MONITORING GUNUNG API MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI (MICROGRAVITY) 1. Pendahuluan Monitoring aktivitas gunungapi dengan menggunakan metode gravitasi yang akan ditinjau dalam tulisan ini adalah monitoring episodik, bukan kontinu. Pengukuran dilakukan pada beberapa titik tetap mulai dari bawah gunungapi sampai dengan puncak gunungapi. Jumlah titik bervariasi antara sepuluh sampai tigapuluh titik untuk tiap gunungapi. Perulangan pengukuran dilakukan dalam setiap bulan, 3 bulan, semester atau 1 tahun sekali. Tujuan utama dari monitoring ini adalah bukan untuk melakukan prediksi waktu letusannya, tetapi lebih diutamakan berkaitan dengan massa magma yang berubah, antara lain: 1. Perpindahan magma dari satu tempat ke tempat lain. 2. Perkiraaan penambahan massa dalam rentang waktu pengukuran untuk memperkirakan potensi volume material yang akan dikeluarkan. 3. Analisis terhadap perubahan densitas magma. Untuk dapat melakukan monitoring dengan hasil yang baik, seringkali pengambilan data dilakukan tidak hanya dengan 1 gravitymeter, tetapi bias sampai dengan 4 gravitymeter sekaligus. Gravitymeter LaCoste & Romberg model D lebih baik digunakan untuk mendapatkan akurasi data yang baik. Monitoring mikrogravitasi melibatkan pengukuran variasi perubahan gravitasi terhadap waktu pada jaringan stasiun pengukuran yang tetap. Mikrogravitasi menjadi sebuah alat yang tepat untuk memetakan massa bawah permukaan yang berhubungan dengan aktivitas vulkanik. Saat ini telah banyak dilakukan monitoring gravitasi pada beberapa daerah vulkanik aktif di Amerika Tengah, Islandia, Itali, dan Jepang dan telah didapatkan data yang berharga yaitu data distribusi massa bersama dengan data aktivitas erupsi. Di Indonesia beberapa gunungapi juga telah dilakukan monitoring gravitasi ini, salah satunya di gunung Merapi, Jawa Tengah. Pada beberapa kasus monitoring gunung api menggunakan metode gravitasi mikro ternyata terdapat perbedaan karakteristik pada tiap gunung api. Pada gunung api tipe Basaltik cenderung mengalami deformasi elastik pada saat aktivitas erupsi terjadi sehingga tidak mengalami perubahan densitas yang signifikan. Kemudian pada gunung api tipe berstruktur 1
kaldera terjadi deformasi dan perubahan distribusi massa yang hampir mendekati hipotesa monitoring mikrogravitasi namun tidak cukup besar untuk mendeteksi aktivitas vulkaniknya. Di lain pihak beberapa data pada tipe gunung api andesitik stratovolkano terjadi perubahan distribusi massa yang cukup signifikan dan dapat dikaitkan dengan aktifitas vulkanik yang terjadi pada gunung api tersebut. Data gravitasi mikro biasanya dilakukan dengan membandingkan perbedaan nilai gravitasi pada stasiun pengukuran yang tetap dengan sederetan pengukuran yang dilakukan secara periodik dapat dalam orde hari, bulan, atau bahkan tahun.
2. Instrumen Pengukuran dan Prosedur Survei a. Alat Pengukuran Alat yang digunakan disebut gravitymeter, misalnya LaCoste & Romberg Model G-1118.
Gambar 1. Gravitymeter LaCoste & Romberg dan bagian-bagiannya.
Selain menggunakan gravimeter, ada alat lain yang dibutuhkan pada saat pengambilan data dengan menggunakan metode gravity, yaitu: 1.
GPS (tipe navigasi dan geodetic)
2.
Peta Geologi dan peta Topografi
3.
Penunjuk Waktu
4.
Alat tulis dan kamera 2
5.
Piringan
6.
Pelindung Gravitimeter
7.
Tali sebagai meteran jarak antar stasiun pengukuran
b. Prinsip Kerja Alat Gravitymeter LaCoste & Romberg terbuat dari bahan metal. Terdapat dua jenis gravitymeter LaCoste & Romberg yaitu model D dan model G. Model G mempunyai range pengukuran sampai 7000 milligal, sedangkan model D memiliki range pengukuran 200 milligal dan harus di-setting sesuai dengan tempat pengukurannya. Model D lebih sensitif dibandingkan dengan model G.
Gambar 2. Gravitymeter LaCoste & Romberg
Bagian-bagian pokok dari gravitymeter LaCoste & Romberg ini adalah (gambar 2.2): 1. Zero-length springs adalah pegas yang dipergunakan untuk menahan massa. Zero-
length springs ini dipakai pada keadaan dimana gaya pegas berbanding langsung dengan jarak antar titik ikat pegas dan titik tempat gaya bekerja. 2. Massa dan beam, berlaku sebagai massa yang berpengaruh atau berubah posisi jika
terjadi variasi medan gravitasi. 3. Hinge atau engsel berlaku sebagai per atau pegas peredam goncangan.
3
4. Micrometer digunakan untuk mengembalikan posisi massa ke posisi semula setelah
massa terpengaruh oleh medan gravitasi. Micrometer ini terbuat dari ulir-ulir dan pemutarannya dapat diatur dari nulling dial melalui gear box. 5. Long and short lever yaitu tuas untuk menghubungkan micrometer dengan zero-length
springs. Sistem gravitymeter ini akan mempunyai tanggapan terhadap medan gravitasi yang akan menyebabkan berubahnya posisi massa dan beam. Perubahan posisi massa akibat tarikan gaya gravitasi ini kemudian diseimbangkan atau dikembalikan pada posisi semula dengan memutar nulling dial yang akan menggerakkan micrometer kemudian ke long and short lever dan akhirnya ke zerolength springs. Gaya yang diperlukan untuk mengembalikan posisi massa dan beam ke posisi semula (dengan memutar nulling dial) diubah menjadi nilai gravitasi, namun masih relatif bukan nilai gravitasi mutlak pada titik tersebut. Nilai ini ditampilkan dalam display digital dalam gravitymeter. Apabila keadaan zero-length sempurna, maka berlaku persamaan : F = ks, dengan k adalah konstanta pegas dan s adalah jarak antara titik pegas dengan titik dimana gaya bekerja. LaCoste & Romberg merancang zero-length springs seperti pada gambar 8, untuk mendapatkan suatu peralatan yang secara teoritis mempunyai periode tak berhingga.
Gambar 3. Gambaran gerakan zero-length springs dalam gravitymeter
Dari gambar di atas, momen torka dari beban M adalah :
Tg = M g a cosk (s – c) b sin M g a cos {k (s – c) b (y cos )}/s Ketika g meningkat sebesar δg, springs length bertambah sebesar δs, dimana : g = (k/M) (b/a) (c/s) (y/s) s 4
Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa pada peralatan ini tidak tergantung pada sudut θ, β dan α, sehingga jika terjadi penyimpangan sudut yang kecil dari titik kesetimbangan maka gaya pada sistem ini tidak dapat kembali lagi dan secara teorirtis dapat diatur mempunyai periode tak berhingga.
c. Prosedur Kerja Hal-hal yang dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pengukuran adalah kalibrasi terhadap data/titik pengukuran yang telah diketahui nilai gravitasi absolutnya, misalnya IGSN’71 1. Melakukan pengikatan pada base camp terhadap titik IGSN’71 terdekat yang telah
diketahui nilai ketinggian dan gravitasinya, dengan cara looping. 2. Bila perlu di base camp diamati variasi harian akibat pasang surut dan akibat faktor
yang lainnya. Setelah melakukan hal di atas barulah pengamatan yang sebenarnya dilakukan. langkah selanjutnya dalam pengukuran adalah menggunakan peta geologi dan peta topografi, hal ini bertujuan untuk menentukan lintasan pengukuran dan base station yang telah diketahui harga percepatan gravitasinya. Akan tetapi ada beberapa parameter lain yang dibutuhkan juga dalam penentuan base station, lintasan pengukuran dan titik ikat. Antara lain adalah :
Letak titik pengukuran harus jelas dan mudah dikenal.
Lokasi titik pengukuran harus dapat dibaca dalam peta.
Lokasi titik pengukuran harus mudah dijangkau serta bebas dari gangguan kendaraan bermotor, mesin, dll.
Lokasi titik pengukuran harus terbuka sehingga GPS mampu menerima sinyal dari satelit dengan baik tanpa ada penghalang.
5
Gambar 4. Proses Pengambilan data
Pengambilan data lapangan dilakukan secara looping, yaitu dimulai pada suatu titik yang telah ditentukan, dan berakhir pada titik tersebut. Titik acuan tersebut perlu diikatkan terlebih dahulu pada titik ikat yang sudah terukur sebelumnya. Tujuan dari sistem looping tersebut adalah agar dapat diperoleh nilai koreksi apungan alat (drift) yang disebabkan oleh adanya perubahan pembacaan akibat gangguan berupa guncangan alat selama perjalanan. Dalam pengukuran gaya berat terdapat beberapa data yang perlu dicatat meliputi waktu pembacaan (hari, jam, dan tanggal), nilai pembacaan gravimeter, posisi koordinat stasiun pengukuran (lintang dan bujur) dan ketinggian titik ukur. Pengambilan data dilakukan di titik-titik yang telah direncanakan pada peta topografi dengan interval jarak pengukuran tertentu. Setelah pembacaan alat untuk tiap-tiap stasiun yang menjadi target pengukuran maka dapat dilakukan proses pengolahan data dengan melakukan konversi dari pembacaan alat ke mGal dengan menggunakan suatu bentuk perumusan tertentu berdasarkan nilai-nilai pembacaan yang didapat dalam pengukuran disetiap stasiun. Adapun contoh kasus misalnya sebagai berikut: a. Jika hasil pembacaan gravitimeter 1714,360. Nilai ini diambil nilai bulat sampai
ratusan yaitu 1700. Dalam tabel konversi, nilai 1700 sama dengan 1730,844 mGal.
6
b. Sisa dari hasil pembacaan yang belum dihitung yaitu 14,360 dikalikan dengan faktor
interval yang sesuai dengan nilai bulatnya, yaitu 1,01772 sehingga hasilnya menjadi 14,360 x 1,01772 = 14.61445 mGal. Kedua perhitungan diatas dijumlahkan, hasilnya adalah (1730,844 + 14.61445) x CCF = 1746.222 mGal. Dimana CCF (Calibration Correction Factor) merupakan nilai kalibrasi alat Gravimeter LaCoste & Romberg type G.525 sebesar 1.000437261.
3. Analisa Data Pada suatu survey gravitasi Bouguer, data yang diperoleh dibandingkan atau direferensikan dengan stasiun awal dengan mengoreksi ketinggian menggunakan free – air gradient (FAG). Pada permukaan bumi, FAG = -308,6 μGal m-1. Hal ini berarti, setiap kenaikan 1 meter dari permukaan air laut nilai gravitasi berkurang 308,6 μGal. Jika FAG diukur secara langsung, nilai yang terukur biasanya digunakan untuk membandingakan dengan nilai teoritis ini. Pengukuran FAG mudah dilakukan dengan menggunakan tripod untuk menopang plate gravitymeter. Perbedaan tinggi antara gravitymeter di permukaan tanah dengan di tripod diukur, dan perbedaan nilai pengukuran gravitasi juga diukur kemudian dibagi dan diperoleh nilai FAG pada daerah itu. Nilai FAG pada beberapa daerah akan berbeda, misalnya pada dasar kawah gunung api Poas (Costa Rica) nilai FAG – 429 μGal m-1, pada puncak gunung Etna adalah – 365 μGal m-1 dan di Breiddalur, Islandia bernilai – 201 μGal m-1 (Rymer, 1994). Ada dua alasan yang mengakibatkan adanya nilai deviasi FAG dari nilai teoritisnya. 1. Adanya komponen terrain. Misalnya jika pengukuran FAG dilakukan dekat dengan tebing atau dinding kawah maka akan menghasilkan nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pengukuran yang jauh dari area tersebut. 2. Adanya komponen anomali Bouguer Suatu daerah yang memiliki anomali Bouguer cenderung negatif akan memiliki FAG yang lebih positif dari nilai teoritis, sedangkan daerah yang memiliki anomali Bouguer cenderung positif akan memiliki nilai FAG yang lebih negatif dibandingkan nilai teoritis. (Berrino et al. 1992). Ukuran relatif dari komponen terrain dan Bouguer pada FAG bergantung pada keragaman topografi dan kontas densitas di bawah tanah.
7
Pengangkatan (uplift) atau cekungan pada suatu stasiun mikrogravity akan mempengaruhi terrain lokal, sehingga kontribusinya terhadap FAG menjadi tidak relevan. Ini berarti walaupun efek terrain mengurangi FAG, adanya perubahan ketinggian pada stasiun mikrogravity juga muncul pada topografi lokal sehingga gradien variasi gravitasi dengan ketinggian akan menjadi nilai FAG teoritis. Komponen Bouguer tidak berlaku demikian, karena sumbernya lebih dalam dibandingkan dengan perubahan ketinggian. Sebagai contoh, jika sumber anomali Bouguer pada kaldera adalah magma chamber pada beberapa kilometer kedalaman dan sumber gravitasi dan ketinggian ada di astanya, maka perbandingan nilai perubahan gravitasi dengan ketinggian akan dipengaruhi oleh kedalaman magma chamber. Walaupun pengukuran FAG juga termasuk komponen terrain dan Bouguer, komponen terrain tidak mepengaruhi perubahan nilai gravitasi yang muncul, namun komponen Bouguer dapat berpengaruh jika sumber Bouguer anomali tidak sama dengan sumber gravutasi dan perubahan ketinggian. Biasanya sangat sulit untuk membedakan komponen terrain dan Bouguer pada FAG walaupun topografi cukup jelas, seperti pada sebuah kaldera luas, namun albih baik menggunakan FAG terukur dibandingkan dengan FAG teoritis untuk interpretasi analisa mikrogravity. Langkah pertama interpretasi untuk survey mikrogravity adalah mencatat perubahan gravitasi terhadap elevasi. Sering dibuat rata – rata untuk tiap stasiun, namun seharusnya setiap stasiun harus dihitung terpisah. Setelah gradien ditentukan, kemudian dibandingkan dengan FAG teoritis atau terukur. Karena stasiun pengamatan gravitasi keadaannya tidak tetap (mengalami deformasi) adanya perubahan ketinggian ini dimasukkan dalam perhitungan. Pada survey statis, koreksi Bouguer adalah material bidang datar dengan densitas ρ dan ketebalan h. Efek gravitasionalnya dinyatakan sebagai : 𝑔 = 2𝜋𝐺𝜌ℎ,
dengan G adalah tetapan gravitasi universal (6,672 X 10-11 Nm2kg-2).
Pada survey microgravity, perubahan kecil gravitasi (∆𝑔) dan elevasi (∆ℎ) dimonitor dan nilai perubahan gravitasi dengan ketinggian akan menjadi kombinasi komponen FAG dan Bouguer, diberikan sebagai : Pada sebuan bidang datar tak hingga dengan asumsi densitas batuan 2.600 kgm-3 dan asumsi FAG teoritis maka kenaikan ketinggian 1 m akan menyebabkan penurunan nilai gravitasi sebesar :
[−302.6 + (0.04191 × 2600)] = −200𝜇𝐺𝑎𝑙
8
Bouguer Corrected Free Air Gradient (BCFAG) berkisar antara −191 𝜇𝐺𝑎𝑙 𝑚−1 untuk densitas 2800 kg m-1 hingga -225 𝜇𝐺𝑎𝑙 𝑚−1 untuk densitas 2000 kg m-1(gambar 5a). Sumber perubahan nilai gravitasi disumsikan berada pada slab Bouguer horizontal tak hingga. Pada daerah gunung api, slab horizontal bukan pendekatan yang relevan, sehingga digunakan asumsi pendekatan objek berupa bola (spherical). BCFAG dinyatakan sebagai :
Dengan asumsi nilai FAG teoritis, diperoleh nilai berkisar antara −230 𝜇𝐺𝑎𝑙 𝑚−1 untuk densitas 2800 kg m-1 hingga -253 𝜇𝐺𝑎𝑙 𝑚−1 untuk densitas 2000 kg m-1 (gambar 5b). Perubahan pada sumber bola lebih besar dibandingkan dengan sumber horizontal, namun pada kedua kasus hubungan yang terbentuk adalah linear. Sumber perubahan nilai gravitasi disumsikan berada pada slab Bouguer horizontal tak hingga. Perubahan yang berasal dari FAG diinterpretasi sebagai perubahan massa bawah permukaan sedangkan perubahan yang berasal dari BCFAG diinterpretasi sebagai perubahan densitas. (Brown, et al, 1991).
Gambar 5a.) BCFAG pada infinite horizontal slab, b.) BCFAG pada sumber bola (spherical)
9
Gambar 5c.) Perubahan gravitasi dan ketinggian akan berada pada zona A, B, C atau D. Zona A dan B adalah zona deflasi sedangkan zona C dan D adalah zona inflasi.
4. Interpretasi Teoritis
Gambar 6. Beberapa interpretasi teoritis.
(a) jika gradien ketinggian gravitasi mengikuti koreksi Bouguer free air gradien untuk slab
Bouguer, maka perubahan volume struktur adalah sama dengan perubahan volume magma. 10
(b) untuk model Mogi, volume perubahan struktur adalah 1,5 kali perubahan volume magma. (c) dalam kenyataannya, pada magma yang kompresibel struktur vulkanik lebih rapuh
daripada elastis. Dengan menggunakan free air gradient, maka ∆ 𝑉𝑚 = ∆𝑉𝑒 dan hubungan ∆𝑔⁄∆ℎ adalah untuk menyederhanakan kedalam rumus slab Bouguer pada antara gambar 6a. Untuk Poisson rasio 0,25, model Mogi memprediksi ∆𝑉 𝑚⁄∆𝑉𝑒 = 2⁄3 untuk sumber bulat pada gambar 6b. Data Krafla yang dikenai koreksi Bouguer free air gradien memprediksi gunung berapi yang meltus dan magmanya termasuk dalam lingkungan basaltic, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepadatan letusan magma dan material yang dilalui magma ketika akan naik, sehingga tidak ada perubahan kepadatan keseluruhan. namun ada perubahan massa, yang disebabkan oleh gerakan magma, dan ini tercermin dalam pengamatan bahwa bouguer correction free air gradient (BCFAG) daripada FAG diikuti. Satu-satunya catatan yang diterbitkan dari korelasi positif antara gravitasi dan elevasi perubahan muncul dari dua periode pengamatan di Etna, September 1979 ke Juli 1980 dan September 1980 ke Juli 1981. Setelah koreksi untuk perubahan elevasi diamati, untuk kehadiran permukaan material yang baru meletus, gravitasi ternyata meningkat pada stasiun yang telah mengalami inflasi. Meskipun relasinya belum dicatat di tempat lain, namun masuk akal jika massa yang besar dipengaruhi oleh perubahan kepadatan yang terlibat secara keseluruhan. Sebagian besar perubahan yang kecil hanya beberapa sentimeter selama setiap periode dan perubahan sisa gravitasi hanya beberapa puluhan dalam satuan 𝜇𝐺𝑎𝑙, dan data diinterpretasikan dalam hal fluktuasi tekanan magma di dalam daerah berongga. Gunung berapi meletus berbeda dengan cara yang berbeda dan perubahan gravitasi juga akan berbeda. pengaturan tektonik dan gaya letusan gunung berapi memberikan dasar untuk pengelompokan perubahan gayaberat mikro sebagai berikut: 1. Erupsi gunung berapi-subduksi terkait di mana abu dan endapan piroklastik bersama-
sama dengan lahar merupakan bahaya yang besar. Contohnya di Amerika dan sirkum Pasifik. 2. Zona keretakan ekstensional juga merupakan letusan efusif dan eksplosif, aktivitas yang
lebih berevolusi juga dapat terjadi. Krafla dan Askja di Islandia sesuai dengan kategori ini. gunung berapi pulau seperti Kilauea dan piton de la Fournaise juga termasuk dalam kategori ini dan, dalam pengaturan tektonik lebih rumit, Etna di Sisilia. 11
3. Kaldera silikat besar, di mana kerusakan jangka panjang dalam letusan umum jarang
terjadi.
5. Gunungapi Komposit Dengan Tipe Letusan Eksplosif (Studi Kasus) Kelompok gunungapi komposit ini merupakan gunungapi yang paling banyak terdapat di daratan dan menimbulkan kerawanan bahaya yang tinggi. Survei microgravity dan pengukuran deformasi permukaan dilakukan untuk keperluan studi di daerah Pasifik. Gunungapi komposit hasil subduksi dengan tipe letusan eksplosif ini memiliki dapur magma yang relatif panjang namun sempit (Brown et al. 1987). Lokasi sekitar puncak gunungapi tersebut memiliki ciri nilai desitas rendah dan material-material piroklastik yang terkonsolidasi buruk, dan apabila terdapat intrusi magma maka hal ini akan sangat berkontribusi dalam hal kenaikan densitas bawah permukaan. Pembentukan gas magmatik pada gunungapi komposit ini terjadi di dekat permukaan sehingga dibandingkan dengan tipe gunungapi lain seperti gunungapi perisai (shield volcano) relatif lebih mudah untuk medeteksi penurunan nilai medan gravitasi. Berdasarkan studi yang telah dilakukan deformasi permukaan pada gunungapi komposit ini relatif terbatas namun perubahan nilai medan gravitasi bernilai besar sehingga tipe data plot mendekati sumbu vertikal dari gambar 7 namun tidak memiliki korelasi gravitasi dan beda tinggi yang menerus.
Gambar 7. Perubahan nilai medan gravitasi dan perubahan tinggi ditunjukkan pada zona A-D. Zona A-B menunjukkan deflasi dan zona C-D menunjukkan inflasi.
12
Contoh kasus adalah observasi gunungapi komposit di Poas, Costa Rica antara Maret 1987 dan April 1988 (tabel 1, Reymer dan Brown, 1989. Dalam tabel hasil penelitian dinyatakan bahwa perubahan elevasi maksimum kurang dari 30 cm dan nilai medan gravitasi naik lebih dari 200 μGal. Data-data tersebut kemudian digabungkan dengan data periode sebelumnya sehingga diperoleh data yang mencakup periode tahun 1979 – 1989, data tersebut digunakan untuk menghitung total pertambahan massa karena aktivitas intrusi andesit basaltik (108 kg) yang diperkirakan menyebabkan erupsi abu vulkanik pada April 1989 dan hilangnya kawah gunungapi Poas. (Brown et al, 1989).
6. Gunung Api Perisai dan Pemekaran (Studi Kasus) Sebuah gunung berapi perisai adalah jenis gunung berapi biasanya dibangun hampir seluruhnya dari cairan lava. Gunung api perisai dapat di bedakan dari gunung api lain berdasarkan tingkat ketinggian puncak dan lerengnya. Gunung api perisai memiliki badan gunung yang luas dengan lereng yang landai. Bentuk gunung seperti gunung api perisai tercipta karena magma yang keluar sewaktu erupsi bersifat sangat encer. Akibatnya, magma pijar dapat dengan cepat mengalir dan menyebar di wilayah yang luas. Gunung api perisai mempunyai sifat erupsi efusif karena letak dapur magmanya dangkal dan tekanan gas magmatiknya tidak terlalu kuat. Contoh gunung api perisai: gunung api di Kepulauan Hawaii, yaitu Mauna Loa, Kilauea, danMauna Kea. Sedangkan zona Rift adalah fitur dari beberapa gunung berapi , terutama gunung berapi perisai , dimana serangkaian linear dari celah di bangunan vulkanik memungkinkan lava untuk meletus dari sisi gunung berapi bukan dari puncaknya. Misalnya, dalam letusan 13
sedang berlangsung dari Kilauea di Hawaii , lava yang dipancarkan terus menerus dari Pu O Ventilasi terletak di Kilauea Timur Rift Zona sekitar 15 km sebelah timur dari Kilauea Crater. Zona Rift cenderung untuk memperpanjang selama puluhan kilometer radial keluar dari puncak gunung berapi. Akumulasi lava dari letusan berulang dari zona keretakan menyebabkan gunung berapi ini memiliki bentuk memanjang.
Gambar 8. Variasi gravitasi-tinggi diamati pada gunung berapi Poas, Kosta Rika antara Maret 1987 dan Maret 1988. (Rymer dan Brown 1989).
Aspek yang penting dari kelompok ini adalah kecenderungan struktur gravitasi menjadi tidak stabil dan sistem pembangkit runtuh dan terjadi keretakan di mana magma dapat intrusi secara pasif. Set data yang besar untuk Kilauea dan Etna khususnya membuat kelompok ini salah satu yang lebih baik untuk dipelajari, meskipun lebih
berbahaya
dibandingkan dengan kelompok rhyolitic dan andesit. Periode inflasi dan deflasi telah dilaporkan, dan dari keseluruhan terjadi peningkatan dan penurunan massa di bawah permukaan. Untuk kelompok ini setidaknya bahwa prekursor gayaberat mikro tunggal untuk 14
aktivitas sulit untuk diidentifikasi, tetapi informasi penting tentang mekanisme yang beroperasi dalam gunung berapi aktif telah ditemukan. Beberapa data jatuh di garis yang diharapkan, tetapi dalam banyak kasus, perubahan gravitasi besar dan perubahan elevasi kecil menunjukkan bahwa proses inelastis bertanggung jawab.
Gambar 9. Perubahan nilai medan gravitasi beberapa stasiun amat terhadap stasiun referensi pada gunung Paos, Kosta Rika.
15
Gambar 10. Interpretasi data gravitasi tinggi dari Poas. Sebuah intrusi dendritik dari ca. 10 8 kg diperkirakan telah ada sebelum 1988 sebelum letusan abu yang tepat pada tahun 1989. (Dari Rymer dan Brown 1989).
Sebagai contoh, pada gunung Etna, letusan awal 14 Desember 1991 didahului oleh deformasi tanah dan kegempaan, namun di wilayah yang memanjang menjalankan SSE dari kenaikan puncak kawah gravitasi lebih dari 100 mikroGal yang diamati antara Juni 1990 dan Juni 1991. Kenaikan ini diinterpretasikan intrusi pasif dari magma menjadi fraktur yang tetap 'terbuka' sejak akhir kegiatan 1989. Sedangkan bagian atas jaringan fraktur memotong permukaan dalam garis trend SSE untuk ca 7 km dari puncak. Karena intrusi itu pasif, maka tidak ada sumber untuk deformasi tanah atau sinyal seismik.
7. Caldera (Studi Kasus) Ini merupakan struktur yang cukup besar, kenampakan struktur unrest yang cukup besar tersebut sudah tampak di puncak, akan tetapi ancaman letusan dahsyat masih tetap ada. jika dilihat sejarahnya tidak ada laporan aktifitas eksplosif skala besar terjadi 16
disana.hampir semua data monitoring di daerah ini diinterpretasi menggunakan model bola, karena dengan bola maka dapat mencerminkan perbandingan besarnya perubahan gravitasi antara arah kedalaman dan arah lateral. Kemungkinan penyebab dari struktur kaldera ini adalah ketidakstabilan suhu, komposisi kimia, densitas, dan gradient viskositas pada dapur magma yang terus berkembang seiring berjalannya waktu sehingga menyebabkan fractional cristallisation (Blake dan Ivey 1986). harapan dalam kasus ini adalah menghasilkan data penurunan densitas terhadap datum di permukaan yang terindikasi dengan turunnya nilai gravitasi, jadi dengan kata lain jika ditemukan penurunan pada mikrogravitasi maka hal tersebut merupakan tanda akan terbentuknya struktur kaldera. Sedangkan pada erupsi Askja yang menurut Sigurdsson dan Sparks (1981) dipicu oleh intrusi basaltik sehinnga terjadi fraksionisasi di dapur magma; fraksionisasi ini mengakibatkan kenaikan densitas oleh karenanya dapat disimpulkan kenaikan mikrogravitasi sudah terjadi sebelum terjadi erupsi. Itulah mengapa metode mikrogravitasi ini dijadikan sebagai aktivitas monitoring pada suatu gunung api.
Gambar 11. Kaldera gunungapi.
Jika dilihat kembali dua skenario di atas (penurunan mikrogravitasi akibat fractional cristallisation dan kenaikan mikrogravitasi akibat fractionating magma chamber) maka 17
semua perubahan yang terjadi pada nilai mikrogravitasi dapat direspon sebagai struktur kaldera.. Contoh
kasus
terjadinya
penurunan
mikrogravitasi terdapat di Campi Flegrei, Italia. Pada rentang waktu 1982 dan 1984 ketinngiannya mencapai 1616 m dan penurunan maksimal gravitasinya 331 µGal, jika ditinjau dengan beberapa stasiun maka diperoleh rata-rata sebesar -290 µGal.m-1 (Berrino et al. 1984). Dengan menggunakan model
bola,
memperoleh
Berrino data
et
al.
(1984)
deformasi
bawah
permukaan adanya massa baru yang hadir sebesar 1.5x10-11 kg yang mengintrusi dapur magma sejauh 3 km. Kemudian pada periode sebelumnya yaitu periode deflasi diperoleh gradient rendah sebesar -120 µGal.m-1 , hal tersebut menunjukan bahwa massa yang hilang lebih banyak terjadi pada periode inflasi (Berrino et al. 1992).
Gambar 12. Grafik yang menggambarkan perubahan gravitasi dan ketinggian dalam variable kontrol waktu antara fase deflasi dan inflasi, dapat dilihat perbedaan gradient antara kedua periode atau fase tersebut.
18
Memang pada umumnya dalam kasus pemantauan kaldera diplot hubungan linear antara gradien perubahan gravitasi dengan ketinggian dari data semua stasiun, pada dasarnya pemantauan dengan satu stasiun sudah dapat dilakukan. Dalam beberapa kasus penting untuk diperhatikan tentang kondisi cuaca suatu stasiun dalam kontrol waktu atau juga beberapa stasiun dalam satu waktu yang sama. Terdapat fenomena unik yang terdapat di Askja, Iceland. Pada fase deflasi di Askja ini justru mengalami kenaikan massa yang kemudian berefek langsung pada kenaikan gravitasi. Namun pada kasus kaldera Askja deflasi dan kenaikan gravitasi tersebut hanya ditemukan pada daerah yang spesifik saja yang kemudian diintrepetasi bahwa yang terdapat disana adalah sebuah dyke intrusion yang berasal dari pusat dapur magma
8. Kesimpulan Monitoring gunung api menggunakan gravitasi mikro adalah metode yang baik untuk memonitor gunung api namun tidak diprioritaskan. Metode ini relative lebih murah dan membutuhkan sedikit sumberdaya manusia. Teknik monitoring ini tidak cocok untuk semua tipe Vulkanik. Teknik ini paling bagus diaplikasikan pada kasus dimana intrusi dari magma akan mempengaruhi distribusi densitas dari gunung api. Sebelumnya telah ditunjukan bahwa data mikrogravitasi dapat digunakan untuk memonitor beberapa gunung api, namun interpretasi dari data tersebut menjadi ambigu ketika tidak ada kelengkapan data deformasi atau tanpa data elevasi. Pada beberapa kasus gravitasi dan ketinggian dapat dikorelasikan secara sederhana dengan Teori Elastik, namun pada beberapa kasus yang lain ternyata lebih kompleks. Secara umum Gunung Api andesitik cenderung mengalami perubahan densitas terbesar pada saat terjadi erupsi sedangkan Gunung Api Basaltik cenderung mengalami deformasi elastic dan sulit untuk diinterpretasikan menggunakan metode mikrogravitasi.
19