PENDAHULUAN Menurut PSAK 01 revisi tahun 2009, laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif. Studi yang pernah dilakukan Ball dan Brown (1986) menghasilkan kesimpulan bahwa laba akuntansi merefleksikan salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham dan merupakan informasi yang berguna. Laba akuntansi merupakan informasi yang penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, karena investor yang akan melakukan investasi pasti menginginkan return sebagai imbalannya. Investor membutuhkan informasi laba akuntansi sebagai pertimbangan apakah akan melakukan investasi atau tidak. Namun, tidak semua informasi laba akuntansi yang dihasilkan perusahaan merupakan informasi laba yang berkualitas. Angka laba dapat menjadi tidak berkualitas karena adanya konflik keagenan. Dalam teori keagenan disebutkan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan layanan atas nama mereka, yang melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Principal dalam perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik, sedangkan agen adalah manajernya. Dalam hubungan keagenan, keinginan agen tidak akan selalu sejalan dengan principal. Seringkali agen akan lebih mementingkan self interest nya, yang kemudian dapat memotivasi agen untuk melakukan hal-hal tertentu yang bertentangan dengan keinginan principal agar self interest nya terpenuhi sehingga terjadi konflik keagenan. Sebagai contoh, pada perusahaan yang menerapkan sistem bonus berdasar kinerja, seorang manajer dapat dengan sengaja melakukan manipulasi terhadap laba dengan cara membesar-besarkan angka penjualan sehingga laba yang dihasilkan terlihat lebih tinggi. Hal ini akan menyebabkan angka laba akuntansi tidak mencerminkan realitas ekonomi yang sesungguhnya, sehingga kualitas laba menurun. Salah satu arah yang paling penting yang telah diambil oleh penelitian akuntansi keuangan empiris sejak studi yang dilakukan oleh Ball dan Brown adalah identifikasi dan penjelasan respon pasar yang berbeda terhadap informasi laba, yang disebut penelitian Earnings Response Coefficient (ERC) (Scott, 1997). Menurut Scott (1997), kualitas laba yang lebih tinggi 1
mempunyai nilai ERC yang lebih tinggi pula. ERC biasanya digunakan sebagai alternatif untuk mengukur value relevance informasi laba (Lev dan Zarowin, 1999 dalam Delvira dan Nelvirita, 2013). Rendahnya ERC menunjukkan bahwa laba kurang informatif bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi. ERC dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain default risk (risiko gagal bayar) dan konservatisme akuntansi (Diantimala, 2008). Ketika seseorang melakukan investasi, maka salah satu alasannya adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Default risk (risiko gagal bayar) yang tinggi seharusnya tidak disukai oleh investor karena apabila terjadi gagal bayar, maka investor juga tidak akan mendapatkan return yang seharusnya ia dapatkan. Karena itu seharusnya terdapat perbedaan respon laba (ERC) antara perusahaan dengan default risk tinggi dan rendah. Begitu juga dengan konservatisme akuntansi. Suwardjono (2005) menyatakan bahwa tindakan kehati-hatian tersebut diimplikasikan dengan mengakui biaya atau rugi yang mungkin akan terjadi, tetapi tidak segera mengakui pendapatan atau laba yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar. Praktik konservatisme akuntansi akan berpengaruh terhadap angka laba yang dihasilkan perusahaan. Semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansi seharusnya membuat laba menjadi semakin understated, dan juga semakin mengurangi tindakan manajemen yang cenderung membesar-besarkan laba, sehingga seharusnya terdapat perbedaan respon laba (ERC) antara perusahaan dengan tingkat konservatisme tinggi dan rendah. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh default risk dan konservatisme akuntansi terhadap ERC, namun masih terdapat inkonsistensi antar penelitian tersebut. Diantimala (2008), Setyaningtyas (2009), Imroatussolihah (2013) melakukan penelitian dan mendapatkan kesimpulan bahwa default risk berpengaruh negatif terhadap ERC, namun Delvira dan Nervirita (2013) menemukan bahwa default risk tidak berpengaruh negatif terhadap ERC. Berdasar hasil penelitian Setyaningtyas (2009), konservatisme akuntansi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap ERC. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2012) berkesimpulan bahwa konservatisme akuntansi berpengaruh positif terhadap ERC. Sedangkan penelitian Diantimala (2008) dan Suaryana (2008) menghasilkan kesimpulan bahwa konservatisme akuntansi berpengaruh negatif terhadap ERC. Berdasarkan ketidak-konsistenan hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini secara lebih detail ingin melihat apakah terdapat perbedaan nilai ERC antar perusahaan, dengan mengklasifikasikan antara perusahaan dengan default risk tinggi dan rendah, dan perusahaan 2
dengan konservatisme tinggi dan rendah. Apabila terdapat perbedaan, maka dapat dimungkinkan terdapat pengaruh antara variabel default risk dan konservatisme akuntansi terhadap ERC. Namun apabila tidak terdapat perbedaan maka seharusnya kecil kemungkinan untuk terdapat pengaruh antara variabel default risk dan konservatisme akuntansi terhadap ERC. dengan pengklasifikasian perusahaan ke dalam kategori perusahaan yang memiliki default risk tinggi dan rendah serta ke dalam kategori konservatisme akuntansi tinggi dan rendah, dapat dilihat arah perbedaannya, apakah positif atau negatif. Dengan demikian dapat diketahui pada tingkatan default risk dan konservatisme yang tinggi atau yang rendah yang dapat menghasilkan tingkat respon lebih baik. Populasi dan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013, namun untuk default risk dan konservatisme akuntansi hanya memperhatikan kondisi tahun 2013 saja. Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa nilai ERC dari perusahaan yang memiliki default risk rendah lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk tinggi. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan secara empiris bahwa nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi tinggi lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme rendah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasi dengan lebih tepat, dan juga bagi perusahaan agar dapat mengelola kebijakan-kebijakan perusahaannya terkait default risk dan konservatisme akuntansi sehingga laba akuntansi yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas dan relevan. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi referensi yang berguna bagi penelitian selanjutnya.
KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Koefisien Respon Laba (ERC) Menurut Scott (1997) ERC adalah “An earning response coefficient measures the extant of a security’s abnormal market return in response to the unexpected component of reporting earning of the firm issuing that security” (ERC mengukur return pasar abnormal sekuritas sebagai respon terhadap komponen tak terduga dari pelaporan laba perusahaan yang menerbitkan sekuritas tersebut). Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal atau return yang diekspektasi (Hartono, 2009). Sebelum laporan keuangan dipublikasikan seharusnya para investor sudah memiliki ekspektasi 3
mengenai berapa laba yang dihasilkan perusahaan. Ketika laba aktual diterbitkan, dan terdapat selisih antara laba ekspektasi dengan laba aktual, selisih tersebut disebut unexpected earnings. Koefisien Respon Laba biasanya diukur dengan slope koefisien dalam regresi abnormal return saham dan unexpected earnings. Abnormal return diukur dengan mengurangkan return realisasian yang terjadi dengan return ekspektasi, menurut Brown dan Warner (1985) yang dikutip oleh Hartono (2009) cara mengestimasi return ekspektasian ada 3 macam, antara lain: Mean Adjusted Model, Market Model, dan Market Adjusted Model. Dalam Mean Adjusted Model, return ekspektasian saham dianggap konstan dan sama dengan rata-rata return realisasian saham yang terjadi selama periode estimasi, yaitu periode sebelum periode peristiwa. Periode peristiwa sendiri sering disebut dengan periode pengamatan atau periode jendela. Market Model menggunakan 2 tahap, dimana tahap pertama adalah menyusun model ekspektasi menggunakan data realisasi selama periode estimasi yang dibentuk mengunakan teknik regresi ordinary least square (OLS), dan tahap kedua adalah menggunakan model ekspektasi tersebut untuk mengestimasi return ekspektasian saham di periode jendela. Model ini tidak hanya menggunakan informasi return saham, tapi juga menggunakan return indeks pasar. Model berikutnya adalah Market Adjusted Model. Model ini kurang lebih sama dengan Market Model, hanya saja tidak lagi digunakan periode estimasi dengan teknik regresi OLS. Return saham yang diestimasi sama dengan return indeks pasar. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Market Adjusted Model, dengan alasan ERC mengukur respon pasar terhadap angka laba, sehingga lebih tepat apabila dalam pengukuran dimasukkan unsur return indeks pasar. Model yang lainnya, yaitu mean adjusted model hanya menggunakan informasi return saham, namun belum memasukkan unsur return indeks pasar sehingga mean adjusted model tidak digunakan dalam penelitian ini. Market Model tidak digunakan dalam penelitian ini karena Market Model menggunakan teknik regresi OLS yang memunculkan nilai beta dan menggunakannya dalam perhitungan. Menurut Hartono (2009) untuk pasar modal yang tipis dan perdagangan sekuritasnya tidak sinkron, maka perhitungan beta akan bias. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2007) membuktikan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan pasar modal yang sedang berkembang yang perdagangannya masih tipis sehingga terjadi perdagangan yang tidak sinkron. Karena itulah penelitian ini menggunakan Market Adjusted Model dalam perhitungan ERC. 4
Menurut Hartono (2009) lamanya periode jendela tergantung pada jenis peristiwanya. Peristiwa yang nilai ekonomisnya dapat ditentukan dengan mudah oleh investor seperti pengumuman laba dan dividen, dapat menggunakan periode jendela yang pendek, karena investor dapat bereaksi dengan cepat. Umumnya, untuk pengumuman laba digunakan periode jendela 3 hari (sehari sekeliling tanggal pengumuman). Untuk mencapai hasil perhitungan yang lebih akurat, penelitian ini memperpanjang periode jendela menjadi 7 hari (3 hari sekeliling tanggal pengumuman) seperti yang dilakukan dalam penelitian Andreas (2012). Semakin tinggi koefisien respon laba (ERC) menunjukkan semakin relevan nilai laba akuntansi tersebut. Karena informasi akuntansi yang disebut berkualitas salah satunya adalah apabila informasi tersebut relevan, maka tingginya nilai ERC dapat juga menggambarkan kualitas angka laba yang tinggi. Default Risk Default risk merupakan risiko kegagalan perusahaan dalam melunasi bunga dan pokok pinjaman tepat pada waktunya (Tunggal, 1995 dalam Diantimala, 2008). Dengan adanya risiko gagal bayar ini, maka tingkat return yang akan didapatkan oleh investor dari tiap investasi yang dilakukannya menjadi tidak pasti, padahal salah satu alasan investor melakukan investasi tentunya adalah untuk mendapatkan return yang menguntungkan. Dengan adanya situasi yang tidak pasti ini, dapat menyebabkan investor bersikap lebih hati-hati ketika akan mengambil keputusan investasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan investor lambat dalam memberi respon atas informasi laba yang dikeluarkan oleh perusahaan. Menurut Rudiyanto (2012) pengukuran risiko gagal bayar dibagi menjadi dua macam yaitu analisa rating dan analisa rasio keuangan yang dikembangkan untuk memprediksi apakah perusahaan mempunyai kemungkinan risiko gagal bayar. Metoda analisanya dapat berupa Altman Z-score, analisa rasio covenant, dan analisa rasio keuangan. Risiko gagal bayar atau default risk dalam penelitian ini diukur menggunakan salah satu rasio keuangan leverage, yaitu debt to equity ratio (DER) yang membandingkan total hutang dengan total ekuitas. Penggunaan hutang yang terlalu banyak dapat meningkatkan risiko default dari perusahaan tersebut (Merton, 1974). Apabila nilai DER lebih dari 1, maka artinya total hutang perusahaan lebih banyak dari total ekuitas yang dimiliki. Sehingga risiko gagal bayar yang dihadapi perusahaan dapat dikatakan tinggi. Sebaliknya, apabila DER kurang dari 1 artinya
5
total hutang perusahaan lebih sedikit dari total ekuitas yang dimiliki perusahaan, sehingga risiko gagal bayar yang dihadapi perusahaan dapat dikatakan rendah (Delvira dan Nelvirita, 2013). Konservatisme Akuntansi Ditengah kondisi perekonomian yang semakin tidak pasti, konservatisme (kehati-hatian) dalam akuntansi menjadi penting. Suwardjono (2005) menyatakan bahwa tindakan kehati-hatian tersebut diimplikasikan dengan mengakui biaya atau rugi yang mungkin akan terjadi, tetapi tidak segera mengakui pendapatan atau laba yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar. Oleh karena itu perusahaan yang menerapkan akuntansi konservatif akan mengakui beban pada periode sekarang, namun pendapatan yang akan terjadi baru diakui pada periode ketika pendapatan tersebut benar-benar masuk ke perusahaan. Penerapan konservatisme akuntansi mencegah perusahaan untuk membesar-besarkan angka laba, sehingga seharusnya perbedaan tingkat penerapan konservatisme akuntansi akan membuat kualitas laba yang dihasilkan oleh perusahaan juga berbeda, sehingga tinggi rendahnya konservatisme akuntansi yang diterapkan akan membuat angka ERC juga berbeda. Dalam Wijaya (2012) menyebutkan beberapa metoda pengukuran konservatisme akuntansi berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu. Konservatisme akuntansi dapat diukur dengan: -
Model Basu (1997) dimana konservatisme diukur dengan membentuk regresi antara return saham dan laba.
-
Market to Book Ratio yang mengacu pada Givoly dan Hayn (2000) yang membandingkan antara nilai pasar ekuitas dengan nilai buku ekuitas.
-
Negatif earning response coefficient dari perubahan laba operasi yang mengacu pada Paek et al. (2007).
-
Membentuk regresi antara arus kas operasi dan akrual perusahaan mengacu pada Paek et al. (2007).
-
Non Operating Acruals mengacu pada Givoly dan Hayn (2000). Selain metoda pengukuran diatas, terdapat pula metoda pengukuran lain yang digunakan
dalam penelitian Andreas (2012), yang juga akan digunakan dalam penelitian ini. Metoda ini mengacu pada Givoly dan Hayn (2000), dimana konservatisme akuntansi diukur dengan cara mengurangkan income before extraordinary item dengan arus kas operasi kemudian ditambah dengan beban depresiasi. 6
Apabila hasil perhitungan akrual non operasi lebih dari 0, maka dapat dikatakan perusahaan menerapkan tingkat konservatisme yang rendah. Sebaliknya apabila perhitungan akrual non operasi memberikan nilai kurang dari 0, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan menerapkan tingkat akuntansi konservatisme yang tinggi (Wijaya, 2012). Perumusan Hipotesis ERC dan Default Risk Scott (1997) menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan memiliki ERC yang lebih rendah. Seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa default risk merupakan risiko gagal bayar yang dihadapi oleh perusahaan terkait pelunasan bunga dan pokok pinjaman tepat waktu. Risiko gagal bayar dilihat dari perbandingan antara total hutang perusahaan dengan total ekuitasnya. Semakin tinggi risiko gagal bayar, artinya ada kemungkinan besar perusahaan tidak dapat mengembalikan pokok dan bunga hutang sebesar yang telah disepakati dengan pihak investor. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi investor. Oleh karena itu, apabila perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang tinggi, investor akan lebih bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan investasinya dibanding ketika perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang rendah. Seharusnya terdapat perbedaan nilai ERC antara perusahaan dengan default risk tinggi dan perusahaan dengan default risk rendah. Diantimala (2008) melihat pengaruh variabel akuntansi konservatisme, ukuran perusahaan, dan default risk terhadap koefisien respon laba (ERC) pada sektor manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2007, dengan hasil default risk berpengaruh negatif signifikan terhadap ERC. Setyaningtyas (2009) menguji pengaruh konservatisme akuntansi dan siklus hidup perusahaan terhadap ERC dengan variabel kontrol default risk. Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ tahun 2002-2006, dan hasil penelitiannya mengatakan bahwa default risk berpengaruh negatif signifikan terhadap ERC. Imroatussolihah (2013) menguji pengaruh variable risiko, leverage, peluang pertumbuhan, persistensi laba, dan tanggung jawab pengungkapan sosial perusahaan terhadap ERC, pada perusahaan high profile yang terdapat di BEI tahun 2009-2011 dan mendapatkan kesimpulan bahwa leverage (yang mencerminkan default risk) berpengaruh negatif terhadap ERC. Namun Delvira dan Nervirita (2013) melakukan pengujian terhadap pengaruh risiko sistematik, leverage, dan persistensi laba terhadap ERC pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010, dan mendapat kesimpulkan bahwa default risk tidak berpengaruh negatif terhadap ERC. Penelitian7
penelitian terdahulu yang telah disebutkan menggunakan metoda pengukuran default risk yang sama yaitu rasio leverage khususnya Debt to Equity Ratio. Metoda pengukuran ERC yang digunakan juga sama yaitu Market Adjusted Model. Seharusnya ketika perusahaan memiliki risiko gagal bayar (default risk) yang tinggi, investor yang rasional akan memberikan tingkat respon yang lebih rendah, sehingga ERC nya rendah. Demikian pula ketika perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang rendah, maka investor yang rasional akan memberikan tingkat respon yang lebih tinggi sehingga ERC nya tinggi. Maka seharusnya ada perbedaan nilai ERC antara perusahaan yang memiliki default risk tinggi dan perusahaan yang memiliki default risk yang rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk rendah lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk tinggi.
ERC dan Konservatisme Akuntansi Konservatisme akuntansi akan membuat laba periode sekarang bisa menjadi lebih rendah, namun dengan kualitas yang lebih tinggi (Fala, 2007). Konservatisme akuntansi akan mengakui kerugian atau beban yang potensial terjadi pada periode sekarang, namun untuk keuntungan atau pendapatan apabila masih mungkin terjadi, tidak boleh diakui. Pendapatan tersebut baru boleh diakui ketika benar-benar sudah terjadi, sehingga konservatisme akuntansi akan mencegah perusahaan untuk melakukan tindakan membesar-besarkan angka laba. Selain itu, karena angka laba yang dihasilkan bersifat understated, maka para pengguna laporan keuangan tidak akan membuat keputusan yang over-estimate. Seharusnya pasar akan memberikan respon berbeda antara laba yang berkualitas tinggi dan rendah, yang kemudian menyebabkan terdapat perbedaan nilai ERC antar perusahaan dengan tingkat akuntansi konservatisme tinggi dan rendah. Setyaningtyas (2009) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh konservatisme akuntansi dan siklus hidup perusahaan terhadap ERC. Konservatisme akuntansi diukur dengan proksi akrual sedangkan ERC dihitung dengan Market Adjusted Model yang kemudian diregresikan antara Cummulative Abnormal Return (CAR) dengan Unexpected Earnings (UE). Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ tahun 2002-2006, dan hasil penelitiannya mengatakan bahwa konservatisme akuntansi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap ERC. Rahayu (2012) juga melakukan penelitian untuk melihat pengaruh 8
konservatisme laba terhadap koefisien respon laba dengan menggunakan objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2005-2010, dimana pengujiannya digunakan teknik uji korelasi spearman, dan didapatkan kesimpulan bahwa konservatisme akuntansi berhubungan positif terhadap koefisien respon laba. Diantimala (2008) melakukan penelitian dengan melihat pengaruh variabel akuntansi konservatisme, ukuran perusahaan, dan default risk terhadap koefisien respon laba (ERC) pada sektor manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2007, dimana konservatisme akuntansi diukur dengan metoda akrual non operasi. Sedang ERC diukur dengan Market Adjusted Model, kemudian meregresikan antara Cummulative Abnormal Return (CAR) dengan UE. Hasil dari penelitian ini adalah akuntansi konservatisme berpengaruh negatif terhadap ERC. Suaryana (2008) melakukan penelitian pengaruh konservatisme laba terhadap koefisien respon laba. Penelitian ini menggunakan perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 1999-2004. Konservatisme diukur dengan 3 ukuran konservatif yang diusulkan oleh Watts (2003) yaitu earnings/stock return relation measure, earnings/accrual measure, dan net asset measures. Sedangkan ERC diukur dengan model pasar disesuaikan yang kemudian diregresikan antara Cummulative Abnormal Return (CAR) dengan UE. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa akuntansi konservatisme berpengaruh negatif terhadap ERC. Karena konservatisme akuntansi akan memberikan angka laba yang lebih berkualitas, maka seharusnya, makin tinggi tingkat konservatisme akuntansi suatu perusahaan, laba yang dihasilkan juga semakin berkualitas, demikian pula sebaliknya. Ketika terdapat informasi laba yang berkualitas, seharusnya tingkat respon investor yang rasional akan tinggi, sehingga ERC nya tinggi. Demikian pula jika konservatisme akuntansi suatu perusahaan rendah, maka informasi laba yang dihasilkan akan berkualitas rendah juga, sehingga investor yang rasional seharusnya akan memberi tingkat respon yang rendah, sehingga ERC nya rendah. Maka seharusnya ada perbedaan nilai ERC antara perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang tinggi dan perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang rendah. Berdasar uraian tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang tinggi lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang rendah.
9
METODA PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009-2013, namun untuk default risk dan konservatisme akuntansi hanya melihat kondisi pada tahun 2013 saja. Respon pasar terhadap laba masing-masing perusahaan dapat bervariasi, baik antar perusahaan maupun antar waktu. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien respon laba tidak konstan (Collins dan Kothari, 1989 dalam Setiati dan Kusuma, 2004), oleh karena itu hasil penelitian ini akan dapat lebih dipercaya apabila menggunakan data dengan rentang waktu yang lebih panjang. Dalam penelitian ini data diambil dalam rentang lima tahun. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metoda purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2009 sampai tahun 2013. 2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan yang lengkap dari tahun 2009 sampai tahun 2013. 3. Perusahaan mempunyai data harga saham yang lengkap dari tahun 2009-2013. 4. Data yang dimiliki perusahaan memenuhi kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian. Tabel 1 Kriteria Penentuan Sampel No
Kriteria Penentuan Sampel
1
perusahaan yang listing di BEI dari tahun 2009-2013 (-)perusahaan yang tidak data laporan keuangannya tidak lengkap dari 2 tahun 2009-2013 3 (-)perusahaan yang data harga sahamnya tidak lengkap (-)perusahaan yang tidak memenuhi kelengkapan data yang dibutuhkan 4 dalam penelitian Total sampel yang digunakan Sumber: Data diolah, 2014
Jumlah Perusahaan 136 43 7 23 63
Perusahaan yang tidak memenuhi kelengkapan data yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri atas 12 perusahaan yang laporan keuangannya disajikan dalam mata uang selain Rupiah, yaitu US Dollar, 4 perusahaan yang memiliki nilai DER negatif, 2 perusahaan tidak mencantumkan laporan auditor independen, 5 perusahaan terdapat pergantian tahun buku dan memiliki tahun buku tidak dari bulan Januari sampai Desember. 10
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data yang bersifat sekunder dan kuantitatif. Data yang digunakan antara lain adalah laporan keuangan tahunan perusahaan selama tahun 2009-2013 yang didapatkan dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), data harga saham setiap harinya selama tahun 2009-2013 dan data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setiap harinya selama tahun 2009-2013 yang didapatkan dari finance.yahoo.com. Selain dari berbagai situs, penelitian ini juga mengambil data dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Pengukuran Variabel Penelitian Penelitian menggunakan tiga variabel penelitian yaitu ERC, default risk, dan konservatisme akuntansi. Berikut ini pengukuran untuk setiap variabel penelitian: 1. Earnings Response Coefficient (ERC) Pengukuran ERC terdiri dari beberapa tahap: A. Abnormal return harian dihitung dengan rumus: ARit = Rit – RMit ................................................................................(1) Keterangan: ARit = return tidak normal saham ke i pada hari ke t Rit = return saham ke i pada periode hari ke t RMit = return pasar ke i pada hari ke t
Sedangkan untuk return saham harian dihitung dengan rumus: Rit = (Pit – Pit-1) / Pit-1 ............................................................(2) Keterangan: Rit = return saham i pada periode hari ke t Pit = harga penutupan saham i pada hari ke t Pit–1 = harga penutupan saham i pada hari t-1 Return pasar (RMit) dihitung dengan rumus: RMit = (IHSGit – IHSGit-1) / IHSGit-1 ....................................(3) Keterangan: RMit = return pasar i pada periode hari ke t IHSGit = indeks harga saham gabugan pada hari ke t 11
IHSGit-1 = indeks harga saham gabungan pada hari t-1 B. Menghitung Cummulative Abnormal Return (CAR) CAR diperoleh dengan cara menjumlahkan return tidak normal perusahaan i sepanjang periode jendela. CARit = ΣAR it ..................................................................................(4) Keterangan: CARit = Cummulative Abnormal Return perusahaan i selama periode jendela sehari sekeliling tanggal pengumuman laporan keuangan tahunan ARit = return tidak normal saham ke i selama periode jendela C. Menghitung Unexpected Earnings (UE) UEit = (AEit – AEit-1) / AEit-1 .............................................................(5) Keterangan: UEit = Unexpected Earnings perusahaan i pada periode t AEit = Laba akuntansi setelah pajak perusahaan i pada tahun t AEit-1= Laba akuntansi setelah pajak perusahaan i pada tahun t-1 D. Menghitung ERC dengan menggunakan regresi CAR = βo + β1 (UE) + e ...................................................................(6) Keterangan: CAR = Cumulative Abnormal Return perusahaan i selama periode jendela UE = Unexpected earnings perusahaan i pada tahun t β0 = Konstansta β1 = koefisien laba kejutan (ERC) e = komponen error, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian. 2. Default Risk Penelitian ini mengukur besarnya risiko gagal bayar perusahaan dengan menggunakan salah satu jenis rasio keuangan yang mengukur tingkat leverage perusahaan, yaitu Debt to Equity Ratio (DER) yang dihitung berdasarkan perbandingan dari nilai total utang dan total ekuitas.
Debt to Equity Ratio (DER) = Total Utang/Total ekuitas ........................................(7)
12
Default risk dapat dikatakan tinggi apabila DER > 1, dan sebaliknya default risk dapat dikatakan rendah apabila DER<1.
3. Konservatisme Akuntansi Dalam penelitian ini konservatisme akuntansi diukur dengan metoda pengukuran yang mengacu pada Givoly dan Hayn (2000), yang juga digunakan dalam penelitian Andreas (2012). KAit = NIit – CFOit ......................................................................................(8) Keterangan: KAit = tingkat konservatisme perusahaan i pada tahun t NIit = Laba sebelum extraordinary item ditambah dengan depresiasi dari perusahaan i pada tahun t CFOit = cash flow dari kegiatan operasi untuk perusahaan i pada tahun t
Tingkat konservatisme akuntansi dapat dikatakan tinggi apabila KAit < 0, dan sebaliknya tingkat konservatisme akuntansi dapat dikatakan rendah apabila KAit > 0. Teknik dan Langkah Analisis Teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Langkah analisis yang akan dilakukan adalah: 1. Descriptive statistics 2. Uji normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji normalitas distribusi data yang nantinya akan menentukan metoda pengujian hipotesis yang digunakan. Salah satu metoda yang dapat digunakan dalam uji normalitas adalah dengan menggunakan K-S liliefors metoda p-value. Apabila p-value lebih besar dari alfa, maka data terdistribusi normal, dan sebaliknya. Uji hipotesis akan menggunakan uji t apabila data terdistribusi normal, dan Mann-Whitney U-Test apabila data tidak terdistribusi normal.
13
3. Uji hipotesis Hipotesis statistik pertama: H0: µ1≤µ2 Ha: µ1>µ2 µ1= rata-rata ERC pada perusahaan dengan default risk rendah µ2= rata-rata ERC pada perusahaan dengan default risk tinggi Hipotesis statistik kedua: H0: µ3≤µ4 Ha: µ3>µ4 µ3= rata-rata ERC pada perusahaan dengan tingkat konservatisme akuntansi tinggi µ4= rata-rata ERC pada perusahaan dengan tingkat konservatisme akuntansi rendah ANALISIS DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 2 Statistik Deskriptif N Minimum ERC 63 -0,19 DER 63 0,04 DER_tinggi 29 1,02 DER_rendah 34 0,04 KA 63 Rp(1.570.000) KA_tinggi 30 Rp(1.570.000) KA_rendah 33 Rp735 Sumber: Data diolah, 2014
Maximum 0,34 70,83 70,83 0,97 Rp9.920.000 Rp(1.930) Rp9.920.000
Mean 0,01 2,89 5,72 0,46 Rp152.110 Rp(351.400) Rp609.850
Std. Deviation 0,07 9,22 13,14 0,25 Rp1.417.010 Rp507.358 Rp1.789.770
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa secara rata-rata risiko gagal bayar untuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 adalah tinggi, dengan ratarata 2,89. Artinya secara rata-rata total hutang yang dimiliki oleh perusahaan adalah 2,89 kali dari total ekuitas yang dimiliki. Perusahaan yang memiliki risiko gagal bayar tertinggi adalah PT Schering Plough Indonesia Tbk (SCPI), dengan nilai DER mencapai 70,83 yang berarti total hutang yang dimiliki SCPI adalah 70,83 kali dari total ekuitas yang dimiliki. Namun tetap terdapat perusahaan yang memiliki tingkat risiko gagal bayar yang rendah, yaitu sebanyak 34 perusahaan. Perusahaan dengan tingkat risiko gagal bayar paling rendah adalah PT Jaya Pari 14
Steel Tbk (JPRS), dengan nilai DER sebesar 0,04 yang berarti total hutang yang dimiliki oleh JPRS adalah 0,04 kali dari total ekuitas yang ada. Secara rata-rata tingkat konservatisme akuntansi untuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 adalah rendah, karena rata-rata tingkat konservatisme akuntansi adalah positif Rp152.111.411.446,-. Perusahaan dengan tingkat konservatisme akuntansi paling rendah adalah PT Astra International Tbk (ASII), dengan nilai positif Rp9.921.000.000.000,-. Meski demikian, terdapat pula perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang tinggi, karena terdapat nilai konservatisme akuntansi yang negatif sebanyak 30 perusahaan. Nilai konservatisme akuntansi tertinggi mencapai nilai negatif Rp1.569.082.000.000,- yang dimiliki oleh PT Intraco Penta Tbk (INTA). Rata-rata Earnings Response Coefficient untuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2009 sampai 2013 adalah positif 0,0092. Hal ini berarti secara rata-rata pasar merespon secara positif terhadap informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Perusahaan yang mendapat respon paling positif adalah PT Mandom Indonesia Tbk (TCID), yaitu sebesar positif 0,34. Meski secara rata-rata perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 sampai 2013 mempunyai tingkat respon yang positif, namun ada sebagian perusahaan yang memiliki respon negatif terhadap informasi keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan, dimana terdapat 34 perusahaan yang memiliki nilai ERC negatif. Perusahaan yang mendapat respon paling negatif adalah PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), yaitu sebesar negatif 0,19. Pengujian Hipotesis ERC dan Default Risk Untuk menguji hipotesis pertama mengenai apakah terdapat perbedaan nilai ERC antara perusahaan dengan default risk tinggi dan perusahaan dengan default risk rendah, terlebih dulu dilakukan uji normalitas dengan metoda K-S Liliefors untuk mengetahui normalitas sebaran data. Namun diketemukan bahwa sebaran data ERC perusahaan yang memiliki default risk tinggi dan data ERC perusahaan yang memiliki default risk rendah adalah tidak normal. Oleh karena sebaran data dari kedua kelompok yang akan diuji adalah tidak normal dan bersifat independen, maka metoda pengujian yang digunakan adalah Mann-Whitney U-Test (nonparametric test – 2 independent samples). Berikut ini adalah hasil pengujian menggunakan Mann-Whitney U-test.
15
Tabel 3 Hasil Olahan Mann-Whitney hipotesis 1
DR_ERC 457 1052 -0,496
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed) 0,620 a. Grouping Variable: dr_GRUP Sumber: Data diolah, 2014
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil p-value (Asymp.Sig. (2-tailed)) adalah sebesar 0,620. Karena pengujian hipotesis yang digunakan adalah pengujian satu sisi (1-tailed) , maka pvalue yang digunakan sebesar 0,310. Hasil p-value ini lebih besar dari α yang digunakan yaitu sebesar 0,05. Sehingga dapat disumpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk rendah lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk tinggi, ditolak. Hal ini berarti tidak terbukti secara signifikan bahwa nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk rendah lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk tinggi, pada tingkat signifikansi 5%. Nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk rendah tidak lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk tinggi, dikarenakan ketika default risk tinggi, memang risiko yang dihadapi investor akan tinggi juga, namun hal ini tidak selalu tidak disukai oleh investor. Lukman (2009) mengatakan dengan memperbesar tingkat leverage berarti tingkat ketidakpastian dari return yang diperoleh semakin tinggi, tetapi pada saat yang sama juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh investor. Tingkat hutang yang tinggi akan menambah beban bunga, yang kemudian mengurangi penghasilan kena pajak, dan berdampak pada pengurangan pajak. Dengan pengurangan pajak, maka laba bersih perusahaan meningkat, return yang akan didapat oleh investor pun ikut meningkat. Menurut Brigham dan Weston (1991), Perusahaan dengan prospek pertumbuhan yang menguntungkan akan memiliki tingkat leverage yang tinggi. Hal ini juga dapat terjadi ketika manajemen memiliki keyakinan dalam prospek perusahaan mereka, dan melihat adanya keuntungan potensial yang besar yang mengalir untuk mereka sendiri. Jadi dimungkinkan ketika 16
perusahaan memiliki hutang yang sangat banyak dibandingkan dengan jumlah ekuitasnya, investor justru memberikan respon, dikarenakan investor melihat prospek perusahaan yang bagus. Investor tidak selalu melihat hanya kepada perhitungan debt to equity nya saja, namun lebih ke arah pandangan makro. Ketika dipandang bahwa suatu perusahaan mempunyai prospek masa depan yang bagus, meskipun angka DER nya besar, investor akan tetap memberi respon terhadap informasi keuangan perusahaan tersebut. Berikut ini adalah hasil tabulasi silang antara nilai ERC dengan nilai DER untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai sebaran data yang ada. Tabel 4 Tabulasi Silang ERC dengan DER DER
Variabel Penelitian
DR rendah ERC rendah 19 tinggi 15 Total 34 Sumber: Data diolah, 2014
DR tinggi 21 8 29
Total 40 23 63
Dari tabulasi silang diatas, dapat dilihat bahwa dari 40 perusahaan yang memiliki ERC rendah, terdapat 19 perusahaan yang memiliki default risk rendah, dan terdapat 21 perusahaan yang memiliki default risk tinggi. Dari 23 perusahaan yang memiliki ERC tinggi, terdapat 15 perusahaan yang memiliki default risk rendah, dan hanya 8 perusahaan yang memiliki default risk tinggi. Tabulasi silang ini memberikan temuan tambahan, bahwa meskipun tidak terbukti bahwa nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk rendah lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki default risk tinggi, namun terdapat indikasi bahwa ketika perusahaan memiliki default risk tinggi, investor yang rasional akan memberikan tingkat respon yang rendah sehingga ERC rendah, dan sebaliknya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Delvira dan Nelvirita (2013) yang melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010. ERC dan Konservatisme Akuntansi Untuk menguji hipotesis kedua dalam penelitian ini, terlebih dulu dilakukan pengujian normalitas menggunakan metoda K-S Liliefors. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui 17
normalitas sebaran data. Dari uji normalitas yang telah dilakukan, diketemukan bahwa data ERC untuk kelompok perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang tinggi dan kelompok perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang rendah memiliki sebaran data yang tidak normal. Oleh karena sebaran data dari kedua kelompok yang akan diuji adalah tidak normal dan bersifat independen, maka metoda pengujian yang digunakan adalah Mann-Whitney U-Test (nonparametric test – 2 independent samples). Berikut adalah hasil pengujian menggunakan metode Mann-Whitney U-Test. Tabel 5 Hasil Olahan Mann-Whitney Hipotesis 2 KA_ERC 382 943 -1,555
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed) 0,120 a. Grouping Variable: KA_GRUP Sumber: Data diolah, 2014
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil p-value (Asymp.Sig. (2-tailed)) adalah sebesar 0,12. Karena pengujian hipotesis yang digunakan adalah pengujian satu sisi (1-tailed) , maka pvalue yang digunakan sebesar 0,06. Hasil p-value ini lebih besar dari α yang digunakan yaitu sebesar 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang tinggi lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang rendah, ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang tinggi, secara signifikan tidak lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang rendah, pada tingkat signifikansi 5%. ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang tinggi tidak lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang rendah dikarenakan terdapat kemungkinan bahwa variabel konservatisme akuntansi bukanlah suatu variabel yang dijadikan dasar pertimbangan investor untuk berinvestasi, mengingat bahwa pengukuran konservatisme akuntansi bukanlah pengukuran yang sederhana dan mudah. Selain 18
itu, variabel konservatisme akuntansi tidak menjadi variabel yang dijadikan dasar pertimbangan investor dalam berinvestasi dikarenakan investor yang rasional akan lebih mempertimbangkan prospek kedepan perusahaan (Imantaka, 2011). Masih terdapat pula pro dan kontra mengenai penerapan konservatisme akuntansi. Penerapan konservatisme akuntansi dapat membuat laba periode sekarang menjadi lebih rendah namun dengan kualitas lebih tinggi (Fala, 2007), namun di sisi lain terdapat juga pendapat para ahli yang menyatakan sebaliknya, seperti pernyataan Hendriksen dan Van Breda (1992) bahwa akuntansi konservatisme akan menghasilkan distorsi data akuntansi. Feltham dan Ohlson (1995) juga menyatakan bahwa konservatisme akuntansi akan menyebabkan kualitas laba yang rendah dan kurang relevan. Konservatisme akuntansi bukan satu-satunya faktor yang dilihat oleh investor dalam memberi respon terhadap informasi keuangan perusahaan. Berikut ini adalah hasil tabulasi silang antara nilai ERC dengan nilai konservatisme akuntansi, untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai sebaran data yang ada. Tabel 6 Tabulasi Silang ERC dengan KA KA
Variabel Penelitian
KA rendah ERC rendah 24 tinggi 9 Total 33 Sumber: Data diolah, 2014
KA tinggi 16 14 30
Total 40 23 63
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 40 perusahaan yang mempunyai ERC rendah, terdapat 24 perusahaan yang mempunyai tingkat konservatisme akuntansi yang rendah, dan terdapat 16 perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang tinggi. Dari 23 perusahaan yang mempunyai ERC tinggi, terdapat 9 perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang rendah, dan 14 perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang tinggi. Tabel tabulasi silang di atas menunjukkan temuan tambahan, bahwa meskipun tidak terbukti secara signifikan bahwa ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang tinggi lebih tinggi daripada nilai ERC perusahaan yang memiliki tingkat akuntansi konservatisme yang rendah, namun terdapat indikasi bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang rendah, akan lebih banyak investor yang rasional yang memberikan tingkat respon yang rendah, sehingga ERC rendah, dan sebaliknya. 19
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyaningtyas (2009) yang melakukan pengujian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2002 sampai tahun 2006, Dewi (2003) yang melakukan pengujian pada seluruh perusahaan manufaktur dan non-manufaktur (kecuali perbankan) yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1996 sampai tahun 2000, Hersanti (2008) yang melakukan pengujian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta tahun 2001 sampai tahun 2006.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai ERC secara signifikan antara perusahaan yang memiliki default risk tinggi dan perusahaan yang memiliki default risk rendah, namun terdapat indikasi bahwa ketika perusahaan memiliki default risk tinggi, maka ERC nya akan rendah, dan sebaliknya. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai ERC secara signifikan antara perusahaan dengan tingkat konservatisme akuntansi yang tinggi dan perusahaan dengan tingkat konservatisme akuntansi yang rendah, namun terdapat indikasi bahwa perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang rendah, akan memiliki ERC yang rendah, dan sebaliknya. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa dalam merespon informasi keuangan yang diterbitkan perusahaan, default risk dan konservatisme akuntansi bukan satu-satunya faktor yang dilihat oleh pasar. Dalam melihat default risk, investor cenderung melihat pada makna dan akibat lain yang kemungkinan akan timbul dari nilai hutang yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan ekuitas, selain adanya risiko gagal bayar. Tingkat leverage yang tinggi dapat pula menandakan bahwa perusahaan mempunyai prospek kedepan yang bagus. Beban bunga yang mengurangi bearnya pajak juga meningkatkan return yang akan diterima oleh investor. Konservatisme akuntansi bukan variabel yang dilihat investor ketika akan membuat keputusan investasi, dikarenakan variabel ini bukan variabel yang pengukurannya sederhana dan mudah. Investor akan lebih mementingkan prospek perusahaan. Konservatisme akuntansi dapat menghasilkan laba yang labih rendah namun dengan kualitas yang lebih tinggi, namun terdapat pula berbagai pendapat lain dimana penerapan akuntansi konservatisme akan menciptakan distorsi data keuangan, sehingga data yang disajikan menjadi tidak relevan.
20
Implikasi Teoritis dan Praktis Hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai ERC antara perusahaan yang memiliki default risk tinggi dan perusahaan yang memiliki default risk rendah, serta tidak terdapat perbedaan nilai ERC antara perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang tinggi dan perusahaan yang memiliki tingkat konservatisme akuntansi yang rendah telah memperkuat hasil penelitian sebelumnya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Delvira dan Nelvirita (2013) yang nenyatakan bahwa default risk tidak berpengaruh terhadap ERC, dan juga penelitian oleh Hersanti (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai ERC antara perusahaan dengan konservatisme akuntansi tinggi dan rendah. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi para investor, agar dalam pengambilan keputusan terhadap informasi keuangan suatu perusahaan tidak hanya mempertimbangkan faktor default risk dan konservatisme akuntansi. Investor dapat melihat banyak faktor lain seperti profitabilitas, ukuran perusahaan, kualitas auditor, dan lain sebagainya. Bagi pihak manajemen perusahaan, harus dapat memahami bahwa default risk dan konservatisme akuntansi bukan satusatunya faktor yang dilihat oleh investor sehingga sebaiknya manajemen perusahaan dapat pula memperhatikan faktor-faktor lain seperti yang telah disebutkan sebelumnya, agar tujuan perusahaan dapat tercapai. penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya, dan juga untuk mendukung riset-riset yang berhubungan dengan ERC. Keterbatasan dan Saran Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain tidak dilakukannya pemisahaan terhadap perusahaan apa saja yang menerapkan konservatisme akuntansi secara terus menerus dan mana yang tidak terus menerus, penelitian ini juga mengabaikan variasi industri dan besaran industry, serta mengabaikan adanya compounding effect. Periode pengamatan dalam penghitungan ERC hanya dari tahun 2009-2013, dikarenakan keterbatasan ketersediaan data laporan keuangan tahun 2008 dan sebelumnya. Dengan adanya keterbatasan tersebut, maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat dilakukan pemisahan perusahaan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perusahaan yang menerapkan konservatisme akuntansi secara terus menerus, dan kelompok yang tidak menerapkan konservatisme akuntansi secara terus menerus, karena menurut Dewi (2003) setelah dilakukan pemisahan antara perusahaan yang melakukan konservatisme akuntansi secara terusmenerus dan yang tidak terus-menerus, penerapan konservatisme terus-menerus akan 21
menyebabkan perbedaan nilai ERC yang signifikan. Penelitian selanjutnya juga dapat menambah rentang waktu penelitian, memperhatikan variasi dan besaran industry, serta compounding effect di sekitar periode jendela agar hasil perhitungan ERC lebih akurat, serta menambahkan tahun terbaru yaitu tahun 2014. Keberagaman variabel yang digunakan juga dapat ditambah, selain variabel DER dan konservatisme akuntansi yang digunakan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Andreas, H.H. 2012. Spesialisasi Industri Auditor Sebagai Prediktor Earnings Response Coefficient Perusahaan Publik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol.14 No.2: 69-80. Ball, Ray Dan Phillip Brown. 1968. An Empirical Evaluation Of Accounting Income Numbers. Journal Of Accounting Research. Vol.6 No.2: 159-178. Basu, S. 1997. The Conservatism Principle And The Asymmetric Timeliness Of Earnings. Journal Of Accounting & Economics. Boediono, Gideon. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VIII Solo. Brigham, E.F. dan J.F. Weston. 1991. Manajemen Keuangan (Managerial Finance) ed. 7 vol. 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Brigham, E.F. dan J.F. Weston. 2005. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan ed. 9 vol. 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Delvira, M., dan Nelvirita. 2013. Pengaruh Risiko Sistematik, Leverage dan Persistensi Laba Terhadap Earnings Response Coefficient. Jurnal WRA, Vol.1 No.1: 129. Dewi, A.A.A. Ratna. 2003. Pengaruh Konservatisma Laporan Keuangan terhadap Earnings Response Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi VI.
22
Diantimala, Yossi. 2008. Pengaruh Akuntansi Konservatif, Ukuran Perusahaan, dan Default Risk Terhadap Koefisien Respon Laba (ERC). Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol.1 No.1: 102-122. Fala, Dwiyana A. S. 2007. Pengaruh Konservatisme Akuntansi Terhadap Penilaian Ekuitas Perusahaan Dimoderasi Oleh Good Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi X: Ikatan Akuntan Indonesia. Feltham. J., dan J. Ohlson. 1995. Valuation and Clean Surplus Accounting for Operating and Financial Activities. Contemporary Accounting Research 11. Givoly, Dan., dan Carla Hayn. 2000. The Changing Time-Series Properties Of Earnings, Cash flows And Accruals: Has Financial Reporting Become More Conservative?. Journal Of Accounting And Economics 29. Harnanto. 1985. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE. Hartono, Jogiyanto. 2009. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. 6th edition. Yogyakarta: BPFE. Hersanti, Vita Amni. 2008. Hubungan Konservatisme Laporan Keuangan terhadap Earnings Response Coefficient pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya. Http://www.Iaiglobal.Or.Id/Prinsip_Akuntansi/Exposure.Php?Id=13 (Diakses Pada Tanggal 1002-2014 Pukul 08:15 pm). Http://Rudiyanto.Blog.Kontan.Co.Id/2012/03/11/Mengenal-Cara-Kerja-Obligasi-2-AnalisaRisiko-Obligasi/ (Diakses Pada Tanggal 13-02-2014 Pukul 11:34 pm). Imantaka, T.R. Cristy. 2013. Perancangan Sistem Pengambilan Keputusan (Decision Support System / DSS) Investasi Saham. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata.
23
Imroatussolihah, Ely. 2013. Pengaruh Risiko, Leverage, Peluang Pertumbuhan, Persistensi Laba Dan Kualitas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Earning Response Coefficient Pada Perusahaan High Profile. Jurnal Ilmiah Manajemen, Vol.1 No.1. Jensen dan W.H. Meckling. 1976. Theory Of The Firm Magerial Behavior, Agency Cost And Ownership Structure, Journal Of Financial Economics, Vol.3: 305-360. Merton, R. C. 1974. On The Pricing Of Corporate Debt: The Risk Structure Of Interest Rate. Journal of Finance, Vol.29 No.2. Paek, Wonsun, Lucy H. Chen, David Folsom, dan H. Sami. Accounting Conservatism, Earnings Persistence, and Pricing Multiples on Earnings. (Tersedia secara online pada Http://Ssrn.Com/Abstract=964250, diunduh tanggal 12-02-14, pukul 9:49 pm). Pasaribu, F.B. Rowland. 2009. Koreksi Bias Koefisien Beta Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis. Vol.3 No.2. Penman, H.Stephen dan Xiao-Jun Zhang. 1999. Accounting Conservatism, The Quality of Earnings,
and
Stock
Returns.
(Tersedia
secara
online
pada
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=201048, diunduh tanggal 28-02-14, pukul 7.32 pm). Rahayu, Siti. 2012. Pengaruh Konservatisme Laba Terhadap Koefisien Respon Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. (Tersedia secara online pada http://Digilib.Unimed.Ac.Id, diunduh tanggal 13-02-2014, pukul 10:42 pm). Scott, William R. 1997. Financial Accounting Theory. United States of America: Pearson Prentice Hall. Setiati, Fita dan Indra Wijaya Kusuma. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Pada Perusahaan Bertumbuh dan Tidak Bertumbuh. Simposium Nasional Akuntansi VII.
24
Setyaningtyas, Tara. 2009. Pengaruh Konservatisme Laporan Keuangan, dan Siklus Hidup Perusahaan Terhadap Koefisien Respon Laba. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Suaryana, Agung. 2008. Pengaruh Konservatisme Laba Terhadap Koefisien Respons Laba. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis. Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE. Syamsuddin, Lukman. 2009. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Wijaya, A. Langgeng. 2012. Pengukuran Konservatisme Akuntansi: Sebuah Literatur Review. Jurnal Akuntansi Dan Pendidikan, Vol.1 No.1.
25
LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Sampel Penelitian No.
Kode Perusahaan
Nama Perusahaan
1
FAST
PT Fast Food Indonesia Tbk
2
INDF
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
3
MYOR
PT Mayora Indah Tbk
4
PTSP
PT Pioneerindo Gourmet International Tbk
5
SMAR
PT Sinar Mas Agro Resources Technology (SMART) Tbk
6
GGRM
PT Gudang Garam Tbk
7
RDTX
PT Roda Vivatex Tbk
8
MYRX
PT Hanson International Tbk
9
SRSN
PT Indo Acidatama Tbk
10
BATA
PT Sepatu Bata Tbk
11
FASW
PT Fajar Surya Wisesa Tbk
12
SPMA
PT Suparma Tbk
13
AKRA
PT AKR Corporindo Tbk
14
BUDI
PT Budi Starch and Sweetener Tbk
15
ETWA
PT Eterindo Wahanatama Tbk
16
LTLS
PT Lautan Luas Tbk
27
EKAD
PT Ekadharma International Tbk
18
AMFG
PT Asahimas Flat Glass Tbk
19
APLI
PT Asiaplast Industries Tbk
20
BRNA
PT Berlina Tbk
21
LMPI
PT Langgeng Makmur Industri Tbk
26
22
SIAP
PT Sekawan Inti Pratama Tbk
23
TRST
PT Trias Sentosa Tbk
24
YPAS
PT Yanaprima Hastapersada Tbk
25
SMCB
PT Holcim Indonesia Tbk
26
INTP
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
27
SMGR
PT Semen Indonesia Tbk
28
ALMI
PT Alumindo Light Metal Industry Tbk
29
BTON
PT Betonjaya Manunggal Tbk
30
INAI
PT Indal Aluminium Industry Tbk
31
JPRS
PT Jaya Pari Steel Tbk
32
LION
PT Lion Metal Works Tbk
33
LMSH
PT Lionmesh Prima Tbk
34
TIRA
PT Tira Austenite Tbk
35
KICI
PT Kedaung Indah Can Tbk
36
KDSI
PT Kedawung Setia Industrial Tbk
37
ARNA
PT Arwana Citramulia Tbk
38
JECC
PT Jembo Cable Company Tbk
39
ASGR
PT Astra Graphia Tbk
40
MTDL
PT Metrodata Electronics Tbk
41
MLPL
PT Multipolar Tbk
42
ASII
PT Astra International Tbk
43
AUTO
PT Astra Otoparts Tbk
44
GJTL
PT Gajah Tunggal Tbk
45
INTA
PT Intraco Penta Tbk
27
46
LPIN
PT Multi Prima Sejahtera Tbk
47
NIPS
PT Nipress Tbk
48
SMSM
PT Selamat Sempurna Tbk
49
TURI
PT Tunas Ridean Tbk
50
UNTR
PT United Tractors Tbk
51
INTD
PT Inter Delta Tbk
52
MDRN
PT Modern Internasional Tbk
53
DVLA
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk
54
KLBF
PT Kalbe Farma Tbk
55
KAEF
PT Kimia Farma (Persero) Tbk
56
PYFA
PT Pyridam Farma Tbk
57
SCPI
PT Merck Sharp & Dohme Indonesia Tbk
58
TCID
PT Mandom Indonesia Tbk
59
MRAT
PT Mustika Ratu Tbk
60
UNVR
PT Unilever Indonesia Tbk
61
DLTA
PT Delta Djakarta Tbk
62
RMBA
PT Bentoel International Investama Tbk
63
AKKU
PT Alam Karya Unggul Tbk
28
Lampiran 2. Data Penelitian KODE FAST INDF MYOR PTSP SMAR GGRM RDTX MYRX SRSN BATA FASW SPMA AKRA BUDI ETWA LTLS EKAD AMFG APLI BRNA LMPI SIAP TRST YPAS SMCB INTP SMGR ALMI BTON INAI JPRS LION LMSH TIRA KICI KDSI ARNA JECC ASGR
ERC -0,03423 0,051863 -0,0811 0,008935 0,043983 -0,04081 -0,00116 0,002729 -0,01019 -0,04178 0,00086 -0,00768 -0,01684 0,005049 -0,00878 -0,01091 -0,00044 0,020661 -0,00978 0,005305 0,020577 0,00193 -0,00538 -0,04956 -0,00183 -0,0476 -0,19305 0,001986 0,015443 -8,6E-05 -0,00277 -0,04014 -0,00991 -0,00303 -0,00427 -0,00692 -0,03941 0,000176 -0,04217
KA DER 0,842122 -128.678.442.000 1,03509 -1.325.760.000.000 1,465201 85.343.203.780 0,60466 30.556.712.000 1,834448 -1.093.221.000.000 0,725924 2.066.723.000.000 0,350763 -95.523.822.380 0,093173 -95.381.787.080 0,338471 8.571.417.000 0,715206 18.473.383.000 2,6536 -457.919.829.419 1,338881 -94.616.323.537 1,728455 2.925.655.810.000 1,692146 -174.320.000.000 1,89842 236.959.493.712 2,259999 139.663.000.000 0,44548 30.087.455.544 0,282051 -205.006.000.000 0,394406 -58.961.922.586 2,678333 -78.979.777.000 1,068817 19.965.586.256 1,725592 32.148.897.932 0,907331 257.733.626.617 2,593899 21.434.782.771 0,697832 -1.253.334.000.000 0,15796 -114.882.000.000 0,41226 -67.201.592.000 3,186679 791.058.772.253 0,268834 14.822.803.998 5,063131 -72.412.585.562 0,038671 -63.372.858.055 0,199102 13.747.152.750 0,282702 734.687.221 1,588849 -15.187.863.018 0,328741 5.180.385.282 1,415376 -47.195.165.991 0,477241 -39.134.456.204 7,396443 145.839.313.000 0,970263 14.771.000.000 29
MTDL MLPL ASII AUTO GJTL INTA LPIN NIPS SMSM TURI UNTR INTD MDRN DVLA KLBF KAEF PYFA SCPI TCID MRAT UNVR DLTA RMBA AKKU
0,056136 -0,00148 -0,0003 -0,08537 -0,07 -0,00402 0,003726 0,021933 0,195843 0,126534 0,046826 0,002946 0,01317 0,01571 0,051375 0,124065 -0,00279 0,005665 0,338591 -0,0117 0,102684 0,054884 -0,01902 0,142195
1,469079 244.708.810.331 1,25632 883.512.000.000 1,015237 9.921.000.000.000 0,320013 589.553.000.000 1,681662 -931.379.000.000 14,38313 -1.569.082.000.000 0,36943 16.852.353.506 2,383861 111.028.898.000 0,689616 -100.661.641.639 0,743852 -1.929.000.000 0,609089 -1.550.807.000.000 1,26535 3.236.676.458 0,829262 74.662.375.433 0,301028 30.800.529.000 0,33119 1.224.080.532.032 0,521798 -20.393.565.514 0,864926 15.272.115.920 70,83149 36.168.661.000 0,239192 -87.752.026.626 0,163562 -3.249.820.450 2,137303 -722.288.000.000 0,281547 -70.058.505.000 9,468741 114.799.000.000 17,45307 -3.436.529.600
Lampiran 3. Hasil Pengujian Hipotesis Pertama Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. DR_TINGGI 0,265 29 1,62499E-05 0,854 29 0,001 a. Lilliefors Significance Correction Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. DR_RENDAH 0,252 34 8,05073E-06 0,794 34 0 a. Lilliefors Significance Correction
30
Ranks dr_GRUP DR_ERC DR TINGGI DR RENDAH Total
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed) a. Grouping Variable: dr_GRUP
N
Mean Rank Sum of Ranks
29
33,24
964
34 63
30,94
1052
DR_ERC 457 1052 -0,496 0,62
ERC * DER Crosstabulation Count DER
ERC rendah tinggi Total
DR rendah 19 15 34
Total DR tinggi 21 8 29
40 23 63
Lampiran 4. Hasil Pengujian Hipotesis Kedua Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. KA_TINGGI 0,228 30 0,000351 0,855 30 0,001 a. Lilliefors Significance Correction Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. KA_RENDAH 0,184 33 0,006 0,926 33 0,027 a. Lilliefors Significance Correction
31
Ranks KA_GRUP KA_ERC 1 2 Total
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed) a. Grouping Variable: KA_GRUP
N Mean Rank Sum of Ranks 30 35,77 1073 33 28,58 943 63
KA_ERC 382 943 -1,555 0,12
ERC * KA Crosstabulation Count KA
ERC rendah tinggi Total
KA rendah 24 9 33
Total KA tinggi 16 14 30
40 23 63
32
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA
: ELVINA ROSA
NIM
: 232011285
ALAMAT ASAL
: JL. PERMATA GADING I/149, SEMARANG
JUDUL SKRIPSI
: PERBEDAAN NILAI EARNINGS RESPONSE COEFFICIENT (ERC) ANTAR PERUSAHAAN DITINJAU DARI PERBEDAAN TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DAN DEFAULT RISK
RIWAYAT PENDIDIKAN : SD PL BERNARDUS SEMARANG, LULUS TAHUN 2005 SMP PL DOMENICO SAVIO SEMARANG, LULUS TAHUN 2008 SMA SEDES SAPIENTIAE SEMARANG, LULUS TAHUN 2011 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS, UKSW SALATIGA, LULUS TAHUN 2014
PENGALAMAN PANITIA / KERJA: PANITIA “ENTREPRENEURSHIP NATIONAL SEMINAR” 5 FEBRUARI 2013 PANITIA “LEADING IN TRAINING YOUNG ENTREPRENEUR” 6 FEBRUARI 2013 PANITIA “BUSINESS PLAN COMPETITION AND EXHIBITION” 3 APRIL 2013 PANITIA “FEB MEET PARENTS 2013” 6 DESEMBER 2013 PANITIA “FESTIVAL JURNALISTIK AJC” 11 FEBRUARI 2014 ASISTEN DOSEN “PENGANTAR AKUNTANSI” SMT GANJIL 2013/2014 ASISTEN DOSEN “LAB PERPAJAKAN” SMT GENAP 2013/2014 ASISTEN DOSEN “STATISTIKA” SMT GENAP 2013/2014
33