1 Kabupaten Pekalongan dan Kota Kajen
Kota kajen sebagai Ibu Kota
JULIANTO/LPWs
Pendapa lama yang terletak di kompleks Alun Alun Kota Pekalongan Jalan Nusantara.
LEMBARAN sejarah yang tertulis dengan
1920, itu denyut kinerja jajaran birokrasi dan
tinta emas bagi seluruh masyarakat Kabu
jajaran instansi terkait di-boyong ke tempat
paten Pekalongan, tentu adalah prosesi
baru. Prosesi pemindahan ibu kota tersebut,
pemindahan ibu kota dari Jalan Nusantara
bersamaan dengan pelantikan bupati dan
No. 1 (kompleks Alun Alun) Kota Pekalongan
wakil bupati Kabupaten Pekalongan periode
ke Ibu Kota Kabupaten Pekalongan yang baru,
2001-2006 terpilih, yaitu Drs. H. Amat Antono
yakni Kota Kajen. Pemindahan dari Kajen
M.Si dan Dra. Hj. Siti Qomariyah M.A.
–sebuah kecamatan di belahan selatan— itu persisnya dilakukan pada 25 Agustus 2001.
Seusai acara pelantikan bupati dan wakil bupati yang dilakukan oleh Gubernur Jawa
Tentu, hari, bulan, dan tahun keramat
Tengah, kala itu dijabat H. Mardiyanto, maka
tersebut benar-benar telah menjadi pahatan
acara boyongan dari pendapa lama ke Kota
sejarah penting bagi masyarakat Kabupaten
Kajen pun dilakukan. Dipilihnya tanggal
Pekalongan. Bagaimana tidak, pada saat itulah
25 Agustus, memang sangat tertaut dengan
–sebelas tahun silam— roda pemerintahan
sejarah penetapan Hari Jadi Kabupaten
kabupaten yang kesohor dengan sebutan Kota
Pekalongan yang jatuh pada 25 Agustus 1622
Santri ini mengawali dengan nuansa baru
atau 12 Rabiul Awal 1042 Hijriyah.
pelayanan birokrasi.
Pada Abad XVI itulah, pemerintahan Kabu
Dari pendapa lama yang dibangun pada
paten Pekalongan dipangku oleh Pangeran
zaman Kerajaan Islam Mataram saat peme
Manduroredjo. Pangeran ini dipercaya men
rintahan Adipati Notodirdjo, Tahun 1879-
jabat sebagai Bupati atau Adipati I Pekalongan
2
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
lahan (babad) hutan yang kemudian menjadi wilayah Pekalongan adalah Bahurekso. Konon, Bahurekso ini adalah Panglima Perang (wilayah laut) di zaman Kerajaan Mataram Islam. Bahurekso bersama anak buahnya mela kukan Tapa Ngalong di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah, setelah gagal melaku kan penyerbuan ke Batavia. Nah, di wilayah pantura, persisnya di Hutan Gambiran atau HUMAS PEMKAB PEKALONGAN
Masyarakat Kabupaten Pekalongan saat membanjiri jalan di kompleks Alun Alun Kota Kajen dalam acara jalan sehat.
Muara Gambaran, Bahurekso membuka hu tan untuk lahan pemukiman. Boleh jadi dari istilah Tapa Ngalong itulah kemudian lahir istilah; Pekalongan.
yang diangkat oleh Sultan Agung, Raja Mata
Namun berdasarkan penuturan Raden
ram Islam. Pada masa pemerintahan Adipati
Basuki, putra Raden Soenarjo yang meru
Notodirjo, pembangunan Pendapa Kabupaten
pakan keturunan Adipati Manduroredjo, di
mulai ada. Dan, pendapa itu sekaligus difung
ungkapkan bahwa istilah Pekalongan berasal
sikan sebagai kediaman resmi bupati.
dari kata (istilah lokal) yakni Halong Along
Di kompleks pendapa itu pula dijadikan
yang memiliki arti; Hasil. Menurut Basuki,
sebagai paseban atau sebagai tempat untuk
nama Pekalongan juga disebut dengan nama
aktivitas para pejabat kabupaten. Masyarakat
Pengangsalan yang bermakna membawa
juga diperkenankan menjadikan paseban
keberuntungan. Jadi, istilah Tapa Ngalong
sebagai tempat bersilaturahmi untuk me
hanya merupakan arti sanepa (gambaran),
nyampaikan saran dan masukan secara
yakni bersembunyi pada siang hari dan
langsung kepada bupati dan punggawa pe
pada malam harinya keluar untuk mencari
merintahan lainnya.
nafkah.
Pada masa itu, roda pemerintahan Kabu paten Pekalongan memang dipegang oleh seorang adipati atau bupati. Tentunya, adipati secara hirarkhi harus bertanggung jawab penuh pada Kerajaan Mataram Islam, kare na wilayahnya merupakan kesatuan dari kerajaan tersebut. Menelisik Ihwal sejarah pemerintahan Kabupaten Pekalongan, setidaknya perlu me nyimak tentang pemberian nama Kabupaten Pekalongan itu sendiri. Memang, ada banyak versi dalam mengartikannya asal-usul nama Pekalongan. Dalam catatan sejarah disebutkan Pekalongan berasal dari kata; Tapa Ngalong. Data sejarah disebutkan bahwa tokoh pembuka
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
ANTHONI SINA/LPWs
Alun-Alun Kota Kajen dari sisi selatan.
3
Ribuan Orang Beriring ke Kajen
JULIANTO/LPWs
Kantor Bupati Pekalongan yang berada di Jalan Mandurorejo. Walau jarak antara Alun Alun Kota Peka longan dan Kecamatan Kajen sekitar 28 kilometer, namun ribuan orang dari berbagai lapisan masyarakat, siang itu tidak kendur semangatnya untuk melakukan arak-arakan. Mereka melakukan konvoi untuk mengarak bupati, wakil bupati, dan para pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pekalongan lainnya dalam prosesi boyongan ibu kota dari Alun Alun Kota ke Kota Kajen. Kala itu, persisnya 25 Agustus 2001 atau delapan hari setelah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang diperingati pada 17 Agustus. Saat itu pula, bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Pekalongan ke-379. Maka tak pelak, iringiringan masa dari para ulama, para tokoh masyarakat, pemuda, dan para pelajar yang menggunakan kendaraan dokar, becak, dan sepeda, melampiaskan kegembiraannya me nyambut hari bersejarah bagi kota tercintanya. Prosesi arak-arakan pemindahan ibu kota yang dipimpin langsung oleh Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan, Drs. H. Amat Antono
4
dan Dra. Hj. Siti Qomariyah M.A., itu benarbenar bisa diibaratkan seperti pawai akbar. Ya, sebuah momentum yang mengawali jejak langkah pemerintahan dengan nuansa baru. Tokoh warga Kelurahan Kajen, Cashuri menyebutkan bahwa prosesi pemindahan ibu kota ke Kajen, kala itu boleh disebut mendapat sambutan yang sungguh luar biasa dari seluruh masyarakat Kabupaten Pekalongan. ”Ada ribuan orang yang ikut mengiringi bupati, wakil bupati, dan para pejabat untuk pindahan ke ibu kota yang baru,” kenang Cashuri yang juga legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Kabupaten Pekalongan periode 2009-2014, itu. Pria yang karib disapa Pak Bollets ini me ngisahkan, arak-arakan yang menggunakan kendaraan gelinding (dokar), becak, dan sepeda itu juga disambut penuh kegembiraan oleh masyarakat yang berdiri memanjang dari jalur pawai, mulai Alun Alun Kota Pekalongan hingga masuk ke Kota Kajen. ”Ya, masyarakat waktu itu sungguh merasa berbangga seka ligus berbahagia karena terwujud untuk
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
humas pemkab pekalongan
Prosesi iring-iringan Bupati Pekalongan, Drs. H. Amat Antono M.Si dari Karanganyar menuju Pendapa Kabupaten.
memiliki ibu kota baru,” papar Cashuri. Usai pemindahan, Bupati Pekalongan, Drs. H. Amat Antono M.Si menyatakan rasa syukurnya kepada Allah Swt, sebab impian seluruh masyarakat untuk memiliki ibu kota yang baru terpenuhi. Kala itu, Antono langsung meresmikan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Pekalongan untuk dipergunakan sebagai kantor pemerintahan, sebelum Kantor Bupati selesai dibangun. Dalam kesempatan itu, Antono juga menyampaikan bahwa pemindahan ibu kota ke Kajen ini mengandung tiga filosofi. Pertama, kata Antono, mewujudkan eksistensi kemandirian bagi Kabupaten Pekalongan. Kedua, urai Antono, eksistensi harga diri Kabupaten Pekalongan. ”Dan, ketiga adalah eksistensi jati diri Kabupaten Pekalongan,” kata Antono menambahkan. Maka tidak berlebihan kalau bupati yang dikenal sangat dekat dengan semua lapisan masyarakat ini, dalam beberapa kesempatan
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
mengajak kepada rakyatnya untuk terus membangun Kota Kajen. ”Ya, kita semua akan membangun Kabupaten Pekalongan, sehingga masyarakat lebih sejahtera dan makmur,” tutur Antono. Antono juga sering memompa semangat seluruh masyarakat Kabupaten Pekalongan untuk lebih kreatif dalam membangun wilayahnya. Bagi Antono, pemindahan ibu kota ke Kajen, memang telah mampu menjadikan ikatan sebagai kesatuan masyarakat. ”Initinya hubungan antarwilayah menjadi semakin kuat,” kata Antono. Hal ini, tegas Antono, Kajen secara perlahan namun pasti bakal menjelma menjadi episentrum pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. ”Itulah karenanya, kita perlu terus menguatkan dan mengembangkan wilayah lain yang memiliki potensi besar sebagai pemantik kemajuan dan kesejahteraan bagi wilayah-wilayah di sekitarnya,” tambah Antono.
5