Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
PENATAAN KAWASAN KONSEP MANGROVE DENGAN KONSEP ECOTOURISM; STUDI KASUS: MUARAGEMBONG, KABUPATEN BEKASI Intan Nurul Fajriah¹ dan B. Irwan Wipranata² 1
Jurusan Tenik Perencanaan Wilayah Kota, Universitas Tarumanagara, Jl. Jend S. Parman No.1 Jakarta 11440 Email:
[email protected] 2 Jurusan Tenik Perencanaan Wilayah Kota, Universitas Tarumanagara, Jl. Jend S. Parman No.1 Jakarta 11440 Email:
[email protected] ABSTRAK Kecamatan Muaragembong merupakan satu-satunya kecamatan di Kabupaten Bekasi yang memiliki garis pantai dengan Hutan Mangrove di dalamnya. Pemanfaatan Hutan Mangrove untuk dijadikan konsep objek pariwisata (Ecotourism/ekowisata) sangat cocok dilakukan saat ini, karena saat ini para wisatawan memilih untuk melakukan kegiatan wisata yang didalamnya terkandung unsur pendidikan dan konservasi. Ecotourism merupakan konsep yang menggabungkan kepentingan industri pariwisata dengan kelestarian lingkungan, sosial dan budaya. Tujuan utama dalam penelitian ini, yaitu (1) Mengetahui Potensi, kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di Kawasan Mangrove Muaragembong, (2) Merencanakan konsep dan masterplan penataan kawasan Mangrove Muaragembong dalam mendukung pengembangan ekowisata. Data yang digunakan dalam melakukan perencanaan ini terbagi menjadi dua yaitu data primer berupa survei lapangan, wawancara dan penyebaran kuesioner serta data sekunder berupa buku referensi yang berasal dari perpustakaan maupun dokumen pemerintah dan data benchmarking. Penelitian ini dilakukan dengan enam tahapan analisis yaitu analisis kebijakan, analisis daya dukung lingkungan, analisis lokasi & tapak, analisis benchmarking, analisis persepsi masyarakat dan analisis kebutuhan ruang. Hasil dari penelitian adalah bentuk Masterplan kawasan Mangrove Muaragembong yang dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Masterplan Kawasan terbagi kedalam tiga zona, yaitu zona inti, zona penyangga, dan zona pemanfaat dengan program kegiatan yang ditawaran adalah kegiatan konservasi, edukasi dan rekreasi. Hal penting lainnya dalam penelitian ini adalah adanya peran masyarakat dalam kegiatan ecotourism yang terlihat dengan adanya bentuk partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penataan kawasan Mangrove Muaragembong. Kata Kunci: Ecotourism, Wisata, Penataan, Mangrove
1. PENDAHULUAN Pemanfaatan Kawasan Mangrove untuk dijadikan konsep objek pariwisata sangat cocok dilakukan saat ini, karena adanya pergeseran tren kunjungan wisatawan. Menurut Fandeli (2002), pergeseran minat wisata melahirkan perkembangan pariwisata alam ke arah pola wisata ekologis dan wisata minat khusus (special interest tourism atau alternatif tourism). Wisatawan yang berkunjung lebih memilih jenis wisata dengan unsur pendidikan dan konservasi, konsep yang sangat tepat dalam pengembangan untuk menata Kawasan ini adalah konsep ecotourism/ekowisata. Dimana konsep tersebut merupakan konsep yang menggabungkan kelestarian lingkungan, sosial dan budaya masyarakat setempat dengan kepentingan industri pariwisata. Kabupaten Bekasi saat ini lebih diunggulkan dalam bidang perindustrian dan pertanian padahal di dalam visi Kabupaten Bekasi sendiri terdapat kata pariwisata di dalamnya. Keberadaan Kabupaten Bekasi yang berada dekat dengan Kota Jakarta harusnya bisa di manfaatkan dengan baik untuk mengembangkan potensi pariwisata yang dimiliki. Kecamatan Muaragembong merupakan merupakan satu-satunya kecamatan di Kabupaten Bekasi yang memiliki garis pantai dengan Kawasan Mangrove di dalamnya. Desa Pantai Mekar dan Desa Pantai Sederhana merupakan Desa di Kecamatan Muaragembong yang memiliki Hutan Mangrove yang bisa menjadi potensi wisata, selain itu Mangrove juga memiliki fungsi yang bisa PLG-36
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
dijadikan sebagai pengendali naiknya permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan, sebagai kawasan penyangga bagi wilayah sekitarnya, melindungi garis pantai agar terhindar dari erosi dan abrasi. Namun saat ini Hutan Mangrove yang ada memiliki kondisi yang tidak terurus, banyak Hutan Mangrove rusak karena berubah menjadi area. Berdasarkan RTRW 2011-2031 Kabupaten Bekasi dan RDTR Kecamatan Muaragembong 2011-2031 dan telah disebutkan juga didalam RIPARDA 2010-2025 Kabupaten Bekasi bahwa fungsi Hutan Mangrove yang ada di wilayah Muaragembong sebagai area konservasi. Meskipun telah direncanakan sebagai kawasan yang memiliki potensi wisata oleh pemerintah Kabupaten Bekasi, namun sampai saat ini penataannyaa belum dilakukan. Infrastruktur yang kurang baik menjadi permasalahan dalam pengembangan pariwisata di Desa Pantai Mekar dan Desa Pantai Sederhana khususnya di Kawasan HutanMangrove. Menurut laporan akhir RIPPARDA Kabupaten Bekasi tahun 2010 – 2025 terdapat beberapa faktor kendala pengembangan yaitu seperti infrastruktur jalan yang baik baru melayani 50% dari panjang yang tersedia, infrastruktur lainnya masih kurang memadai (sistem persampahan, sistem drainase, air bersih dan telekomunikasi). Terjadinya penurunan kondisi Hutan Mangrove yang tidak terlepas dari permasalahan fisik seperti alih fungsi lahan yang berubah menjadi permukiman warga yang beraktifitas sebagai nelayan, hal ini yang membuat Kawasan Hutan Mangrove yang sebenarnya merupakan area konservasi terancam kondisinya karena aktifitas yang dilakukan di dalam Kawasan Hutan tersebut. Struktur kawasan Hutan Mangrove yang dipisahkan oleh sungai yang membelah Hutan Mangrove di kedua Desa tersebut menjadi sangat menarik untuk dijadikan sebagai objek wisata.Maka dari itu perlunya penataan kawasan Mangrove sebagai kawasan konservasi yang mendukung konsep ecotourism. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi potensi, kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di Kawasan Mangrove Muaragembong. 2. Merencanakan konsep dan masterplan penataan kawasan Mangrove Muaragembong dalam mendukung pengembangan ecotourism.. 2.
KAJIAN PUSTAKA: ECOTOURISM, KONSEP PENATAAN KAWASAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN Saat ini dalam merencanakan sebuah pengembangan perlu memperhatikan isu-isu yang sedang berkembang yaitu isu lingkungan, isu peran serta masyarakat dan isu keberlanjutan (sustainability). Ketiga isu yang saling berkaitan satu sama lain tersebut menjadi tantangan bagi perencana untuk menciptakan sebuah kawasan wisata yang habitable dengan lingkungan alam sekitarnya, dapat tumbuh sustainable dalam keseimbangan antara lingkungan, sosial dan budaya setempat. Prinsip yang harus dipegang oleh perencana yaitu bahwa kondisi alami yang ada dan telah berkembang harus didukung dengan konsep rencana yang sarat dengan usaha perlindungan lingkungan. Konsep yang baik digunakan dalam melakukan perencanaan sebuah kawasan yang didalamnya terdapat kawasan konservasi dan permukiman masyarakat adalah ecotourism dengan ciri khas yang diperlihatkan dari konsep ecotourism (ekowisata) adalah penggunaan tiga unsur yang sangat penting di dalam konsep ekowisata yang dapat menghasilkan suatu pesona keindahan dan keseimbangan lingkungan yang sangat menarik. Menurut Jamie A. Seba (2012) dasar dalam pengembangan konsep ekowisata harus memenuhi unsur konservasi, ekonomi, dan partisipasi yang saling terintegrasi dalam memberikan citra pariwisata yang berkelanjutan. Menurut World Tourism Organization (2002), Ekowisata berarti bentuk pariwisata yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
PLG-37
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
1.
Pariwisata berbasis alam di mana motivasi utama para wisatawan adalah untuk observasi dan apresiasi terhadap alam serta budaya tradisional yang berlaku di daerah tersebut, 2. Bersifat edukasi, 3. Meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan alam dan sosial budaya. 4. Mendukung pemeliharaan daerah alami yang digunakan sebagai atraksi ekowisata, menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, organisasi dan pemerintah daerah dalam mengelola alam dengan tujuan konservasi, menyediakan lapangan kerja alternatif dan peluang pendapatan bagi masyarakat lokal, serta meningkatkan kesadaran terhadap pelestarian aset alam dan budaya, baik di kalangan penduduk setempat dan wisatawan. Dari point-point yang telah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan pada gambar bagan dibawah ini yang menjelaskan mengenai produk ekowisata dalam pasar wisata secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Bagan Produk Ekowisata dalam Pasar Wisata Gambar diatas menjelaskan bahwa ekowisata merupakan produk wisata yang menggabungkan unsur wisata budaya, wisata rural dan wisata alam. Dalam pasar wisata, konsep ekowisata merupakan konsep yang menggabungkan ketiga wisata tersebut dan mencerminkan sebuah produk wisata yang berkelanjutan. Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi dan Pariwisata (2009) dalam merencanakan sebuah kawasan ekowisata maka perlu diperhatikan prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dan konservasi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip konservasi (keberlanjutan ekowisata dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan) Menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi dalam hal ini adalah Hutan Mangrove. Menurut Tomlison (1994) Mangrove sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai ekosistem. 2. Prinsip partisipasi masyarakat (pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan) Berbagi manfaat dari upaya konservasi secara layak (terutama bagi masyarakat yang lahan dan sumberdaya alamnya berada di kawasan yang dilindungi) dan berkontribusi pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai sejarah yang tinggiMembantu pola pengelolaan yang adil dan efektif terutama di daerah dimana ekowisata merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat. Peran masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat adalah satkeholder utama dan akan mendapatkan manfaat secara langsung dari pengembangan dan pengelolaan ekowisata. 3. Prinsip edukasi Memiliki tujuan untuk memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal. Memberi pengetahuan mengenai ekosistem mangrove yang memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan. 4. Prinsip konservasi dan wisata (pengembangan dan penerapan rencana tapak dan kerangka kerja pengelolaan lokasi ekowisata)
PLG-38
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
Ekowisata adalah pilihan yang diperlukan saat ini dan merupakan bentuk terbaik dari pariwisata berkelanjutan, hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah Menurut (Spillane, 1994) suatu objek wisata atau destinasi harus meliputi lima unsur penting agar wisatawan dapat merasa puas dalam menikmati perjalanannya yaitu atraksi, untuk menarik wisatawan, fasilitas, infrastruktur, transportasi, Hospitality (keramahtamahan). ekowisata memberi perhatian pada pembangunan ekonomi destinasi pariwisata dan peningkatan taraf hidup warga setempat. Merubah sudut pandang para wisatawan tentang gaya hidup dan lingkungan dapat diubah melalui kegiatan ekowisata, dan kesadaran melindungi sumber daya dan lingkungan dapat ditingkatkan. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dipertimbangkan sebagai penelitian perencanaan, dimana akan melakukan perencanaan terhadap penataan Kawasan Mangrove di Muaragembong sebagai Kawasan ekowisata. Penelitian ini mengidentifikasi dan merencanakan penataan Kawasan ekowisata yang berbasis pada partisipasi masyarakat, ekonomi lokal dan konservasi. Penelitian ini dilakukan dengan memadukan antara pendekatan deskriptif dan kualtatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Metode pengumpulan primer dilakukan dengan cara survey lapangan, wawancara yang dilakukan kepada Camat Muaragembong, kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bekasi, Kepala Bappeda Kabupaten Bekasi dan Masyarakat setempat, penyebaran kuesioner kepada para pengunjung dari Taman Wisata Alam Pantai Indah Kapuk (PIK). yang dijadikan acuan sukses penataan untuk penataan kawasan Mangrove di Muaragembong. Sedangkan untuk metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengunjungi instansi terkait, melalui internet dan studi literatur. Penelitian perencanaan Kawasan Mangrove Muaragembong sebagai Kawasan ekowisata memiliki enam tahapan analisis yaitu analisis kebijakan, analisis daya dukung lingkungan, analisis lokasi & tapak, analsis persepsi masyarakat, analisis benchmarking, dan analisis kebutuhan ruang. Untuk melakukan ke enam analisis tersebut menggunakan beberapa alat analisis yaitu deskriptif, SWOT, Overlay, Benchmarking, dan Crosstab. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum wilayah Kecamatan Muaragembong Kecamatan Muaragembong berada pada posisi 6º00’-6º05’ Lintang Selatan dan 106º57’-107º02’ Bujur Timur. Kecamatan Muaragembong memiliki luas wilayah sebesar 14.00 Km2 dan merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bekasi dan memiliki hutan mangrove. Secara administrasi Kecamatan Muaragembong terdiri dari 6 desa yaitu: (1) Desa Pantai Bahagia, (2) Desa Pantai Mekar, (3) Desa Pantai Bahagia, (4) Desa Pantai Bakti, (5) Desa Pantai Harapan Jaya, (6) Desa Jayasakti. Lokasi penelitian ini di dua wilayah Desa yaitu untuk kawasan mangrove bagian utara berada di wilayah administratif Desa Pantai Sederhana sedangkan untuk kawasan mangrove bagian selatan berada di wilayah admistratif Desa Pantai Mekar. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
PLG-39
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Kawasan Mangrove Muaragembong Lokasi penelitian ini berada di dua wilayah Desa dengan luas total wilayah penelitian adalah sebesar 98,3 Ha. Kawasan Mangrove tersebut dibelah oleh sungai yang bernama anak sungai Citarum dimana muara dari sungai tersebut langsung ke Teluk Jakarta. Kawasan Mangrove terdapat 3 jenis penggunaan lahan yang berbeda yaitu 5,9 Ha area permukiman nelayan yang berada di sepanjang sungai. 92,4 Ha merupakan area hutan Mangrove. Kondisi permukiman yang ada di dalam kawasan Mnagrove Muaragembong dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Permukiman dan Hutan Mangrove di Kawasan Mangrove Muaragembong Kondisi permukiman di dalam Kawasan memiiki jenis bangunan permanen dan semi permanen yang didirikan sendiri oleh para warga yang bermatapencaharian nelayan di sekitar Kawasan Mangrove. Permukiman tersebut berada di sepanjang sungai dengan status lahan permukiman nelayan tersebut merupakan tanah garapan. Permukiman tersebut banyak yang didirikan diatas lahan yang awalnya merupakan area Mangrove. Pohon Mangrove yang ada masih sangat rindang tetapi tidak sedikit yang kondisinya mengalami kerusakan akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai. Kondisi Hutan Mangrove dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hutan Mangrove di Kawasan Mangrove Muaragembong PLG-40
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
Hutan Mangrove dikawasan tersebut merupakan milik Perum Perhutani (Perusahaan Umum Kehutananan Negara). Pohon Mangrove yang ada di dalam kawasan memiliki ciri-ciri akar tunjang yang besar dan berkayu dan sudah sangat tinggi. Hutan Mangrove di Kawasan tersebut berbatasan langsung dengan teluk Jakarta sehingga air yang ada di dalam kawasan mangrove tersebut merupakan air asin dengan arus yang cukup tenang. Analisa ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong Hal yang paling utama yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sebuah kawasan wisata adalah peraturan kebijakan pemerintah terhadap kawasan tersebut. Kebijakan penataan ruang dan strategi penataan ruang untuk Kecamatan Muaragembong Menurut RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011- 2031 adalah peningkatan potensi sumber daya alam dan buatan pengembangan wanafarma, ekowisata dan agroforestry. Pengembangan ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong juga didukung dengan kebijakan Perda Provinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung yang mengatakan pemanfaatan kawasan lindung dapat dilakukan secara terbatas untuk kegiatan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan ekowisata. kebijakan-kebijakan lainnya yang berkaitan dengan Kawasan Mangrove Muaragembong yang akan direncakana sebagai kawasan ekowisata adalah perlunya diperhatikan hal-hal seperti ini: 1. Pengembalian fungsi kawasan Mangrove Muaragembong sebagai wilayah konservasi, rehabilitasi serta pemulihan kawasan lindung. 2. Pemanfaatan Kawasan Mangrove Muaragembong sesuai dengan potensi yang dimiliki yaitu sebagai kawasan wisata berkonsep ekowisata agar tetap menjaga keanekaragaman hayati atau tidak merubah fungsi lindungnya. 3. Peningkatan aksesibilitas dari dan menuju daerah tujuan wisata. Seperti, perbaikan jalan serta penyediaan rambu dan prasarana transportasi pendukung. 4. Peningkatan peran serta masyarakat dalam mengembangkan kawasan wisata di Muaragembong. Kawasan Muaragembong termasuk kedalam kawasan non budidaya atau kawasan yang harus dikonservasi, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata dan pembangunannya harus di perhatikan dengan ketat. Kawasan Mangrove Muaragembong memiliki aksesibilitas yang mudah untuk dijangkau. Jalan menuju objek studi hanya dapat dijangkau melalui satu jalan yaitu melalui jalan raya Muaragembong. Kondisi jaringan jalan yang kurang mendukung baik dari kualitas aspal yang rusak serta dari segi lebar jalan yang sangat sempit. Kawasan Mangrove Muaragembong berada pada lokasi yang tidak terlalu strategis karena lokasinya berada di sisi utara Kabupaten dan jauh dari pusat kegiatan jarak Muaragembong ± 32 Km dari terminal cikarang, 31 Km dari stasiun Cikarang, ± 56 dari Kota Jababeka, dan dari Kota Jakarta jarak berjarak adalah ± 80 Km. Tabel 1. Karakteristik Lokasi dan Tapak Berdasarkan Faktor Internal dan Eksternal Strenghts - S Weaknesses - W Luas Hutan Mangrove yang Luas Jauh dari pusat kegiatan Sarana dan prasarana yang kurang Tempat penjualan ikan rawa alami memadai Kondisi Hutan Mangrove Sumber Daya Manusia yang masih Faktor memungkinkan untuk dijadikan area rendah Internal trecking dan memancing Kaya flora dan fauna Banjir rob yang terjadi secara periodik Memiliki keunikan budaya lokal Pendanaan dan promosi yang kurang Kegiatan para nelayan dapat dijadikan Belum ada dinas terkait yang atraksi wisata menangani sektor pariwisata
PLG-41
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
Opportunities - O Wisata dengan minat khusus
Faktor eksternal
Wisata alam hutan yang juga dapat dikembangkan sebagai wisata budaya Satu-satunya wilayah di Kabupaten Bekasi yang memiliki garis pantai dan daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki Hutan Mangrove terbesar Menjadi area konservasi Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Dukungan stakeholder
Belum adanya peraturan daerah yang terkait dengan pengembangan pariwisata Kurangnya infrastruktur yang menunjang aksesibilitas menuju Kawasan mangrove Muaragembong Threats - T Penduduk asli yang masih sungkan terhadap wisatawan Pengeksplorasian lahan hutan Mangrove yang tidak terkontrol Kalah bersaing dengan kawasan wisata lain yang memiliki variasi wisata yang lengkap, mudah terjangkau, maupun sarana dan prasarana yang lengkap.
Persepsi masyarakat mengenai penerapan Konsep ekowisata di kawasan Mangrove Muaragembong yaitu perlu direncanakan sebagai kawasan yang dinikmati dalam satu hari tanpa perlu menginap di kawasan wisata karena wisata dengan long day trip atau menginap di tempat wisata tidak terlalu diminati oleh para wisatawan, peningkatan infrastruktur jalan yang menunjang, seperti perbaikan jalan, penambahan fasilitas pendukung jalan serta membuat trayek angkutan baru yang langsung menuju ke kawasan Mangrove Muaragembong. Melakukan promosi untuk mengenalkan Kawasan Mangrove Muaragembong sebagai kawasan ekowisata melalui media yang paling efektif. Menyediakan fasilitas pendukung kegaiatan wisata serta melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan wisata, agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarat setempat. Konsep rancangan Pembagian zonasi yang digunakan dalam melakukan penataan kawasan konservasi sebagai kawasan ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong melalui beberapa pertimbangan yaitu kerapatan Mangrove, Daya dukung lahan dari kawasan mangrove (kawasan budidaya dan non budidaya) dan area yang terkena banjir. Ketiga pertimbangan tersebut maka dihasilkan kriteria dari masing-masing zonasi. Tabel 2. Arahan zonasi Kawasan Mangrove Muaragembong Zona inti Zona penyangga Zona pemanfaat Zona I Zona II Zona III Tingkat kerentanan ekosistem Tingkat kerentanan Intervensi pengunjung sangat tinggi ekosistem tinggi tinggi kegiatan proteksi alam keanekaragaman hayati kegiatan proteksi alam mangrove mangrove rendah Keanekaragaman hayati adanya lahan untuk keanekaragaman hayati tinggi rendah fasilitas pendukung PLG-42
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
kegiatan proteksi alam mangrove intervensi pengunjung rendah
intervensi pengunjung rendah Intervensi bangunan rendah
adanya intervensi bangunan Adanya kegiatan wisata
tidak ada intervensi bangunan Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing zona beserta luas lahan terbangun dan lahan yang dapat dikembangkan. a. Zona I Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa zona I merupakan zona dengan luas area yang paling besar yaitu sebesar 54,2 Ha. Kondisi eksisting di dalam zona I terdapat hutan mangrove dan permukiman nelayan seluas ±10 ha dengan jumlah unit rumah sebanyak ±60 unit. Permukiman nelayan ini dalam perencanaan masterplan Kawasan Mangrove Muaragembong dengan konsep ekowisata akan di relokasi dan di tata pada zona III karena zona I merupakan area konservasi inti dan tidak diperbolehkan adanya bangunan yang berkegiatan tinggi. b. Zona II Pengembangan akan dilakukan juga pada zona dua. Sebagai zona penyangga dari kawasan inti dengan luas area 38 ha. Pada zona ini juga terdapat permukiman nelayan seluas 5433 m² dan dibiarkan tanpa reloksi serta kegiatan yang akan dilakukan tidak boleh merusak lingkungan. Pengembangan yang dilakukan pada zona ini lebih dikhususkan untuk area rekreasi konservasi. Area rekreasi konservasi pada zona dua akan terdapat beberapa bangunan yang mendukung kegiatan tersebut antara lain seperti berikut ini: A. Area pembibitan dan penanaman Mangrove. B. Saung edukasi mangrove C. Anjung pandang D. Area cottage apung E. Area trecking hutan mangrove F. Area trecking sepeda c. Zona III Zona tiga merupakan zona pemanfaat sehingga dapat dikembangan lebih lanjut karena zona tersebut akan diarahkan menjadi zona dengan intervensi pengunjung yang tinggi. Yang dimaksud dengan dapat dikembangkan lebih lanjut adalah zona tiga ini akan dibangun fasilitas inti yang mendukung kegiatan ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong. Pengembangan yang dilakukan pada zona tiga atau zona pemanfaat ini dilakukan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan, pengembangannya akan dibagi pada beberapa sub zona sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Berikut ini merupakan sub zona yang akan dikembangkan pada zona tiga: a. Sub zona A Sub zona A dikembangkan menjadi zona penerima yang di dalamnya terdapat pusat fasilitas utama. Di dalam sub zona ini akan ditempatkan gate masuk, pusat informasi, dermaga utama, kantor pengelola, parkir, toilet umum, fasilitas keamanan, tempat penyewaan sepeda, dan kios-kios. b. Sub Zona B Sub zona B dikembangkan menjadi zona rekreeasi dan akomodasi seperti homestay, gazebo-gazebo, dan area outbond. c. Sub zona C
PLG-43
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
Sub zona C akan dikembangkan menjadi zona rekreasi Desa yang didalamnya akan ada area pemukiman nelayan yang merupakan permukiman eksisting dan permukiman nelayan dari zona I yang akan ditata, area penjemuran ikan, area pelelangan ikan, dermaga perahu nelayan. Rencana Kawasan Mangrove Muaragembong sebgai kawasan ekowisata yaitu pengembalian fungsi teknis Kawasan Mangrove dan pemanfaatannya sebagai kawasan ekowisata. Untuk dapat lebih jelas melihat penataan tapak kawasan Mangrove Muaragembong sebagai kawasan ekowisata dapat dilihat pada Gambar 5 yang merupakan masterplan penataan Kawasan ekowisata.
Gambar 5. Peta Masterplan Rancangan Kawasan Ekowisata Mangrove Muaragembong Dari masterplan tersebut dapat dilihat bahwa zona yang paling banyak dibangun adalah zona III yang berfungsi sebagai zona penerima atau zona pemanfaat. Sedangkan pada zona I dan zona II merupakan area konservasi yang peruntukannya dalam kegiatan wisata adalah untuk menikmati pemandangan hutan mangrove. Berdasar pada konsep, Pembagian ruang yang dilakukan dalam perancangan masterplan juga melihat dari aktifitas ekowisata yang diusulkan dalam perencanaan. Berikut ini merupakan bagan aktifitas wisata yang sesuai konsep ekowisata yang diterapkan dalam perencanaan penataan Kawasan Mangrove Muaragembong.
Gambar 6. Konsep Aktifitas di dalam Kawasan Mangrove Muaragembong
PLG-44
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
Sesuai dengan bagan diatas, maka perencanaan kegiatan wisata Kawasan ekowisata Mangrove dapat dilihat pada pendekatan perencanaan dibawah ini: 1. Penataan kawasan Mangrove Muaragembong sebagai Kawasan Lindung atau Kawasan Konservasi dan dikembangan sebagai kawasan ekowisata. 2. Menjadikan masyarakat setempat sebagai penyedia jasa wisata dan sebagai objek atraksi wisata (kegiatan bernelayan, mengolah ikan dan pembuatan perahu). 3. Masterplan kawasan ekowisata Mangrove Muaragembong terbagi pada tiga zona, yaitu zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan dengan kegiatan wisata yang berbeda. Zona I (Zona Inti) merupakan Zona Konservasi Kegiatan wisata: jelajah Hutan Mangrove. Zona II (Zona Penyangga) merupakan Zona rekreasi konservasi. Kegiatan wisata: jelajah Hutan Mangrove, treking sepeda, memantau satwa langka. Zona pemanfaatan atau zona III merupakan zona rekreasi utama atau zona penerima. Kegiatan wisata: jelajah Desa Nelayan, outbond, treking sepeda. 4. Desain penataan masterplan Kawasan Mangrove Muaragembong tidak merubah kondisi fisik kawasan dan kondisi sosia budaya masyarakat setempat. Pembangunan bangunan di Kawasan Mangrove Muaragembong menggunakan materialmaterial yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan. Jumlah pengunjung kawasan Mangrove Muaragembong di usulkan untuk dibatasi sebanyak 500 Orang/hari agar tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. 5. Perbaikan Infrastruktur prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekowisata Perbaikan jalan serta penambahan marka jalan (penerangan dan petunjuk jalan). Penambahan sarana wisata (toilet, tempat sampah, tempat makan, dsb) agar menunjang kawasan ekowisata Mangrove Muaragembong. 5. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat dua kesimpulan besar dalam penenilitian ini yaitu: 1. Kawasan Mangrove Muaragembong memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati dan dapat menjadi potensi sebagai kawasan ekowisata, yang mengedepankan kawasan Konservasi Mangrove. Keadaan sosial masyarakat setempat yang berprofesi sebagai nelayan dengan ekonomi lokal yang rendah, di dalam perencanaan penataan kawasan ekowisata Mangrove ini kegiatan para nelayan setempat dapat menjadi atraksi wisata dan dapat menaikan ekonomi lokal untuk masyarakat setempat di dalam Kawasan Mangrove Muaragembong. Penataan kawasan Mangrove dalam mendukung konsep ecoutourism menawarkan sebuah pemikiran tentang identitas yang ada pada karakter kawasan setempat, dimana budaya nelayan serta Hutan Mangove yang ada di kawasan tersebut menjadi alat dalam mewujudkan visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. 2. Masterplan Kawasan Mangrove Muaragembong terbagi kedalam 3 zona yaitu zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaat. Zona inti merupakan zona konservasi Hutan Mangrove, zona penyangga yang merupakan zona konservasi yang bisa digunakan sebagai zona rekreasi Hutan Mangrove dan zona pemanfaat yang merupakan zona penerima atau zona dengan aktifitas pengunjung yang tinggi yang di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan wisata. 6. DAFTAR PUSTAKA Fandeli, C. (2002). Perencanaan Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gajahmada, Yogyakarta. PLG-45
Seminar Nasional Teknologi dan Sains (SNTS) II 2016 Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat Jakarta, 23-24 Agustus 2016
Seba, J. A. (2012). Ecotourism and Sustainable: New Perspective and Studies. Apple Academic Press, Inc., Canada. Spillane, J. (1994). Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Kanisius, Yogyakarta: Tomlison, P. B. (1994). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge. Kementrian Pariwisata.. (2009). Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi, Jakarta. World Tourism Organization. (2002). The British Ecotourism Market (English version). UNWTO, England.
PLG-46