1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak sempat menyelesaikan urusan-urusannya. Dikarenakan kesibukan yang sedemikian rupa, kadangkala seseorang sangat sulit untuk meluangkan waktu untuk mengurus secara langsung segala sesuatu yang penting seperti mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan. Oleh karena itu memerlukan jasa orang lain untuk menyelesaikan urusan-urusan itu. Orang ini lalu diberikannya kekuasaan atau wewenang untuk menyelesaikan urusan-urusan tersebut atas namanya. Yang dimaksudkan dengan “menyelenggarakan suatu urusan” adalah melakukan suatu “perbuatan hukum” yaitu suatu perbuatan yang mempunyai atau “menelorkan” suatu “akibat hukum”.1 Penggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat untuk berbagai keperluan. Awalnya konsep surat kuasa hanya dikenal dalam bidang hukum, dan digunakan untuk keperluan suatu kegiatan yang menimbulkan akibat hukum, akan tetapi saat ini surat kuasa bahkan sudah digunakan untuk berbagai keperluan sederhana dalam kehidupan masyarakat.
1
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 140.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan orang lain sebagai penerima kuasa, guna melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk dapat “atas nama” si pemberi kuasa.2 Perjanjian
Pemberian
Kuasa
(lastgeving)
telah
dikenal
sejak
abad
pertengahan, yang dalam hukum Romawi disebut mandatum. Manus berarti tangan dan datum memiliki pengertian memberikan tangan. Pada mulanya mandatum dilakukan karena pertemanan, dan dilakukan secara cuma-cuma. baru kemudian dapat diberikan suatu honorarium yang bersifat bukan pembayaran tapi lebih bersifat penghargaan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh si penerima mandatum.3 Kuasa merupakan kewenangan mewakili untuk melakukan tindakan hukum demi kepentingan dan atas nama pemberi kuasa dalam bentuk tindakan hukum sepihak. Dalam arti bahwa kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja, yaitu penerima kuasa.4 Pemberian kuasa dalam hukum positif Indonesia diatur di dalam Buku III Bab XVI mulai dari Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPerdata. Pemberian kuasa pada masa sekarang ini sangatlah diperlukan, mengingat dinamika dan mobilitas anggota masyarakat yang terus berkembang. Tidak dapat dibayangkan suatu masyarakat tanpa lembaga perwakilan yang terwujud dalam segala segi kehidupan di bidang hukum.
2
Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 306. Herlien Budiono, Perwakilan, Kuasa dan Pemberian Kuasa, Majalah Renvoi, (Nomor 6.42.IV, 3 November 2006), Hal. 68. 4 Ibid, Hal. 69 3
Universitas Sumatera Utara
3
Pembangunan di bidang fisik dewasa ini perkembangannya seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan fisik seperti gedung sekolah, jalan tol, rumah sakit dan lain-lain adalah obyek dari perjanjian pemborongan bangunan. Perjanjian pemborongan bangunan dilihat dari sistem hukum merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (bouwrecht). Bangunan di sini mempunyai arti yang luas, yaitu segala sesuatu yang didirikan di atas tanah. Dengan demikian yang dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bangunan, meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik yang bersifat perdata maupun publik. Untuk memberikan kesempatan berpartisipasi serta memberikan kesempatan berusaha bagi swasta maka dapat dibedakan darimana asal pekerjaan tersebut : a. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui proses lelang. b. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari swasta yang diperoleh langsung sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas (swasta) dengan pemborong (swasta). Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan dikerjakan oleh perusahaan jasa konstruksi (pemborong) tersebut perlu dibuat suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya.
Universitas Sumatera Utara
4
Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Mensikapi hal tersebut R. Subekti menjelaskan
bahwa kita
diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undangundang. Atau dengan perkataan lain, dalam soal perjanjian, kita diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri. Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila atau sekedar kita tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang kita adakan itu”.5 Ketentuan mengenai perjanjian pemborongan telah diatur dalam Pasal 1601b KUHPerdata, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.6 PT. Aslan Karya Putra merupakan pihak yang ditunjuk oleh dinas Pekerjaan Umum Abdya untuk melaksanakan kegiatan pekerjaan proyek pembangunan jalan Surien pada tahun anggaran 2010. Pelaksanaan pembangunan tersebut terjadi karena pemborong menang dalam pelelangan. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenai kewenangan Direksi. Bahwa pada prinsipnya operasional 5
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), hal 14. Subekti, R dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita,1999), hal 391. 6
Universitas Sumatera Utara
5
pelaksanaan perusahaan merupakan tanggung jawab Direksi termasuk untuk mewakili perusahaan dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak-pihak lain dan dihadapan pengadilan. Namun dengan surat kuasa Direksi dapat melimpahkan kepada pihak lain untuk mewakilinya termasuk membuat surat, menandatangani dan lain sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh PT. Aslan Karya Putra dalam pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan jalan yang menyerahkan pelaksanaan proyek pembangunan jalan tersebut dengan memberikan kuasa kepada pihak ketiga untuk mengurus dan melaksanakan sampai selesai pekerjaan proyek pada dinas Pekerjaan Umum Abdya tersebut. Pemberian kuasa yang dilakukan oleh PT. Aslan Karya Putra tersebut didasarkan pada ketentuan pada Pasal 103 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa. Untuk dapat terlaksananya kegiatan pemberian kuasa tersebut, sebelumnya harus didahului dengan pengikatan para pihak yang sepakat mengikatkan diri antara satu dengan lainnya serta dituangkan dalam suatu perjanjian, sehingga menimbulkan hubungan hukum dan akibat hukum bagi para pihak. Memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut kekuasaan yang telah diberikannya kepada penerima kuasa, maka pemenuhan beserta
Universitas Sumatera Utara
6
segala sebab dan akibat dari perikatan-perikatan tersebut menjadi tanggung jawab penerima kuasa sepenuhnya. Selain itu dalam pemberian kuasa tersebut, wajib memuat ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para pihak, termasuk didalamnya ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak, pelaksanaan perjanjian serta berakhirnya perjanjian, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan serta peraturan pelaksanaannya. Dalam pemberian kuasa ini juga terdapat hak dan kewajiban yang wajib dipenuhi para pihak baik oleh pemborong atau penyedia jasa dan pelaksana pekerjaan proyek, termasuk di dalamnya hasil kerja dari pihak yang mengerjakan, dalam hal ini penyedia jasa serta adanya suatu harga atau imbalan dari pengguna jasa, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang telah disepakati. Dalam pemberian kuasa ini mengandung resiko, antara lain resiko tentang keselamatan umum dan resiko tentang hambatan-hambatan dalam melaksanakan pekerjaan, maka dari itu perjanjian lazim dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis. Selain itu dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kuasa, tidak tertutup kemungkinan adanya keterlambatan, kelalaian dari salah satu pihak (wanprestasi), baik secara sengaja maupun karena keadaan memaksa (force majeur /overmacht). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, penyedia jasa harus memberitahukan kepada penngguna jasa mengenai keadaan kahar (force majeur) itu selambatlambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadinya kahar.
Universitas Sumatera Utara
7
Dalam melaksanakan pekerjaan kemungkinan timbul wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Dalam keadaan demikian, berlakulah ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi, yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, penggantian kerugian atau pemenuhan.7 Permasalahan yang sering timbul menyangkut masalah batas waktu penyelesaian kontrak, dimana pihak pelaksana belum dapat menyelesaikan pekerjaan, maka hal tersebut akan menghambat penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan. Hal ini amat mungkin terjadi karena pekerjaan pemborongan bangunan yang diperoleh PT. Aslan Karya Putra cenderung didasari rasa percaya dari pihak pemberi borongan pekerjaan bangunan kepada PT. Aslan Karya Putra, karena adanya hubungan yang sudah terjalin dengan baik. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, disusunlah tesis ini dengan bertitik tolak pembahasan kepada pemberian surat kuasa. Oleh karena itu, maka dilakukan penelitian dengan judul : “Tinjauan Yuridis Pemberian Kuasa Direktur Terhadap Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Perusahaan Dalam Pelaksanaan Proyek Pembangunan Jalan” B. Perumusan Masalah 1.
Bagaimana pelaksanaan pemberian kuasa Direktur perusahaan dalam pemenuhan hak dan kewajiban pada proyek pembangunan jalan?
7
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan (Yogjakarta : Liberty, 1982), hal 82
Universitas Sumatera Utara
8
2.
Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam surat kuasa Direktur pada proyek pembangunan jalan?
3.
Bagaimanakah perlindungan hukum para pihak dalam surat kuasa Direktur pada proyek pembangunan jalan?
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kuasa Direktur perusahaan dalam pemenuhan hak dan kewajiban pada proyek pembangunan jalan.
2.
Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam surat kuasa Direktur pada proyek pembangunan jalan.
3.
Untuk mengetahui perlindungan hukum para pihak dalam surat kuasa Direktur pada proyek pembangunan jalan.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.
Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
dan cukup jelas bagi pengembangan disiplin ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya. Serta dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan kuasa direktur perusahaan terkait pemenuhan hak dan kewajiban dalam praktek. 2.
Secara Praktis
Universitas Sumatera Utara
9
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data yang berguna bagi masyarakat pada umumnya dan para pembaca pada khususnya mengenai pemberian kuasa.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah dilakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU), menunjukkan bahwa tesis dengan judul “Tinjauan Yuridis Pemberian Kuasa Direktur Terhadap Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Perusahaan Dalam Pelaksanaan Proyek Pembangunan Jalan” belum ada yang membahasnya sehingga tesis ini dijamin keasliannya sepanjang mengenai judul dan permasalahan yang diuraikan di atas sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan. Namun penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa yang menyangkut masalah pemberian kuasa, namun permasalahan dan bidang kajiannya berbeda, yaitu Tesis atas nama Ahmad Feri Tanjung, NIM: 067011013, dengan judul “Tanggung Jawab Hukum Kuasa Pengguna Anggaran Atas Perubahan Teknis Pekerjaan Pasca Penandatanganan Surat Perjanjian Kontrak Pelelangan Pengadaan Barang Dan Jasa”, dengan permasalahan: 1.
Bagaimana ketentuan pengadaan barang/jasa pemerintah dalam bidang kontrak kontruksi?
2.
Bagaimana prosedur dan
teknis perubahan
pekerjaan
setelah
kontrak
ditandatangani?
Universitas Sumatera Utara
10
3.
Bagaimana tanggung jawab Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas perubahan teknis pekerjaan yang dilaksanakan setelah kontrak ditandatangani?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.8 Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.9 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.10 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.11 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang
8
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cetakan I, (Bandung : Mandar Maju, 1994),
hal. 80. 9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press, 1986), hal. 6 J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting, M. Hisyam, (Jakarta : UI Press, 1996), Hal. 203 11 Ibid, hal.122 10
Universitas Sumatera Utara
11
logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.12 Teori diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.13 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.14 Teori
yang
dipakai
dalam
tesis
ini
adalah
Teori
Kepercayaan
(vertrouwenstheorie) yaitu Teori yang mengatakan bahwa kata sepakat ini terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.15 Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Asas Kepercayaan merupakan kemauan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.16
12
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Andi, 2006), hal. 6. 13 Bintoro Tjokroamidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, (Jakarta: CV. Haji Mas Agung), 1988, hal. 12 14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 35 15 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Binacipta, 1987), hal.59. 16 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 89.
Universitas Sumatera Utara
12
Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan (Verbintenis), sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 BW yang berbunyi : “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Selain menggunakan teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) dari Mariam Darus Badrulzaman dalam menganalisis permasalahan pada penelitian ini, juga menggunakan teori kewajiban hukum sebagaimana dikemukakan oleh Austin, yang mendefinisikan tentang kewajiban hukum adalah: “Diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau ditempatkan di bawah kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak melakukan, adalah menjadi dapat dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal tidak mematuhi suatu perintah.”17 Kewajiban dalam pemberian kuasa direktur kepada penerima kuasa adalah dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan, pada Bab II mengenai perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Digunakan kata “atau” di antara “kontrak” dengan “perjanjian” menurut Buku III Kitab UndangUndang Hukum Perdata, adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti di atas memang sengaja untuk menunjukkan dan menganggap kedua istilah tersebut
17
Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal 64.
Universitas Sumatera Utara
13
adalah sama. Sedangkan pengertian perjanjian sesuai dengan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”18 Definisi berdasarkan Pasal 1313
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tersebut sebenarnya tidak lengkap, karena hanya mengatur perjanjian sepihak dan juga sangat luas karena istilah perbuatan yang dipakai mencakup juga perbuatan melawan hukum. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh para sarjana hukum perdata, pada umumnya menganggap definisi perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu tidak lengkap dan terlalu luas pengertiannya. Menurut P. Setiawan19
definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum
dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Sedangkan menurut R.Subekti 20 bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peritiwa ini timbul suatu hubungan perikatan.
18
R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya Paramita,1999), hal 388 19 R. Setiawan, Op. Cit, hal 4. 20 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa, 2002), hal 5.
Universitas Sumatera Utara
14
Dari pengertian diatas, dapat ditafsirkan bahwa dengan adanya perjanjian maka melahirkan kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih kepada satu orang lain atau lebih yang berhak atas prestasi tersebut. Menurut Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa perikatan dapat timbul melalui persetujuan maupun undang-undang. Selain itu dalam Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Dengan demikian maka hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan atau menimbulkan suatu perikatan. Perjanjian merupakan sumber perikatan, disamping undang-undang. Suatu perjanjian dinamakan juga persetujuan karena dua pihak itu saling bersetuju atau sepakat untuk melakukan sesuatu. Dari hubungan perikatan dan perjanjian tersebut maka menimbulkan hukum perjanjian.21 Selanjutnya disebutkan lagi bahwa suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Mariam Darus Badrulzaman mengatakan pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.22 Dari beberapa rumusan pengertian seperti tersebut diatas, jika disimpulkan maka dalam perjanjian terdapat unsur terdiri dari :
21 22
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 3. Ibid, hal. 89.
Universitas Sumatera Utara
15
a. Ada pihak-pihak, Sedikitnya dua orang, pihak ini disebut subyek perjanjian dapat terdiri dari manusia maupun badan hukum dan
mempunyai wewenang melakukan
perbuatan hukum seperti yang ditetapkan undang-undang. b. Ada persetujuan antara pihak-pihak, Persetujuan antara pihak-pihak tersebut sifatnya tetap bukan merupakan suatu perundingan. c. Ada tujuan yang dicapai, Mengenai tujuan para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang. d. Ada prestasi yang dilaksanakan, Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya pembeli berkewajiban membeli harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang. e. Ada bentuk tertentu, lisan maupun tertulis, Perlunya bentuk tertulis ini, karena undang-undang menyebutkan bahwa dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat. f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Dari syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian maka dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Universitas Sumatera Utara
16
Perjanjian
pemberian
kuasa
atau
disebut
juga
dengan
Lastgeving.
Lastgeving diatur di dalam Pasal 1792 s.d. Pasal 1818 KUH Perdata, sedangkan di dalam Nieuw BW Belanda, sebuah kitab revisi BW,
lastgeving diatur pada
Artikel 1829. Perjanjian pemberian kuasa adalah suatu perjanjian yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberi kuasa. 23 Dengan kata lain, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan mengenai pemberian kekuasaan/wewenang (lastgeving) dari satu orang atau lebih kepada orang lain yang menerimanya (penerima kuasa) guna menyelenggarakan/melaksanakan sesuatu
pekerjaan/urusan
(perbuatan
hukum)
untuk
dan
atas
nama
(mewakili/mengatasnamakan) orang yang memberikan kuasa (pemberi kuasa). Pada pokoknya,
pemberian
kuasa
merupakan
suatu
persetujuan
“perwakilan”
melaksanakan perbuatan hukum tertentu. Dalam praktek, pemberian kekuasaan tidak terbatas hanya dapat dilakukan dari seseorang kepada seseorang lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1792 KUHPerdata tersebut di atas. Tapi, dapat dilakukan dari satu orang atau lebih pemberi kuasa kepada satu orang atau lebih penerima kuasa. 24 Ciri-ciri dari perjanjian pemberian kuasa, yaitu a. bebas bentuk, artinya dapat dibuat dalam bentuk lisan atau tertulis, dan b. persetujuan timbal balik para pihak telah mencukupi.
23
Lihat Pasal 1792 KUH Perdata Humala Sianturi, SH , http://malasi-advokat.blogspot.com/2009/09/pengertian-bentuk-danjenis-pemberian.html , akses tanggal 15 April 2011. 24
Universitas Sumatera Utara
17
Perjanjian pemberian kuasa yang dilakukan oleh PT. Aslan Karya Putra merupakan Pemberian kuasa dengan memberikan kepercayaan kepada penerima kuasa untuk melaksanakan pekerjaannya melalui perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang dianggap tepat dalam
rangka
penyempurnaan
pekerjaannya.
Pemberian
kuasa
merupakan
keterlibatan pekerja secara menyeluruh untuk melaksanakan setiap proses dalam membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Pemberian kuasa dipengaruhinya oleh sistem dan prosedur pemberian kuasa, kebijakan pemberi kuasa, dan peranan pekerja yang diberi kuasa. Kuasa adalah pernyataan, dengan mana seseorang memberikan wewenang kepada penerima kuasa bahwa yang diberi kuasa itu berwenang untuk mengikat pemberi kuasa secara langsung dengan pihak lain, sehingga dalam hal ini perbuatan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa berlaku secara sah sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri. Dengan perkataan lain, penerima kuasa dapat berwenang bertindak dan/atau berbuat seolah-olah ia adalah orang yang memberikan kuasa itu. Pasal 1792 KUHPerdata memberikan batasan (definisi) Mengenai “lastgeving”, dimana dikatakan, bahwa “lastgeving” adalah suatu persetujuan, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk atas namanya melakukan suatu urusan”. Perkataan-perkataan “suatu urusan” (een zaak) pada umumnya diartikan sebagai suatu perbuatan hukum,
Universitas Sumatera Utara
18
sedang perkataan-perkataan “atas namanya” mengandung arti bahwa penerima kuasa bertindak mewakili pemberi kuasa.25 2.
Konsepsi Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional merupakan
bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,26 yang disebut dengan definisi operasional. Selanjutnya untuk menghindari salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut : a. Kuasa adalah pernyataan, dengan mana seseorang memberikan wewenang kepada penerima kuasa bahwa yang diberi kuasa itu berwenang untuk mengikat pemberi kuasa secara langsung dengan pihak lain, sehingga dalam hal ini perbuatan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa berlaku secara sah sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri. b. Kuasa direktur adalah kuasa yang diberikan oleh Direktur perseroan kepada penerima kuasa (pihak ketiga) untuk melakukan tindakan hukum tertentu. c. Pemberian
kuasa
adalah
suatu
persetujuan
mengenai
pemberian
kekuasaan/wewenang (lastgeving) dari satu orang atau lebih kepada orang lain 25
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, (Ikatan Notaris Indonesia, 1990), hal. 472. 26 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998), hal.3
Universitas Sumatera Utara
19
yang menerimanya (penerima kuasa) guna menyelenggarakan/melaksanakan sesuatu
pekerjaan/urusan
(perbuatan
hukum)
untuk
dan
atas
nama
(mewakili/mengatasnamakan) orang yang memberikan kuasa (pemberi kuasa). d. Penyedia jasa atau pemborong, yaitu orang perseorangan atau badan usaha yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa pemborongan atau jasa konstruksi. e. Pelaksana, yaitu penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain. Pada umumnya penyedia jasa sekaligus merupakan pelaksana dalam pekerjaan jasa pemborongan.
G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analisis, artinya
penelitian ini berupaya menggambarkan, menjelaskan serta menganalisa peraturanperaturan yang berhubungan dengan pemberian kuasa direktur kepada pihak lain. Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai metode penulisan dengan pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perUndangUndangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum
Universitas Sumatera Utara
20
kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran induk (teoritis). Pendekatan yuridis normatif disebut demikian karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen yang ditujukan atau dilakukan hanya pada peraturan perUndang-Undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif.27 2.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perUndang-Undangan, dan karya ilmiah lainnya. 3.
Bahan Data (1) Bahan hukum primer, yang terdiri dari : a.
norma atau kaidah dasar.
b.
peraturan
perUndang-Undangan
yang
terkait
dengan
perjanjian
khususnya mengenai perjanjian pemberian kuasa.
27
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 13
Universitas Sumatera Utara
21
(2) Bahan hukum sekunder, seperti hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini. (3) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) diluar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang teknologi informasi dan komunikasi, ekonomi, filsafat dan ilmu pengetahuan lainnya yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau sebagai data penunjang dari penelitian ini. 4.
Alat Pengumpul Data (1). Study Dokumen Dokumen adalah data mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, surat
kabar, majalah, dan sebagainya. Metode dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data-data tentang perjanjian pemberian kuasa, khususnya mengenai Perjanjian pemberian kuasa direktur, sebagai sumber data yang bermanfaat untuk menguji, menafsirkan, dan meramalkan. (2). Pedoman Wawancara (Interview Guide) Untuk mendukung data sekunder maka diperlukan wawancara terhadap informan. Informan dalam hal ini adalah Wariji, S.H sebagai Direktur PT. Aslan Karya Putra atau pemberi kuasa dan Irwandi sebagai pelaksana proyek atau penerima kuasa.
Universitas Sumatera Utara
22
Sebelum dilakukan wawancara dengan informan tersebut maka terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini mengacu pada substansi masalah dalam penelitian. Sehingga ketika dilakukan wawancara bisa dapat mengetahui jawaban atas permasalahan yang diajukan kepada para informan tersebut. 5.
Analisis Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian
dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti, untuk kebutuhan analisis data dalam penelitian ini. Analisis data terhadap data sekunder yang diperoleh dikumpulkan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Untuk selanjutnya data yang terkumpul dipilah-pilah dan diolah, kemudian di analisis dan ditafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan analisis kualitatif. Atas dasar pembahasan dan analisis ini maka dapat ditarik kesimpulan dengan metode deduktif yang dapat digunakan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara