PENCERAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA DAN AKTUALISASINYA (Telaah Sosiokultural Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan)
Oleh Muttaqin NIM : M.111035
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
i
PROGRAM PASCASARJANA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama
: Muttaqin
NIM
: M.111035
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Konsentrasi
: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Tanggal Ujian
: Jum’at, 27 September 2013
Judul Tesis
: Pencerahan Pendidikan Agama Islam Di
Indonesia dan Aktualisasinya (Telaah Sosiokultural Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan)
Panitia Munaqasah Tesis
i
1. Ketua Penguji : Dr. Faqih Nabhan, MM
2. Sekretaris
: Dr. Mukti Ali, M.Hum
3. Penguji I
: Dr. H.M. Zulfa, M. Ag
4. Penguji II
: Dr. Sa’adi, M.Ag
5. Penguji III
: Asfa Widiyanto, Ph.D.
i
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
HALAMAN PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
iv
PRAKATA
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
xi
DAFTAR ISI
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
3
C. Signifikansi Penelitian
4
D. Kajian Pustaka
5
E. Metode Penelitian Tesis
6
F. Sistematika Penulisan Tesis
10
xi
BAB II SUMBER CAHAYA PENCERAHAN K.H. AHMAD DAHLAN A. Biografi K.H. Ahmad Dahlan
11
B. Hasil Pemikiran dan Karya-karya K.H. Ahmad Dahlan
17
Bab III BENTUK PENCERAHAN K.H. AHMAD DAHLAN DAN SIKAP HIDUP TERHADAP DUNIA A. Asal Mula Pencerahan K.H. Ahmad Dahlan
31
B. Tafsir Logo dan Lagu Muhammadiyah
34
C. Pandangan Terhadap Kehidupan
45
1. Pandangan Hidup Sebelum Mati
47
2. Pandangan Hidup Pascakematian
50
D. Langkah-langkah Pencerahan Pendidikan Agama Islam Menurut K.H. Ahmad Dahlan
52
Bab IV IMPLEMENTASI PENCERAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG DIBANGUN K.H. AHMAD DAHLAN. A. Selintas Kebijakan Pendidikan di Indonesia dari Masa ke Masa
56
B. Kajian Kritis Terhadap Perkembangan Pendidikan Agama Islam
70
C. Penerapan Pencerahan Pendidikan Agama Islam K.H. Ahmad Dahlan
73
xi
Bab V PENUTUP A. Simpulan
75
B. Saran
77
DAFTAR PUSTAKA
78
LAMPIRAN
81
BIOGRAFI PENULIS
82
xi
ABSTRAK Umat Islam pada awal abad XX secara umum mengalami kemunduran. Nusantara (nama Indonesia sebelum merdeka) adalah kawasan yang secara mayoritas beragama Islam. Pada masa itu bangsa sedang dijajah oleh Belanda. Tantangan umat Islam waktu itu sangat komplek yang antaranya ditandai dengan praktik Islam Madzhab dan juga terhegemoni oleh penjajahan kolonial Belanda. Selain itu juga terdapat pengamalan tasawuf secara statis. Umat Islam pada masa itu kurang membawa pencerahan sehingga kawasan Nusantara menjadi terpuruk. Kemiripan permasalahan terjadi pada saat ini, dimana sekarang terjadi krisis multidimensi. Hal itu tercermin dari lemahnya moral dari tingkat bawah sampai ke strata paling atas. Menurut banyak pakar salah satunya Munir mulkhan, K.H. Ahmad Dahlan merupakan sosok pembaharu di Indonesia. Dari hal ini menjadi menarik untuk menelitinya sehingga umat Islam pada umumnya dapat memetik manfaatnya. Ada pun metode yang digunakan adalah penelusuran historis akar semangat perjuangan K.H. Ahamad Dahlan kemudian diaktualkan dan diimplemantasikan dalam kehidupan sekarang. Penelitaian ini menemukan bahwa agama Islam harus disampaikan sesuai dengan perkembangan jaman. Hati dan akal ditempatkan untuk memahami al-Qur’an dan al-Hadis kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
iv
ABSTRACT
Muslims at the beginning of the XX century in general suffered a setback . Nusantara (Indonesian name before independence) is an area that is majority Muslim. At that time the Nation was colonized by the Dutch. Muslims challenge then is a complex which is characterized by the practice of Islam madhhab and were dominated by the Dutch colonial occupation . Then there is also the practice of Sufism is static. Muslims at the time of bringing enlightenment to the archipelago to be hit hard . The resemblance problems occur at this time , which now occurs multidimensional crisis . This is reflected in the moral weakness of the ground floor up to the top strata . According to many experts one of them Munir Mulkhan , KH Ahmad Dahlan is a reformer figure in Indonesia . In this case be interesting to look into it until Muslims generally can cite benefits. Whichever method is used there is a search of historical roots of the fighting spirit of KH Ahamad Dahlan later refreshed and applied in life now. Research found that Islam should be presented according to the development of the age. The heart and mind are placed to understand the Quran and al - Hadith, then practiced in everyday life. .
iv
PRAKATA Segala puji bagi Allah yang telah mengutamakan manusia dengan ilmu dan amal. Shalawat dan salam semohaga terlimpah kepada Muhammad SAW sebagai nabi akhir jaman. Ujian dari Allah SWT merupakan alat untuk mendeteksi seberapa dalam kecintaan manusia. Manusia di dunia mendapat amanat untuk mengembangkan keindahan dunia. Untuk mencapai keselarasan hidup, manusia diberi pegangan khusus yaitu agama (Islam). Islam dihadirkan ke planet Bumi untuk mencerahkan perdaban. Bangsa Indonesia pada awal abad XX sedang mengalami kegelapan dengan ditandai adanya penjajahan dan pemahaman keislaman yang statis. Pada masa itu muncul satu di antara tokoh-tokoh muslim yaitu K.H. Ahmad Dahlan yang mengemas agama Islam selaras dan sejalan dengan denyut nadi peradaban. Dari sini terkesan bahwa agama Islam harus didakwahkan seiring perkembangan jaman. Permasalahan pada awal abad XX tidak terulang namun bisa jadi masalah yang senada lahir. Sebut saja sekarang bangsa Indonesia yang masyoritas Islam tetapi kenyataanya masih tergantung oleh oleh pihak-pihak asing. Dari sini maka penting untuk mengungkap semangat perjuangan K.H. Ahmad Dahlan. iv
Selama penyusunan tesis penulis merasa bahagia karena diberi kesempatan untuk menambah wawasan hidup. Berangkat dari sini maka, apa yang dirasakan sulit malah menambah kenikmatan. Hal ini terbukti ketika bimbingan dan setelah selesai bimbingan rasanya ingin tertawa. Ketika sudah sampai di rumah kemudian melihat naskah yang sudah dicoret-coret pembimbing, penulis secara sadar berbicara dan senyum-senyum sendiri bahkan tertawa ringan. Tingkahlaku ini muncul akibat akan kekurangan dirinya. Untung kejadian itu tidak dilihat oleh orang lain “bisa jadi dikatakan gila”. Penyusunan tesis ini menjadi lancar berkat kemurahan dari Allah yang telah menyiapkan perangkat-perangkatnya dengan baik. Berangkat dari hal itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga beserta jajaranya yang telah menyelenggarakan program Pascasarjana. 2. Dr. Sa’adi, M.Ag selaku Direktur Pascasarjana STAIN Salatiga. 3. Dr. Zakiyuddin Baidhawi selaku wakil Direktur Pascasarjana STAIN Salatiga. 4. Dr. Sa’adi, M.Ag dan Dr. Adang Kuswaya, M. Ag yang telah membimbing dengan ikhlas dan sabar sehingga penelitian iv
dapat selesai dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya dan
tepat waktu. 5. Segenap dewan dosen Pascasarjana STAIN Salatiga yang telah menyampaikan ilmunya dengan setulus hati. 6. Semua staf karyawan dan pengelola perpustakaan STAIN Salatiga. 7. Subardi dan Sutiam selaku orangtua penulis yang telah memberi motivasi berupa doa dan usaha sehingga penulis mendapat kesempatan untuk studi lanjut. 8.
Amar Ma’ruf
Fahrudin, MM dan bapak-bapak Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang tidak bisa disebut satu per satu di mana beliau selalu membimbing, mengarahkan dan memotivasi untuk studi lanjut.
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Para cerdik pandai dari tahun ke tahun mengalami perkembangan dan berinovasi. Hal ini disebabkan oleh sosiokultur yang berkembang pada masa tokoh hidup, yang semuanya berupaya untuk menjawab tantangan masyarakat dengan dibarengi ketulusan jiwa. Sebagian cerdik pandai ada yang tidak memilih menggoreskan pena pada lembaran-lembaran kosong atau berapologi untuk beraktualisasi, melainkan berupaya memancarkan semerbak kasturi dari dalam hati berupa tindakan nyata. Jalaludin Rumi mewariskan syair sebagai berikut: Jejak rusa sampai mereka menghirup aroma harum yang dipancarkan rusa dari pusarnya kitab kebijaksanaan sufi tidak ditulis di halaman kosong melainkan di hati seputih salju ulama mengejar jejek pena sufi menelusuri jejak kaki di dalam salju laksana pemburu 1 yang mengikuti dan berlari untuk menangkap buruannya.
Untaian syair di atas menggambarkan betapa semangat seorang cerdik pandai dalam beramal dengan ikhlas hanya mengharap ridha dari Allah. Ketika K.H. Ahmad Dahlan mendirikan persyarikatan yang diberi nama Muhammadiyah, maka berita itu cepat tersiar ke berbagai daerah. Salah satunya pondok pesantren Tremas. Salah satu dari Kiai di sana mendengar hal tersebut dan berkata sebagai berikut:
1
Timothy Freke, Hari-Hari Bersama Rumi, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003, hlm. 34
2
jika Muhammadiyah bisa bertahan selama 5 tahun, hal itu berarti bahwa gerakan itu adalah gerakan yang betul dan sungguh-sungguh. Sebaliknya jika gerakan itu hanya 2 berumur 1 atau 2 tahun saja, maka itu berarti sebuah gerakan bohong.
Saat ini permasalahan umat Islam semakin komplek yang meliputi krisis multidimensi, jika tidak segera dibenahi maka akan terus menjalar. Dalam gending yang berjudul Ilir-ilir dijelaskan, “dodot ira dodot ira kumitir bedah ing pinggir, dondomono jumatono kanggo sebo mengko sore, mumpung jembar kalangane, mumpung padang rembulane.” Kebobrokan pendidikan dapat dilihat melalui maraknya perbuatan amoral dari kalangan terdidik baik yang masih duduk di kursi sekolah maupun yang sudah menjabat meja pemerintahan. Pada era ini adalah di mana zamannya teknologi yang segala sesuatu bisa diakses. Hal demikian untuk membentengi pengaruh negatif adalah agama. K.H. Dahlan dalam pesanya,”Muhammadiyah yang sekarang berbeda dengan yang datang.3 Dari pesan tersebut terkandung makna di mana Islam harus didakwahkan mengikuti ritme nada perubahan zaman. Dalam pesan yang lain KH. Ahmad Dahlan menyampaikan bahwa kemunduran Islam disebabkan oleh kemerosotan moral umat.4Pesan K.H. Ahmad Dahlan tersebut tidak terlepas dari fenomena yang terjadi pada masa hidupnya, di mana keadaan umat Islam pada zaman itu sedang dalam keadaan jumud yang di tandai dengan penjajahan dan terselimuti oleh Islam fikih (fikih madzhab) serta taswuf yang statis (tarekat).
2
Prof.Dr. H. A. Munir Mulkhan, SU, Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam Hikmah Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 2010, hlm. 184 3 Ibid, hlm. 207 4 Ibid, hlm. 203
3
Dari urain permasalahan yang terpampang di atas maka menjadi penting
tentang
kajian
tokoh
K.H.
Ahmad
Dahlan
dengan
mempertimbangkan kemiripan fenomena yang sedang terjadi pada saat itu dengan masa sekarang. Dari sini maka peneliti tertarik untuk mengkaji kiprah perjuangan K.H. Ahmad Dahlan tentang perbaikan akhlak bangsa/umat Islam yang itu tercermin dari terobosan pemikiran dan moral action. Dengan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas, maka penulis mengajukan judul tesis:
Pencerahan Pendidikan Agama
Islam dan Aktualisasinya (Telaah Sosiokultural Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan). B. Rumusan Masalah Setelah penulis memaparkan panjang lebar mengenai latar belakang masalah, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi dan konteks yang mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan sehingga memunculkan pandangan terhadap Pendidikan Agama Islam secara fundamental? 2. Metode apa yang digunakan K.H. Ahmad Dahlan dalam memperbaiki Pendidikan Agama Islam? 3. Bagaimana kontektualisasi-implementasi pemikiran serta perjuangan K.H. Ahmad Dahlan terhadap Pendidikan Agama Islam masa sekarang dan akan datang
4
C. Signifikansi penelitian Dalam menentukan tujuan dan manfaat yang pasti penulis tidak meninggalkan latar belakang masalah. Oleh karena itu, penulis mempunyai tujuan dan manfaat sebagai berikut: 1.Tujuan a. Menelusuri kondisi dan konteks yang mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan sehingga menjadikan Pendidikan
Agama Islam (PAI)
berubah menjadi sangat fundamental dari yang sebelumnya. b. Mengurai metode K.H. Ahmad Dahlan dalam pemperbaiki Pendidikan Agama Islam (PAI) c. Mendiskripsikan implementasi K.H. Ahmad Dahlan mengenai Pendidikan Agama Islam secara sistematis. 2. Manfaat a. Untuk mengembangkan Pendidikan Agama Islam sesuai dengan perkembangan zaman. b.
Sebagai
salah
metode
yang
menjadi
pegangan
dalam
mengembangkan Pendidikan Agama Islam dalam menjawab tantangan zaman.
5
c. Sebagai salah satu konsep dalam mengaktualkan Pendidikan Agama Islam supaya dapat selaras dan senafas dengan kemajuan ilmu serta teknologi.
D. Kajian Pustaka Penulisan dan penelitian yang berkaitan tetang K.H. Ahmad Dahlan sudah cukup banyak dengan varian penekanan masing-masing. Hadjid menulis Pelajaran KH. Ahmad Dahlan 7 Falsafah Ajaran & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an yang berisi tentang pelajaran atau wejanganwejangan yang disampaikan K.H. Ahmad Dahlan. Keistimewaan buku ini adalah memotret spirit pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan yang dilandasi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, hadist dan perkataan ulama’. Dalam buku ini falsafah K.H. Ahmad Dahlan terekam jelas sebagaimana kutipan Hadjid, ”Manusia itu semua mati kecuali para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama-ulama itu dalam keadaan bingung, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka
yang beramalpun semuanya dalam
kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas.”5 Robert W. Hefner, Sukidi Mulyadi dan Abdul Munir Mulkhan dalam tulisannya yang berjudul Api Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan menyoroti gelora rohani K.H. Ahmad Dahlan yang tekanannya menegaskan bahwa Muhammadiyah bukan aliran Wahabi sebagaimana 5
KRH. Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan 7 Falsafah ajaran & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, LPI PPM, Yogyakarta, 2008 hlm. 7
6
yang dituduhkan oleh sebagian masyarakat.6 Sementara buku yang ditulis oleh Adi Nugraha dengan judul K.H Ahmad Dahlan (biografi singkat) mendiskripsikan tentang sejarah K.H. Ahmad Dahlan serta pengaruh pembaharuan di Mesir dan Arab Saudi sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammad Abduh, Rasyid Riddla dan tokoh-tokoh lain.7 Haji Muhammad Suja’ menulis buku dengan judul Cerita Tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan yang memuat tentang sejarah K.H. Ahmad Dahlan. Munir Mulkhan dalam bukunya Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa KH. Ahmad Dahlan adalah pembaharu puritan yang berjiwa luas sehingga dalam aksi sosialnya tidak berseberangan dengan kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat.8 Alfian dalam bukunya yang berjudul Muhammadiyah The Political Behavvior Of A Muslim Modernist Organisation Under Dutch Colonialism menyebutkan bahwa K.H. Ahmad Dahalan bukan seorang politik sebagai mana Tjokroaminoto dan Salim atau bahkan Fachruddin. Hal ini terekam dalam tulisn Alfian sebgai berikut “Again it appears that since Dahlan was not a rabble rouser or a political frouble maker to Dutch colonial administration, his true significance had never been studied seriously. For that matter he was to be overshadowed by soch politically militant
6
Robert W. Hefner, Sukidi Mulyadi dan Abdul Munir Mulkhan, Api Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan, Multi Presindo, Yogyakarta, 2008, hlm. V 7 Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan (Biografi Singkat 1869-1923), Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2009, hlm. 7 8 Prof. DR. H. A. Munir Mulkhan, SU, Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam Hikmah Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, Jogjakarta, 2010, hlm. 1
7
personalities as Tjokroaminoto, Salim, and even his own student and protégé-Hadji Fachruddin.9 Dari berbagai uraian di atas nampaknya belum ada yang menseriusi tentang pembahasan Pencerahan Pendidikan Agama Islam K.H. Ahmad Dahlan dan Aktualisasinya sehingga dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada penelitian terhadap hal itu dianggap perlu. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini tergolong kajian biografis, karena metode ini penelusurannya melewati sejarah di mana kehidupan seseorang dan hubungan terhadap masyarakat, maka objek penelitiannya meliputi sifat-sifat, watak, pengaruh, baik pengaruh terhadap lingkungan maupun pemikiran dan ide dari subjek dalam masa-masa hidupnya serta pembentukan watak figur yang diterima selama hayatnya.10 Tatang M. Arifin menyatakan bahwa penelitian literer lebih difokuskan kepada studi “kepustakaan” dan bukan perpustakaan.11 Hal tersebut karena penelitian literer sebagai referensinya adalah buku-buku yang relevan.
9
Alfian, Muhammadiyah The Political Behavvior Of A Muslim Modernist Organisation Under Dutch Colonialism, UGM Pres, Yogyakarta, 1989, hlm. 136 10 11
Moh. Nasir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, hlm. 62 Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, CV. Rajawli, Jakarta, 1990, hlm. 135
8
2. Metode Pengumpulan Data Karena
penelitian
ini
termasuk
biografis,
maka
metode
pengumpulan data paling autentik adalah penggunaan surat-surat pribadi, buku harian, hasil karya seseorang, karangan-karangan seseorang tentang figur yang diselidiki ataupun catatan teman dari orang yang diteliti.12 Maka yang digunakan sebagai acuan meliputi: a. Sumber Primer Teks pidato KH. Ahmad Dalan yang berjudul Tali Pengikat Hidup.13 b. Sumber sekunder Dalam hal ini adalah buku-buku yang signifikan dengan judul tesis yaitu berkaitan erat tentang K.H. Ahmad Dahlan serta Pendidikan Agama Islam yang di antaranya sebagai berikut: 1) A. Munir Mulkhan,, Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam
Hikmah
Muhammadiyah,
Suara
Muhammadiyah, Yogyakarta, 2010. 2) Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan 7 Falsafah ajaran & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, LPI PPM, Yogyakarta, 2008. 12
Moh. Nasir, 0p.cit., hlm. 62 Ahmad Dahlan, “Kesatuan Hidup Manusia” dalam Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hlm. 223-230 13
9
3) Robert W. Hefner, Sukidi Mulyadi dan Abdul Munir Mulkhan, Api Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan, Multi Presindo, Yogyakarta, 2008. 4) Adi Nugraha, K.H. Ahmad Dahlan (Biografi Singkat 18691923), AR-RUZZ MEDIA, Jogjakarta, 2009.
3. Metode Analisis Data Untuk menganalisis Pencerahan Pendidikan Agama Islam (Tela’ah Sosiokultural Perjuangan KH. Ahmad Dahlan), penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Library Research, suatu riset kepustakaan.14 Dalam hal ini menempuh langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mencari buku-buku yang mendukung dengan penulisan ini. 2) Menyusun catatan, kemudian dikonsultasikan atau dirujuk melalui buku yang berkaitan. b. Metode Deskripsi Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan cara menerangkan realita-realita fenomena sebagaimana adanya yang dipilih dari perspektif subjektif.15
14
Sutrisno Hadi, Metode Research Jilid I, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1981, hlm. 9 15 Anton Bekker dan A. haris, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990, hlm. 65
10
c. Metode Historis Metode historis adalah metode yang digunakan untuk mengetahui perkembangan pemikiran tokoh yang bersangkutan, baik yang berhubungan dengan lingkungan dan pengaruhnya di dalam maupun dalam hidup sehari-hari.16 d. Metode Kontektualisasi Metode
kontektualisasi
adalah
metode
menganalisis
masalah tentang masa lampau kemudian di ambil manfaatnya untuk menjawab tantangan pada era globalisasi. F. Sistematika Penulisan Tesis Sitematika penulisan ini sebagai berikut: Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, signifikansi penelitian, kajian pustaka, metode penelitian tesis dan sistematika penulisan tesis. Bab II memuat sumber cahaya pencerahan K.H. Ahmad Dahlan yang pembahasanya meiputi: biografi, hasil pemikiran dan karyakarya K.H. Ahmad Dahlan. Bab III menelusuri tentang akar pencerahan K.H. Ahmad Dahlan dan Sikap hidup terhadap dunia. Bab IV membahas implementasi pencerahan pendidikan agama islam yang dibangun K.H. Ahmad Dahlan. Bab V Penutup yang mendiskripsikan simpulan dan saran. Bagian akhir berupa daftar pustaka dan lampiran.
16
Winarno, Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung, 1989, hlm. 132
11
BAB II SUMBER CAHAYA PENCERAHAN K.H. AHMAD DAHLAN
A. Biografi K.H. Ahmad Dahlan K.H. Ahmad Dahlan adalah putra ke-4 dari seorang ulama terkenal di daerah kasultanan Ngayogjakarta Hadiningrat. Ayah K.H. Ahmad Dahlan bernama K.H. Abu Bakar seorang khotib di masjid agung kasultanan Ngayogjakarta Hadiningrat sedang ibunya bernama Siti Aminah. Pada waktu masih kecil sampai sebelum melaksanakan ibadah haji yang pertama K.H. Ahmad Dahlan bernama Muhammad Darwisy, lahir di kampung Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada tahun 1923. Muhammad Darwisy adalah nama kecil K.H. Ahmad Dahlan, ia merupakan tujuh bersaudara ; (1) Nyai Ketib Harun; (2) Nyai Muhsin (Nyai Nur); (3) Nyai H. Saleh; (4) K.H. Ahmad Dahlan; (5) Nyai Abdurrahman; (6) Nyai Muhammad Fakih; serta (7) Basir.1 Murid angkatan pertama K.H. Ahmad Dahlan menuliskan silsilahnya sebagai berikut, “Kiyai Haji Ahmad Dahlan bin Kiyai Haji Abubakar, Imam Khatib Masjid Besar kota Yogyakarta (sebagai Lurah Berjamaah) pernah diutus oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VII pergi ke Makkah untuk
1
. Mohammad Damami, MA, Akar Gerakan Muhammadiyah, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2000, hlm. 81
12
menghajikan Almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana VI, ayahandanya. Sebelum itu dinaikkan pangkatnya lebih dahulu sebagai khatib (Ketib) dengan nama Khatib Amin Haji AbuBakar bin Kiyai Haji Murtadho Alim yang tertua dan terkenal (masyhur) di daerah Yogyakarta. Ibu K.H. Ahmad Dahlan bernama Siti Aminah binti almarhum Kiyai Haji Ibrahim, Penghulu Besar di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan di kampung Kauman kota Yogyakarta pada tahun 1869 Miladiyah. KHA. Dahlan bersaudara sekandung dengan 5 orang wanita, semua bersuami.2 Rumah K.H. Ahmad Dahlan ada di bagian barat gang, padabagian separuh yang selatan. Ada lapangan di sebelahutaranya. Di utara lapangan ada pekarangan milik seorangLurah Kraton, dengan pendopo menghadap ke selatan. Di daerah ini juga hidup beberapa keluarga pindahandari sebelah timur gang.3 Mulkhan melacak silsilah K.H. Ahmad Dahlan dari jalur ibu maka ditemukan bahwa ia adalah cucu salah seorang Penghulu Kraton yaitu: Kiyai Haji Ibrohim. Sedang dari jalur ayah menyambung sampai ke salah satu Wali Sanga yaitu: Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik).4 Melihat nasab beliau maka tidak mengherankan manakala sosok K.H. Ahmad Dahlan tumbuh, berkembang kemudian besar menjadi seorang ulama 2
. Haji Muhammad Syoedja‟1882 -1962, Kiyai Haji Ahmad Dahlan Cerita Tentang Catatan Haji Muhammad Syoedja‟Hlm.12 3 . Haji Muhammad Syoedja‟1882 -1962, ibid, Hlm.6 4 Prof.Dr. H. A. Munir Mulkhan, SU, Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam Hikmah Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 2010, hlm. 5
13
yang rela berkorban dengan segenap harta dan jiwanya untuk menegakkan kalimat Allah (Islam). Hal itu mungkin sudah menjadi keturunan genetika dan juga kultur di mana seseorang itu menjadi baik tergantung lingkungannya. Sudah menjadi ingatan yang umum untuk Orang Jawa,“kacang ora ninggal lanjaran.” Ini artinya interaksi genetika dan kultur itu adalah sesuatu yang mendominasi dalam kepribadian seseorang. Hadist Nabi Muhammad saw menjelaskan mengenai fitrah ini.5 K.H. Ahmad Dahlan sejak kanak-kanak memang terlihat sebagai seseorang yang cerdas dan kreatif. Dalam kecerdasan ini terlihat ketika ia mampu memahami dan menghayati kitab-kitab yang dipelajarinya secara otodidak. Sementara jiwa kreatifnya K.H. Ahmad Dahlan terpancar ketika masih kanak-kanak yaitu pandai dalam membuat kerajinan serta mainan.6 Ketika sudah dewasa hal ini ditunjukkan dalam mendakwahkan Islam. Islam bagi K.H. Ahmad Dahlan harus disampaikan dengan mengikuti denyut peredaran zaman. Maka tidak berlebihan jika dikatakan sebagai estafet dakwah Wali Sanga serta mengembangkan sesui dengan tantangan yang sedang menggurita pada masanya. Hal ini yang perlu dicontoh oleh kaderkader Muhammadiyah pada khususnya dan umumnya terhadap uamat Islam pada masa ke masa.
5
.Al-Bukhari, Abu Abdillaah Muhammad bin Ismal bin Ibrahim, Sahih Bukhari, Darul Fikri, Bairud, Juz III, hlm. 177 Hadis No. 4775 6 . Didik L. Hariri, Jejak Sang Pencerah, Best Media Utama, Jakarta Selatan, 2010, hlm.13-14
14
K.H. Ahmad Dahlan belajar ilmu agama dimulai dari membaca alQur‟an yang dibimbing langsung oleh ayahnya. Setelah tamat belajar ilmu tersebut ayahnya memerintahkan belajar kepada beberapa ulama di antaranya sebagai berikut: belajar ilmu fiqih kepada Haji Muhammad Saleh, belajar Nahwu kepada Kyai Haji Muhsin (kedua kyai itu adalah kakak iparnya), belajar ilmu falak kepada Kyai Raden Haji Dahlan, belajar hadist kepada Kyai Mahfudh dan Syekh Khayyat, belajar qiraah kepada Syekh Amin dan Bakri Satock, belajar ilmu bisa/racun binatang kepada Syekh Hasan. Di samping itu ia juga belajar kepada Kyai Haji Abdul Hamid (dari Lempuyangan), Kyai Muhammad Nur, R. Ng. sosrosugondo, R. Wedana Dwijosewoyo dan Syekh M. Jamil Jambek dari Bukittinggi Sumatra.7 Dari keterangan di atas maka pencarian ilmu K.H. Ahmad Dahlan setidaknya tergolong kepada tiga lokasi yaitu: lokal, nasional dan internasional. Sedang menurut kapasitas intelektual terbagi menjadi dua yaitu: tradisional dan modern. Kemudian jika disatukan menjadi lima item dalam pencarian ilmu K.H. Ahmad Dahlan. Dari uraian tersebut dapat dipahami dengan perincian sebagai berikut: (1) Ulama lokal adalah ulama Kauman Yogjakarta, (2) Ulama nasional adalah ulama yang berdomisisli di luar Yogjakarta seperti Semarang, Tremas, Bangkalan, (3) Ulama internasional adalah ulama yang berada di luar negeri seperti Arab Saudi. Sedangkan yang
7
. Mohammad Damami, Op. cit, hlm. 81-82, Didik L. Hariri, Jejak Sang Pencerah, Best Media, Jakarta Selatan, 2010, hlm. 33-34
15
dimaksud
dengan
ulama
tradisional
adalah
ulama
yang
masih
mempertahankan budaya akibat belum mengalami pencerahan, dan ulama modernis adalah ulama yang tidak terikat oleh tradisi dan banyak menggunakan rasional atau sains modern dalam memahami agama. Permulaan pencerahan K.H. Ahmad Dahlan karena terpengaruh ulama Timur Tengah seperti Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Sayid Rasyid Ridla. Muhammad Damami menjelaskan bahwa K.H. Ahmad Dahlan sempat bertemu dengan Sayid Rasyid Ridla di Makah 8 dan mulai sejak itu dia membaca karya-karya Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Ibnu Taimiyah dan lain-lainya. Semangat mengenai pemikiran pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan bermula melalui majalah Al-Manar yang diasuh oleh Rasyid Ridla dan Al-‘Urwatul Wutsqa di bawah pimpinan Jamaludin al-Afghani ketika waktu itu diperoleh melalui
selundupan pelabuhan Tuban, Jawa
Timur.9 K.H. Ahmad Dahlan selain bertemu dengan ulama yang berada di Timur Tengah tadi, ia juga bertemu dengan Soorkati yaitu seorang ulama berketurunan Sudan yang sudah lama hidup di Jawa. Dari pertemuan itu terjadi diskusi kemudian mengahsilkan kesepakatan bahwa K.H. Ahmad
8
. Hery Sucipto, Nadjamuddin Ramly, Tajdid Muhammadiyah, Dari Ahmad Dahlan hingga A. Syafii Maarif, Grafifindo Khasanah Ilmu, Jakarta, 2005, hlm. 29 9 . Muhammad Damami, Ibid, hlam.83
16
Dahlan mendirikan Muhammadiyah guna menampung kalangan pribumi sedang Soorkati mendirikan Al-Irsyad yang mewadahi keluarga Arab.10 Dari pergaulanya dengan ulama-ulama modernis maka mendorong kepada perilaku yang keluar dari rel kebiasaan sehingga kelompok ulama tradisional menganggap K.H. Ahmad Dahlan adalah “kafir”. Alfian mengatakan, “ the traditionalists were said to heve accused Dahlan of being a kiyai palsu (a false kiyai), and challenged him in an insigned letter to dare to come there again, because if he would, he would be very sorry since he could only expect his name to return to Jogjakarta, meaning that he would be murdered.”11 Muhammad Darwisy sudah menginjak umur 18 tahun, ayah bundanya ingin hendak mengawinkan dengan putri dari Kyai Haji Muhamad Fadlil Hoofd Panghulu Hakim di Yogyakarta yang bernama Siti Walidah. Setelah perundingan orangtua dari kedua pihak dapat persetujuan dan peralatan secara sederhana sudah lengkap, maka perkawinan dilangsungkan pada bulan 12
Dzulhijjah tahun 1889 Miladiyah dengan suasana riang gembira dan tenang.
Menurut catatan Adaby Darban bahwa KH. Ahmad Dahlan menikah pada tahun 1888 dengan memeperistri Siti Walidah, putri KH. Pengulu K.H. Fadzil (adik sepupunya). Pernikahan ini menghasilkan 6 putra. Selain itu K.H. 1010
. Prof. DR. H.A. Munir Mulkhan, SU, Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam Hikmah Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 2010, hlm.187 11 . Alfian, Muhammadiyah The Political Behavior Of A Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1989, hlm. 163 12 . Haji Muhammad Syoedja‟1882 -1962, op.cit, hlm. 15
17
Ahmad Dahlan juga menikah dengan Nyai Rum (adik Kyai Munawir Krapyak), Nyai Aisjah (adik ajangan pengulu Cianjur), dan Nyai Shalihah putri K. Pengulu M. Syafi‟I (pengulu pekalongan). Pernikahan dengan ketiga istrinya strategi untuk penyebaran faham reformis Islam di tengah pengaruh Islam tradisional yang masih kuat.13
B. Hasil Pemikiran dan Karya-karya K.H. Ahmad Dahlan Islam adalah agama semua nabi yang berjalan sesuai fitrah manusia.14 Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw turun di Makkah kemudian mengalami perkembanganya secara pesat pasca hijrah ke Madinah. Pasca fatkhu Makkah gelombang peminat Islam terus berdatangan sehingga sampai tersebar keberbagai negeri termasuk Nusantara (Indonesia sebelum merdeka). Temuan terbaru Islam masuk ke Nusantara sejak kholifah Usman bin Affan dengan ditandai adanya kampung-kampung Muslim di Perlak.15 Sehingga tidak mengherankan ketika abad ke-13 sudah ada kerajaan Islam Samudra Pasai. Mansur menuliskan pendapat-pendapat tentang kapan masuknya Islam ke Nusantara. Menurut Zainal Arifin Abbas, bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M (684) dengan alasan tahun tersebut ada pemimpin 13
. Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kauman Menguak Identitas Kampung Kauman, Tarawang, Yogyakarta, 2000, hlm. 134 14 .Q.S. Ar-Rum/30: 30 15 .Suara Muhammadiyah No.21/TH.KE-97 1-15 Nov 2012, hlm.48-49
18
Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut di Sumatra Utara. Menurut Hamka, bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M berdasarkan catatan Tiongkok yang saat itu utusan raja Tacheh ke Holing (Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintahan di Jawa. Menurut Junaid Parinduri, bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M di Barus. Tapanuli yang didapati sebuah makam berangka Haa-Min yang berarti tahun 670 M. Menurut hasil seminar masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 1 H atau 7 M langsung dari Arab, dan daerah pertama yang didatangi adalah pesisir Sumatra.16
1. Problem Islam Secara Lokal Problem Islam secara lokal yang dimaksud adalah menyoroti pernikpernik permasalahan dunia keislaman wilayah Nusantara secara umum dan lebih khusus pada lingkungan K.H. Ahmad Dahlan hidup. Kalau mengambil teori bahwa Islam masuk ke Indonesia (Nusantara) pada abad ke 7 M, maka pada era KH. Ahmad Dahlan Islam sudah mencapai abad ke 20 M. Untuk mengetahui penambahan 13 abad maka, dapat dihitung dari mulai awal masuknya Islam sampai lahirnya K.H. Ahmad Dahlan. Islam adalah agama yang menganut monoteisme yang artinya satu Tuhan. Dalam penyebaran 16
Drs. Mansur, M.A, Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2004, hlm. 112
19
Islam ke Indonesia (Nusantara) terjadi asimilasi budaya yang akibatnya terjadi sedikit pengkaburan mana Islam dan mana budaya. Sebagaimana contoh nyadran di desa. Bagi orang desa nyadran merupakan tradisi turun-temurun. Belum lagi ada kegiatan peringatan untuk orang yang meninggal dunia yang dilakukan pada hari-hari tertentu yang sudah ditentukan. Kegiatan semacam ini sering mengelabui kenyataan di mana hal itu hanyalah budaya. Penyebaran Islam di Indonesia (Nusantara terutama pulau Jawa) pada masa-masa kerajaan Hindu mencapai klimaknya di kala Wali Sanga. Pada masa Wali Sanga terjadi pengislaman yang sangat masif dengan ditandainya para pemuka kerajaan berbondong-bondong masuk Islam termasuk pula raja. Ulama-ulama terdahulu memberanikan penerjemahan buku-buku filsafat yang waktu itu dipandang tidak baik (alergi) oleh agama lain. Dengan keberanian itu maka Islam menjadi agama yang mampu menguasai dunia. Para ulama Islam waktu itu sangat pandai memanfaatkan waktu dan tempat yang jika dilihat kontek Indonesia (nama sesudah merdeka) bisa diambil contoh Wali Sanga. Ia menyampaikan ajaran Islam lewat kegiatan-kegiatan di masyarakat semisal dalam acara kematian yang waktu itu umat Hindu mengadakan surtanah, nelungdina, mitungdina dan seterusnya diisi dengan membaca Al-Qur‟an dan berzikir. Sehingga masyarakat tidak tersinggung dan akhirnya agama Islam mudah tersiar. Lambat laun dalam kondisi yang berbeda K.H. Ahmad Dahlan yang mana juga masih menjadi salah satu keturunan ke-12 dari Wali Sanga melalui
20
jalur Sunan Gresik alias Maulana Malik Ibrahim, ia berusaha menyambung dan mengaktualkan metode dakwah leluhurnya. Pada era Wali Sanga yang dihadapi adalah umat Hindu sehingga menjadi tepat mana kala menggunakan nelung dino. Semasa K.H. Ahmad Dalan umat Islam bersebelahan dengan penjajah Belanda yang juga menyebarkan agama Kristen. Penjajah Belanda yang sudah berfikiran modern yang mengembangkan pendidikan lewat sekolah-sekolah dengan peralatan meja, kursi, kapur dan papan tulis menjadi tantangan tersendiri bagi K.H. Ahmad Dahlan. Untuk mencapai keinginannya bahwa Islam agama yang adidaya maka ia bergabung dengan organisasiorganisasi besar pada masa itu diantaranya jami’atul khair dan Budi Utomo. Lewat bergabung organisasi ini maka semakin bertambah wawasannya yang pada ahirnya didirikanya Muhammadiyah. Lewat organisasi ini KH. Ahmad Dahlan membantah bahwa umat Islam adalah terbelakang dan mistik. Bantahan ini berbentuk sangkalan yang baik “wajadilhum bi allati hiya ahsan,” sebab bantahan ini dengan karya nyata yang gemilang dan sampai sekarang mewujud berbagai jenis Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Pada masa itu umat Islam dalam keadaan tertidur, sedang tidak sadar mengenai eksistensinya sebagai umat yang unggul sebagaimana janji al-Qur‟an. Dalam Al-Qur‟an surat Ali „Imran ayat 110 dijelaskan sebagai berikut:
21
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.17 Al-Qur‟an adalah kitab suci yang apabila “diajak berdialog” akan memberi jawaban yang jelas. Orang Jawa mengibaratkan al-Qur‟an sebagai orang yang bisu namun menjelma menjadi hakim.18Al-Qur‟an dalam hal ini meski tanpa mulut ia dapat memberi jawaban di saat kegalauan melanda umat Islam. Jawaban al-Qur‟an akan muncul di saat umat Islam mau menyentuh dan berani berdialog. Dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa untuk menyentuh alQur‟an dibutuhkan kesucian, sebab apabila dipegang oleh tangan yang jorok maka hasilnya akan sangat merusak. Syafii Maarif menyoroti bahwa umat Islam masih ada harapan untuk kemajuan di masa yang akan datang dengan dasar Qur‟an oriented.19 K.H. Ahmad Dahlan menjawab tantangan tidak dengan marah-marah tetapi menggunakan cara yang bijak. Ini yang perlu dilakukan umat Islam samapai akhir zaman. Dalam al-Qur‟an sebagai pedoman umat Islam telah tertulis petunjuk dakwah sebagaimana surat al-Nahl ayat 125 sebagai berikut: 17
. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 64 . DR. Abdul Munir Mulkhan, Makrifat Burung Surga dan Ilmu Kasampurnan Syekh Siti Jenar, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2006, hlm. 357 19 . Ahmad Syafii Maarif, Al-Qur’an dan Realitas Umat, Republika, Jakarta Selatan, 2010, hlm. 43 18
22
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.20
Dalam pengamatan K.H. Ahmad Dahlan sedang banyak masalah besar di tubuh umat Islam. Sebagai contohnya di mana putra bangsa yang mencari ilmu di sekolah Belanda menjadi kekhawatiranya. Kemudian lewat salah seorang dari Budi Utomo yang juga ikut handarbeni sekolah tersebut mengajukan diri untuk menyampaikan pelajaran agama Islam. Pada awalnya usulan K.H. Ahmad Dahlan ditolak karena dipandang bahwa agama Islam itu mistik dan tidak sejalan dengan keadaan jaman. Namun dengan kegigihan dan pandai meyakinkan, maka permintaan K.H. Ahmad Dahlan dikabulkan dan akhirnya diterima sebagai guru agama Islam di sekolah Belanda. K.H. Ahmad Dahlan selain mengajar di sekolah tersebut juga mendirikan Madrasah Diniyah Islam yang diperuntukan kepada kaum marginal. Kecermelangan gagasan K.H. Ahmad Dahlan ini ditanggapi sinis oleh sebagian ulama, bahkan ada yang menjulukinya Kyai Kafir. Padahal kalau mau menelisik sejarah, yang namanya pesantren juga sudah ada sejak 20
. Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 281
23
sebelum Islam. Wali Sanga hanya menggunakan fasilitas yang sudah ada. Begitu juga K.H. Ahmad Dahlan. Jadi umat Islam harus bijak dalam memanfaatkan produk zaman sehingga ajaran Islam tetap berjalan sesuai dengan aliran peradaban manusia. Ulama yang berjiwa bijak mempunyai pandangan tajam dalam menatap masa depan sehingga tidak mudah menuduh kafir atau bid’ah terhadap sesama Islam meski berbeda manhaj.
2. Problem Islam Secara Global Maksud dari problem Islam secara global adalah mengkhususkan menyoroti permasalahan-permasalahan dunia Islam di berbagai belahan dunia pada era K.H. Ahmad Dahlan. Semenjak terjadinya perang salib terjadi konversi peradaban dari kekuasaan umat Islam (Timur) menuju tangan umat Nasrani (Barat). Dalam pergolakan ini terjadi penerjemahan kitab-kitab karya umat Islam ke dalam dunia Barat dan pemusnahan secara sempurna yang mengakibatkan umat Islam seperti orang buta kehilangan tongkat. Kemunduran Islam setidaknya ditandai oleh runtuhnya kerajaan besar yaitu kerajaan Abbasiyah. Kehancuran kerajaan besar ini disebabkan dua faktor yaitu: a. Faktor internal
24
Faktor internal atau dari dalam disebabkan karena adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang sering menyebabkan timbulnya konflik berdarah, kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik, munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat Bagdad, dan adanya persaingan yang tidak sehat dari berbagai unsure keturunan yang saling berebut pengaruh dan kekuasaan. b. Faktor eksternal Faktor eksternal atau dari luar disebabkan hadirnya tentara mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancurkan Bagdad.21 Sebelum terjadi keruntuhan umat Islam telah menorehkan banyak prestasi yang selanjutnya diwarisi oleh bangsa Eropa (Barat) dalam mengembangkan peradaban. Perkembangan peradaban umat Islam sudah berawal sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat perjuangan terus bersambung kepada para sahabat, tabi’in yang puncak kejayaannya pada masa Bani Abasiyah. Bani Abasiyah melakukan banyak hal di antaranya penterjemahan buku dari platonisme dan Aristotelianisme yang dimasuki nafas-nafas Islam.22 Dalam mendorong
21
. Ibid, hlm. 37-38 . Dr. H. Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Quantum Teaching, Ciputat, 2005, hlm.21 22
25
cendekiawan muslim supaya bersemangat dalam menterjemahkan buku asing maka setiap satu karya diberi hadiyah emas dengan seberat buku tersebut.23 Metode pengembangan menuju kejayaan dan keruntuhan sedikit terpotret melalui gagasan di atas. Setelah Bani Abasiyah mengalami kehancuran sirna ilang kertaning bumi maka berdampak bagi peradaban Islam itu sendiri. Karena kekalahan umat Islam dalam percaturan peradaban maka banyak cendekiawan yang „uzlah menuju asketik statis. Dalam hal tersebut tidak sedikit para tokoh yang mendirikan kelompok-kelompok tarekat yang fungsinya menenangkan pikaran sedih sumpeg. Maka dalam era ini penjajahan di dunia muslim terjadi di mana-mana. Malaysia dijajah oleh Inggris sedangkan Indonesia digenggam oleh Belanda. Di Indonesia akibat penjajahan Belanda pendidikan mengalami kemunduran. Mahmud Yunus menuliskan, “…Pendeknya keadaan pendidikan Islam seluruh Indonesia sebelum tahun 1900 itu sama saja, yaitu kemunduran pendidikan Islam, sebagai akibat penjajahan belanda.”24 Dalam sebuah buku pada bagian pengantar dijelaskan bahwa Muhammadiyah membangun sekolah modern yang mengajarkan ilmu-ilmu duniawi sebagai bekal bagi anak-didik menempuh kehidupan lebih baik.25
23
. Drs. Mansur, M.A, Op. Cit, hlm. 36 . Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1996, hlm.230 25 . Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU, Menggugat Muhammadiyah, Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2000, hlm. vi 24
26
Ide atau gagasan KH. Ahmad Dahlan sangat besar terbukti dari kutipan tersebut di mana setiap manusia harus mampu mengarungi hidup yang lebih baik. Untuk menyadarkan seseorang tentang nasib tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan pendidikan. Dalam sebuah ungkapan, Imam Syafi‟i menyatakan sebgai berikut: ليس بعد الفرائض أفضل: طلب العلم أفضل من صالة النافلة وقال:وما قاله الشافعي من أن 26
من أراد الدنيا فعليه بالعلم ومن أراد اآلخرة فعليه بالعلم: وقال،من طلب العلم
Artinya: Sebagaimana apa yang telah dikatakan Syafi‟i: Menuntut ilmu lebih utama dari shalat sunah, dan belau juga berkata: Tidak ada yang lebih utama setelah belajar ilmu faraid kecuali menuntut ilmu, dan beliau juga berkata: Barang siapa yang menginginkan dunia maka dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan akhirat maka dengan ilmu Dari sini terekam jelas bahwa setiap manusia supaya memperoleh keberuntungan adalah dengan ilmu yang sarananya melalui lembaga pendidikan baik formal, informal atau non formal. Pendidikan adalah sebuah perjalanan dari gelap gulita menuju terang gemilang sehingga dalam hal ini ada proses pencerahan. Allah SWT dalam rangka membangkitkan kesadaran spiritual utusanNya Muhammad saw maka diturunkanya surat al-Alaq ayat satu sampai
26
. Muhammad bin Muhammad Al-Khotib As-Sarbini, Tafsir Sirajul Munir Fil I’anati ‘Ala Ma’rifati Ba’dhi Ma’ani Kalami Rabbinal Hakimi Khobir Juz I, Bulaq Al-Amiriyah, Kairo, Mesir, tt, hlm.456
27
dengan lima yang diawali dengan kata iqra. Kata dalam kalimat pertama ini berbentuk fi’il amar yang mengandung perintah. Ayat ini memang menunjuk langsung kepada nabi Muhammad SAW sehingga bisa juga memerintah kepada umatnya. Allah SWT menjelaskan bahwa al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia yang hal ini tersurat dalamQS. al-Baqarah ayat 185 sebagai berikut:
Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya di turunkan al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).27 Keunggulan al-Qur‟an, mengutip apa yang disampaikan oleh Ali Shariati, adalah di mana banyak menggunakan kata simbolik sehingga dikaji kapanpun akan tetap segar.28Kembali mengurai surat al-‘Alaq ayat satu tersebut maka untuk menyadarkan umat Islam jalan satu-satunya adalah dengan pengajaran dan pembelajaran. fi’il amar dalam ayat tersebut tanpa menyebut obyek penderita (maf’ul bih) separti iqra kitaba. Dari sini menjadi jelas bahwa ayat tersebut mengandung pesan supaya umat Islam membaca banyak hal dalam kehidupan.
27 28
. Depertemen Agama RI, Op. Cit, hlm.28 . Ali Shariati, Man and Islam, terj. M. Amin Rais, Srigunting, Jakarta, 2001, hlm. 2-3
28
K.H. Ahmad Dahlan nampaknya menyadari akan hal seperti di atas di mana secara kenyataan pada waktu itu umat Islam dalam keadaan terpuruk. Pada abad 19 negara-negara Eropa sedang mengalami renaisance yang ditandai dengan lahirnya berbagai mesin-mesin berteknologi tinggi. Pada era ini sebagaimana dikutip oleh Damami muncullah berbagai mesin seperti: mesin uap (oleh James Watt, 1763), mesin pemintal benang (oleh Arkwright, 1768), mesin tenun (oleh Cartwrigt, 1785), kereta uap (oleh Trevithick, 1804), sepeda (oleh Nicepe, 1816), telegraf (oleh Morse, 1832), dan lampu listrik (oleh Grove, 1840).29 Prestasi yang diraih oleh Bangsa Eropa tersebut membuat semakin makmur dalam mengarungi kehidupan sebab didukung oleh produksi meningkat.
Banyaknya produksi tersebut
mendorong untuk ekpansi
perdagangan artar negara yang lambat laun menjadi imperium terhadap negara yang didatangi. Hal demikian terbukti dengan adanya pemerasan atau penguasaan terhadap wilayah-wilayah tersebut yang mengakibatkan lemahnya ekonomi, politik bahkan peradaban. Ambil saja Indonesia yang dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad di situ terjadi banyak penindasan-penindasan yang mengakibatkan kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan di kalangan pribumi. Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh KH. Ahmad Dahlan maka
29
. Muhammad Damami, M.A, Akar Gerakan Muhammadiyah, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2000, hlm. 28
29
situasi dan kondisi tersebut didobrak supaya pintu pencerahan terbuka secara luas dan dapat diakses oleh semua lapisan.
3. Pemikiran dan Kiprah K.H. Ahmad Dahlan Pikiran K.H. Ahmad Dahlan sebenarnya diselimuti oleh renungan kematian (dzikru al-maut) yang hal itu membuat pergerakan secara fundamental.30 Dalam sebuah kata bijak dinyatakan, kafa bi almauti mau’idhoh (cukup dengan kematian sebgai pelajaran). Kematian sarat akan berbagai pelajaran yang mendorong untuk segera berbuat baik dan berlindung kepada Allah terhadap perbuat nista. Perbuatan baik dalam Islam dianjurkan untuk bersegera sebagaimana firman Allah QS. Ali-‘Imron ayat 133 sebagai berikut:
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.31
30
. KRH. Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, LPI PPM, Yogyakarta, hlm.112 31 . Departemen Agama Ri, Op. Cit, hlm. 67
30
Dzikru
al-maut
KH.
Ahmad
Dahlan
yang
menjadi
sepirit
perjuangannya senantiasa terpampang pada papan tulis dekat dengan meja tulis dengan terjemahan sebagai berikut, “Hai Dahlan, sesungguhnya bahaya yang menyusahkan itu lebih besar dan perkara-perkara yang mengejutkan di depanmu, dan kau akan menemui kenyataan yang demikian itu, ada kalanya kau selamat atau tewas menemui bahaya. Hai Dahlan, bayangkanlah dirimu sendiri hanya berhadapan dengan Allah saja, dan di mukamu bahaya maut akan diajukan, hisab atau pemeriksaan, surga dan neraka. (Hitungan yang akhir itulah yang menentukan nasibmu). Dan fikirkanlah, renungkanlah apaapa yang mendekati kau dari pada sesuatu yang ada dimukamu (bahaya maut) dan tinggalkanlah yang selainnya itu.32” KH. Ahmad Dahlan bukan sosok sarjana yang merupakan output dari sekolah moderen melainkan seorang santri yang belajar dari pesantren satu ke pesantren lain. Dari ketekunan dan berpandangan luas serta belajar secara outodidak maka melahirkan sebuah wacana yang sama sekali belum pernah ada. K.H. Ahmad Dahlan sebelum mendirikan Muhammadiyah terlebih dahulu bergabung kepada organisasi-organisasi yang sudah lahir seperti Budi Utomo, Jami al-Khair dan Panitia Tentara Pengulu Kanjeng Muhammad saw sebagai anggota. Sebelum Muhammadiyah lahir K.H. Ahmad Dahlan aktif
32
. KRH. Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan 7 Falsafah & 17 Kelompok Ayat al-Qur’an, LPI PPM, Yogyakarta, 2008, hlm. 60
31
beraktivitas membina agama Islam di Langgar Kidul, di sekolah umum kweekschool di Jetis Yogyakarta dan OSVIA di Magelang. Selain mengajar, ia juga mendirikan pabrik batik dan berdagang ke luar daerah yang fungsinya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Waktu sela-sela berdagang diisi pula kegiatan tabligh menyampaikan ajaran Islam. Ketika pergi ke daerah-daerah pesantren, KH. Ahmad Dahlan bersilaturahim kepada ulama setempat dan berdialog mengenai perkembangan Islam.33
33
. Ahmad Adaby Darban, Op.Cit. hlm. 134
BAB III BENTUK PENCERAHAN K.H. AHMAD DAHLAN DAN SIKAP HIDUP TERHADAP DUNIA
A. Asal Mula Pencerahan K.H. Ahmad Dahlan Seperti penjelasan dalam bab sebelumnya bahwa K.H. Ahmad Dahlan bukanlah seorang sarjana output sekolah modern melainkan seorang santri yang belajar dari satu pesantren ke pesantren yang lain. Hadjid dalam bukunya menyebutkan bahwa K.H. Ahmad Dahlan adalah seseorang yang bersifat ذكاء, cerdas akalnya untuk memahami kitab-kitab yang sukar, beliau juga mempunyai maziyah atau keistimewaan dalam khauf, rasa takut terhadap naba’i al-‘adhim (berita bahaya besar).1 Dari dua sifat di atas maka yang perlu dibahas dalam bagian ini adalah sifat dzaka’ sedangkan sifat maziyah akan masuk dalam sub bab tersendiri. Berbekal sifat dzaka’ yang ada maka K.H. Ahmad Dahlan diberi kemampuan untuk mebaca realitas dan bersikap inklusif dalam menjalani kehidupan. K.H. Ahmad Dahlan adalah orang yang pandai bergaul dan mampu memberi pengaruh baik dalam lingkunganya. Cerminan inklusif K.H. Ahmad Dahlan adalah di mana ia bergaul terhadap semua lapisan masyatakat mulai dari awam, intelektual, marginal
1
. KH. Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan 7 Falsafah & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, LPI PPM, Yogyakarta, 2008, hlm. 5
33
sampai dengan kaum hartawan. Nampak benar janji Allah sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW bahwa orang bersilaturahim akan dipanjangkan umurnya. Hal ini terbukti bagi diri K.H. Ahmad Dahlan meski ia sudah wafat aura keteladananya masih hidup sampai saat ini. Masa K.H. Ahmad Dahlan hidup pada era imperialis Belanda yang mana pribumi dalam kedaan tertekan, terbelakang baik biologis maupun psikis. Bukti keterbelakangan biologis yaitu banyak masyarakat pribumi yang terjangkit penyakit kekurangan pangan. Kemiskinan menurut Imam Ali adalah sesuatu yang harus diperangi karena memang hal itu sesuatu yang terstruktur sebagaiman pendapat budayawan Mangunwijaya dalam seminar di UNDIP pada tanggal 10 September 1985.2 Sementara keterbelakangan dalam bentuk psikis ditandai dengan lemahnya pendidikan yang mengakibatkan masyarakat tidak banyak tumbuh serta berkembang untuk menyadari dirinya dalam keadaan terjajah. K.H. Ahmad Dahlan ingin membagunkan “syaraf-syaraf” umat yang sedang tertidur dengan pencerahan ilmu dan iman bagai sinar matahari pagi. Agama Islam tidak sebagai mana tuduhan kaum imperialis yang terkesan kolot, bodoh bahkan belakangan ini dilebeli terorisme.3Agama Islam adalah agama yang cerah sekaligus mencerahkan bagi umatnya. Sekalipun banyak
2
. Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif Ceramah-Ceramah di Kampus, Mizan, Bandung, 1991, hlm. 92 . Ensiklopedi Muhammadiyah, Dikdasmen PP Muhammadiyah dan PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. XVI 3
34
individu maupun golongan ingin memadamkan api pencerahan Islam maka niscaya tidak akan mampu sebagaimana janji Allah sebagai berikut:
Artinya: mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.4 Ashobuni dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa orang yang berhasrat mematikan cahaya Islam ibarat orang yang meniup matahari.5 Jadi apa yang diusahakan bagi musuh-musuh Islam adalah perbuatan yang sia-sia meminjam istilah Bahasa Jawa tangeh nganggo lamun.
B. Tafsir Logo dan Lagu Muhammadiyah Sebagai Media Memahami Semangat Perjuangan K.H. Ahmad Dahlan Memahami spirit K.H. Ahmad Dahlan dalam memancarkan keindahan Islam dapat dilihat melalui nama, logo, sekaligus lagu persyarikatan Muhammadiyah.6 Kalau mengamati nama organisasi yang menggunakan kata Muhammadiyah yang didirikanya maka menjadi jelas bahwa panutan umat Islam adalah Nabi Muhammad. Nama organisai ini diambil dari nama nabi 4
. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 552 . Muhammad Ali Al-Shobuni, Shofatu Al-Tafassir Tafsir Lil Qu’an Juz III, Darul Ihya‟ Al-Turasi al„Arabi, Bairut, Libanon, tt, hlm. 324 6 Mengenai logo serta lagu Muhammadiyah dapat dilihat pada bagian lampiran 5
35
yaitu Muhammad kemudian mendapat imbuhan yak nisbat yang bermakna pengikut/mujtabi. Ketika mencermati logo Muhammadiyah di situ ditemui lambang matahari dengan memancarkan dua belas sinar gemilang berwarna putih. Pada tengahnya tertulis kata Muhammadiyah sembari dua syahadat melingkar. Dari sini menggambarkan bahwa orang berwatak Muhammad adalah manusia yang jiwanya hanya menuhankan Allah dan mengakui Muhammad saw sebagai nabi. Sehingga terpancar cahaya indah berkemilau seperti matahari yang selalu memberi tanpa mengharap kembali. Sri Muryanto menuturkan bahwa sifat matahari dapat diteladani dari ketepatan janjinya, yang mana selalu terbit pada saat pagi kemudian tenggelam pada sore hari tanpa absen. Selain itu cahayanya menyinari siapa saja tanpa pandang bulu.7 Dua belas sinar ini menurut Pasha dan Darban merupakan semangat kaum hawary yang tampil sebagai penolong agama Allah pada masa kenabian Isa Bin Maryam. Sedang cahaya berwarna putih merupakan lambang keihlasan. Muhammadiyah dalam berjuang semata-mata mengharap keridhaan dari Allah.8 Manusia dalam berbuat baik memang harus ikhlas sebagaimana semangat K.H. Ahmad Dahlan yang terpengaruh oleh tasawuf Imam Ghozali. Dalam perkataannya ia seringkali mengungkapkan pendapat ulama sebagai 7
Sri Muryanto, Ajaran Manunggaling Kawula-Gusti, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2004, hlm. 74 Drs. H. Musthafa kamal Pasha B.Ed dan Drs. H. Ahmad Adaby Darban, SU, Muhammadiyah Sebagai gerakan Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2005, hlm. 107-108 8
36
berikut, “Manusia itu semua mati (mati perasaannya) kecuali para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama-ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramalpun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.”9 Ungkapan di atas manakala di konfirmasi kedalam teori filsafat ada kecocokan. Dalam filsafat analitik ada konsep cogito ergo sum yang maksudnya karena saya berfikir maka saya ada.10 Manusia-manusia yang berfikir tentunya adalah orang-orang intelektual yang berilmu mendalam. Hakikat manusia adalah pada ilmunya. Dari tataran ini manusia dapat lebih unggul dibanding dengan malaikat. Manakala manusia tidak menggunakan akalnya secara baik keberadaanya tanpa eksistensi, wujuduhu ka ‘adamihi. Kemudian ketika menilik lagu Muhammadiyah ciptaan Jarnawi Hadikusuma maka di situ terpampang keindahan Islam. Untuk itu penulis memandang perlu untuk syair lagu tersebut. Lagu Muhammadiyah diawali dengan syair sang surya telah bersinar yang lengkapnya sebagai berikut: “Sang surya/ telah bersinar/ syahadat dua melingkar/ warna yang hijau berseri/ membuat ku rela hati/ ya Allah tuhan robbiku/ muhammad junjunganku/ al-Islam agamaku/ muhammadiyah gerakanku/ di timur fajar cerah gemerlapan/ mengusik kabut hitam/ menggugah kaum muslimin/
9
. KRH. Hadjjid, OP.Cit, hlm. 7 . Drs. Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik Sejarah, Perkembangan, dan Peran Para Tokohnya, CV. Rajawali, Jakarta, 1987, hlm. 11 10
37
tinggalkan peraduan/ lihatlah matahari telah tinggi/ di ufuk timur sana/ seruan illaahi robbi/ sami‟na wa atho‟na.” 11 Sebuah syair yang di susun oleh Djarnawi Hadi Kusumo merupakan untaian bait yang sangat inspiratif dan menggugah jiwa umat Islam. Lagu yang menjadi mars Muhammadiyah itu merupakan pilihan kata di mana setiap kalimatnya mengandung simbolik dan mempunyai cakupan makna yang luas. Kata Ali Syariati sebuah tulisan yang berumur panjang di mana menggunakan bahasa metafora sehingga relevan di setiap waktu dan tempat.12 Berikut penjelasanya: 1. Bait Satu Bait pertama lagu mars muhammadiyah sebagai berikut, “Sang surya/ Telah bersinar/ syahadat dua melingkar/ warna yang hijau berseri/ membuat ku rela hati.” Dalam bait pertama kalimat yang dipilih adalah sang surya telah bersinar. Dalam Q.S al-Shaf dijelaskan sebagai berikut:
11 12
. Irama Mulia Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah . Ali Shariati, Tugas Cendekiawan Muslim, Srigunting, Jakarta, 2001, hlm. 2-3
38
Artinya: mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.13 Muhammad Ali Assobuni menjelaskan kata نورهyang dimaksud adalah agama Islam.14 Umat Islam ketika menggambarkan nabi Muhammad saw juga diibaratkan dengan matahari sebagaimana ungkapan,”anta syamsun.”15 Yang dimaksud dalam hal ini tidak lain dan itu pasti adalah Muhammad saw. Kalau itu yang dimaksud, maka yang dikehendaki pengarang lagu sang surya adalah agama Islam yang di bawa nabi Muhammad SAW. Maka setelah datang kenabian Muhammad SAW membawa Islam munculhah syahadat dua melingkar yang sering disebut syahadat tauhid dan rasul. Ini adalah kosekwensi di mana ketika Islam hadir nyatalah bahwa Muhammad saw nabi akhir zaman. Setelah anak Adam mengakui dua syahadat tersebut, maka lahirlah warna yang hijau berseri. Hijau adalah lambang kesejukan, kenyamanan dan kedamaian.Lagu klasik kata “hijau” juga di pakai seperti dalam ilir-ilir,”tak ijo royo-royo koyo temanten anyar.”ini menegaskan dengan bersyahadat muncullah pribadi perdamaian. Sebagaimana
13
misi
Islam
adalah
rahmatan
al-‘alamin.
Organisasi
. Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 552 .Muhammad Ali Al-Shobuni, Op. Cit, hlm. 324 15 . Tanpa Penulis, Majmu’ah Maulid wad’iyah, Pustaka Al-„Uluwiyah, Semarang, tt, hlm. 75 14
39
Muhammadiyah adalah perkumpulan yang mengikut jejak langkah nabi Muhammad SAW. Setelah kesejukan maka hadirlah lirik berikutnya “membuatku rela” hati. Jadi orang menjadi ikhlas manakala hatinya sudah “plong” artinya tanpa mengharap apa pun dari makhluk. Sebagaimana pesan K.H. Ahmad Dahlan, “ …dan orang-orang yang beramal itu dalam kekhawatiran melainkan orang yang ikhlas.” 2. Bait ke dua Ya Allah Tuhan robbiku/ muhammad junjunganku/ al-Islam agamaku/ muhammadiyah gerakanku. Setelah manusia bersyahdat dan kesejukan yang ia peroleh maka semakin mantaplah keimanannya. Sehingga dilanjutkan ya Allah Tuhan robbiku. Di sinilah ungkapan cintanya makhluk terhadap kholiq. Allah itu sangat dibutuhkan di mana pun tempat dan dalam macam apa pun kondisinya. Manusia yang sangat tinggi derajatnya apakah akan kalah dengan makhluk lainya? Di mana Allah mengungkapkan,”apa-apa yang di langit dan di bumi semua mensucikan Allah sebagaimana dalam Q.S al-Shaf di bawah ini:
40
Artinya: telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.16 Dalam surat al-Jumu’ah ayat satu menggunakan fi’il mudhari’ sehingga apabila disingkronkan dengan surat al-Shaf ayat satu di atas maka terdapat kesimpulan bahwa apa-apa yang ada pada alam raya ini telah dan terus mensucikan Allah. Jadi sebuah syair di atas terkesan sangat linier terhadap tinggi derajat manusia. Ini adalah sebuah ungkapan pasrahya makhluk kepada kholiq. Orang yang sudah pasrah kepada Allah pastinya mengakui nabi Muhammad SAW yang tercermin dalam bait berikutnya tersebut sebgai berikut muhammad junjunganku. Allah menyatakan taatilah Allah dan taatilah rasul. Ini kosekwensi keimanan. Di mana ketika bertuhan Allah maka nabinya pastilah Muhammad saw. Kalau sudah itu semua maka Islam menjadi pegangan hidup. Al-Islam Agamaku. Dan kalau sudah Islam menjadi motivasinya maka gerak perjuangannya adalah sesuai gerak perjuangan Muhammad, ”Muhammadiyah gerakanku.” 3. Bait ke tiga Di timur fajar cerah gemerlapan/ mengusik kabut hitam/ menggugah kaum muslimin/ tinggalkan peraduan. Baris pertama menggunakan kalimat di
16
. Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 551
41
timur fajar gemerlapan. Dalam kalimat ini lokasinya timur tidak dijelaskan. Apa maksud Djarnawi adalah Jawa Timur atau Indonesia bagian timur (Meraoke). Timur dalam kalimat ini sangat luas. Bahkan ada sebutan bangsa timur yang berbudi baik. Manusia yang berbudi baik sepanjang sejarah adalah nabi Muhammad SAW. Dan itu berada di belahan dunia timur. Dalam dunia pewayangan ada istilah bang-bang wetan yang artinya sesuatu yang berwarna kemerahmerahan muncul dari timur. Sesuatu kemerah-merahan dan muncul dari timur adalah matahari. Islam itu berkilau seperti cahaya matahari. Maka benar lanjutan baitnya mungusik kabut hitam. Kabut hitam ini adalah kejahiliahan di mana manusia tidak mengindahkan tatanan. Islam adalah menyempurnakan akhlak.17 Nabi muhammad adalah
berahlak mulia dan layak dijadikan panutan.18
Sebagaimana nabi Muhammad SAW juga mengusik berbagai kegelapan jahiliyah. Mungkin Indonesia saat ini sedang dilanda kabut hitam. Maka solusinya adalah tidak berkilat ke Barat dalam bertindak sebab akhlak nabi memancarkan peradaban. Lagu ini dibuat Djarnawi saat Islam sudah mendunia. Maka tepat jika kalimat selanjutnya adalah menggugah kaum muslimin. Saat itu umat Islam sedang tidur, sedang terpuruk buktinya banyak wilayah umat islam yang 17
. Imam Ahmad bin Hammbal, Musnat Imam Ahmad bin Hambal Jilid II, Darul Fikri, Beirut, 1978, hlm. 381 18 . Qs. Al-Qolam : 40, QS. Al-Ahzab : 21
42
dijajah. umat islam waktu itu masih tertidur sejak berakhirnya kejayaan Wali Songo (bagi yang di Nusantara). Khusus di nusantara di mana K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dan tokoh-tokoh yang lain mendirikan organisasi yang bernada sama hanya beda nama. Bait ketiga ini ditutup dengan tinggalkan peraduan. Peraduan bermakna tempat ber-adu dan ada yang mengartikan tempat tidur. Maka ini bisa dimaknai umat Islam harus bersemangat tidak berkutat pada adu argumen mengenai kebenaran golongan. Yang itu menjadikan orang lemah dan tertidur sehingga ketinggalan teknologi.
4. Bait empat lihatlah matahari telah tinggi/ di ufuk timur sana/ seruan illai robbi/ sami‟na wa atha‟na. Bait keempat diawali lihatlah matahari telah tinggi. Sekali lagi untuk memperjelas bahwa matahari di sini adalah metafora. Sebab lanjut kalimatnya adalah di ufuk timur sana. Mana mungkin matahari tinggi di ufuk timur? Matahari di timur pastilah masih terlihat pendek. Maka matahari tinggi di ufuk timur adalah kesempunaaan al-Dinu al-Islam. Allah dalam surat al-Maidah ayat 3 berfirman sebgai berikut:
43
Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.19 Pada sisi lain ada ungkapan ““ االسالم يعلو واليعال عليه. Ini menunjukkan Islam sudah sempurna dan berkilau. Yang mengatur umatnya sedemikian rupa baik kepada Allah dan sesama makhluk. Sehingga lanjutanya adalah seruan ilahi rabbi, sami‟na watha‟na. Sebagai umat Islam apa yang diperintahkan dan dilarang Allah hendaknya di patuhi. Untuk mengetahaui perintah atau larangan maka perlu belajar. K.H. Ahmad Dahlan menganjurkan dalam belajar al-Qur‟an setelah di baca, di artikan, kemudian dilihat tafsirnya, dan jika berupa anjuran apa sudah mengerjakan dan jika berupa larangan apa sudah meninggalkan.20 Maka pesannya jadilah guru sekaligus murid. Belajar itu sepanjang hayat life long education. K.H. Ahmad Dahlan dalam langkah memperbaiki umat Islam dari jalan pendidikan. Di sini mengandung makna bahwa akal lebih unggul dibanding okol (tubuh/jasad) dalam kata lain otak dapat mengalahkan otot. Dalam pengajaran agama Islam K.H. Ahmad Dahlan lebih condong untuk kembali kepada Al-Qur‟an dan Sunnah sebagaimana yang dilakukan Muhammad Abduh seorang reformis asal Mesir. K.H. Ahmad Dahlan dalam
19 20
. Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 107 . KRH. Hadjid, Ibid, hlm. 65
44
mengkaji Al-Qur‟an dan Sunnah dengan pendekatan hati suci serta akal sehat.21 Al-Qur‟an sediri menerangkan bahwa orang yang berhak menyentuh al-Qur‟an adalah orang yang suci sebagaimana Q.S al-Waqi’ah 79 sebagai berrikut:
Artinya: tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.22 K.H. Ahmad Dahlan tidak bisa dipisahkan dengan Muhammadiyah sebab gagasan besarnya atau karya unggulanya memang sebuah organisasi tersebut. K.H. Ahmad Dahlan dapat dikatakan man action atau manusia amal karena prestasi yang ditorehkan berupa karya nyata dan bukan hanya retorika atau goresan pena dalam lembaran kertas. Arbian
Lubis
dalam
disertasinya
yang
berjudul
“Pemikiran
Muhammadiyah dan Muhammad Abduh, Suatu Studi Perbandingan” bahwa dalam beberapa hal ada persamaan-persamaan Muhammadiyah dengan Abduh, meskipun dalam beberapa hal ada perbedaan-perbedaan yang bahkan sangat tajam dan sulit untuk dikompromikan. Bidang pendidikan misalnya Muhammadiyah dan Abduh sama-sama melihat dan menyadari akan arti pentingnya memelajari, menguasai ilmu-ilmu umum (Barat) di samping ilmuilmu agama. Hal ini membuat tujuan pendidikan mereka juga tidak jauh 21 22
. KH. Ahmad Dahlan, Kesatuan Hidup Manusia, HB. Muhammadiyah Majlis Taman Pustaka, 1923, . Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 537
45
berbeda, yaitu sama-sama menekankan tumbuhnya pribadi yang ideal yang memiliki ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu yang bersifat umum. Kesamaan juga tampak dalam gagasan klasikal yang ditawarkan.23 Dalam bidang ‘aqidah dan syar’iah terdapat perbedaan yang sangat mencolok. Muhammadiyah lebih dekat dengan padangan Jabariyah sementara Abduh berkiblat kepda qodariyah. Ketika melihat hukum Muhammadiyah dan Abduh sama-sama menyerukan kembali kepada alQur‟an dan sunnah. Di balik itu ada perbedaan sangat rucing di mana Muhammadiyah tampak lebih dekat dengan literalis moderat yang mendahulukan nash daripada akal. Sementara Abduh lebih cenderung mendahulukan akal. Jika Muhammadiyah menggunakan ijtihad jam’i maka Abduh ijtihad personal.24 C. Pandangan Terhadap Kehidupan Penentu perjalanan manusia adalah seberapa jauh pandangannya terhadap dunia (world view). Manusia adalah manusia dua kutub yang saling berseberanagan yang di sisi lain tercipta dari tanah namun mendapat kehormatan karena menerima tiupan ruh Allah. Dalam QS. at-Tin dijelaskan sebagai berikut:
23 24
. Ensiklopedi Muhammadiyah, Op.Cit, hlm. 1 . Ensiklopedi Muhammadiyah, Ibid, hlm. 2
46
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.25 Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Kemungkinan ada yang bertanya mengapa ada orang kaya atau miskin? Atau kenapa ada orang yang jahat? Dalam kesempatan ini Allah memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada manusia untuk memilih dibanding dengan makhluk yang lain. Iblis hanya diberi kesempatan jahat, malaikat mendapat tempat untuk selalu taat sedang hewan dan tumbuhan hidup tanpa diikat yang artinya tidak memperoleh beban dalam pengabdian. Manusia dalam hidup mempunyai tiga nilai yaitu baik-buruk, benarsalah, indah dengan jorok. Ketiga nilai itu menjadi pilihan manusia yang setiap keputusanya akan menerima reward atau punishment dari Allah. Manusia diangkat menjadi holifah di muka bumi yang bertugas sebagai wakilnya hamemayu hayuning bawana. Untuk menjadi wakil yang baik maka Allah juga memberi tahu kepada manusia lewat Nabi Muhammad saw di mana manusia bersetatus sebagai hamba. Hal ini menjadi petunjuk bahwa
25
. Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 597
47
manusia dalam mengelola dunia harus tunduk dan patuh terhadap Majikan (Allah). Allah sangat memihak manusia meskipun dalam perjalan hidup disediakan lawan yaitu syaitan. Bentuk keberpihakan Allah terhadap manusia adalah diberikannya kunci-kunci dalam mengalahkan setan serta petunjuk keberuntungan dalam banyak hal. Allah pasti menolong manusia manakala mau mengituti aturan permainan dalam hidup. Allah memberikan doa untuk menyapaNya demi kesuksesan manusia dalam meniti hidup didunia dan akhirat. Hal ini sesuai dengan QS. Al-Baqorah ayat sebagai berikut:
Artinya: Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka.26
1. Pandangan Hidup Sebelum Mati Bagi KH. Ahmad Dahlan kehidupan dunia adalah sarana untuk mencapai kemuliaan akhirat. Dalam kehidupan duna KH. Ahmad Dahlan dapat dikatakan membenci kefakiran dan tidak mencintai dunia. Dalam
26
. Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 31
48
membuktikan ini dapat dilihat melalui kajian sekaligus pengamalanya terhadap QS. al-Ma’un ayat 1-6 yang bacaanya sebagai berikut:
Artinya: 1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin. 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. orang-orang yang berbuat riya, 7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.27 Dari kajian yang mendalam ini maka mendorong untuk melakukan pergerakan dengan harapan ada perbaikan dalam tatanan sosial yang sudah mapan. Murid sekaligus teman dalam perjuangan beliau KRH. Hadjid memberikan testimoni terhadap ayat ini, "Sudah jelas dalam ayat ini bahwa orang yang seperti kita ini belum diakui kalau telah beriman dan menjalankan agama, bahkan dianggap orang yang mendustakan agama jika masih mencintai kebiasaan, cinta harta benda dan tidak memperhatikan nasib anak yatim serta tidak menganjurkan memberikan makanan kepada orang miskin.”28
27 28
. Departemen Agama RI, Op. Cit, hlm. 602 . KRH. Hadjid, Op.Cit, hlm. 64
49
Kajian ayat yang lain yang juga mengguncangkan hati KH. Ahmad Dahlan sehingga berupaya merubah Kampung Kauman, yakni QS. al-A’la: 14-17 sebagai berikut:
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.29 Dalam terjemahan yang ditulis murid K.H. Ahmad Dahlan, Hadjid menerjemahkan ayat 19 tanpa menambahkan kalimat “orang kafir” sehingga berbunyi, “tetapi kamu sekalian masih memilih kehidupan dunia.”30 Jika melihat terjemahan yang disampaikan oleh Hadjid di atas maka orang yang mencintai dunia bukan saja orang kafir melainkan semua lapisan masyarakat termasuk di dalamnya umat Islam. Dunia itu sesuatu yang remeh tetapi memikat terhadap banyak manusia. Remehnya dunia tidak boleh diremehkan karena bagaimana kondisinya manusia hidup di dunia. Dunia adalah ladang untuk menuju kebahagian akhirat manakala digunakan secara tepat addunya mazra’atil akhirah. Dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa setiap manusia tidak boleh meninggalkan kehidupan akhirat (mengutip ayat).
29 30
. Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 591-592 . KRH. Hadjid, Ibid, hlm. 54
50
2. Pandangan Hidup Pascakematian Hidup pascakematian adalah hidup yang sebenarnya. Seorang Wali Jawa (Siti Jenar) yang dipandang murtad menekankan akan pentingnya kehidupan setelah mati. Siti Jenar memberi wejangan kepada murid-muridnya mengenai empat hal yaitu; 1). Diberitahu awal kehidupan, 2). Diberitatahu pintu kehidupan, 3). Diberitahu tempat besuk ketika di akhirat, 4). Diberitahu tempat Yang Maha Luhur.31 KH. Ahmad Dahlan dalam beramal berlandaskan renungan kematian yang selalu menjadi ingatannya. Akhirat yang menyenangkan tidak dapat diperoleh hanya dengan berpangku tangan tenguk-tenguk nemu gethuk tetapi harus berusaha secara maksimal. KH. Ahmad Dahlan berkata,”…orang yang hendak mencari surga, tentu tidak akan berhasil masuk surga apabila tidak berani jihad, yaitu bersungguh-sungguh membela agama Allah dengan penuh pengorbanan jiwa, raga dan harta benda.32 K.H. Ahmad Dahlan merupakan ulama yang wara serta zuhud. Sikap demikian tergambar dalam perilaku sehari-hari yang mana dunia diupayakan semaksimal mungkin namun untuk kemaslahatan umat. Rejeki yang diperoleh seharusnya digunakan dengan rincian sebagai berikut: sebagian mencukupi keluarga, sebgaian untuk berjihad di jalan Allah.33
31
. Panji Natarata, Serat Syekh Siti Jenar, Rekso Pustaka Mangkunegaran, 1981, hlm. 17-18 . KRH. Hadjid, Op. Cit, hlm. 119 33 . KRH. Hadjid, Op. Cit, hlm. 78 32
51
Wara’ dan zuhud adalah baju orang tasawuf dari hasil meneladani Nabi Muhammad saw. Para sufi senantiasa merindukan kehidupan pascakematian sehingga usahanya terukir dengan berbagai karya. K.H. Ahmad Dahlan menyadari hidup di dunia adalah suatu yang singkat dan jika salah dalam melangkah akan meneyedihkan pada kemudian hari (akhirat). Dari sini pembaruan, pencerahan dan kebangkitan sebanarnya dipelopori oleh kelompok tasawuf karena mereka tidak terjangkit penyaki wahn (cinta dunia dan takut mati). Sejarah mencatat bahwa tasawuf telah berjasa besar dalam pengembangan Islam dan juga memerangi musuh (penjajah).34 Hadist Maulana menyitir sebuah hadis yang menjelaskan bahwa orang yang zuhud adalah orang yang tidak melupakan mati serta menjauhkan dirinya dari perhiasan dunia dan mengutamakan akhirat daripada dunia. 35 Dari keterangan ini maka semangat perjuangan K.H. Ahmad Dahlan adalah bernuansa tasawuf. Faridudin Attar menjelaskan bahwa orang yang berjalan menuju Allah harus terbebas oleh dunia dan tidak bermalas-malasan sehingga jiwa kerjakerasnya muncul.36 Nampaknya hal demikian telah diamalkan oleh K.H. Ahmad. Dahlan terbukti pada akhir tahun kehidupanya beliau mendermakan harta benda yang melebihi kebutuhanya.37 Dari sini
34
. As‟ad al-Khatib, Allahu Akbar Etos Jihad Kaum Sufi, Serambi, Jakarta, 2003, hlm. 151 . Syekhul Hadist Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandhalawi rah.a., Mudzakarah Maut, terj. A. Abdurrahman Ahmad, Pustaka Nabawi, Cirbon, tt, hlm.3-4 36 . Faridudin Attar, Manthiq At-Thair, terj. Haris Abdul Halim, Surgana, Hijrah, Yogyakarta, 2003, hlm.215 37 . KRH. Hadjid, Op. Cit, hlm. 75 35
52
mengandung makna bahwa K.H. Ahmad Dahlan sudah melewati lembah kebebasan. Apabila mengacu tulisan Faridudin Attar maka jiwa tasawuf K.H. Ahmad Dahlan sangat kental, sebab tahapan yang lebih atas dari lembah kebebasan adalah lembah keesaan.38 Bukti dari ini adalah di mana K.H. Ahmad
Dahlan
memperintahkan
kepada
murid-muridnya
untuk
membersihkan jiwa dan membuang kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam hati.39 D. LANGKAH-LANGKAH PENCERAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MENURUT K.H. AHMAD DAHLAN Agama Islam adalah yang cemerlang namun apabila terlihat suram adalah perilaku dari pemelumnya. K.H. Ahmad Dahlan pernah berkata, “Agama Islam itu pada mulanya bercahaya berkilauan, akan tetapi semakin lama semakin suram. Namun yang suram bukan agamanya, akan tetapi orang yang memeluk agama tersebut.40 Untuk itu langkah-langkah K.H. Ahmad Dahlan dalam mencerahkan agama Islam melalui pendidikan. Metode dalam menyampaian pendidkan yang sudah tidak relevan dengan laju gerak zaman perlu disegarkan kembali. Sebagaimana sub judul di atas maka langkah-
38
. Faridudin Attar, Op. Cit, hlm.217 . KRH. Hadjid Op.Cit, hlm. 50 40 . Abdul Munir Mulkhan, ed, Pesan-pesan Dua Pemimpin Besar Islam Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asy’ari, tp, 1986, hlm. 10 39
53
langkah pencerahan pendidikan Agama Islam menurut K.H. Ahmad Dahlan sebagai berikut:
1. Penggunaan akal dan hati Keunggulan manusia disbanding dengan makhluk yang lain hanya terletak pada akalnya. Apabila hewan membutuhkan hal-hal yang bersifat biologis seperti makan dan minum maka, manusia juga tidak bisa absen dari itu. Malaikat diciptakan oleh Allah mempunyai kecenderungan patuh terhadap perintah-Nya maka sebenarnya manusia juga mempunyai karakter tersebut. Jalaludin Rumi mengungkapkan dalam syairnya sebagaimana berikut, “para malaiakat tidak dapat hidup di bumi. Binatang-binatang tidak bisa hidup di langit. Engkau mempunyai tubuh binatang dan ruh malaikat. Engkau bisa berjalan di muka bumi dan terbang ke langit.”41 Manusia mempunyai dua kutub yang berlawana yaitu dalam satu sisi seperti hewan yang hidupnya di dunia namun dalam dimensi tertentu berpotendi seperti malaikat. Dari hal ini sebaiknya manusia berusaha untuk memperoleh kebahagiaan dari dunia sampai akhirat. Bagaimana cara yang ditempuh? Jawaban ini mengacu pada paragrah di atasnya yaitu dengan akal. Akal untuk dapat menjadi jalan selamat di dunia dan akhirat yaitu melalui akal yang sehat. Akal yang sehat adalah akal yang tidak terkena
41
. Timothy Freke, Hari-hari bersama Rumi, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003, hlm. 100
54
bahaya dapat memilih segala hal dengan cermat dan pertimbangan, kemudian memegang teguh hasil pilihannya tersebut.42 K.H. Ahmad Dahlan selain melontarkan gagasan penggunaan akal sehat juga menawarkan hati yang suci. Hati yang suci menjadi pengingat akal pada saat menghadapi bahaya. Hati yang suci mempunyai sifat dasar yaitu tidak suka terhadap keluhuran dunia. Oleh karena itu orang yang mempunyai akal harus menjaga bahaya akal yang merusak kesucian jiwa.43
2. Cara Mempelajari dan Memahami Al-Qura‟n K.H. Ahmad Dahlan menerangkan bagaimana cara mempelajari alQur‟an yaitu dengan mengambil satu, dua atau tiga ayat dibaca dengan tartil dan tadabbur. Langkah-langkah yang ditempuh dalam mencari kandungan ayat sebagai berikut: a). Bagaimana tafsirnya; 2). Bagaimana tafsir keterangannya; 3). Bagaimana maksudnya; 4). Apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkanya?; 5). Apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? Sudahkah kita mengerjakan?. Bila belum dapat menjalankan dengan sesungguhnya maka tidak perlu membaca ayat-ayat yang lainya.44 Ayat al-Qur‟an bagi K.H. Ahmad Dahlan menjadi inspirasi perubahan dunia. Untuk itu memerlukan penafsiran baru dalam setiap zaman. Tafsir yang 42
. Munir Mulkhan, Kesatuan Hidup Manusia ( Pesan KH. Ahmad Dahlan yang dipublikasikan oleh HB. Muhammadiyah Majlis Taman Pustaka, 1923), hlm. 223 43 . Ibid, hlm. 229 44 . KRH. Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, LPI PPM, Yogyakarta, 2008, hlm.65
55
“segar dan bergizi” sehingga dapat mengantarkan pada pencerahan pendidikan agama Islam. Kalau melihat penjelasan poin satu di atas untuk mentafsirkan ayat al-Qur‟an adalah menggunakan akal sehat dan hati yang suci. 3. Simbiosis Mutualisme K.H. Ahmad Dahlan dalam menyampaikan Pendidikan Agama Islam agak berbeda dengan ulama pada zamannya. Pada masa K.H. Ahmad Dahlan, apalagi sebelumnya, Pendidikan Agama Islam disampaikan menggunakan cara-cara konvensional yang diterima dari generasi pendahulunya maka, mulai kali ini sudah mengadopsi metode yang digunakan oleh pemerintah Belanda. K.H. Ahmad Dahlan untuk dapat memahami keadaan tidak berpandangan inklusif melainkan exklusif. Bentuk dari inklusifitas K.H. Ahmad Dahlan diwujudkan melalui pergaulanya yang luas tanpa ada sekat-sekat keagamaan namun tetap memegan norma agamanya.45 Pergaulan K.H. Ahmad Dahlan yang luas tersebut dapat menjadi sarana dalam mencerahkan Pendidikan Agama
Islam.
Wujud
dari
pencerahannya berbentuk penggunaan klasikal sertya pernak-perninya seperti meja, kursi, kapur juga papantulis. K.H. Ahmad Dahlan dalam mencerahkan Pendidikan Agama Islam menggunakan metode simbiosis mutualiame (saling menguntungkan).
45
. Ibid. hlm. 72
56
BAB IV IMPLEMENTASI PENCERAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM K.H. AHMAD DAHLAN
A. Selintas Kebijakan Pendidikan di Indonesia dari masa ke masa 1. Pendidikan Pada Masa Imperialis Belanda sampai dengan 1945 Belanda menduduki Nusantara (Indonesia sebelum merdeka) selama kurang lebih 3,5 abad. Selama pendudukan Belanda banyak masyarakat pribumi yang mengalami penderitaan jasmani maupun rohani. Penderitaan jasmani berupa kelaparan, kurang sandang maupun papan. Sementara penderitaan rohani berbentuk kurangnya asupan gizi dalam hati dan fikiran (pendidikan) sehingga mengakibatkan keterbelakangan mental. Lemahnya mental ini mengakibatkan tidak ada daya saing yang cukup untuk menyadari dirinya sebagai manusia unggul. Pendidikan pada masa imperialisme Belanda hanya dikonsumsikan (dihidangkan) secara khusus bagi dirinya sendiri dan putra-putra priyayi pribumi. Hal demikian untuk menjembatani adanya pelanggengan kekuasan penjajahan di Nusantara. Pendidikan adalah alat untuk menyadarkan syarafsyaraf eksistensi diri yang sedang membeku. Ulama pribumi yang pernah mangalami kekalahan dalam angkat senjata melawan Belanda banyak yang beralih dengan mendirikan lembaga pendidikan seperti pondok pesantren
57
yang digunakan untuk menjaga budaya dan moral bangsa dari penetrasi budaya barat.1 Belanda menduduki Nusantara (Indonesia sebelum merdeka) tidak banyak
menyumbangkan
pendidikan
melainkan
hanya
merongrong
kemakmuran yang ada. Pemerintah Belanda ketika menduduki Nusantara (Indonesia sebelum merdeka) mengadakan politik cultuurstelsel yang mewajibkan tanam paksa dan hasil sepenuhnya untuk kemakmuran Negeri Belanda.2 Cultuurstelsel (tanam paksa) dinilai oleh Belanda sangat mencolok dalam menekan masyarakat maka kemudian diubah menjadi politik pintu terbuka, dengan cara mengundang pemilik modal asing (bangsa Eropa) untuk mengurusi pabrik-pabrik yang dulu diurusi oleh pemerintah Belanda secara langsung. Hal ini justru menjadikan banyak ketimpangan sehingga melahirkan kasta baru dalam masyarakat. Kasta tersebut terbagi menjadi tiga lapisan yaitu: 1). The rulling caste yang terdiri dari penguasa kolonial dan pemilik modal asing, 2). Kelas menengah sebagai alat pemerintah kolonial yang terdiri dari penguasa pribumi dan orang-orang Timur asing khususnya Cina, 3). Kelas paling bawah yaitu rakyat mayoritas yang paling dirugikan.3
1
. Drs. Lathiful Khuluq, MA, Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, LKIS, Yogyakarta, 2008, hlm. 91-92 2 . Majlis Ulama Indonesia, Sejarah Umat Islam Indonesia, 1991, hlm. 191 3 . Drs. Mansur, M.A, Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2004, hlm. 119
58
Setelah Belanda menerapka dua metode (Cultuurstelsel dan Politik Pintu Terbuka) di atas nampaknya ada rasa iba sehingga memunculkan politik etis (etische politiek). Politik etis ini pada awalnya mengundang reaksi pemerintah Belanda dimana pada masa itu muncul dua golongan yaitu antara yang setuju dan yang menolak. Politik ini diarahkan bagi penduduk bumi putra untuk memajukan penduduk asli dalam kurun waktu cepat dengan cara mengikuti metode pendidikan barat.4Politik etis baru diterapkan ketika Ratu Wilhelmina mengeluarkan pidato di Staten General pada tahun 1901. Mulai saat itu politik etis berlaku di lapangan secara nyata. 5 Pemerintah Belanda setelah mengesahkan politik etis maka mulai membangun sekolah-sekolah di antaranya adalah Volk School (Sekolah Desa) dengan masa belajar 3 tahun yang kemudian dilanjutkan dengan program Verlvog School (Sekolah Lanjutan) dengan masa belajar 2 tahun. Lembaga sekolah dalam masa selanjutnya mulai dikembangkan dengan didirikan Meer Uitgebreid Leger Onderwijs (MULO), yaitu sebuah sekolah setingkat SMP. Pada zaman ini pula muncul proram Algemeene Middelbare School (AMS) yang setara dengan SMA.6 Sekolah yang dibangun Belanda ini berbiaya mahal sehingga muridmuridnya berasal dari priyayi (darah biru) sedang masyarakat miskin tetap
4
. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Renika Cipta, Jakarta, 1986, hlm. 142 . Mohammad Damami, MA, Akar Gerakan Muhammadiyah, Fajar Pustaka, Yogyakarta, 2000, hlm.17-18 6 . Muhammad Damami, MA, ibid, hlm. 20 5
59
dalam kemiskinannya. Satu hal yang perlu disoroti adalah bahwa pemerintah Belanda tidak tulus untuk meningkatkan pendidikan pribumi tetapi ada maksud lain yaitu mencetak tenaga birokrat (kantoran). Sejak tahun 1864 pemerintah Belanda mengadakan ujian Klein Ambtenaars’ Examen yaitu sebuah ujian pegawai rendah untuk dapat diangkat sebagai pegawai pemerintah.7 Belanda kembali ke negaranya setelah ditaklukkan oleh Jepang. Sejak saat itu Nusantara (Indonesia sebelum merdeka) menjadi wilayah jajahan Jepang. Pemerintah Jepang mengeluarkan isu pendidikan yang disebut Hakko Ichiu yaitu mengajak bangsa Indonesia bekerjasama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Realisasi dari Hakko Ichiu ini di mana pelajar setiap hari terutama pagi hari harus mengucapkan sumpah setia kepada Kaisar Jepang, lalu dilatih kemiliteran. Sistem persekolahan yang dibangun Jepang banyak berbeda dengan penjajahan Belanda. Model serta metode diganti dengan sistem Jepang yang orientasinya untuk persiapan perang. Murid-murid dalam menerima pengetahuan tidak banyak kecuali dalam ilmu kemiliteran.8 Pendidikan bercorak Islam diawali oleh Ahmad Dahlan dengan menggabungkan
7
mata
pelajaran
sekolah
Belanda
dengan
. Ibid, hlm. 22 . Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 62
8
pelajaran
60
Islam.9Artinya pendidikan ini memuat nilai plus yaitu pendidikan agama Islam. Pendidikan memiliki corak sebagai berikut: 1. Penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT. 2. Pengakuan atas potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian. Pengalaman ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia.10 Umat Islam dalam sejarahnya memiliki dua lembaga pendidikan yaitu formal dan non formal. Untuk pendidikan formal berupa sekolah yang dikelola secara modern sedang non formal berbentuk pesantren dan Madrasah Diniyah. Mengenai pesantren sudah ada sejak awal, dulunya dimiliki agama Hindu, kemudian diisi oleh pendidikan agama Islam dengan diajarkan kitabkitab yang sekarang sering disebut kitab kuning. Setelah Nusantara (nama Indonesia sebelum merdeka) dijajah oleh Portugis dan Belanda yang membawa bentuk pendidikan berbeda, maka oleh ulama Islam ada yang merespons secara positif. Pada Tahun 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang mengadopsi
9
sekolah penjajah tersebut. Dalam lembaga ini
Suara Muhammadiyah no. 09/TH.KE-97 1-5 MEI 2012, hlm. 48 Prof, Dr. Azyumardi Azra, MA, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999, hal. 9 10
61
siswa tidak hanya dibekali ilmu agama saja tetapi juga ilmu bumi/ilmu alam. Usaha ini diusahakan untuk mengejar keterpurukan umat Islam. Sejak datangnya kapal Portugis dan kemudian pendudukan penjajahan Belanda, Nusantara (nama Indonesia sebelum merdeka) mengalami kehidupan yang tertindas. Bangsa Belanda mulai menjajah pada tahun 1619 dengan ditandai Jan Pieter Coen menduduki Jakarta yang selanjutnya memperluas wilayah.Tujuan semula bangsa Belanda yaitu mencari rempah-rempah.Yang kemudian berkembang motif sampai ke ekonomi, politik dan agama. Dari sistem penjajah Belanda yang menindas itu maka muncul corak pendidikan pribumi: a. Isolatif-Tradisional Isolatiftradisional disini dalam artian tidak mau menerima apa saja yang berbau barat (kolonial) dan terhambatnya pengaruh pemikiranpemikiran modern dalam Islam. b. Sintesis Sintesis disini yaitu mempertemukan corak lama (pondok pesantren) dan corak baru (model pendidikan kolonial atau Barat) yang berwujud sekolah atau madrasah. Dalam realitasnya corak pemikiran sintesis ini mengandung beberapa variasi pola pendidikan Islam, yaitu: 1) pola pendidikan madrasah mengikuti format pendidikan barat terutama dalam sistem pengajarannya secara klasikal, tetapi isi pendidikan tetap
62
lebih menonjol ilmu-ilmu agama Islam, 2) pola pendidikan madrasah yang mengutamakan pendidikan agama, tetapi pelajaran umum secara terbatas juga diberikan, 3) pola pendidikan madrasah
yang
menggabungkan secara lebih seimbang antara muatan-muatan keagamaan dan non keagamaan, 4) pola pendidikan yang mengikuti pola Gubernement dengan ditambah beberapa mata pelajaran agama, sebagaimana yang dikembangkan oleh sekolah Adabiyah dan Muhammadiyah.11 Pendidikan Agama Islam yang berbentuk lembaga mengalami banyak variasinya. Variasi tersebut di antaranya: 1) Madrasah milik masyarakat, 2) Madrasah menerapkan manajemen berbasis sekolah, 3) Madrasah sebagai lembaga tafaqquh fi din, 4) Madrasah sebagai lembaga kaderisasi dan
mobilitas umat. Pendidikan Islam tipe ini
memiliki ciri bahwa mencari ilmu bernilai ibadah, setiap individu berhak berkembang dalam satu kepribadian dan pertanggungjawaban kepada Allah dan manusia. Pada perkembangan awal pendidikan Islam bersaing dengan sekolah Belanda. Bagi lembaga yang tidak mampu menyesuaikan dengan gubernement maka akan ditutup. Maka waktu itu menjadi tantangan umat Islam tersendiri. Hal ini menuntut umat Islam untuk cerdas.
11
Dr. Muhaimin, M.A, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 80-81
63
K.H. Ahmad Dahlan dalam mensiasati lembaga pendidikan yang didirikan bersama pengurus-pengurus Muhammadiyah supaya tetap beroprasi maka lembaga ini menggunakan dua wajah yakni memadukan kurikulum santri dengan kurikulum buatan pemerintah Belanda. Ahmad Tafsir menuliskan bahwa K.H. Ahmad Dahlan senang berdakwah dan mengajarkan agama di sekolahan. Pada tahun 1911 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah sendiri yang diberi nama sekolah Muhammadiyah. Di sini yang perlu ditegaskan bahwa agama yang diajarkan pastilah agama yang menurut pendapatnya telah terbebas dari khurafat dan bid’ah.12 2. Pendidikan Pada Masa Orde Lama (ORLA) Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan juru bicaranya adalah Sukarno sekaligus diangkat menjadi presiden RI. Pola penyelenggaraan pendidikan tentunya berbeda dengan waktu kolonialis. Pada era ini pastinya sudah mengalami perbaikan. Pendidikan agama Islam mendapat perhatian secara serius dari pemerintah baik lembaga negeri maupun swasta. Lewat Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945 menyebutkan sebagai berikut,” Madrasah dan pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang tidak berurut akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat 12
. Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010, hlm. 217
64
perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.”13 Pendidikan Agama Islam (PAI) setelah lima bulan merdeka, tepatnya 3 Januari 1946 mendapat sentuhan dari pemerintah. Pada tahun tersebut Departemen Agama yang sekarang bermetamorfosis menjadi Kementrian Agama resmi didirikan serta mendirikan dan mengembangkan sekolah PGA (Pendidikan Guru Agama). Lembaga ini bertujuan mencetak tenaga-tenaga profesional keagamaan yang siap mengembangkan sekolah Islam dan madrasah. Ketersediaan yang di suplai oleh lembaga tersebut akan menjamin perkembangan sekolah Islam di Indonesia.14 Dari uraian di atas maka tampak semangat bangsa Indonesia dalam memperhatikan pendidikan agama. Melirik Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila maka menjadi terkesan bahwa bangsa Indonesia adalah negara beragama. Hal ini terbukti dari kalimat, “Berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur maka dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat yang demikian ini sangat bersesuaian dengan ayat pertama suarat al-Nasr sebagai berikut:
13
. DR. Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembanganya, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1992, hlm. 60 14 . Nanang Fatkhurohman, Madrasah Sekolah Terpadu, Plus dan Unggulan, Lidean Hati Pustaka, Depok, 2012, hlm. 45
65
Artinya: apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.15 Pancasila yang dijadikan falsafah bangsa Indonesia dalam sila pertama berbunyi, “Ketuhana Yang Maha Esa.” Sila pertama terlihat seperti ayat pertama surat al-Ikhlas sebgai berikut:
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.16 Kemerdekaan bangsa Indonesia ini menjadi kesadaran pejuang muslim bahwa apa yang diraih adalah pemberian dari Allah. Hal ini menjadi kebanggaan bersama untuk tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Masalah negara ini berdasar Islam atau tidak bukan menjadi persoaalan.Bangsa Indonesia jika masih berdasar UUD 1945 dan Pancasila maka dapat dikatakan negara berjiwa dan bernafas ke-Islaman. Mengenai pertanyaan mengapa jam PAI di sekolah umum sedikit, hal ini ada sejarah panjangnya. Karel A. Steenbring menuliskan bahwa tokoh besar
yang
pemikirannya
mendasari
sikap
Departemen
Pendidikan
Kebudayaan ini adalah Ki.Hajar Dewantara, pimpinan Taman Siswa dan menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama (31 Aguatus–27 November 1945). Dia memandang pendidikan agama terutama hanya sebagai pendidikan
15
. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 603 . Departemen Agama RI, ibid, hlm. 604
16
66
budi pekerti, dan tidak setuju dengan pendidikan agama sebagai pengantar fikih secara umum dalam agama Islam.17 Pada masa ORLA tepatnya tahun 1950 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang yang isinya sebagai berikut: a) Dalam sekolah-sekolah negeri diselenggarakan pelajaran agama; orang tua murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut. 2) Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur melalui ketetapan Mentri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama-sama dengan mentri Agama.18 Apabila
mencermati
kebijakan-kebijakan
di
atas
nampaknya
pemerintah kurang memperhatikan pengajaran agama. Dalam kasus ini sebenarnya Muhammadiyah tidak dirugikan sebab ORMAS ini sudah memiliki lembaga pendidikan yang tersebar ke seluruh Indonesia. Muhammadiyah dapat mengembangkan kurikulum dengan standarisasi pemerintah.
Sekolah-sekolah
Muhammadiyah
sudah
dibekali
dengan
pelajaran Al-Islam dan kemuhammadiyahan. 3. Pendidikan Pada Masa Orde Baru (ORBA) Berhentinya Orde Lama (ORBA) ditandai oleh penumpasan G30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965. Dalam babak ini bangsa Indonesia memasuki babak baru yaitu Orde Baru (ORBA) yang pemegang kendalinya
17
. Karel A. Steenbring, Op.Cit, hlm. 90 .DR. Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Logos Wacana Ilmu, Ciputat, 1997, hlm, 128 18
67
adalah Soeharto. Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan dalam beberapa hal mengenai madrasah bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan secara nasional, tetapi merupakan lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama.19 Dengan berkolaborasi sistem pendidikan Islam dan Barat maka terkesan ada 2 wajah sistem pendidikan di negeri yaitu sekolah umum dan sekolah yang berbasis Islam. Untuk yang sekolah umum tentunya dengan payung KEMDIKNAS sedang yang berbasis agama di bawah naungan KEMENAG. Dualisme pendidikan ini mestinya harus diatasi dengan integralisasi. Namun apa yang diinginkan masih sulit untuk di realisasikan akibat pengaruh sejarah yang sudah mendarah daging. Sebab apabila diamati Bangsa Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu: sekuler, Islami, dan moderat. Upaya untuk sistem sekolah dan pesantren sudah diperjuangkan di Aceh, juga di luar kalangan ulama dan tokoh-tokoh agama dan juga dikalangan pemerintah di luar Kementrian Agama.Dalam pertemuan para ulama Aceh pada bulan November 1967, diusulkan agar kurikulum sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah diselaraskan. Pada tahun 1968 Gubenur
19
. DR. H. Maksum, ibid, Logos Wacana Ilmu, Ciputat, 1997, hlm, 132
68
mengeluarkan keputusan untuk membentuk sebuah komisi, yang bertugas mewujudkan usul yang dikemukakan dalam pertemuan ulama tersebut.20 Menurut
analisis penulis untuk saat ini pemerintah telah sedikit
mengabulkan permintaan tersebut yaitu dengan munculnya Undang-Undang bab V tentang peserta didik pasal 12 ayat 1 poin ke-1,” Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.21Munculnya Undang-Undang ini mungkin akibat pergolakan pendidikan di masa lampau. Sebenarnya apabila umat Islam sepakat untuk integrasi rasanya tidak ada masalah. Namun umat Islam di negeri ini setidaknya seperti tipologi di atas (sekuler, Islami dan moderat). Sehingga untuk saat ini ada kelompok yang mempertahankan seperti saat ini tetapi sebagian yang lain menghendaki perubahan secara fundamental. Muhammadiyah
menghargai
keragaman
masyarakat
Indonesia.
ORMAS yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan ini menempatkan posisi tengah-tengah (moderat). Dalam ‘aqidah Muhammadiyah begitu kental sedang mengenai mua’alah sangat toleran. Sikap yang demikian itu menurut hemat penulis tidak luput dari keteladanan K.H. Ahmad Dahlan. Hal ini
20
Karel A. Steenbring, Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, LP3S, 1991, hlm.225 21 Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, Departemen Agama RI, Jakarta, 2003, hlm. 40
69
terbukti pendidikan di lingkungan Muhammadiyah tidak meninggalkan ilmu umum dan tidak mengesampingkan ilmu agama. 4. Pendidikan Pada Masa Reformasi Setelah tumbangya rezim ORBA pada tahun 1998 maka tampilah kepemimpinan gaya baru. Dalam UUSPN 2003 dinyatakan dalam pasal 1 ayat 2 UUSPN 2003, bahwa: “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.”; pasal 3 UUSPN 2003 yaitu: “Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi mulia, sehat, berilmu, kompeten, terampil, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.22 Untuk melihat apa yang dilakukan Muhammadiyah dalam menyikapi pendidikan pada erareformasi maka, perlu melihat spirit K.H. Ahmad Dahlan dalam merespon tantangan jaman pada masa itu. K.H. Ahmad Dahlan dalam menghadapi politik Belanda yang tidak menguntungkan Islam maka ia membangun sekolah yang bernada sama. Sekolahan model ini tidak kental mengajarkan agama, bahkan dapat dikatakan lebih condong dengan konsep
22
. Departemen Agama RI, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, Derektorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2003, hlm. 35-37
70
Belanda. Sehingga konsep pendidikan yang demikian itu secara politis banyak menguntungkan sebab tidak bersebrangan dengan Belanda.23 Mencermati Undang-Undang yang tertulis pada paragraf satu maka hal itu sudah sejalan dengan harapan umat Islam. Sebab Pancasila, UUD 1945, keanekaragaman budaya
serta tanggap terhadap perubahan zaman adalah
sudah sesuai dengan spirit agama Islam. K.H. Ahmad Dahlan sudah melakukannya pada masa itu. Sekarang gilirannya Muhammadiyah untuk mengaktualkan spirit K.H. Ahmad Dahlan sehingga agama Islam benar-benar mebawa perubahan bangsa Indonesia ke arah yang lebih positif. B. Kajian Kritis Terhadap Perkembangan Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam (PAI) nampaknya selalu bermetamorfosis seiring dengan perkembangan kebijakan stake holder kepemerintahan. Islam adalah agama yang memberi kesejukan untuk setiap apa yang ada sehingga model penyampaiannya (dakwah) dapat ditemui berbagai varian dalam setiap daerah. Adanya ragam dalam menyampaikan Pendidikan Agama Islam (PAI) ini maka Islam akan terus hidup fi kulli zaman wal makan. Karakter Islam adalah lunak tanpa menyusahkan pemeluknya yassiru wala tu’assiru, basyiru wala tunaffiru. Maka Pendidikan Agama Islam sepenuhnya bergantung kepada muslimnya. Muslim satu dengan yang lainya
23
. Mu’arif, Liberalisasi Pendidikan Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa, Pinus, Yogyakarta, 2008, hlm. 51-52
71
dapat dipastikan berbeda dalam menerapkannya. Jalaludin Rumi dalam syairnya yang panjang menceritakan sebagai berikut: Beberapa orang India menaruh seekor gajah dalam ruangan gelap.Karena tidak mungkin melihat gajah dalam kegelapan, orang-orang yang ingin mengetahui binatang luar biasa ini harus merabanya dengan tangan mereka.Orang pertama masuk ke ruang gelap itu dan mereka meraba belalai gajah dan menyatakan, “Makhluk ini adalah seperti pipa air.”Orang berikutnya meraba telinga gajah dan menegaskan, “Tidak.Ia sebuah kipas raksasa.”Orang ketiga meraba kaki gajah dan mengatakan, “Salah itu.Binatang ini menyerupai tiang.”Orang keempat meraba punggung gajah dan menyimpulkan, “Salah sama sekali.Ia seperti singgasana.” Sudut padang yang berbeda melahirkan pendapat yang berbeda. Bila seseorang membawa masuk lilin, mereka semua tentu seperti orang-orang bodoh.24
Dalam kasus-kasus banyak hal Islam ditampilkan sebagaimana pengetahuan pemeluknya. Mark R. Woodward dalam bukunya menjelaskan bahwa slametan pada tradisi Jawa adalah suatu tafsir teori kesatuan mistik sufi, dan bentuk-bentuk kegiatan ritual yang dikerjakan berdasar pada praktek-praktek yang dikaitkan dengan hadist Nabi Muhammad.25 Berdasar kutipan ini maka, K.H. Ahamd Dahlan sebenarnya mengaktualkan metode dakwah pejuang muslim di masa transedental. Apabila Wali Sanga dalam menyebarkan agama Islam lewat budaya pada masa itu yang lambatlaun menjadi sinkretis maka, K.H. Ahmad Dahlan memanfaatkan media sekolahan yang dikelola pemerintah Belanda dengan memasukkan Pendidikan Agama Islam (PAI) ke dalamnya. Selain memberi warna di sekolah Belanda K.H. Ahmad Dahlan juga mendirikan lembaga pendidikan yang arasmenya senada dengan pemerintah Belanda.
24
. Timothy Freke, Hari-Hari Bersama Rumi, Pustaka Hidayah, Bandung, 2003, hlm. 44 . Mark R. Woodward, Islam JawaKesalehan Normatif Versus Kebatinan, LKIS, Yogyakarta, 2006, hlm. 81 25
72
Dari uraian di atas maka maju atau mundurnya Pendidikan Agama Islam (PAI) sepenuhnya berada pada orang Islam (muslim). Orang Islam dituntut untuk selalu aktif, progresif serta positif dalam menyikapi setiap perubahan jaman. Jaman akan senantiasa berubah sedang Pendidikan Agama Islam secara substansi tidak mengalami pergeseran hanya saja metode dan pengemasannya harus selalu segar. Seperti yang telah diupayakan K.H. Ahmad Dahlan dalam tempo yang dahulu adalah merupakan sebuah upaya eksistensi Pendidikan Agama Islam di bumi Nusantara (Indonesia sebelum merdeka). Ziauddin Sardar mengutip dari Zaki Badawi bahwa salah satu penyebab dikotomi sistem pendidikan adalah diterimanya budaya Barat secara totalitas bersama dengan adopsi ilmu pengetahuan dan teknologinya. Mereka yang menganut pandangan tersebut berkeyakinan bahwa kemajuanlah yang penting, bukan agama. Oleh karena itu, kajian agama dibatasi bidangnya, agama hanya membicarakan hubungan individu dengan Tuhannya dan selainnya bukan urusannya.26 Ziauddin Sardar dalam uraian di atas ada benarnya namun dari sisi yang lain juga mengandung kesalahan. Sebab apabila orang Islam tidak mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi maka akibatnya akan selalu melemah. Upaya yang dilakukan untuk menatap wajah jaman selalu baru
26
. Drs. M. Zainuddin, MA, Paradigma Pendidikan Terpadu Menyiapkan Generasi Ulul Albab, UIN Malang Press, 2008, hlm. 29
73
adalah memberikan ruh ke-Islaman dalam sendi-sendi setiap urusan. Hal ini dapat dimungkinkan akan muncul ilmuan ulama ( sains ualma) atau ulama ilmuan (ulama sains). Dalam bahasa lain diungkapkan dengan akan tumbuhnya generasi muslim dengan jiwa iman dan taqwa (IMTAQ) serta penguasaan ilmu teknologi (IMTEK) yang mantap.
C. Penerapan Pencerahan Pendidikan Agama Islam K.H. Ahmad Dahlan K.H. Ahmad Dahlan dalam menyikapi adanya imperialis Belanda tidak tampil sebagai tokoh antagonis secara frontal. Sikap arif dikedepankan dalam rangka mencari solusi yang terbaik. K.H. Ahmad Dahlan menjadikan lawan sebagai mitra dalam memajukan anak bangsa. Hal ini terbukti dari kegiatannya mengajar di beberapa sekolah gubernement Belanda. Sikap inklusif yang memancar dari K.H. Ahmad Dahlan dapat meluluhkan lawan dengan tanpa peperangan yang melibatkan aktivitas badan. Sebagaimana
Muhammad
Abduh
yang
ingin
mengembalikan
kemurnian Islam dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah maka K.H. Ahmad Dahlan juga berusaha dalam hal yang sama. Menurut K.H. Ahmad Dahlan dengan mengkaji al-Qur’an dan al-Sunnah maka kejayaan Islam dapat terwujud. Sehingga dalam pencerahan Pendidikan Agama Islam (PAI) K.H. Ahmad Dahlan menempatkan dan menekankan hati suci dan fikiran sehat. Semangat hidupnya yang demikian akibat terpengaruh tasawuf. Pelaku
74
tasawuf adalah sufi yang menyebutkan bahwa akar kata ini berasal dari kalita shafa dengan kandungan makna suci.27 Gaya hidup sufi K.H. Ahmad Dahlan ini tidak diwujudkan dengan pasif terhadap takdir sebagaimana pemahaman umum bahwa pemicu keterbelakangan umat
Islam adalah tasawuf. K.H. Ahmad Dahlan
menampilkan tasawuf dengan model aktif, progresif dan positif. Hal ini telihat dari semangat perjuangannya dalam rangka menunjukkan Islam adalah agama adidaya yang tidak sebatas konsep namun juga implementasinya. Dalam mengawali langkah kejayaan Islam K.H. Ahmad Dahlan mengkaji Al-Qur’an dan mempraktikkanya. Salah satu contoh karya besarnya adalah lahirnya Amal Usaha Muhammadiyah yang sekarang terus lahir di berbagai penjuru tanah air Indonesia. Keteladanan yang dapat diambil dari semangat perjuangan K.H. Ahmad Dahlan adalah selalu bersikap terbuka atas perkembangan jaman. Umat Islam tidak selayaknya memusuhi orang lain yang beda agama lantaran kalah saing dalam memajukan ilmu di muka bumi ini. Hal itu seharusnya menjadi motivasi untuk selalu belajar dan berbuat dalam berkarya yang positif.
27
. Al- Hujwiri, Kasyful Mahjub Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf, Mizan, Bandung, 1995, hlm. 40
BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah menelusuri dari bab-bab di atas, maka tulisan ini menyimpulkan sebagai berikut: 1. Kondisi Sosiokultural K.H. Ahmad Dahlan Kondisi sosiokultural yang melingkupi kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dapat dirinci sebagai berikut: a. Lokal Secara lokal umat Islam sedang terselimuti kabut hitam yang berupa belenggu bid’ah, tahayul, khurafat. Hal ini akibat pendidikan yang belum maju dan hanya mengikuti leluhur. b. Nasional Secara nasional umat Islam Nusantara (nama Indonesia sebelum merdeka) sedang terjajah oleh bangsa Belanda yang mengakibatkan kekurangan pangan dan keterbelakangan mental. Hal ini menyababkan tidak sadarnya tentang kemampuan dirinya. c. Internasional Secara internasional umat Islam mengalami kemunduran sejak runtuhnya dinasti Abasiyah. Hal ini menyebabkan umat Islam hanya
76
berdiam diri tidak mampu mengadakan perlawanan atas cengkraman bangsa Barat. 2. Metode yang digunakan K.H. Ahmad Dahlan dalam memperbaiki Pendidikan Agama Islam K.H. Ahmad Dahlan dalam memperbaiki Pendidikan Agama Islam menempuh jalan sebagai berikut: a. Memanfaatkan hati suci dan akal sehat. b. Kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadis dalam bidang aqidah ibadah mahdhah (puritan). c. Memberikan pemahaman, penafsiran yang terbuka dan berkemajuan sesuai perkembangan masyarakat dalam bidang muamalah, sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan (modern) . d. Mempelajari al-Qur’an dengan telaah yang mendalam kemudian diamalkan dalam praksis social (modernism). 3. Implementasi Pencerahan Pendidikan Agama Islam Yang Dibangun K.H. Ahmad Dahlan a. Umat Islam harus siap dengan adanya perubahan jaman. b. Umat Islam harus bersikap inklusif supaya tidak seperti katak dalam tempurung.
77
c. Umat Islam harus pandai dalam menyikapi politik lokal, nasional bahkan global B. Saran Saran yang penulis bangun dalam kesempatan lembar ini meliputi dua lembaga yaitu kepada Muhammadiyah ( ORMAS warisan K.H. Ahmad Dahlan) sendiri dan terhadap pemerintah. Khusus kepada Muhammadiyah harus selalu siap dalam menghadapi perubahan jaman sebagaimana pendirinya yang piawai dalam berpolitik sehingga PAI dapat diajarkan di sekolah Belanda. Pemerintah yang pelakunya mayoritas umat Islam maka senantiasa mengupayakan PAI secara strategis dan politis dapat berlangsung di dunia pendidikan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Al-Hujwiri, Kasyful Mahjub Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf, Bandung: Mizan, 1995. Al-Bukhari, Abu Abdillaah Muhammad bin Ismal bin Ibrahim, Sahih Bukhari, Bairud: DarulFikri, Juz III, tt. Alfian, Muhammadiyah The Political Behavior Of A Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1989. al-Khatib, As’ad, Allahu Akbar Etos Jihad Kaum Sufi,Jakarta: Serambi, 2003. Al-Shobuni, Muhammad Ali,Shofatu Al-TafassirTafsir Lil Qu’anJuz III Arifin, Tatang M,Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: CV. Rajawli, 1990. As-Syarbini, Muhammad bin Ahmad Al-Khotib, As-Sirajul Munir Fil I’anati ‘Ala Ma’rifati Ba’dhi Ma’ani Kalami Rabbinal Hakimil Khobir Juz I, Kairo, Mesir: Bulaq Al-Amiriyah, tt Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Bekker, Anton, dan A. haris, Metode Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1990. Dahlan, KH. Ahmad, Kesatuan Hidup Manusia, HB. Muhammadiyah Majlis Taman Pustaka, 1923. Damami, Mohammad, Akar Gerakan Muhammadiyah, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2000. Darban, Ahmad Adaby, Sejarah Kauman Menguak Identitas Kampung Kauman, Yogyakarta: Tarawang, 2000. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003. Fatkhurohman, Nanang, Madrasah Sekolah Terpadu, Plus dan Unggulan, Lidean Hati Depok: Pustaka, 2012. Freke, Timothy, Hari-Hari Bersama Rumi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2003.
79
Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Renika Jakarta: Cipta, 1986. Hadi, Sutrisno, Metode Research Jilid I, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, 1981. Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan 7 Falsafah& 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, Yogyakarta: LPI PPM, 2008. Hammbal, Imam Ahmad bin Musnat Imam Ahmad bin Hambal Jilid II, Beirut: Darul Fikri, 1978. Hariri, Didik L, Jejak Sang Pencerah, Jakarta Selatan: Best Media, 2010. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, tt. Hefner, Robert W. dkk, Api Pembaharuan Kiai Ahmad Dahlan, Yogyakarta: Multi Presindo, 2008. Indonesia, Majlis Ulama, Sejarah Umat Islam Indonesia, 1991. Kumpulan Lagu Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah Maarif, Ahmad Syafii, Al-Qur’an dan Realitas Umat, Jakarta Selatan: Republika, 2010. Maksum, Sejarah dan Perkembanganya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1992. Mansur, Peradaban Islam dalam Lintas Sejarah, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2004. Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Mulkhan, Munir, Abdul, Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan Dalam Hikmah Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010. Mulkhan, Munir, Abdul, Makrifat Burung Surga dan Ilmu Kasampurnan Syekh Siti Jenar, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006. Mulkhan, Munir, Abdul, Menggugat Muhammadiyah, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2000.
80
Muryanto, Sri, Ajaran Manunggaling Kawula Gusti, Yogyakarta: Krteasi Wacana, 2007 Nasir, Moh, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995. Natarata, Panji, Serat Syekh Siti Jenar, Surakarta: Rekso Pustaka Mangkunegaran, 1981. Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, Ciputat: Quantum Teaching, 2005. Nugraha, Adi, K.H. Ahmad Dahlan (Biografi Singkat 1869-1923), Jogjakarta: ARRUZZ MEDIA, 2009. Rahmat, Jalaludin, Islam Alternatif Ceramah-Ceramah di Kampus, Bandung: Mizan, 1991. Shariati, Ali, Tugas Cendekiawan Muslim, Jakarta: Srigunting, 2001. Steenbring, Karel A, Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, LP3S, 1991. Suara, Muhammadiyah, no. 09/TH.KE-97 1-5 MEI 2012. Syoedja’, Haji Muhammad, 1882 -1962, Kiyai Haji Ahmad Dahlan Cerita Tentang Catatan Haji Muhammad Syoedja’ Winarno, Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung: Tarsito, 1989. Woodward, Mark R, Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, Yogyakarta: LKIS, 2006. Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1996. Yusuf, Yunan dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: Dikdasmen PP Muhammadiyah dan PT Raja Grafindo Persada, 2005. Zainuddin, M, Paradigma Pendidikan Terpadu Menyiapkan Generasi Ulul Albab, Malang: UIN Malang Press, 2008.