat tinggalnya, desa ataupun Pulau. Bagi perubahan sosial. Oleh sebab itu pada edisi kali ini kami memberi tema besar “Pendekatan ABA-AI, Sebuah Harapan bagi Perubahan Sosial. Bagian pertama mengemukakan bagaimana isu pangan yang merupakan isu utama bagi penduduk dunia dibelahan bumi manapun. Namun para aktor yang tergabung dalam Lingkar Belajar Komunitas Bervisi dengan berbagai inovasi berusaha mengatasi keterbatasan pangan yang melingkupi mereka. Bagian kedua, mengenai Bapak Kamilus Tupen yang bersama-sama masyarakat di lingkungannya membangun koperasi yang tidak hanya berbasis uang. Ketiga, mengenai penerapan ABA-AI pada pengurangan risiko bencana. Keempat, merupakan bagian pertama dari 2 tulisan mengenai ca tatan terhadap praktik penggunaan dan modifikasi ABA-AI selama 3 tahun terakhir. Selamat membaca!
catatan direktur eksekutif pikul
P
Dengan pembelajaran yang kami dapat, membuat kami makin percaya bahwa another world is possible. Tentu saja, dengan harapan dan terus berusaha agar pendekatan ABA-AI bisa semakin meluas.
IKUL mengadopsi, memodifikasi dan terus mengembangkan ABA-AI. Tidak hanya berkutat di tataran wacana, kami mempraktikan dan bel ajar dari praktik itu. PIKUL mempercayai bahwa pendekatan ini memberikan harapan baru untuk perubahan sosial. Sebuah citacita PIKUL di masa depan. Meski sektor kerja Pikul adalah “sektor lama”, tetapi pendekatan ini memberikan banyak kenyataan baru bagi kami. Selain pada Proyek Penguatan Solidari tas untuk Pemenuhan Hak Dasar bersama Oxfam Australia, sebagai back bone prog ram, pendekatan ini juga kami gunakan untuk pengembangan kapasitas bagi fasilitator di Program Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah dan Proyek Partnership for Resilience bersama Care Indonesia. Pada program pengembangan kapasitas bagi fasilitator Program Desa/kelurahan Man diri Anggur Merah, fasilitator adalah ujung tombak keberhasilan program ini. Sebab itu, mereka harus memiliki kapasitas yang luar biasa. Fasilitator harus diubah cara berpikir nya. Change the way they see everything . Maka dalam proyek ini, penguatan kapasitas pertama yang diberikan pada para fasilitator bukan vacational skills, tetapi visioning. Tentu saja dengan metode ABA-AI. Pada proyek Partnership for Resilience, Pikul bekerja saa bersama komunitas untuk mengurangi risiko bencana. Disini, kami memodifikasi instrumen-instrumen penilaian risiko bencana dengan menggunakan ABA-AI. Komunitas diajak membangun visi wilayah aman bencana terlebih dahulu. Komunitas juga diajak menggali kekuatan, sebelum meratapi kerentanan. Pun, ketika memenuhi gap antara sumberdaya yang dimiliki dengan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai resiliensi yang diinginkan. Komunitas menjadi kreatif menggali sum-
ber-sumber yang selama ini tak terpikirkan. Juga aksi yang dipilih, lebih mandiri dan ino vatif. Tak beda jauh ketika Pikul bekerja untuk membangun solidaritas untuk pemenuhan hak dasar. Dengan percaya penuh bahwa tak mungkin komunitas tinggal diam menghadapi kehancuran yang dibawa dari luar, kami mencari mereka yang telah berinovasi. Ternyata mudah ditemukan, karena mereka memang jarang dicari. Kami membantu memantapkan visi mereka, menghubungkan mereka, memperluas jejaring mereka, dan mempromosikan mereka. Banyak hal yang tak terpikir, bahkan oleh para ahli pengembangan masyarakat, sudah dijalani oleh komunitas sendiri. Jadi bagi kami, menggunakan ABA – AI bukan sekedar bersenang – senang. Bukan sekedar membangun mimpi. Bukan juga upaya lari dari kenyataan dan masalah. Ini tentang perubahan cara pandang tentang diri dan kondisi sosial. Supaya kita dan komunitas percaya pada perubahan, bukan malah takut pada kompleksitas masalah. Ini tentang kemampuan menemukan dan meng akses sumberdaya dan membuat aksi kon krit menuju perubahan. Bukan malah tergantung pada kaum cendekia dan program – program bantuan dari luar. Dan ini tentang menyingkap perubahan yang telah ada, lengkap dengan wajah – wajahnya. Dengan pembelajaran yang kami dapat, membuat kami makin percaya bahwa another world is possible. Tentu saja, dengan ha rapan dan terus berusaha agar pendekatan ABA-AI bisa semakin meluas.
Salam
Silvia Fanggidae Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
Hal Baik di Tengah
“Separuh Kenyataan Separuh Persepsi” Rawan Pangan “Puluhan ribu warga Provinsi NTT mengalami rawan pangan berkategori "merah" atau krisis pangan serius yang tersebar di 213 desa dan 159 kecamatan di 11 kabupaten/kota.” Demikian lead berita Antara 13 September 2011.
ead serupa itu bertebaran di berbagai media masa. Tahun demi tahun. Ia mewakili kenyataan kondisi pemenuh an pangan di Nusa Tenggara Timur. Tingginya angka gizi buruk dan angka kematian ibu dan anak, prestasi negatif lainnya, mengonfirmasi kenyataan ini. "Kekeringan adalah penyebab utama kondisi ini," kata para pejabat pemerintah dari tahun ke tahun. “Anomali iklim,” begitu bunyi penjelasan yang semakin sering disampaikan dalam beberapa tahun terakhir. Kekeringan, musim penghujan yang terlampau singkat, membuat petani gagal tanam dan gagal panen. Anomali iklim, pergeseran musim hujan dan kemarau yang tak lagi tentu, telah mengacaukan kalender tanam petani. Membuat mereka terlalu dini atau terlalu terlambat mulai menanam. Ini lah kondisi khas daerah yang produksi pangannya bersandar pada datangnya hujan. Penyebab lain, berada di urutan berikutnya adalah serangan hama, terutama bela lang, tikus, keong mas, dan ulat pengerat batang. Pada akhir 2011 hingga Februari 2012, hama adalah persoalan sangat serius. Tentu saja, ketiadaan kebijakan dan komitmen pemerintah dalam membangun sektor pertanian, terutama pertanian tanam
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
an pangan, juga menjadi kontributor terus berlanjutnya kondisi rawan pangan di Nusa Tenggara Timur.
Diperburuk Persepsi
Rawan pangan memang momok masya rakat Nusa Tenggara Timur. Jika mengikuti berita media, seolah-olah tak ada bulan yang lolos dari pemberitaan kesulitan pangan ma syarakat. Tetapi kondisi yang begitu me nyeramkan ini sebagian merupakan kreasi persepsi pemerintah, masyarakat, media massa, bahkan organisasi masyarakat sipil. Banyak pemberitaan tentang rawan pangan, baik yang bersumber pengamatan para wartawan, atau kutipan press release pemerintah dan NGO, pun pengaduan masyara kat dipengaruhi persepsi terhadap pangan pokok. Berasnisasi, julukan bagi kebijakan perberasan rejim orde baru yang merupakan bagian dari semangat revolusi hijau, tidak dapat dipungkiri telah berhasil mengubah pandangan masyarakat terhadap pangan pokok. Beras dipandang nyaris sebagai satusatunya pangan pokok bagi masyarakat Indonesia. Ditambah dengan kebijakan distribusi beras murah untuk masyarakat miskin (raskin) di masa pemerintahan Yudhoyono,
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
beras bahkan menjadi pangan utama di kawasan timur Indonesia yang sejarahnya bukan bangsa pemakan nasi. Tidak terkecuali Nusa Tengara Timur. Maka sebagian di antara berita rutin rawan pangan di NTT sebenarnya merupakan teriakan tentang kelangkaan beras. Beras memang barang langka di Nusa Tenggara Timur. Produksinya sangat bergantung pada ketersediaan air. Dengan sumber air terbatas, mayoritas lahan padi di NTT adalah lahan tadah hujan. Ketika perubahan iklim global turut mengacaukan ritme datangnya hujan dan membuat bulan-bulan basah menjadi lebih singkat, gagal tanam kian sering dan meluas, kondisi rawan beras di Nusa Tenggara Timur kian parah. Karena berpersepsi beras adalah pangan pokok utama, sebagian besar masyarakat NTT mengantungkan konsumsinya pada ketersediaan beras di pasar. Ketika ganggu an harga beras nasional bertemu jatuhnya harga komoditas perkebunan, menjerit lah masyarakat, berteriak lah pemerintah setempat memohon bantuan tanggap darurat pemerintah pusat. Seringkali, pemberitaan media massa tentang rawan pangan terjadi ketika ketersediaan pangan nonberas, seperti umbi-umbian dan jagung jauh di atas tingkat konsumsi masyarakat.
Kebijakan: Retorika vs Praktik
Sekian lama berhadapan dengan krisis beras, para perumus kebijakan di NTT tampaknya mulai menyadari pentingnya me-
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
lepaskan ketergantungan dari beras sebagai pangan pokok. Dengan niat mewujudkan ketahanan pangan berbasis pangan lokal, Gubernur NTT Frans Leburaya mencanangkan slogan NTT Provinsi Jagung. Slogan itu diikuti dengan aktivitas kampanye intensif tentang pentingnya masyarakat kembali beralih pada konsumsi pangan lokal, terutama jagung. Pada tingkatan yang lebih stra tegis, pemerintah provinsi berupaya menggalakkan penanaman jagung melalui bantuan bibit jagung dalam skala cukup besar kepada petani. Kesadaran serupa juga muncul di tingkat an bupati di sejumlah kabupaten. Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras, sejumlah bupati mengkampa nyekan gerakan sehari tanpa beras. Bupati Sumba Barat Daya Kornelius Kodi Mete, misalnya, dalam peringatan Hari Pangan Sedunia, Oktober 2011 telah menetapkan hari Kamis sebagai “Hari Tanpa Beras” di kabupaten yang dipimpinnya. Berbagai gebrakan kepala daerah yang dipaparkan di atas tentu baik dan berguna. Hanya saja, kebijakan pada aras yang lebih strategis tidak seramai beragam bentuk aksi kampanye dan seruan moral. Program Pemerintah provinsi untuk me ningkatkan produksi jagung lewat distribusi benih jagung hibrida menuai banyak kritik. Banyak hal menjadi persoalan, dari yang teknis berupa mubasirnya benih akibat ke terlambatan distribusi; hingga yang strategis seperti potensi hilangnya benih lokal akibat penggunaan benih hibrida. Banyak yang kuatir, pogram ini menjerumuskan petani dan masyarakat Nusa Tenggara Timur pada ketergantungan baru: industri benih swasta. Selain itu, dibanding benih jagung kompo sit, benih hibrida yang didatangkan dari luar belum tentu sesuai kondisi alam Nusa Tenggara Timur. Program ini bahkan dinilai cenderung mereproduksi kesalahan Orde Baru, yaitu penyeragaman, dari berasnisasi ke jagungnisasi. Itu berarti tidak klop dengan diversifikasi pangan sebagai strategi menciptakan ketahanan pangan. Penggunaan benih hib rida juga mengaburkan arah kebijakan NTT Provinsi Jagung, apakah untuk mewujudkan kedaulatan pangan, atau meningkatkan perekonomian daerah sebagai pemasok bahan baku industri pakan ternak. Sikap reaksioner pemerintah kabupaten dalam menghadapi rawan pangan, yang bu-
ru-buru berteriak minta bantuan pemerintah pusat ketika muncul indikasi rawan pa ngan, membuat keselarasan antara kampa nye dan kebijakan konkrit pemerintah dipertanyakan. Sebagaimana mindset pemerintah pusat yang tak berubah hingga masa SBY, bantuan pangan selalu berupa beras. Ti dak tampak wacana alternatif agar bantuan rawan pangan berupa jagung, umbi-umbian atau serealia nonberas. Di tingkat pemerintah provinsi, sikap kritis Gubernur Leburaya terhadap bantuan beras ini baru sebatas menambahkan syarat “beras sebagai upah atau insentif kerja.” Begitu pula ketika harga beras melambung tinggi, reaksi pemda mengamini blueprint bulog, mengelontorkan stok berasnya melalui operasi pasar murni dan operasi pasar khusus (raskin). Padahal, kondisi ketidakstabilan harga beras di pasar seharusnya menjadi silent grace , dimanfaatkan untuk mengkonversi konsumsi masyarakat pada sumber pangan lain. Jalannya adalah dengan meningkatkan pasokan jagung dan ubi kayu di pasar pada bulan-bulan harga beras naik tinggi (George Hormat, “Mencemasi Operasi Pasar Murni”, Flores Pos, 2011)
Pusparagam Inisatif Rakyat
Di tengah tuduhan “bermental pengemis yang berharap program beras miskin,” sebagian rakyat Nusa Tenggara Timur justru berinisiatif mengembangkan sejumlah upa ya mengatasi krisis pangan. Berbagai upaya rakyat itu mencakup spektrum luas inovasi sosial dan teknis, baik yang berdampak lang-
Bantuan pangan selalu berupa beras. Tidak tampak wacana alternatif agar bantuan rawan pangan berupa jagung, umbi-umbian atau serealia nonberas.
sung pada ketersediaan pangan, maupun berupa upaya peningkatan kesejahteraan yang bermuara pada meningkatnya daya beli pangan. Semua spektrum dipersatukan oleh benang merah solidaritas sosial. Secara garis besar, berdasarkan temuan kegiatan profiling lebih dari 200 aktor per ubahan di bidang pemenuhan hak dasar yang dilaksanakan PIKUL di Pulau Rote, Sabu, Alor, Solor, Lembata, Adonara, serta Kabupaten Kupang dan TTS di Pulau Timor, bentuk inisiatif rakyat itu dapat dikategorikan dalam lima kelompok. Pertama, perbaikan daya dukung ling kungan. Pemulihan daya dukung alam berdampak pada peningkatan produksi pangan. Ternasuk di dalam kategori ini adalah orangorang yang membangun gerakan menghijaukan lahan kritis (contoh, para aktor perubahan di Solor, Lambert Lango di Lemba ta, Antipas La’ana di Alor; Paulus Numleni di Kabupaten Kupang); rehabilitasi pantai (contoh, Hadung Boleng di Lembata); me ningkatkan kemampuan tanah menangkap air hujan (contoh, Sefnat Sailana di Apui Alor). Kedua, pengembangan produksi pangan pokok nonberas. Beberapa aktor yang dijumpai PIKUL, seperti Loreta di Solor Barat, menjawab tantangan krisis pangan dengan mengembangkan benih dan menyebarluaskan (kembali) penanaman serealia nonpadi seperti sorgum, jelai, dan gandum. Ini sebuah inovasi dalam memperjuangkan diversifikasi pangan, mengingat kandungan gizi serealia yang lebih baik dibandingkan Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
jagung dan umbi-umbian. Selain Loreta, sorgum juga kembali dibudidayakan Aliansi Petani Lembor di Manggarai Barat. Termasuk di dalam kategori ini juga Aleta Baun di TTS yang mengorganisasikan soli daritas pinjaman benih jagung antar kampung. Ketiga, pengolahan dan peningkatan nilai tambah pangan pokok nonberas. Tujuan petani memproduksi pangan bukan semata-mata demi kebutuhan subsistennya akan pangan, tetapi juga sebagai komoditi. Karena itu gairah menanam pangan meningkat jika usaha pertanian mampu memberikan ke sejahteraan. Upaya para aktor mengembangkan industri pengolahan pangan nonberas pada skala rumah tangga dan komunitas pedesaan, selain memperluas jangkauan pasar produk juga meningkatkan nilai tambah. Hal ini meningkatkan kesejahteraan petani, yang menjadi faktor pendorong kegairahan budidaya tanaman pangan nonberas. Hal inilah yang dilakukan beberapa aktor, seperti Yeremias Kopong (Adonara, kelompok pengolahan emping jagung), Agustina Duka (Alor, kelompok pengrajin makanan olahan rumput laut), Taruci Manoe (Baumate Kupang, kelompok perempuan pengrajin kerupuk singkong). Keempat, solidaritas finansial. Solidaritas finansial antar warga, berupa arisan, usa
10
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
Tujuan petani memproduksi pangan bukan semata-mata demi kebutuhan subsistennya akan pangan, tetapi juga sebagai komoditi.
ha bersama simpan pinjam, atau koperasi kredit berdampak langsung dan tak langsung pada pemenuhan pangan masyarakat. Ia berdampak tak langsung ketika mampu menjawab kebutuhan masyarakat sumber pendanaan, seperti biaya sekolah anak, biaya pengobatan, ataukah upacara kematian, sehingga masyarakat tidak perlu me ngorbankan pemenuhan pangannya. Solidaritas finansial juga berdampak langsung ketika masyarakat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan pangan. Di Adonara, UBSP yang diorganisir Marko Makasa di Desa Kewela kec. Wotan Ulumado, menggunakan dana organisasi untuk membeli beras dalam jumlah besar (dari grosiran di kapal) dan menjualnya di bawah harga pasar kepada anggota kelompok. Kelompok Tani Lewowerang, sebuah koperasi kreatif yang diorganisasikan Kamilus Tupen di Witihama, Adonara, memberikan pembelian bahan pangan dengan cara berutang (kredit) dan akan dibayar anggota melalui pemotongan upah kerja pada proyek-proyek pekerjaan yang diterima koperasi. Koperasi Pekerja Bongkar Muat Pelabuhan Lewoleba yang dipimpin Jacky Wuran. Mereka memanfaatkan akses mereka pada beras murah dari kapal-kapal dagang untuk dijual dengan harga murah kepada para pe dagang pasar dan anggota koperasi.
Kelima, usaha bersama meningkatkan kesejahteraan. Meningkatnya kesejahtera an, berarti meningkat pula daya beli masya rakat atas pangan yang tersedia di pasar. Maka berbagai usaha bersama yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dapat digo longkan sebagai inovasi sosial mewujudkan kecukupan pangan di tingkat rumah tangga dan komunitas. Kelompok usaha seperti ini tersebar luas di Nusa Tenggara Timur, meliputi bidang usaha yang beragam. Kelompok masyarakat yang menjadi anggotanya pun beragam. Ada kelompok yang dibentuk untuk jemaat atau umat dalam wilayah pelayanan gereja; seper ti dilakukan Pdt Sefri De Haan, Rote (Gereja memfasilitasi bantuan bergulir bibit babi di antara jemaat); Pater Alo Wuring, Lembata (mengajarkan teknik fermentasi pakan babi); dan Pdt Mesri Modok, Rote (pelatihan pembuatan VCO pada jemaat). Ada kelompok bagi kaum muda, seperti Gasper Messakh (usaha pertanian kolek tif para pemuda di Kupang) dan Nikanor Matasar (kelompok pemuda petani sayur kabupaten Kupang). Ada yang menyasar kalangan perempuan, seperti Ibu Asmiati (pe rempuan penghasil minyak kelapa, VCO, dan briket arang tempurung di Adonara). Ada pula yang mengorganisir kerja kolektif masyarakat suatu desa, seperti Ibu Rusmiati (kelompok pengrajin bambu di Adonara).
Membangun Solidaritas Lintas-aktor
Visioning dan perencanaan yang diada kan PIKUL bagi para aktor perubahan, dan pewadahan mereka dalam Lingkar Belajar Komunitas Bervisi, selain menghasilkan impian besar satu pulau, juga mendorong praktik saling belajar dan solidaritas antara aktor-aktor dalam satu bahkan lintas pulau. Menarik menyaksikan bagaimana para aktor perubahan di Adonara berdiskusi. Mereka saling menguatkan dan berbagi ilmu. Sa lah satu contoh adalah minat para aktor perubahan untuk mendaftarkan kelompok dan anggotanya pada Kelompok Tani Lewowe rang (KTL) yang didirikan Kamilus Tupen. Dalam Visioning Para Perawat Pulau, so lidaritas bahkan terjadi antar pulau, seperti ketika Markus Daton (Lembata) yang pandai instalasi perpipaan air bersih, bersedia berangkat ke Rote untuk membantu memecahkan masalah air bersih yang dihadapi jemaat Pendeta Mesri di Rote. Atau bagaima na para peminat tanaman di Sabu belajar cara membuat aneka anakan tanaman dari Linus Learian yang asal Lembata. Mewadahi para aktor perubahan dalam Lingkar Belajar Komunitas Bervisi mendo rong lebih jauh berbagai inovasi meningkatkan pemenuhan hak dasar masyarakat, terutama pangan. Itu karena dalam wadah ini ada pertukaran pengalaman, ilmu, dan keahlian, dalam bingkai solidaritas. Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
11
KAMILUS TUPEN
Ide Besar dari Pelosok Adonara Di tengah-tengah rakyat, ada begitu banyak ide luar biasa yang hidup dan sukses dipraktikan.
obalah bertandang ke Desa Tuwa Geotobi, Kecamatan Witihama di Pu lau Adonara, Kabupaten Flores Timur. Di sana Anda akan jumpai sebuah koperasi unik, Kelompok Tani Lewowerang (KTL). KTL unik, pertama karena para pen diri dan anggotanya menolak ia disebut koperasi, meskipun sejatinya ia sebuah kope rasi. Kedua, KTL unik karena yang ditabung dan dipinjam bukan hanya uang, tetapi ter utama sumber daya manusia.
Sang Penggagas
Jika ingin tahu lebih jauh tentang KTL, Anda harus berbincang-bincang dengan Kamilus Tupen, si penggagas dan pendiri. Kamilus lahir di Witihama, Adonara pada 5 Oktober 1964. Di sana juga ia tamatkan
12
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
pendidikan SD hingga SMU, meski sempat setahun di SMU Sapensia Kupang. Pada 1985, Kamilus membatalkan niatnya masuk perguruan tinggi. Ia memilih pulang kampung, menjadi guru honorer fisika pada SMP dan SMU di Witihama. Semasa menjadi guru inilah, Kamilus jatuh cinta pada Vincentia Surat Suban dan akhirnya menikahinya pada 1988. Tak lama kemudian, pernikahan itu menghadiahi Kamilus seorang putri. Berkeluarga berarti menambah daftar belanja rutin. Kamilus merasa pekerjaan sebagai guru honorer tidak janjikan kesejahteraan. Atas restu istri dan putri tercinta, Kamilus putuskan merantau. Awalnya Kalimantan yang ia tuju. Tetapi kawan-kawan sekapal membujuknya pindah tujuan, Malaysia. Kebetulan, salah seorang kakak Kamilus sudah lama merantu di negeri itu. Kamilus beruntung. Tidak lama setiba di Malaysia, tepatnya pada 1990, ia diterima kerja di kantor cabang Ally Azran Holding di sebuah kota pelabuhan. Ally Azran Holding bergerak di bidang ekspor-impor dan ex-
pedisi. Awalnya, ia bertugas membersihkan kantor serta membantu mengetik surat dan dokumen. Pada 1991, manajer cabang terlibat masalah keuangan. Direktur dari kantor pusat di Kuala lumpur menunjuk Kamilus menjalankan tugas manajer. Karena kecakapan dan kejujurannya, pada 1996 Kamilus dipercaya membuka cabang di Kota Kinabalu, negara bagian Sabah, dan menjadi manajer di sana hingga ia memutuskan kembali ke Adonara pada tahun 2000. Sepuluh tahun Kamilus menjadi manajer, dengan pendapatan per bulan 3.000 ringgit (pada kurs ketika itu sekitar Rp 6-7 juta) seharusnya ia telah cukup kaya. Tetapi ternyata tidak demikian. Sambil tersenyum, Pak Kamilus menjelaskan situasinya kala itu, "Saya tidak pu nya cukup banyak tabungan. Karena saya harus sering bolak-balik Kinabalu-Adonara untuk menjenguk istri dan anak.... Anak saya tidak ingin bersekolah di Malaysia. Saya juga menampung sekitar 10 orang TKI asal Adonara di rumah yang dikontrakkan perusahaan untuk saya".
Meskipun biaya hidup ditanggung bersama, sebagai orang yang lebih mampu seringkali Kamilus lah yang harus kebagian beban lebih besar.
"Mas que en" Koperasi
Tinggal di kampung, Kamilus menemukan ide membangun sebuah badan usaha milik rakyat.
Tahun 2000 Kamilus memutuskan pulang kampung. Pertama tiba di Flores Timur, Bupati Feliks Fernandes menawarinya posisi manajer Flotim TV. Awalnya Kamilus menyambut baik, dan membentuk CV. Elco sebagai badan hukum yang mengelola Flotim TV (2000-2003). Ini adalah posisi dilematis, karena pada saat yang sama Kamilus membantu gerakan mengkritisi Fernandes. Kamilus akhirnya mengundurkan diri. Ia memilih menjadi petani di kampungnya, Desa Tuwa Goetobi. Tinggal di kampung, Kamilus menemukan ide membangun sebuah badan usaha milik rakyat yang mencakup usaha simpan pinjam, koperasi produksi, koperasi konsumsi, hingga manajemen sumber daya manusia ( crowdsourcing ). Ia memimpikan suatu saat nanti, kartu anggota organisasi ini berfungsi layaknya uang. Cukup dengan menunjukan Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
13
kartu itu, anggota bisa membeli barang atau jasa dari anggota lainnya, mirip kartu kredit. Ide Kamilus berasal dari pengalamannya di Malaysia. Ia melihat ada yang tidak beres dengan sistem ekonomi yang ada. Se seorang toke (majikan) bisa kaya raya hanya dengan menggaji seorang manajer dan ba nyak buruh untuk menjalankan usaha. Ia ti dak perlu bekerja keras, karena itu urusan buruh. Ia juga tidak perlu memiliki kecakap an manajemen, karena ada manajer. Kami lus berpikir, jika rakyat bisa menghimpun modal, rakyat bisa menjadi majikan perusahaan, dan kekayaan yang selama ini meng alir ke segelintir pemilik modal bisa terbagi merata kepada rakyat. Sejak 2004 ia memasarkan gagasannya; mengajak diskusi banyak orang; melakukan uji coba dengan beberapa kelompok ta ni di Adonara. Banyak orang menganggap
Kini anggota Kelompok Tani Lewowerang sekitar 400-an orang, tersebar di Adonara, Larantuka, Lewolewa, bahkan Malaysia dan Papua. Dalam waktu setahun, modal koperasi telah mencapai Rp 100 juta.
14
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
mimpinya terlalu mengada-ada. Ada pula kelompok tani yang mencobanya tetapi gagal. "Saya nyaris putus asa saat itu". Ucap Pak Kamilus saat ditemui di Adonara. "Tapi, menjelang Paskah 2010, sekelompok anak muda dari Karang taruna Desa Tuwa Goetobi meminta saya menghidupkan kembali gagasan itu", lanjutnya lagi. Karena keyakinannya yang mulai pudar akan keberhasilan penerapan gagasan itu, ia memberi syarat dalam waktu satu hari para pemuda harus bisa mengumpulkan 30 orang untuk pertemuan awal. Satu malam kemudian, 32 orang pemuda hadir dalam rapat, mendengar presentasi gagasan Kamilus. Mereka sepakat menamakan organisasi mereka Kelompok Tani Lewowerang (KTL). Pada pagi berikutnya, 30-an orang menyetor simpanan pokok Rp 100.000,-. Kini anggota Kelompok Tani Lewowerang sekitar 400-an orang, tersebar di Adona ra, Larantuka, Lewolewa, bahkan Malaysia dan Papua. Selain kantor pusat di Desa Tuwa Goetobi, KTL telah membuka 3 kantor cabang: 2 di Desa Pledo, 1 di Desa Lamabu nga. Dalam waktu setahun, modal koperasi telah mencapai Rp 100 juta. Sepintas KTL seperti koperasi pada umumnya. Setiap anggota wajib menyetor Rp 100.000 simpanan pokok, Rp 10.000 per bulan simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Tetapi tidak seperti umumnya koperasi, KTL menolak disebut koperasi. Ia menga takan "praktik koperasi, terutama koperasi simpan pinjam di Indonesia menyesatkan. Untuk meningkatkan hasil usaha, anggota didorong terus meminjam, meski pinjaman itu untuk kebutuhan konsumtif. Jangankan mensejahterakan rakyat, koperasi justru menyebabkan anggotanya terlilit utang se hingga menjual aset". Kamilus bangga dengan apa yang telah ia lakukan. Salah satu dampak sederhana tetapi sangat membahagiakan dirinya adalah ketika kehadiran KTL membantu mensejahterakan seorang janda di kampungnya. Si ibu yang ditinggal mati sang suami mendapat warisan tanah luas namun tidak tergarap karena ketiadaan modal membiayai tenaga kerja. Layanan “simpan-pinjam tenaga kerja” yang disediakan KTL memastikan lahanlahan tak tergarap itu berubah menjadi sumber kesejahteraan.
APA YANG DILAKUKAN KTL?
K
elompok Tani Lewolerang (KTL) menyediakan sejumlah layanan untuk menghimpun modal tanpa menyebabkan anggota terlilit hutang, antara lain:
1. Penyertaan Modal Usaha
KTL tidak melayani pinjaman konsumsi, tidak juga pinjam an investasi. Jika ada anggota yang hendak membuka usa ha, dan membutuhkan uang untuk tambahan modal, KTL akan memberinya sebagai penyertaan modal. Atas penyer taan modalnya itu, KTL memberikan asistensi soal mana jemen usaha. Menurut Kamilus, dengan sistem penyertaan modal dan asistensi manajemen, usaha rakyat lebih mungkin sukses. Sering kali rakyat gagal menjalankan usaha karena tidak memiliki cukup pengetahuan manajemen. Selain itu, sistem penyertaan modal menghindari kecemburuan sosial dan persaingan tak perlu, karena dengan sistem ini, usaha seorang anggota sebenarnya merupakan usaha kolektif. Laba usaha yang menjadi bagian koperasi akan dibagi sebagai SHU kepada anggota KTL.
2. Simpan Pinjam Tenaga Kerja
Anggota yang membutuhkan uang untuk mengupah pekerja saat membuka kebun atau membangun rumah dapat membuka pinjaman di KTL. Tetapi bukan uang tunai yang anggota bawa pulang. KTL akan mengirimkan tenaga kerja (serta bahan bangunan dari kios KTL). Jika anggota yang sedang membangun rumah ini kemudian terlibat sebagai tenaga kerja di pekerjaan anggota lainnya, ia bisa saja tidak mengeluarkan uang sama sekali untuk melunasi pinjam
annya, karena pinjaman itu dicicil dari upah kerjanya. Saat itu sudah ada sekitar 4 rumah anggota yang pemba ngunannya ditangani koperasi. Beberapa anggota yang rumahnya dibangun itu adalah TKI yang berada di Malaysia dan perantauan di Papua.
3. Pembelian Komoditi Anggota
Selama ini KTL membeli mete dari anggota dengan harga lebih tinggi dari harga yang ditawarkan pada tengkulak atau operator pedangang besar dari Larantuka dan Maumere. Tahun kemarin, ketika rata-rata harga beli mente di tingkat petani Rp 10.000, KTL justru bersedia membeli pada harga Rp 11.000. Oleh koperasi, mente dicarikan pembelinya, dijual dengan harga Rp 12.000. Keuntungan Rp 1.000, dibagi dua, Rp 750 menjadi hak anggota (pemilik mente), dan Rp 250 merupakan upah manajemen. Tahun 2011 ini, dampak dari kehadiran KTL adalah mempertahankan harga beli mente di Adonara Rp 12.000 selama 3 bulan, ketika di tempat lain harga telah jatuh Rp 10.000 per kg.
4. Kios Koperasi
KTL memiliki kios di kantornya. Dahulu kios ini hanya menjadi gudang atau tempat distribusi. Ujung tombak pema saran adalah kios-kios milik angggota. Tetapi karena persoalan pembukuan (pencatatan keuangan) yang kurang tertib, barang-barang koperasi tidak lagi dititipkan di kios anggota. Anggota yang kesulitan uang membeli pangan dapat membuka pinjaman di koperasi dan mengambil beras di kios KTL.
5. Tabungan Pendidikan
Tabungan untuk kebutuhan membiayai sekolah anak.
6. Grup Pemadam Kebakaran
Untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan di Adonara, KTL memfasilitasi group pemadam kebakaran yang anggo tanya berasal dari anggota KTL.
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
15
Melipatgandakan Daya Program Resilience Melalui Pendekatan Berbasis Aset Lazimnya program di bidang resilience terhadap bencana dan perubahan iklim akan mencurahkan perhatian pada pembicaraan seputar ancaman bencana dan kerentanan masyarakat. Tetapi pada program Partners for Resilience (PFR) yang ditangani PIKUL, pusat perhatian dialihkan pada pengalaman sukses komunitas dalam rangka membangun ketahanan terhadap bencana.
FR adalah program yang diusung koalisi Ornop Belanda, yaitu Cordaid, CARE-Netherland, Netherland Red Cross, Wetlands International dan Red Cross Climate Change Center. Ia diselenggarakan di sembilan negara, termasuk Indonesia. Di Nusa Tenggara Timur, PIKUL digandeng CARE-Indonesia untuk mendampingi masyarakat di Kabupaten Kupang (Kecamatan Sulamu dan Fatuleu Tengah) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (Kecamatan Amanuban Selatan). Sejatinya, program ini diluncurkan untuk mewujudkan ketahanan komunitas terhadap bencana, dampak perubahan iklim, dan kemampuan membalik degradasi lingkungan; kedua, meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil di NTT untuk mengembangkan mekanisme membangun ketahanan dan kemampuan melobi pemerintah dalam rangka mencapai komunitas yang resilience; serta membangun pranata yang mampu menciptakan lingkungan yang la yak bagi peningkatan ketahanan komunitas, dalam hal ini mencakup kebijakan, rencana, dan program pembangunan. Untuk mencapai itu, pendekatan yang digunakan adalah Pengurangan Risiko Bencana, Adaptasi Per
16
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
ubahan Iklim, dan Pengelolaan serta Rehabilitasi Ekosistem. Oleh PIKUL, PFR dikembangkan menjadi program yang diharapkan mampu membangkitkan ketahanan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim berbasis solidaritas dan aset (kekuatan) di dalam masyarakat atau komunitas itu sendiri; dan mengoptimalkan aset komunitas untuk mewujudkan impian masa depan mereka. PIKUL yakin, jika komunitas menyadari aset yang mereka miliki, mereka tidak saja mampu membangun ketahanan atas perubahan lingkungan dengan bersandar pada solidaritas dan kekuatan di dalam diri mereka sen diri, tetapi juga –melampaui itu—mampu mewujudkan masa depan yang menjadi impian komunitas itu. Menurut salah seorang Direktur PIKUL, Torry Kuswardono, PIKUL menerapkan metode Appreciative Inquiry dalam membantu masyarakat menemukan visi komunitasnya. Menggali kisah-kisah sukses yang pernah komunitas itu alami. Menurut Kuswardono, di balik kisahkisah sukses itu, ada kekuatan-kekuatan yang berkontribusi positif. Kekuatan-kekuat an itu bisa bersumber pada relasi sosial, bu-
daya masyarakat, dan lingkungan fisik. Pe nemuan dan pengakuan atas kekuatan ini merupakan dasar bagi suatu komunitas untuk dapat mengoptimalkannya dalam menghadapi tantangan alam. Selain itu, lanjutnya, dengan membantu komunitas menemukan visi kolektif nya, yaitu masa depan luar biasa yang dikehendaki komunitas, PIKUL melipatgandakan daya dari PFR, yaitu dari sekedar memba ngun ketahanan terhadap serangan perubah an lingkungan, menjadi aktif memanfaatkan potensi yang ada bagi terwujudnya masa depan yang mereka kehendaki. Untuk itu, PIKUL melakukan proses “AI penuh” dimana proses dialog apresiatif, visioning, dan perjalanan menuju visi adalah proses utuh dalam satu siklus program. Pikul yakin sedang berada di jalur yang tepat. Pikul yakin, dengan memanfaatkan pendekatan berbasis aset—appreciative inquiry—batasan-batasan program peningkatan ketahanan atas bencana bisa dilampaui, sehingga program itu tidak semata-mata inovasi untuk bertahan terhadap perubah an iklim (problem), tetapi membangkitkan langkah-langkah kreatif mewujudkan visi paripurna masyarakat. Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
17
18
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
oleh pembelajaran atas praktik
Kami Terus Lahirkan Hal Baru (Bagian 1 dari 2 Tulisan)
Sejak 2009, PIKUL menetapkan visinya: Kampung Berdaulat: pemenuhan hak dasar atas air, pangan, energi, kesehatan, dan pendidikan berbasis solidaritas.
Tulisan ini didasarkan atas pengamatan dan pengalaman George Hormat, sebagai seorang asosiat PIKUL, yang aktif memfasilitasi visioningvisioning PIKUL.
Solidaritas menjadi kata kunci untuk mewujudkan masyarakat berdaulat atas air, pangan, energi, kesehatan, dan pendidikan. Solidaritas disini mengacu pada rasa simpati dan sepenang gungan sebagai sesama warga komunitas yang berujung pada tindakan sukarela setiap individu, yang berkontribusi positif bagi kepentingan komunitas. Karena itu, soli daritas mengandung makna kemandirian komunitas dalam memenuhi hak dasar melalui upaya bersama anggota komunitas. Untuk itu, PIKUL memfokuskan kerjanya pada penemuan para aktor perubahan, yaitu orang-orang yang melakukan inovasi sosial; inovasi teknis berkarakter sosial; atau orga nizer yang menggerakan upaya bersama ma syarakat dalam rangka meningkatkan kondi si pemenuhan 5 hal di atas (lihat artikel: Me nengok Hal Baik di Tengah “Separuh Kenya taan Separuh Persepsi” Rawan Pangan)1. Ti dak berhenti di situ, PIKUL mengumpulkan orang-orang hebat itu untuk berbagi mimpi masa depan dan merumuskan visi kolektif mereka berdasarkan pulau. Kegiatannya berupa visioning dan perencanaan dengan metode Appreciative Inquiry . Para alumni visioning tersebut kemudian diwadahi dalam Lingkar Belajar Komunitas Bervisi. Pendekatan AI dipilih karena pendekatan berbasis aset, sejalan dengan misi pemenuh an hak dasar berbasis solidaritas.
Sejak mempelajari AI dan menerapkannya dalam puluhan visioning dan perencaaan, PIKUL mengumpulkan banyak pembelajaran yang bermanfaat dalam mengembangkan metode itu agar lebih berdaya guna dan kontekstual penerapannya bagi aktor perubahan dan komunitas-komunitas masyarakat di Nusa Tenggara Timur. Artikel ini dibuat untuk menjelaskan penerapan dari pembelajaran atas proses panjang yang telah dilalui. Bahan belajar yang terutama adalah Visioning Para Perawat Pulau, yang melibatkan para aktor perubahan dari Pulau Sabu, Lembata, dan Rote. Sebagai visioning terkini, visioning Para Perawat Pulau merupakan penerapan atas pembelajaran visioning-visioning sebelumnya. Visioning Para Perawat Pulau dilangsungkan di Kupang, Maret 2012. Sebagaimana visioning dan perencanaan lain yang difasilitasi PIKUL, visioning AI dilaksanakan dalam bentuk Pertemuan Puncak2. Ada beberapa modifikasi dari pelaksanaan pertemuan puncak AI yang lazim. Modifikasi itu mulai dari penambahan fase, pertukaran urutan sesi, ouput dari sesi dan fase, hingga penekanan materi dan latihan. Karena itu, jika asalnya AI terdiri dari dari 4 fase, yaitu Discovery , Dream, Design , dan Destiny; di NTT kami telah menambahkan fase Define, Celebration, dan Destination. Berikut pemaparan fase demi fase. Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
19
Define Pertemuan Puncak, Membentuk Kuda-Kuda Kokoh
Sejatinya tahap Define adalah keseluruh an proses yang mendahului Pertemuan Puncak AI, meliputi penentuan agenda perubah an, topik, dan pembuatan alur serta pembentukan tim kerja. Tetapi Define di sini digunakan untuk menamakan rangkaian sesi pada pelaksanaan Pertemuan Puncak sebelum fase Discovery . Fase Define pertemuan puncak terdiri dari tiga sesi: Pembukaan Me mukau, Perkenalan Apresiatif, dan Penge nalan Proses. Penamaan fase Define pada ketiga sesi awal pertemuan puncak ini sejalan dengan tag yang diberikan kepadanya, "Construct a strong opening Stance. " Ini adalah warisan visioning para pemuda di camp pengungsian Naibonat3, yang menurut temuan wawancara awal, mayoritas merupakan anggota beberapa perguruan bela diri. Pemilihan tag ini disesuaikan pada minat para peserta. Kami kemudian melihat tag "membangun kuda-kuda yang kokoh" tepat untuk menggambarkan maksud dan fungsi dari fase ini. Sebagaimana dalam adu ketangkasan seni bela diri, kuda-kuda menentukan efektivitas dan daya gerak serang dan bertahan. Fase Define dalam pertemuan puncak adalah kuda-kuda yang menentukan gerak sesi-sesi selanjut nya. Ia harus kokoh agar fase-fase setelah nya dapat dimainkan dengan baik. Fase Define dimulai dengan sesi Pembuka an Memukau, yang sekaligus awal dari selu ruh proses Pertemuan Puncak AI. Ia dilaksa nakan tepat setelah peserta berada di dalam ruangan, bahkan sebaiknya setiba peserta di tempat pelaksanaan Pertemuan Puncak. Pembukaan harus memukau, membangkitkan reaksi "wow," menimbulkan kesan tak biasa dan tak disangka-sangka pada peserta. Ia harus memiliki daya kejut yang memutus ingatan peserta pada urusan-urusan di luar pertemuan, dan dengan itu pikiran mereka segera terkondisikan untuk menerima sesi-sesi selanjutnya. Ia harus punya da ya pikat yang membawa tubuh, pikiran, dan hati peserta masuk ke proses visioning. Tapi tak sekedar "memukau", Sesi Pembukaan juga bertugas "curi star," memperkenalkan peserta pada tema atau tujuan visioning. Tugas sesi pembukaan yang seperti ini sebenarnya telah mulai dicoba sejak Visioning Pemuda Aktor Perubahan di camp pe ngungsian Naibonat, tapi baru benar-benar digarap pada visioning Para Perawat Pulau.
20
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
Pembukaan harus memukau, membangkitkan reaksi "wow", menimbulkan kesan tak biasa dan tak disangka-sangka pada peserta.
Sesi perkenalan apresiatif bertujuan mencairkan suasana; menanamkan sikap saling respect antar peserta; membangun emosi positif dan kepercayaan diri; serta memper kuat pesan tema visioning. Semua hal ini adalah syarat bagi tingkat partisipasi yang kami sebut no limit participation, dimana berlandaskan perasaan setara, peserta tidak sekedar aktif mengemukakan pendapat, te tapi dengan minat tulus mendengarkan pendapat peserta lain; dan penuh antusias menjalani seluruh rangkaian proses visioning dan perencanaan; bahkan mengambil peran fasilitator, memperlancar proses. Penambahan kata apresiatif merupakan penekanan yang membedakan sesi perkenal an dalam proses visioning AI dengan pendekatan lainnya. Ini adalah hasil pembelajar an dari visioning pengajar dan orang tua pada Sanggar Anak Rakyat (SAR) di Kelapa Lima Kupang. Saat itu fasilitator meminta peserta menggambar benda yang menyimbolkan dirinya. Kalangan ibu-ibu orang tua murid mengambarkan peralatan dapur dan bunga sebagai simbol dirinya yang meng identifkasi diri mereka dengan aktivitas sehari-hari. Sementara perempuan sukarlewanan pengajar yang berlatar belakang mahasiswa, mengambar berbagai benda yang menyimbolkan karakter diri atau hobi dan kemampuan kebanggaan mereka. Kami melihat apa yang digambarkan para ibu orang tua murid mencerminkan kondisi
"terpenjara" dalam rutinitas. Begitu seorang perempuan menjadi istri atau ibu seseorang, ia tidak lagi dikenal sebagai dirinya sendiri. Berdasarkan ini, agar perkenalan itu membangkitkan emosi positif, pada visioning perempuan pengrajin dan pedagang kecil di Bakunase, arahan pada sesi perkenal an diubah menjadi, "gambarlah benda yang menyimbolkan bakat, karakter, atau keahli an yang paling Anda banggakan." Hasilnya, para ibu di Bakunase memilih simbol batu (teguh pendirian), payung (pelindung keluarga), matahari (menyinari keluarga), dan aneka simbol lain yang mencerimkan apresiasi diri. Dengan begitu, sikap positif berhasil dibangun di awal proses. Sejak visioning LBKB Adonara Kedua, sesi perkenalan dihubungkan dengan tema visioning. Di dalam kelompok, peserta diminta memilih simbol bagi anggota kelompok sesuai pengalaman paling membanggakan yang diceritakan setiap anggota. Peng alaman yang diminta terkait perjuangan pemenuhan hak dasar bagi komunitas atau desanya. Pada visioning Perawat Pulau, perkenalan apresiatif dimasukan dalam satu tarikan napas dengan sesi pembukaan. “Semua peserta telah duduk. Lilin-lilin dinyalakan, lampu padam, dan pada layar sebuah film pendek ditayangkan. Diawali kisah singkat Atlas, raksasa pemikul langit dalam mitologi Yunani, film itu mengalirkan
narasi tentang para aktor perubahan yang telah ditemukan PIKUL, para penjaga pulau, orang-orang yang membuat pulau (bumi) tetap memberi harapan bagi para penghuninya; tentang apa dan mengapa yang telah dilakukan PIKUL. Selanjutnya satu demi satu narasi singkat tentang para peserta, aktor-aktor perubahan dari Pulau Sabu, Rote, dan Lembata, lengkap dengan cerita singkat karya perubahan mereka, disampaikan. Satu per satu aktor perubahan didaulat maju ke panggung, melambaikan salam, dan dipersilahkan duduk pada deretan kursi yang di atur melingkar. Setelah semua tergilir, salah seorang direktur PIKUL Silvie Fanggidae me nyampaikan sambutan singkat dan memim pin toast sebagai simbol membuka acara visioning Aktor Perawat Pulau.” Begitulah rangkaian sesi satu tarikan napas, sejak pembukaan hingga perkenalan apresiatif itu membentuk satu pesan yang kuat: "ini adalah visioning bagi para perawat pulau, orang-orang yang karya perubahan mereka telah mempertahankan harapan bagi para penghuni pulau Sabu, Rote, dan Lembata. Mereka lah para Atlas yang nyata." Fase Define dalam Pertemuan Puncak AI ditutup dengan sesi Pengenalan Proses, berisi penjelasan ringkas tentang apa dan me ngapa Appreciative Inquiry; ringkasan alur proses; dan accelerated learning. Penekanan pada sesi ini adalah pada argumentasi me ngapa pendekatan Appreciative Inquiry yang Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
21
digunakan dan mengapa proses akan penuh dengan menyanyi, menggambar, menari, memerankan drama, dan permainanpermainan. Dengan ini, resistensi di tengah proses dari peserta yang terbiasa dengan pendekatan defisit seperti Problem Solving atau SWOT, dan yang biasa mengikuti kegi atan perencanaan dalam suasana kaku menjemukan, bisa dihindari. “Ah, saya tidak sangka acaranya akan seperti ini,” kata Linus Learian, seorang peserta dengan wajah bangga selepas sesi Pembukaan dan Perkenalan Apresiatif di malam pertama mereka.
Fase Discovery, Mengakui Kenyataan Brutal, Kisah Sukses dan Inti Positif
Pengembangan dari fase Discovery telah dilakukan dalam tiga visioning terakhir (Naibonat, Adonara II, Solor) sebelum Visioning Para Perawat Pulau. Pengembangan yang pertama adalah dimasukannya sesi Kenya taan Brutal ke dalam fase ini. Sebelumnya kenyataan Brutal adalah sebuah sesi lepas, tidak termasuk ke dalam salah satu dari fa se-fase standar proses Pertemuan Puncak visioning AI. Kenyataan Brutal adalah adaptasi dari "U Proccess " a la Barefood Guide. Kami biasa menyebut sesi ini sebagai sesi negatif, karena membahas kondisi krisis yang terjadi. Itu berarti membahas problem. Tetapi berbeda dengan pendekatan problem solving, pembahasan kondisi krisis atau problem disini tidak dimaksudkan untuk dicari jalan keluarnya. Fokus perhatian tetaplah pada impian, karena ketika sejumlah langkah diren-
Yang dimaksud inovasi sosial adalah penemuan bentuk-bentuk baru solidaritas masyarakat dalam memperjuangkan mimpi kolektif. Kamilus Tupen, aktor perubahan di Pulau Adona ra yang membangun sebuah koperasi dengan layanan di luar mainstream, adalah inovator sosial. Begitu pula Ale ta Baun, yang menggalang kerjasa ma tukar benih antara petani di TTS. Sementara istilah inovasi teknis ber karakter sosial digunakan untuk pe ngembangan teknis dan teknologi yang memberikan manfaat bagi ba nyak orang secara gratis atau yang pe 1
22
Inisiatif Edisi 1 Tahun 2012
canakan dan dijalankan untuk mewujudkan impian, dengan sendirinya problem atau krisis terlampaui. Di sini kondisi krisis didiskusikan untuk mengetahui posisi dimana para aktor kini berpijak, sebuah titik pangkal dimana kondisi pemenuhan impian berada di ujung lainnya. Akhir dari pembahasan Kondisi Brutal adalah kesadaran akan kontribusi pribadi bagi tercipta, bertahan, dan memburuknya krisis. Dengan menyadari itu, diharapkan para aktor dapat mengu rangi kontribusi masing-masing, suatu hal yang berada dalam kendali tiap pribadi. Pengembangan lain dilakukan pada Sesi Kisah Sukses dan Inti Positif. Yang pertama berupa materi presentasi yang memberi contoh sumber-sumber inti positif dan bentuk nya. Yang kedua, berupa latihan memetakan inti positif dari sebuah kisah sukses dalam tayangan berita televisi atau media cetak. Kesatuan sesi kenyataan brutal dan sesi kisah sukses dan Inti Positif membentuk bangunan logika: “Benar bahwa masya rakat menghadapi krisis; tetapi banyak contoh masyarakat berhasil melewati krisis itu, dan keberhasilan itu disebabkan oleh sejumlah faktor yang berasal dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik di dalam masyara kat itu sendiri. Faktor-faktor itu, yang permanen sifatnya, adalah inti positif yang dimiliki masyarakat. Penggalian kisah sukses (peningkatan pemenuhan hak dasar di te ngah kondisi krisis) akan membawa peserta pada penemuan inti positif yang dimiliki. Menyadari inti positif dan melipatgandakannya merupakan kunci mewujudkan impian.” (Bersambung pada edisi 2/2012)
ngetahuannya disebarluaskan gratis. Pengembangan teknologi murah mem buat biogas dari faeces ternak oleh Geng Motor Imut adalah inovasi tek nis berkarakter sosial, karena kelom pok itu sukarela membagi pengetahuannya pada masyarakat. Begitu pu la Ibu Asmiati di Adonara yang meng organisasikan masyarakat mengolah berbagai produk kelapa (VCO, minyak goreng, briket arang, asap cair, dll). 2 Pertemuan Puncak adalah salah satu bentuk pelaksanaan proses AI dimana sekelompok orang selama 3-4
hari menjalani proses 4D (Discovery, Dream, Design, Destini). Bentuk pertemuan ini dinilai pas bagi visioning dan perencanaan. Lihat Hormat, G. Mencipta Kenyataan Baru. Panduan Visioning dan Perencanaan Pemenuh an Hak Dasar: Pendekatan Apprecia tive Inquiry. Perkumpulan PIKUL 2010. 3 Visioning Pemuda Aktor Perubahan Naibonat, November 2011 difasilitasi George Hormat, Donald Mangngi, dan Danny Wetangterah. Visioning ini meli batkan para pemuda eks-penggungsi dari Timor Leste.
Sekilas Aktivitas Pikul Juni 2011 15-18 : LBKB II Pulau Adonara di Kiwangona 15-17 : Training Fasilitator untuk calon Asosiat dari Sabu, Rote dan Lembata PIKUL di Kupang 20-23 : LBKB II Pulau Solor di Ritaebang 20-23 : Visioning LPM Kota Kupang, di Kupang 27-28 : Pertemuan Puncak Anggota LBKB Adonara, Alor, Kupang, TTS di Kupang 29 : Peluncuran PIKUL, di Taman Budaya, Kupang OKTOBER 2011 24 : Workshop Penyusunan Panduan bagi Fasilitator Program Anggur Merah (s.d 3 November)
NOVEMBER 2011 8-10 : Visitasi ke anggota LBKB di Pulau Solor 11-13 : Visitasi ke anggota LBKB di Pulau Adonara 14-20 : Training of Trainer bagi Pendamping Wilayah Program Anggur Merah 21-24 : Training Menulis bagi anggota LBKB di Kupang 29 : Visioning dan Pelatihan Konsep Anggur Merah bagi PKM 2 30 : Visioning bagi Komunitas Naibonat, di Naibonat Kabupaten Kupang DESEMBER 2011 1-3 : Visitasi dan re-profiling aktor di Pulau Sabu 3 : Visioning bagi Komunitas Naibonat, di Naibonat Kabupaten Kupang 2-3 : Visioning Serikat Persaudaraan Guru se-Kota Kupang, di Kupang 9 – 12 : Visitasi dan re-profiling aktor di Pulau Rote 12-14 : Visioning Pra Pekan Petani Adonara, di Pulau Adonara 15-20 : Pelatihan Pengorganisasian dan Teknik Fasilitasi serta Metodologi Anggur Merah bagi PKM 2 19-21 : Visioning Perencanaan RPJMDES Solor, di Pulau Solor
Menuju kampung-kampung berdaulat mendorong gairah berkarya, bersolidaritas, berjejaring, untuk keselamatan bersama. PIKUL “Lingkar Belajar Komunitas Bervisi” Jl. R.W. Monginsidi II No. 2 Kel. Pasir Panjang Kupang Nusa Tenggara Timur 85228 Telp. 0380-830218
Kami menemukan mereka yang berkomitmen, memfasilitasi proses menjadi lebih, mendorong transformasi menuju dunia yang lebih adil.