BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang menerapkan sistem perpajakan (Hutagaol, 2007). Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sangat berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan negara karena sampai saat ini pajak merupakan pemberi kontribusi terbesar dalam APBN (Suardikha, 2007). Peranan penerimaan perpajakan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun persentase terhadap seluruh pendapatan negara (Widayati, 2010). Alim (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah pajak yang diterima akan semakin menguntungkan bagi negara. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung self assessment system, dimana Wajib Pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Devano(2006 : 110), istilah kepatuhan berarti tunduk atau taat pada ajaran atau aturan. Kepatuhan perpajakan dapat berarti taat dan tunduk dalam melaksanakan ketentuan perpajakan.
1
Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga penerimaan pajak negara meningkat (Sari & Afriyanti, 2012). Chau (2009) menyebutkan bahwa kepatuhan yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan tingkat kepatuhan pajak secara tidak langsung mempengaruhi ketersediaan pendapatan untuk belanja (Jung, 1999). Upaya meningkatkan penerimaan pajak saat ini ternyata dihadapkan pada masih belum optimalnya peran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya terhadap negara. Menurut Torgler (2005) salah satu masalah yang paling serius bagi para pembuat kebijakan ekonomi adalah mendorong tingkat kepatuhan pajak. Kepatuhan pajak (tax compliance) sebagai indikator peran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan masih rendah (Simanjutak, 2009). Di Indonesia, untuk orang pribadi pembayaran pajak yang dilaporkan melalui penyerahan SPT hanya berjumlah 8,5 juta, padahal jumlah orang yang aktif bekerja di Indonesia berjumlah 110 juta (data BPS). Artinya, rasio SPT terhadap kelompok pekerja aktif hanya mencapai 7,73% dengan kata lain tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi masih sangat rendah. Untuk badan usaha, pembayaran pajak yang dilaporkan melalui penyerahan SPT
2
hanya berjumlah 466.000, sedangkan jumlah badan usaha yang berdomisili tetap dan aktif berjumlah sekitar 12,9 juta. Artinya, rasio SPT Badan terhadap jumlah badan usaha aktif hanya mencapai 3,6% dengan kata lain tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan juga masih sangat rendah (www.pajak.go.id). Pencapaian tax ratio Indonesia pada tahun 2009 hanya berkisar 14,1%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan tax ratio di negara-negara ASEAN seperti Malaysia (15,5%), Filipina (14,4%), dan Thailand (17%) (www.pajak.go.id). Faktor yang menyebabkan rendahnya tax ratio adalah rendahnya pendapatan per kapita, masih rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak (kesadaran masyarakat akan kewajiban perpajakan masih sangat rendah), belum transparannya laporan peredaran usaha dan penghasilannya Wajib Pajak, dan belum maksimalnya tingkat efisiensi administrasi perpajakan (Zainie, 2001 dalam Yadnyana, 2010). Selain itu juga, rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak (tax gap) dan tax ratio Indonesia yang terendah di kawasan ASEAN (Supriyati, 2008:42). Tabel 1.1 Laporan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Masuk di KPP Pratama Badung Utara dari Tahun 2009-2011. Tahun Uraian
2009
2010
2011
a
WP Orang Pribadi WP Efektif (orang)
27.490
33.090
37.860
b
SPT Masuk (Lembar)
15.381
19.002
21.704
c
SPT Tidak Masuk (Lembar)
12.109
14.088
16.156
Kepatuhan (%) (b/a*100%) 55,95% 57,48% Sumber: PDI, KPP Pratama Badung Utara (Data Diolah), 2012
57,32%
3
Di Badung Utara, persentase tingkat kepatuhan dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang cenderung fluktuatif. Persentase tingkat kepatuhan yang dimaksud adalah jumlah SPT Tahunan yang masuk tahun bersangkutan dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak yang efektif. Pada tahun 2009 tingkat kepatuhan pelaporan WPOP sebesar 55,95% dan di tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 57,48%, di tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 57,32%. Target kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia saat ini adalah sebesar 62,65% (www.pajak.go.id) sedangkan tingkat kepatuhan di Badung Utara baru berkisar 57,32%. Jika dibandingkan dengan kepatuhan nasional, ini berarti kepatuhan Wajib Pajak di Badung Utara masih rendah. Tinggi rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kesadaran Wajib Pajak. Kesadaran Wajib Pajak dapat dilihat dari kesungguhan dan keinginan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya yang ditunjukkan dalam pemahaman Wajib Pajak terhadap fungsi pajak dan kesungguhan
Wajib
Pajak
dalam
membayar
dan
melaporkan
pajaknya.
Ketidakmampuan Wajib Pajak terhadap berbagai fungsi dan ketentuan perpajakan yang ada dapat menjadikan Wajib Pajak tidak memiliki kesadaran akan pentingnya membayar dan melaporkan pajaknya. Kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan pajak baik formal maupun nonformal akan berdampak positif terhadap kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak (Suryadi, 2006:108). Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2006) menyatakan bahwa jika kesadaran Wajib Pajak meningkat maka
4
kepatuhan Wajib Pajak juga akan meningkat. Maka, untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajak perpajakannya (Mustikasari, 2007). Sistem self assessment memberikan wewenang Wajib Pajak untuk menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan hutang pajaknya. Akan tetapi dalam pelaksanaanya sulit berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan salah digunakan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya Wajib Pajak yang memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran diri dari kewajibannya untuk membayar pajak atau dengan kata lain Wajib Pajak sengaja untuk tidak patuh (Sadhani, 2004:58). Menurut Vinola, tanpa adanya penelitian dan pemeriksaan pajak serta tidak adanya ketegasan dari instansi pajak, maka ketidakpatuhan Wajib Pajak tersebut dapat berkembang sedemikian rupa sehingga bisa mencapai suatu tingkat dimana sistem perpajakan akan menjadi lumpuh. Untuk menjaga agar Wajib Pajak tetap berada dalam koridor peraturan perpajakan, maka diantisipasi dengan melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk diperiksa. Direktorat Jenderal Pajak sebagai aparatur negara yang tugasnya memenuhi targettarget yang tertuang di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berusaha mencapai realisasi pajak yaitu dengan digalakannya program-program dalam pencapaian target yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah dengan pengawasan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang merupakan suatu cara untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.
5
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan pemeriksaan pajak dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat. Penelitian Pramastuti (2003) menemukan bahwa pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh pemeriksa pajak dapat memudahkan para Wajib Pajak dalam menghitung besarnya pajak yang harus disetorkan. Maka dari itu, pemeriksaan pajak merupakan instrumen yang baik untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak, baik formal maupun material dari peraturan perpajakan yang tujuan utamanya untuk menguji dan meningkatkan tax compliance seorang Wajib Pajak (Pasal 29 UU No. 28 Tahun 2007). Tinggi rendahnya kepatuhan Wajib Pajak juga dapat dipengaruhi oleh faktor persepsi tentang sanksi perpajakan. Ali et al (2001) menyatakan audit dan sanksi merupakan kebijakan yang efektif untuk mencegah ketidakpatuhan. Indonesia memiliki undangundang yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983. Peraturan perpajakan tersebut agar dipatuhi maka harus ada sanksi perpajakan bagi pelanggarnya. Menurut United States Government Accountability Office (2009), sanksi perpajakan dimaksudkan untuk mendorong kepatuhan pelaporan pajak. Sanksi harus cukup tegas untuk mencegah ketidakpatuhan, mendorong Wajib Pajak untuk patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakan, harus lebih objektif, proporsional, dan digunakan untuk mendidik Wajib Pajak serta mendorong kepatuhan Wajib Pajak di masa depan. Penelitian yang dilakukan Solich Jamin (2001) mengemukakan bahwa undangundang pajak dan peraturan pelaksanaannya tidak memuat jenis penghargaan bagi
6
Wajib Pajak yang taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan baik berupa prioritas untuk mendapatkan pelayanan publik ataupun piagam penghargaan. Walaupun Wajib Pajak tidak mendapatkan penghargaan atas kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak akan dikenakan banyak hukuman apabila alfa atau sengaja tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006). Menurut Marziana, di dalam perpajakan kepuasan pada kualitas pelayanan juga merupakan salah satu kriteria yang mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasaan dan
keberhasilan
(Boediono,
2003:60).
Menurut
teori
yang
diusulkan
Parasuraman,dkk(1985), kualitas pelayanan adalah perbandingan antara harapan yang diinginkan oleh pelanggan dengan penilaian mereka terhadap suatu kinerja aktual dari suatu penyedia layanan. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus menerus. Penelitian yang dilakukan oleh Supadmi (2009) menyatakan bahwa kepuasan pelayanan yang diperoleh oleh Wajib Pajak akan berdampak pada kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Berkaitan dengan proses peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat, pemerintah telah mencanangkan suatu program yang diistilahkan sebagai Pelayanan
7
Prima. Melalui program ini diharapkan aparatur pemerintah memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat melalui kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan serta tanggungjawab yang baik dan terkoordinasi, memberikan solusi yang optimal, terbaik, excellent, bagi kebutuhan masyarakat, dalam pemasaran proses ini disebut Service Excellent. Karena pada kenyataannya banyak Wajib Pajak merasa menemui hambatan dalam proses pelayanan yang diberikan oleh aparatur perpajakan seperti petugas yang lamban, tidak ramah, berbelit-belit, menunggu terlalu lama, kantor dan layanan kurang nyaman, fasilitas yang kurang memadai, dan lain sebagainya yang menimbulkan keluhan, complain dan enggannya mereka menyelesaikan urusan kewajiban perpajakannya, dan pada gilirannya nanti berakibat pada tumbuhnya sikap tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Palda (2004) menyatakan kualitas pelayanan pemerintah mempengaruhi kemauan membayar pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang berada di daerah Badung Utara merupakan salah satu instansi vertical yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Direktorat Jendral Pajak Wilayah Bali. Fungsi dari kantor pelayanan pajak yaitu melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan efektivitas Wajib Pajak, penelitian dan penatausahaan surat pemberitahuan pajak tahunan, surat pemberitahuan pajak masa serta berkas Wajib Pajak, penerimaan pajak, penagihan, pemeriksaan, penerapan sanksi perpajakan, dan pelaksanaan administrasi kantor pelayanan pajak. Dengan demikian kantor pelayanan pajak mempunyai peranan yang
8
sangat penting dalam pelaksanaan administrasi perpajakan nasional. Oleh karena Kantor Pelayanan Pajak ini belum lama berdiri dan persentase tingkat kepatuhan yang ditunjukkan masih rendah maka dalam penelitian ini perlu dikaji lebih dalam faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Badung Utara. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1)
Apakah kesadaran Wajib Pajak berpengaruh pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara?
2)
Apakah pemeriksaan pajak berpengaruh pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara?
3)
Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara?
4)
Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara?
1.2
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
9
1)
Untuk mengetahui pengaruh kesadaran Wajib Pajak pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.
2)
Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.
3)
Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.
4)
Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.
1.2.2
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, meliputi: 1)
Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang pengaruh kesadaran Wajib Pajak, pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kualitas pelayanan pada kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Badung Utara. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan wawasan yang lebih luas, serta dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang melakukan penelitian dengan objek yang sama dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
10
2)
Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan, sumbangan pemikiran dan tambahan referensi kepada aparat kantor pelayanan pajak untuk menelaah lebih lanjut mengenai pengaruh kesadaran Wajib Pajak, pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kualitas pelayanan yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, agar dapat menjadi bahan evaluasi di masa mendatang oleh pihak pembuat kebijakan perpajakan. 1.3
Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi dan susunan penelitian ini, maka diuraikan sistematika sebagai berikut. Bab I
Pendahuluan
Bab pendahuluan ini menguraikan latar belakang masalah dan pokok permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. Bab II
Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendukung penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait dan digunakan sebagai acuan dengan penelitian yang dilaksanakan sekarang serta rumusan hipotesis. Bab III
Metodologi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang identifikasi variabel, definisi operasional, jenis data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data serta teknik analisis data Bab IV
Pembahasan Hasil Penelitian
11
Bab ini menguraikan tentang karakteristik populasi, analisis data yang mencakup hasil perhitungan dan deskripsi hasil penelitian serta pembahasan dari permasalahan yang ada. Bab V
Simpulan dan Saran
Bab ini menguraikan tentang simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam pembahasan, saran-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian serta keterbatasan penelitian.
12