Pencitraan Tomografi Atenuasi Seismik 3-D Gunung Guntur Menggunakan Metode Rasio Spektral
TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler Program Sarjana Geofisika
Oleh : Trevi Jayanti Puspasari NIM : 12404001
PROGRAM STUDI GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008
Pencitraan Tomografi Atenuasi Seismik 3-D Gunung Guntur Menggunakan Metode Rasio Spektral
Oleh : Trevi Jayanti Puspasari NIM : 12404001
Program Studi Geofisika Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung
Menyetujui, Tim Pembimbing Bandung, Juni 2008
Pembimbing I,
Pembimbing II,
_____________________ Prof. Dr. Sri Widiyantoro
__________________ Gede Suantika, M.Si
KATA PENGANTAR Sujud syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat, hidayat, dan inayahNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, sholawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Tugas Akhir yang berjudul Pencitraan Tomografi Atenuasi Seismik 3-D Gunung Guntur Menggunakan Metode Rasio Spektral ini disusun untuk memenuhi persyaratan kurikuler program Sarjana pada Program Studi Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan. Tugas Akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Sri Widiyantoro dan Gede Suantika, M.Si. atas bimbingan, arahan dan masukkan serta nasehat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 2. Suami tercinta, Wawan Anwar Behaki yang telah melengkapi fungsinya sebagai pengkritik, penasihat, teman diskusi dan tempat berkeluh kesah selama penulis menyelesaikan Tugas Akhir 3. Papa, mama, kakak, adik dan keluarga besar Bandung atas dukungan moral, perhatian serta pengertiannya selama penulis menjalani perkuliahan terutama pada saat proses Tugas Akhir ini. 4. Bapak Dr. Afnimar selaku dosen wali yang memberi nasihat dan arahan selama masa perkuliahan. 5. Bapak Dr. Nanang T. Puspito dan Drs. Muhammad Ahmad atas saran, nasehat, materi dalam teknik penulisan dan presentasi untuk menghadapi seminar dan sidang. 6. Bapak Dr Gunawan Ibrahim, Dr. Awali Priyono, Dr. Sonny Winardhi, Dr. Wahyu Triyoso, Untoro M.Si, Dr. hendra Grandis dan Tedi Yudistira M.Si atas segala ilmu yang diajarkan selama penulis berada di program Studi Geofisika, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya. 7. Pak Maman, Bu Euis dan seluruh staf Tata Usaha yang membantu kelancaran dalam urusan administrasi serta atas keramahannya, staf Perpustakaan yang dengan baik hati membolehkan penulis meminjam buku referensi dalam jangka waktu lama. 8. Haikal dan Rizki sebagai teman seperjuangan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, seluruh teman-teman 2004 dan para senior serta junior yang telah memberikan semangat. 9. Semua pihak yang telah memperlancar jalannya Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bandung, Juni 2008
Penulis
Pencitraan Tomografi Atenuasi Seismik 3-D Gunung Guntur Menggunakan Metoda Spektral Rasio Oleh : Trevi Jayanti Puspasari/12404001 Pembimbing : Prof. Dr. Sri Widiyantoro, dan Gede Suantika M.Si.
ABSTRAK
Karakteristik medium dapat digambarkan oleh parameter fisis seperti kecepatan dan atenuasi seismik. Dalam studi tomografi, amplitudo dan waktu tempuh gelombang P dan S digunakan untuk mencitrakan struktur internal 3-D. Objek penelitian kali ini adalah gunung Guntur yang merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa Barat. Ruang lingkup daerah penelitian adalah 20x20x20 km3 dengan ukuran blok 2x2x2 km3. Dari hasil rekaman seismogram dapat ditentukan posisi hiposenter. Untuk mempermudah penentuan hiposenter digunakan metode 3 lingkaran.Yang kemudian digunakan sebagai masukan untuk penentuan hiposenter dengan metode grid searh. Dengan pertimbangan masukan yang kompleks, metoda inversi leastsquare (LSQR) digunakan untuk proses inversi kecepatan dan atenuasi seismik. Data masukkan untuk inversi kecepatan adalah waktu tunda (δt) yang didefinisikan sebagai selisih antara waktu tempuh gelombang P dan gelombang S observasi dan waktu tempuh dari model referensi. Sedangkan input untuk inversi atenuasi seismik berupa atenuasi diferensial (∆tsp*) yang diperoleh dengan perhitungan rasio spektral. Distribusi hiposenter terkonsentrasi pada interval kedalaman 1-6 km dari permukaan Guntur. Citra tomogram kecepatan dan atenuasi seismik menunjukkan zona anomali negatif dan atenuasi tinggi yang konsisten di bawah puncak Guntur, kaldera Gandapura dan kawah Kamojang. Zona tersebut selanjutnya dapat diinterpretasikan sebagai zona keberadaan materi panas yang kemungkinan berasosiasi dengan dapur magma. Kata kunci: tomografi atenuasi seismik, metoda perbandingan spektral, atenuasi diferensial, gunung Guntur
Three-dimensional Seismic Attenuation Tomography Imaging for Guntur Volcano Using Spectral Ratio Method by : Trevi Jayanti Puspasari/12404001 Supervisors : Prof. Dr. Sri Widiyantoro, Gede Suantika M.Si
ABSTRACT
Medium characterization could be defined by physical parameters such as seismic velocity and attenuation. In the study of seismic attenuation tomography the amplitude and travel time of P-wave and S-wave have been used to image the 3-D internal structure of a volcano. The object of this research is Guntur volcano which is one of active volcanos in West Java. The study area covers a volume of 20x20x20 km3 with a block size of 2x2x2 km3. Base on seismogram data hypocenter positions have been determined by applying three circles intersection method followed by a grid search method. The Least Square (LSQR) inversion method has been used to process the velocity and attenuation inversions. The input data for the velocity inversion are delay time (δt) defined as the difference between the travel time of seismic wave in the Earth and that calculated in the reference velocity model. The input for seismic attenuation inversion is differential attenuation (∆tsp*) resulting from spectral ratio calculation. The distribution of hypocenters is concentrated at the depth interval of 1-6 km from Guntur’s surface. Seismic velocity and attenuation tomograms indicate a consistency of negative velocity anomaly and high attenuation zones beneath the Guntur summit, Gandapura caldera, and Kamojang caldera. Furthermore, this zone is interpreted as a hot material zone, which may be associated with the magma chamber. Key words: seismic attenuation tomography, spectral ratio method, differential attenuation, Guntur volcano.
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN
i ii iii iv v vi ix ix
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Profil Gunung 1.4 Ruang Lingkup 1.5 Sistematika Pembahasan 2. TEORI DASAR 2.1 Penentuan Hiposenter dan Episenter Gempa Vulkanik 2.2 Model Kecepatan 1-D 2.3 Metoda Tomografi Kecepatan 2.4 Atenuasi 2.5 Perbandingan Spektral 2.6 Persamaan Atenuasi 2.7 Metoda Tomografi Atenuasi Seismik 3. DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data 3.2 Pengolahan Data 3.3 Daerah Penelitian 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Posisi Hiposenter Pada Daerah Penelitian 4.2 Model Awal Kecepatan 4.3 Ray Tracing Menggunakan Pseudo Bending 4.3.1 Anomali Positif 4.3.2 Anomali Negatif 4.4 Cakupan Sinar Gelombang Seismik 4.5 Inversi 4.5.1 Inversi Model Sintetik 4.5.2 Inversi Data Lapangan 5. Interpretasi Tomogram 5.1 Tomogram Kecepatan dan Atenuasi Seismik 5.2 Tomogram Vp/Vs,, Poisson’s ratio dan Bulk-sound Velocity 6. Kesimpulan 7. Saran 8. Daftar Pustaka
1 1 1 2 3 3 3 3 4 5 5 6 7 8 9 9 10 10 10 10 11 13 13 13 13 14 14 16 17 17 21 24 25 25
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23. Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30. Gambar 31. Gambar 32. Gambar 33. Gambar 34.
Peta Gunung Api di Jawa Barat Gambar gunung Guntur dan pemandangan di sekitarnya. Terlihat morfologi gunung sebagai tipe Andesitic strato vulkano. Kaldera, kawah dan kerucut (bulatan besar, kecil, dan bulat kecil dengan tanda tambah) di sekitar gunung Guntur. Kurva hubungan waktu tempuh (tp) terhadap D dalam penentuan nilai origin time. Penetuan hiposenter dengan metode tiga lingkaran Diagram alir tomografi waktu tunda 3D kecepatan seismik pendekatan linier (Widiyantoro, 2000) Kurva amplitudo vs frekuensi dgn gradien negatif untuk menentukan nilai diferensial atenuasi Penentuan nilai attenuation differential (∆tsp*) dengan menggunakan metode rasio spektral gelombang P dan S dari satu sumber dan stasiun yang sama. Penentuan nilai Qp rata-rata dengan menggunakan kurva hubungan tp terhadap t*p Penentuan nilai Qs rata-rata dengan menggunakan kurva hubungan t s terhadap t*s. Diagram alir tomografi atenuasi seismik 3-D. Peta kontur dan letak stasiun daerah penelitian Distribusi episenter irisan horisontal di area penelitian Distribusi seeluruh hiposenter di area penelitian arah Barat-Timur Distribusi seluruh hiposenter di area penelitian arah Selatan-Utara Kurva travel time untuk gelombang P Model 1-D untuk Vp Kurva travel time untuk gelombang Model 1-D untuk Vs Model 1-D untuk Vp/Vs Ray tracing 3-D pada daerah dengan anomali +10 % Penampang horisontal ray tracing pada daerah dengan anomali + 10 % Vp Ray tracing 3-D pada daerah dengan anomali – 10 % Penampang horisontal ray tracing pada daerah dengan anomali – 10 % Plot cakupan sinar horisontal gelombang P dan S pada daerah penelitian Plot cakupan sinar arah Barat-Timur gelombang P dan S pada daerah penelitian Plot cakupan sinar arah Selatan-Utara gelombang P dan S pada daerah penelitian Penampang horisontal intensitas sinar yang lewat setiap blok dlm bilangan logaritmik Penampang vertikal intensitas sinar yang lewat setiap blok dlm bilangan logaritmik Penampang horisontal model sintetik berdasarkan cakupan sinar pada daerah penelitian Penampang vertikal model sintetik Hasil inversi model sintetik gelombang P Penampang vertikal inversi gelombang P Hasil inversi model sintetik gelombang S
Halaman 2 2
3 4 4 5 7 8 9 9 10 11 12 12 12 13 13 13 13 13 14 14 15 15 15 15 15 16 16 16 16 16 17 17
Gambar 35. Gambar 36. Gambar 37. Gambar 38. Gambar 39. Gambar 40. Gambar 41. Gambar 42. Gambar 43. Gambar 44. Gambar 45. Gambar 46. Gambar 47. Gambar 48. Gambar 49. Gambar 50. Gambar 51. Gambar 52. Gambar 53. Gambar 54. Gambar 55. Gambar 56. Gambar 57. Gambar 58. Gambar 59.
Penampang vertikal inversi gelombang S Cakupan sinar gelombang P daerah penelitian Inversi kecepatan gelombang P terhadap kedalaman 2-14 km Atenuasi gelombang P terhadap kedalaman 2-14 km Cakupan sinar gelombang S daerah penelitian Inversi kecepatan gelombang S terhadap kedalaman 2-14 km Atenuasi Gelombang S terhadap kedalaman 2-14 km Target blok studi daerah penelitian Irisan vertikal A-A’ tomogram Vp melalui Gandapura-Picung Irisan vertikal A-A’ tomogram atenuasi seismik gelombang P Irisan vertikal A-A’ tomogram Vs melalui Gandapura-Picung Irisan vertikal A-A’ tomogram atenuasi seismik gelombang P Irisan vertikal B-B’ tomogram Vp melalui Kamojang-Guntur Irisan vertikal B-B’ tomogram atenuasi seismik gelombang P Irisan vertikal B-B’ tomogram Vs melalui Kamojang-Guntur Irisan vertikal B-B’ tomogram atenuasi seismik gelombang S Irisan vertikal C-C’ tomogram Vp melalui Guntur-Gandapura Irisan vertikal C-C’ tomogram atenuasi seismik gelombang P Irisan vertikal C-C’ tomogram Vs melalui Guntur-Gandapura Irisan vertikal C-C’ tomogram atenuasi seismik gelombang S Irisan vertikal D-D’ tomogram Vp melalui Guntur-Picung Irisan vertikal D-D’ tomogram atenuasi seismik gelombang P Irisan vertikal D-D’ tomogram Vs melalui Guntur-Picung Irisan vertikal D-D’ tomogram atenuasi seismik gelombang S
17 17 17 17 18 18 18 18 18 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 21 21 21 21 21
Irisan vertikal A-A’ tomogram Vp/Vs melalui Gandapura-Picung.
Gambar 60. Gambar 61. Gambar 62.
Irisan vertikal A-A’ tomogram Poisson’s ratio melalui Gandapura-Picung. Irisan vertikal A-A’ tomogram bulk-sound velocity melalui Gandapura-Picung.
22 22 22
Gambar 63. Gambar 64. Gambar 65.
Irisan vertikal B-B’ tomogram Poisson’s ratio melalui Kamojang-Guntur. Irisan vertikal B-B’ tomogram bulk-sound velocity melalui Kamojang-Guntur.
Gambar 66. Gambar 67. Gambar 68.
Irisan vertikal C-C’ tomogram Poisson’s ratio melalui Guntur-Gandapura. Irisan vertikal C-C’ tomogram bulk-sound velocity melalui Guntur-Gandapura.
Gambar 69. Gambar 70.
Irisan vertikal D-D’ tomogram Poisson’s ratio melalui Guntur-Picung. Irisan vertikal D-D’ tomogram bulk-sound velocity melalui Guntur-Picung.
Irisan vertikal B-B’ tomogram Vp/Vs melalui Kamojang-Guntur.
Irisan vertikal C-C’ tomogram Vp/Vs melalui Guntur-Gandapura.
Irisan vertikal D-D’ tomogram Vp/Vs melalui Guntur-Picung.
23 23 23 24 24 24 24 25 25
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1.
Model kecepatan 1-D Vp , Vs dan Vp /Vs pada setiap lapisan kedalaman daerah penelitian
14
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.
Irisan horizontal (a) tomogram kecepatan gelombang P (Vp) dan (b) gelombang S (Vs) , (c) atenuasi seismik gelombang P dan gelombang S (d), (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 2-4 km. Irisan horizontal tomogram (a) Vp dan (b) Vs , (c) Qp-1 , (d) Qs-1, (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 4-6 km. Irisan horizontal tomogram (a) Vp dan (b) Vs , (c) Qp-1 , (d) Qs-1, (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 6-8 km. Irisan horizontal tomogram (a) Vp dan (b) Vs , (c) Qp-1 , (d) Qs-1, (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 8-10 km. Irisan A-A’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulk-sound Velocity (e). Irisan B-B’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulk-sound Velocity (e) Irisan C-C’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulk-sound Velocity (e) Irisan D-D’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulk-sound Velocity (e)
28 29
30
31 32 33 34 35
1. PENDAHULUAN
vulkanik 2001-2004. Atenuasi (Q-1)
1.1 Latar Belakang
yang merupakan
Gunung Guntur merupakan satu gunung api aktif
di Jawa Barat. Dalam
materi
dalam
sangat
erat
kemampuan suatu meredam
gelombang
hubungannya
dengan
kurun waktu 300 tahun (1600-1900) telah
karakteristik
terjadi letusan besar sebanyak 22 kali
dilewati oleh gelombang seismik. Oleh
(Matahelemual, 1989). Letusan pertama
karena itu diharapkan pada penelitian
tercatat pada tahun 1690 dan letusan terakhir
kali ini dengan pencitraan menggunakan
pada tahun 1847. Letusan paling besar
tomografi
terjadi tahun 1840, aliran lava menerobos
seismik akan diperoleh gambaran yang
dari
memiliki anomali negatif dan atenuasi
kawah
puncak
Guntur
mencapai
Cipanas sekitar 3 km dalam arah tenggara.
material
kecepatan
batuan
dan
yang
atenuasi
tinggi, di mana zona tersebut dapat
Pencitraan struktur internal gunung
dianggap sebagai daerah keberadaan
Guntur telah banyak dilakukan oleh peneliti
materi panas yang berkaitan dengan
sebelumnya
dapur magma.
diantaranya
oleh
dan
Nugraha
(2005)
dengan
menggunakan
metode
waktu
tumda.
menggunakan metode rasio spektral
atenuasi
dengan
dengan pendekatan nilai Qp dan Qs rata-
menggunakan rasio spektral, sebelumnya
rata berdasarkan hasil penelitian fitting
dilakukan
dan
spektral pada gunung Guntur diharapkan
Tambunan (2007). Pada penelitian kali ini,
dapat menghasilkan gambaran struktur
studi tomografi atenuasi 3-D menggunakan
internal 3-D gunung Guntur yang dapat
metode rasio spektral dengan pendekatan
memperbaiki hasil dari penelitian rasio
nilai faktor kualitas seismik (Q) rata-rata
spektral gunung Guntur sebelumnya.
(2000)
Penelitian
tomografi oleh
Adiwiarta
Suantika
(2007)
Studi
tomografi
atenuasi
dari kurva waktu tempuh gelombang (t) terhadap waktu atenuasi (t*) pada daerah
1.2 Tujuan
penelitian. Di mana waktu atenuasi diambil
Tujuan dari penelitian ini adalah
dari hasil penelitian dengan metode fitting
untuk memperoleh gambaran struktur
spektral pada daerah dan data yang sama.
internal
Data yang digunakan adalah data gempa
menggunakan teknik tomografi atenuasi
3-D
dari
gunung
Guntur
Qp-1 dan Qs-1 yakni dengan mencari zona anomali
negatif
dan
atenuasi
tinggi.
Anomali negatif tersebut diharapkan dapat menggambarkan zona lemah di bawah permukaan Gunung Guntur yang dapat diindikasikan
berkaitan
dengan
dapur
Nama gunung Tipe gunung Tipe letusan
: Guntur : Andesitic strato volcano : Eksplosif diikuti oleh aliran lava Letusan terakhir : 155 tahun yang lalu (1847) Aktivitas : Tembusan solfatara/fumarola di kawah puncak Pemukiman : Cukup padat di lereng selatan dan tenggara Fungsi lain : Kawasan wisata Kota Garut
magma.
1.3 Profil Gunung Guntur
Gunung api ini terbentuk oleh beberapa kerucut, kawah, dan kaldera (Matahelemual, 1989). Dengan puncak gunung
terletak
pada
koordinat
7˚8’52,8” LS dan 107˚50’34,8” BT. Kerucut, kawah, dan kaldera merupakan pusat-pusat kegiatan vulkanik di masa lalu. Gambar 1. Peta gunung api di Jawa Barat (Suantika, 2000).
Gunung Guntur adalah satu diantara 35 gunung api aktif di Pulau Jawa yang terletak di Kabupaten Garut sekitar 35 Km di tenggara Kota Bandung.
Kompleks
gunung
mempunyai dua kaldera Kaldera
Pangkalan
Guntur
yaitu : (i)
yang
lebih
tua
merupakan daerah kerja PLTU Panas Bumi
Kamojang,
terlatak
disebelah
barat; dan (ii) Kaldera Gandapura yang lebih muda, terletak di sebelah timur. Posisi kerucut dan kawah satu terhadap yang lain di dalam kompleks gunung Guntur ada yang membentuk pola melingkar dan adapula yang lurus. Pola melingkar ditunjukkan oleh gunung Kancing,
kawah
Cakra,
kawah
Kamojang, kawah Pojok, dan gunung Gambar 2. Gambar gunung Guntur dan pemandangan di sekitarnya. Terlihat morfologi gunung sebagai tipe Andesitic strato vulkano.
Gajah
yang
mengelilingi
kaldera
Gandapura. Pola lurus yang berarah barat laut tenggara ditunjukkan oleh gunung
Masagit,
gunung
Sangiangburuan,
gunung
Parupuyan,
gunung Kabuyutan, dan gunung Guntur.
episenter dan atenusi yang tergabung dalam teori dasar pada bagian kedua.
Pola lurus lainnya berarah barat timur
Informasi mengenai data gempa
dibentuk pula oleh gunung Batususun,
vulkanik gunung Guntur dan langkah
gunung Agung, dan gunung Picung.
pengolahan data penelitian disajikan pada bagian ketiga. Pembahasan beserta hasil dari pengolahan data penelitian disajikan pada bagian keempat. Pada
bagian
kelima
akan
disajikan pembahasan hasil interpretasi tomogram. Selanjutnya, pada bagian keenam dan ketujuh dipaparkan kesimpulan dan Gambar 3. Kaldera, kawah dan kerucut (bulatan besar, kecil, dan bulat kecil dengan tanda tambah) di sekitar gunung Guntur.
saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya berkaitan dengan penelitian ini.
1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup daerah penelitian 3
meliputi volume 20x20x20 km ukuran
blok
2x2x2
km3.
dengan
Perhitungan
2. TEORI DASAR 2.1 Penentuan
ditempatkan di daerah penelitian. Data yang digunakan adalah data vulkanik 2001-2004 tanpa dilakukan Noise reduction atau uji spektral pada data.
dan
Episenter Gempa Vulkanik
hiposenter gempa menggunakan kordinat kartesian dengan titik acuan (0, 0, 0) yang
Hiposenter
Dengan waktu tiba gelombang P (tp) dan S (ts) dari rekaman seismogram pada stasiun pengamatan sebagai input, dapat
ditentukan
episenter
dan
hiposenter dari setiap gempa dengan menggunakan metode tiga lingkaran. Dari hubungan jarak, kecepatan dan
1.5 Sistematika Pembahasan
waktu tempuh, diperoleh hubungan :
Pembahasan dalam penelitian ini meliputi
metode
penetuan
hiposenter,
D=
VPVS (t s − t p ) = K (tS – tP) (VP − VS )
(1)
di mana K adalah konstanta omori.
t p − t 0 = (t s − t p )
1 Vp Vs
tp =
1 Vp VS
(2)
−1
(t s − t p ) + t 0
(3)
−1 Gambar 5. Penentuan hiposenter dengan metode tiga lingkaran.
tP
Setelah diperoleh titik hiposenter dari
metode
tiga
lingkaran,
titik
hiposenter digunakan sebagai masukkan pada pengkoreksian hiposenter dengan
to
metode grid search.
K(tS-tP) Gambar 4. Kurva hubungan waktu tempuh (tp) terhadap D dalam penentuan nilai origin time.
Perpotongan antara garis dengan sumbu vertikal akan memberikan waktu terjadinya gempa (t0). Sehingga diperoleh jarak episenter yang menjadi jari-jari dari lingkaran dengan asumsi daerah tersebut homogen (Modul Praktikum Seismologi, 2006).
D = (t p − t 0 )v p
(4)
2.2 Model Kecepatan 1-D
Daerah
penelitian
mencakup
kedalaman 20 km yang dibagi menjadi 2 km setiap bloknya, sehingga terdapat 10 lapisan.
Untuk
memperoleh
nilai
kecepatan pada masing-masing lapisan diterapkan model kecepatan 1-D Telford yang
kemudian
model
awal
Persamaan
digunakan (model
kecepatan
sebagai referensi).
1D
ini
diekspresikan sebagai berikut : v z = v0 + kz (Telford,1997) Dengan vz dan v0 sebagai kecepatan rambat gelombang seismik (km/s) pada
kedalaman
Z
dan
kecepatan
awal
2.4 Atenuasi
Atenuasi mempunyai hubungan
(permukaan), k adalah gradien kecepatan
berbanding
terhadap kedalaman.
terbalik
dengan
faktor
kualitas (Q). Q menyatakan kualitas dari medium
2.3 Metode Tomografi Kecepatan
Untuk memperoleh citra tomografi pada
leastsquare
digunakan
dengan
menggunakan redaman (damping). Untuk memperoleh model dari data (forward modelling) dilakukan ray tracing dalam ruang 3-D dengan pendekatan pseudo-
Secara
Sismogram Tp,Ts
energi
matematis
Q
dapat
diekspresikan sebagai : Q=
− 2πE T (dE / dt)
(5)
dE 2πE =− dt QT
Q −1 = −
bending. Berikut diagram alur metode tomografi kecepatan :
meloloskan
gelombang elastik.
penelitian ini digunakam metode tomografi waktu tunda dengan inversi linier. Metode
dalam
(6)
T (dE / dt ) 2πE
Intergrasi
dari
(7)
persamaan
(6)
menghasilkan : E = E 0 exp(
Model Vp,Vs 1D
− 2π t ) QT
(8)
di mana: Parameterisasi Penjejakan sinar gelombang 1-D Δt=(tobs -tcal)
E = energi T = perioda t = waktu Eo = energi padat t = 0
Matriks Kernell
Energi Inversi LSQR
Model Kecepatan Struktur 3D
Gambar 6. Diagram alir tomografi waktu tunda 3-D kecepatan seismik pendekatan linier (Widiyantoro, 2000).
identik
dengan
besar
amplitudo, maka persamaan (7) dapat ditulis ulang sebagai berikut A = A 0 exp(
ω =
2π T
− πt ) QT
(9.a) (9.b)
A = A0 exp(
− ωt 2Q
dengan
(9.c)
)
G(r,f)
adalah
penyebaran
yang
apabila
diasumsikan
geometri
menjadi frekwensi bebas pada medium
di mana ω adalah frekwensi sudut.
homogen adalah sama dengan 1/r untuk Dengan
memperhatikan
faktor
gelombang tubuh. S(f)
geometrical spreading maka nilai Q dapat dihitung
berdasarkan
amplitudo
gelombang
perbandingan tubuh
dengan
adalah
spektrum
perpindahan sumber yang sering di asumsikan sebanding dengan
f
-2
dan
frekwensi tertentu pada jarak atau waktu
dikenal sebagai model ω-2 (Brune, 1970),
tertentu.
A0 ~ f −2
Pada
umumnya
harga
Qp
(13)
mendekati 2 kali harga Qs (Widiyantoro,
t* adalah waktu atenuasi yang
2006). Salah satu cara untuk menghitung
didapatkan dari fasa seismik dengan
faktor kualitas seismik adalah dengan
persamaan:
metode rasio spektral.
t * = ∫ path
2.5 Perbandingan Spektral
Amplitudo spektral dari rekaman gelombang
seismik
secara
matematis
dituliskan sebagai :
As(r , f ) Ap(r , f )
=
t* =
dr QV
(14)
t Q
(15)
di mana Q adalah faktor kualitas seismik, V adalah kecepatan gelombang seismik,
Gs(r )
(10)
Gp(r )
Persamaan
untuk
mengkoreksi
integral mengekspresikan
perjalanan
jejak gelombang dan t sebagai waktu tempuh gelombang.
percepatan spektrum yang ditinjau pada stasiun yang sama dengan jarak (r) dari episenter, didefinisikan oleh Anderson dan Hough (1984) sebagai berikut :
A( r , f ) = A0 exp−π
f t*
(11)
dan (11) ke persamaan (10) maka diperoleh : As(r , f ) Ap(r , f )
di mana,
A0 = (2πf ) 2 S ( f )G(r , f )
Dengan memasukkan persamaan (14)
(12)
=
A0 s exp[−πf ∫
dr ] Qs(r , f )Vs(r )
dr A0 p exp[−πf ∫ ] Qp(r , f )Vp(r )
(16)
persamaan
di
atas
dalam
persamaan
∆tsp* kemudian disebut sebagai atenuasi diferensial (Abdullah, 2006) . Di mana
logaritmik menjadi :
∆tsp* sebagai gradien dari perbandingan spektral gelombang S dan P. Oleh
dr
ln
As(r , f ) Ap(r , f )
= −πf
∫ QsVs dr ∫ QpVp
+ ln( As − Ap)
(17)
karena itu yang menjadi acuan pada saat pemilihan
(18)
As( f ) = −π (t s * −t p *) f + c Ap( f )
adalah
negatif. Dengan mengetahui nilai ∆tsp* akan membuat nilai Q dapat mudah ditentukan. Ilustrasi dari proses rasio spektral
ln
frekuensi
gradien rasio spektral harus bernilai
persamaan ini identik dengan bentuk persamaan linier. y = mx + c
rentan
(19)
A
∆t*
f Gambar 7. Kurva amplitudo terhadap frekuensi dengan gradien negatif untuk menentukan nilai diferensial atenuasi.
untuk
mendapatkan
nilai
diferensial atenuasi akan dijelaskan pada halaman
berikut
:
P
S
Gelombang P
Gelombang S
Spektrum gelombang S
Spektrum gelombang P
Spektrum gelombang S terhadap gelombang P
Diferensial atenuasi gelombang S terhadap P
Gambar 8. Penentuan nilai attenuation differential (∆tsp*) dengan menggunakan metode rasio spektral gelombang P dan S dari satu sumber dan stasiun yang sama.
2.6 Persamaan Atenuasi
Dari
metode
rasio
spektral
Q-factor 10 Qs
diperoleh nilai *
∆tsp*
yang merupakan
9
8
*
selisih dari ts - tp . *
*
Δt sp = t s − t p ts − t p = ∫ *
*
Travel Time (second)
7
*
dls dlp −∫ Vs Q s V p Q p
(20)
1
0
1
2
3
4
5 T-star (0.01 second)
6
7
lp tp dlp = = QpVp Q pV p Q p P
t *p = ∫
8
9
(23)
Q P = 45.5
daerah dan data yang sama (Sedayo,
l t dls = s = s QsVs QsVs Qs S
t s* = ∫
2008) berdasarkan persamaan berikut :
*
0
Gambar 10. Penentuan nilai Qs rata-rata dengan menggunakan kurva hubungan t s terhadap t*s.
dengan metode spectral fitting pada
ts =
4
2
penelitian diambil dari hasil perhitungan
tp =
5
3
Nilai rata-rata Qp dan Qs di daerah
*
6
(24)
Qs = 71.67
tp
→ t p = Qpt p
Qp ts Qs
→ t s = Qs t s
*
*
(21)
diperoleh perbandingan nilai Qp dan Qs:
(22)
Q p = 0.63 Qs
(25)
Qs = 1.57 Q p
(26)
Nilai Q tersebut dimasukkan ke dalam
Q-factor 10 Qp
persamaan (21) menjadi :
9
8
Trav el Tim e (s ec ond)
ts − t p = ∫
dls dlp −∫ Vs 1.57 Q p V p Q p
(27)
ts − t p = ∫
dls dlp −∫ V s Qs V p 0.63 Qs
(28)
*
7
6
*
5
4
*
3
*
2
1
0
dalam bentuk persamaan linear : 0
1
2
3
4
5 T-star (0.01 second)
6
7
8
9
Gambar 9. Penentuan nilai Qp rata-rata dengan menggunakan kurva hubungan tp terhadap t*p.
10
Δt sp* = ∑
dls dlp −∑ 1.57 QpVs p QpVp
(29)
Δt sp* = ∑
dls dlp −∑ QsVs p 0.63 QsVp
(30)
S
S
10
untuk gelombang P : Δt sp* = ∑ S
alir
untuk
perhitungan
atenuasi :
dls dlp −∑ 1.57QpVs p QpVp
Model Kecepatan Struktur 3D + V0
⎞ ⎛ dlp1 ⎞ ⎛ dls1 ⎟⎟ + .... ⎟⎟ − ⎜⎜ Δt sp* = ⎜⎜ ⎝ 1.57Qp1Vs1 ⎠ ⎝ Qp1Vp1 ⎠ ⎛ ⎛ dls1 ⎞ ⎛ dlp1 ⎞ ⎞ 1 ⎟⎟ ⎟ ⎟⎟ − ⎜⎜ + .... (31) Δt sp* = ⎜⎜ ⎜⎜ ⎟ ⎝ ⎝ 1.57Vs1 ⎠ ⎝ Vp1 ⎠ ⎠ Qp1
untuk Gelombang S : Δt sp* = ∑ S
Parameterisasi Penjejakan sinar gelombang 1-D
dls dlp −∑ QsVs p 0.63QsVp
∆tsp*
⎞ ⎛ dls1 ⎞ ⎛ dlp1 ⎟⎟ + .... ⎟⎟ − ⎜⎜ Δt sp* = ⎜⎜ ⎝ Qs1Vs1 ⎠ ⎝ 0.63Qs1Vp1 ⎠ Δt
* sp
tomografi
Matriks Kernell
⎛ ⎛ dls ⎞ ⎛ dlp1 ⎞ ⎞ 1 ⎟⎟ ⎟ = ⎜⎜ ⎜⎜ 1 ⎟⎟ − ⎜⎜ + .... (32) ⎟ Vs Vp 0 . 63 1 ⎠ ⎠ Qs1 ⎝⎝ 1 ⎠ ⎝
Inversi LSQR
[Kernell].⎡⎢ 1 ⎤⎥ = [Δt*sp ]
(33)
⎣Q ⎦
2.7 Metode
Model Atenuasi Seismik Struktur 3D
Tomografi
Atenuasi Gambar 11. Diagram alir tomografi atenuasi seismik 3-D.
Seismik
Tomogram
atenuasi
diperoleh
dengan menggunakan metode waktu
3. DATA
tunda. Pada inversi leastsquare (LSQR)
DATA
dilakukan gradient damping dan normal
3.1 Data
damping. Model pendekatan bumi dalam perhitungan
tomogram
menggunakan
model
hasil
atenuasi inversi
kecepatan ditambah dengan model awal kecepatan 1-D yang kemudian dilakukan ray tracing pseudo bending pada daerah penelitian untuk mendapatkan model atenuasi struktur 3-D. Berikut diagram
DAN
PENGOLAHAN
Penelitian ini menggunakan data gempa vulkanik gunung Guntur tahun
2001-2004
secara
berkala
yang oleh
dipantau Direktorat
Vulkanologi
bekerjasama
Sakurajima
Vulcano
dengan
Research.
Menggunakan 5 stasiun gempa Citiis (CTS), Ciamis (MIS/PSC), Putri (PTR),
Lebakpulus
(LGP),
dan
Kabuyutan (KBY) pada tahun 2002-
3.2 Pengolahan Data
2004. Sejak tanggal 20 Agustus 2002
Langkah–langkah
pengolahan
dilakukan pergantian stasiun PSC
data pada penelitian ini adalah
menjadi MIS.
sebagai berikut:
Mencari
waktu
tiba
gelombang P dan S
Menghitung
∆tsp*
dengan
metode rasio spektral.
Membuat model kecepatan 1D untuk digunakan sebagai model awal
Ray Tracing gelombang P dan S dengan metode Pseudo
Gambar 12. Peta kontur dan letak stasiun daerah penelitian.
Bending
sintetik
sumber gempa vulkanik dengan jumlah
Model kecepatan 1-D
Parameter
gempa
Menghitung nilai rata-rata Qp dan Qs di daerah penelitian
Data seismogram gelombang P dan S
Inversi tomografi kecepatan gelombang P dan S
Data yang digunakan dalam proses pengolahan data adalah :
kekonsistenan
teknik inversi pada model
Pada penelitian ini dipilih 384 cakupan sinar sebanyak 1853.
Menguji
Mencari
persamaan
tomografi atenuasi :
kordinat
Inversi atenuasi gelombang P
stasiun, waktu terjadinya gempa
dan S menggunakan teknik
(t0) , kordinat hiposenter, waktu
inversi LSQR
tiba gelombang untuk tomografi
Interpretasi tomogram
kecepatan , diferensial atenuasi dari perhitungan rasio spektral.
3.3 Daerah Penelitian
Gunung Guntur sebagai daerah studi
dengan
cakupan
daerah
20x20x20 km3. Yang dibagi menjadi ukuran blok yang lebih kecil dengan ukuran 2x2x2 km3. Jumlah data sebanyak 384 gempa dengan 1853 sinar gelombang P dan S.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Posisi Hiposenter Pada Daerah Penelitian
Dari
hasil
perhitungan
Grid
Search diperoleh posisi hiposenter di daerah penelitian. Berikut gambar
Gambar 14. Distribusi seeluruh hiposenter di area penelitian arah Barat-Timur
distribusi hiposenter pada daerah penelitian
yang
dengan
irisan
horisontal dan vertikal di daerah penelitian :
Gambar 15. Distribusi seluruh hiposenter di area penelitian arah Selatan-Utara Gambar 13. Distribusi episenter irisan horisontal di area penelitian
4.2 Model Awal Kecepatan
Dari kurva waktu tiba teoritis diperoleh
model
kecepatan
1-D
kecepatan gelombang P (Vp) dan S (Vs).
Velocity VS Depth
Travel Time VS Epicenter Distance 0
20
Vs Calculated
Data Observasi tp Kurva Regresi Model Vp
18
-2 -4
16
-6 Depth (km)
Travel Time (detik)
14 12 10
-8 -10 -12
8 -14
6 -16
4 -18
2 -20
0
0
2
4
6
8 10 12 14 Epicenter Distance (km)
16
18
0
1
2
20
3 4 Velocity (km/detik)
5
6
7
Gambar 19. Model 1-D untuk Vs terhadap kedalaman.
Gambar 16. Kurva travel time untuk gelombang P.
VpVs VS Depth 0
Velocity VS Depth
Vp/Vs Ratio
0
-2
Vp Calculated -2
-4
-4
-6 Depth (km)
Depth (km)
-6 -8 -10
-8 -10 -12
-12
-14
-14
-16
-16
-18
-18
-20 1.5
-20
0
1
2
3 4 5 Velocity (km/detik)
6
7
1.52
1.54
1.56
1.58
1.6 VpVs
1.62
1.64
1.66
1.68
1.7
8
Gambar 17. Model 1-D untuk Vp terhadap kedalaman.
Gambar 20. Model 1-D untuk Vp/Vs terhadap kedalaman.
Model kecepatan 1-D tersebut yang akan digunakan untuk menghitung deviasi
Travel Time VS Epicenter Distance 20
dari model 1-D Vp dan Vs terhadap data
Data Observasi ts Kurva Regresi Model Vs
18
observasi.
16
Travel Time (detik)
14
Beikut nilai masing-masing kecepatan
12 10
Vp, Vs dan Vp/Vs kecepatan pada setiap
8 6
lapisan :
4 2 0
0
2
4
6
8 10 12 14 Epicenter Distance (km)
16
18
20
Gambar 18. Kurva travel time untuk gelombang S.
Lapisan
Vp
Vs
Vp/Vs
I
5.5
3.25
1.6923
II
5.2
3.09
1.6828
III
4.9
2.93
1.6724
IV
4.6
2.77
1.6606
V
4.3
2.61
1.6475
VI
4.0
2.45
1.6327
VII
3.7
2.29
1.6157
VIII
3.4
2.13
1.5962
IX
3.1
1.97
1.5736
X
2.8
1.81
1.5470
Tabel 1. Model kecepatan 1-D Vp , Vs dan Vp/Vs pada setiap lapisan kedalaman daerah penelitian. Lapisan dihitung mulai dari kedalamn 20 km sampai permukaan.
4.2 Ray
Tracing
Gambar 21. Ray tracing 3-D pada daerah dengan anomali +10 %.
menggunakan
Pseudo Bending
Pada
penelitian
penjejakkan
ini
sinar
dilakukan gelombnag
menggunakan metode pseudo bending dengan
prinsip
fermat,
di
mana
hiposenter dan stasiun penerimanya telah diketahui. Untuk menjelaskan
Gambar 22. Penampang horisontal ray tracing pada daerah dengan anomali + 10 %.
4.2.2
Anomali Negatif
prinsip kerja pseudo bending dilakukan
Pada medium yang memiliki
uji anomali negatif (-10 %) dan anomali
anomali negatif, sinar gelombang akan
positif (+) pada daerah penelitian.
cenderung menjauhi daerah dengan anomali kecepatan rendah daripada
4.2.1
kecepatan sekelilingnya.
Anomali Positif
Pada bending,
prinsip sinar
kerja
gelombang
pseudo akan
cenderung mendekati pada medium yang mempunyai anomali kecepatan tinggi dari kecepatan sekelilingnya.
Gambar 23. Ray tracing 3-D pada daerah dengan anomali – 10 %.
Gambar 24. Penampang horisontal ray tracing pada daerah dengan anomali – 10 %.
4.3 Cakupan
Sinar
Gelombang
Seismik
Dari
hasil
perhitungan
Gambar 26. Plot cakupan sinar arah BaratTimur gelombang P dan S pada daerah penelitian.
data
observasi, diperoleh titik hiposenter. Sinar
gelombang
menjalar
dari
hiposenter sampai ke stasiun penerima. Daerah
penelitian
mencakup
blok
3
volume 20x20x20 km dengan ukuran blok 2x2x2 km3 dan 1853 sinar gelombang yang diterima oleh 18 stasiun. Berikut plot cakupan sinar potongan horisontal dan vertikal pada daerah penelitian :
Gambar 27. Plot cakupan sinar arah SelatanUtara gelombang P dan S pada daerah penelitian.
4.4 Inversi 4.4.1
Inversi Model Sintetik
Untuk menguji kevalidasian dari teknik inversi LSQR dilakukan uji coba terhadap model sintetik. Model sintetik dibuat berdasarkan intensitas cakupan sinar gelombang pada daerah penelitian.
Gambar 25. Plot cakupan sinar horisontal gelombang P dan S pada daerah penelitian.
Gambar 28. Penampang horisontal intensitas sinar yang lewat setiap blok dalam bilangan logaritmik.
Gambar 29. Penampang vertikal intensitas sinar yang lewat setiap blok dalam bilangan logaritmik .
Gambar 30. Penampang horisontal model sintetik berdasarkan cakuipan sinar pada daerah penelitian.
Gambar 31. Penampang vertikal model sintetik.
Gambar 32. Hasil inversi model sintetik gelombang P.
Gambar 33. Penampang vertikal inversi gelombang P.
Gambar 34. Hasil inversi model sintetik gelombang S.
Gambar 36. Cakupan sinar gelombang P daerah penelitian.
Gambar 37. Inversi kecepatan gelombang P terhadap kedalaman 2-10 km. Gambar 35. Penampang vertikal inversi gelombang S.
4.4.2
Inversi Data Lapangan
Inversi data lapangan dihasilkan dari model pendekatan bumi yakni deviasi
kecepatan
model
referensi
ditambah dengan model kecepatan 1-D terhadap cakupan sinar gelombang pada masing-masing blok.
Gambar 38. Atenuasi gelombang P terhadap kedalaman 2-10 km.
Picung-Gandapura pada 11 km dari titik (0,0). Irisan B-B’ melalui KamojangGuntur pada jarak 9 km. Dan irisan vertikal C-C’ Selatan-Utara melalui Guntur-Gandapura pada jarak 11 km, irisan vertikal D-D’melalui GunturPicung pada 13 km dari titik (0,0). Gambar 39. Cakupan sinar gelombang S daerah penelitian.
Gambar 42. Target blok studi daerah penelitian. Gambar 40. Inversi kecepatan gelombang S terhadap kedalaman 2-10 km.
5.1
Tomogram
Kecepatan
dan
Atenuasi Seismik
Irisan Vertikal Barat –Timur (A-A’) Gandapura-Picung
Gambar 41. Atenuasi Gelombang S terhadap interval kedalaman 2-10 km.
5
INTERPRETASI TOMOGRAM
Target blok studi daerah penelitian dibagi menjadi irisan vertikal BaratTimur (irisan A-A’) yang memotong
Gambar 43. Irisan vertikal A-A’ tomogram Vp melalui Gandapura-Picung
negatif mencapai kedalaman 10 km dari permukaan Gandapura dan pada interval kedalaman 2-10 km di bawah Picung. Tomogram atenuasi mencitrakan zona atenuasi tinggi mencapai kedalaman 6 km dari permukaan Gandapura dan tidak tercitrakan atenuasi tinggi di bawah Picung. Gambar 44. Irisan vertikal A-A’ tomogram atenuasi seismik gelombang P.
Irisan Vertikal Barat –Timur (B-B’) Kamojang-Guntur
Gambar 45. Irisan vertikal A-A’ tomogram Vs melalui Gandapura-Picung.
Gambar 46. Irisan vertikal A-A’ tomogram atenuasi seismik gelombang P.
Pada
irisan
A-A’
tomogram
kecepatan mencitrakan zona anomali
Gambar 47. Irisan vertikal B-B’ tomogram Vp melalui Kamojang-Guntur.
Gambar 48. Irisan vertikal B-B’ tomogram atenuasi seismik gelombang P .
Irisan Vertikal Selatan -Utara (C-C’) Guntur-Gandapura
Gambar 49. Irisan vertikal B-B’ tomogram Vs melalui Kamojang-Guntur. Gambar 51. Irisan vertikal C-C’ tomogram Vp melalui Guntur-Gandapura.
Gambar 50. Irisan vertikal B-B’ tomogram atenuasi seismik gelombang S.
Pada
irisan
B-B’
tomogram
Gambar 52. Irisan vertikal C-C’ tomogram atenuasi seismik gelombang P.
kecepatan memberikan nilai anomali kecepatan negatif mencapai 10 km dari permukaan
Kamojang,
4
km
dari
permukaan Guntur dan pada kedalaman 6-10 km. Tomogram atenuasi seismik mencitrakan daerah dengan atenuasi tinggi mencapai kedalaman 4 km dari permukaan kamojang dan mencapai kedalaman 6 km dari permukaan Guntur.
Gambar 53. Irisan vertikal C-C’ tomogram Vs melalui Guntur-Gandapura.
Gambar 54. Irisan vertikal C-C’ tomogram atenuasi seismik gelombang S.
Gambar 56. Irisan vertikal D-D’ tomogram atenuasi seismik gelombang P .
Pada tomogram kecepatan irisan C-C’
penyebaran
zona
anomali
kecepatan negatif terlihat sampai pada kedalaman 8 km dari permukaan Guntur dan sampai kedalaman 5 km dari permukaan
Gandapura.
Tomogram
atenuasi zona dengan nilai atenuasi yang tinggi mencapai kedalaman 6 km dari permukaan puncak Guntur.
Gambar 57. Irisan vertikal D-D’ tomogram Vs melalui Guntur-Picung.
Irisan Vertikal Selatan -Utara (D-D’) Guntur-Picung
Gambar 58. Irisan vertikal D-D’ tomogram atenuasi seismik gelombang S .
Irisan D-D’ tomogram kecepatan Gambar 55. Irisan vertikal D-D’ tomogram Vp melalui Guntur-Picung.
mencitrakan
anomali
negatif
yang
tersebar
dari
permukaan
sampai
kedalaman 8 km dari permukaan Guntur. Tomogram
atenuasi
seismik
mencitrakan pola sebaran atenuasi tinggi pada permukaan sampai 6 km dari permukaan
Guntur
dan
di
bawah
permukaan Picung tidak terlihat adanya atenuasi tinggi dan anomali kecepatan Gambar 60. Irisan vertikal A-A’ tomogram Poisson’s ratio melalui Gandapura-Picung.
negatif. 5.2 Tomogram Vp/Vs,, Poisson’s ratio dan Bulk-sound Velocity
Dari persamaan kecepatan P dan S dapat diturunkan beberapa model seismik seperti bulk-sound velocity, Poisson’s ratio, dan Vp/Vs. Dengan menurunkan
model-model
seismik
tersebut dapat dilihat kontribusi dari setiap
model
seismik
dalam
Gambar 61. Irisan vertikal A-A’ tomogram bulk-sound velocity melalui Gandapura-Picung.
menggambarkan struktur interior bumi. Irisan Vertikal Barat –Timur (A-A’) Gandapura-Picung
Pada irisan A-A’ melalui GandapuraPicung
terlihat
pada
tomogram
(gambar 45) anomali
kecepatan Vs
negatif sampai kedalaman 10 km dari permukaan Gandapura. Pada tomogram Poisson’s ratio anomali postif terlihat pada permukaan Gandapura sampai kedalaman
6
mengindikasikan
km. materi
Hal
cenderung
bersifat lebih cair. Tomogram Gambar 59. Irisan vertikal A-A’ tomogram Vp/Vs melalui Gandapura-Picung.
ini Vp/Vs
memberikan pola yang sama dengan
tomogram Poisson’s ratio (gambar 60) dengan intensitas yang lebih rendah. Sedangkan pada Tomogram bulk-sound velocity (gambar 61) memberikan nilai anomali positif sampai kedalaman 4 km dari permukaan Picung. Menunjukkan materi bersifat lebih inkompresibel.
Irisan Vertikal Barat –Timur (B-B’)
Gambar 64. Irisan vertikal B-B’ tomogram bulk-sound velocity melalui Kamojang-Guntur.
Kamojang-Guntur
Pada irisan B-B’ tomogram Vs (gambar 50) terlihat adanya anomali negatif disepanjang
permukaan
Kamojang
sampai Guntur hingga kedalaman 4 km, sedangkan pada tomogram Poisson’s Vp/Vs
ratio, (gambar
,
bulk-sound
62-64)
pada
velocity
daerah
ini
memberikan nilai anomali positif yang Gambar 62. Irisan vertikal B-B’ tomogram Vp/Vs melalui Kamojang-Guntur.
menandakan bahwa materinya bersifat lebih cair dan inkompresibel. Pada bagian
Timur
daerah
penelitian
tomogram Poisson’s ratio dan Vp/Vs (gambar 63 dan 64) terlihat anomali positif hingga kedalaman 10 km, pada tomogram
Vs (gambar
49)
daerah
tersebut memberikan anomali negatif. Hal Gambar 63. Irisan vertikal B-B’ tomogram Poisson’s ratio melalui Kamojang-Guntur.
ini
menandakan
pada
daerah
tersebut materi bersifat lebih panas dan cair dari sekitarnya.
Irisan Vertikal Selatan -Utara (C-C’) Guntur-Gandapura
Irisan C-C’ pada tomogram Poisson’s ratio (gambar 66) anomali positif terlihat mulai dari permukaan Gandapura hingga 4 km
dan pada sampai dengan
kedalaman 10 km di bawah Guntur. Pada
tomogram
memberikan
Vs
anomali
(gambar
53)
negatif
pada
daerah tersebut yang berarti daerah ini memiliki temperatur yang lebih tinggi Gambar 65. Irisan vertikal C-C’ tomogram Vp/Vs melalui Guntur-Gandapura.
dan materi bersifat lebih cair. Dari tomogram Poisson’s ratio, Vp/Vs , bulksound velocity hiposenter tersebar di daerah
beranomali
positif
yang
mangartikan bahwa daerah ini bersifat lebih padat dan lebih kompresibel.
Irisan Vertikal Selatan -Utara (D-D’) Guntur-Picung
Gambar 66. Irisan vertikal C-C’ tomogram Poisson’s ratio melalui Guntur-Gandapura.
Gambar 68. Irisan vertikal D-D’ tomogram Vp/Vs melalui Guntur-Picung.
Gambar 67. Irisan vertikal C-C’ tomogram bulk-sound velocity melalui Guntur-Gandapura.
dapat diinterpretasikan materi bersifat lebih padat dan kompresibel.
6
KESIMPULAN •
Posisi hiposenter terkonsentrasi pada kedalaman 1–6 km dari permukaan Guntur yang dapat diinterpretasikan
Gambar 69. Irisan vertikal D-D’ tomogram Poisson’s ratio melalui Guntur-Picung.
berkaitan
dengan keberadaan zona lemah. •
Adanya konsistensi sebaran zona anomali
negatif
dan
zona
atenuasi yang tinggi, yakni di bawah Kamojang, Guntur, dan Gandapura.
Daerah
dengan
anomali negatif dan atenuasi tinggi berasosiasi dengan zona Gambar 70. Irisan vertikal D-D’ tomogram bulk-sound velocity melalui Guntur-Picung.
lemah. •
Daerah di mana anomali negatif ditemukan dapat diinterpretasi
Irisan D-D’ tomogram Poisson’s ratio
sebagai keberadaan materi-materi
(gambar 69) memberiakan nilai anomali
yang lebih panas dari daerah
positif pada interval kedalaman 6-10 km
sekitarnya.
dari permukaan Guntur di mana pada
keberadaan fluida panas yang
nilai anomali negatif. Hal ini dapat
berasosiasi dengan dapur magma.
berarti daerah tersebut bersifat lebih cair
Hal
dan mempunyai temperatur lebih tinggi Poisson’s
dan
ratio,
Vp/Vs , bulk-sound velocity (gambar 68 – 70) memberikan anomali positif yang
ini
ditunjang
dengan
tomogram bulk-sound velocity
dari daerah sekitarnya. Pada daerah tomogram
dapat
diinterpretasikan sebagai daerah
tomogram Vs (gambar 57) memberikan
Picung,
Selanjutnya
Poisson’s
ratio
yang
memberikan nilai anomali positif. •
Informasi kecepatan dan atenuasi pada kedalaman lebih dari 10 km
dari permukaan Guntur tidak tercitrakan dengan baik, hal ini berkaitan dengan cakupan sinar pada daerah penelitian. •
Hasil tomogram atenuasi seismik lebih baik dalam mencitrakan struktur internal gunung Guntur dibandingkan dengan tomogram kecepatan.
•
Kualitas interpretasi tomogram atenuasi
seismik
sangat
dipengaruhi oleh nilai Qp dan Qs rata-rata di daerah penelitian, nilai
tersebut
kaitannya
sangat
dengan
erat
kesalahan
picking (mispicking) pada data observasi dan fitting spektral.
7
SARAN
•
Pada data dilakukan noise reduction dan uji spektral atau lokalisasi frekwensi sinyal dan noise untuk meminimalisasi noise.
•
Melakukan metode multi-taper untuk teknik memperhalus spektral.
•
Penambahan stasiun pada daerah penelitian cakupan
untuk sinar
menghasilkan
gelombang
pada
daerah penelitian yang lebih baik.
8
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A., 2006. Seismic wavespeed and attenuation tomography for the interpretation of earth structure and temperature distribution of the Australian continent, Disertasi Ph.D., The Australian National University. Adiwiarta, A., 2007. Studi Tomografi Atenuasi 3-D Struktur Internal Gunung Guntur Menggunakan Data Gempa Vulkanik 2002-2005. Tugas Akhir, Program Studi Sarjana Geofisika FTTM Institut Teknologi Bandung. Anderson, J.G. and Hough, S.E., 1984. A model for the shape of the Fourier amplitude spectrum of acceleration at high frequencies, Bull. seism. Soc. Am., 74 (5) : 1969-1993. Brune, J., 1970. Tectonic stress and spectra of seismic shear waves from earthquakes. J. Geophys. Res., 75(26): 4997-5009. Nugraha, A. D., 2005. Studi Tomografi 3-D Non Linier untuk Gunung Guntur Menggunakan Data Waktu Tiba Gelombang P dan S, Tesis Magister, Program Studi Pasca Sarjana Sains Kebumian FIKTM Institut Teknologi Bandung. Matahelemual, J., 1989. Gunung Guntur, Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus, Direktorat Vulkanologi, Bandung. Sedayo, H., 2008. Studi Tomografi Atenuasi Seismik Gunung Guntur Menggunakan Metode Spektral Fitting dengan Summary Ray, Tugas Akhir, Program Studi Sarjana Geofisika, FTTM, Institut Teknologi Bandung. Suantika, G., 2002. Pencitraan Tomografi Seismik 3-D Gunung Guntur, Tesis Magister, Program Studi Pascasarjana Sains Kebumian FIKTIM Institut Teknologi Bandung.
Tambunan, E., 2007. Studi Tomografi Atenuasi 3-D Struktur Internal Gunung Guntur Menggunakan Data Vulkanik 1995-2000. Tugas Akhir, Program Studi Sarjana Geofisika FTTM Institut Teknologi Bandung. Telford, W.M., Geldart, L.P, and Sheriff, R.E., 1980. Applied Geophysics, Second Edition, Cambridge. Tim Asisten Seimologi, 2006. Petunjuk Pelaksanaan Praktikum Seismologi GF3111 Semester I-2006/2007, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Widiyantoro, S., 2000. Tomografi Geofisika (GF-435), Diktat Kuliah, Edisi ke-1, Institut Teknologi Bandung. Widiyantoro, S., 2006. Fisika Interior Bumi (GF 4223), Diktat Kuliah, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
LAMPIRAN Tomogram kecepatan dan atenuasi pada kedalaman 2-4 km
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g) Lampiran 1. Irisan horizontal (a) tomogram kecepatan gelombang P (Vp) dan (b) gelombang S (Vs) , (c) atenuasi seismik gelombang P (Qp-1) dan gelombang S (Qs-1) (d), (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 2-4 km.
Tomogram kecepatan dan atenuasi pada kedalaman 4-6 km
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Lampiran 2. . Irisan horizontal (a) tomogram kecepatan Vp dan (b) Vs , (c) Qp-1, (d) Qs-1 , (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 4-6 km.
Tomogram kecepatan dan atenuasi pada kedalaman 6-8 km
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g) Lampiran 3. Irisan horizontal tomogram (a) Vp dan (b) Vs , (c) Qp-1 , (d) Qs-1, (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 6-8 km.
Tomogram kecepatan dan atenuasi pada kedalaman 8-10 km
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g) Lampiran 4. Irisan horizontal tomogram (a) Vp dan (b) Vs , (c) Qp-1 , (d) Qs-1, (e) Vp / Vs , (f) Poisson’s ratio dan (g) bulk-sound velocity pada interval kedalaman 8-10 km.
Irisan A-A’ Gandapura-Picung
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Lampiran 5. Irisan A-A’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulksound Velocity (e).
Irisan B-B’ Kamojang-Guntur
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Lampiran 6. Irisan B-B’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulksound Velocity (e)
Irisan C-C’ Guntur-Gandpura
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Lampiran 7. Irisan C-C’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulksound Velocity (e)
Irisan D-D’ Guntur-Picung
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Lampiran 8. Irisan D-D’ vertikal tomogram Vp (a) , Vs (b), Vp/Vs (c), Poisson’s Ratio (d) dan Bulksound Velocity (e)