BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota Semarang sebelah utara, berbatasan langsung dengan Kota Lama yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada waktu lalu. Dalam gambar berikut ditunjukkan posisi kawasan ini terhadap Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang atau yang dikenal sebagai “Kawasan Pasar Johar” (RTBL Kawasan Pasar Johar, 2006) meliputi satu area yang dibatasi oleh Kali Semarang di sisi utara dan timur, berbatasan dengan edge Kota Lama. Batas sisi barat adalah Jalan Pemuda yang menghubungkan Kota Lama ke arah selatan dan Jalan Gajahmada, sementara batas selatan kawasan adalah Jalan Wahid Hasyim yang menghubungkan kawasan ini ke arah timur ke kawasan Pecinan.
Gambar 1.1. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Sumber : RTBL Kawasan Johar Semarang, 2006
Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah terus mengalami perkembangan dengan segala permasalahannya, begitu pula
1
dengan kawasan bekas alun-alun lama yang merupakan bagian wilayah kota yang terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Ditilik dari sejarahnya, pusat Kota Semarang pada awalnya berada di satu kawasan yang sekarang dikenal sebagai Kawasan Pasar Johar. Sejak sebelum jaman kolonial, kawasan itu merupakan pusat kota dengan alun-alun, masjid dan Pendopo Kanjengan (Bupati) yang menjadi penandanya. Dalam
beberapa
peta
berikut
(garis
putus-putus
menunjukan
perubahan luasan alun-alun), dapat dilihat perubahan morfologi kawasan sejak jaman kolonial, dimana alun-alun berbentuk layang-layang, terus mengalami penyempitan hingga keberadaannya saat ini berupa ruang terbuka kecil di depan Masjid Agung Semarang/Masjid Kauman.
Gambar 1.2. Perubahan morfologi kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang dari waktu ke waktu Sumber : dokumen pribadi, penggambaran ulang dari peta www.kitlv.nl dan peta dari DTK Semarang (2012)
2
Kawasan yang semula merupakan pusat kota dengan alun-alun yang luas berbentuk trapesium (layang-layang) dengan Pendopo Kanjengan di selatannya
dan
masjid
di
sebelah
barat,
terus
mengalami
perubahan/perkembangan. Dalam perkembangannya, kawasan alun-alun ini berkembang menjadi kawasan perkantoran di sisi utara dan kawasan pusat perdagangan Kota Semarang dengan Pasar Johar dan beberapa bangunan pasar baru dalam kawasan sebagai generatornya di sisi selatan. Kondisi kawasan yang telah berubah dari kondisi awal (sumber foto tahun 1900) dan kondisi saat ini (sumber foto tahun 2011) dapat dicermati dalam beberapa foto berikut ini.
Dahulu : alun-alun di depan masjid agung semarang pada masa kolonial (tahun 1900) (sumber : www.kitlv.nl)
Luasan alun-alun saat ini, berupa ruang terbuka di depan Masjid Agung Semarang (sumber : dokumen pribadi, 2011)
Sekarang : alun-alun dipadati bangunan pengembangan pasar johar dan pasar lainnya (sumber : dokumen pribadi, 2011)
Gambar 1.3. Kondisi kawasan alun-alun pada masa kolonial dan saat ini Sumber : www.kitlv.nl dan dokumen pribadi, 2011
3
Pergeseran fungsi dari alun-alun ini di mulai sejak tahun 1938 ketika sebagian lahan sebelah timur Alun-alun Semarang digunakan sebagai Pasar Johar oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk menggantikan embrio perdagangan yang ada sebelumnya di bawah pohon Johar (embrio Pasar Johar). Berikutnya di tahun 1970-an, lahan alun-alun yang tersisa dipakai untuk pembangunan fasilitas perdagangan seiring pemindahan pusat kota ke daerah Simpang Lima, demikian juga bangunan Pendopo Kanjengan/pemerintahan di sisi selatan alun-alun dirobohkan dan dibangun pertokoan dan lahan bekas alun-alun di sebelah barat Pasar Johar didirikan pasar Yaik Permai. Sementara itu, di lahan alun-alun bagian utara (bekas terminal angkutan kota) didirikan gedung BPD dan Hotel Metro (sumber : www.loenpia.net)
b. Kawasan Alun-Alun Lama Kota Semarang, setting kawasan historis yang berkarakter dan mengalami perubahan fisik, fungsi maupun makna kawasan Seperti kota-kota di Jawa pada masa lalu, basic urban pattern pada sebuah pusat kota distrukturkan oleh adanya kraton, masjid, pasar dan alun-alun yang disebut “catur tunggal” dengan konstelasi alun-alun dan kraton/pusat pemerintahan sebagai royal district (pagus regius), masjid sebagai religius district (pagus clericorum) dan pasar sebagai
market
district (pagus mercatorum) (Ikaputra,1995, hal.23). Penataan struktur kota pada awal mula pembentukan pusat kota Semarang (gambar 1.4) dimungkinkan menggunakan prinsip ini dimana terdapat alun-alun yang luas sebagai pusat, Kanjengan (tempat Bupati Semarang) di sisi selatan
4
dan masjid di sisi baratnya serta pasar (embrio Pasar Johar) di sisi timurnya. Dalam konteks Kawasan Alun-alun Lama Semarang ini, alunalun menjadi satu kesatuan dengan Kanjengan (royal district/pagus regius), Masjid Kauman dengan Kampung Kauman sebagai simbol religius district (pagus clericorum) dan Pasar Johar Lama sebagai market district (pagus mercatorum) walaupun tidak cukup kuat.
Kota Lama Belanda Kali Semarang
Alun-alun dengan 2 buah beringin
(embrio) Pasar Johar
Pendopo Kanjengan
Pecinan
Gambar 1.4. Peta Semarang sebelum tahun 1800 Sumber : www.semarang.nl
Dalam perkembangan selanjutnya, konstelasi di pusat kota ini mengalami perkembangan pada masa kolonial dan masa selanjutnya hingga saat ini. Dalam peta-peta perkembangan kawasan (ditampilkan lebih mendetail pada Bab 4), dapat dilihat bahwa konstelasi “catur tunggal” terus berubah sejak intervensi pemerintah kolonial Belanda yang
5
diawali dengan pembangunan “kota benteng” yang saat ini disebut “Kota Lama” di utara alun-alun. Intervensi kolonial selanjutnya adalah dengan pembangunan perkantoran di lahan alun-alun bagian utara hingga pembangunan Pasar Johar (tahun 1939) di lahan alun-alun bagian timur. Perubahan kawasan ini terus berlanjut pada masa sesudah kemerdekaan RI terutama sejak pemindahan pusat kota Semarang ke daerah Simpang Lima pada tahun 1970. Lahan alun-alun yang tersisa terus menyempit untuk pembangunan pasar dan pertokoan, termasuk lahan bekas Kanjengan. Kawasan yang semula menjadi pusat kota dengan konstelasi “catur tunggal” berubah menjadi “kawasan pusat perdagangan” Kota Semarang. Perkembangan konstelasi pada kawasan ini dapat dilihat dalam sketsa berikut ini. Kawasan bekas alun-alun Kota Semarang yang merupakan awal mula terbentuknya Kota Semarang dengan basic urban pattern yang merupakan bentuk konstelasi “catur tunggal” menjadi area yang teramat penting untuk memahami sejarah perkembangan Kota Semarang pada masa selanjutnya. Dengan demikian, kawasan ini merupakan kawasan bekas pusat kota yang memiliki nilai historis tinggi sebagai historic urban quarter yang dalam perkembangannya terus mengalami perubahan baik itu bersifat positif maupun negatif. Perubahan ke arah negatif pada kawasan kualitas
fisik
dan
yang terjadi yaitu berupa penurunan
fungsi/aktivitas
yang
tidak
teratur
serta
keterhubungannya dengan makna tempat (sense of place) terkait memori masa lalu yang semakin hilang.
6
KOTA LAMA
KOTA BELANDA (dalam benteng)
MASJID
ALUNALUN
PASAR
MASJID
KANJENGAN
Tatanan pusat kota Semarang pra-kolonial
PERKANTORAN KOLONIAL ALUNPASAR ALUN
KANJENGAN
Tatanan pusat kota Semarang masa kolonial
PERKANTORAN MASJID
BEKAS ALUNALUN
PASAR
BEKAS KANJENGAN
Tatanan kawasan saat ini
Gambar 1. 5. Sketsa perkembangan kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Sumber : peneliti, 2013
Setiap kota memiliki keunikan istimewa secara individual, memiliki karakter, identitas dan “jiwa” yang membedakannya dengan tempat/kota lain (Garnham, 1985, hal.7). Dalam perkembangan yang terjadi di Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang ini, karakter kawasan yang ada menjadi tidak jelas dan semakin tidak memiliki kekhasan tatanan tempat. Pusat perdagangan Kota Semarang yang ditandai oleh adanya Pasar Johar, Pasar Yaik dan pertokoan lainnya menjadi fungsi yang mendominasi kawasan pada saat ini. Pasar Johar, bangunan yang dikonservasi, merupakan karya Thomas Karsten dengan struktur cendawan, terletak di Jalan H. Agus Salim dengan luas mencapai 15.003,5 meter persegi. Pasar Johar menjadi pasar terbesar dan tercantik se-Asia Tenggara pada tahun 1930-an (www.jatengprov.go.id
dan
www.seputarsemarang.com/pasar-johar-
semarang-7593). Sejak dibangun pada tahun 1939, desain pasar ini sudah dirancang sebagai pasar tradisional modern dengan konsep menyatukan lima pasar di kawasan ini menjadi satu labirin. Kelima pasar
7
tersebut adalah Pasar Pedamaran, Pasar Benteng, Pasar Jurnatan, dan Pasar Pekojan dan Pasar Johar itu sendiri. Peningkatan jumlah pedagang yang cukup signifikan pun terjadi seiring perkembangan jaman. Hingga saat ini data dari Dinas Pasar kota Semarang mencatat angka 7.795 pedagang
mendiami
kawasan
Pasar
Johar.
Keadaan
tersebut
menyebabkan adanya penambahan fisik berupa selubung pada lantai dua dan lantai dasar yang menyebabkan hilangnya daya tarik arsitektural dan bangunan Pasar Johar. Permasalahan semakin komplek dengan adanya rob yang semakin parah menggenangi kawasan pasar Johar dan berimbas pada penurunan kondisi bangunan. Dampak lebih jauh, kondisi pasar Johar yang memprihatinkan itu juga berimbas pada penurunan tingkat perdagangan dan pendapatan pedagang di kawasan Pasar Johar. (sumber : www.semarangkota.go.id, 10 Mei 2010). Dominasi
fungsi
perdagangan
dalam
kawasan
ini,
dalam
perkembangannya meminggirkan fungsi lain terutama fungsi sosial budaya/religius terkait keberadaan masjid dan permukiman (Kampung Kauman dan sekitarnya). Kegiatan yang bersifat sosial budaya seperti tradisi “dugderan” menjelang puasa ramadhan tidak lagi memiliki tempat oleh karena lahan alun-alun telah dipenuhi bangunan komersial pasar dan pertokoan hingga lapak/kios semi permanen yang tidak tertata dan hanya menyisakan sedikit ruang terbuka di depan masjid. Dari berbagai kondisi yang ada tersebut, permasalahan (issue) utama yang muncul adalah bahwa perubahan fungsi alun-alun pada masa lalu menjadi kawasan perdagangan utama kota yang terus berkembang dan
8
di satu sisinya menjadi tidak tertata sehingga menyebabkan penurunan kualitas fisik, fungsi dan makna kawasan. Di samping itu, fungsi sosial budaya alun-alun/ruang terbuka kawasan semakin terpinggirkan dan keterhubungan kawasan terhadap memori masa lalu yang ditandai oleh adanya Pasar Johar dan Masjid Kauman dengan sebagian alun-alun yang tersisa semakin hilang.
1.2. Masalah / pertanyaan penelitian Dengan berbagai permasalahan yang ada terkait perkembangan Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang yang tidak tertata sehingga menyebabkan perubahan pada kualitas fisik, fungsi dan makna kawasan, beberapa pertanyaan penelitian diuraikan sebagai berikut : 1. Seperti apakah karakter Kawasan Alun-alun lama Kota Semarang ? a. Seperti apakah karakter Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang dari jaman pra-kolonial sampai dengan saat ini ? b. Seperti apakah perubahan karakter Kawasan Alun-alun lama Kota Semarang saat ini ? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perubahan karakter kawasan sehingga mampu dijadikan dasar dalam melestarikan dan menguatkan karakter Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang? 3. Strategi apakah yang dapat dilakukan dalam upaya melestarikan dan menguatkan karakter Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang?
9
1.3. Tujuan penelitian Penelitian
dilakukan
terhadap
kawasan
yang
mengalami
perubahan/perkembangan sejak jaman pra-kolonial hingga saat ini. Kawasan yang semula direncanakan sebagai pusat kota terus berkembang hingga saat ini hingga dikenali sebagai kawasan pusat perdagangan yang perkembangannya menjadi tidak tertata dengan baik secara fisik dan fungsinya sehingga berakibat pula pada pembentukan makna kawasan yang tidak jelas. Dari kondisi yang ada tersebut, tujuan penelitian meliputi beberapa hal sebagai berikut : 1. Mengetahui kondisi Kawasan Alun-Alun Lama Kota Semarang dari jaman pra-kolonial hingga saat ini terkait dengan karakter kawasannya dan perubahan-perubahan yang terjadi pada karakter kawasan tersebut. 2. Merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan karakter kawasan sehingga mampu dijadikan dasar dalam melestarikan dan menguatkan karakter Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang 3. Merumuskan strategi yang dapat dilakukan dalam upaya melestarikan dan menguatkan karakter Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang
1.4. Keaslian penelitian Penelitian yang berkaitan dengan karakter kawasan menyangkut pola tatanan fisik, kegiatan dan lainnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan fokus yang secara mendetail berbeda di beberapa lokasi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan (previous study) adalah sebagai berikut :
10
Tabel 1.1. Beberapa penelitian terkait dengan karakter kawasan Nama
Tahun
Judul
Fokus
Lokus
Metode
1
Totok Roesmanto
2001
Grand Design DED Outline : Revitalisasi Kawasan Budaya Alun Alun dan Masjid Besar Kauman Semarang
Grand design berupa rancangan keseluruhan; rencana garis besar dan DED outline berupa panduan rencana garis besar, khususnya tahap pertama revitalisasi kawasan
Kawasan Budaya Alun Alun dan Masjid Besar Kauman Semarang
Deskriptif kualitatif
2
Maria Triatmandany Dyah Irianawati
2002
Arahan Rancangan Sebagai Dasar Pengembangan Kawasan Kota Baru di Yogyakarta Untuk Mempertahankan Citra Kawasan
Citra Kawasan terkait dengan perubahan fungsi, langgam bangunan dan vegetasi kawasan
Kota Baru, Yogyakarta
3
Yohannes Firzal
2002
Arahan Rancangan Menjaga Karakter Visual Kawasan. Studi Kasus : Jl.Asia-Afrika, Bandung
Jalan AsiaAfrika, Bandung
4
Faizrul Ramdan
2009
Kawasan Kota Lama Padang
Rasionalistik kualitatif
5
Bappeda Kota Semarang
2009
Arahan Rancangan Pengendalian Karakter Visual Kawasan Kota Lama Padang Feasibilty Study Pasar Johar Semarang
Karakter visual : uniqueness & spirit of place dengan elemen signifikan kawasan : massa bangunan, ruang, sirkulasi, fungsi, aktivitas, vegetasi. Elemen pembentuk karakter visual kawasan : massa dan aktivitas
Sampling area penelitian Observasi Pengkategorian melibatkan pakar & awam Deskriptif kualitatif Observasi Deskriptif kualitatif
Pasar Johar dan pasar di sekitarnya
Deskriptif kuantitatif
6
FX Prasetya Cahyana
2011
Studi kelayakan penataan Pasar Johar & pasar Yaik secara fisik dan fungsinya Kajian karakter kawasan meliputi aspek fisik, fungsi dan makna kawasan dan perumusan faktor-faktor dalam upaya melestarikan dan menguatkan karakter kawasannya.
Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang
Observasi Deskriptif kualitatif
Kajian Karakter Kawasan Historis Sebagai Dasar Pelestarian dan Penguatan Karakter Kawasan AlunAlun Lama Kota Semarang
Sumber : peneliti, 2013
11
Dari beberapa studi terkait “karakter kawasan” yang pernah dilakukan sebagaimana tersebut dalam tabel di atas, fokus penelitian yang ada mengarah pada aspek fisik dan fungsinya (penelitian Maria Triatmandany di tahun 2002 dan penelitian oleh Bappeda Kota Semarang di tahun 2009). Beberapa penelitian lainnya memfokuskannya pada aspek fisik terutama menyangkut sisi visualnya (penelitian Yohannes Firzal di tahun 2002 dan Faizrul Ramdan di tahun 2009). Dalam penelitian dengan lokasi (lokus) yang hampir sama (terdapat perbedaan batas wilayah penelitian) yaitu pada penelitian Totok Rusmanto (Grand Design DED Outline : Revitalisasi Kawasan Budaya Alun Alun dan Masjid Besar Kauman Semarang), penelitian ini lebih tertuju pada upaya pengembalian “alun-alun” sebagai wujud fisik sebagai salah satu upaya revitalisasi kawasan budaya. Sementara pada penelitian oleh Bappeda Kota Semarang di tahun 2009 tentang Feasibilty Study Pasar Johar Semarang lebih tertuju pada aspek fisik dan fungsi serta mengkhusus pada lingkup Pasar Johar dan Pasar Yaik. Pada penelitian ini, kajian terhadap kawasan memilih lingkup spasial yang menyeluruh
dengan
melihat
kawasan
alun-alun
pada
awal
mula
direncanakan (masa pra-kolonial) berbentuk layang-layang yang terus mengalami perkembangan tatanan fisik dan fungsi/aktivitas serta makna (meaning) kawasan. Aspek fisik, fungsi/aktivitas dan makna (meaning) tersebut menjadi elemen dari karakter kawasan (Garnham, 1985, hal.7) dan menjadi fokus penelitan yang membedakannya dengan penelitian yang telah ada sebelumnya selain lokus (batas wilayah penelitan) yang berbeda pula.
12