ISSN : 2087-0795
PENDAHULUAN
berkembang. Hal tersebut nampak
Ekesistensi karya rupa (visu-
dari pengaruh karya-karya rupa
al) mengalami perkembangan yang
dalam setiap sendi-sendi kehidup-
meningkat secara signifikan seiring
an. Hampir semua media komuni-
peradaban manusia yang selalu
kasi menggunakan bahasa rupa se-
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
61
ISSN : 2087-0795
bagai bahasa ungkap untuk me-
tunjukan Teater Garasi menempat-
nyampaikan informasi. Karya rupa
kan visualsentris sebagai pencarian
seperti lukisan, patung, kriya, dan
bentuk sajian pertunjukan.
instalasi tidak hanya memiliki mak-
Salah satu lakon dari Teater
na otonom yang melekat di dalam-
Garasi yang mencoba melakukan
nya, namun makna-makna tersebut
eksperimen dengan wujud-wujud
juga hadir berkorelasi diluar makna
visual adalah lakon “Waktu Batu”.
otonom karya-karya rupa tersebut.
Sebagai sebuah karya pertunjukan
Dengan demikian, sebuah karya
teater, lakon “Waktu Batu” men-
rupa akan memiliki makna baru
coba memadukan berbagai bidang
ketika berelasi dengan bentuk seni
dan genre seni termasuk di da-
yang lain, seperti halnya seni per-
lamnya karya rupa. Teater Garasi
tunjukan. Kehadiran seni rupa da-
memiliki kesadaran visual yang
lam seni pertunjukan dalam pem-
tinggi sebagai media penciptaan
bacaan maknanya, tentunya harus
struktur dramatik dalam pertun-
terkait dengan konteks adegan atau
jukan. Hal ini terlihat ketika Teater
bagian struktur pertunjukan.
Garasi
mengkorelasikan
wujud-
Teater Garasi sebuah kelom-
wujud visual seperti seni instalasi,
pok teater dari Yogyakarta menco-
patung, elemen visual dan video art
ba melakukan eksperimentasi da-
dalam konteks pertunjukan.
Ekperimentasi
Konsep pertunjukan “Waktu
yang mereka dilakukan dengan
Batu” adalah berbasis pada tiga
menggali bentuk-bentuk visual se-
anasir tema yaitu waktu, transisi,
bagai salah
untuk
dan identitas. Tema tersebut ber-
menyampaikan gagasan. Hal inilah
angkat dari faktor internal Teater
yang menjadikan Teater Garasi
Garasi dan kontekstual jaman. Ke-
memiliki karakter yang berbeda
duanya
dengan kelompok teater-teater se-
dan saling berinteraksi sehingga la-
belumnya. Eksistensi Teater Garasi
hirlah tema tersebut sebagai pe-
muncul di jagat perteateran Indo-
nanda perjalanan Teater Garasi
nesia lewat konsep-konsep pertun-
pada situasi saat itu. Tema tersebut
jukan yang instens di wilayah riset
digali dengan melakukan pembaca-
tentang konsep garap, tubuh dan
an dan penafsiran terhadap teks
rupa. Bisa dikatakan medium per-
mitologi Jawa tentang Sudamala,
lam
62
pertunjukan.
satu
media
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
menciptakan
dialogisme
ISSN : 2087-0795
Murwakala Watugunung dan se-
seni rupa berubah secara dinamis,
jarah
dari keterikatannya pada medium
akhir
Majapahit.
Proyek
pertunjukan lakon “Waktu Batu”
(medium-specific), menuju
merupakan program prestius dan
katan pada situs tertentu (site-
inspiratif dimulai sejak bulan juni
spesific),
2001 atas gagasan Yudi Ahmad
tergantung pada pewacanaannya
Tajudin, sekaligus pendiri Teater
(discourse-specific), lalu kini saat
Garasi. Ia gelisah tentang seluruh
ini sangat ditentukan oleh konteks
konvensi yang mengepung dunia-
persoalan
nya, khususnya konsep waktu da-
(context-specific). Objek garapan-
lam tradisi Jawa (Iswantara, 2012:
nya berubah pula dari “olah rupa”
39).
pada
berubah
lagi
keteri-
menjadi
sosio-kultural
seni
dua
konkret
dimensi,
“olah
ter-
media” pada seni multimedia, “olah
sebut telah lahir tiga reportoar yang
ruang” pada seni instalasi, “olah
berangkat dari lakon “Waktu Batu”
tubuh” pada perfomance art, dan
yaitu: 1) “Waktu Batu #1: Kisah-
“olah
kisah yang Bertemu di Ruang
program sosio-kultural (Sugiharto,
Tunggu ”; 2) “Waktu Batu #2: Ritus
2013:29).
Berdasarkan
gagasan
konsep”
pada
program-
Seratus Kecemasan dan Wajah
Pergeseran paradigma dalam
Siapa Yang Terbelah”; dan 3)
dunia seni rupa memungkinkan pa-
“Waktu Batu #3, Deus ex Machina
ra seniman mencari berbagai cara
dan Perasaan-perasaan Padamu”.
dan medium untuk merepresentasikan realitas kehidupan. Komplek-
Seni Rupa Sebagai Alternatif Narasi Dalam Pertunjukan Teater
sitas permasalahan kemanusiaan,
Pewacanaan tentang visual ti-
menyebabkan seniman melakukan
dak dapat lepas dari induknya yaitu
berbagai terobosan kreatif untuk
seni rupa. Perkembangan tentang
memberikan
kesenirupaan
suarakan
menuntut
obyek
baik di tingkat lokal maupun global,
andil sekaligus
dalam
men-
mengatasi
material selalu berubah bahkan
kompleksitas persoalan tersebut.
mengalami peregeseran paradig-
Medium
ma. Setelah berakhirnya perlemba-
diperluas. Berbagai pola ucap di-
gaan seni modern di Barat pada
coba diartikulasikan. Bentuk-bentuk
penghujung abad ke-20, modalitas
seni formal (seni modernisme) ten-
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
baru
terus dicari
dan
63
ISSN : 2087-0795
tu saja tidak bisa lagi mewadahi
dihapuskannya gaya kuno yang
berbagai gagasan tersebut. Dalam
berpusat kepada naskah. Ia meng-
konteks ini berkarya rupa tidak
usulkan gaya baru yang berpusat
hanya berkutat pada permasalahan
kepada simbol-simbol teater, ter-
teknik, melainkan bagaimana me-
masuk di dalamnya aspek keseni-
lakukan eksperimentasi mengolah
rupaan yang meliputi: pencahaya-
media dalam menyalurkan gagas-
an,
an. Fenomena inilah yang juga
setting
turut mempengaruhi perkembangan
(Grenz, 2001:38).
susunan dan
warna,
komposisi,
dekorasi
panggung
teater khususnya di Indonesia. Per-
Hal inilah yang melatar be-
singgungan antara seni rupa dan
lakangi munculnya teater rupa yang
teater melekat semakin kuat ketika
dipelopori Robert Wilson sebagai
seniman-seniman rupa kontempor-
genre baru dalam perkembangan
er Indonesia seperti Tisna Sanjaya,
teater (Husein, 2013:202). Teater
Arahmaiani, Agus Suwage, Heri
Rupa adalah salah satu gaya atau
Dono dan seni rupa kontemporer
aliran teater yang tumbuh dan
lainnya menciptakan sebuah karya
berkembang dalam jagat teater
rupa seperti instalasi dengan mem-
kontemporer
pertunjukannya
layaknya
aliran ini muncul sebagai salah satu
pementasan teater atu perfomance
genre seni pertunjukan teater yang
art.
identik dengan karya-karya Robert
seperti
Pada perkembangan teater di Barat,
kesadaran
akan
keseni-
dunia.
Gaya
atau
Wilson (seniman kelahiran Texas, Amerika
Serikat,
1944).
Karya-
rupaan telah muncul pada dekade
karya Wilson kerap disebut sebagai
1960-an dengan ditandai dengan
“theatre of visuals” atau “teater of
lahirnya teater postmodern sebagai
image” (Goldberg dalam Husein,
produk filsafat postmodern. Pun-
2013:202).
caknya yaitu dari pemikiran tea-
Ideom-ideom seni rupa kerap
terawan Perancis bernama Antonin
ambil bagian penting dalam men-
Artaud
karya-karyanya.
ciptakan struktur dramatik dalam
Artaud menentang para seniman
pertunjukan Teater . Secara teknis
teater
dan
teater merupakan bentuk seni ko-
menghancurkan pemujaan kepada
laboratif yang menempuh proses
karya seni klasik. Ia berseru agar
bersama (kolektif), dengan sendiri-
64
lewat
untuk
memprotes
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
ISSN : 2087-0795
nya sangat menghormati dan me-
-cenderungan seni rupa kontem-
rayakan
interdisipliner
porer adalah memberontak pada
seni, merangkul dan mempertemu-
seni rupa modern yang bersifat
kan tiga ranah taksonomi seni, baik
terkotak-kotak
seni
sehingga
interaksi
yang
bersifat
visual
(set,
atau
seniman
dikotomis, kontemporer
dekor, elemen visual, kostum, rias,
menawarkan
berbagai
berbagai
dan lampu), audio (musik dan tata
wacana dalam bentuk perfomance
suara), dan kinetik (gerak atau
art, instalasi art, dan collaborasi art.
artikulasi gestural para pelaku/ ak-
Mereka mencoba mengangkat ber-
tor, termasuk di dalamnya manifes-
bagai wacana politik, sosial, ekono-
tasi seni peran/seni drama) (Husein
mi, moralitas dalam fenomena yang
, 2013: 174).
diracik dalam multimedia dan multi-
Hal tersebut memperkuat ke-
idea. Seniman rupa kontemporer
dudukan visual atau aspek ke-
tidak lagi membatasi disiplin seni,
senirupaan
atau
dalam
pertunjukan
cabang-cabang
seni
yang
teater. Kedudukan seni rupa dalam
terkotak-kotak oleh seni modern,
pertunjukan teater tidak hanya ber-
tapi mereka berangkat dari keraga-
ada pada tataran level keindahan
man, pluralitas, dan multivokalitas
dan ornamentik, namun mencapai
tafsir dari realitas yang mereka
pada tataran konsep atau gagasan.
rasakan bersama.
Sehingga aspek seni rupa dalam
Teater Garasi melalui lakon
memberikan
“Waktu Batu” menciptakan sebuah
ruang imaji-imaji visual yang mem-
peristiwa teater yang didominasi
bawa
citraan-citraan visual. Pertunjukan
pertunjukan
teater
informasi yang akan
di-
teater Garasi lakon “Waktu Batu”
sampaikan. Kehadiran karya-karya visual
telah memperlihatkan betapa ber-
dalam pertunjukan Teater Garasi
taburan unsur-unsur seni rupa di
lakon “Waktu Batu” seperti seni
atas pentas sebagai media alter-
instalasi, multimedia art, video art
natif dalam menyampaikan sebuah
dan bentuk-bentuk elemen visual
cerita. Kedudukan karya-karya vi-
patung kontemporer seperti hendak
sual seolah mampu bercerita ten-
menyuarakan fenomena seni rupa
tang gagasan atau tema yang di-
kontemporer saat ini. Dharsono
angkat
(2004:227) menjelaskan bahwa, ke-
Garasi. Pemahaman tersebut dapat
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
dalam
peristiwa
Teater
65
ISSN : 2087-0795
diasumsikan bahwa karya-karya vi-
ternal Teater Garasi. “Waktu” da-
sual yang hadir dalam pertunjukan
lam pandangan Teater Garasi da-
Teater Garasi lakon “Waktu Batu”
lam lakon “Waktu Batu” seolah me-
adalah
yang
rupakan sesuatu hal dimana se-
mampu mempertajam tema lewat
buah ruang dan peristiwa dibentuk.
strategi penciptaan visual.
“Waktu” juga sekaligus ancaman
narasi
simbolik
dan pada saat itu pula masa Ziarah Masa Silam Pengantar Dialog Antar-Waktu
transisi itu mulai terjadi. Pengamat Teater Afrizal Mal-
Seni dan kesenian pada prin-
na dalam “Laporan Dokumentasi
sipnya dapat dipandang sebagai
Proses Penciptaan Waktu Batu”
refleksi dari realitas yang terdapat
juga menjelaskan bahwa “waktu”
dalam diri manusia (personal) mau-
merupan situs yang bisa dipindah-
pun dari lingkungan masyarakat
pindah dari tempat satu ke tempat
(komunal). Dalam hal ini seniman
lainnya. Berkaitan tentang tema
tidak berkarya dalam keadaan yang
“transisi” Yudi juga menggambar-
kosong. Begitupula apa yang se-
kan bagaimanapun mempunyai re-
dang diciptakan oleh Teater Garasi
levansi ke dalam lingkungan ter-
melalui lakon “Waktu Batu”. Baik
dekat Teater Garasi. Pada saat itu
dari konsep pertunjukan maupun
Teater
aspek rupa (visual), berangkat dari
transisi dari perpindahan dari ke-
situasi atau keadaan yang dihadapi
lompok teater yang bernaung di
Teater Garasi maupun situasi di
ranah institusi menjadi kelompok
luar yang dipandang merepresen-
mandiri
tasi keadaan ke dalam.
keadaan ini menunut Teater Garasi
Garasi
menjalani
(independen).
masa
Tentunya
“Waktu Batu” adalah sebuah
untuk menyusun manajemen or-
judul yang berangkat dari tiga tema
ganisasi yang sekurang-kurangnya,
besar yaitu “waktu, transisi, dan
mampu menghidupi dirinya sendiri
Identitas”. Tema tersebut muncul
(Yudi, wawancara 21 Desember
dari gagasan sutradara Yudi Ah-
2014). Lebih lanjut, bahwa masa
mad Tajudin sekaligus pendiri Tea-
“transisi” juga dialami oleh faktor
ter Garasi akan suasana disorien-
luaran Teater Garasi, yaitu situasi
tasi terhadap ruang dan waktu yang
Indonesia yang selalu mengalami
terjadi pada internal maupun eks-
masa transisi mulai dari penjajah-
66
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
ISSN : 2087-0795
an, kemerdekaaan, revolusi, orde
an mendalam pada ranah mitologi
baru, reformasi hingga peristiwa
Jawa yaitu “Watugunung, Sudama-
keaadaan saat ini. Faktor eksternal
la, dan Murwakala”, sedangkan se-
inilah juga turut memperkuat tema
buah sejarah tentang
pergeseran
“transisi’ yang sedang digeluti oleh
Majapahit ke Demak
menandai
awak Teater Garasi pada waktu itu.
terjadi sebuah
Bermulai dari penelusuran atas ke-
teks besar yaitu
dua
lahir
Jawa dan Sejarah Akhir Majapahit
gagasan terakhir yang mempunyai
dianggap oleh Teater Garasi me-
konsekuensi
representasikan tentang trintas te-
tema
tersebut atas
telah “waktu”
dan
“transisi” yaitu tentang “identitas”.
“transisisi”.
Dua
tentang Mitologi
ma yang ia ciptakan.
Identitas menurut pandangan Yudi
Sudamala, Watugunung, dan
terbentuk dari situasi ruang dan
Murwakala
merupakan
mitologi
waktu dari relasi dengan pertemuan
Jawa yang bukan berada pada satu
-pertemuan antar manusia.
kesatuan. Ketiganya memiliki cerita
Ketiga tema tersebut adalah
dan tokohnya masing-masing. Na-
landasan awal dalam pembentukan
mun secara subtansial ketiga mitos
lakon “Waktu Batu”. Trinitas tema
tersebut berbicara tentang ruwatan
tersebut mulai dikembangkan oleh
dan asal mula tentang “waktu”
Teater Garasi dengan menggali
dalam
konteks mitologi Jawa dan sejarah.
Kidung Sudamala bercerita tentang
Konteks mitologi dan sejarah di-
Sang Hyang Tunggal dan Sang
identifikasi oleh Teater Garasi se-
Hyang Wisesa mengadu kepada
bagai ruang jelajah bagi ketiga
Batara Guru (Dewa Shiwa), bahwa
tema tentang waktu, transisi dan
Dewi Uma telah berkhianat kepada
indentitas.
penelusuraan
suaminya yaitu Betara Guru (Dewa
pembacaan trinitas tema tersebut,
Shiwa). Dewa Uma atau Sri Uma
Teater
telah
Dalam
Garasi
bertemu
dengan
konsepsi
berbuat
budaya
serong
Jawa.
dengan
mitologi Jawa yaitu “Watugunung,
Hyang Brahma. Mendengar kabar
Sudamala, dan Murwakala. Kon-
tersebut Batara Guru marah besar,
teks berikutnya, yaitu penelusuran
maka dikutuklah Uma menjadi Dewi
tentang sejarah fase akhir kejayaan
Durga yang beruwujud seorang
Majapahit. Konsep tentang “waktu”
raseksi dan diperintahkan tinggal di
dan “identitas” mempuyai keterikat-
Setra Gondomayit menjadi pemim-
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
67
ISSN : 2087-0795
pin makhluk halus. Durga bisa kem-
sisi” guna mempertebal eksplorasi
bali lagi ke swargaloka jika ada sa-
maka diungkaplah sejarah tentang
tria Pandawa bernama Sadewa
keruntuhan
yang bersedia meruwatnya (Subali-
akan
danata, 1985:17). Di sisi lain Mur-
penggambaran arus transisi yang
wakala bercerita tentang Siwa yang
sangat terlihat perihal peralihan
hendak memperkosa Uma. Tapi
atau transisi dari Majapahit menuju
bagaimanpun ia telah lahir sebagi
ke Demak, hingga aspek dan dam-
sesosok raksasa yang disebut kala
pak atas arus peralihan tersebut.
yang akan memangsa setiap manu-
Mitologi dan sejarah menjadi term
sia. Mereka saling menyalahkan
besar atas upaya proyeksi tema
dan saling kutuk. Maka Wisnu (se-
Teater Garasi dalam lakon “Waktu
bagai penjaga keseimbangan se-
Batu”. Jalur mitologi dan sejarah
mesta) dengan meruwat orang-
berpadu menciptakan struktur per-
orang sukerta, menjinakan kala
tunjukan hingga karya-karya visual.
dengan kepandaiannya sebagai se-
Gambaran atas mitologi dan
orang dalang Kandhabuana yang
sejarah merupakan upaya dialogis
mengerti rahasianya. Pada mitologi
antara nilai-nilai archaic masa silam
terakhir yaitu Watugunung, yang
dengan kehidupan global saat ini.
bercerita tentang shinta melahirkan
Hal ini juga diperjelas oleh Ugoran
dan
Prasad dalam “Laporan Dokumen-
menikah
dengan
anaknya
Majapahit.
peristiwa
adalah
sendiri. Dalam cerita tersebut, wa-
tasi
tugunung melatari terciptanya asal-
Batu” bahwa upaya Teater Garasi
mula waktu dalam konsepsi Jawa
untuk menyusuri suatu pandangan
sebagai
Watu-
dan paparan dunia yang jauh pada
gunung telah mengusai 27 kerajaan
mitologi dan sejarah dalam per-
setelah menjadi suami atas ibunya
jalanannya, selalu kami coba pan-
sendiri.
tulkan dengan kenyataan-kenyata-
penggambaran
Perihal mitologi Jawa sebagai sumber dalam pencarian proyeksi
Proses
tersebut
Sejarah
Penciptaan
Waktu
an hari ini (Prasad, 2004: 21). Penelusuran
kembali
dua
tema, Teater Garasi menemukan
teks gigantik tersebut merupakan
kesejajaran mitologi tentang asal-
eskplorasi dalam menciptakan pan-
mula waktu dan konsep ruwatan di
dangan kembali atas kehidupaan
dalamnya. Berkaitan dengan “tran-
saat ini. Seperti yang dijelaskan
68
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
ISSN : 2087-0795
Yudi bahwa penggalian konteks mi-
tiga reportoar hasil penggalian atas
togi Jawa dan sejarah keruntuhan
jalur
Majapahit
untuk
Murwakala, Watugunung dan ba-
memantulkan dengan kehidupan
yangan sejarah keruntuhan Maja-
kontemporer
(Yudi,
pahit”. Reportoar tersebut yaitu: 1)
Wawancara 21 Desember 2014).
“Waktu Batu #1: Kisah-kisah yang
Apa yang telah dilakukan Teater
Bertemu di Ruang Tunggu ”; 2)
Garasi
pemikiran
“Waktu Batu #2: Ritus Seratus
“Modern
Kecemasan dan Wajah Siapa Yang
Miring” bahwa bagi para seniman
Terbelah”; dan 3) “Waktu Batu #3,
kontemporer,
Deus ex Machina dan Perasaan-
adalah
sehari-hari
sejalan
Aminudin
upaya
oleh
dalam
esay
penghargaan
dan
ketertarikan terhadap masa lalu,
mitologi
Jawa
“Sudamala,
perasaan Padamu”.
tribalisme, dan primitivime tidak saja pada apa yang tertuang di dalam artefaknya, namun juga pa-
Konstruksi Visual Dalam Tafsir Teater Garasi “Waktu Batu”
da sistem pemikirannya. Penelusur-
Seni rupa dalam pertunjukan
an Teater Garasi tentang mitologi
teater merupakan diskursus yang
Jawa dan sejarah dalam lakon
masih problematis. Kehadirannya
“Lakon Waku Batu” seolah mencari
tidak lebih sebagai ornamentik dan
jawaban
indentitas kultural dan
dekorasi yang melatari pertunjukan
spiritual atas disorentasi ruang dan
teater. Asumsi tersebut nampaknya
waktu saat ini.
tidak berlaku pada kasus yang
Pertunjukan
Batu”
terjadi pada pertunjukan Teater
memulai prosesnya pada tahun
Garasi Karya “Waktu Batu”. Teater
2001
Garasi dalam lakon “Waktu Batu”
telah
“Waktu
menempuh
waktu
sekitar 4 tahun untuk sampai pada
memadukan
reportoar terakhir. Perjalanan yang
rupa ke dalam pertunjukan sebagai
tidak singkat untuk sebuah proses
tanda yang bermakna.
teater. Dalam kurun waktu yang
ideom-ideom
seni
Permasalahan seni rupa da-
panjang tersebut Teater Garasi
lam
melalukan riset, eksplorasi tema,
semakin kompleks, karena seni
eksplorasi
dan
rupa dalam hal ini merupakan
eksplorasi bentuk visual. Lakon
bagian yang tidak dapat dipisahkan
“Waktu Batu” telah mengahdirkan
dengan pertunjukan teater. Hal ini
bentuk
garap
pertunjukan
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
teater
menjadi
69
ISSN : 2087-0795
juga diperjelas Satoto (2012:21)
dalam jalur mitologi maupun se-
yang
jarah.
beranggapan
bahwa
seni
teater termasuk bidang studi seni rupa.
Jadi,
seni
rupa
dalam
Visual yang hadir
mem-
bangun peristiwa tersebut dengan
pementasan teater bukan sekedar
pengolahan bentuk
unsur atau faktor, tetapi jika seni
seperti hadirnya: seni
instalasi,
teater sebagai cabangnya, maka
seni patung, mix media
art, dan
seni rupa sebagai dahan atau bah-
video art. Kehadiran visual (rupa)
kan pohonnya.
tidak hanya mencoba merepresen-
Pernyataan
diatas,
kontemporer
dapat
tasikan mitologi namun juga mem-
dipahami bahwa seni rupa dalam
presentasikan dalam pertunjukan.
pertunjukan teater mampu berdiri
Misalnya instalasi
kokoh sebagai elemen yang mem-
merepresentasi sekaligus mempre-
bawa sebuah gagasan, ideologi
sentasikan peristiwa tentang Siwa
dan makna tertentu guna memper-
yang hendak memperkosa Uma
kuat bahkan menciptakan suasana
sekaligus menandai asal-mula ten-
dramatik dalam pertunjukan. Seper-
tang kosepsi waktu.
pemerkosaan
ti yang dijelaskan Husein (2013: 202) bahwa kolase dari beragam bentuk artistik, bongkahan-bongkahan beragam objek rupa (visual), dan tata cahaya (lighting) merupakan tata rupa paling penting dalam konsepsi teater dengan tujuan utama menggapai pengalaman puncak estetik bagi penonton. Secara garis besar konstruksi pertunjukan
maupun
visual
bangun dari gagasan mitologi Jawa “Sudamala,
Murwakala,
Gambar 01
di-
Watu-
Instalasi pemerkosaan hadir melintas dibelakang Siwa dan Uma. (Foto Koleksi Teater Garasi Institut, 2006)
gunung” dan bayangan sejarah akhir Majapahit. Aspek visual (rupa) juga menempati posisi penting baik
70
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
ISSN : 2087-0795
Bentuk
seni
lain
bentuk-bentuk kontemporer yang
yang juga hadir yaitu instalasi kura-
lebih dinamis dan baru. Karya-
kura yang berbentuk visual elek-
karya visual yang juga merupakan
tronik.
konotasi
sebuah tanda atau simbol, men-
instalasi tersebut menggambarkan
coba menggamit akar-akar spiritual
dunia
keabadian.
purba ke-Jawa-an melalui mitologi-
Pertunjukan dari ketiga reportoar
nya dan sejarah, namun sekaligus
secara garis besar selalu ber-
sambil tetap mengunakan kerangka
langsung dalam dua atau multi-
seni mutakhir dan kontemporer.
Dalam
dan
instalasi
tataran
tentang
ruang yang saling berhubungan
Apa yang sedang diartikulasi-
satu sama lainnya. Masing-masing
kan Teater Garasi dalam pencipta-
membuat
lewat
an karya-karya visual cenderung
pemeranan yang berlangsung se-
menyimpang bahkan mendekons-
cara paralel antara peran satu
truksi dari aturan-aturan atau kode-
dengan peran lainya, visual elektro-
kode yang mapan. Dalam hal ini
nik, maupun berbagai benda ber-
dapat
gerak.
Garasi mencoba mendekonstruksi
peristiwa,
baik
dipahami
bentuk
visual,
bahwa
dalam
Teater
rangka
menyusun bentuk dan tanda (simbol) yang baru. Sehingga yang terjadi
adalah
gagasan
tentang
mitologi Jawa dan sejarah akhir Majapahit
saling
berinteraksi
dengan bentuk-bentuk visual kontemporer membentuk mosaik tanda-tanda yang lebih plural. Hal ini
Gambar 02 Visualitas dalam Pertunjukan Teater Garasi (Foto Koleksi Teater Garasi, 2006)
senada dengan pemhaman filsuf Derida tentang teori dekonstruksinya yang dianalogikan bahwa dekonstruksi
berarti
membongkar
Dalam hal ini kesenirupaan
mesin, akan tetapi membongkar
hadir sebagai tanda atau simbol.
untuk dipasang kembali. Sehingga
Tanda-tanda visual tersebut diolah,
dekonstruksi menurut Derrida ber-
dieksplor dan diciptakan dengan
arti membongkar dan menjungkir-
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
71
ISSN : 2087-0795
balikan teks tapi bukan dengan
Berdasarkan
pemahaman
tujuan membongkar saja, akan te-
diatas, dalam hal ini, karya-karya
tapi membangun teks atau wacana
rupa
baru dengan makna baru yang ber-
Garasi lakon “Waktu Batu” me-
beda dengan teks yang dikons-
rupakan
truksi (Akhyar, 2014:34).
yang membawa sebuah gagasan
Teater Garasi dalam men-
dalam
tentang
pertunjukan
Teater
elemen-elemen
konsep
yang
visual
diusung
ciptakan pertunjukan maupun karya
tentang pembacaan mitologi Jawa:
visual di dalam lakon “Waktu Batu”
Sudamala, Murwakala, dan Watu-
melakukan pembacaan secara de-
gunung. Ketiga reportoar “Waktu
konstruktif terhadap mitologi Jawa
Batu” yaitu Waktu Batu #1, Waktu
dan sejarah akhir Majapahit, se-
Batu #2, dan Waktu Batu #3
hingga apa yang tersaji dalam
menghadirkan
pertunjukan maupun visual adalah
rupa yang dapat di klasifikasikan
pewacanaan baru yang lebih kon-
sebagai berikut: patung kura-kura,
tekstual dengan kehidupan modern
instalasi kapal-kapal, patung dan
maupun kontemporer saat ini. Se-
topeng
hingga, karya-karya visual yang
instalasi ruang tunggu yang dihias
hadir dalam pertunjukan “Waktu
dengan
Batu” dari pertama hingga ketiga
sayap garuda (Garudeya), instalasi
harus dilihat sebagai karya komu-
pemerkosaan (patung yang meng-
nal atau dialogis, yaitu hadirnya
gambarkan pemerkosaan), Instalasi
berbagai tanda
menunjuk
lokomotif yang bergerak otomatis,
pada tanda komunitas dalam hal ini
instalasi cahaya yang berbentuk
proses kreatif Teater Garasi, tanda
seperti stalagmit hingga video art
masa lalu (mitologi Jawa “Suda-
yang muncul di beberapa fragmen
mala, Murwakala, Watugunung dan
(lihat gb.3). Karya-karya visual ter-
Sejarah akhir Majapahit) dan tanda
sebut selalu mengalami perubahan
masa kini. Tanda-tanda tersebut
dan perkembangan di setiap re-
digunakan
Teater Garasi untuk
portoar, sehingga dalam setiap re-
tujuan ekspresi dalam penciptaan
portoar akan ditemui berbagai ma-
karya-karya visual dalam pertun-
cam bentuk melalui pengembangan
jukan lakon “Waktu Batu”.
di setiap pertunjukannya.
72
yang
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
karya-karya
kepala-kepala
lampu
neon,
seni
manusia,
instalasi
ISSN : 2087-0795
Gambar 03 Beberapa Instalasi Visual yang digunakan dalam Pertunjukan “Waktu Batu (Foto: Koleksi Rumah Seni Cemeti Yogykarta, 2007).
Elemen-elemen visual yang
Sebagai area visual, kehadirannya
hadir dalam lakon “Waktu Batu”
mampu menciptakan suasana dra-
merupakan ekspresi simbolik deng-
matik dan berkomunikasi dengan
an meminjam atau memanfaatkan
pemain-pemain yang melintas. Apa
simbol tradisi (teks mitologi Jawa:
yang diartikulasikan Teater Garasi
Sudamala,
Watu-
melalui elemen visual memperlihat-
gunung) sebagai bahasa metafora.
kan bahwa cara pandang mereka
Elemen-elemen visual hadir dalam
terhadap mitologi Jawa dan se-
perjalanan adegan yang berlang-
jarah,
sung, terkadang menjadi sangat
terikat pada kenyataan sebaimana
otonom namun juga berelasional.
tampaknya. Hal inilah disebabkan
Murwakala,
sesungguhnya
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
tidak
lagi
73
ISSN : 2087-0795
reperesentasi dalam elemen visual
tentu mengenai pertunjukan Teater
tidak hanya sebatas persoalan ke-
Garasi.
miripan, tetapi berhubungan pula dengan menunjuk pada tafsiran yang melampaui makna konvensional. Sehingga elemen-elemen
Ideologi Elemen Visual Lakon Waktu Batu 1. Ideologi Tentang Tubuh
visual dalam pertunjukan “Waktu
Teater
Garasi
menjadikan
Batu” terbentuk dari bermacam-
tubuh
macam gaya hasil olahan dengan
organisme fisik yang menempel
stilisasi, distorsi, transformasi, dan
pada setiap elemen visual. Hal ini
disformasi.
dapat dilihat pada elemen visual
bukan
hanya
sebuah
Melalui pemaparan diatas di-
yang menggunakan tubuh sebagai
dapatkan sebuah pemahaman bah-
medium dalam penciptaan elemen
wa ideom-ideom seni rupa dalam
visual seperti pada elemen visual
pertunjukan “Waktu Batu” karya
“Instalasi pemerkosaan”,
Teater Garasi Yogyakarta bukan
visual “kura-kura kepala manusia”,
semata-semata dimaknai dari segi
elemen visual “kepala-kepala ma-
estetisnya dan sekedar ornamentik
nusia”, dan elemen visual “patung
pertunjukan saja. Lebih dari itu, kar-
manekin perempuan”.
ya-karya visual yang hadir dalam
elemen
Tubuh melalui sudut pandang
pertunjukan merupakan hasil dari
Teater
riset tentang artefak-artefak budaya
yang penting dalam pertunjukan.
yang
Tubuh
mendasarkan
pada
teks
Garasi
telah
mendapat
dimuati
posisi
beberapa
mitologi Jawa tentang Sudamala,
ideologi tertentu sehingga memiliki
Murwakala Watugunung, dan seja-
rujukan simbolis dalam dunia so-
rah akhir Majapahit. Tentunya kar-
sial, budaya, politik, psikologi dan
ya-karya visual tersebut membawa
lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat
gagasan-gagasan
yang
dari fakta visual elemen visual yang
mampu mempengaruhi cara pan-
menempatkan tubuh sebagai me-
dang
melihat
dium simbolis, meskipun hanya
pertunjukannya. Oleh karena itu,
mengambil salah satu organ tubuh
unsur-unsur
seperti
orang
tertentu
ketika
kesenirupaan
telah
membawa kompleksitas ide ter-
visual
“instalasi
pemerkosaan”. Pada instalasi tersebut
74
elemen
Teater Garasi
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
meminjam
ISSN : 2087-0795
organ kepala manusia untuk meng-
yang mencoba medudukkan Tubuh
ahadirkan sosok perempuan, dan
sebagai bahasa. Tubuh memiliki
kepala manusia beserta bagian
sistem komunikasi, tubuh memiliki
dada
sosok
pesan, tubuh memiliki gaya ber-
perempuan. Berbeda lagi dengan
cerita sendiri. Tubuh yang menjel-
elemen visual “kura-kura kepala
ma dalam elemen visual Teater
manusia”, elemen visual ini justru
Garasi
menggabungkan dua entitas tubuh
entitas mati, atau tubuh pajangan
yang berbeda yaitu tubuh binatang
atau dekorasi namun tubuh yang
yaitu kura-kura dan tubuh manusia
memiliki bahasa.
dan
kaki
untuk
yang diwakili organ kepala. Dua
dapat
dikatakan
bukan
Tubuh sebagai medium dari
entitas yang memiliki perbedaan
beberapa
dua alam ini sengaja digabungkan
mendapatkan fungsinya dalam per-
ditransformasikan
tunjukan “Waktu Batu”. Tubuh telah
dalam
sebuah
keutuhan elemen visual. Elemen
visual
menjadi selanjutnya
elemen
bagian
dimensi kerupaan
visual
telah
visualitas
atau
dengan ber-
yang menggunakan medium tubuh
bagai pose simbolik. Pose-pose
yaitu elemen visual “patung ma-
simbolik tersebut ditampilkan dan
nekin perempuan”, fakta visual dari
dipilih bukan untuk tubuh itu senidri,
elemen visual tersebut mengambil
melainkan demi tujuan-tujuan lain
semua organ tubuh perempuan,
yaitu berbagai makna
meskipun ada beberapa yang tidak
yang telah di bahas pada bagian
lengkap
sub bab analisis. Tubuh mampu
seperti
tidak
memiliki
tangan.
ideologis
merepresntasi berbagai persoalan-
Beberapa elemen visual yang
persoalan
realitas
yang
sangat
menggunakan medium tubuh se-
kompleks, dengan perkataan lain,
bagai unsur pembentuk memberi-
unsur tubuh dalam elemen visual
kan sebuah pemahaman bahwa
menjadi salah satu aspek simbolik
tubuh tidak hanya sebagai entitas
dalam mengisahkan berbagai cerita
fisik
atau kisah, tubuh yang naratif.
namun
juga
bersifat
sim-
bolik.Tubuh dalam fenomena teater hari ini menjadi sebuah bahasa alternatif selain teks naskah. Teater Garasi merupakan salah satu teater Vol. 6, No. 1, Juli 2014
75
ISSN : 2087-0795
2. Ideologi Tentang Kekuasaan Kolonialisme Era kolonialisme beserta rezimnya ternyata menjadi sorotan penting dalam kreatifitas Teater Garasi dalam mengolah elemen visual dalam pertunjukan
Era kolonialisme di Jawa berlansuung kurang lebih tiga abad merupakan pengalaman tersendiri. Seiring dengan penjajahan yang di alami, kapitalisasi di Jawa juga mulai nampak. Hal ini di tandai dengan pembangunan rel kereta api antara Semarang ke Vorstladen. (2005: 92)
lakon
“Waktu Batu”. Kolonialisme beserta dampak yang dibawa ke Indonesia merupakan salah satu latar kontekstual dari elemen visual “Waktu Batu” seperti Elemen visual “kapal dan dayung kepala manusia” dan elemen visual “lokomotif”. Kedua elemen visual tersebut memberikan gambaran konkret tentang dampak dari kolonialisme. Ikonis lokomotif Gambar 04
dan kapal dijadikan dasar untuk menyimbolkan kekuasaan kolonial oleh Teater Garasi. Dilihat dari fakta sejarah kedua ikonis tersebut memiliki re-
Elemen visual-elemen visual yang menggambarkan kolonialisme. Kereta dan kapal adalah artefak atau alat transporatasi yang diciptakan penjajah atau kolonial. (Foto: Koleksi Teater Garasi, 2013)
levansi yang kuat terhadap rezim kolonial. Kereta sebagai produk jajahan, dan kapal sebagai alat transportasi
kolonial
untuk
me-
lakukan eskpansi ke tanah jajahan termasuk tanah air Indonesia.
Begitu kompleks yang terjadi di era rezim kolonial membuat Teater Garasi menyoroti hal ini menjadi sesuatu hal yang mendasar bagi perkembangan modernisme di Ta-
Kolonialisme masuk ke Indo-
nah air. Melalui pertunjukan lakon
nesia sebagai awal dibukanya ger-
“Waktu Batu” kehadiran elemen
bang
segala
visual “lokomotif” dan “kapal dan
bidang. Hal ini juga dipaparkan oleh
dayung kepala manusia” seolah
modernisme
Sachari bahwa:
dari
memberikan gambaran konkret tentang arus transformasi yang terjadi
76
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
ISSN : 2087-0795
di wilayah Indonesia di era rezim
struktur dominan dalam menyang-
kolonialisme. Kedua elemen visual
ga perubahan-perubahan di berba-
itu sebagai simbol kultural dan
gai sendi kehidupan. Hampir segala
artefak yang hidup dalam pertun-
kekusaan, perubahan, dan hal-hal
jukan sebagai mitos terhadap ideo-
pokok dalam kehidupan masih mi-
logi kolonialisme.
lik kaum laki-laki.
3. Ideologi Tentang Patriaki dan Feminis Ideologi yang juga menyelimuti elemen visual lakon “Waktu Batu” adalah ideologi tentang kekuasaan patriarki dan feminis. Hal tersebut terlihat pada elemen visual “instalasi
pemerkosaan”.
Melalui
analisis dengan merelasikan deng-
Gambar 05
an pertunjukan yang telah dipapar-
Elemen visual yang merupakan simbolitas feminisme (Foto: Koleksi Teater Garasi, 2013)
kan, menunjukan gambaran tentang ideologi kekuasaan laki-laki atau patriarki yang disimbolkan tokoh Siwa terhadap pasangan
Ideologi
tentang
patriarki
oposisinya yaitu perempuan yang
yang tercermin pada elemen visual
simbolkan Dewi Uma.
“instalasi
pemekosaan”
ternyata
Ideologi patriarki direkontruksi
oleh Teater Garasi juga disanding-
oleh Teater Garasi melalui mitos
kan dengan ideologi feminis pada
posisi atas dan bawah pada e-
elemen visual “patung manekin
lemen visual “instalasi pemerkosa-
perempuan”. Meski keduanya da-
an” (lihat gb. 6). Pemilihan tentang
lam pertunjukan tidak memililiki
ideologi patriarki yang tersirat da-
relasi atau hubungan yang lang-
lam elemen visual “instalasi pemer-
sung, namun Ideologi tentang ke-
kosaan” masih memiliki relevansi
kutaan perempuan diberi tekanan
dengan kehidupan hari ini. Ke-
yang kuat pada fragmen “Anak Ku
kuasaan kaum pria masih menjadi
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
77
ISSN : 2087-0795
Dua Puluh Tujuh Dua Puluh De-
telah melihat analisis bentuk dan
lapan Dengan Suamiku”.
makna telah menghidupkan dan
Pada fragmen tersebut ele-
menggali
ranah
lokalitas
untuk
men visual “patung manekin pe-
bertemu dangan situasi hari atau
rempuan”
kontemporer.
merupakan
gambaran
Narasi-narasi
lokal
dari suara-suara kekuatan sinta
seperti mitologi Sudamala, Watu-
dalam memperjuangkan anaknya
gunung, Murwakala, dan sejarah
Watugunung
akhir
agar
mendapatkan
tempat di surga.
Majapahit
berharga
bagi
Teater Garasi tidak hanya berharga
Teater Garasi melalui kedua
karena nilai yang terkandung di
elemen visual tersebut memapar-
dalamnya, namun juga sebagai
kan ideologi patriarki dan feminis
tempat kehadiran nyata dihadapan
sebagai bentuk dampak dari tema
arus perubahan yang kuat.
yang diangkat yaitu Waktu, transisi
Berbagai elemen visual yang
dan identitas. Tiga entitas tema
diciptakan Teater Garasi dalam la-
tersebut sangat dipengaruhi oleh
kon “Waktu Batu” setelah dilakukan
masing-masing dari ideologi patriar-
analisis mendapati sebuah pen-
ki maupun feminis. Kedua ideologi
campuran
tersebut adalah gambaran sebuah
dengan kontemporer yang global.
kekuatan
gender
Kedua entitas zaman tersebut ter-
manusia dalam membentuk waktu,
lihat hampir pada semua elemen
identitas, dan sangat berpotensi
visual.
dengan adanya sebuah transisi
yang tradisi lokal telah menciptakan
dalam kehidupan.
bentuk-bentuk yang kontemporer
masih-masing
antara
tradisi
Gagasan-gagsan
lokal
tentang
atau kekinian. Teater Garasi ber4. Ideologi Tentang Tradisi versus Kontemporer
upaya menghadirkan yang tradisi melalui mitos dan sejarah dengan
Teater Garasi melalui per-
bentuk dan kode-kode yang baru,
tunjukan dan elemen visualnya di
bahkan secara kasat mata ketika
lakon
melahirkan
melihat elemen visual di dalam
narasi baru dengan cara membaca
lakon “Waktu Batu” tidak terlihat
realitas masa kini lewat narasi-
sama sekali unsur lokalitas atau
narasi mitologi dan sejarah. Elemen
tradisi.
visual di dalam “Waktu Batu” se-
dalam
78
“Waktu
Batu”
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
Tradisi telah berubah ke kreatifitas
Teater
Garasi
ISSN : 2087-0795
dalam olahan-olahan bentuk atau
damala, Murwakala, watugunung,
disebut kode personal, sehingga
dan sejarah akhir Majapahit yang
yang terjadi adalah dialogis antara
muncul pada karya-karya elemen
tanda-tanda
visual
tradisi
atau
lokal
bukan
dalam
pengertian
dengan tanda-tanda personal yang
memunculkan kembali unsur-unsur
kontemporer.
lokal dan masa lalu sebagaimana
Visualitas yang hadir dalam
wujudnya di masa lalu. Berkaitan
elemen visual lakon “Waktu Batu”
dalam konteks ini, Teater Garasi
merupakan hasil pembacaan dari
melalui
tradisi. Hal ini menunjukan elemen
tampak memiliki pandangan bahwa
visual
Teater
tradisi tidak lagi sebagi warisan
yang
yang telah jadi (given) sehingga
tradisi sembari secara terus me-
dengan begitu diterima sebagaiman
nerus menghubungan diri dengan
adanya.
Garasi
yang adalah
diciptakan perayaan
karya-karya
propetinya
kebudayaan hari ini atau kontem-
Bagi Teater Garasi, mitologi
porer. Karya elemen visual dalam
dan sejarah adalah sebuah entitas
“Waktu Batu” berbagai tanda, kode,
yang diwariskan ke dalam ruang
ideom, bentuk yang berasal dai
belajar dan dapat dapat dihadrikan
berbagai sumber kebudayaan dari
kembali dalam konteks hari ini
masa lalu dalam hal ini mitos dan
dengan bentuk yang berebeda.
sejarah, saling berinteraksi dan
Visualitas elemen visual yang hadir
saling
membentuk
dalam lakon “Waktu Batu” adalah
sebuah tanda-tanda yang plural,
hasil dari pembacaan dan aktuali-
yang tidak menolak dan meniada-
sasi dari mitologi dan sejarah.
kan satu sama lainnya. Lewat
Tradisi (mitologi dan sejarah) diberi
dialog yang intens antara tradisi
nilai
dan kontemporer maka menghasil-
relevansi dengan situasi yang glo-
kan tanda dan teks-teks yang baru.
bal pada hari ini.
menyilang
baru
sehaingga
memiliki
Hal penting yang perlu digaris
Kemunculan ciri-ciri tersebut
bawahi dalam visualitas elemen
sejalan dengan kecenderungan glo-
visual lakon “Waktu Batu” adalah
bal yang memotivasi munculnya
ciri-ciri lokal dan tradisi yang mun-
paradigma seni posmodernisme.
cul dalam bentuk lain. Nilai-nilai
Paradigma
yang terkandung pada mitologi: Su-
menurut Bambang Sugiaharto (19
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
seni
posmodernisme
79
ISSN : 2087-0795
96: 25) adalah pencampuran gaya
niadakan tetapi saling berdialog,
yang bersifat elektik dan dilogisme
mengisi dan memperkuat dan hal
antara tradisi dengan kontemporer.
ini sejalan dengan kecenderungan
Nilai
pada karakter seni posmodernisme.
lokalitas
mulai
mendapat
tempat sebagai perlawanan terhadap seni modernisme yang maPENUTUP
sih diselimuti tembok-tembok dan dikotomi yang kuat terhadap antroposentris.
Apa
yang
telah dilakukan
Teater Garasi dalam mengolah
Pemahaman Bambang Su-
visual dalam lakon “Waktu Batu”
giharto tersebut memberikan garis
telah menunjukan bahwa seni rupa
besar bahwa seni Posmodernisme
menjadi hal yang penting untuk
lebih menghargai dan mengakui
dipertimbangkan dalam seni per-
pluralisme
tunjukan khsusunya seni teater.
dan
oleh
sebab
itu
memberi peluang bagi masuknya
Kehadirannya
tidak
hanya
nilai-nilai lokal dan tradisi manapun
sebatas ornamentik dan penghias
untuk masuk ke dalamnya. Pen-
pertunjukan, namun mampu mem-
dapat yang lain untuk memperkuat
berikan teror dramatik dan mem-
pertanyya di atas yaitu Dharsono
bawa gagasan sebagai komunikasi
(2004:
menyatakan
visual. Keberadaan karya lakon
bahwa karya multimedia atau seni
“Waktu Batu” oleh Teater Garasi
posmodernisme memberikan multi
tersebut menandai perkembangan
kemungkinan mengangkat ideom
teater Indonesia menuju pada era
seni tradisi yang sarat akan ajaran
postmodern.
228)
yang
budaya pluralis sebagai satu ta-
Salah satu ciri teater post-
waran alternatif tafsir, yang mampu
modern adalah adanya penyim-
memberikan berbagai makna uni-
pangan-penyimpangan
versal dari sisi kehidupan.
dekonstruksi, dan metode bersifat
Pada
melalui vi-
non-linguistik yaitu deskripsi atas
sualitas elemen visual dalam “Wak-
interpretasi visual menjadi kompo-
tu Batu”, dua hal yang sebelumnya
nen-komponen
bertentangan
dan
dalam Husein, 2013:176). Dalam
kontemporer, justru hadir bersama-
hal ini yang dimaksud dengan kon-
sama bukan untuk saling
vensi tersebut di atas khususnya
80
akhirnya
konvensi,
yaitu
tradisi
me-
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
kunci
(Hurstfield
ISSN : 2087-0795
yang
struktur dan unsur dalam teater. Teater Garasi memiliki kesadaran visual dan aspek kesenirupaan sebagai bahasa ungkap dari
gagasan
mereka.
Karya-
karyanya kerap memunculkan kesadaran baru untuk menentang bentuk-bentuk teater konvensional yang
DAFTAR PUSTAKA
menyangkut permasalahan
masih
menyandarkan
diri
pada kekuatan logosentrisme dan antroposentrisme drama, untuk kemudian
menggesernya
dengan
memunculkan kekuatan tafsir atas sebuah teks (sastra, narasi, mitos, dan lain-lain) yang lebih mengedepankan dan mengutamakan kekuatan simbol-simbol visual (rupa)
Dharsono.2004.Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains. Husein, Fathul A. 2013. “Teater Di Era Postmodern”, dalam Ed. Bambang Sugiharto, Untuk Apa Seni ?. Bandung: Pustaka Matahari. Iswanatara, Nur. 2012. “Wujud dan Makna Pertunjukan Lakon “waktu Batu” Teater Garasi dalam Kehidupan Teater Kontemporer di Yogyakarta.” Laporan Penelitian mandiri Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Malna, Afrizal. 2007. “Arsitektur Teater dalam Pertunjukan Garasi,” dalam Ed. Ugoran Prasad, Laporan Dokumentasi Proses Penciptaan Waktu Batu. Yogyakara: Yayasan Teater Garasi.
sebagai basis kekuatan estetiknya. Dengan demikian ranah seni rupa sebagai esensi dari semua jenis seni
memberi
kontribusi
yang
begitu besar atas kemunculan dan eksistensi karya
Teater Garasi.
Prasad, Ugoran. 2007. “Laporan Dokumentasi Proses Penciptaan Waktu Batu.” Progaram Penelitian, Penerbitan, dan Penerjemahan Yayasan Teater Garasi berkejasma dengan Kedutaan Belanda.
Penyimpangan dan dekonstruksi dalam teater, seakan-akan menjadi
Siregar,
tawaran baru bagi perkembangan bentuk-bentuk sebuah
teater.
teks/naskah
Kehadiran tidak
lagi
menjadi kebenaran tunggal dalam menggali
informasi
dan
tentang pertunjukan teater.
Aminidin TH. 2004. Modern Miring. Bandung: Panitian Mendak Pindo, Selasar Sunaryo Art Space.
makna
Subalidinata dkk. 1985. Sejarah dan Perkembangan Cerita Murwakala dan Ruwatan dari Sumber-sumber Sastra Jawa. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Kebudayaan Proyek Penelitian
Vol. 6, No. 1, Juli 2014
81
ISSN : 2087-0795
dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Sugiharto, Bambang. 2013. Untuk Apa Seni ?. Bandung: Pustaka Matahari.
82
Vol. 6, No. 1, Juli 2014