PENDAHULUAN
Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia, terutama broiler saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa pemeliharaan broiler untuk meningkatkan produktivitasnya telah menjadi suatu kebutuhan, baik untuk pencegahan maupun pengobatan terhadap suatu penyakit. Antibiotik merupakan salah satu obat hewan yang sering digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Bahri, 2008). Enrofloksasin merupakan salah satu antibiotik sintetik dari golongan fluorokuinolon yang banyak digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit infeksi bakteri pada
unggas. Enrofloksasin memiliki aktivitas antibiotik
berspektrum luas terhadap bakteri Gram negatif, Gram positif dan mycoplasma (Anadon dkk., 1995; Mitchell, 2006; Kalpana dkk., 2012).
Karakteristik
enrofloksasin yaitu mudah diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dan parenteral, selain itu juga dapat menghambat replikasi secara in vivo organisme yang resisten terhadap substansi antibakterial
seperti antibiotik beta-laktam,
aminoglikosida, tetrasiklin, antagonis asam folat dan makrolida (Anadon dkk., 1995; Tansakul dkk., 2005). Hal ini menunjukkan bahwa enrofloksasin mempunyai keunggulan sehingga secara luas digunakan untuk pengobatan infeksi mycoplasma, kolibasilosis dan pasteurelosis (Anadon dkk., 1995). Saat ini enrofloksasin yang telah terdaftar resmi di Kementrian Pertanian sebanyak 80 nama dagang (Anonim, 2013).
Pemakaian antibiotik untuk terapi suatu penyakit dapat menyebabkan masalah, diantaranya yaitu terjadinya resistensi obat dan adanya residu pada produk hewan seperti daging, susu, telur, organ visera dan organ lainnya. Hasil penelitian Widiastuti dkk. (2004) pada sampel hati dan daging broiler di daerah Cianjur dan Sukabumi menunjukkan adanya residu enrofloksasin pada sampel yang diteliti. Studi farmakokinetik sangat penting dilakukan untuk menentukan profil suatu obat di dalam tubuh. Menurut Shargel dkk. (2005), farmakokinetik merupakan studi mengenai kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat yang meliputi metabolisme dan ekskresi. Profil farmakokinetik suatu obat secara umum bermanfaat untuk menentukan aturan dosis terapi, mengevaluasi tingkat ketersediaan obat, memprediksi adanya akumuasi obat dan metabolitnya, mempelajari mekanisme interaksi obat dan monitoring konsentrasi obat (Shargel dkk., 2005). Sejauh ini kajian farmakokinetik enrofloksasin pada broiler yang telah dilakukan menggunakan plasma sebagai sampel untuk menjelaskan absorpsi, distribusi,
metabolisme,
dan
ekskresi
obat
dalam
tubuh,
sedangkan
farmakokinetik enrofloksasin dalam jaringan broiler belum pernah dilaporkan. Profil farmakokinetik obat dalam jaringan menerangkan distribusi dan eliminasi obat dalam jaringan. Hanya obat dalam bentuk bebas yang tidak terikat oleh protein plasma yang dapat menembus membran sel dan terdistribusi dalam jaringan serta aktif secara terapetik (Mutschler, 1999). Intorre dkk. (1997) melaporkan farmakokinetik enrofloksasin pada plasma serta distribusinya pada jaringan hati, ginjal, otot, dan kulit muscovy duck yang diberi dosis tunggal 8
mg/kgBB secara peroral dan intramuskular. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi obat dalam jaringan yang tinggi serta rasio konsentrasi obat dalam jaringan hati, ginjal, otot, dan kulit yang lebih tinggi dari plasma setelah 24 jam pasca pemberian enrofloksasin. Nilai volume distribusi obat yang tinggi pada penelitian ini menunjukkan bahwa obat terdistribusi secara luas dalam jaringan. Menurut Haritova dkk. (2006) keberhasilan suatu terapi secara klinik yang diberikan tergantung pada hubungan antara PK/PD dari sifat suatu obat. Integrasi antara parameter farmakokinetik antibiotik dan data aktivitas mikrobiologi secara in vitro (MIC) memberikan prediksi efikasi dan potensi obat yang bermanfaat bagi keberhasilan suatu terapi. Sebagian besar infeksi bakteri tidak terjadi dalam plasma tetapi lebih tepatnya pada jaringan sasaran sehingga kemampuan suatu antibiotik untuk mencapai lokasi target merupakan kunci penentu hasil secara klinis, sehingga konsentrasi antibiotik pada jaringan relevan digunakan untuk memprediksi keberhasilan suatu terapi (Liu dan Derendorf, 2003; Seto, 2007). Profil farmakokinetik obat diterangkan dengan nilai-nilai parameter farmakokinetik yang dihitung berdasarkan konsentrasi obat yang terukur dalam plasma maupun jaringan. Nilai-nilai parameter farmakokinetik ini meliputi Cmaks, Tmaks, Vd, Cl, T1/2 eliminasi dan AUC (Shargel dkk., 2005). Nilai parameter farmakokinetik ini bermanfaat untuk menentukan efektivitas terapi berdasarkan rasio PK/PD, memperkirakan residu obat melalui waktu paruh eliminasi, dan menentukan waktu henti obat berdasarkan nilai T1/2 eliminasi (Haritrova dkk., 2006; Lazuardi, 2010).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun rumusan masalah yaitu: Bagaimana profil farmakokinetik enrofloksasin pada plasma, hati, ginjal, dan otot broiler setelah pemberian secara intravena dengan dosis tunggal 50 mg/kg BB?
Keaslian Penelitian Penelitian farmakokinetik enrofloksasin dalam plasma broiler sudah banyak dilakukan, namun profil farmakokinetik enrofloksasin dalam jaringan masih belum banyak dikaji. Anadon dkk., (1995) telah melakukan penelitian farmakokinetik dan residu enrofloksasin pada broiler. Penelitian ini menggunakan broiler jantan dengan strain Hubbard yang dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Kelompok pertama dan kedua untuk pemeriksaan farmakokinetik dalam plasma diberikan enrofloksasin (produk Bayer) dengan dosis tunggal 10 mg/kg BB secara peroral dan intravena, sedangkan kelompok ketiga untuk pemeriksaan residu dalam jaringan broiler setelah hari ke-1, 6, dan 12 setelah pemberian secara peroral dengan dosis 10 mg/kg BB selama 4 hari berturut-turut. Analisis konsentrasi enrofloksasin dalam plasma dan jaringan dilakukan dengan KCKT.
Intorre dkk. (1997) meneliti tentang kinetika plasma dan distribusi
enrofloksasin pada jaringan bebek setelah pemberian dosis tunggal 8 mg/kgBB secara peroral dan intramuskular. Konsentrasi obat dalam jaringan hati, ginjal, otot dan kulit diperiksa setelah
24 jam pasca pemberian obat. Analisis
konsentrasi obat dalam plasma, hati, ginjal, otot dan kulit menggunakan Kromatografi KCKT.
Bugyei dkk. (1999) telah melakukan penelitian
farmakokinetik enrofloksasin dalam plasma pada broiler sehat, pemberian obat
secara peroral, intramuskular dan intravena dengan dosis tunggal 5 mg/kg BB. Analisis konsentrasi enrofloksasin dalam plasma dilakukan dengan uji mikrobiologis
menggunakan
spora
kuman
Bacillus
subtilis.
Penelitian
farmakokinetik enrofloksasin pada broiler juga telah dilakukan oleh Ibrahim dan Yarsan (2009), menggunakan broiler strain Ross-38 umur 10 hari, yang diberi enrofloksasin dengan dosis 10 mg/kgBB secara peroral selama 5 hari berturutturut. Konsentrasi enrofloksasin dalam plasma dianalisis dengan uji mikrobiologis menggunakan kuman Escherichia coli ATCC 25922. Kalpana dkk. (2011) meneliti farmakokinetik enrofloksasin dalam plasma broiler yang diinjeksi secara intravena dengan dosis tunggal 10 mg/kgBB. Penelitian ini menggunakan 6 ekor broiler sehat dengan berat badan 1,0-1,2 kg dan pengambilan sampel darah dilakukan pada menit ke-5, 10, 20, 30, 45; jam ke-1, 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48, dan 72 setelah pemberian obat. Analisis konsentrasi enrofloksasin dalam plasma menggunakan KCKT. Penelitian mengenai profil farmakokinetik enrofloksasin pada plasma, hati, ginjal dan otot dada broiler setelah pemberian obat secara intravena dengan dosis tunggal 50 mg/kg BB, hingga saat ini belum pernah dilakukan di Indonesia.
Tujuan Penelitian Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui
profil
farmakokinetik
enrofloksasin pada plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler setelah pemberian secara intravena dengan dosis tunggal 50 mg/kgBB .
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang profil farmakokinetik enrofloksasin pada plasma, hati, ginjal, dan otot dada broiler. Data-data parameter farmakokinetik enrofloksasin plasma, hati, ginjal, dan otot dada sangat bermanfaat untuk mengembangkan studi terapi dan klinis berdasarkan rasio PK/PD dan memprediksi residu enrofloksasin dalam jaringan broiler.