PENCIRIAN DAN BIODEGRADASI POLIPADUAN (STYROFOAM-PATI) DENGAN POLIASAMLAKTAT SEBAGAI BAHAN BIOKOMPATIBEL
BALQIS ANGGI SAPUTRI SIREGAR
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK BALQIS ANGGI SAPUTRI SIREGAR. Pencirian dan Biodegradasi Polipaduan (Styrofoam-Pati) dengan Poliasamlaktat Sebagai Bahan Biokompatibel. Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan ARMI WULANAWATI. Styrofoam merupakan jenis plastik polstirena yang tidak dapat terurai secara alami. Banyaknya pemakaian styrofoam menyebabkan penumpukan sampah sehingga mengakibatkan polusi lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan modifikasi styrofoam agar dihasilkan plastik yang dapat terdegradasi. Pati merupakan polimer yang dapat diuraikan secara hayati sehingga penggunaannya sebagai campuran styrofoam menghasilkan plastik yang bersifat biodegradabel. Polaritas yang berbeda membuat keduanya tidak dapat bercampur secara homogen, sehingga diperlukan poliasamlaktat (PLA) sebagai bahan biokompatibel. Polipaduan styrofoam-pati menggunakan empat konsentrasi PLA yang berbeda, yaitu 5, 10, 15 dan 20%. Film dengan tingkat homogenitas paling tinggi diperoleh dari polipaduan styrofoam-pati dengan komposisi 80:20 dan penambahan 20% PLA. Jumlah PLA yang semakin tinggi menghasilkan film yang semakin homogen. Film dengan tingkat homogenitas paling tinggi menghasilkan penurunan bobot yang paling tinggi pula, yaitu sebesar 10%. Film yang dihasilkan bersifat amorf karena memiliki titik leleh yang melebar, yaitu 155185°C. Spektrum inframerah film menunjukkan adanya gugus C-O ester pada bilangan gelombang 1184 cm-1. Gugus ester pada film mengindikasikan bahwa film dapat dibiodegradasi. Spektrum inframerah film tidak memperlihatkan gugus baru, sehingga dapat dikatakan bahwa film merupakan hasil pencampuran styrofoam-pati secara fisika (polipaduan).
ABSTRACT BALQIS ANGGI SAPUTRI SIREGAR. Characterization and Biodegradation of Polyblend (Styrofoam-Starch) with Polylactid acid (PLA) as Biocompatizer. Supervised by TETTY KEMALA and ARMI WULANAWATI. Styrofoam is a kind of polystyrene which can not be naturally decomposed. The increasing amount of using styrofoam causes environment pollution. In facing this problem, modification of recyclable styrofoam is needed to produce degradable plastic. Starch can be a solution because it is a polymer that can be biologically decomposed. The mixture of starch to the styrofoam composite creates biodegradable plastic. Unfortunately, various polarity of styrofoam and starch is difficult to mixed homogenously, so we need polylactic acid (PLA) as the biocompatizer. Styrofoam and starch of four different concentrations of PLA, 5, 10, 15, and 20%. Film with the highest homogeneity was given by 80:20 concentration of styrofoam and starch combination with 20 % of PLA addition. The more PLA, the more homogenous of film we got. Film with the highest homogeneity produced substantial weight reduction which about 10%. The film that has been produced was amorphous since it had wide melting point, 155 °C to 185 °C. Infrared spectrum film showed the existence of C-O ester on 1184 cm-1 region. Ester functional group indicated that the film could be biodegraded. The infrared spectrum of the film did not show new functional groups, so we concluded that the film was a product of physical mixture between styrofoam and starch.
PENCIRIAN DAN BIODEGRADASI POLIPADUAN (STYROFOAM-PATI) DENGAN POLIASAMLAKTAT SEBAGAI BAHAN BIOKOMPATIBEL
BALQIS ANGGI SAPUTRI SIREGAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul
:
Nama NIM
: :
Pencirian dan Biodegradasi Polipaduan (Styrofoam-Pati) dengan Poliasamlaktat sebagai Bahan Biokompatibel Balqis Anggi Saputri Siregar G44204069
Disetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
Tetty Kemala, S. Si, M. Si NIP 132 232 787
Armi Wulanawati, S.Si, M.Si. NIP 132 258 174
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Dr. drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806
Tanggal lulus :
PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya yang tidak pernah putus sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pencirian dan Biodegradasi (Styrofoam-Pati) dengan Poliasamlaktat sebagai Bahan Biokompatibel”. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2008 sampai dengan Januari 2009 bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik IPB, Laboratorium Mikologi IPB, Laboratorium Kimia Fisik IPB, Laboratorium Kimia Organik IPB, dan LIPI Serpong. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Tetty Kemala, S.Si., M.Si. dan Ibu Armi Wulanawati, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya telah banyak membantu dan menyempatkan waktu dalam memberikan bimbingan, saran, dan ilmu pengetahuan selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Mama tercinta Romauli Hutagaol, Ayah Syawal Siregar (alm.), kakak-kakak, dan adikku Kalla atas doa, cinta, kasih sayang, motivasi, kesabaran, dan perhatian yang begitu besar selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua dosen dan staf laboran kimia atas fasilitas, bantuan, serta masukan yang diberikan. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penelitian di Laboratorium Kimia Anorganik (Mbak Dewi, Kamil, Awan, Kak Romi, dan Tommy) yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian, sahabat-sahabatku Ade, Lina, Asti, Mbak Erika, Juli, serta teman-teman kimia angkatan 41 atas kebersamaan dan bantuannya, semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan semuanya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
Balqis Anggi Saputri Siregar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Maret 1986 dari ayah Syawal Siregar (alm.) dan ibu Romauli Hutagaol. Penulis merupakan putri kesepuluh dari sebelas bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 33 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan di Badan Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................
vii
PENDAHULUAN .........................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Polimer ................................................................................................................. Styrofoam ............................................................................................................. Pati ....................................................................................................................... Poliasamlaktat (PLA) ........................................................................................... Plastik Biodegradabel .......................................................................................... Aspergillus niger .................................................................................................. Spektoskopi Inframerah Transformasi Fourier .................................................... Scanning Electron Microscope (SEM).................................................................
1 2 2 2 3 3 3 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ..................................................................................................... Metode .................................................................................................................
4 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Polipaduan ............................................................................................................ 5 Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR .................................................................... 6 Analisis Termal..................................................................................................... 7 Biodegradasi Film................................................................................................. 8 Analisis SEM....................................................................................................... 10 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................................. 10 Saran .................................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. ..
11
LAMPIRAN ................................................................................................................ ..
13
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi polipaduan ............................................................................................ 2 Agar nutrien untuk jamur .......................................................................................... 3 Analisis gugus fungsi styrofoam dan PS .................................................................. 4 Analisis gugus fungsi film dan komponennya ..........................................................
4 5 7 8
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Struktur kimia amilosa (a) dan amilopektin (b) .................................................... Struktur kimia PLA............................................................................................... Film styrofoam-pati komposisi 70:30 dengan penambahan PLA sebesar 5 (a), 10 (b), 15 (c), dan 20% (d) perbesaran 400 × ....................................................... Film styrofoam-pati komposisi 80:20 dengan penambahan PLA sebesar 5 (a), 10 (b), 15 (c), dan 20% (d) perbesaran 400 × ....................................................... Penurunan bobot film styrofoam-pati dengan komposisi 70:30 .......................... Penurunan bobot film styrofoam-pati dengan komposisi 80:20 .......................... Penurunan viskositas film styrofoam-pati dengan komposisi 70:30 .................... Penurunan viskositas film styrofoam-pati dengan komposisi 80:20 .................... Foto SEM sebelum biodegradasi dengan perbesaran 500 × ................................. Foto SEM setelah biodegradasi dengan perbesaran 500 × ...................................
2 3 6 6 9 9 9 9 10 10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bagan alir penelitian ............................................................................................. Pembuatan medium yeast malt (YM) ................................................................... Spektrum IR styrofoam ......................................................................................... Spektrum IR PS .................................................................................................... Spektrum IR pati ................................................................................................... Spektrum IR PLA ................................................................................................. Spektrum IR film .................................................................................................. Penurunan bobot film setelah biodegradasi .......................................................... Nilai viskositas film setelah biodegradasi ............................................................
14 15 16 17 18 19 20 21 22
1
PENDAHULUAN Ketergantungan akan plastik tak lepas dari nilai tambahnya sebagai bahan pengemas yang digemari masyarakat. Plastik merupakan bahan pengemas yang murah, mudah didapat, ringan, praktis, dan kedap air. Plastik yang paling banyak beredar di pasaran saat ini merupakan polimer sintetik dari petrokimia yang sulit diurai, yaitu plastik jenis polietilena (PE) dan polistirena (PS) seperti styrofoam. PE dan PS sulit diurai oleh microorganism sehingga tetap berada di alam tanpa perubahan bentuk untuk waktu yang sangat lama (Orhan 2004, diacu dalam Singh & Sharma 2007). Banyaknya plastik yang diproduksi menyebabkan penumpukan sampah tersebut sehingga terjadi polusi lingkungan. Pembakaran bahan plastik menjadi pilihan orang selama ini, tetapi hal tersebut sangat berbahaya karena menghasilkan asap beracun. Selain pembakaran, alternatif lainnya adalah dengan mendaur ulang plastik. Hal ini memiliki kendala seperti pengumpulan dari jenis plastik yang berbeda karena tidak semua plastik dapat didaur ulang. Cara yang mungkin adalah dengan menguburkan plastik tersebut. Namun, hal ini juga tidak tepat karena plastik umumnya tidak dapat didegradasi oleh mikroba (Petnamsin et al. 2000). Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan memodifikasi plastik agar bersifat biodegradabel. Beberapa modifikasi untuk menghasilkan plastik biodegradabel telah banyak dilakukan, seperti polipaduan PE dan pati (Prinos et al. 1998), polipaduan polikaprolakton dan pati (Petnamsin 2000), polipaduan polipropilena dan aditif elevated culfree microorganism (Handayani 2003), serta modifikasi pati dan PS (Bhatnagar & Hanna 1996; Kemala 1998; Graaf & Janssen 2001; Tanpitcha et al. 2003; Nurhidayati 2007; Singh & Sharma 2007). Hampir seluruh modifikasi plastik biodegradabel tersebut menggunakan pati sebagai bahan campurannya. Penggunaan pati ini banyak dilakukan karena sifat biodegradabilitasnya yang tinggi, murah, dan dapat diperbarui (Pranamuda 2001). Salah satu modifikasi plastik biodegradabel dengan bahan tambahan pati telah dilakukan oleh Bhatnagar dan Hanna (1996), yang melakukan pencampuran antara styrofoam dan pati. Penelitian tersebut memberikan informasi bahwa plastik styrofoam dan pati dengan komposisi 70:30 menghasilkan plastik yang dapat didegradasi
oleh lingkungan. Namun, produk yang dihasilkan tidak memberikan kualitas plastik yang baik. Styrofoam dan pati tidak dapat membentuk campuran yang kompatibel karena tingkat kepolaran keduanya yang berbeda. Pati mengandung tiga gugus hidroksil pada setiap unit ulangnya sehingga termasuk jenis polimer polar. Berbeda dengan pati, styrofoam lebih bersifat nonpolar. Akibatnya, pencampuran styrofoam dan pati menghasilkan plastik dengan kualitas mekanik yang menurun (Bhatnagar & Hanna 2006). Untuk meningkatkan gaya adhesi dan kompatibilitas keduanya, diperlukan bahan tambahan yang bersifat kompatibel. Bahan kompatibel yang ditambahkan harus dapat berikatan baik dengan pati maupun styrofoam. Singh & Sharma (2007) menggunakan poli(asam akrilat) (PAAc) sebagai bahan kompatibel pada campuran PS dan pati. Plastik yang dihasilkan dapat dihancurkan menjadi fragmen-fragmen kecil, walaupun tidak sebanyak degradasi pati murni dalam waktu yang sama. Hal ini terjadi karena PAAc murni tidak dapat dibiodegradasi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mencoba mengembangkan polipaduan antara styrofoam dan pati dengan suatu bahan tambahan yang bersifat biokompatibel. Bahan tambahan tersebut harus dapat menjembatani pencampuran styrofoam dan pati, serta dapat terdegradasi secara alami di alam. Salah satu bahan biokompatibel yang sesuai dengan sifat tersebut adalah PLA. PLA merupakan jenis poliester termoplastik yang tidak larut dalam air. PLA mengandung gugus metil yang dapat berikatan dengan styrofoam dan gugus hidroksil yang dapat berikatan dengan pati sehingga mampu meningkatkan kompatibilitas pencampuran styrofoam dan pati. PLA dihasilkan dari fermentasi pati yang membentuk asam laktat (monomer PLA) sehingga PLA murni dapat terbiodegradasi seperti pati. Sifat biodegradasi dan biokompatibel pada PLA diharapkan dapat meningkatkan kualitas polipaduan styrofoam dan pati yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA Polimer Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly yang berarti banyak dan meros yang berarti bagian atau unit. Istilah polimer biasanya digunakan untuk mendeskripsikan zat dengan berat molekul yang tinggi sehingga polimer dapat didefinisikan sebagai suatu
2
senyawa yang terdiri atas pengulangan unit kecil atau sederhana yang terikat dengan ikatan kovalen. Struktur unit ulang biasanya hampir sama dengan senyawa awal pembentuk polimer yang disebut monomer. Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang terdapat dalam rantai yang disebut degree of polymerization atau derajat polimerisasi (DP) (Cowd 1991). Polimer diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu polimer adisi dan polimer kondensasi, yang didasarkan pada unit ulang dari suatu polimer yang mengandung atom-atom yang sama seperti monomernya. Polimer dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok berdasarkan unit ulang pada rantai molekul, yaitu polimer linear, polimer bercabang, dan polimer ikatan silang. Menurut jenis monomernya, polimer dibedakan menjadi homopolimer dan heteropolimer atau kopolimer. Berdasarkan sumbernya polimer dikelompokkan menjadi polimer alami dan polimer sintetik. Contoh polimer alami antara lain pati, selulosa, dan pasir. Polimer sintetik diklasifikasikan ke dalam dua golongan berdasarkan sifat termalnya, yaitu polimer termoplastik dan polimer termoset (Steven 2001).
tubuh manusia akan menimbulkan penyakit seperti masalah pada kelenjar tiroid, mengganggu sistem syaraf, menyebabkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetaran, dan menjadi mudah gelisah. Pati Pati adalah karbohidrat kompleks yang berwujud putih, tawar, dan tidak berbau (Nurhidayati 2007). Pati memiliki rumus molekul (C6H10O5)n dan dapat terdegradasi secara mudah di alam serta bersifat dapat diperbarui. Pati terdiri atas dua komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer rantai linear yang dibentuk dari kesatuan glukosa dengan ikatan α-1,4-glikosidik. Amilopektin merupakan polimer rantai bercabang yang dibentuk dari kesatuan glukosa dengan ikatan α-1,4glikosidik dan α-1,6-glikosidik (Cowd 1991). Struktur kimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1.
Styrofoam Styrofoam merupakan polimer dari stirena yang berbentuk busa dengan titik leleh sebesar 121 °C (Wikipedia 2008). Seperti halnya PS, styrofoam juga tidak dapat terdegradasi secara alami di alam. Para peneliti di laboratorium Dow Chemical Physics mendapatkan cara untuk membuat polystyrene foam atau yang biasa disebut styrofoam pada tahun 1941. Peneliti yang dipimpin oleh Ray McIntire ini membuat styrofoam dengan cara mengkombinasikan PS dan larutan volatil isobutilena pada tekanan tertentu (Wikipedia 2008). Styrofoam yang dihasilkan memiliki bobot yang 30 kali lebih ringan dibandingkan dengan PS, fleksibel, dapat mengapung, dan tahan terhadap kelembaban. Daya apung yang tinggi membuat styrofoam digunakan sebagai lapisan dalam baju pelampung yang digunakan oleh para penjaga pantai di USA sejak 1942. Dalam industri, styrofoam sering digunakan sebagai bahan insulasi. Bahan ini dapat menahan suhu sehingga benda di dalamnya tetap dingin atau hangat (Wikipedia 2008). Sifat ini membuat styrofoam sering digunakan sebagai wadah makanan dan minuman. Styrofoam yang masuk ke dalam
(a)
(b) Gambar 1 Struktur kimia amilosa (a) dan amilopektin (b) Pati dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuat plastik karena sifatnya yang dapat terbiodegradasi. Selain itu, pati juga merupakan material yang dapat diperbarui dan cukup murah. Namun, lapisan pati dapat dengan mudah rusak dan hasil produksinya tidak memiliki karakteristik seperti plastik sintetik yang biasa digunakan. Untuk meningkatkan karakteristiknya, biasanya pati dicampur dangan polimer yang bersifat hidrofobik atau bahan tahan air. Poliasamlaktat (PLA) PLA merupakan poliester termoplastik yang didapat dari bahan baku terbarui seperti
3
pati dan selulosa. PLA tersusun atas monomer asam laktat (Gambar 2). PLA memiliki beberapa kegunaan, yaitu untuk keperluan pengemasan, pembuatan kosmetik, dan industri medis (bahan penyalut obat, implantasi tulang, dan untuk benang operasi) (Narayanan et al. 2004). Penggunaan PLA sebagai bahan pengemas dapat mengurangi masalah akibat sampah karena PLA bersifat biodegradabel. Ikatan ester pada PLA menyebabkan PLA dapat terdegradasi secara alami baik oleh panas, cahaya, maupun bakteri (Fusarium moniliforme dan Penicillium Roquefort) (Vichaibun & Chulavatnatol 2003). PLA juga bersifat biokompatibel, yaitu dapat terdegradasi dalam tubuh tanpa menimbulkan efek yang berbahaya. PLA mempunyai titik leleh sekitar 130ºC215 ºC dan dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparan. Sifat fisik dan mekanik PLA dapat berkurang apabila dicampur dengan polimer lain yang memiliki sifat fisik dan mekanik yang lebih rendah. PLA tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana (Rosida 2007).
CH O
HC
3
O C
n
Gambar 2 Struktur kimia PLA Plastik Biodegradabel Plastik biodegradabel merupakan plastik yang dapat didegradasi secara enzimatik oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur (Pranamuda 2001). Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang ramah lingkungan. Plastik biodegradabel menghasilkan CO2, CH4, biomassa, dan air (Gross & Karla 2002). Plastik biodegradabel dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk plastik yang tidak dapat diuraikan secara alami. Kebutuhan bahan plastik ini semakin meningkat karena sifatnya yang dapat didegradasi dalam beberapa minggu. Banyak negara maju yang telah memproduksi plastik biodegradabel secara komersial, seperti PLA, PCL, polihidroksialkanoat (PHA), dan polibutilensuksinat (PBS).
Aspergillus niger Aspergillus niger (A. niger) merupakan jamur yang biasa ditemui dalam tanah. Spora A. niger berbentuk globular, mempunyai konidia yang kasar serta berwarna hitam, hitam kecoklatan, atau coklat keunguan (Pitt & Hocking 1985). Bagian hifa yang terendam dalam substrat berfungsi menyerap unsur hara, sedangkan bagian hifa yang menghadap ke permukaan berfungsi sebagai alat reproduksi (Kombong 1997). A. niger memerlukan oksigen, zat organik, mineral, pH sekitar 4.5-5.0, dan suhu 40-50 °C untuk berkembang biak. Pertumbuhan A. niger sangat tergantung pada nutrien yang terdapat dalam medium, terutama karbon (Kombong 1997). Nutrien yang berupa molekul-molekul sederhana dapat langsung diserap, sedangkan molekulmolekul kompleks terlebih dahulu dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana sebelum diserap ke dalam sel. Molekul sederhana seperti gula biasanya berada dalam keadaan terlarut di sekitar hifa. Molekul kompleks seperti selulosa, pati, dan protein dipecah menjadi molekul sederhana oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan A. niger. Molekul-molekul ini selanjutnya diserap ke dalam sel dan digunakan sebagai substrat oleh enzim-enzim intraseluler (Handayani 2003). Nutrien lain yang juga diperlukan oleh A. niger antara lain nitrogen, fosforus, sulfur, magnesium, dan mineral mikro seperti Mn, Fe, dan Zn. Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier Spektrokopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon bahan terhadap radiasi elektromagnetik. FTIR digunakan terutama untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik (Steven 2001). Pencirian dengan menggunakan FTIR memiliki beberapa kelebihan, diantaranya dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950-1500 cm-1 untuk larutan senyawa (Rabek 1980). Prinsip kerja instrumen ini adalah mengukur energi inframerah yang diserap oleh ikatan kimia pada frekuensi atau panjang
4
gelombang tertentu. Energi radiasi tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya diplot dalam suatu fungsi radiasi energi. Struktur dasar suatu senyawa dapat ditentukan berdasarkan letak absorpsi inframerahnya. FTIR dapat membedakan gugus OH yang berasal dari alkohol dan karboksilat (Clark 2000). Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. FTIR juga bermanfaat dalam meneliti polipaduan polimer. Salah satu penggunaan FTIR adalah penentuan gugus molekul pada asam laktat. Scanning Electron Microscope (SEM) Mikroskop elektron digunakan sebagai alat pendeteksi objek pada skala yang amat kecil. Prinsip kerja SEM adalah deteksi elektron yang dihamburkan oleh suatu sampel padatan ketika ditembak oleh berkas elektron berenergi tinggi secara kontinu yang dipercepat di dalam electromagnetic coil yang dihubungkan dengan cathode ray tube (CRT) sehingga dihasilkan suatu informasi mengenai keadaan permukaan suatu sampel senyawa. Sebelum dianalisis dengan SEM, dilakukan preparasi sampel yang meliputi penghilangan pelarut, pemipihan sampel, dan coating.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah styrofoam, PLA (TOYOTA), pati singkong, metilena klorida, sorbitol, alkohol 70%, A. niger, medium yeast malt (YM), magnesium sulfat (MgSO4.7H2O), NaCl, NH4NO3, besi sulfat (FeSO4.7H2O), kalium dihidrogen ortofosfat (KH2PO4), MnSO4.7H2O, seng sulfat (ZnSO4.7H2O), dan media agar. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, pengaduk magnet, pelat kaca, cawan petri, kawat inokulasi nikrom, inkubator, IRPrestige-21 Shimadzu, mikroskop fotostereo Nikon SMZ 1000, Viskometer TV10, scanning electron microscope (SEM), dan Melting Point MT. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pembuatan film dari polipaduan styrofoam dan pati, pencirian, dan biodegradasi film. Pencirian film meliputi analisis gugus fungsi, analisis termal, analisis
penurunan bobot, serta permukaan (Lampiran 1).
pengamatan
Pembuatan Polipaduan Pembuatan polipaduan dilakukan dengan pelarutan setiap komponen pada masingmasing komposisi (Tabel 1) dalam larutan metilena klorida menggunakan pengaduk magnet. Setiap larutan kemudian dicampurkan dan ditambahkan sorbitol 20%. Campuran diaduk kembali sampai homogen selama 24 jam. Polipaduan yang terbentuk didiamkan sampai terbebas dari gelembung udara selama 10 menit dan dicetak diatas pelat kaca. Cetakan diuapkan pada suhu ruang. Film yang tercetak dilepaskan dari pelat kaca. Film dilihat kehomogenan dan ketransparannya dengan mikroskop fotostereo Nikon SMZ 1000 dengan perbesaran 150 kali. Tabel 1 Komposisi Polipaduan Styrofoam Pati Komposisi (%) (%) 1 70 30 2 70 30 3 70 30 4 70 30 5 80 20 6 80 20 7 80 20 8 80 20
PLA (%) 5 10 15 20 5 10 15 20
Pencirian Polipaduan Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR Sampel dan komponen penyusunnya ditempatkan ke dalam sel holder, kemudian dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya didapat berupa spektogram hubungan antara bilangan gelombang dan intensitas. Spektrum FTIR dari polipaduan dan komponennya direkam menggunakan spektrometer pada suhu ruang. Analisis Termal Sampel digerus hingga menjadi serbuk. Serbuk kemudian diisikan ke dalam pipa kapiler dan dipadatkan. Pipa dimasukkan ke dalam alat uji titik leleh agar titik leleh dapat ditentukan. Titik leleh diukur dari saat pertama kali sampel meleleh sampai semua sampel meleleh.
5
Biodegradasi oleh A. niger Pengujian dilakukan berdasarkan ASTM G21-96. Mikroorganisme yang digunakan adalah jamur A. niger. Mula-mula dilakukan peremajaan A. niger. Bibit A. niger diinokulasikan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium YM (Lampiran 2) dalam keadaan steril, kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 28°C sampai 30°C. A. niger hasil peremajaan diambil beberapa ose dengan kawat inokulasi nikrom lalu diinokulasi ke dalam larutan NaCl 0.8% steril dan dikocok sampai keruh sehingga didapat suspensi spora. Bahan-bahan yang terdapat pada Tabel 2 dilarutkan dalam 500 ml air destilasi. Selanjutnya dilakukan sterilisasi medium dengan otoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit. Medium agar nutrien dituangkan ke dalam cawan petri untuk memberi lapisan padat dengan kedalaman sekitar 3-6 mm. Sebanyak 100 µl suspensi spora diinokulasikan di atas lapisan padat. Sampel ukuran 5 cm x 5 cm diletakkan di atas permukaan medium agar nutrien yang mengandung suspensi spora, lalu pada permukaan sampel diinokulasikan lagi 100 µl suspensi spora. Inkubasi dilakukan pada suhu sekitar 28°C sampai 30°C. Setelah mencapai 28 hari, proses biodegradasi dihentikan dengan mencelupkan sampel ke dalam alkohol 70%. Tabel 2 Agar nutrien untuk jamur Bahan Bobot (g) KH2PO4 0.35 MgSO4.7H2O 0.35 NH4NO3 0.50 NaCl 0.0025 FeSO4.7H2O 0.001 ZnSO4.7H2O 0.001 MnSO4.7H2O 0.0005 Agar 7.5 Sumber: Annual Book of ASTM Standard, Part 35 (ASTM G21-96) Analisis Penurunan Berat Molekul Sampel film sebelum dan setelah biodegradasi ditimbang beratnya menggunakan neraca analisis. Sampel kemudian dianalisis penurunan bobot molekulnya menggunakan alat viskometer. Analisis
SEM
Sebelum
dan
Setelah
Biodegradasi Analisis SEM dilakukan pada film tipis sebelum dan setelah biodegradasi. Sebelum dianalisis, sampel diusahakan dalam keadaan
kering dan bebas uap air. Sampel film ditempelkan pada sel holder dengan perekat ganda, kemudian dilapisi dengan logam emas dalam keadaan vakum. Setelah itu, sampel dimasukkan pada tempatnya di dalam SEM. Gambar topografi diamati dan dilakukan perbesaran 500 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN Polipaduan Polipaduan yang dihasilkan memiliki warna putih yang transparan. Film dikatakan homogen jika tidak terlihat lagi perbedaan antara komponen-komponen penyusunnya, baik dalam bentuk, ukuran, maupun warna karena komponen-komponennya telah tercampur secara merata (Rosida 2007). Foto film dengan mikroskop Nikon SMZ 1000 dapat diamati pada Gambar 3 dan 4. Foto film hasil polipaduan styrofoam-pati pada komposisi 70:30 dan penambahan 5% PLA memperlihatkan perbedaan ukuran yang signifikan antara molekul styrofoam dan pati (Gambar 3a). Molekul pati terlihat jauh lebih besar dibandingkan dengan molekul styrofoam. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa PLA belum dapat bekerja secara maksimal dalam menjembatani perpaduan antara styrofoam dan pati. Namun, tidak demikian halnya dengan film hasil polipaduan styrofoam-pati dengan penambahan 20% PLA. Film yang dihasilkan memperlihatkan permukaan yang lebih homogen dibandingkan dengan penambahan 5, 10, dan 15% PLA (Gambar 3). Pada film dengan penambahan 20% PLA tidak terlihat perbedaan ukuran yang nyata antara styrofoam dan pati. Hal yang sama juga terjadi pada film hasil polipaduan styrofoam-pati dengan komposisi 80:20. Film dengan penambahan 5, 10, 15, dan 20% PLA menghasilkan tingkat kehomogenan yang semakin tinggi. Sifat homogen pada film berkaitan erat dengan kompatibilitas yang dimiliki oleh PLA. Styrofoam dan pati dapat bercampur homogen karena gugus metil pada PLA berikatan dengan styrofoam, sedangkan gugus hidroksil dan karboksilnya berikatan dengan pati. Dengan kata lain, jumlah PLA yang semakin banyak mampu meningkatkan kompatibilitas dan homogenitas pada pencampuran styrofoam dan pati.
6
(a)
(a)
(b)
(b)
(c)
(c)
(d) Gambar 3 Film styrofoam-pati komposisi 70:30 dengan penambahan PLA sebesar 5 (a), 10 (b), 15 (c), dan 20% (d) perbesaran 400 ×
(d) Gambar 4 Film styrofoam-pati komposisi 80:20 dengan penambahan PLA sebesar 5 (a), 10 (b), 15 (c), dan 20% (d) perbesaran 400 × Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR FTIR digunakan untuk menganalisis gugus fungsi polipaduan yang dihasilkan dan membandingkannya dengan gugus fungsi komponen polipaduan. Gugus fungsi film dan komponennya dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
7
Berdasarkan spektrum IR pada Tabel 3, styrofoam memiliki puncak pada bilangan gelombang 3024 cm-1, 2922 cm-1, 1600 cm-1, dan 756 cm-1. Spektrum dengan puncak tersebut merupakan serapan khas yang terdapat pada senyawa PS, seperti yang terlihat pada Lampiran 4. Menurut Silverstein (1986), PS memiliki puncak C-H aromatik pada daerah bilangan gelombang 3070-2970 cm-1, puncak ulur cincin benzena pada daerah
spektrum komponennya. Spektrum komponen tersebut muncul kembali pada spektrum film dengan bilangan gelombang yang hampir sama dan tidak ditemukan puncak-puncak yang baru. Tidak adanya perbedaan yang signifikan menandakan bahwa film yang dihasilkan tidak memiliki gugus fungsi baru. Menurut Hijrianti (2005), proses polipaduan secara fisika ditunjukkan dari analisis FTIR yang menghasilkan gugus fungsi dari
Tabel 3 Analisis gugus fungsi styrofoam dan PS Sampel Styrofoam
PS
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus fungsi
Pustaka (Silverstein 1986)
3024.38
C-H aromatik
2970-3070
2922.16
Ulur C-H
2840-3000
1600.92
Ulur C=C
1620-1680
1109.07
Tekuk =C-H
1000-1250
756.10
Tekuk C-H monosubstitusi
690-770
3024.38
C-H aromatik
2970-3070
2926.01
Ulur C-H
2840-3000
1598.99
Ulur C=C
1620-1680
750.31
Tekuk C-H monosubstitusi
690-770
bilangan gelombang 1680-1620 cm-1, dan puncak ulur benzena monosubstitusi pada daerah bilangan gelombang 690-770 cm-1. Perbedaan spektrum keduanya terletak pada puncak tekuk =C-H pada daerah bilangan gelombang 1109 cm-1 (Lampiran 3). Daerah ini menunjukkan adanya senyawa alkena pada styrofoam. Hal ini terjadi karena styrofoam merupakan hasil sintesis PS dalam larutan isobutilena, salah satu jenis senyawa alkena. Polimer yang dapat dibiodegradasi umumnya memiliki ikatan asetal, amida, atau ester (Handayani 2003). Tabel 4 memperlihatkan spektrum IR film dari polipaduan styrofoam-pati dan komponennya. Puncak ulur ester jenuh terdapat dalam spektrum IR pati dan PLA pada bilangan gelombang masing-masing sebesar 1155.36 cm-1 dan 1141.86 cm-1 (Lampiran 5 dan 6). Puncak ulur C-O ester jenuh juga terdapat pada film hasil polipaduan, yaitu pada bilangan gelombang 1184.13 cm-1. Gugus fungsi ester jenuh menunjukkan bahwa film berpotensi dapat dibiodegradasi. Ikatan ester ini terjadi karena adanya gugus hidroksil pada PLA. Spektrum IR film pada Lampiran 7 menunjukkan gabungan
komponen penyusunnya, sedangkan proses polipaduan secara kimia ditunjukkan dengan munculnya gugus fungsi baru. Dalam kasus ini, pati tidak menambah gugus apapun ke dalam senyawa styrofoam. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa polipaduan antara styrofoam dan pati hanya berlangsung secara fisika. Analisis Termal Data suhu yang diperoleh dari hasil pengujian titik leleh digunakan untuk menentukan sifat kristalinitas film hasil polipaduan styrofoam-pati. Apabila kisaran lelehan sampel melebar, maka sampel memiliki kadar kristalinitas yang rendah (bersifat amorf). Kisaran leleh yang sempit menandakan kadar kristalinitas yang tinggi. Pati bersifat amorf dengan kisaran titik leleh 240°C sampai 270°C. Film yang dihasilkan meleleh pada suhu 155°C sampai 185°C. Kisaran leleh yang melebar ini menandakan bahwa film hasil polipaduan styrofoam-pati bersifat amorf.
8
Tabel 4 Analisis gugus fungsi film dan komponennya
PLA
Film
Gugus fungsi
(Silverstein 1986; Crews 1998)
3024.38
C-H aromatik
2970-3070
2922.16
Ulur C-H
2840-3000
1600.92
Ulur C=C
1620-1680
1109.07
Tekuk =C-H
1000-1250
756.10
Tekuk C-H monosubstitusi
690-770
3387.00
O-H
3330-3500
1415.75
Tekuk C-H
1390-1465
1155.36 3502.73
Ulur C-O ester jenuh O-H
1163-1210 3330-3500
2995.45
Ulur C-H
2840-3000
1780.30
C=O karbonil
1715-1730
1456.26
Tekuk C-O-H
1395-1440
1141.86
Uluran C-O ester jenuh
1163-1210
3435.63
O-H
3330-3500
3059.86
C-H aromatik
2970-3070
2922.85
Ulur C-H
2840-3000
1755.98
C=O karbonil
1715-1730
1601.13
Ulur C=C
1620-1680
1451.03
Tekuk C-O-H
1395-1440
1184.13
Ulur C-O ester jenuh
1163-1210
1089.93
Tekuk =C-H
1000-1250
755.77
Tekuk C-H monosubstitusi
690-770
gelombang (cm-1)
Styrofoam
Pati
Pustaka
Bilangan
Sampel
Biodegradasi Film Pertumbuhan A. niger menggunakan medium standar untuk produksi enzim amilase, yaitu medium YM dan agar nutrien. Hal ini bertujuan menghasilkan amilase yang optimal. Namun, agar nutrien yang digunakan tidak mengandung karbon yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan A. niger. Jamur mendapatkan karbon dari film hasil polipaduan yang dimasukkan ke dalam medium agar nutrien. Saat biodegradasi, enzim amilase memotong ikatan-ikatan α-1,4glikosidik pada film sehingga menghasilkan karbon yang dibutuhkan oleh A. niger. Biodegradasi menyebabkan perubahan bobot dan nilai viskositas film hasil polipaduan. Data hasil pengukuran bobot film
menunjukkan adanya penurunan pada setiap penambahan komposisi PLA. Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat bahwa film styrofoam-pati dengan komposisi 70:30 menghasilkan penurunan bobot film yang kecil. Besarnya penurunan bobot film tersebut dengan penambahan PLA 5, 10, 15, dan 20% berturut-turut sebesar 1.17, 2.53, 2.71, dan 5.86%. Penurunan bobot film yang lebih besar dihasilkan oleh film styrofoam-pati dengan komposisi 80:20 (Gambar 6). Hal tersebut dapat terlihat dari konsentrasi PLA 5, 10, 15, dan 20% yang menghasilkan penurunan bobot berturut-turut yaitu 7.22, 8.49, 8.39, dan 10.50%.
Penurunan Bobot Film (%)
9
8 6 4 2 0 5
10
15
20
Konsentrasi PLA (%)
3.4
V isk ositas (m P as)
Penurunan Bobot Film (%)
Gambar 5 Penurunan bobot film styrofoampati dengan komposisi 70:30
Gambar 7 dan 8, film hasil polipaduan styrofoam-pati dengan komposisi PLA yang semakin tinggi memperlihatkan penurunan viskositas yang semakin tinggi pula. Hal ini menegaskan bahwa penambahan jumlah PLA menyebabkan film yang dihasilkan semakin homogen sehingga semakin mudah untuk didegradasi. Penurunan viskositas yang paling tinggi terjadi pada film hasil polipaduan styrofoam-pati dengan komposisi 80:20 dan penambahan 20% PLA.
12 10 8 6 4 2 0
3.3 3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7
5
10
15
5
20
20
Gambar
7
Penurunan viskositas film styrofoam-pati dengan komposisi 70:30
3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7
V isk o sita s (m P a s)
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi PLA maka biodegradasi film semakin baik, kecuali pada komposisi 80:20 dengan penambahan PLA 10 dan 15%. Pada saat pencucian menggunakan alkohol 70% masih terdapat spora jamur yang menempel pada film dengan penambahan 10% PLA. Hal ini terbukti dari data viskositas film hasil polipaduan. Nilai penurunan viskositas film dengan penambahan PLA 10% (8.08%) lebih rendah dibandingkan dengan penambahan 15% PLA (10.42%). Pengukuran viskositas menggunakan larutan film yang telah disaring. Penyaringan menyebabkan jamur yang tertinggal pada film hasil polipaduan styrofoam-pati komposisi 80:20 dengan penambahan 10% PLA tetap tertinggal pada kertas saring sehingga tidak mengganggu pengukuran viskositas. Adanya PLA menyebabkan film bersifat homogen. Film yang homogen akan terdegradasi secara bersamaan pada setiap bagiannya sehingga menghasilkan penurunan bobot yang lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi PLA yang lebih sedikit. Penurunan bobot paling tinggi dihasilkan dari film hasil polipaduan styrofoam-pati pada komposisi 80:20 dengan penambahan 20% PLA. Biodegradasi film juga ditandai dengan nilai viskositas yang menurun. Berdasarkan
15
Konsentrasi PLA (%) sebelum degradasi setelah degradasi
Konsentrasi PLA (%)
Gambar 6 Penurunan bobot film styrofoampati dengan komposisi 80:20
10
5
10
15
20
Konsentrasi PLA (%) sebelum degradasi setelah degradasi Gambar
8
Penurunan viskositas film styrofoam-pati dengan komposisi 80:20
Film hasil polipaduan styrofoam-pati dengan komposisi 70:30 mengalami penurunan bobot molekul dan viskositas yang lebih rendah daripada komposisi 80:20 pada setiap penambahan jumlah PLA. Hal ini berhubungan dengan jumlah pati yang ditambahkan. Selain PLA, komposisi styrofoam dan pati juga mempengaruhi sifat polipaduan yang dihasilkan. Ukuran molekul pati yang jauh lebih besar dari molekul styrofoam membuat pati sulit masuk ke bagian amorf styrofoam. Semakin banyak jumlah pati yang ditambahkan maka molekul styrofoam
10
dan pati semakin sulit bersatu sehingga film yang dihasilkan menjadi kurang homogen dan lebih sulit untuk didegradasi. Analisis SEM Analisis sifat permukaan dilakukan menggunakan scanning electron microscope (SEM) untuk mengetahui struktur permukaan film hasil polipaduan sebelum dan setelah biodegradasi. Film yang dianalisis dengan SEM adalah film dengan tingkat homogenitas yang paling tinggi, yaitu film styrofoam-pati dengan komposisi 80:20 den penambahan 20% PLA. Foto SEM menggunakan perbesaran 500 kali. Foto film hasil polipaduan sebelum biodegradasi (Gambar 9) menunjukkan permukaan yang halus dan tidak berpori. Namun foto menunjukkan adanya gelembung udara yang terperangkap dalam film. Gelembung ini terjadi akibat kurangnya waktu yang digunakan saat penguapan. Permukaan yang halus mengindikasikan bahwa film sudah homogen. Secara umum, permukaan film sebelum biodegradasi menunjukkan permukaan yang rata tanpa adanya lubang sama sekali.
Gambar 10 Foto SEM setelah biodegradasi dengan perbesaran 500x Pada Gambar 10 terdapat bercak atau noda bulat berwarna putih yang tersebar pada permukaan film. Hasil analisis SEM juga menunjukkan bahwa komposisi senyawa yang terkandung di dalam film merupakan mineral mikro yang berasal dari medium agar nutrien, seperti mangan, kalium, dan zat besi. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa bercak dan noda putih tersebut merupakan tempat tumbuhnya jamur yang hidup dengan mengkonsumsi nutrien yang disediakan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Gambar 9 Foto SEM sebelum biodegradasi dengan perbesaran 500x Struktur permukaan film setelah biodegradasi menunjukkan efek biodegradasi A. niger pada film. Film yang telah dibiodegradasi tampak mengalami pelubangan pada permukaannya (Gambar 10). Enzim amilase yang dihasilkan oleh A. niger merusak ikatan α-1,4-glikosidik pada film sehingga meninggalkan lubang pada permukaan film tersebut. Menurut Stacy et al. yang dikutip oleh Handayani (2003), pengikisan dan pelubangan material polimer adalah tahapan yang dihasilkan dari proses biodegradasi.
Interaksi yang terjadi antara polipaduan styrofoam dan pati merupakan interaksi secara fisika, yang dibuktikan dengan analisis gugus fungsi melalui FTIR. Polipaduan styrofoampati dengan penambahan PLA menyebabkan film menjadi kompatibel dan homogen sehingga meningkatkan proses biodegradasi film oleh mikroorganisme yang diwakili jamur A. niger. Jamur tersebut melakukan proses biodegradasi melalui mekanisme pelubangan material film menggunakan enzim amilase. Dari delapan konsentrasi berbeda, polipaduan styrofoam-pati dengan komposisi 80:20 dan penambahan 20% PLA menghasilkan film yang paling efektif dalam memberi sifat biodegradasi pada film. Saran Perlu dilakukan penambahan waktu pada saat larutan polipaduan didiamkan sebelum dicetak pada pelat kaca, dan penelitian lebih lanjut dengan menentukan kompatibilitas polipaduan poliblen menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC).
11
DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah D. 27 Mei 2007. Styrofoam, Bersih Tapi Tak Sehat. Harian Global: 10 (kolom 7-10). [ASTM]. American Society of Testing Material G-21-96. 1992. Determining Resistance of Syntetic Polimeric Materials to Fungi. Bastioli C. 2000. Global Status of The Production of Biobased Packaging Materials. Di dalam: Averous L, editor. Technology, Use and Potentialities of Latin American Starchy Tubers. Proceeding of The Food Biopack Conference; Copenhagen, 2000. Copenhagen: Denmark Conference. hlm. 2-7. Bhatnagar S, Hanna MA. 1996. Starch-based plastic foams from various starch sources. Cereal Chem. 75: 601-604. Billmayer FW. 1984. Textbook of Polymer Science. New York: Resslear Polytechnique Institute Troy. Clark J. 2000. Interprating an infrared spectrum.http://www.chemguide.co.uk. htm. [26 Maret 2006]. Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Bandung: ITB. Crews P, Rodriguez J, Jaspars M. 1998. Organic Structure Analysis. Oxford: Oxford University Press. Graaf RA de, Janssen LPBM. 2001. Properties and manufacturing of a new starch plastic. Polymer Engineering and Science 41(3): 584-594. Gross RA, Karla B. 2002. Biodegradable polymers for the environment. Science 297: 803-806. Handayani E. 2003. Biodegradasi blending polipropilena dengan aditif Elevated Culfree Microorganism [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Hijrianti M. 2005. Polyblend polipropilena, High Density Polyethylene, dan aditif Elevated Culfree Microorganisme. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kemala T. 1998. Pengaruh zat pemlastis dibutil ftalat pada polyblend polistirenapati [tesis]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Kombong H. 1997. Pemanfaatan limbah POD kakao sebagai substrat penghasil asam
sitrat oleh Aspergillus Niger [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Madras G. 2005. Enzymatic degradation of polymers. Indian Institute of Science 15: 411-433. MS Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Narayanan N, Roychoudhury PK, Srivastava A. 2004. L (+) lactic acid fermentation and its product polymerization. Electronic Journal of Biotechnology 7(2): 167-179. Nurhidayati. 2007. Sintesis polyblend antara polistiren dengan pati tapioka dan karakterisasinya [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung. Petnamsin C, Termvejsayanon N, Sriroth K. 2000. Effect of particle size on physical properties and biodegradability of cassava starch / polymer blend. Natural Science 34: 254-261. Pitt JI, Hocking AD. 1985. Fungi and Food Spoilage. Sydney: Academic Press. Pranamuda H. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Berbahanbaku Pati Tropis. http:wwwstd.ryu.titech.ac.jp/%7Eindone sia/zoa.htm. [26 Maret 2006]. Prinos J, Bikiaris D, Theologidis S, Panayiotou C. 1998. Preparation and Characterization of LDPE/Starch Blends Containing Ethylene/Vinil Acetate Copolymer as Compatibilizer. Polymer Engineering and Science 38(6): 954-964. Rabek JF. 1980. Experimental Methods of Polymer Chemistry. New York: J Wiley. Rosida A. 2007. Pencirian Polipaduan Poliasamlaktat Dengan Polikaprolakton [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Silverstein RM et al. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Hartomo AJ, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Spectrometric Identification of Organic Compounds. Singh B, Sharma N. 2007. Optimized synthesis and characterization of polystyrene graft copolymers and preliminary assessment of their biodegradability and application in water pollution alleviation technologies. Polymer Degradation and Stability 92: 876-885.
12
Steven MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Polymer Chemistry: An Introduction. Thanpitcha T, Kritchayanon N, Pentrakoon D, Pimpan V. 2003. An initial study of starch-g-polystyrene foam prepared by a steaming process. Journal of Metals, Matrials, and Mineral 12(2): 1-6. Vichaibun V & Chulavatnatol M. 2003. A new assay for the enzymatic degradation of polylactic acid. ScienceAsia. (29): 297-300. Wikipedia. 2008. Styrofoam. http://www.wikipedia.org/wiki/styrofoa. htm. [9 Oktober 2008].
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
larutan styrofoam
larutan pati
larutan PLA
+ sorbitol 20 % blending
polipaduan
film tipis
Mikroskop Nikon SMZ 1000
FTIR Uji titik leleh
biodegradasi Penurunan Bobot film terdegradasi
Viskositas
SEM
15
Lampiran 2 Pembuatan medium YM (yeast malt) Medium YM dibuat dari campuran 1.5 g agar, 0.5 g bactopepton, 0.3 g ekstrak ragi, 0.3 g ekstrak gandum, dan 1.0 g glukosa yang dilarutkan dalam 100 ml air destilasi. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang kemudian ditutup dengan kapas dan plastik. Tabung reaksi yang berisi medium ini kemudian disterilkan menggunakan otoklaf pada tekanan 2 atm dan suhu 121°C.
16
Lampiran 3 Spektrum IR styrofoam
17
Lampiran 4 Spektrum IR PS
18
Lampiran 5 Spektrum IR pati
19
Lampiran 6 Spektrum IR PLA
20
Lampiran 7 Spektrum IR film hasil polipaduan
21
Lampiran 8 Penurunan bobot film hasil polipaduan setelah biodegradasi Komposisi 1 2 3 4 5 6 7 8
sebelum biodegradasi 0.0769 0.0631 0.0739 0.0597 0.0526 0.0624 0.0596 0.0600
Bobot Film (g) setelah biodegradasi 0.0760 0.0615 0.0719 0.0562 0.0488 0.0571 0.0546 0.0537
terbiodegradasi 0.0009 0.0016 0.0020 0.0035 0.0038 0.0053 0.0050 0.0063
Penurunan Bobot (%) 1.17 2.53 2.71 5.86 7.22 8.49 8.39 10.50
22
Lampiran 9 Nilai viskositas film hasil polipaduan setelah biodegradasi Viskositas (mPas) sebelum setelah biodegradasi biodegradasi 2.97 2.98 2.93 2.98 2.94 2.91 2.99 2.93 3.00 2.90 2.97 2.94
Penurunan Viskositas (%) 0.34 1.71 1.02 2.01 3.33 1.68
Komposisi
ulangan
1
1 2 3 4 5 rerata
2
1 2 3 4 5 rerata
3.01 2.97 3.01 3.06 3.02 3.01
2.97 2.95 2.98 2.95 2.95 2.96
1.33 0.67 1.00 3.59 2.32 1.78
3
1 2 3 4 5 rerata
3.17 3.16 3.10 3.13 3.16 3.14
3.08 3.09 3.06 3.09 3.10 3.08
2.84 2.22 1.29 1.28 1.90 1.91
4
1 2 3 4 5 rerata
3.30 3.30 3.29 3.36 3.33 3.32
3.22 3.23 3.19 3.21 3.22 3.21
2.42 2.12 3.04 4.46 3.30 3.31
5
1 2 3 4 5 rerata
3.14 3.16 3.15 3.13 3.13 3.14
3.01 3.02 2.99 2.99 3.00 3.00
4.14 4.43 5.08 4.47 4.15 4.46
6
1 2 3 4 5 rerata
3.27 3.27 3.30 3.29 3.30 3.29
3.04 3.02 3.03 3.04 3.04 3.03
7.03 7.65 8.18 7.60 7.88 7.90
7
1 2 3 4 5 rerata
3.38 3.38 3.41 3.40 3.39 3.39
3.08 3.09 3.05 3.07 3.08 3.07
8.88 8.58 10.56 9.71 9.14 9.44
23
Lanjutan tabel Komposisi
ulangan
8
1 2 3 4 5 rerata
Viskositas (mPas) sebelum setelah biodegradasi biodegradasi 3.52 3.13 3.53 3.13 3.60 3.19 3.53 3.11 3.59 3.14 3.55 3.14
Penurunan Viskositas (%) 11.08 11.33 11.39 11.90 12.53 11.55