PENCITRAAN BAHASA LOKAL DALAM KONTEKS POLITIK BAHASA Simon Soban Ola
ABSTRAK Bahasa identik degan makluk hidup yang memiliki ekologi yang memungkinkan kontak bahasa Ekologi secara pskoogis ddan secara sosiologis secara perlahanJahan berdampak pada pergeseran fungsi dan peran bahasa tertentu didalam mengemban fungsi komuniknsi. Dalam konteks di indonesia, bahasa-bahasa loknl memiliki daya saing rendah yang seaknn-aknn dimaknai dengan hegemoni bahasa Indonesia dan b ahas a asing. Untuk menganti sip asi keterpurukan b ahas a-b ahas a I oknl, diperluknn kebijal
13,
No 25, SeptemSer
2012
(PencitraancBafiaso
Lofu[ [akmKonteFS
Aott;t*?;TL
88
tertentu memasrahkan kehidupan bahasarrya pada daya-sarng dan daya-tahan bahasanya secara atamiah. Sebaiknya ada pula masyarakat tutur yang merasa perlu menata pemakaran bahasanya melalur upaya sistematis dan terencana. Kondisi pertama disebut sebagai ketahanan bahasa, sedangkan kondisi kedua dis ebut pertahan an b ahas a.
Gambaran kehidupan bahasa sebagaimana dipaparkan di atas, jika digunakan untuk menyoroti kehidupan bahasa-bahasa di Indonesi4 situasinya akan menjadi sanagat menarik karena kompleksitas persoalan yang secara potensial dihadapi bahasa-bahasa lokal. Keterbatasan bahasa lokal di dalam mewadahi komunikasi yang lebih luas, sikap penutur, hegemoni bahasa, hingga kebrjakan bahasa yang tidak mempunyai "daya tekan" menyebabkan keterpurukan sejumlah bahasa lokal. Bahkan karena sedemikian banyaknya bahasa lokal minoritas di Indonesia telah menyulitkan penelitr dan Iembaga khusus menangani bidang bahasa mempunyai data yang terbatas tentang seberapa banyak bahasa yang telah punah atau ketiadaan penutumya.
KERANGKA KONSEPTUAL Konsep Ketahanan Bahasa Ketahanan bahasa merupakan sebuah konsep yang mengacu pada kondisi bertahannya fungsi dan peran sosial suatu bahasa. Konsep ketahanan mencakup lagi dua konsep bawahan, yakni: (1) keberthanan bahasa, dan (2) pemertahanan bahasa.
Konsep pertama berkaitan denagan kondisi alamiah yang memungkinkan suatu bahasa bertahan hidup Sementara konsep yang kedua berkaitan dengan upaya (yang disengaja), baik secara formal maupun informal atau membuat suatu bahasa bertahan hidup Konsep ketahanan bahasa erat berkaitan dengan pergeseran bahasa dan kepunahan bahasa. Pergeseran bisa bersifat positrf bisa juga bersifat negatif. Pergeseran yang bersifat positif dicinkan oleh pemekaran fungsi suatu bahasa. Bahasa tertentu yang mulanya hanya bertrrngsi sebagai media komunikasi intraefrik yang kemudian mekar fungsinya sebagai media komunikasi antarehik. Bahasa tersebut telah mengalami pergeseran positif. Jika te{adi kondisi sebaliknya maka bahasa dimaksud mengalami pergeseran negatif. Pergeseran positif ataupun negatif selalu saja berdampak negatif. Pergeseran positif berdampak negatif bag bahasa lain yang mengalami penyusutan fungsi. Sehubungan dengan itu sangat diperlukan perumusan kebuakan yang mengarah pada pemilahan fungsi bahasa (-bahasa). Meskipun cara ini masih saja menyisahkan persoalan hegemoni dan egoisme kulturai. Perencanaan Bahasa Perencanaan bahasa (language planning) merupakan usaha sadar bagi pengembangan bahasa (language developmenr) dan pembinaan bahasa (language cultivation). Menurut Haugen (1959) perencanaan bahasa adalah usaha membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh para perencana. Sementara Tuali (1964) berpendapat bahwa perencanzurn bahasa ialah kegiatan
'/o[
lS, I,to 25, Septem|er
2012
(Pencitraan
cBafi^asa
LofoLf [ataml(ontef,;
Aotiti{Eafrasa
Simon SaSonOh"
89
metodis dalam mengafur dan memperbarki bahasa-bah asa yang ada ataupun menciptakan yang baru (bahasa ragional, bahasa nasional ataupun bahasa intemasional).
Maksud perencanaan bahasa: l) menghindari konflik bahasa; 2) memungkinkan pemakaian bahasa (-bahasa) sesuai dengan fungsi dan kedudukannya, 3) memungkinkan bahasa berkembang sesuai dengan fungsinya. Cakupan perencanaan bahasa: a. Pengembangan bahasa. pemekaran/ elaborasi kosakata dan istilah, pemantapan fungsi bahasa, pengembangan aksara; b. Pembinaan bahasa: penyebaran hasil kodifikasi; dan c. pembimbingan bahasa. Perencanaan bahasa sesungguhnya juga merupakan bentuk pencitraan terhadap bahas4 termasuk bahasa-bahasa lokal. Meskipun bersifat top-down perencanaan bahasa dapat membenkan keyakinan kepada para penutumya bahwa bahasa lokalnya tergolong bahasa yang membanggakan dan berprestise.
BAHASAN Kendala Istilah "Daerah" vs "Lokal" Istrlah bahasa daerah sering drgunakan secara bergantian dengan istilah bahasa lokal. Dari kaca mata awam hal ini tidak berdampak apapun bagr kehidupan " bahasa terutama bahasa-bahasa kecil Apalagr pemakaian istilah bahasa daerah digunakan dalam bingkai kehidupan bahasa dr Indonesia dan drtrikotomrkan dengan bahasa nasional dan bahasa asing. Dari kaca mata keilmuan bahasa daerah tidak identik dengan bahasa lokal. Hal ini didasarkan pada fakta empirik bahwa batas wilayah bahasa tidak identik dengan batas wilayah administratif pemenntahan. Jika bahasa Dawan misalnya, disebut sebagai bahasa daerah maka muncul kendala dalam hal perencanaan bahasa. Diasumsikan terdapat substansi kebijakan yang berbe da arfiaratiga daerah
otonom: Kabupate Timur Tengah rJtar4 Timur Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang. Sebaiknya karena istilah "daerah" dalam frase bahasa daerah telah melemahkan makna kesatuan guyup tutur Dawan Jika demikian kondrsiny4 maka pembinaan dan pengembangan bahasabahasa lokal yang bersifat top-down dapat menjadr kondisi yang trdak kondusif bagi ketahanannya. Setrdak-tidaknya bahasa loka.l yang memiliki ciri ekologis yang mirip dengan bahasa Dawan akan mengalami nasib yang sama dalam hal kehidupan, kebertahanan dan keberdayaannya. Kondisi ini diperparah oleh permulaan pandangan guyup tutur bahasa-bahasa lokal bahwa urusan bahasa merupakan urusan p emenntah. Pertanyaannya "bahasa daerah yang manakah yang harus diurus oleh pemerintah?" Jawabannya ialah semua bahasa lokal yang daltim pemyataan politrs disebut sebagai pendukung bahasa Indonesia dan pendukung kebudayaan nasional. Meskipun patut diakui bahwa Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan pun mengalami kesulitan dalam merumuskan formulasi kebialakan yang tidak hanya jelas tegas tetapi yang terpentrng ialah rinci dan operasional bagi pemerintahan bahasa-bahasa lokal
'/o[.
fi, tto 25, Septem\er 2012
(pencitraanEafrasa Lofu{
[aknqontels cpofiti{eafrasa Simon Sabm"Ok
90
Bahasa Indonesia, Bahasa Lokal, Bahasa Asing: sebuah rrikotomi Realitas kehidupan bahasa di Indonesia yang kita hadapi sekarang ini yakni adanya trikotomi yang mencakup bahasa Indoneiia sebagai tuh^u nasi-o.ral dan bahasa negara, bahasa daerah dan bahasa asing. Di dalam ledudukan masingmasingnya tersirat fungsi dan ranah pemakaran. Ranah pemakaian benmplikii pada pilihan-pilihan fungsional yang tidak terpisahkan dari sikap bahasa. Secara konseptual teoretis dan empirik keanekabahasaan berpotensi terjadinya persaingan bahasa. Realitas keanekabahasaan lokal di NTT memungkinkan penyusutan fi.rngsi bahasa lokal di satu sisi dan di sisi lain terjadi pemekaran fungsi bahasa Indonesia. Hal ini dipicu oleh faktor-faktor seperti berikut ini: a. Banyaknya .yumlah bahasa lokal menyebabkan terkendalanya kom'nikasi lintas etrik dengan menggunakan bahasa lokat. b Pembelajaran bahasa etnik belum menjadi kebijakan yang "kuat,, sehingga kompetensi bahasa lokal harrya didapatkan melalui pemerolehan. c Pembelajaran bahasa lintas etrik belum menladi kebijakan yang berakibat pada berfungsinya bahasa Indonesia pada ranah yang seharusnya diperuntukan bagi bahasa lokal.
Dari aspek pengembangan ilmu pengetahuan teknolog dan seni, bahasa Indonesia telah mengemban fungsi sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Meskipun dmeikian fungsi ini memperlihatkan persarngan dengan bJasa asing terruama bahasa Inggris. Tidak sedikit buku ilmu pengetahuan teknologr dan-seni yang berbahasa Inggts Di samping itu, terdapat kebr.yakan khusus yang menonlolkan pemakaran bahasa Inggris dalam forum ilrruah di Indonesia, misJnya p..,rlir* tesis dan ujian tesis ataupun disertasi dalam bahasa Ingg,s untuk program studi/ urusan non-bahasa asi ng. Pandangan modem yang berlebihan juga telah meminggirkan bahasa lokal sebagar jatrdin bahkan bahasa Indonesia sebagai jatidin bangsa. Bahasa asing
J
dianggap trpikal terhadap modemisasi dan globalisasi sebaliknya bahasa lokJ dipandang sebagai simbol keterbelakangan. Kondisi tersebut diperkuat oleh adanya keengganan untuk merancang kurikulum lokal bagi pembelajaran bahasa lokal di sekolah-sekolah karena berbagai kendala. Demrkian pula pembelajaran bahasa Indonesia dl sekolah-sekolah hanya dimaksudkan uttut m".rlapai
ketuntasan belajar Animo terhadap lomba keterampilan berbahasa bagr siswa sangat kurang. sebagai contoh lomba berpidato dalam bahasa Indonesia tingkat SMA se-NT"T yang diselenggarakan oleh Badan perpustakaan Daerah NTT tanggal 16-17 Juni
2009 hanya diikutr oleh 5 kabupaten dan 20 kabupaten kota di NTT Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia belum sepenuhnya berorientasi pada life skill Jika demikian nasib bahasa Indonesi4 bagaimana pula dengan bahasa lokal? Keterbatasan lingkup fungsi komunikasi kurang menguntungkL dan sisi ekonomi tidak menimbulkan kebanggaan adalah ."1"-trh alasari menjadikan '/o[.
13,
No 25, Septem\er
2012
(Pencitraan@afinsa
Lo{at[akn*";:m?nyfia
91
sejumlah bahasa lokal bemasib "bagai kerakap tumbuh di batu hidup enggan mati
takmau" Mengacu pada konsep ketahanan bahasa, terdapat indikasi kuat mengenar keterpinggiran sejumlah bahasa lokal. Menurunnya kekerapan pemakaian oleh generasi muda menyusutnya fungsi-fungsi budaya termasuk menipisna repertoar bahasa adat dan ritual merupakan ciri pergeseran bahasa lokal. Dan sisi perencanaan bahasa, bahasa lokal dr Indonesia belum memperoleh tindakan sebagaimana substansi konsep perencanaan bahasa. Prinsip kejelasan ekonomi dan estetika tidak biasa diterapkan di dalam perencanaan sejumlah bahasa tokal karena kehidupan bahasa-bahasa lokal dimaksud sepenuhnya terganhmg pada guyup tutumya. Kehendak guyup tutur untuk menggunakan atau untuk tidak menggunakan adatah salah satu kondisi yang mungkin masih domrnan hingga saat ini. Bagaimanakah pencitraan bahasa lokal ? Pencitraan bahasa saya analogrkan sebagar sebuah produk yang berdayasaing rendah Dari berbagar aspek produk yang memiliki daya saing rendah itu menunjukkan kelemahan/ kekurangan/ keterbatasan sehingga memerlukan p encitraan melalur iklan. Bahasa lokal meskipun tidak identik dengan produk yang berdayasaing rendah namun perlakuannya mirip. Ada beberapa hal yang dapat diungkap ulang sehubungan dengan keterbatas an dimaksud. a. Keterbatasan bahasa lokal sebagai wahana komunikasi perhubungan luas (language france). b. Keterbatasan bahasa lokal sebagai wahan ilmu pengetahuan c. Keterbatasan nilai ekonomis pemakaian bahasa lokal dalam perekonomian nasional dan global d. Jumlah bahasa lokal yang demikian banyak menyulitkan pemerintah terutama pemerintah kabupaten kota di dalam menentukan bahasa lokal sebagai satu mata pelaj aran pada berbagar j enis dan j enj ang pendidikan.
Dalam konteks kehidupan bahasa-bahasa dl Indonesi4 keterbatasan sebagaimana disebutkan di atas telah mengrrangi kebanggaan penuturnya terhadap bahasa lokalnya. Ini merupakan sisi buram dan nasib bahasa lokal. Jika ini sisi buramnyamaka diperlukan pencitraan agar sisi buram itu terus meredup menladi gelap, kondisi yang trdak diinginkan oleh penutur bahasabahasa lokal. Apa yang harus kita lakukan? a. Tumbuhkan kesadaran bahwa bahasa lokal telah menjadi pembelajaran dan pemahaman nilai lokal. Ketika nilai lokal itn sudah mengakar dan bermanfaat bagi kehidupan modem jangan menikmati isi/ substansi lalu melupakan kemasannya.
b.
Generasi muda trdak boleh merasa malu mewansi bahasa loka]. Wansan leluhur dalam bentuk maten trdak pernah Anda tolak bahkan Anda harapkan
c
Egoisme etnik dapat menjadi kondisi yang paradoks untuk memperkuat ketahanan bahasa lokal. Kesadaran etnik/ etdsitas akan memberikan
dan haruskan, mengapa bahasa tidak?
q/o[ lS, No 25, Septem\er
2012
(pencitraan eafrisa LofuLt
[akn
1(ontef,S
eotiti|,eafi^asa
Sinon Sa6onOh
92
pencitraan ke dalam bahwa bahasa lokal (bahasa etnik) telah menjadi jatrdin
dan perekat individu-indivrdu yang merasa satu etrik. Egoisme itu harus dikelola sedemikian rupa agar tidak berpotensi menimbulkan dan disintegrasi. Sehubungan dengan itu drperlukan penguatan ikatan antaretrik -"ta,ri pendidikan multikultwai dan pendidikan lintas budaya. Dalam upaya pemekaran kosakata bahasa Indonesia, pusat Bahasa juga telah secara selektif mengadopsi kosakata bahasa daerah untuk mewahanai forr..pkonsep tertentu. Langkah ini perlu menonjolkan etimologinya melalui kamus etrmologi bahasa Indonesia. Kini telah ada pedoman penglnAtnesiaan kata dan ungkapan asing sehingga diketahui oleh penutumya, yang secara tidak langsung menaikan prestise bahasa lokal Bahasa-bahasa kecil tentu tidak berharap banyak Yang pasti bahwa para pakar perencanaan bahasa di pusat Bahasa sudah berrindak proporsional dalam mengadopsi kosakata bahasa lokal untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia. ferrguatan dan pewansan ragam adat dan ragarn ritual pada berbagar bahasa lokal sebagai icon pemertahanan bahasa dan budaya. ilt u ragam-ragam ini bertahan maka ragam keseharian (ordinary ranguagi)pun bertahan. PENIJTUP Kehidupan bahasa tidak terlepas dari kebryakan politik. Oleh karena itu gagasan Haugen yang harrya memrlilah ekologr atas ekologi psikologr dan ekolog-i Josial mesti dikembangkan lagi. perlu ada ekologi politik yang merupakan i.r^-u kepentingan orientasi pemegang kebijakan bagi kelangrrr.rgir hidup suatu bahasa. Ekologi ini berbeda dengan ekologi yang digagaskan oleh Haugen di mana lingkungan hidup bahasa melekat pada penut"-vu, baik secara indivldu maupun secara sosial. Ekologi politrk merupakan kondisi di luar penutur sehingga gugu.* pemiliharaan lebih bersifat top-down. Ekologi apapun yang berpengaruh terhadap kehidupan bahasa lokal karaktenstik kebertahanannya tergantung pada kepediian penuturnya/ pemrliknya. Hanya pemiliknyalah yang membangun pencitraan yang positif yarrg memungkinkan suatu bahasa terutama bahasa lokal bertahan hidup. DAT-TAR PUSTAKA Eastaman, carol. 1983. Language planning, An Introduce Fransisco. chandler & Sh*p Publisher Inc.
Fill, Alwin and Peter Muhlhauser (eds). 2001. The Ecolinguistic
Reader,
Language, Ec ol o g,,, and Environment. London. Creative Print & Design. Grimes, Charles E. dkk 1997. "A Guide to the People and Languages of Nusa
Tenggara" Dalam paradigma Senes
B-No.
Press.
1. Kupang: Artha Wacana
Kridalaksana, Harimurti L978. trungsi Bahasa dan Siknp Bahasa Ende: Nusa Indah Kuper, A. dan Kuper, J. (ed). 2000. Ensiklopedi llmu-ilmu sosial (teqemahan oleh Haris Munandar, dari judul asli: The social science incyctopedia) Jakarta: PT Ra.laGrafindo persada. q/o[
t:, No 25, Septem1er 2012
eencitraanEafrasa Lofu[
fakm*";:mrr;*?lfie
93
Moeliono, Anton M 1985 Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Ancangan AlternatiJ di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan ola, Simon Sabon. 2010. "Gambaran Ekologis Bahasa Tetun. Antara Keyakrnan dan Kekhwatrran". Makalah Seminar Intemasional Austronesia v. Denpasar, B ali, 19-20 Juli Pride J.B & Janet Holmes. 1986. sociolinguistics. Middlesex: penguin Books. Sumarsono. 1993. Pemertahanan Bahasa Melary Loloan di Bali. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
A Theory of Language Planning. Uppsala: Almqvist &Wiksells. Wardhaugh, Ronald. 1993. An Introducfion to Sosiolinguistics. Massachusetts: Blackwell Publisher. Tauli, Vater. 1968. Introduction
l/o[ tl, No 25, Septem1er 2012
Qencitraan @afrasa LofoLf fatam
llonte|;
aofiti{cBafiasa
Sim.on SaSonOh
94