PENDAHULUAN Inspektorat Kota Salatiga adalah badan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dengan tugas pokok melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintah daerah dan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan
pemerintah
daerah.
Salah
satu
program
pengawasan
komperhensif yang dilaksanakan adalah melaksanakan evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) di lingkungan kota Salatiga. Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah aktivitas analisis kritis, penilaian yang sistematis, pemberian atribut, pengenalan permasalahan serta pemberian solusi untuk tujuan peningkatan kinerja dan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dimaksudkan untuk membantu Instansi Pemerintah untuk mengukur dan mengevaluasi capaian kinerjanya, serta mempermudah atasan instansi untuk melakukan evaluasi (Menpan Deputi Akuntabilitas Aparatur,2005). Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) ini bertujuan
untuk
memperoleh
informasi
tentang
implementasi
Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan memberikan saran perbaikan dalam meningkatkan kinerja dan penguatan akuntabilitas instansi pemerintah dan unit kerja sesuai dengan prioritas program pemerintah saat ini (Menpan dan RB,2012). Dilihat dari beberapa fenomena yang dipaparkan oleh media cetak dan artikel ditemukan bahwa kementerian atau lembaga atau pemerintah daerah masih mendapatkan hasil penilaian evaluasi LAKIP dari Kementerian PAN-RB dengan hasil yang tidak memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa realita yang tercantum di media cetak atau artikel dibawah ini: “Manajemen Kinerja:Peningkatan Kualitas Penyusunan LAKIP”. Tulisan karya Suhartanto, Ak.MM yaitu: Hasil evaluasi SAKIP yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Pemerintah dan Reformasi Birokrasi masih tetap menunjukkan hasil nilai CC (nilai 50 – 65) yang mengindikasikan nilai “ Cukup (memadai), perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar”. Penyebabnya 1
hasil penilaian yang tidak memuaskan dari evaluasi AKIP yang dilakukan KemenPAN RB masih terdapatnya pelaksanaan evaluasi yang belum tepat dan akurat, seperti para evaluator AKIP yang belum menerapkan prinsip evaluasi “partisipasi dan coevaluation dengan pihak yang dievaluasi dan pelaksanaan evaluasi yang dilakukan lebih banyak melakukan evaluasi terhadap dokumen. “Akuntabilitas Kinerja Jauh dari Target”. Nasional kompas (Sutisna, 2012) yaitu: Jakarta, Kompas - Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah masih jauh dari target. Sangat sedikit pemerintah daerah yang mendapat nilai memadai dalam laporan evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah. Hasil evaluasi 11 pemprov dan 92 pemkab/pemkot mendapat nilai agak kurang dan perlu banyak perbaikan mendasar (C). Adapun 65 pemkab/pemkot lain mendapat nilai kurang dan perlu banyak sekali perbaikan mendasar (D). Hanya 17 pemprov dan 22 pemkab/pemkot yang mendapat nilai memadai dan dianggap perlu banyak perbaikan tidak mendasar (CC). Nilai baik dan perlu sedikit perbaikan (B) diraih dua pemprov, yaitu Jawa Tengah dan Kalimantan Timur, serta satu pemkot, yakni Sukabumi. Tidak ada daerah yang mendapat nilai sangat baik (A), apalagi memuaskan (AA). Kondisi senada juga ditulis oleh Margaretha Hendriani Y, Peneliti Studi Kasus Pada Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul serta Mahasiswa Akuntansi UAJY, dalam tulisan “Evaluasi Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah” yaitu penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Di dinas pendidikan dasar kabupaten bantul, dalam setiap elemen SAKIP yaitu perencanaan strategis, pengukuran kinerja dan penyajian informasi dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah telah sesuai dengan kriteria yang disebutkan dalam pedoman umum evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang diterbitkan oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia. Penelitian
Supartini
(2010)
di
Kabupaten
Kotawaringin
Barat
mengidentifikasi adanya beberapa kendala dalam penyusunan LAKIP SKPD yaitu Kurangnya komitmen pimpinan instansi untuk pelaksanaan SAKIP disamping 2
masalah fungsi pengawasan dan monitoring oleh Inspektorat Kabupaten yang lemah, terbatasnya alokasi anggaran untuk pelaporan dan penyusunan laporan kinerja instansi, terbatasnya SDM dan lemahnya koordinasi antar bidang pada masing-masing SKPD. Fenomena yang dipaparkan beberapa media cetak dan artikel diatas terjadi juga di lingkungan Pemeritah Daerah Kota Salatiga. Hasil Evaluasi LAKIP oleh Inspektorat berdasarkan MENPAN dan RB belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Hal ini dikarenakan hasil nilai yang diperoleh dari 23 SKPD belum memuaskan, hasil perolehan nilainya yaitu B (>65-75) Baik, perlu sedikit perbaikan dan C (>30-50) Kurang, perlu banyak perbaikan, termasuk perubahan yang mendasar. Penyebabnya dikarenakan masih terdapat beberapa kriteria yang tidak dapat dinilai di tingkat SKPD dan pelaksanaan evaluasi yang dilakukan lebih banyak melakukan evaluasi terhadap dokumen. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang proses evaluasi LAKIP terkait aktivitas serta kriteria evaluasi yang ada dalam peraturan terkait serta bagaimana implementasinya oleh inspektorat sebagai evaluator SAKIP pada pemerintah daerah. Adapun rumusan persoalan penelitian adalah Apakah aktivitas dan kriteria Evaluasi LAKIP sudah ditindak lanjuti oleh Inspektorat Kota Salatiga? Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan proses evaluasi serta membandingkan proses tersebut dengan panduan secara nasional yang terdapat dalam berbagai modul dan peraturan terkait. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya tentang proses Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan metode Criteria Referenced Test. Sedangkan bagi Inspektorat Kota Salatiga dapat membantu untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan proses evaluasi yang dilaksankan.
3
TELAAH TEORITIS Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Setiap instansi pemerintah secara periodik wajib mengkomunikasikan pencapaian tujuan dan sasaran strategi organisasi kepada para stakeholder, yang dituangkan melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah media akuntabilitas yang dapat di pakai oleh instansi pemerintah untuk melaksanakan kewajiban menjawab pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). Media akuntabilitas yang dibuat secara periodik memuat informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang memberi amanah atau pihak yang memberi delegasi wewenang, melalui media inilah secara formal dapat dilakukan pertanggungjawaban dan bahan untuk menjawab berbagai permasalahan yang diminta. Oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menentukan fokus perbaikan kinerja
yang
berkesinambungan. Penyusunan LAKIP, dalam SAKIP dilakukan melalui proses penyusunan rencana strategis, penyusunan rencana kinerja, serta pengukuran kinerja dan evaluasi kinerja. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
di
bangun
dan
dikembangkan
dalam
rangka
perwujudan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya pelaksanaan kebijakan dan program yang di percayakan kepada setiap instansi pemerintah, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai (Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2006). Lingkup pelaporan AKIP yang dituangkan dalam laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) adalah kinerja instansi pemerintah dalam arti keberhasilan dan kegagalan pencapaian sasaran dan tujuan instansi pemerintah. laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) secara lebih lengkap meliputi pengungkapan mengenai apa yang diemban instansi, perencanaan strategi,perencanaan kinerja,pengukuran kinerja instansi, evaluasi kinerja, dan analisis akuntabilitas kinerja. Dalam rencana strategi disajikan gambaran singkat mengenai visi,misi,tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, cara mencapai tujuan dan sasaran, serta kebijakan dan program. Sedangkan dalam rencana kinerja diungkapkan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai sasaran sesuai dengan 4
program untuk tahun yang bersangkutan. Dalam pengungkapan akuntabilitas kinerja instansi, selain dipaparkan hasil pengukuran kinerja evaluasi kinerja dan analisis akuntabilitas kinerja, juga diuraikan secara sistematis keberhasilan atau kegagalan, hambatan atau kendala, dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-langkah antisipasif yang akan diambil oleh instansi. Selain itu, lingkup pelaporan AKIP juga meliputi akuntabilitas keuangan yang menyajikan alokasi dan realisasi anggaran bagi pelaksana tupoksi atau tugas-tugas lainya, termasuk analisis mengenai capaian indikator kinerja instansi. untuk lebih memfokuskan pelaporan AKIP ini maka substansi yang dilaporkan hendaknya lebih ditekankan pada kinerja unit utama atau program-program utama dari organisasi. Dengan tidak mengurangi pentingnya unit-unit yang bersifat penunjang dan programprogram penunjang maupun aktivitas penunjang, pelaporan kinerja unit utama dan program utama hendaknya mendapat perhatian yang lebih besar dari pimpinan instansi yang menyusun Laporan Akutabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) (Pusdiklatwas BPKP-2007). Pusdiklatwas
BPKP-2007,
Laporan
Akutabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah (LAKIP) yang disampaikan oleh pemerintah antara lain bermanfaat untuk:
Meningkatkan akuntabilitas, kredibilitas instansi yang lebih tinggi dan akhirnya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi.
Umpan balik untuk peningkatan kinerja instansi pemerintah, antara lain melalui perbaikan penerapan fungsi-fungsi manajemen secara benar, mulai dari perencanaan kinerja hingga kepada evaluasi kinerja, serta pengembangan nilai-nilai akuntabilitas di lingkungan instansi tersebut.
Mengetahui dan menilai keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab instansi.
Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebijakan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. 5
Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel, sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masarakat dan lingkungan.
Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pelaksanaan evaluasi atas kegiatan atau program suatu instansi pemerintah merupakan tugas para pejabat publik yang diberikan wewenang, untuk itu evaluasi sama pentingnya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya yaitu perencanaan, pengorganisasian atau pelaksanaan, pemantauan (monitoring) dan pengendalian. Evaluasi adalah proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis yang diperlukan dalam rangka pengambilan keputusan, (GAO, 1992:4). Evaluasi akan menghasilkan umpan balik dalam kerangka efektivitas pelaksanaan kegiatan organisasi. Pengertian lain dikemukakan oleh Peter H, Rossi (1993:5) menyebutkan bahwa evaluasi merupakan suatu aplikasi penilaian yang sistematis terhadap konsep, desain, implementasi dan manfaat aktivitas dan program dari suatu instansi pemerintah. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk menilai dan meningkatkan cara-cara dan kemampuan berinteraksi instansi pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerjanya. Fungsi dari evaluasi atau penilaian kinerja di antaranya: a. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan kinerja organisasi. b. Untuk memberikan masukan dalam mengatasi masalah yang ada, dengan kata lain penilaian kinerja mempunyai dua fungsi utama yaitu: Untuk mengetahui apakah kinerja organisasi berhasil atau gagal dalam mencapai target atau tujuan yang telah ditemukan sebelumnya. Penilaian kinerja berfungsi untuk memberikan masukan dalam mengatasi masalah yang dapat menyebabkan kinerja organisasi gagal dalam mengatasi masalah yang dapat menyebabkan kinerja organisasi gagal dalam mencapai tujuannya (BPKP dan LAN,2000). Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah aktivitas penilaian yang sistematis, pemberian atribut, pengenalan permasalahan serta pemberian solusi untuk tujuan peningkatan kinerja dan 6
akuntabilitas instansi pemerintah. Evaluasi LAKIP ini bermanfaat dalam mengarahkan instansi pemerintah untuk meningkatkan kinerja dan mencapai visi dan misi instansi pemerintah. Menurut Pusdiklatwas BPKP 2010, Dalam pelaksanaan Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), tujuan pelaksanaan evaluasinya adalah : 1. Mendapatkan informasi mengenai implementasi sistem AKIP pada evaluatan meliputi: gambaran tentang implementasi SAKIP, identifikasi kendala atau hambatan dan kelemahan implementasi SAKIP dan informasi mengenai keterkaitan antara resentra dan LAKIP. 2. Untuk memberikan penilaian terhadap implementasi sitem AKIP. 3. Untuk memberikan saran perbaikan terhadap implementasi sistem AKIP yang digunakan untuk peningkatan kinerja organisasi instansi dan peningkatan akuntabilitasnya. Menurut Pusdiklatwas BPKP 2010, Alasan perlunya evaluasi dalam suatu proses implementasi akuntabilitas adalah: 1. Untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pengolaan aktivitas organisasi yang lebih baik. 2. Untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi. 3. Untuk memberikan informasi yang lebih memadai dalam menunjang proses pengambilan keputusan. 4. Meningkatkan pemanfaatan alokasi sumber daya yang tersedia. 5. Sebagai dasar peningkatan mutu informasi mengenai pelaksanaan kegiatan organisasi. 6. Mengarah pada sasaran dan memberikan informasi kinerja. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/135/M.PAN/9/2004 fokus evaluasi LAKIP dapat diarahkan sesuai tujuan evaluasi,yaitu: Evaluasi atas proses atau penerapan Sistem AKIP. Evaluasi atas keluaran (output). Evaluasi atas hasil dan manfaat keluaran (Outcome). Evaluasi atas dampak (Impact) 7
Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
KEP/135/M.PAN/9/2004 menetapkan bahwa evaluasi atas penerapan sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dilakukan dengan meneliti setiap elemen dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yaitu: Evaluasi atas Perencanaan Strategis. Evaluasi yang dilakukan atas perencanaan strategis meliputi evaluasi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai tujuan dan sasaran serta pemanfaatan rencana strategis. Evaluasi atas Sistem Pengukuran Kinerja. Evaluasi yang dilakukan terhadap sistem pengukuran kinerja meliputi evaluasi atas indikator kinerja, perencanaan kinerja dan cara pengukuran kinerja. Evaluasi atas Penyajian Informasi dalam LAKIP. Evaluasi atas penyajian informasi dalam LAKIP dapat dilakukan dengan menelaah dokumen LAKIP dan menggali informasi mengenai penggunaan informasi dalam LAKIP. Evaluasi ini menitik beratkan pada format penyajian laporan dan isi informasi yang dilaporkan dalam LAKIP.
Metode Evaluasi LAKIP Metode adalah suatu cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian tujuan merupakan faktor utama dalam menentukan baik tidaknya penggunaan suatu metode. Metode yang dipakai dalam evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) disesuaikan dengan tujuan evaluasi dan mempertimbangkan kendala yang ada.oleh karena itu metode yang dipakai dalam evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) lebih merupakan metode yang pragmatis. Langkah pragmatis ini di ambil agar dapat lebih cepat menghasilkan rekomendasi hasil evaluasi yang memberikan petunjuk untuk perbaikan implementasi SAKIP dan peningkatan akuntabilitas kinerja instansi. Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) pada dasarnya adalah evaluasi yang dilakukan baik secara 8
pragmatis maupun secara ilmiah terapan yang dilakukan secara mendalam ( Menpan Deputi Akuntabilitas Aparatur,2005). Berdasarkan Menpan Deputi Akuntabilitas Aparatur (2005), evaluasi atas implementasi SAKIP merupakan salah satu hal yang dilaksankan dalam mengevaluasi LAKIP dapat menggunakan beberapa metode yaitu logic model atau program dan criteria referenced test. Dua metode ini dapat dilaksankan dalam rangka mengidentifikasi apa yang ada dan kemudian membandingkannya dengan yang seharusnya. Mengevaluasi LAKIP baik isi substansi maupun bentuk atau format penyajian dan pengungkapannya dapat dilakukan dengan metode Criteria Referenced Test. Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan dan mudah digunakan dalam melakukan evaluasi diberbagai bidang. Metode criteria refrenced test merupakan metode yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan evaluasi LAKIP. Dalam penerapannya metode ini harus dilaksankan dengan tepat sehingga kesalahan metodelogi dalam evaluasi dapat dihindarkan. Adapun beberapa kelebihan dari metode ini adalah dapat membantu proses evaluasi menjadi lebih cepat karena menggunakan penilaian acuan patokan (PAP), dari segi biaya lebih murah dan metode ini lebih banyak digunakan jika yang akan dievaluasi oleh pihak evaluator tidak hanya satu jenis kategori LAKIP. Evaluasi LAKIP dengan metode ini dapat dikategorikan kedalam kelompok besar berdasarkan apa yang akan dievaluasi,yaitu evaluasi atas penyajian dan pengungkapan informasi dalam LAKIP, evaluasi tas sistem AKIP dan evaluasi kinerja instansi dari kebijakan, program dan kegiatannya (Menpan Deputi Akuntabilitas Aparatur ,2005). Pemakaian metode ini dapat dilakukan dari yang sederhana dengan kriteria yang sedikit sampai pada yang rumit dan bertingkat-tingkat. Metode ini dapat digunakan untuk menilai secara bertahap langkah demi langkah (Step by step assessment) setiap komponen AKIP ataupun penilaian secara keseluruhan (Overall assessment) dengan kriteria masing-masing komponen yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria evaluasi sebagaimana tertuang dalam Lembar Kriteria Evaluasi (LKE) akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 9
Evaluasi dengan metode ini mencakup 2 (dua)yaitu perancangan dan penilian SAKIP, langkah-langkah atau tahap-tahap ini sebagai berikut : 1) Perancangan penilaian SAKIP. Dalam langkah perancangan struktur yang harus diperhatikan adalah apa yang dinilai, apa kriterianya, bagaimana penghitungan, pembobotan setiap kriteria, dan petunjuk atau uraian setiap kriteria. Pada tahap perancangan terdapat 4 (empat) langkah yaitu sebagai berikut : a.
Mengidentifikasi apa yang harus dinilai atau diukur. Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi yang akan
dinilai atau diukur yaitu: Dalam Evaluasi LAKIP yang dinilai atau di ukur adalah komponenkomponen sistem AKIP, kegiatan, program dan kebijakan. Menentukan struktur yang akan dinilai dari yang terkecil (paling rinci) yaitu Sub komponen sampai komponen besar. b. Menetapkan nilai (score) untuk setiap hal yang dinilai. Pada tahap menetapkan nilai terdapat 2 tahap yang dilaksankan yaitu: Pemilihan continumn nilai tertentu. Pemilihan score ini juga harus dikaitkan dengan klasifikasi hasil penilaian. Jika klasifikasi yang dibuat hanya perlu penggolongan (pengkatagorian) yang sedikit maka pertimbangan yang dilakukan pihak penilai semakin berat. Akan tetapi jika penggolongan itu banyak, dengan kata lain rentangnya panjang maka akan lebih mudah untuk memberikan nilai. misalnya: 0,1 1,2,3 1,2,3,4 dst Pemilihan rentang nilai. Pemilihan rentang nilai ini juga harus dikaitkan dengan tujuan penilaian. Adapun hal-hal yang perlu di perhatikan dalam menentukan rentang nilai adalah : Membahas rentang nilai diantara para perancang evaluasi.
10
Mempertimbangkan perhitungan secara kuantitatif, sehingga dapat ditentukan dan dipenuhi atau tidak suatu kriteria. Penilaian ini juga harus mengarah kepada simpulan hasil assessment terhadap yang dinilai. Pemberian nilai untuk setiap kriteria akan berbeda-beda baik unsur bukti pemenuh kriteriannya maupun proses pengumpulan bukti tersebut, kelengkapannya serta keyakinan penilai. c.
Merancang Agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian. Dalam merancang agresi ini tersedia 2(dua) kemungkinan yaitu: Dilakukan agresi secara rata-rata. Pada kemungkinan pertama ini dilakukan secara menyeluruh yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu rata-rata sederhana (simple average) atau rata-rata terimbang (weighted average). Jika menggunakan rata-rata terimbang maka diperlukan pembobotan pada setiap kriteria yang dinilai. Memberikan judgment berdasarkan unsur kriteria yang penting, kemudian mengungkapkannya. Berdasarkan setiap sub komponen akan dibagi kedalam beberapa pertanyaan yang sebagai kriteria pemenuh sub-komponen tersebut. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang langsung dapat
dijawab sesuai
dengan
pemenuhan kriteria tidak memerlukan judgement seperti ya/tidak, sedangkan untuk a/b/c/d/e merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan judgement dari evaluator. d. Memberikan interpretasi nilai. Pada tahap memberikan interpretasi nilai, evaluator memberikan interpretasi dari proses agregasi. Interpretasi ini menyangkut tafsir, sehingga tafsiran berarti menilai obyek evaluasi dan menentukan dampak penilaian tersebut. Interpretasi nilai dan penggunaannya harus diatur dalam sebuah petunjuk evaluasi, sehingga evaluator dapat menarasikan dalam Laporan Hasil Evaluasi (LHE). LHE di susun dengan tujuan mengungkapkan hal-hal penting bagi perbaikan kinerja organisasi pemerintah yang dievaluasi. Permasalahan atau temuan hasil evaluasi dan saran perbaikannya harus diungkapkan secara jelas dan
11
dikomunikasikan kepada pihak yang dievaluasi untuk mendapatkan konfirmasi ataupun tanggapan secukupnya. 2.
Penilaian SAKIP Unit Kerja. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan riviu beberapa komponen yang
dianggap penting. terdapat 5 komponen penting dalam SAKIP yang di evaluasi yaitu: 1.
Perencanaan Kinerja.
2.
Pengukuran Kinerja.
3.
Evaluasi Kinerja.
4.
Pelaporan Kinerja.
5.
Capaian Kinerja.
Masing-masing kelompok dapat diteliti lebih mendalam lagi seperti, evaluasi sub komponen,dokumen dan kriteria yang dipakai dalam menilai masingmasing komponen yang perlu dievaluasi dan diambil dari berbagai sumber (Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012). Adapun Langkahlangkah penilaian sebagai berikut: a.
Memberi skor bobot pada setiap komponen dan sub-komponen.
b.
Setiap sub-komponen dibagi kedalam beberapa pertanyaan sebagai criteria pemenuh sub-komponen.
c.
Setiap pertanyaan diberi nilai dengan memberikan jawaban yang sesuai dengan kriteria pemenuh sub-komponen. Dalam memberikan jawaban terdapat 2 tipe jawaban yang sesuai dengan kriteria pemenuh sub-komponen,yaitu: Setiap jawaban “YA” nilainya 1, sedangkan jawaban “Tidak” maka nilainya 0. Untuk jawaban a/b/c/d/e penilaian didasarkan judgment evaluator dengan kriteria yang sudah titetapkan.
d.
Penyimpulan atas hasil review terhadap AKIP yang dilakukan dengan angka tertimbang.
e.
Setelah setiap pertanyaan diberikan nilai maka melakukan penyimpulan.
12
Nilai hasil akhir dari penjumlahan komponen komponen akan disimpulkan sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini merupakan sebuah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Studi kasus merupakan metode yang sesuai bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan apa, mengapa atau bagaiman, bila penulis hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bila fokus penelitiannya terletak pada fenomena masa kini dalam konteks kehidupan nyata (Yin 2006). Oleh karena itu metode studi kasus sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini karena penulis ingin mengetahui proses evaluasi LAKIP baik terkait aktivitas serta kriteria evaluasi yang dilaksankan oleh Inspektorat Kota Salatiga. Data penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1.
Wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait langsung dalam
kegiatan evaluasi LAKIP oleh Inspektorat pada Bagian Auditor yakni: a) Ketua tim audit Inspektorat . Wawancara terhadap Ketua tim audit Inspektorat dilakukan dengan pertimbangan bahwa bagian Ketua tim audit inspektorat merupakan penanggung jawab fungsi pelaksanaan evaluasi LAKIP yang bertugas melakukan koordinasi dalam pelaksanaan dan pelaporan evaluasi LAKIP di lingkungan Inspektorat Salatiga. b) Anggota tim audit. Wawancara terhadap anggota tim audit dilakukan karena merupakan pihak yang secara teknis bertugas sebagai pelaksana evaluasi LAKIP yang dimulai dengan pengumpulan data dan pengolaan data, penyusunan data sampai dengan pelaporan LAKIP ke Bagian sekretariat Inspektorat Salatiga. 2.
Pengumpulan informasi melalui data atau arsip. Penulis mengumpulkan informasi dengan cara membaca beberapa
dokumen atau data atau arsip yang terkait yaitu Peraturan Permenpan dan 13
Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012,
Kementrian Pendayagunaan
Aparatur Negara Deputi Akuntabilitas Aparatur 2005 tentang beberapa tehnik evaluasi, Lembar kriteria evaluasi, Template kertas kerja evaluasi, Lembar kertas kerja evaluasi sasaran (KKE2), Laporan Hasil Evaluasi LAKIP dengan tujuan dapat membantu penulis dalam menarik kesimpulan dalam masalah penelitian yang telah dirumuskan. Adapun langkah analisis penelitian mencakup : 1.
Identifikasi proses evaluasi LAKIP dengan metode criteria referenced test berdasarkan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012.
2.
Identifikasi proses evaluasi LAKIP dengan metode criteria referenced test di Inspektorat Salatiga.
3.
Membandingkan Praktek evaluasi LAKIP oleh Inspektorat Kota Salatiga dengan Panduan dalam berbagai dokumen terkait.
4.
Identifikasi penyimpangan dan penyebabnya.
ANALISIS DAN BAHASAN ANALISIS DATA Gambaran Umum Objek Penelitian. Inspektorat Kota Salatiga dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011. Sebagai lembaga pengawasan yang bertanggung jawab kepada Walikota, Inspektorat
mempunyai
tugas
pokok
melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan urusan pemerintah daerah dan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah.Inspektorat berperan dalam mewujudkan Good Local Governance melalui pengawasan intern.
Struktur Organisasi Inspektorat. Sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Pasal 26 disebutkan bahwa susunan organisasi perangkat daerah inspektorat terdiri dari 1(satu) sekretariat 14
yang terdiri dari
3(tiga) subbagian, 4(empat) inspektur pembantu dan kelompok jabatan fungsional. Sehubungan dengan hal tersebut, terhitung bulan September 2012, jabatan kasi pengawas pemerintah (elsoen IV) dihapus dan dialihkan menjadi jabatan fungsional yaitu pejabat pengawas pemerintah urusan pemerintah daerah (P2UPD). Struktur Organisasi Inspektorat dapat dilihat pada gambaran berikut:
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Inspektorat Salatiga.
Sumber : Inspektorat Kota Salatiga.
Tugas Pokok Dan Fungsi Inspektorat. Berdasarkan Peraturan Walikota Salatiga Nomor 55 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Pejabat Struktural pada Lembaga Teknis Daerah dan Satuan dijabarkan sebagai berikut: Kelompok Jabatan Fungsional. Tugas pokoknya: melaksanakan kegiatan yang menunjang pelaksanaan tugas pokok. Fungsinya: sesuai dengan keahlian bidang masing-masing dari inspektorat.
Sumber Daya Manusia. Sumber daya manusia yang dimiliki Inspektorat Kota Salatiga adalah 36 (tiga puluh enam) orang dengan rincian sebagai berikut:
15
Tabel 4.1 SDM Inspektorat Salatiga. Uraian Jumlah
No 1. 2. 3.
Menurut Tingkat Pendidikan Pegawai Berdasarkan Pangkat Pejabat Fungsional
49 35 17
Sumber Inspektorat Kota Salatiga.
Manfaat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan Laporan pertanggung jawaban yang diperoleh dari hasil pengukuran kinerja yang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut hasil wawancara dengan ketua tim audit inspektorat, mengatakan:
“Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) ini bentuk laporan pertanggung jawaban. Fungsinya bagi kami maupun SKPD tidak hanya alat ukur kinerja tetapi juga untuk hubungan kerja antar tim tiap bagian karenakan untuk menyusun LAKIP harus ada komunikasi tiap bagian untuk memperoleh informasi. Untuk tujuan dari LAKIP ini sendiri tentunya untuk pertanggung jawaban dan untuk mewujudkan akuntabilitas serta perbaikan di kedepannya.” Beliau juga menjelaskan:
“Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, untuk menyusun LAKIP itu ada acuannya, jadi acuan atau pedomannya itu sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan penetapan kinerja dan Pelaporan AKIP. Untuk menyusun LAKIP beberapa dokumen yang dibutuhkan seperti Dokumen Rencana Strategis, Dokumen Penetapan Kinerja, Analisis Capaian Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan.”
16
Sedangkan Untuk sistematika penyusunan LAKIP yang digunakan adalah sebagai berikut: Gambar 4.2 Sistematika Penyusunan LAKIP
Sumber: Inspektorat Kota Salatiga.
Beliau berkata: “Ya jadi dengan menyusun dan melaporkan LAKIP itu ada manfaat ya dek bagi Instansi pemerintah. salah satunya untuk menilai kinerja program 17
yang dilaksanakan setiap instansi. Tetapi balik lagi dari masing-masing instansi itu sendiri apakah LAKIP sudah bermanfaat bagi mereka, jika cuma dianggap sebagai bentuk laporan saja, ya bisa dibilang LAKIP belum memiliki manfaat bagi Instansi tersebut.”
Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Ruang
Lingkup
Evaluasi
Laporan
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah (LAKIP). Mengevaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) baik isi substansi maupun bentuk atau format penyajian dan pengungkapan dapat dilakukan dengan metode criteria refrenced test. Berdasarkan Menpan deputi akuntabilitas aparatur tentang beberapa tehnik evaluasi evaluasi (2005) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dengan metode ini dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok besar yang akan di evaluasi yaitu: (1) evaluasi atas penyajian dan pengungkapan infromasi, (2) evaluasi atas sistem AKIP, dan (3) evaluasi kinerja instansi dilihat dari segi kebijakan, program dan kegiatannya. Melihat luasnya lingkup evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), maka evaluator harus menentukan prioritas sesuai kelompok mana yang akan dievaluasi. Dalam Pelaksanaannya, evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) unit kerja yang dilaksanakan oleh Audit Inspektorat Kota Salatiga pada tahun 2013 masih seperti tahun sebelumnya, yaitu difokuskan evaluasi atas SAKIP. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ketua tim audit inspektorat berikut ini,
“Fokus evaluasi yang kami laksanakan itu hanya evaluasi atas penerapan SAKIP dan menyusun hasil pemeringkatan saja yang sudah ditetapkan oleh Permenpan dan RB Nomor 25 tahun 2012.”
18
Beliau menambahkan, “ untuk evaluasi atas penyajian dan pengungkapan infromasi dan evaluasi kinerja instansi dilihat dari segi kebijakan, program dan kegiatannya itu tidak kami evaluasi karena tingkat kota.”
Pada prakteknya evaluasi SAKIP yang dilaksanakan oleh Inspektorat dilakukan secara mendalam dan rinci atau hanya merivew beberapa komponen yang terkait. Beberapa komponen penting dalam SAKIP yang dievaluasi dapat dibagi menjadi 5 (lima) kelompok yaitu: perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan pencapaian sasaran atau kinerja organisasi (Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012).
Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa 5 (lima) komponen tersebut tidak semuanya dievaluasi pada tingkat SKPD namun hanya 3 (tiga) komponen saja yaitu Evaluasi Perencanaan kinerja, Evaluasi Pengukuran kinerja, Evaluasi Pelaporan Kinerja. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ketua tim audit inspektorat berikut ini, “ mengevaluasi 3 (tiga) komponen saja, karena yang dapat dinilai sesuai dengan tingkat SKPD, sedangkan kalau tingkat kota memang menilai ke 5 (lima) komponen. Jadi disesuaikan dengan kondisi SKPD, kalau tidak seusai kondisi SKPD jadi tidak bisa dinilai. Misalnya di peraturan harus menilai IKU, tapi karena belum di berlakunya IKU di SKPD maka kami tidak bisa menilai IKU. ” Evaluasi LAKIP yang dilaksanakan Inspektorat hanya mencakup 3 (tiga) komponen saja yaitu Evaluasi Perencanaan kinerja, Evaluasi Pengukuran kinerja dan Evaluasi Pelaporan Kinerja. Karena disesuaikan dengan kondisi yang dapat dinilai di tingkat SKPD.
19
Langkah-langkah evaluasi SAKIP dengan criteria referenced test. 1.
Perancangan penilaian SAKIP. Mengevaluasi
SAKIP
dengan
metode
criteria
referenced
test
membutuhkan perancangan struktur yang akan dinilai dan kriterianya. Pada langkah perancangan, terdapat 4 (empat) tahap yang perlu diperhatikan yaitu (1) mengidentifikasi yang dinilai atau diukur, (2) menetapkan nilai (score) untuk yang dinilai, (3) merancang agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian, dan (4) memberikan interpretasi dari nilai yang didapat dari proses agregasi (Menpan deputi akuntabilitas aparatur tentang beberapa tehnik evaluasi evaluasi 2005). Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahap perancangan yang ada di Inspektorat. hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara terkait dengan langkah-langkah perancangan berikut ini: a. Mengidentifikasi komponen yang akan dinilai atau di ukur. Mengidentifikasi komponen yang akan dinilai atau di ukur adalah langkah pertama dalam perancangan yang harus dilaksanakan. Pada tahap ini terdapat 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan yaitu menetapkan komponen-komponen, menetapkan struktur penilaian dari sub-komponen sampai komponen besar, menetapkan
bobot
nilai
dan
menetapkan
kriteria
nilai
(Kementrian
pendayagunaan aparatur negara deputi akuntabilitas aparatur,2005). Sedangkan pada prakteknya, Inspektorat belum melaksankan tahap perancangan ini. Hal ini diperjelas pada wawancara berikut ini,
“menetapkan komponen ya, itu belum terlaksana di Inspektorat. Karena kan udah ada di Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 kriterianya dan komponen serta sub-komponen yang dinilai. Kalaupun ada perubahan komponen di kertas kerja evaluasi ya yang mengetahui BPKP.”
Beliau menambahkan, “ya sebenarnya perlu mengidentifikasi komponen, tujuannya agar bisa disesuaikan juga dengan kondisi SKPD. Kan tidak semua komponen bisa 20
dinilai di SKPD salatiga. Salah satunya ya ketika belum berlakunya IKU, padahal sesuai peraturan kan harus dinilai, otomatis tetap dinilai tapi hasilnya jelek karena belum di berlakukan. Contoh lain ketika ada perubahan komponen kami kurang tahu penyebab perubahan, karena Cuma ikut peraturan saja, coba kalau merancang pasti hasinya akan lebih berbeda. Ya karena ada beberapa kondisi-kondisi yang tidak mendukung seperti tidak disahkannya peraturan yang menyangkut bahwa kami juga ikut serta dalam pelaksanaan perancang atau modul perancangan yang dapat kami gunakan. Sehingga yang kami harus laksankan hanya pada penilaian saja.” b. Menetapkan nilai (score) untuk yang dinilai. Pada tahap ini untuk menyedikan nilai atau skor perlu menentukan continium nilai dan pemilihan rentang nilai agar sesuai dengan tujuan dari penilaian (Kementrian pendayagunaan aparatur negara deputi akuntabilitas aparatur,2005). Pada prakteknya audit Inspektorat dalam tahap perancangan melaksanakan tahap ini. hal tersebut dikarenakan continium nilai yang digunakan baik dari segi rentang nilai dan opsi jawaban penilaian ditetapkan oleh audit Inspektorat di KKE. Hal ini diperjelas dalam wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
“ kami menetapkan tahap ini juga,tapi langsung pada proses perhitungan yang kami laksankan pada kertas kerja evaluasi (KKE) yang digunakan.” Dalam memberi nilai yang perlu diingat adalah range atau rentang nilainya. Pemberian nilai setiap kriteria akan berbeda-beda baik unsur bukti pemenuh kriterianya maupun proses pengumpulan bukti tersebut, kelengkapanya serta keyakinan penilainya (Menpan deputi akuntabilitas aparatur tentang beberapa tehnik evaluasi evaluasi 2005). Pada prakteknya, tahap perancangan ini telah dilaksankan oleh audit Inspektorat baik dari segi pemberian nilai setiap kriteria yang disesuaikan dengan unsur bukti pemenuh kriterianya maupun proses pengumpulan bukti. Hal tersebut terungkap dalam wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini, 21
“Tahap ini kami lakukan, pemberian nilai setiap kriteria kami sesuaikan dengan unsur bukti pemenuh kriterianya serta proses pengumpulan buktinya, setelah itu kami sesuaikan dengan kriteria evaluasinya.”
Beliau menambahkan,
“misalnya, di dalam komponen perencanaan kinerja di sub komponen pemenuh renstra, unsur bukti pemenuh kriteriannya adalah dokumen renstra SKPD telah ada, dokumen renstra SKPD memuat visi,misi,tujuan dkk. Proses pengumpulan buktinya dilihat dari apakah telah memuat keseluruhan substansi komponen tersebut.kemudian hasil presentase yang dihasilkan disesuaikan dengan rentang nilai yang telah ditetapkan berdasarkan kriteria evaluasi.”
c.
Merancang agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian secara kuantitatif. Dalam merancang agregasi ini tersedia dua kemungkinan yaitu, pertama,
dilakukan agregasi secara rata-rata dan kedua, memberikan judgment berdasarkan unsur kriteria yang penting saja. Pada kemungkinan pertama, bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu rata-rata sederhana (simple average) atau rata-rata tertimbang (weighted average). Untuk rata-rata tertimbang maka diperlukan pembobotan pada setiap kriteria yang dinilai (Menpan deputi akuntabilitas aparatur tentang beberapa tehnik evaluasi evaluasi 2005). Pada pelaksanaannya untuk tahap merancang agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian secara kuantitatif belum dilaksanakan oleh Inspektorat baik dari segi agregasi maupun judgment. Hal tersebut dapat dilihat dari wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
“ Kalau agregasi itu dapat dilihat di templet kertas kerja evaluasi (KKE) itu sudah menggunakan rata-rata tertimbang untuk setiap bobot yang 22
ditetapkan sesuai criteria. Karenakan juga penilaian yang digunakan sederhana tidak terlalu mendalam, Cuma melihat ada tidaknya dokumen sehingga tidak perlu pakai rumusan perhitungan lain. Kemudian untuk judgment biasa kami gunakan untuk pertanyaan yang tidak dapat langsung dijawab, contohnya ya jawaban untuk opsi a/b/c/d/e. Ini dilakukan hanya untuk melihat keselarasan saja dengan dokumen.”
d. Memberikan interpretasi dari nilai yang didapat dari proses agregasi. Interpretasi ini menyangkut tafsiran. Tafsiran berarti menilai obyek evaluasi dan menentukan dampaknya (Menpan deputi akuntabilitas aparatur tentang beberapa tehnik evaluasi evaluasi 2005). Pada tahap interpretasi yang dilakukan oleh Inspektorat dilaksanakan setelah hasil perhitungan yang kemudian di tulis dalam laporan hasil evaluasi. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
“ Interpretasi setelah penilaian semua komponen, kemudian dilihat sekornya dan disesuaikan kriteria katagori range yang ditetapkan, kemudian memberikan saran atau masukan yang kemudian dinarasikan di laporan hasil evaluasi.”
Berdasarkan dari beberapa pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa langkah perancangan di inspektorat belum seluruhnya terlaksana. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa tahap yaitu mengidentifikasi komponen yang akan dinilai atau di ukur dan merancang agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian secara kuantitatif belum terlaksana. Sedangkan dua tahap lainnya seperti tahap menetapkan nilai (score) untuk yang dinilai dan memberikan interpretasi dari nilai yang didapat dari proses agregasi telah dapat terlaksana dan sesuai dengan kriteria evaluasi yang telah ditetapkan dalam Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
23
“ jadi belum dapat terlaksana secara keseluruhan, karena sudah ada yang ditetapkan atau dirancang oleh peraturan dan faktor tidak adanya pedoman berupa modul perancangan sebagai acuan kami, sehingga yang sudah terlaksana hanya ada dua saja. Pada tahap assessment dan interpretasi nilai.”
2.
Penilaian SAKIP Unit Kerja. Tahap selanjutnya adalah penilaian. penilaian dengan menggunakan
metode ini memerlukan perhitungan, pembobotan setiap criteria dan petunjuk atau uraian setiap kriteria. Pada tahap ini terdapat beberapa langkah yang harus dilaksanakan baik secara step by step assessment maupun overall assessment yang meliputi perhitungan, pembobotan setiap kriteria yang dapat dilihat dari lembar kriteria evaluasi (LKE) (Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012). Pada tahap penilaian yang dilaksankan oleh inspektorat dilaksanakan secara step by step maupun overall assessment terhadap 5(lima) komponen yang dinilai. Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
“ Step by step assesment dari dokumen-dokumen terkait, kemudian sub komponen sampai komponen besarnya yang disesuaikan dengan criteria evaluasi yang bersumber dari buku, modul dkk. Sedangkan yang overall assessment
dari
komponen
besarnya
ketika
sudah
melaksankan
perhitungan keseluruhan.”
Pada tahap penilaian SAKIP terdapat 4 (empat) langkah penilaian yang harus dilaksanankan yaitu memberi skor bobot pada setiap komponen dan subkomponen. Setiap sub-komponen dibagi kedalam beberapa pertanyaan sebagai kriteria pemenuh sub-komponen, setiap pertanyaan diberi nilai dengan memberikan jawaban yang sesuai dengan kriteria pemenuh sub-komponen dan penyimpulan atas hasil review terhadap AKIP yang dilakukan dengan angka tertimbang (Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012).
24
a.
Memberi skor bobot pada setiap komponen dan sub-komponen.
Komponen dan sub-komponen penilaian di beri skor. Berdasarkan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 alokasi nilai yang diberikan setiap komponen dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 4.2 Komponen Penilai. No 1
Komponen Perencanaan Kinerja
Bobot
Sub-Komponen Rencana Strategis (12,5%)
35% 1. Pemenuh Renstra. 2. Kualitas Renstra. 3. Implementasi Renstra Perencanaan Kinerja Tahunan (22,5%) 1. Pemenuh Perencanaan Kinerja Tahunan (4,5%) 2. Kualitas Perencanaan Kinerja Tahunan (11,25%) 3. Implementasi Perencanaan Kinerja Tahunan (6,75%)
2
Pengukuran Kinerja
Pemenuhan Pengukuran (4%) 20% Kualitas Pengukuran (10%) Implementasi Pengukuran (6%)
3
Pelaporan Kinerja
Pemenuh Pelaporan (3%) 15% Penyajian Informasi Kinerja (8%) Pemanfaatan Informasi Kinerja (4%)
4
Evaluasi Kinerja
Pemenuhan Evaluasi (2%) 10% Kualitas Evaluasi (5%) Pemanfaatan Hasil Evaluasi (3%)
5
Capaian Kinerja
Kinerja yang di laporkan (output) (5%) 20% Kinerja yang di laporkan (Outcome) (5%) Bencchmark kinerja (5%) Kinerja Dari penilaian Stakeholder (5%)
Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Pada prakteknya pada tahap memberi skor bobot pada setiap komponen dan sub-komponen belum dapat sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012, hal tersebut dikarenakan hanya memberi skor pada 3 (tiga) komponen yaitu perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja. Sedangkan komponen evaluasi kinerja dan pencapaian kinerja tidak diberi skor dikarenakan tidak sesuai dengan penilaian tingkat SKPD. Hal 25
tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dari masing-masing komponen dan sub-komponen penilaian anggota tim audit Inspektorat berikut ini, 1) Komponen Perencanaan Kinerja. Bobot komponen perencanan kinerja yang diberikan oleh audit Inspektorat untuk masing-masing komponen dan sub-komponen masih terdapat perbedaan dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012, hal tersebut dikarenakan sub-komponen yang dijabarkan berbeda dengan kertas kerja evaluasi (KKE) yang digunakan audit Inspektorat sehingga bobot yang digunakan di sesuaikan penjabaran dari komponen tersebut. Hal tersebut diperjelas dari hasil wawancara dengan anggota tim audit Inspektorat berikut ini, “ kami ini pakai format tahun lalu, jadi bobot sesuai format lama. Format lama yang kami gunakan penjabaran sub-komponennya berbeda dengan yang tahun 2012. Tapi total keseluruhan bobot komponen itu tetap sama. jadi menurut kami format tahun 2012 itu juga tidak berpengaruh bagi penilaian , mungkin bedanya format lebih ringkas penyusunannya, karena ada penggbungan sub komponen saja. Sehingga bobotnyapun berbeda, tapi tetap yang dokumen-dokumen yang dinilai didalamnya sama.” 2) Komponen Pengukuran kinerja. Bobot komponen pengukuran kinerja yang diberikan oleh audit Inspektorat untuk masing-masing komponen dan sub-komponen penilai telah sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dapat dilihat dari kertas kerja evaluasi (KKE) yang digunakan audit Inspektorat untuk kedua komponen ini bobot yang digunakan tidak berbeda. 3) Komponen Pelaporan Kinerja. Bobot komponen pengukuran kinerja yang diberikan oleh audit Inspektorat untuk masing-masing komponen dan sub-komponen penilai telah sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dapat dilihat dari kertas kerja evaluasi (KKE) yang digunakan audit Inspektorat untuk kedua komponen ini bobot yang digunakan tidak berbeda.
4) Evaluasi Kinerja. Bobot komponen evaluasi kinerja dan komponen pelaporan kinerja yang diberikan oleh audit Inspektorat untuk masing-masing komponen dan subkomponen penilai belum sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dikarenakan evaluasi kinerja tidak dapat 26
digunakan untuk menilai pada tingkat SKPD sehingga tidak diberi bobot oleh Inspektorat. 5) Komponen Capaian Kinerja. Bobot komponen capaian kinerja dan komponen pelaporan kinerja yang diberikan oleh audit Inspektorat untuk masing-masing komponen dan subkomponen penilai belum sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara dengan anggota tim audit Inspektorat berikut ini,
“ karena penilaian kami Cuma 3 (tiga) komponen, maka bobot Cuma 70%. Sedangkan bobot yang harus dilaporkan itu 100%. Jika Cuma 70% kan tidak bisa dilihat hasilnya, maka kami untuk menjadikan bobot 100%, Kami memilih menilai komponen ke 5(lima) yaitu komponen capaian kinerja.”
Beliau menambahkan, “ Padahalkan komponen ke 4 dan 5(lima) seperti evaluasi kinerja dan pencapaian kinerja tidak dapat digunakan untuk menilai tingkat SKPD, tetapi dari ke 2 (dua) komponen tersebut realnya masih ada yang bisa dinilai buat tingkat SKPD yaitu komponen pencapain kinerja. Tapi tidak semua sub-komponen, Cuma output dan outcome. Jadi bobotnyakan jadi dibuat 15% buat output dan 15% buat outcome. Bobot keseluruhan buat komponen ini 30%.”
Berdasarkan beberapa hasil wawancara di atas dapat kita ketahui bahwa pada tahap pemberian bobot pada setiap komponen dan sub-komponen masih terdapat perbedaan dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa kondisi seperti pertama, penggunaan kertas kerja evaluasi (KKE) format lama yang mencantumkan bobot yang berbeda dengan format tahun 2012 , hal ini dapat dilihat dari kertas kerja evaluasi (KKE) yang digunakan Inspektorat di komponen perencanaan kinerja. 27
Kedua, karena penilaian audit Inspektorat hanya meliputi 3 (tiga) komponen yaitu perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja, bobot yang dinilai hanya sebesar 70%. Sehingga dilakukannya penambahan komponen penilaian yaitu pencapaian kinerja dengan bobot yang tidak sesuai dengan format tahun 2012 yaitu 30%, hal ini dapat dilihat dari kertas kerja evaluasi (KKE) yang digunakan Inspektorat di komponen pencapaian kinerja. Kedua, adanya beberapa kriteria yang belum dapat dinilai di tingkat SKPD sehingga belum dapat dinilai secara keseluruhan sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012.
b. Setiap sub-komponen dibagi kedalam beberapa pertanyaan sebagai criteria pemenuh sub-komponen. Pada parakteknya Inspektorat Salatiga membagi beberapa pertanyaan yang disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang ditentukan sesuai dengan kriteria masing-masing komponen di Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini: Gambar 4.3 kriteria pemenuh sub-komponen
Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012
28
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota tim audit juga menjelaskan bahwa pertanyaan yang dibagi setiap sub-komponen di sesuaikan dengan kriteria pada tabel diatas. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan anggota tim audit Inspektorat berikut ini,
“ Pertanyaan ya dari kriteria tiap dokumen, jadi kami sesuaikan saja tanpa harus membuat sendiri per sub-komponen. Dan pertanyaan tersebut dengan cara wawawancara langsung dengan SKPD. Biasanyakan ada yang membagi pertanyaan dalam bentuk kwesoner, nah kalau kami tidak buat kwesioner karena menurut kami itu tidak terlalu efisien sehingga kami memilih menggunakan tehnik wawancara langsung. Pertanyaannya Cuma cakup keselarasan antar dokumen saja.”
c.
Setiap pertanyaan diberi nilai dengan memberikan jawaban yang sesuai dengan kriteria pemenuh sub-komponen. Setiap pertanyaan akan dijawab dengan ya/tidak atau a/b/c/d/e. Jawaban
ya/tidak diberikan untuk pertanyaan-pertanyaan yang langsung dapat dijawab sesuai dengan pemenuh kriteria. Jawaban a/b/c/d/e diberikan untuk pertanyaanpertannyaan yang membutuhkan judgement dari evaluator yang terkait dengan sub komponen tertentu (Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012). Jawaban yang sesuai dengan kriteria tiap komponen tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3 Jawaban ya/tidak JAWABAN NILAI “Ya” 1 “Tidak” 0 Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012
29
Tabel 4.4 Jawaban a/b/c/d/e/ Kriteria
Jawaban A B C D E
Nilai
Memenuhi hampir semua criteria (lebih dari 1 80% s/d 100%) Memenuhi sebagian besar kriteria (lebih dari 0,75 60% s/d 80%) Memenuhi sebagian kriteria (lebih dari 40% 0,50 s/d 60%) Memenuhi sebagian kecil kriteria (lebih dari 0,25 20% s/d 40%) Sangat kurang memenuhi criteria (Kurang dari 0 atau sama dengan 20%) Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Dalam pelaksanaannya, tahap ini telah terlaksana sesuai dengan
Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 yaitu menggunakan jawaban Ya/Tidak untuk pertanyaan yang dapat langsung dijawab dan jawaban A/B/C/D/E dengan menggunakan adjustment. Menurut hasil wawancara dengan Inspektorat dapat diketahui bahwa dalam memberi nilai sub-komponen dan komponen besar dengan 2(dua) tipe jawaban ini dilakukan secara step by step assessment
ataupun dengan overall assessment. Hal ini dapat diketahui dari
wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
“ Pakai patokan perhitungan yang ada pada Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. Ada 2(dua) tipe jawaban yaitu YA/TIDAK biasanya untuk kriteria yang mudah dijawab seperti Dokumen Renstra SKPD
telah ada. Jika ada jawabannya YA,nilai 1. Kalau
AB/C/D/E untuk jawaban dengan adjustment seperti di sub-komponen kualitas Renstra pada kriteria tujuan dan sasaran telah berorientasi hasil tidak bisa langsung dijawab dengan Ya/tidak, tapi dinilai di kertas kerja evaluasi 2 (KKE 2) yang khusus mencangkup sasaran.”
30
Beliau menambahkan kembali, “ Jadi di KKE 2 sasaran yang meliputi renstra,rkt dan pk. Nah itu dinilai dulu dilembar tersendiri dengan YA/TIDAK, karenakan banyak sasaran yang dicapai jadi penilaian terpisah dahulu,setelah ketemu presentasenya misal renstra 57,89% , kemudian di lihat di jawaban tipe A/B/C/D/E kalau 57,89% masuk kriteria (lebih dari 40% sd 60%)dengan nilai 0,50 di peroleh jawaban C.” Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pada tahap ini dalam pelaksanaannya telah terlaksana secara baik, hal tersebut dapat dilihat dari pemberikan jawaban nilai baik secara step by step maupun overall pada kertas kerja evaluasi (KKE) sesuai dengan 2 (dua) kriteria yang telah ditetapkan oleh Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 .
d. Penyimpulan atas hasil review terhadap SAKIP yang dilakukan dengan angka tertimbang. Terdapat beberapa langkah yang dilaksankan dalam melaksanakan penyimpulan yaitu melakukan penjumlahan setiap pertanyaan pada subkomponen sehingga ditemukan suatu angka kemudian melakukan penjumlahan seluruh nilai sub-komponen yang ada sehingga ditemukan suatu angka tertentu untuk total nilai dengan range nilai 0 s.d 100 (Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012). Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.5 Range nilai 0 s.d 100 No 1 2 3 4
Kategori AA A B CC
Nilai Angka >85-100 >75-85 >66-75 >50-65
Interpretasi Memuaskan Sangat Baik Baik,perlu sedikit perbaikan Cukup (memadai), perlu banyak perbaikan yang tidak mendasar.
5
C
>30-50
Kurang, perlu banyak perbaikan, termasuk perubahan yang mendasar.
6
D
0-30
Sangat kurang, perlu banyak sekali perbaikan & perubahan yang sangat mendasar.
Sumber Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012. 31
Pada tahap terakhir ini Inspektorat melaksanakan penyimpulan setelah melaksankan proses perhitungan baik secara step by step maupun over all yang dituangkan pada laporan hasil evaluasi (LHE) LAKIP. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
“ Setelah dirata-rata kemudian di hitung secara keseluruhan, nah baru di simpulkan dengan menggunakan kategori range nilai 0 s.d 100. Sudah tertera di petunjuk evaluasi. Kemudian dituangkan di laporan hasil evaluasi (LHE) LAKIP yang sudah berisi sarana perbaikan untuk LAKIP SKPD.”
Untuk menuangkan hasil penyimpulan maka diperlukan suatu format laporan hasil evaluasi LAKIP. Adapun format yang digunakan untuk penyimpulan penilaian adalah seperti gambar berikut ini: Gambar 4.4 format Laporan Hasil Evaluasi LAKIP
Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012
32
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa langkah penilaian yaitu memberi skor bobot pada setiap komponen dan sub-komponen baik secara step by step assessment dan over all assessment masih ditemukan beberapa komponen yang berubah bobotnya dan kriterianya. Hal tersebut dikarenakan adanya komponen yang tidak dapat dinilai di tingkat SKPD sehingga belum dapat dinilai secara keseluruhan sesuai dengan kriteria. Sedangkan untuk tahap penilaian yang lainya telah dapat dilaksankan sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis Proses Evaluasi LAKIP SKPD oleh Inspektorat Salatiga dengan metode criteria refrenced test dapat disimpulkan bahwa dari segi aktivitas dan kriteria yang digunakan dalam evaluasi belum ditindak lanjuti oleh Inspektorat hal tersebut dapat dilihat pada tahap perancangan terdapat 2(dua) tahap belum dilaksankan, sedangkan di tahap penilaian baik step by step maupun overall masih belum dinilai secara keseluruhan karena masih adanya kriteria yang tidak dapat dinilai di tingkat SKPD sehingga masih ditemukan adanya perbedaan di format kertas kerja evaluasi (KKE). Penyebab belum terlaksananya secara keseluruhan di tahap perancangan dan penilaian
dikarenakan acuan yang
digunakan sebagai Instrumen terbatas pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPAN dan RB). Oleh karena itu penerapan instrumen bersifat wajib sehingga tidak dapat ditindak lanjuti dalam pengembangannya oleh pihak Inspektorat.
Saran Adapun saran yang dapat diajukan penulis sebagai hasil dari penelitian ini dalam rangka lebih meningkatkan proses evaluasi LAKIP SKPD di Inspektorat adalah perlu adanya tindak lanjut oleh Inspektorat terkait proses evaluasi yang dilaksanakan baik aktivitas dan kriteria yang digunakan untuk penilaian agar hasil evaluasinya lebih baik. Hal ini dikarenakan pemerintah kota salatiga sebagai salah 33
satu daerah otonomi mempunyai hak, wewenang dan serta memiliki kebebasan untuk berinisiatif sendiri sesuai dengan perundang-udangan yang berlaku. Sehingga proses evaluasi LAKIP yang dilaksanakan tidak bersifat kaku dan lebih fleksibel.
Keterbatasan Penelitian Adapun Keterbatasan dalam penelitian yang telah dilaksankan peneliti yaitu:
Penelitian yang dilaksanakan oleh penulis hanya sebatas menggunakan dua tehnik saja yaitu wawancara dan pengumpulan data sehingga tidak melihat dari
segi
observasi.
Untuk
peneliti
berikutnya
diharapkan
dapat
menggunakan tehnik observasi agar dapat melihat dan membandingkan secara langsung proses evaluasi LAKIP yang dilaksanakan oleh Inspektorat terkait 5 (lima) komponen yang dinilai.
Peneliti hanya melihat proses evalusi LAKIP terkait aktivitas dan kriteria hanya dalam jangka satu tahun saja di Inspektorat Salatiga, sehingga untuk peneliti berikutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dalam jangka panjang dengan melihat perkembangan proses evaluasi dari setiap tahunnya.
IMPLIKASI Penelitian ini menemukan bahwa eveluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) oleh Inspektorat masih dapat dikatakan belum terlaksana secara keseluruhan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang menyebabkan belum terlaksananya beberapa langkah-langkah evaluasi dan juga didominasi kondisi dari Inspektorat sendiri. Dengan diketahuinya beberapa kondisi yang mempengaruhi langkah perancangan dan penilaian tersebut, ke depannya perlu diperhatikan beberapa hal yang kemungkinan dapat memperbaiki proses evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) SKPD oleh Inspektorat. Hal-hal tersebut dapat diimplementasikan agar proses evaluasi LAKIP SKPD oleh Inspektorat dapat lebih maksimal, beberapa diantaranya yaitu: 34
1.
Kebijakan yang jelas dari stakeholder mengenai tugas dan wewenang evaluasi Laporan
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah
(LAKIP)
yang
dilaksankan oleh Inspektorat guna mempermudah Inspektorat dalam melakukan penilaian. 2.
Melaksankan
perancangan
dan
disahkannya
peraturan
yang
terkait
perancanagan penilaian atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). 3.
Disahkannya sanksi peraturan untuk evaluasi yang dilaksankan.
4.
Disahkan peraturan evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) baik dari segi komponen, bobot dan kriteria sesuai dengan kondisi wilayah Salatiga agar mempermudah penilaian yang dilaksanakan oleh Inspektorat.
5.
Perlu
adanya
komunikasi
antar
Inspektorat
dengan
BPKP
mempermudah perolehan Informasi terkait peraturan evaluasi LAKIP.
35
untuk
DAFTAR PUSTAKA Hendriani, Y, Margaretha (2011)”Evaluasi Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah” (Studi Kasus Pada Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantulg). S1 thesis, UAJY. Inpres No 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kementrian pendayagunaan aparatur negara deputi akuntabilitas aparatur modul tetang beberapa tehnik evaluasi 2005. Kementrian pendayagunaan aparatur negara deputi akuntabilitas aparatur modul tetang pengantar dan perencanaan evaluasi LAKIP 2005. MENPAN Nomor: KEP-135/M.PAN/2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Modul Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 2010. Kedeputian Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Moleong, Lexy J., 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Edisi 28. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 tentang petunjuk pelaksanaan evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pusdiklatwas BPKP, Modul Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Edisi Kelima, 2007. Pusdiklatwas BPKP, Modul Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Edisi Kelima, 2010. 36
Supartini, Nunik (2012) “ Evaluasi Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)” (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat). S2 ThesisUniversitas Gadjah Mada.
37
Lampiran 1 Narasumber
: Sekretaris Inspektorat
Hari dan Tanggal Wawancara
: 29 Agustus 2013
Waktu
: 08.00-09.00
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanyaan Bagaimana gambaran umum dari Inspektorat? Bagaimana Misi ,tugas dan fungsi Inspektorat Salatiga? Bagaimana fungsi dan tugas pokok Inspektorat Salatiga? Berapa banyak jumlah anggota pada Inspektorat Salatiga? Bagaimana bentuk struktur organisasi pada Inspektorat Salatiga? Bagaimana gambaran umum LAKIP? Apakah manfaat dan tujuan dari LAKIP? Bagaimana format penyusunan LAKIP? Dokumen apa saja yang perlu diperhatikan dalam penyusunan LAKIP?
Narasumber
: Ketua Tim Audit Inspektorat
Hari dan Tanggal Wawancara
: 3,12,26 September 2013
Waktu
: 09.00-10.00
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanyaan Bagaimana gambaran evaluasi LAKIP oleh Inspektorat Kota Salatiga? Berdasarkan ruang lingkupnya, termasuk kategori evaluasi apa yang dilaksanakan oleh Inspektorat Kota Salatiga? Pedoman apa yang digunakan dalam mengevaluasi LAKIP SKPD? Apa tujuan dari pelaksanaan evaluasi LAKIP SKPD? Apa fungsi dan manfaat pelaksanaan evaluasi LAKIP SKPS? Langkah-langkah apa saja yang harus dilaksanakan dalam mengevaluasi LAKIP? Ada berapa komponen yang di evaluasi?apa saja komponen tersebut? Pedoman apa yang digunakan dalam mengevaluasi komponen-komponen tersebut?
38
Lampiran 2 Narasumber
: Anggota 1 Tim Audit Inspektorat
Hari dan Tanggal Wawancara
: 3,17,24 Oktober 2013
Waktu
: 13.00-14.00
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pertanyaan Bagaimana langkah-langkah evaluasi di Inspektorat Salatiga? Apakah Inspektorat Kota Salatiga melaksanakan tahap perancangan? Bagaimana tahap perancangan yang dilaksankan di Inspektorat Kota Salatiga? Apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan? Terdapat berapa tahap perancangan yang ada di Inspektorat Kota Salatiga? Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah melaksankan tahap mengidentifikasi komponen yang akan dinilai atau diukur? Jika iya,seperti apa cara mengidentifikasi komponen yang dinilai atau diukur? Jika tidak,mengapa tidak melaksankan tahap ini? Apakah Inspektorat Salatiga telah melaksanakan tahap mengidentifikasi komponen yang dinilai atau diukur? Jika iya,apa saja yang harus dilaksankan dalam tahap-tahap tersebut? Jika tidak, mengapa tidak melaksankan tahap-tahap tersebut? Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah melaksanakan tahap menyediakan nilai atau skor komponen? Apakah pada tahap menyediakan nilai atau skor komponen Inspektorat Kota Salatiga menentukan continium nilai dan pemilihan rentang nilai? Jika iya,bagaiman caranya? Jika tidak, mengapa tidak melaksankan?
Narasumber
: Anggota Tim Audit Inspektorat
Hari dan Tanggal Wawancara
: 7,14,21,28 November 2013
Waktu
: 13.00-14.00
No 1
Pertanyaan Dalam tahap perancangan apakah Inspektorat Kota Salatiga telah melaksankan tahap Assessment dangan memberi score?
2 3 4 5
Jika iya, bagaimana cara melaksanakanya? Jika tidak, mengapa tidak melaksankan? Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah merancang agresi? Jika iya, bagaimana cara melaksanakanya? 39
6
Jika tidak, mengapa tidak melaksankan?
7 8 9 10
Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah memberikan interpretasi? Jika iya, bagaimana caranya? Jika tidak, mengapa tidak dilaksanakan? Apak penyebab tidak dilaksankannya tahap ini?
Lampiran 3 Narasumber
: Anggota Tim Audit Inspektorat
Hari dan Tanggal Wawancara
: 1 ,8,12 Desember 2013
Waktu
: 13.00-14.00
No
Pertanyaan Apakah Inspektorat salatiga melaksankan tahap penilaian? Jika iya, bagaimana tahap penilainya? Jika tidak, mengapa tidak melaksankan? Tahap-tahap apa saja yang dilaksankan? apakah inspektorat memberikan skor pada setiap komponen? Bagaimana proses memberi skor tersebut? Komponen apa saja yang diberi skor? Apakah skor yang diberikan telah sesuai dengan kriteria? Jika tidak, mengapa? Jika iya,seperti apa bobot yang diberikan jika sesuai dengan kriteria tersebut? Apakah inspektorat telah melaksanakan tahap membagi pertanyaan sesuai subkomponen? Bagaimana membagi pertanyaannya? Jika tidak membagi kebebrapa pertanyaan,mengapa? Apakah ada pedoman pembagian pertanyaan? Jika ada, seperti apa pedoman yang digunakan? Apakah Inspektorat melaksankan tahap memberika nilai tiap pertanyaan? Bagaimana cara inspektorat memberi nilai setiap pertanyaan?
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22
Terdapat berapa cara dalam memberikan jawaban penilai setiap pertanyaan? apakah inspektorat melaksankan tahap penyimpulan atas tahap hasil review? Bagaimana tahap penyimpulan yang dilaksankan? Apakah terdapat pedoman penyusunan penyimpulan? Bagaimana tahap penyimpulannya?
40
Lampiran 4 Lembar Kriteria Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah
41
42
43
Lampiran 5
TEMPLATE KERTAS KERJA EVALUASI AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH KOTA SALATIGA
NO
KOMPONEN/SUB KOMPONEN
1
2
A. PERENCANAAN KINERJA (35%)
SKPD
REF
Y/T
NILAI
5
6
8
70,36%
24,63
80%
10,00
I.
DOKUMEN RENSTRA (12.5%)
a.
PEMENUHAN RENSTRA (2.5%)
100%
1
Dokumen Renstra SKPD telah ada
a
1
2
Dokumen Renstra SKPD telah memuat visi, misi, tujuan, sasaran, program, indikator kinerja sasaran, target tahunan, indikator kinerja tujuan dan target jangka menengah
a
1
b.
KUALITAS RENSTRA (6.25%)
3
Tujuan dan sasaran telah berorientasi hasil
c
0,5
4
Program/kegiatan merupakan cara untuk mencapai tujuan/sasaran/hasil program/hasil kegiatan Renstra SKPD telah menyajikan IKU
a
1
b
0,75
Indikator kinerja tujuan (outcome) dan sasaran (outcome dan output) telah memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik Target kinerja ditetapkan dengan baik
c
0,5
a
1
Dokumen Renstra SKPD telah selaras dengan Dokumen RPJMN/Dokumen RPJMD Dokumen Renstra SKPD telah menetapkan hal-hal yang seharusnya ditetapkan (dalam kontrak kinerja/tugas fungsi)
a
1
c
0,5
5 6
7 8 9
c. 10
75%
IMPLEMENTASI RENSTRA (3.75%) Dokumen Renstra SKPD digunakan sebagai acuan dalam penyusunan dokumen perencanaan tahunan
11 Dokumen Renstra SKPD digunakan sebagai acuan penyusunan Dokumen Rencana Kerja dan Anggaran 12 Dokumen Renstra SKPD telah direviu secara berkala II. a.
2,50
DOKUMEN PERENCANAAN KINERJA TAHUNAN (7.5%) PEMENUHAN PERENCANAAN KINERJA TAHUNAN (1.5%)
44
4,69
75%
2,81
a
1
a
1
d
0,25
45%
3,38
75%
1,13
KKE2
KKE3
1
Dokumen RKT SKPD telah ada
a
1
2
Dokumen RKT disusun sebelum mengajukan RKA
a
1
3
Dokumen RKT telah memuat sasaran, program, indikator kinerja sasaran, dan target kinerja tahunan
d
0,25
b.
KUALITAS PERENCANAAN KINERJA TAHUNAN (3.75%) Sasaran telah berorientasi hasil
30%
1,13
e
0
Kegiatan dalam dokumen Renja merupakan cara untuk mencapai sasaran RKT telah menyajikan IKU
b
0,75
b
0,75
Indikator kinerja sasaran dan kegiatan telah memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik Target kinerja ditetapkan dengan baik
e
0
e
0
9
Dokumen RKT telah selaras dengan dokumen RPJMD/Renstra SKPD dan dengan Dokumen RKPD/RKT atasannya
b
0,75
c.
IMPLEMENTASI PERENCANAAN KINERJA TAHUNAN (2.25%) Dokumen RKT telah digunakan sebagai acuan untuk menyusun penetapan kinerja (PK) Dokumen RKT digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RKT SKPD Dokumen RKT telah digunakan sebagai acuan untuk menyusun anggaran (RKA) (a.l. Target kinerja RKT vs Target kinerja RKA)
4 5 6 7 8
10 11 12
III.
50%
KKE2
KKE3
1,13
e
0
b
0,75
b
0,75
75%
11,25
a.
PEMENUHAN PK (3%)
100%
3,00
1
Dokumen PK SKPD telah ada
a
1
2
Dokumen PK disusun segera setelah anggaran disetujui
a
1
3
Dokumen PK telah memuat sasaran, program, indikator kinerja, dan target jangka pendek
a
1
b.
KUALITAS PK (7.5%)
4
Sasaran telah berorientasi hasil
5
PK telah menyajikan IKU
a
1
6
Indikator kinerja sasaran telah memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik Target kinerja ditetapkan dengan baik
b
0,75
a
1
8
Dokumen PK telah selaras dengan dokumen PK atasannya dan Dokumen RKT
a
1
c.
IMPLEMENTASI PK (4.5%) Dokumen PK telah dimonitor pencapaiannya secara berkala Dokumen PK telah dimanfaatkan dalam pengarahan dan pengorganisasian kegiatan Target kinerja yang diperjanjikan telah digunakan untuk mengukur keberhasilan
7
9 10 11
DOKUMEN PENETAPAN KINERJA (15%)
90% b
45
33,33% e
6,75 0,75
1,50 0
e
0
a
1
KKE2 KKE3
B. PENGUKURAN KINERJA (20%) I.
68,63%
13,73
50%
2,00
1
PEMENUHAN PENGUKURAN (4%) IKU SKPD telah ada
a
1
2
Terdapat mekanisme pengumpulan data kinerja
e
0
II.
KUALITAS PENGUKURAN (10%)
3
IKU telah dapat diukur secara obyektif
a
1
KKE3
4
IKU telah menggambarkan hasil
a
1
KKE3
5
IKU telah relevan dengan kondisi yang akan diukur
a
1
KKE3
6
IKU telah cukup untuk mengukur kinerja
a
1
7
IKU telah diukur realisasinya
a
1
KKE3
8
Indikator kinerja sasaran dapat diukur secara obyektif
b
0,75
KKE3
9
Indikator kinerja sasaran menggambarkan hasil
b
0,75
KKE3
b
0,75
KKE3
b
0,75
12
Indikator kinerja sasaran relevan dengan sasaran yang akan diukur Indikator kinerja sasaran cukup untuk mengukur sasarannya Indikator kinerja sasaran telah diukur realisasinya
b
0,75
13
Pengumpulan data kinerja dapat diandalkan
e
0
14
Pengumpulan data kinerja dilakukan secara berkala (bulanan/triwulanan/semester)
a
1
10 11
III.
81,25%
IMPLEMENTASI PENGUKURAN (6%)
8,13
60%
3,60
b
0,75
16
IKU telah dimanfaatkan dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran IKU telah dimanfaatkan untuk penilaian kinerja
b
0,75
17
IKU telah direviu secara berkala
e
0
18
Hasil pengukuran kinerja telah digunakan untuk penyusunan laporan kinerja Pengukuran kinerja digunakan untuk pengendalian dan pemantauan kinerja secara berkala
b
0,75
b
0,75
15
19
C. PELAPORAN KINERJA (15%)
86,67%
13,00
100% a
3,00
1
PEMENUHAN PELAPORAN (3%) LAKIP SKPD telah disusun
1
2
LAKIP SKPD telah disampaikan tepat waktu
a
1
I.
II. 3 4 5 6 7
PENYAJIAN INFORMASI KINERJA (8%) LAKIP bukan merupakan kompilasi dari SKPD di bawahnya LAKIP menyajikan informasi pencapaian sasaran yang berorientasi outcome LAKIP menyajikan informasi mengenai pencapaian IKU LAKIP menyajikan informasi mengenai kinerja yang telah diperjanjikan LAKIP menyajikan evaluasi dan analisis mengenai capaian kinerja
46
90,63% a
7,25 1
b
0,75
a
1
a
1
a
1
KKE3
8
9 10 III.
LAKIP menyajikan pembandingan data kinerja yang memadai antara realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya dan pembandingan lain yang diperlukan LAKIP menyajikan informasi keuangan yang terkait dengan pencapaian kinerja Informasi kinerja dalam LAKIP dapat diandalkan
a
1
a
1
c
0,5
PEMANFAATAN INFORMASI KINERJA (4%) Informasi yang disajikan telah digunakan dalam perbaikan perencanaan Informasi yang disajikan telah digunakan untuk menilai dan memperbaiki pelaksanaan program dan kegiatan organisasi Informasi yang disajikan telah digunakan untuk peningkatan kinerja Informasi yang disajikan telah digunakan untuk penilaian kinerja
68,75% b
D. PENCAPAIAN SASARAN/KINERJA ORGANISASI (30%)
70,83%
21,25
91,67%
13,75
11 12
13 14
I.
2,75 0,75
b
0,75
b
0,75
c
0,5
1
KINERJA YANG DILAPORKAN (OUTPUT) (15%) Target dapat dicapai
2
Capaian kinerja lebih baik dari tahun sebelumnya
a
1
3
Informasi mengenai kinerja dapat diandalkan
b
0,75
II.
a
1
4
KINERJA YANG DILAPORKAN (OUTCOME) (15%) Target dapat dicapai
c
0,5
KKE1-II
5
Capaian kinerja lebih baik dari tahun sebelumnya
c
0,5
KKE1-II
6
Informasi mengenai kinerja dapat diandalkan
c
0,5
KKE1-II
HASIL EVALUASI AKUNTABILITAS KINERJA (100%)
47
50%
7,50
72,60
Lampiran 6 Laporan Hasil Evaluasi LAKIP
48
Lampiran 7
49
50
51
52
53