PENCIRIAN POLIBLEND POLIASAMGLIKOLAT DENGAN POLIKAPROLAKTON
HENDRA SUPRAYOGI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
2
ABSTRAK HENDRA SUPRAYOGI. Pencirian Poliblend Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton. Dibimbing oleh TETTY KEMALA dan ACHMAD SJAHRIZA. Sekarang ini sedang banyak dikembangkan jenis polimer yang bersifat biodegradabel, salah satunya adalah polimer yang berasal dari golongan poliester alifatik. Salah satu cara untuk memperoleh sifat polimer yang diinginkan sesuai dengan aplikasi maka diperlukan modifikasi pada proses pembuatannya seperti dengan cara pencampuran polimer secara fisika (poliblend). Penelitian ini membuat poliblend poliasamglikolat (PGA) dan polikaprolakton (PCL) sebagai poliblend yang bersifat kompatibel. Poliblend PGA dan PCL dibuat dengan mencampurkan masing-masing polimer penyusunnya yang telah dilarutkan dalam pelarut aseton yang terpisah, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan film tipis. Poliblend yang dihasilkan dicirikan dengan menggunakan spektrosokopi fourier transformed infrared (FTIR), scanning electrone microscope (SEM), dan viskositas intrinsik dengan menggunakan metode viskometri. Hasil pencirian yang terlihat dalam spektrum FTIR menunjukkan bahwa poliblend PGA dan PCL hanya berinteraksi secara fisik. Berdasarkan pengamatan dengan SEM, poliblend PGA dan PCL yang dihasilkan bersifat kompatibel. Semakin tinggi viskositas intrinsik, semakin tinggi pula bobot molekul yang dihasilkan seiring dengan bertambahnya komposisi PCL dalam poliblend.
ABSTRACT HENDRA SUPRAYOGI. Characterization of Polyblend Polyglicolic Acid with Polycaprolactone. Supervised by TETTY KEMALA and ACHMAD SJAHRIZA. Nowadays, the new biodegradable polymers with improved material properties have been intensively developed. Polymer which include in aliphatic polyester is a kind of polymer with biodegradable properties. To get polymer with desirable properties, it need modification technique such as physically polymer blending (polyblend). Polyglicolic acid (PGA) with polycaprolactone (PCL) was to obtain a polyblend. The synthesis of polyblend PGA with PCL were done by mixed each polymer which had been dissolved in acetone and then blended them together. From this blending a thin layer film was made. The resulting polyblend were characterized by fourier transformed infrared (FTIR) spectroscopy, scanning electrone microscope (SEM), and intrinsic viscosity by viscometry. According to FTIR spectrums, it showed that there are no new covalent bonding found, it is just physically interaction. This polyblend has compatible characteristic which was shown by SEM analysis. The molar masses of polyblend increased following progress with intrinsic viscosity by the increasing PCL content in the blend.
3
PENCIRIAN POLIBLEND POLIASAMGLIKOLAT DENGAN POLIKPROLAKTON
HENDRA SUPRAYOGI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
4
Judul : Pencirian Poliblend Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton Nama : Hendra Suprayogi NIM : G44202046
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Tetty Kemala, M.Si NIP 132 232 787
Drs. Achmad Sjahriza NIP 132 842 413
Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP 131 473 999
Tanggal Lulus:
5
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengembangan material jenis polimer melalui proses blending dengan judul Pencirian Poliblend Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton. Dana penelitian ini diperoleh dari Program Hibah Kompetisi A2 Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tetty Kemala, M.Si, dan Bapak Drs. Achmad Sjahriza selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Syawal, Ibu Ai, Bapak Nano, Bapak Mail, dan staf Laboratorium Kimia Fisik IPB atas fasilitas dan kemudahan yang diberikan. Selain itu, ucapan terima kasih kepada rekan tim polimer, Lukmana, KS, Fifi, Ana, Reko, Fajar, dan teman-teman seperjuangan di Laboratorium Kimia Fisik atas canda, semangat, dan saran selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tercinta, adik tersayang Ndo dan Een atas segala doa dan kasih sayangnya. Juga untuk Moe yang selalu mau menemani atas semangat, doa, dan inspirasi yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Ucapan terimakasih tidak terlepas juga ditujukan kepada d’Warkoz yang selalu bisa memberi keceriaan dan tawa. Obie, David, Tri, dan Dogar serta rekan-rekan seperjuangan Kimia 39 atas kebersamaannya yang indah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2007 Hendra Suprayogi
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1984 di Pamekasan, Madura. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mashudi dan Ibu Sri Ernawati. Pendidikan Lanjutan Menengah Umum (SMU) diselesaikan penulis pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Pamekasan dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Lingkungan untuk tahun ajaran 2005/2006 dan Kimia Anorganik untuk tahun ajaran 2006/2007. Tahun 2005 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills di Unit Produksi Soda Kaustik.
7
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...............................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................iii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................... iv PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Polimer Biodegradabel.............................................................................................. 1 Polimer Campuran .................................................................................................... 2 Poliasamglikolat........................................................................................................ 2 Polikaprolakton ......................................................................................................... 2 Penentuan Kompatibilitas Poliblend ......................................................................... 3 Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR)............................................ 3 Scanning Electron Microscope (SEM) ..................................................................... 4 Viskometri................................................................................................................. 4 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan.......................................................................................................... 5 Metode penelitian...................................................................................................... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) .......................................................................................................... 7 Pengamatan Bentuk dan Morfologi dengan SEM..................................................... 9 Analisis Bobot Molekul ............................................................................................ 9 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 11 LAMPIRAN...................................................................................................................... 13
8
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur poliasamglikolat............................................................................................... 2 2 Struktur polikaprolakton ................................................................................................ 3 3 Viskometer Oswalt......................................................................................................... 5 4 Mekanisme penggunaan viskometer Oswalt.................................................................. 6 5 PGA dari hasil sintesis ................................................................................................... 6 6 Film tipis yang dihasilkan pada komposisi (a) PGA:PCL/20:80; (b) PGA:PCL/05:95 ....................................................................................................... 7 7 Spektrum FTIR dari poliblend PGA:PCL 50-50 ........................................................... 7 8 Spektrum FTIR dari poliblend PGA:PCL 20:80............................................................ 8 9 Spektrum FTIR dari (a) PGA dan (b) PCL ............................................................ 16 10 Morfologi permukaan pada SEM terhadap poliblend PGA:PCL/50:50 dengan perbesaran 200 kali............................................................................................ 9 11 Morfologi permukaan pada SEM terhadap poliblend PGA:PCL/20:80 dengan perbesaran 200 kali............................................................................................ 9 12 Grafik hubungan antara C (konsentrasi poliblend) dan (ln ηr)/C pada (a) Poliblend PGA:PCL/ 50:50; (b) Poliblend PGA:PCL/ 35:65; (c) Poliblend PGA:PCL/ 20:80; dan (d) Poliblend PGA:PC/ 05:95 ................................................... 10
DAFTAR TABEL Halaman 1 Daftar polimer biodegradabel yang telah diujicobakan ................................................ 14 2 Sifat umum dari beberapa polimer biodegradabel .......................................................... 2 3 Beberapa sifat fisik polikaprolakton ............................................................................... 3 4 Komposisi poliblend PGA dengan PCL ......................................................................... 5 5 Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR ....................................................................... 8 6 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 50:50 ........................................ 17 7 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 35:65 ........................................ 17 8 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 20:80 ........................................ 17 9 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 05:95 ........................................ 17
9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Beberapa contoh material yang bersifat biodegradabel ................................................ 14 2 Diagram alir kerja penelitian......................................................................................... 15 3 Analisis gugus fungsi dengan FTIR.............................................................................. 16 4 Pengukuran viskositas intrinsik poliblend pada berbagai komposisi............................ 17
PENDAHULUAN Jenis polimer yang sedang banyak dikembangkan saat ini adalah polimer dengan sifat biodegradabel yang baik. Hal ini didorong oleh sifat-sifat polimer terdahulu yang relatif kurang menguntungkan dan tidak relevan dengan kondisi dunia sekarang. Plastik yang identik dengan polimer merupakan material yang dikenal luas yang saat ini penggunaannya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sifatnya yang ringan, kuat, praktis, dan mudah dibentuk menyebabkan plastik menjadi pilihan utama sebagai material yang aplikatif. Ironisnya terdapat sifat lain dari plastik yang justru sangat merugikan, yaitu sifatnya yang relatif stabil dan sulit terdegradasi menyebabkan material ini menjadi penyebab utama timbulnya berbagai masalah lingkungan. Oleh karena itu perlu dikembangkan plastik yang ramah lingkungan sebagai bentuk polimer biodegradabel. Polimer biodegradabel selain mampu menyelesaikan masalah lingkungan, belakangan ini telah banyak dikembangkan juga sebagai penyalut atau pengungkung obat (Preeti et al. 2003). Material ini bekerja secara spesifik melalui interaksi dengan sistem hayati tanpa meninggalkan fungsinya dalam tubuh ataupun mempengaruhi mekanisme farmakologi, immunologi, dan metabolisme tubuh, serta produk sampingnya dapat dihilangkan melalui jalur metabolik biasa (Porjazoska et al. 2004). Polimer biodegradabel telah banyak dikembangkan seperti yang tersaji pada Lampiran 1. Di antara polimer tersebut yang banyak dikembangkan saat ini adalah polimer yang berasal dari golongan poliester alifatik, seperti halnya poliasamglikolat (PGA), poliasamlaktat (PLA), dan polikaprolakton 1999). Poliester (PCL) (Anonima biodegradabel sintesis ini dan kopolimernya telah dipelajari secara spesifik dan bahkan sudah diaplikasikan secara luas dalam perkembangan teknologi jaringan sebagai kerangka dalam tubuh manusia. Hal ini disebabkan oleh karena polimer-polimer tersebut memiliki kelebihan disamping sifatnya yang biodegradabel, juga bersifat biokompatibel dan dapat dengan mudah diproses ke dalam bentuk yang diinginkan (Li & Chang 2005; Mano et al. 2004; Porjazoska
et al. 2004; Moran et al. 2003; Li & Arthur 2005). Polimer dapat diperoleh dengan memodifikasi polimer yang telah ada atau membuat baru sama sekali. Melalui modifikasi ini, berbagai bahan polimer dengan sifat yang beragam dapat dibuat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia sesuai dengan aplikasi yang diharapkan. (Anonimb 2005). Salah satu langkah modifikasi adalah dengan mencampurkan dua jenis atau lebih polimer yang berbeda yang lebih dikenal sebagai polymer blending (poliblend). Dalam penelitian ini akan dilakukan pencampuran polimer antara PGA dengan PCL. PLA lebih bersifat hidrofobik dibandingkan dengan PGA jika ditinjau dari penambahan gugus metil pada struktur PLA. Akibatnya PGA terdegradasi lebih cepat dibandingkan dengan PLA yang dapat bertahan sampai dengan satu tahun (Mano et al. 2003). PGA merupakan polimer kristalin dengan titik leleh yang tinggi dan modulus yang kuat. PCL adalah salah satu polimer sintetik yang bersifat biodegaradabel. PCL termasuk poliester linear yang memiliki titik leleh yang rendah dan sifat mekanik yang relatif kuat. PCL seringkali dipadukan dengan polimer jenis lainnya untuk memperbaiki sifat mekaniknya (Mano et al. 2003; Porjazoska et al. 2004). Kedua jenis polimer tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sebagai poliester. Berdasarkan sifat inilah diharapkan pencampuran polimer yang dilakukan antara PGA dengan PCL dapat menghasilkan poliblend yang kompatibel. Tujuannya adalah untuk mendapatkan polimer dengan sifat baru yang dapat diaplikasikan sesuai dengan kebutuhan.
TINJAUAN PUSTAKA Polimer Biodegradabel Degradasi polimer didefinisikan sebagai hasil reaksi kimia dari pemutusan molekul polimer menjadi molekul dengan berat yang lebih rendah. Hal ini akan secara langsung mempengaruhi keseluruhan sifat dari polimer tersebut, terutama sifat fisiknya. Polimer akan rapuh dan mudah hancur (Wikipedia 2006). Beberapa sifat umum dari polimer biodegradabel dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 2 Sifat umum dari beberapa polimer biodegradabel Polimer
Titik leleh (°C)
Titik transisi gelas (°C)
Modulus (Gpa)a
Waktu degradasi (bulan)b
PGA
225-230
35-40
7.0
6 - 12
LPLA
173-178
60-65
2.7
>24
DLPLA
Amorf
55-60
1.9
12 - 16
PCL
58-63
-65- 60
0.4
>24
a : modulus tarik atau fleksural b : waktu sampai massa hilang, tergantung juga pada geometri
Polimer dikatakan biodegradabel jika mampu terurai secara hayati oleh aktivitas mikroorganisme di lingkungan dan juga dapat terhidrolisis dalam tubuh baik melalui reaksi enzimatik, non-enzimatik, maupun gabungan keduanya tanpa menghasilkan dampak yang merugikan dan pada akhirnya akan musnah melalui jalur ekskresi biasa. Berbagai jenis polimer biodegradabel baik yang berasal dari alam maupun sintetik telah dikaji untuk sistem mediasi obat, namun hanya sedikit polimer yang benar-benar biokompatibel. Polimer alami seperti bovine serum albumin (BSA), human serum albumin (HSA), kolagen, gelatin, dan hemoglobin telah dipelajari untuk digunakan dalam sistem mediasi obat. Akan tetapi penggunaan bahan-bahan tersebut memiliki keterbatasan, yaitu ketahanannya rendah dan sangat rentan terhadap kerusakan (Jalil & Nixon 1990). Oleh karena itu para peneliti mulai mengalihkan perhatiannya untuk meneliti polimer sintetik yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan polimer alam. Polimer sintetik memiliki keuntungan lebih besar, diantaranya sifat yang mudah untuk dimodifikasi, lebih dapat diprediksi, lebih seragam, dan bebas dari masalah immunogenitas (Dempsey et al. 2003).
proses pencampuran polimer secara kimia dengan membentuk ikatan kovalen antar polimer-polimer penyusunnya yang dikenal sebagai kopolimer (Rabek 1983). Polimer campuran (poliblend) dapat juga dibentuk dari dua atau lebih kopolimer yang tidak berikatan secara kovalen. Poliblend dapat disiapkan dengan metode sebagai berikut: 1. Pencampuran mekanis dalam rubber mills atau ekstruder. 2. Polimerisasi satu monomer dengan monomer lainnya. 3. Evaporasi atau presipitasi dari campuran larutan polimer. 4. Koagulasi campuran dari kisi-kisi polimer. Poliasamglikolat Poliasamglikolat (PGA) adalah poliester alifatik linear yang paling sederhana. PGA telah digunakan dalam pengembangan benang operasi sintetik. Monomer glikolida disintesis dari dimerisasi asam glikolida. Polimerisasi pembukaan cincin menghasilkan bahan dengan berat molekul yang tinggi dengan perkiraan residual monomer 1-3%. PGA merupakan polimer kristalinitas tinggi (4555%), dengan titik leleh yang tinggi (220225oC) dan suhu transisi gelas 35-40oC. Tingginya derajat kristalinitas menyebabkan PGA tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik. Serat dari PGA memperlihatkan kekuatan dan modulus yang tinggi serta terlalu keras jika digunakan sebagai benang operasi. Benang operasi yang terbuat dari PGA akan hilang kekuatannya sekitar 50% setelah dua minggu dan akan hilang 100% pada minggu keempat dan akan benar-benar terabsorpsi dalam 4 sampai 6 bulan. Glikolida telah dikopolimersasi dengan monomer lainnya untuk mengurangi sifat kaku pada serat yang dihasilkan (Middleton dan Tipton 1998).
Polimer Campuran Proses pencampuran polimer dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama yaitu dengan cara pencampuran secara fisika antara dua atau lebih polimer yang berbeda dan tidak membentuk ikatan kovalen antar komponen-komponen penyusunnya, yang disebut sebagai poliblend. Kedua adalah
Gambar 1 Struktur poliasamglikolat. Polikaprolakton Polikaprolakton (PCL) adalah poliester yang biodegradabel dengan titik leleh rendah sekitar 60oC dan suhu transisi gelas -60oC.
3
PCL memiliki ketahanan terhadap air, pelarut minyak, dan klorin yang baik, serta viskositasnya rendah. PCL dapat diperoleh dari polimerisasi pembukaan cincin εkaprolakton menggunakan katalis seperti timah oktoat.
Gambar 2 Struktur polikaprolakton.
Polimer ini sering digunakan sebagai aditif pada resin untuk memperbaiki karakter dan sifat akhir (misal: daya tahan kuat), serta bersifat kompatibel dengan berbagai material lainnya. PCL dapat dicampur dengan pati untuk mengurangi biaya dan meningkatkan biodegradabelitasnya atau dapat ditambahkan juga sebagai pemlastis polimer (Wikipedia 2006). Polikaprolakton merupakan poliester alifatik semikristalin yang sangat kompatibel terhadap osteoblast. PCL menunjukkan sifat kristalinitas dan hidrofobik yang tinggi dengan demikian memiliki tingkat biodegradasi yang lebih rendah secara in vivo bila dibandingkan dengan poliasamglikolat (PGA). Oleh karena itulah PCL dikatakan sebagai material yang menarik untuk aplikasi yang membutuhkan waktu degradasi yang relatif lama. Seperti halnya poliester lainnya, degradasi in vivo dari PCL juga melibatkan pemotongan acak rantai hidrolitis ikatan ester. Meskipun sifat mekaniknya sederhana (modulus regangan 200-440 Mpa dan kuat regangan 20-42 Mpa), PCL telah digunakan dalam beragam aplikasi biomedis, seperti scaffold untuk teknik jaringan pada tulang. Untuk memperbaiki sifat mekanik yang dimiliki, PCL telah dicampurkan atau dikopolimerisasikan dengan polimer lainnya, seperti PLA atau PLGA. Sehubungan dengan sifatnya yang memiliki titik leleh yang rendah, PCL mudah untuk diproses secara konvensional. Oleh karena itu, PCL dapat dengan mudah diisi dengan material yang lebih kaku (partikel ataupun fiber) dan diproses melalui teknik pelelehan. Namun perlu diingat kembali kelemahan utama dari material ini, yaitu terlalu lambat degradasinya secara in-vivo, selnya yang lemah pelekatan dan proliferasi pada permukaannya, membatasinya dalam aplikasi biomedis (Mano
et al. 2003). Beberapa sifat fisik dari polikprolakton dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Beberapa sifat fisik polikaprolakton Sifat fisik
Nilai
Suhu transisi gelas (°C)
-60
Titik leleh (°C)
60
Kuat tarik saat putus (Mpa)
4
Kuat tarik saat Yield (Mpa)
386
Elongasi (%) Densitas (g/cm3)
800-1000 1.145
Penentuan Kompatibilitas Poliblend Ditinjau dari segi termodinamik, kinetik dan kesetimbangan mekanik, suatu poliblend tidak mungkin homogen berada dalam satu fase. Kompatibilitas poliblend tidak dapat ditentukan secara pasti. Kompatibilitas mempunyai sifat alami dalam pencampuran dua cairan. Pengertian kompatibel dapat digambarkan sebagai cairan yang dicampur untuk membentuk campuran satu fase dan homogen. Kompatibilitas dari poliblend ditunjukkan oleh seberapa dekat poliblend tersebut mendekati campuran fase tunggal dan pengukurannya relatif tergantung pada derajat heterogenitas poliblend itu sendiri (Rabek 1983). Kompatibilitas poliblend menggambarkan kekuatan antaraksi yang terjadi antara rantai polimer sehingga membentuk campuran homogen atau mendekati homogen. Indikator yang menunjukkan kompatibilitas dari sebuah poliblend adalah terlihat dari film tipis yang dihasilkan bersifat transparan dengan permukaan yang relatif rata. Selain itu dapat juga ditentukan dengan mengamati sifat termalnya, yaitu poliblend akan bersifat kompatibel jika hanya memiliki satu nilai suhu transisi gelas (Rabek 1983). Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (Spektroskopi FTIR) Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon dari radiasi elektromagnet. FTIR dapat digunakan untuk analisis kuantitatif maupun kualitatif suatu
4
senyawa organik dan dapat pula digunakan untuk menentukan struktur molekul suatu senyawa anorganik (Steven 2001). Spektroskopi ini bekerja dengan mengukur respon (intensitas dari radiasi yang diteruskan) dari sampel yang dikenai radiasi elektromagnetik. Energi dari radiasi tersebut beragam dalam jarak tertentu dan responnya diplot dalam suatu fungsi radiasi energi (frekuensi). Kerakteristik dari contoh yang spesifik akan menghasilkan seri puncak spektrum yang khusus dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi contoh. Walaupun radiasi elektromagnetik bervariasi, dengan transformasi fourier, sampel yang diradiasi bisa dinyatakan dalam satu pulsa tunggal. Hasilnya biasa disebut sebagai free induction decay. Karena resonansi dari suatu sampel bervariasi, maka digunakan operasi matematika yang disebut dengan transformasi fourier sehingga sinyal tersebut dapat dihitung menjadi suatu frekuensi tertentu. Dengan cara ini, FTIR dapat menghasilkan spektrum yang sama dengan spektrometer biasa namun dengan waktu yang lebih singkat FTIR telah membawa tingkat keserbagunaan yang besar ke dalam penelitian-penelitian struktur polimer. Hal ini dikarenakan spektrum-spektrum bisa discan, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikatan silang. FTIR teristimewa bermanfaat dalam meneliti paduan-paduan polimer. Sementara paduan yang lain yang tidak campur memperlihatkan suatu spektrum IR yang merupakan superposisi dari spektrum homopolimer, spektrum paduan yang dapat campur adalah superposisi dari tiga komponen, yaitu dua spektrum homopolimer dan satu spektrum interaksi yang timbul dari interaksi kimia atau fisika antara homopolimer-homopolimer (Steven 2001). Scanning Electron Microscope (SEM) Mikroskop elektron adalah alat deteksi yang menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk melihat objek pada skala yang sangat kecil. Prinsip kerja SEM adalah deteksi elektron yang dihamburkan oleh suatu sampel padatan ketika ditembakkan oleh berkas elektron berenergi tinggi secara kontinu yang dipercepat di dalam electromagnetic coil yang dihubungkan dengan CRT (cathode ray tube) sehingga
dihasilkan suatu informasi mengenai permukaan suatu sampel senyawa. Sebelum dianalisis dengan SEM dilakukan preparasi spesimen meliputi penghilangan pelarut, pemipihan contoh, dan coating (Noor 2001). Perangkat SEM terdiri atas penembak elektron, sistem lensa elektromagnetik dua tingkat yang digunakan untuk memperkecil sinar elektron pada spesimen berdiameter 5-10 nm, detektor, dan kolom mikroskop (dari penembakan elektron ke spesimen). Perangkat penembak elektron biasanya dibuat dari filamen tungsten yang menghasilkan aliran termal elektron. Informasi yang dapat diperoleh dari SEM adalah informasi topografi (mengamati permukaan objek, tekstur, dan hubungan langsung antara permukaan sifat bahan meliputi kekerasan, pantulan, dan sebagainya), informasi morfologi (berkaitan dengan pengamatan bentuk, ukuran partikel penyusun objek, dan hubungan langsung dengan sifat bahan), informasi komposisi (berkaitan dengan pengamatan unsur-unsur dan campuran penyusun objek serta jumlah relatifnya), dan informasi kristalografi (berkaitan dengan pengamatan susunan atom dari objek, reaktivitas, kekuatan bahan, dan sinyal listrik). Viskometri Viskometri merupakan metode yang digunakan untuk menentukan ketahanan suatu cairan terhadap aliran. Pengukuranpengukuran viskositas larutan encer memberikan teknik yang paling sederhana dan paling banyak dipakai untuk menetapkan bobot molekul. Perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentukan massa molekul nisbi polimer. Metode viskositas mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode lain, yakni lebih cepat dan lebih mudah, murah, serta perhitungan hasilnya lebih sederhana. Bobot molekul merupakan salah satu variabel penting, sebab berhubungan langsung dengan sifat-sifat fisis polimer. Polimer dengan bobot molekul yang lebih tinggi pada umumnya bersifat lebih kuat, tetapi bobot molekul yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kesukaran-kesukaran dalam pemrosesannya. Penentuan bobot molekul polimer dalam penelitian ini menggunakan metode
5
viskometri dengan menggunakan viskometer Oswalt (Gambar 3). A: Plug while drawing fluid into capillary Garis pengukuran waktu alir
Pipa kapiler Reservoir
Gambar 3 viskometer Oswalt. Viskometer Oswalt merupakan alat yang digunakan untuk mengukur viskositas suatu cairan tak berwarna atau transparan (Cannon Instrumen Company 2006). Pengukuran dengan viskometer Oswalt, tidak bergantung pada volume cairan yang dipakai, karena viskometer dirancang untuk bekerja dengan cairan mengalir melalui kapiler tanpa cairan dibawahnya. Waktu alir diukur untuk pelarut dan larutan polimer pada berbagai kepekatan. Pengukuran dilakukan dengan viskometer dalam penangas air bersuhu tetap untuk mencegah naik-turunnya viskositas akibat perubahan suhu (Cowd 1991).
lemari es selama kurang lebih 72 jam. Langkah terakhir adalah menyaring dan mengambil kristalnya untuk disimpan dalam eksikator hingga kering dan PGA siap digunakan untuk tahap selanjutnya. Pembuatan Poliblend Poliasamglikolat dengan Polikaprolakton Blending PGA dengan PCL disiapkan dengan komposisi yang berbeda (Tabel 4). Preparasi poliblend dilakukan dengan mencampurkan masing-masing polimer untuk kemudian dilarutkan dengan menggunakan pelarut aseton. Larutan kemudian dicampur pada suhu ruang dan diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam, diikuti oleh pengendapan dalam metanol berlebih. Hasil dari pencampuran kemudian dikeringkan pada suhu ruang sampai beratnya konstan. Tabel 4 Komposisi poliblend PGA dengan PCL Komposisi PGA (%) PCL (%) P1 P2 P3 P4
50 35 20 05
50 65 80 95
Pembuatan Film Tipis
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah pompa vakum, reaktor, penyaring vakum, pengaduk magnet, hot plate, water-bath, termometer, eksikator, viskometer, FTIR, SEM, dan peralatan gelas. Bahan-bahan yang digunakan adalah natrium kloroasetat, timah oktoat, air demineralisasi, aseton, metanol, poliasamglikolat, dan polikaprolakton. Pembuatan Polimer Poliasamglikolat (PGA) Preparasi dalam pembuatan poliasamglikolat dilakukan dengan melarutkan sebanyak 40 gram natrium kloroasetat ke dalam 50 mL air demineralisasi. Setelah larut kemudian ditambahkan dengan katalis timah oktoat satu tetes dan divakum selama 5 jam pada suhu 140-185 oC. Sete;ah itu disimpan dalam
Poliblend yang telah dihasilkan dilarutkan dengan aseton dan diaduk dengan stirer sampai bercampur. Setelah itu, didiamkan sampai terbebas dari gelembung-gelembung udara dan dicetak di atas teflon berupa lapisan tipis yang rata. Cetakan tersebut kemudian diuapkan sampai semua pelarut menguap. Film yang telah tercetak dilepaskan dari permukaan teflon. Film yang telah terbentuk siap digunakan untuk dicirikan lebih lanjut. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Sampel yang berupa film, ditempatkan ke dalam cell holder kemudian dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya didapat berupa difraktogram hubungan antara bilangan gelombang dengan intensitas. Spektrum FTIR dari kopolimer dan poliblend direkam menggunakan spektrometer pada suhu ruang.
6
Pengamatan Bentuk dan Morfologi dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Morfologi dari polimer blending diselidiki dengan menggunakan Scanning Electron Microscope. Sampel ditempelkan di atas peletak sampel (sample holder). Sampel tersebut dilapisi dengan platina menggunakan sebuah Polaron SC7640 sputter coater, 10 sampai dengan 12 mÅ. Analisis Bobot Molekul dengan Viskometri Pengukuran bobot molekul dilakukan dengan menggunakan metode viskometri. Pengukuran viskositas digunakan untuk menghitung bobot molekul rata-rata. Poliblend sebanyak 0,1-2,0% dilarutkan dalam aseton dan diukur viskositasnya dengan viskometer Oswalt pada suhu ruang (25 oC) dengan cara menghitung waktu alir pelarut tanpa sampel dan waktu alir sampel poliblend pada berbagai konsentrasi. Setelah itu, viskositas relatif (ηr) diperoleh dengan cara membandingkan waktu alir polimer dengan waktu alir larutan pelarut (t/t0). Viskositas intrinsik [η] dicari dengan cara memplotkan nilai ln viskositas relatif (ln ηr) sebagai sumbu y dengan konsentrasi sebagai sumbu x. Bilangan bobot molekul (Mv) dan bobot molekul rata-rata ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink: [η] =K (Mv)α dengan nilai K dan α adalah suatu tetapan. Mekanisme penggunaan viskometer Oswalt dapat dilihat pada Gambar 4. Viskometer Ostwalt dibersihkan dengan pelarut aseton dan dikeringkan. Setelah itu, viskometer diisi dengan larutan sampel sampai reservoir paling bawah melalui tabung L. Pengisian sampel dilakukan sampai sampel mencapai garis antara G dan H. Kemudian viskometer diletakkan dalam suatu pemegang dan direndam dalam termostat pada suhu 25°C selama 30 menit. Tabung M dipegang dan larutan dihisap melalui tabung N sampai larutan mencapai gelembung D. Selanjutnya, tabung N dipegang sampai larutan jatuh ke bawah. Perhitungan waktu alir dilakukan ketika miniskus larutan bergerak dari garis E ke F. Hal yang sama dilakukan juga untuk pelarut aseton yang digunakan.
Gambar 4 Mekanisme penggunaan viskometer Oswalt.
HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang tersaji pada Lampiran 2, langkah awal dari penelitian ini adalah pembuatan polimer poliasamglikolat yang dibuat pada kondisi optimum (Sultra 2007). Hasilnya berupa kristal berwarna putih seperti yang terlihat pada Gambar 5 dengan rendemen berkisar antara 15-25 %.
Gambar 5 PGA dari hasil sintesis. PGA yang diperoleh kemudian dicampurkan dengan PCL pada berbagai komposisi dengan menggunakan pelarut aseton. Terdapat dua macam perlakuan yang dapat dikenakan terhadap hasil dari pencampuran tersebut yang dikenal sebagai poliblend, yaitu mengendapkannya sehingga terbentuk serbuk kristal atau dapat juga dibuat sebagai film tipis. Karena alasan keefisienan pencirian yang dilakukan pada tahap selanjutnya menuntut sampel dalam bentuk film tipis, maka larutan poliblend yang dihasilkan dicetak menjadi film tipis. Pembuatan film tipis dilakukan dengan metode tuang. Larutan poliblend dituang di atas cetakan pada permukaan yang rata. Cetakan yang dipakai berupa sebuah lapisan teflon dan larutan dibiarkan pada suhu ruang sampai pelarut menguap sempurna dan film
7
terbentuk seperti yang terlihat pada Gambar 6. Secara visual terlihat bahwa film tipis yang dihasilkan memiliki keseragaman yang baik. Selanjutnya, dari film tipis tersebut dilakukan beberapa pencirian yang meliputi analisis gugus fungsi dengan menggunakan FTIR, pengamatan bentuk dan morfologi dengan SEM, dan analisis bobot molekul dengan menggunakan metode viskometri.
(a)
(b)
Gambar 6 Film tipis yang dihasilkan pada komposisi (a) PGA:PCL/20:80; (b) PGA:PCL/05:95.
Analisis Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (FTIR) Analisis dengan FTIR dimaksudkan untuk mengetahui gugus fungsi dari poliblend PGA dan PCL yang dihasilkan. Analisis dilakukan dengan membandingkan gugus fungsi-gugus fungsi yang muncul pada spektrum FTIR homopolimer PGA dan PCL yang merupakan komponen penyusunnya dengan poliblend PGA dan PCL secara keseluruhan yang dihasilkan. Polimer yang dapat terdegradasi umumnya memiliki salah satu gugus fungsi seperti hidroksida (OH), karbonil (CO), dan ester (COOH). Berikut ini gambar spektrum inframerah untuk poliblend yang dihasilkan dan hasil analisis gugus fungsinya pada Tabel 5.
Gambar 7 Spektrum FTIR dari poliblend PGA:PCL/50:50.
8
Gambar 8 Spektrum FTIR dari poliblend PGA:PCL/20:80. Tabel 5 Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR Sampel PGA
PCL
Poliblend PGA:PCL 50:50
Poliblend PGA:PCL 20:80
Bilangan gelombang (cm-1) 3425,3 2993,3 1747,4 1245,9 3444,6 2866-2949,2 1728,1 1242,1 3440,8 2866-2954,7 1743,5 1242,1 3440,8 2866-2947 1728,1 1242,6
Dilihat dari struktur molekulnya, PGA dan PCL tersusun atas gugus fungsi-gugus fungsi yang sama. Oleh karena itu, dapat dilihat pada spektrum PGA dan PCL yang tersaji dalam Lampiran 3, puncak-puncak
Gugus fungsi -OH karboksil uluran C-H C=O karbonil C-O ester -OH karboksil uluran C-H C=O karbonil C-O ester -OH karboksil uluran C-H C=O karbonil C-O ester -OH karboksil uluran C-H C=O karbonil C-O ester
Pustaka (Shriner et al 2004 dan Fessenden) 3330-3500 2840-3000 1540-1820 1000-1300 3330-3500 2840-3000 1540-1820 1000-1300 3330-3500 2840-3000 1540-1820 1000-1300 3330-3500 2840-3000 1540-1820 1000-1300
spesifik yang muncul relatif sama. Hal penting yang perlu diperhatikan yang membedakan PGA dan PCL adalah pada puncak yang terdapat pada panjang gelombang sekitar 2840-3000 cm-1 yang merupakan puncak khas
9
gugus CH-, kekerapan pada PCL lebih besar jika dibandingkan dengan PGA. Penyebabnya adalah karena pada PCL memiliki gugus CHyang lebih panjang dibandingkan dengan PGA. Berdasarkan spektrum yang tampak pada Gambar 7-8 dan nilai bilangan gelombang dari hasil analisis dapat ditentukan bahwa dalam poliblend yang dihasilkan tersebut terdapat PGA dan PCL, hampir semuanya mempunyai bilangan gelombang yang relatif sama sehingga dapat disimpulkan bahwa yang terbentuk adalah benar poliblend PGA-PCL. Terbukti adanya fakta bahwa penambahan PCL yang semakin banyak mempengaruhi kekerapan puncak gugus CH- semakin besar. Terlihat dalam spektrum poliblend PGA:PCL/20:80 untuk puncak spesifik gugus CH- kekerapannya lebih besar dibandingkan dengan poliblend PGA:PCL/50:50. Tidak ditemukan adanya gugus fungsi baru, mengindikasikan bahwa yang terjadi hanyalah pencampuran secara fisik, tidak terbentuk ikatan kovalen. Pengamatan Bentuk dan Morfologi dengan SEM Analisis dengan alat SEM merupakan analisis secara kualitatif yang digunakan untuk mengamati dan mengetahui perbedaan topografi dan mengetahui struktur permukaan dari sampel yang berupa film tipis.
Gambar 11 Morfologi permukaan pada SEM terhadap poliblend PGA:PCL/ 20:80 dengan perbesaran 200 kali. Berdasarkan analisis dengan SEM yang terlihat pada Gambar 10 dan 11 dapat diketahui bahwa film yang dihasilkan memiliki homogenitas yang relatif cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan penampakan permukaan film yang rata dengan kontur yang relatif tidak begitu mencolok. Hal ini berarti poliblend bersifat kompatibel. Jika dilihat dengan lebih teliti, poliblend PGA:PCL/20:80 yang ditunjukkan dengan Gambar 11 terlihat porinya lebih teratur. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh semakin sedikitnya komposisi PGA dalam poliblend, karena PGA yang digunakan adalah PGA hasil sintesis yang tingkat kemurniannya masih rendah. Berbeda dengan PCL yang digunakan yang merupakan PCL komersil dengan kemurnian tinggi dan telah teruji. Analisis Bobot Molekul dengan Metode Viskometri
Gambar 10 Morfologi permukaan pada SEM terhadap poliblend PGA:PCL/ 50:50 dengan perbesaran 200 kali.
Analisis bobot molekul dilakukan dengan menggunakan metode viskometri. Bobot molekul dari poliblend tidak dapat ditentukan secara pasti, hanya bisa diketahui secara kulitatif saja, karena perhitungan dalam penentuan bobot molekul berdasarkan persamaan Mark-Houwink dengan metode viskometri ini dibutuhkan adanya suatu konstanta yang nilainya pasti. Konstanta tersebut adalah nilai K dan α, yang nilainya berbeda-beda untuk tiap jenis pelarut dan sampel yang berbeda. [η] =K (Mv)α
10
(ln η r)/C
0,2 0,15 0,1
y = 0,43x + 0,0845 2 R = 0,9807
0,05 0 0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
C
(ln η r)/C
(a) 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
y = 0,8618x + 0,0938 2 R = 0,996 0
0,05
0,1
0,15
C
(b) 0,25
(ln η r)/C
0,2 0,15
y = 0,3227x + 0,1482 R2 = 0,9731
0,1 0,05
SIMPULAN DAN SARAN
0 0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
C
(c) 0,35 0,3
(ln η r)/C
Berdasarkan data hasil perhitungan (Lampiran 4) dan Gambar 12 yang merupakan regresi linear, diketahui bahwa nilai viskositas intrinsik semakin tinggi seiring dengan bertambahnya komposisi PCL dalam poliblend PGA dan PCL yaitu berturut-turut untuk perbandingan 50:50, 35:65, 20:80, dan untuk perbandingan 05:95 adalah 0,0845, 0,0938, 0,1482, dan 0,3755. Dengan demikian dapat diperoleh analogi bahwa bobot molekul akan semakin tinggi seiring dengan semakin banyaknya komposisi PCL dalam poliblend PGA dan PCL, karena nilai viskositas intrinsik berbanding lurus dengan bobot molekul. Fenomena yang demikian, disebabkan oleh bobot PCL yang digunakan jauh lebih tinggi yaitu mencapai 42.500 dibandingkan dengan bobot molekul PGA yang relatif kecil yang diperoleh dari hasil sintesis. Fakta ini juga sejalan dengan sifat fisik poliblend itu sendiri, bahwa semakin banyak komposisi PCL dalam poliblend, kekuatan film yang dihasilkan semakin baik. Sebaliknya komposisi PCL yang semakin sedikit meningkatkan kerapuhan pada film yang dihasilkan.
0,25 0,2 0,15
y = -0,4794x + 0,3755 R2 = 0,9718
0,1 0,05 0 0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
C
(d) Gambar 12 Grafik hubungan antara C (konsentrasi poliblend) terhadap (ln ηr)/C Pada (a) Poliblend PGA:PCL/ 50:50; (b) Poliblend PGA:PCL/ 35:65; (c) Poliblend PGA:PCL/ 20:80; dan (d) Poliblend PGA:PC/ 05:95
Simpulan Tidak ditemukannya gugus fungsi baru dalam spektrum FTIR pada poliblend ketika dibandingkan dengan polimer penyusunnya, menunujukkan bahwa poliblend PGA dan PCL yang dihasilkan dari empat komposisi yang berbeda memiliki karakteristik yang sama, mengindikasikan bahwa pencampuran hanya terjadi secara fisik. Berdasarkan analisis dengan SEM yang merefleksikan topografi permukaan poliblend, pencampuran polimer yang dilakukan cenderung homogen. Hal ini berarti poliblend tersebut bersifat kompatibel. Nilai viskositas intrinsik yang diperoleh meningkat dengan semakin banyaknya komposisi PCL dalam poliblend juga akan meningkatkan bobot molekul poliblend. Saran Perlu dilakukan pencirian tambahan seperti analisis kristalinitas dengan DSC, analisis termal dengan XRD, dan juga penentuan bobot molekul secara pasti dengan menggunakan GPC. Selanjutnya penelitian
11
dapat dilakukan uji degradasi terhadap poliblend yang dihasilkan. Hal ini perlu dilakukan mengingat aplikasi untuk poliblend yang luas sebagai material pengganti plastik bahkan lebih jauh lagi diterapkan dalam dunia kedokteran sebagai mikroenkapsulasi. Oleh karena itu, uji degradasi perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat degradasinya, sehingga dapat juga diketahui biokompatibilitasnya pada matriks yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA Anonima. 1999. (Lactide/glycolide) copolymers: review on toxicity, biocompatibility and clinical http://www.arches.uga. application. edu/%7Edbagal/references.htm. [24 Maret 2006]. Anonimb. 2005. Polymers. http//www. department of Materials Science and Engineering--Cornell University.htm. [14 November 2005]. Cannon Instrument Company. 2006. Ubbelohde Viscometers. http://www. cannoninstrument.com/AboutUs.htm. [6 Mei 2006]. Cowd MA.1991. Polymer Chemistry. London: John Murray. Dempsey L, Hoffman A, Sistla A, True T. Material Selection: A Discussion of Polymer Science and Selection for Bioabsorbable Screws. http//:www. duke.edu/~ach3/bmc251/presentation3 VI.ppt. [29 Maret 2006]. Dutkiewicz S, Grochowska D, Tomaszewski W. 2003. Synthesis of poly(L(+))lactic acid by polycondensation method in solution. FIBRES & TEXTILES in Eastern Europe 11:66-70. Final Synthesis Report. 2002. Labelling biodegradable products. Contract SMT 4 CT97-2167. Jalil R, Nixon JR. 1990. Biodegradable poly(lactic acid) and poly(lactide-coglycolide) microcapsules-problems associated with preparative techniques and release properties. Journal Microencapsulation 7: 297-325.
Li H, Chang J. 2005. pH-compensation effect of bioactive inorganic fillers on the degradation of PLGA. Composites Science and Technology 65: 22262232. Li J, Mak AFT. 2005. Hydraulic Permeability of polyglycolic acid scaffolds as a function of biomaterial degradation. Journal of Biomaterials Applications 19: 253-257. Maia JL, Santana MHA, Ré MI. 2003. The effect of some processing condition on the characteristics of biodegradable microspheres obtained by an emulsion solvent evaporation process. Brazilian Journal of Chemical Engineering 21: 1–12. Mano JF, Sausa RA, Boesel RF, Neves NM, Reis RL. 2004. Bionert, biodegradable and injectable polymeric matrix composites for hard tissue replacement. Composites Science and Technology 64: 789-817. Middleton JC, Tipton AJ. 1998. Synthetic Biodegradable Polymers as Medical Medical Plastics and Devices. Biomaterials Magazine. www.bpisbs.com. [12 Desember 2006]. Moran JM, Pazzano D, Bonassar LJ. 2003. Characterization of polylactic acidpolyglycolic acid composites for cartilage tissue engineering. Tissue engineering 9: 63-70. Noor
RR. 2001. Scanning Electron Microscope. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Porjazoska A, Yilmaz OK, Apohan NK, Cvetkovska M, Baysal BM. 2004. Biocompatible polymer blends of poly(D,L-lactic acid-co-glycolic acid) and triblock PCL-PDMS-PCL copolymers: their characterizations and degradations. Original Scientific Paper CCACAA 77: 545-551. Preeti, Rohindra DR, Khurma JR. 2003. Biodegradation study of poly (εcaprolactone)/poly(vinyl butyral) Blends. S. Pac. J. Nat. Sci 21: 47-49.
12
Rabek JF. 1983. Experimental Methods in Polymer Chemistry. New York: John Wiley. Steven MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Polymer Chemistry: An Introduction. Sultra YK. 2007. Pembuatan dan Pencirian Poliasamglikolat [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia IPB. [Wikipedia]. 2006. Microspher. http://id. wikipedia.org/wiki/Microspher. [29 Maret 2006]. [Wikipedia]. 2006. Polycaprolactone. http://id.wikipedia.org/wiki/ Polycaprolactone. [29 Maret 2006].
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Beberapa contoh material yang bersifat biodegradabel Tabel 1 Daftar polimer biodegradabel yang telah diujicobakan Nomor Komposisi Asal Penelitian 1 PCL + pati Italia 2 Poliester alifatik/aromatik Jerman, USA 3 PE + aditif Kanada, USA 4 PVOH Italia, Jepang 5 Selulosa asetat Italia 6 Polibutilenadipat suksinat Jepang 7 PCL + aditif (estan) CH 8 PHBV Inggris 9 Poliester amida Jerman 10 PLA Perancis, USA 11 Selulosa Spanyol 12 Kertas USA 13 Poliester alifatik Perancis Sumber : Final synthesis report, 2002
15
Lampiran 2 Diagram alir kerja penelitian Pembuatan poliasamglikolat (PGA)
Pembuatan poliblend Poliasamglikolat (PGA) aseton
Polikaprolakton (PCL) Poliblend PGA:PCL
aseton
dicetak diatas lapisan teflon
Film tipis
Karakterisasi
FTIR
Viskometri
Data akhir
Simpulan
SEM
16
Lampiran 3 Analisis gugus fungsi dengan FTIR
(a)
(b) Gambar 9 Spektrum FTIR dari (a) PGA dan (b) PCL
17
Lampiran 4 Pengukuran viskositas intrinsik poliblend pada berbagai komposisi Tabel 6 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 50:50 Konsentrasi Waktu ηr ηs ηs/C (ln ηr)/C η Larutan (s) 0,2006 33,14 1,0346 0,0346 0,1725 0,1696 0,1605 32,84 1,0253 0,0253 0,1576 0,1557 0,1284 32,6 1,0178 0,0178 0,1386 0,1374 0,0845 0,1027 32,47 1,0137 0,0137 0,1334 0,1325 0,0822 32,34 1,0097 0,0097 0,118 0,1174 Tabel 7 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 35:65 Konsentrasi Waktu ηr ηs ηs/C (ln ηr)/C η Larutan (s) 0,1282 32,88 1,019 0,0265 0,2067 0,204 0,1026 32,64 1,0119 0,019 0,1852 0,1834 0,0657 32,35 1,0072 0,0099 0,1507 0,1499 0,0938 0,0526 32,26 1,0056 0,0072 0,1369 0,1364 0,0421 32,21 1,0022 0,0056 0,133 0,1326 Tabel 8 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 20:80 Konsentrasi Waktu ηr ηs ηs/C (ln ηr)/C η Larutan (s) 0,2512 33,89 1,0581 0,0581 0,2313 0,2248 0,2009 33,46 1,0446 0,0446 0,2219 0,2171 0,1607 33,09 1,0331 0,0331 0,206 0,2026 0,1482 0,0823 32,5 1,0147 0,0147 0,1786 0,1773 0,0658 32,38 1,0109 0,0109 0,1656 0,1648 Tabel 9 Data viskositas intrinsik untuk poliblend PGA:PCL / 05:95 Konsentrasi Waktu ηr ηs ηs/C (ln ηr)/C Larutan (s) 0,254 34,2 1,0677 0,0677 0,2665 0,2579 0,2032 33,87 1,0574 0,0574 0,2825 0,2747 0,1626 33,58 1,0484 0,0484 0,2977 0,2907 0,1301 33,38 1,0421 0,0421 0,3235 0,3169 0,1041 33,14 1,0347 0,0347 0,3333 0,3277
η 0,3755