PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN DALAM OBAT DAN MAl(ANAN YANG DIPERDAGANGl(AN (l(AJIAN HUKUM ISLAM) ··
Oleh AFIFUDDIN 103043127944 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 l\1/1429 H
PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN DALAM OBAT DAN MAKANAN YANG DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari' ah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Satjana I-Iukum Islam (S. H. I) Oleh:
AFIFUDDIN NIM. 103043127944 Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembirr.l::>ing II
Euis Amal a. M. Ag. NIP.150 264
Barnbang a S., S.H., M.H. N . 150 293 226
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN HUKUM FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M/1429 H
KATAPENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah swt, atas segala rahmat, inayah dan karnnia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini yang berjudul "PENANGGULANGAN MASALAH PEMALSUAN DALAM OBAT DAN MAKANAN YANG DIPERDAGANGKAN (KAJIAN HUKUM ISLAM)". Sholawat
serta salam kepada makhluk Allah yang sempurna sekaligus kekasih-Nya, baginda Nabi besar Muhammad saw yang telah menghantarkan alam ini dari zaman kegelapan hingga menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Procli Perbandingan Madzhab dan Hukum, konsentrasi Perbandingan Mazhab dan Fiqh, Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam N egeri S yarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengncapkan banyak-banyak terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu dalam memberikan saran-saran, motivasi dan arahan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di antaranya ucapan terimakasih tersebut ditujukan kepada: 1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Prof. Dr.
Komaruddin Hidayat. 2. Dekan Fakultas Syari'ah dan I-Iukum; Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Drs. H.M. Amin Suma, S.H., MA., MM.
DAFTARISI
Hal KATA PENGANTAR. ......................................................................................... i DAFTAR 181 ........................................................ :............................................... iii BABI
PENDARULUAN
A. Latar Belakang............ ...... .......... ............................................ . 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 7
D. Metode Penelitian ..................................................................... 8 E. Sistematika Pembahasan ........................................................... 12
BABU
JUAL BELi DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Jual Be ti . ... .......... . ........ ........ ... ........... ..... ........... 14 B. Macam-Macam Jual Beli .......................................................... 18 C. Hak Memilih dalam Jual Beli .................................................... 23
D. Jual Beli Tedarang .................................................................... 25
BABIU
MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF DALAM OBAT DANMAKANAN
A. Penyalahgunaan Formalin
dan
Zat
Makanan. .........................................
Adiktif Lainnya
pada
.................................. 31
B. Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan Mudharatnya serta Motivasi Dalam Penggunaannya ................. 34 C. Macam-Macam Zat Kimia Berbahaya untuk Dikonsumsi dan Aki bat yang Ditimbulkan .......................................................... 41 D. Tujuan Pembentukan Undang-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalam Islam ................................... 44 E. Aspek Hukuman Bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan .... 64
BAB IV
UPA YA
DALAM
PENANGGULANGAN
MASALAII
PEMALSUAN JUAL BELi OBAT DAN MAKANAN
A. Analisis terhadap Kasus-Kasus di BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan Obat dan Makarian .. ... ... ..... .... ..... .. .. .. .... ... ........ .. ....... 76 B. Penguatan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-
Undang Pidana .. ... ... ..... .. ... .... ... ... .. ... .. ... ....... .... ... .. .. ... ...... ... ........ 88 C. Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi Kepada Masyarakat dengan Data yang Konkrit .... .. ... ... ... .. ....... ... .. .... ....... .... ... ... .. ... .. . 91
BABV
PENUTUP
A.
Kesimpulan .............. .. ........ ........ .... ......... .. ................ ............... 99
B.
Saran-saran............................................................................... 10 1
DAFTARPUSTAKA .............................................................................................. 103 LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB!
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kill-IP) bisa dikatakan sebagai "kitab suci" bagi para advokat, hakim, jaksa, polisi, akademisi, serta para mahasiswa hukum. KUHP merupakan panduan ba1:,>i mereka untuk menentukan apakah suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan, dan pelakunya pantas dihukum atas perbuatan tersebut atau tidak. Tidak dapat dipungkiri, selama puluhan tahun bahkan sampai kini, Indonesia belum memiliki KUHP sendiri. KUHP yang digunakan di Indonesia masih merupakan KUHP waiisan daii pemerintahan Hindia Belanda (Wetboek van Stafrecht). Telah diketahui bersama bahwa dalam KillIP di dalamnya membahas kurang Iebih
masalah-masalah
yang
menjurus
kepada
hal-hal
yang
berbau
kejahatan/kriminal, seperti pembunuhan, pengancaman, pemerkosaan, penipuan dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kejahatan yang sekarang makin banyak lagi bentuk-bentuknya. Oleh karena itu penulis sangat tertarilk: pada kasus pemalsuan barang-barang kebutuhan pokok/vital, seperti yang sekarang sangat dilk:hawatirkan para konsmnen dalain memilih obat dan makanan, yang sudah banyak dijadikan modus pemalsuan. Bahan-bahan pokok tersebut di antaranya seperti ikan (kakap merah) yang disepuh dengan pewarna baju dan pada obat-obatan sudah banyak sekali yang melakukan pemalsuan dengan memakai nama merek obat terkenal tersebut. Semua ini berdampak bukan hanya saja pada kerugian materiil semata,
tetapi yang lebih penting akibatnya terhadap kesehatan dan keselamatan para konsumen itu sendiri. Penulis juga mempertanyakan dimana letak kekuatan serta keefektifan dari KUHP sendiri. Padahal dalam syari' at Islam tel ah banyak sekali dalil-dalil yang intinya sangat memperhatikan kemashlahatan dan menjaga manusia dari kemudharatan yang dapat mengakibatkan kerusakan di muka bumi ini. Salah satunya yang meajelaskan dan memerintahkan kita dalam ha! pemiagaan, agar kita jangan sampai melakukan segala sesuatu yang bersifat memgikan orang lain. Dalam ayat yang lain Allah memerintahkan kita supaya memakan makanan yang halal/baik, dan Ia pun telah menjelaskan makanan yang dihararnkan-Nya. Seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 172-173 dan surat An-Nisa ayat 29 :
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka ticlak acla closa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al·Baqarah: 172-173)
Dalam surat An-Nisa dijelaskan :
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (An-Nisa: 29) Dalam kehidupan sehari-hari kita memang tidak dapat lepas dari aktivitas jual beli. Sebab dari aktivitas tersebut kita dapat memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk kebutuhan pribadi maupun untuk kebutuhan rumah tangga, sekaligus dalam kegiatan jual beli tersebut dijadikan sebagai sarana interaksi antar sesama dari hiruk pikuknya kehidupan kota yang serha dinamis. Namun sesuai dengan perkembangan zaman dan tingkat kompetisi kehidupan yang semakin tinggi, jika diperhatikan akhir-akhir ini banyak sekali prilaku dari oknum-oknum pedagang yang dengan sengaja melakukan kecurangan-kecurangan bahkan pemalsuan, demi keuntungan yang ia peroleh tanpa memikirkan dampak dari apa yang telah ia perbuat. Dalam melakukan pemalsuan terhadap obyek-obyek vital, seperti apa yang telah diungkap di atas, mereka melak-ukannya terhadap makanan seperti ikan, makanan ringan seperti kerupuk dan masih banyak lagi bahan-bahan kebutuhan pokok yang mereka jadikan modus pemalsuan, contoh lain seperti me1tjual bakso memakai daging tikus dan babi, bahkan mereka sudah berani melakukan pemalsuan terhadap obat-obatan yang seharusnya sangat dilindungi
oleh pihak-pihak terkait. Masih banyak lagi pemalsuan-pemalsuan yang dilakukan oleh oknum-oknum pedagang. Namun semua itu terjadi bukan semata-mata karena oknum- pedagang tersebut ingin mengeruk keuntungan yang berlipat dari usahanya melakukan pemalsuan tersebut. Kalau ingin melihat kebelakang, bahwa sebab-sebab banyak terjadinya tindak pidana yang belakangan ini mudah sekali terjadi karena ada beberapa faktor yang rnempengaruhinya, dan kita tidak bisa serta merta menyalabkan sepenuhnya kepada si pelaku., walau memang perbuatannya tersebut melanggar hukum yang berlaku. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacammacam sebab. Sebab-sebab tersebut dapat berasal dari masyarakat itu sendiri (sebab-sebab intern) maupun dari luar masyarakat tersebut (sebab-sebab ekstem). Sebab-sebab intern dapat berupa pertambahan atau berkurangnya penduduk; penemuan-penemuan baru; pertentangan (conflict); atau mungkin karena terjadinya suatu revolusi. Sebab-sebab ekstem mencakup apa-apa yang berasal dari lingkungan alam fisik. 1 Tidak bisa dipungkiri bahwa sejak runtuhnya orde lama sampai sekarang orde baru, bangsa ini terns mengalarni keterpurukan disebabkan salah satu warisan orde lama yaitu hutang-hutang yang sangat berlimpah kepada negara-negara asing.Tak hanya itu, para pelaku koropsi dan para pejabat "kotor" yang sampai sekarang masih tetap tenang berada di atas angin tanpa tersentuh oleh hukun1
1
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Ed 1-16, h. 112.
yang sesunggnhnya. Terpuruknya bangsa ini sangat dirasakan oleh rak:yat kecil yang hanya bisa pasrah kepada keadaan. Salah satu penyebab dari maraknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi adalah faktor ekonorni yang bermula dari banyaknya tindakan pemecatan terhadap karyawan dan susahnya mencari lapangan pekerjaan yang layak. Di Jakarta misalnya, tercatat sebanyak 605.924 orang usia kerja tidak memiliki pekerjaan. Dari jumlah tersebut sebanyak 261.612 pengangguran atau 40% di antaranya korban dari penmtusan hubungan kerja (PHK). 2 Itu terjadi pada .beberapa tahun silam, mungkin sekarang bisa bertambah beberapa kali lipat jumlahnya mengingat banyaknya tindak kriminal belakangan ini, yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi yang semakin hari semakin mencekik leher. Salah satu contoh kasus penipuan obat yang terjadi di jalan Ekor Kuning, Pluit, Jakarta Utara. Sebuah rumah yang dijadikan sebagai tempat memproduksi (pabrik) berbagai obat bermerek yang diduga palsu digerebek polisi. Obat yang diproduksi meliputi obat pereda rasa sakit, anti alergi, obat tradisional asam urat dan flu tulang. Dari penggerebekan itu, lalu polisi menangkap tiga orang sebagai pelakunya. Selain itu, polisi juga menyita sejumlah dokumen dan melakukan penyelidikan sehubungan dengan keabsahan dokumen tersebut, dan mengungkap adanya dugaan pemalsuan dalam produksi obat yang dijual pahrik tersebut ke masyarakat
"Metropolitan, Pengangguran Potensial Tingkatkan 1/ndak K~jahatan ", Kompas, Jakarta., Jurn'at 29 November 2002. 2
UTA~\
GERPUSTAKAAN \ ' U!N SYAh!D JAK)\RTA.. I
,
umum. Untuk menghindar darl Kecungaan aparat, pabrik obat tersebut semula berkamuflase sebagai pabrik pennen. Produksi obat tersebut sudah diperkirakan setahun berjalan.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Dalam masalah jual beli, baik itu dalam huknm Islan1 maupun hukunl positif banyak sekali Undang-Undang yang telah ada yang untuk mengatur jalannya praktek jual beli itu sesuai dengan yang diharapkan. Seperti Undang-Undang Pidana pasal 386, UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, UU No. 23 tahun 1992 pasal 82 ayat 2 dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Tetapi walaupun sudah banyak aturan yang mengaturnya, masih saja ada dari oknum pedagang yang melanggar aturan-aturan tersebut. Diantara pedagang/pelaku usaha akhir-akhir ini sering melakukan pemalsuan dengan memasukan zat-zat berbahaya pada obat dan makanan. Dalam melakukan perbuatan pidana tersebut mereka melakukannya dengan mencampurkan zat-zat berbahaya tersebut kedalam makanan seperti mie basah, tahu dan ikan. Tetapi ada juga yang melakukannya dengan cara memasukan zat berbahaya tersebut kedalam obat yang sebenarnya sangat dilarang dalam pemakaiannya. Pada masalah yang cukup menarik dan terhitung kasus baru yang sekarang sedang gempar-gemparnya ini, kiranya penulis ingin membatasi mengenai apa saja yang sekiranya akan dibahas dalam penulisan ini. Dalan1 membatasi penulisan ini, penulis lebih menekankan kepada kasus-kasus, kepastian hukunl bagi seseorang yang melakukan tindak pidana pemalsuan terhadap obat dan
makanan yang setiap saat dapat dikonsmnsi oleh masyarakat, serta solusi juga strategi yang dianggap tepat bagi penyelesaian kasus tersebut. Sesuai dengan latar belakang yang penulis ajukan, maka perlu adanya perumusan masalah yang menjadi sasaran penulisan. Adapun pennasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana praktek pemalsuan obat dan makanan dalam jual beli?
2. Zat-zat apa saja yang kerap digunakan sebagai bahan campuran obat dan makanan? 3. Hukmnan apakah yang akan diterima para pelaku pemalsuan obat dan makanan menurut hukum positif dan hukum Islam ? 4. Bagaimanakah solusi dan strategi yang tepat dalam upaya meminimalisir kasus pemalsuan obat dan makanan? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini, adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui berbagai macam praktek pemalsuan obat dan makanan yang selama ini beredar. 2. Mengidentifikasi zat-zat berbahaya yang sering dijadikan campuran pada obat dan makanan. 3. Mengetahui hukmnan bagi pelaku pemalsuan obat dan makanan menurut hukum positif dan hukmn Islam. 4. Menganalisis solusi dan strategi dalam upaya meminimalisir kasus pemalsuan obat dan makanan.
Dalam penulisan ini terdapat dua kegunaan. Di antaranya kegunaan tersebut ada yang bersifat "akademis", yang di dalamnya mengungkap dan menguraikan tentang bagaimana sebenarnya kegiatan jual beli yang seharusnya dan tidak melanggar hukum serta fenomena-fenomena yang terjadi belakangan ini yang kontradiksi dengan apa yang menjadi sunnatullah dan segala etika yang seharusnya kita terapkan dalam kehidupan pribadi kita khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan semakin banyalmya oknum-oknum pedagang yang semakin berani melakukan penipuan, terutama pada produk obat-obatan dan makanan yang otomatis dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri. Dan untuk manfaat yang kedua adalab manfaat yang bersifat "praktis ", yang secara langsung memberikan gambaran dan solusi kepada para pibak yang terkait, dalam ha! ini adalab pemerintab dan segenap staf-stafnya agar secara sigap menangani masalab ini dan menuntaskannya dengan jalan memberikan solusi terbaik, seperti memperknat serta menerapkanlmenjalankan Undang-Undang (pidana dan perlindungan konsumen) dan memberikan kepastian hukurn bagi para pelakn pemalsuan tersebut. Tidak ada penelitian tanpa adanya sebuab obyek, oleh karena itu penuiis dalam menuangkan ide-idenya menggunakan penelitian yang bersifat studi kasus, yang lebih menekankan kepada kasus-kasus yang ada di suatu lembaga-lembaga yang terkait dengan judul tulisan tersebut, ditambah dengan data pustaka sebagai data pelengkap. Dalam hal ini yang menjadi obyek dalam penulisan ini adalah:
Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang terletak di
n. Percetakan Negara No.
23 Jakarta. D. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian lni Berupa :
Dalam penulisan skripsi ini, penulis rnenggunakan rnetode yang berjenis penelitian yuridis atau legal, yang secara umurn adalah bagian dari jenis-jenis penelitian sejarah yang terbagi empat yaitu : Penelitian sejarah komparatif, Penelitian yuridis atau legal, Penelitian biografis dan Penelitian bibliografis. 3 Namun penulis hanya rnenekankan pada penelitian yuridis atau legal, yaitu: metode yang digunakan untuk menyelidiki hal-hal yang menyangkut masalah hukum pada masa sekarang. Oleh karena itu penelitian jenis ini dinamakan penelitian yuridis. Bukan hanya menggunakan metode penelitian yuridis, tetapi penulis menggunakan pula metode studi atau penelitian komparatif, yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode yang bersifat deskriptif, yaitu sebuah penelitian yang bertujuan memberikan garnbaran sebenamya yang terjadi di lapangan, atau dapat pula dikatakan suatu penelitian pada sskslompok rnanusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.4 Tujuan dari
3
4
Moh. Nazir, Metode Pe11e/itia11, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003), Cet Kelima, h. 52. Ibid., h. 54.
penelitian deskriptif ini adalah untuk mernbuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
5
2. Sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut : Sebagaimana telah lazim diketahui bahwa di dalam sebuah penelitian, datadata yang diperoleh dibedakan dari cara kita memperolehnya. Data tersebut ada yang dapat diperoleh langsung dari rnasyarakat dan ada yang diperoleh dari bahan pustaka. Yang pertama disebut data primer atau data dasar (primary data atau
basic data) dan yang kedua dinamakan data sekunder (secondary data). Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yaitu perilaku warga masyarakat, melalui penelitian. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan seterusnya. 6 Pada penelitian ini, penulis membatasi penggunaan sumber data yakni menggunakan sumber data yang kedua yaitu data sekunder (secondary data), karena melihat penelitian yang penulis tulis adalal1 penelitian hukum yang dapat dibatasi pada penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka saja. 7 Oleh karena itu penulis mendapatkan sumber data melalui buku-bulrn (library research), dan hasil-hasil penelitian yang bersifat laporan, dokumen-dokumen resmi yang didapatkan langsung dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. 'Ibid.., It. 53. 6
7
Soerjono Soekanto, J>engantar J>enelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), Cet 3, h. 11.
Ibid.., h. 66.
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, seperti yang penulis lakukan dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup: a. Penelitian terhadap asas-asas hukum b. Penelitian terhadap sistematika hukum c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandinga.n hukum e. Sejarah hukum
8
3. Teknik pengumpulan data
Pada penulisan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang bersifat hukum normatif (/.,gal research), yang hanya merupakan studi dokumen, yang sumb.:r-sumber datanya memakai data sekunder yang berupa peratura.nperaturan, perunda.ng-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori-teori hukurn, dan pendapat-pendapat sarjana hukum terkemuka. Itu pula sebabnya peuulis menggunakan analisis secara kualitatif (analisis normatif-kualitatif) karena data yang diperoleh bersifat kualitatif. 9
• Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pene/itim1 Hulam1 Normatif Suatu TinjmUI11 Singkat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet 5, h. 13. 9 Rianto Adi, Metodologi Pene/itian Sosial dan Hula1m (Jakarta: Granit, 2004), Ed Pertama, h. 92.
4. Teknik analisis data Analisis data terdiri dari
analisis kuantitatif dan kualitatif. Dalam
menganalisis data kuantitatif, data yang berbentuk angka dan dihitung untuk mengetahui jawaban masalah yang diteliti.. Sebaliknya, data kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka. Dilibat dari sifat datanya tadi, analisis dibedakan menjadi analisis yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Namun disini penulis menggnnakan tekuik analisis kualitatif, yaitu analisis pada data-data yang tidak hisa dihitung, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus ( sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris). 10 Penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum.
E. Sistematika Penulisan Penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bah ditambab dengan data kepustakaan sebagai baban rujukan, dengan sistematika s•~bagai berikut : 1. Bab pertama yaitu Pendabuluan yang terdiri dari : (1) Latar belakang masalab; (2) Pembatasan dan Perumusan Masalah; (3) Tujuan dan Kegnnaan Penelitian; (4) Metode Penelitian; ( 5) Sistematika Penulisan.. 2. Bab kedua di dalamnya membahas mengenai : (I) Pengertian jual beli; (2) Macam-macam Jual Beli; (3) Hak pilih dalam jual beli; (4) Jual Beli Terlarang. '°Ibid.., h. 128.
3. Bab ketiga di dalamnya membahas mengenai: (1) Pe11yalahgunaan Formalin dan Zat Adik:tif Lainnya pada Obat dan Makanan; (2) Makanan Berbahan Formalin Ditinjau dari Aspek Manfaat dan Mudharatnya serta Motivasi dalam Penggunaannya, (3) Macam-macam Zat Berbahaya yang Berada dalam Obat dan Makanan serta Akibat yang Ditimbulkanuya (4) Tujuan Pembentukan Undang-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalarn Islam; (5) Aspek Hukuman bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan. 4. Bab keempat menerangkan rnengenai: Upaya dalam Penanggulangan Masalah Pemalsuan Jual Beli Obat dan Makanan: (1) Analisis terhadap Kasus-kasus di BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan Obat dan Makanan; (2) Penguatan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pidana (3) Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi kepada Masyarakat dengan Data yang Konkrit.
5. Bab kelirna berisi kesimpulan-kesimpulan dari penulisan skripsi ini dan saransaran kepada pihak-pihak terkait yang bertujuan sebagai rnasukan agar bisa lebih baik kedepannya.
BAB.II JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUiruM ISLAM
A. Pengertian Jual Beli Adapun yang dimaksud dengan jual beli atau "perikatan", ialah: Suatu
hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang /ainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan tersebut. 1 Dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1457 dikatakan, bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 2 Dalam suatu perjanjian, diperlukannya syarat-syarat yang harus dipenuhi. Seperti apa yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada pasal 1320, seperti: I. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu ha! tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. 3
1
Subekti, Pokok-Poknk Hu/mm Perdata (Jakarta: PT. Intennasa, 2003), Cet 31, h. 122. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-·Undang Hukum Perdata (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), Cet 34 (edisi revisi), h. 366. 3 Ibid. h. 339. 2
Jual beli dalam hukum Islam mengandung beberapa definisi. Ada yang menurut istilah bahasa (etimologi) ada yang menurut istilah (terminologi). Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai', al-Tijarah dan alMubadalah, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Fathir, ayat 29:
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menajkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi ". (Fathir: 29) Dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman:
Artinya: "Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan /antaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkanjual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya".
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan; 2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan syara'; 3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf), dengan ijab 4
dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara' .
Di atas disebutkan berulang kali "Sesuai dengan syara'", yang dimaksud dengan sesuai dengan syara' (sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dalam hal ini baik itu hukum Islam ataupun hukum negara) adalah: memenuhi segala persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat atau rukun--rukun tersebut tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara' dan bisa mengakibatkan jual beli tersebut batal. Dalam jual beli ada syarat dan rukunnya, yang menjadikan jual beli itu suatu kegiatan yang bermanfaat, terlebih adanya suatu aturan yang bisa memberikan suatu keputusan apakah jual beli itu sah atau tidak dan apakah jual beli tersebut baik di mata hukum atau malah melanggar ketentuan hukum yang mengatumya. Adapun rukun-rukun dalam jual beli adalah sebagai berikut: 4
Hendi Suhendi, FiqhMuamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, W. 67.
a. Akad (ijab qabul); b. Orang yang berakad (penjual dan pembeli); dan c. Ma'kud alaih (obyek akad/barangnya). Sedangkan syarat-syarat jual beli yang berkaitan pula dengan rukunrukunnya diatas adalah: 1) Syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut: a) Jangan ada pemisah antara penjual dan pembeli, baik itu dalarn hal ijab qabul sendiri (pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya), rnaupun dalarn hal tempat mereka bertransaksi. b) Jangan diselingi kata-kata lain diantara ijab dan qabul. 5 2) Syarat-syarat orang yang berakad diantaranya: a) Baligh (dewasa). b) Berakal dan dapat mem:..edakan (memilih antara yang baik dan tidak). Akad orang gila, orang mabuk, anak kecil yang belum bisa membedakan (memilih) tidak sah. Jika anak kecil yang sudah dapat membedakan (memilih) dinyatakan valid (sah), dan kevalidannya tergantung kepada izin walinya, dalam hal ini orang
tua
atau keluarga. Namun jika ada seseorang yang
terkadang sadar dan tidak, maka untuk setiap akad yang ia lakukan dianggap valid (sah) jika ia dalam keadaan sadar saja. 6
49.
5
Ibid., h. 71.
6
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12 (te1j) Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: PT. Al-Ma'arit), h.
c) Beragama Islam, syarat ini dikhususkan pada pembeli saja dalam benda-benda tertentu (dahulu), misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang bukan beragarna Islam, sebitb besar kemungkinan sang pembeli akan merendahkan si abid yang beragama Islam tersebut.7 3) Sedangkan syarat-syarat barang yang akan diakadkan, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Barangnya diharuskan barang yang bersih.
2) Dapat dimanfaatkan. 3) Milik orang yang melakukan akad.
4) Mampu menyerahkannya. 5) Mengetahui (wujud barang).
6) Barangnya harus sudah ada saat akad. 8 B. Macam-Macam Jual Beli Dalam hukum Islam maupun hukum positif terdapat pembagian mengenai macam-macam jual beli. Narnun yang lebih ditekankan terdapat dalarn hukum Islam yang secara tegas membagi jual beli itu kepada beberapa bentuk, terutama jika ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli, yang dikemukakan oleh Imam Taqiyuddin diantaranya:
7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, h. 71. ' Sabiq, Fikih Sunnah 12, h. 49.
1
~1 !
'
PERPUSTAKAAN UTAMA LJIN SYAHID JAKARTA
I
·~~~~~~~~·
1. Jual beli benda yang nyata/kelihatan, yaitu: jual beli yang pada waktu akadnya barang yang akan diakadkan/diperjual belikan ada didepan penjual dan pembeli. 2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjmljian ialab: jual beli
salam (pesanan). Dasar hukum dan cara jual beli ini terdapat dalam firman Allah SWT, surat al-Baqarab ayat 282:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. danjangan/ah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menu/is, dan hendak/ah orang yang berhutang itu mengimla-kan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimla-kan, maka hendaklah walin:ya mengimla-kan dengan jujur, dan persaksikan/ah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; danjanganlah kamujemu menulis hutang ilu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayamya, yang demikian itu, lebih adil di sis_i Allah dan lebih menguatkan persaksian dan Jebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulis/ah mu'amalahmu itu}, kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika} kamu tidak menulisnya, dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya ha! itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu ".
Fuqaha sepakat bahwa salam itu untuk semua barang yang ditakar atau ditimbang; berdasarkan hadits shahih yang terkenal dari Ibnu Abbas r.a. Ia berkata: '
i!.J)\'.il\ _J uj1)~ ,,l\
»~I\
. ', ' ' 1· -~ " , .u:uJI : t ..- 4.JlC
~ ~ (..)~
f"" _J
,,
(""'"""-' , -
~I
t - • .~I\ , • ~ 1.5"!""' ~
r~ ;).'.i ~ < n)'.,,~u9 ~I(:,:..:~_, 4.,Jk .&I~ ~I (j_,..,,.J Jlli
(r-b_, '5.)u..,JI ~ftl) .r_,.t..:. ~I .)J i_,.t..:. i;,;):,:, Artinya: "Nabi SAW dacang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang mengadakan sa/am pada tamar (anggur) untuk jangka waktu dua dan tiga tahun. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Barangsiapa mengutangkan, hendak/ah ia tnengulangkan dalam hatga yang diketahui (jelas) dan timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas) ''. (HR. Bukhari dan Muslim)9 Dalam sa/arn berlaku semua syarat jual beli, namun dalam jual beli ini terdapat beberapa tambahan syarat yang harus dipenuhi kedua belah pihak, diantaranya:
9
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mtljtahid, Analisa Fiqih Para Mtljtahid 3 (terj}, Imam Ghazali Said, Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), Cet II, h. 16.
a. Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau pembeli, baik berupa barang yang ditakar, ditimbang, atau barang yang diukur. b. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi maupun memperendah harga barang tersebut. Pada intinya harus disebutkan semua identitas dari barang tersebut oleh orang yang ahli dalam bidang tersebut. Dalam ha! ini termasuk kualitas barang itu. c. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapatkan dipasar. d. Harga hendaknya dipegang ditempat akad berlangsung. 10 3. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat. Jual beli seperti ini yang dilarang dalam Islam karena barang yang akan diperjual belikan tidak tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari hasil yang tidak dibenarkan oleh hukum seperti mencuri ataupun dari barang yang dititipkan yang akhirnya akan menimbulkan kerugian salah satu kedua belah pihak. Dalam hukum positif juga ada berbagai macam perikatan, seperti dalam hukum Islam. Di antara macam-macam perikatan tersebut, diantaranya: a. Perikatan
bersyarat
(voorwaardelijk)
adalah:
Suatu
perikatan
yang
digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. 10
Hendi Suhendi, FiqhMuamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, h. 76.
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling). Perbedaan suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah: kalau suatu syarat adalah berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, namun kalau suatu ketetapan adalah suatu hal pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan akan datangnya, seperti kematian seseorang. c. Perikatan yang di dalamnya diperbolehkan untuk memilih bila didalamnya terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair), adalah suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Tetapi perikatan seperti ini belakangan jaraug terjadi. e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi. Apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergautung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakikatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjaujian. Persoalan dapat dibagi atau tidaknya suatu perikatan barulah tarnpil dimuka apabila salah satu
dari pihak tersebut digantikan oleh orang lain. Biasanya hal ini terjadi apabila salah satu pihak meninggal dunia yang digantikan oleh ahli warisnya. Namun apabila tidak ada perjanjian sebelumnya antara pihak tersebut, maka perikatan tersebut tidak boleh dibagi-bagi.
f. Perikatan dengan penetapan hukuman. Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam prak:tek banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukwnan, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu, yang sebenamya merupakan suatu pembayaran kerugian yang telah ditetapkan semula oleh para pembuat perjanjian. 11 C. Hak Memilih dalam Jual Beli Dalam jual beli dalam Islam, diperbolehkan memilih, apakah akan meneruskanjual beli tersebut atau membatalkannya. Khiar itu terbagi tiga macam yaitu: L Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada dalam satu tempat (majelis), khiar majelis boleh dilakukan dalam berbagai jual beli. Rasulullah SAW, bersabda:
Artinya: "Penjual dan pembeli boleh khiar selama be/um berpisah" (HR. Bukhari dan Muslim) Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiar majelis tidak berlaku lagi (batal).
11
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet 31, h. 128.
2. Khiar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata "saya jual rumah ini dengan harga 100.000.000,00 dengan syarat khiar selama tiga hari". Rasulullah SAW, bersabda:
Artinya: "Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam" (Riwayat Baihaqi) 3. Khiar 'aib, artinya dalam setiap jual beli itu disyaratkan suatu kesempurnaan benda-benda yang telah dibeli, seperti seseorang berkata "saya beli mobil ini seharga sekian, tetapi apabila pada mobil ini terdapat cacat maka saya akan kembalikan", seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a, bahwa seseorang telah membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada diri si budak tersebut kecacatan, lalu diadukan11ya kepada Rasul, maka budak tersebut dikembalikan pada penjual. 12 Me11genai masa khiar, bagi fuqaha yang membolehkannya, menurut Malik pada dasarnya tidak ada batasan tertentu, melainkan ditentukan berdasarkan besar kecilnya keperluan, dengan memandang kepada macam--macam11ya barang. Dengan demikian, masa tersebut berbeda-beda menurut perbedaan barang yang dijual. Secara ringkas, Malik tidak membolehkan masa yang panjang yang dapat memisahkan pemilihan barang yang dijual Syafi'i dan Abu Hanifah herpendapat. 12
Hendi Suhendi, Fiqh Muama/ah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Ed 1-2, ti. 83.
bahwa masa khiar itu tiga hari tidak boleh lebih dari itu. Sedangkan Ahmad, Abu Yusuf clan Muhammad bin Hasan berpendapat bahwa khiar dibolehkan hingga 13 masa yang telah disyaratkan. Dawud juga mengemukakan bal serupa.
Dalam hukum positif-pun ada hak memilih bagi konsumen (pembeli) apabila dalam jual beli tersebut tidak sesuai dengan yang telah menjadi perjanjian sebelumnya atau dalam barang tersebut ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh si pembeli. Dalam hukum positif hak memilih ini masuk kedalam perikatan yang membolehkan bagi si pembeli untuk memilih, apakah
akan diteruskan atau dibatalkan. Hal ini senada dengan pasal 1267 KUH PL-rdata: "Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak lain untuk memenuhi perjanjian ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya kerugian dan bunga". D. Jual Beli Terlarang Dalam setiap jual beli hukum asalnya adalah halallboleb, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275:
Artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ". (AlBaqarah:275)
13
Ibnu Rusyd, Bidayahtl Mujtahid, Analisa Fiqih Para Mujtahid 3 (terj), Imam Ghazali Said, Achmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani,2002), Cet II, h. 36.
Tetapi pada kenyataannya banyak daripada pedagang/pelakn usaha yang melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti telah di ungkap sebelumnya mereka memasukan dan mencampurkan obat dan makanan dengan zat berbahaya. Hal tersebut membuat jual beli yang tadinya dihalalkan oleh Allah menjadi suatu yang dilarang atau bahkan diharamkan. Karena dengan menjual barang dengan kcadaan yang seperti itu, sudah barang tentu membahayakan pembeli. Hal tersebut sangat dilarang dalam Islam, karena dapat membuat dharar/bahaya yang sangat besar. Oleh karena itu dalam Islam terbagi ke dalam beberapa bentuk jual beli yang dilarang/terlarang dan batal hukumnya, diantaranya:
l. Barang yang dihukumi najis oleh agama, seperti an3mg, babi, berhala (patung), bangkai dan khamar (minun1an keras/beralkohol), Rasulullah SAW bersabda:
~Y.. llY,,j:J Ai1
ul (Jli F-' ~ .&1 ~ , .111 JY,.:J ;::ir .i..lc Ai1 ~_) Y.4- 0Cc~
_, (.£_;~1 bi_,_;) fl.J,.,.,,~_, iiJ.y...\l:J ~1;J1::, J.1..11 &.
Artinya: "Dari Jabir r.a, Rasu/ullah SAW: bersabda, Sesungglmya Allah dan Rasul-Nya telah menglzaramkan menjual arak (minuman keras), bangkai, babi dan berhala (patung) ". (Riwayat Bukhari dan Muslim) 2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan domba betina agar memperoleh turunan. Jual beli ini haram hukurnnya. 3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak.
4. Jual bell dengan muhaaqalah. Haaqalah berarti tanah, sawab, dan kebun Maksud muhaaqalah di sini ialah me1tjual hasil tanam-tanaman yang masih berada di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang karena ada persangkaan riba di dalamnya, karena tidak adanya kejelasan dan kepastian (gharar).
5. Jual beli dengan mukhadarah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untnk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lain sebagainya. Hal ini dilarang karena barangnya masih samar, karena mw1gkin saja bWlh tersebut jatuh tertiup angin kencang atau hujan sebelum diambil oleh si pembelinya. 6. Jual beli dengan mulamasah, yaitu jual beli dengan cara sentuh menyentuh seperti sehelai kain yang di sentuh dengan tangan (si pembeli) di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh bennti telall membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung unsur penipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. 7. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, scpcrti seseorang berkata, "lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula apa yang ada padaku". Setelah tei:iadi lempar melempar, te1jadilall jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak adanya ijab qabul. 8. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual bWlh yang basall dengan bua..'1 yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi yang basah,
Untukjual beli diatas, tepatnya pada nomor 14-17. Jual beli tersebut dilarang, tetapi sah bila dilakukan hanya saj a orang yang melakukan jual beli tersebut berdosa karena melaknkan hal yang tidak semestinya dilakukan dalam jual beli.
BAB ID MASALAH PENGGUNAAN ZAT ADil<:TIF DALAM OBAT DAN MAKANAN
A. Penyalahgunaan Formalin dan Zat Adiktif padla Obat dan Makanan Berdasarkan basil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan oleh Balai Besar POM di Jakarta, telah ditemukan di sejumlah pasar dan supermarket wilayah DK.I Jakarta, Banten, Bogor, dan Bekasi sejumlah produk pangan seperti ikan asin, mie basah dan tahu yang memanfaatkan formalin sebagai pengawet. Penggunaan formalin dalam produk pangan sangat membahayakan kesehatan karena dapat menimbulkan efek dalam jangka pendek rnaupun panjang tergantung dari besar kecilnya ketahanan tubuh seseorang. Efek yang dapat terjadi antara lain iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah, kepala pusing, rasa terbakar pada te ..ggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal pada dada. Selain itu juga dapat terjadinya kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. 1 Dalam ha! terjadinya tindak pelanggaran di bidang pangan, antara lain menggunakan bahan-bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan, ha! ini berarti tel ah melanggar KUHP pasal 386 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: (I) Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan,
minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan 1
BPOM, Press Release, Bahaya Penggunaan Formalin pada Produk Pangan (Jakarta: Kepala Balai Bes,~r Pengawas Obat dan Makanan, 26 Desember 2005).
jika nilainya atau faedahrra me1yadi kurang karena sudah dicampur dengan sesuatu bahan lain.-
Berdasarkan keterangan pers BPOM mengenai penyalahgunaan formalin untuk pengawet mie basah, tahu dan ikan adalah sebagai berikut: I. Berdasarkan hasil operasi pengawasan Badan POM pada beberapa tahun terakhir ini ditemukan adanya kecenderungan penyalahgunaa.11 formalin sebagai pengawet makanan yang terus meningkat. Atas pelanggaran tersebut Badan POM telah melakukan pembinaan dan peringatan serta tindakan pro-justisia dengan mengajukan tersangka ke pengadilan. Sanksi hukum pidana telah dijatuhkan tetapi temyata sanksi pidana yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera. Sementara itu pasokan formalin di pasar terutama penjualan eceran memicu terjadinya penyalahgunaan. 2. Pada awal Desember 2005, Badan POM/Balai Besar POM melakukan sampling dan pengujian laboratorium secara serial dan serentak mencakup
Bandar
Lampung,
Jakarta,
Bandung,
Semarang,
Yogyakarta, Surabaya, Mataram dan Makassar. Produk/sampel yang diuji meliputi tahu, mie basah dan ikan yang secara keseluruhan berjumlab 761 sampcl. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium diperoleh temuan sebagai berikut: 3 z Moeljatno, KUHP, Kitab U11da11g-U11dang Hukum Pidana (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet 22, h. 13 7.
Keteranl!aD Jumlah Samnel Memenuhi Svarat Tidak Memenuhi Svarat % tidak memenuhi svarat
MieBasah 213
Tahu 290
Uran
76
193
190
137
97
68
64.32%
33.45%
26.36%
258
Kondisi masing-masing daerah tidak sama untuk setiap jenis produk tersebut. Untuk tahu, temuan Badan POM di Yogyakarta dan Bandung tidak mengandung formalin, sedangkan di Jakarta relatif sangat tinggi yaitu 77,78% mengandung formalin. Sedangkan untuk ikan di Jakarta 52,63% dan Bandar L
penyalahgunaan
formalin
ini
hams
dilalrukan
secara
komprehensif (secara iuas dan menyeluruh), berkesinambungan dan konsisten melalui pendekatan dua arah yaitu sisi pasokan (supply side) dan sisi permintaan (demand side). Pada sisi pasokan harus dilakukart 3
BPOM, Penyalahgunaan Formali111mt11k Pengawet Mie Ba.
pengurangan (supply reduction) melalui pemutusan mata rantai pasokan dan pengaturan tata niaga serta kontrol yang ketat. Formalin semestinya hanya boleh dijual oleh sarana yang memiliki izin khusus kepada "end user" sesuai peruntukannya dan dilarang keras untuk mengawetkan makanan. 4. Pada sisi permintaan, perlu dilakukan peningkatan kesadaran dan kepedulian pelaku usaha/produsen dan masyarakat melalui edukasi, infom1asi dan komunikasi secara efektif sehingga semua pihak mengetahui bahwa penggunaan formalin sebagai pengawet makanan membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat. B. Makanan
Berbahan
Formalin
Ditinjau
dari
Aspek
Manfaat
dan
Mudharatnya serta Motivasi dalam Penggunaannya Obat atau makanan yang didalamnya dicampur dengan zat yang berbahaya bagi tubuh seperti formalin atau zat yang lainnya seperti sibutramin hidroklorida
dan sebangsanya, tidak ada yang mengatakan bahwa dengan dicampurnya zat tersebut akan membawa mashlahat bagi yang mengkonsumsi11ya, namun sebaliknya dengan dicampurnya zat tersebut pada obat dan makanan, maka akan menimbulkan mudharat bagi yang mengkonsumsinya, bahkan jika kita teliti antara mashlahat dan mudharatnya, akan terlihat lebih banyak mudharatnya ketimbang mashlahatnya pada kesehatan diri. Jika kita dapat lebih bersikap bijak dalam bertindak yang pastinya sesuai dengan jalur hukum, maka tidak ada dari
kita yang hanya memikirkan diri sendiri (egois) tanpa memikirkan kebahagiaan atau keselamatan orang lain. Dalam Islam sangat dilarang untuk berbuat kemudlharatan pada diri sendiri dan pada orang lain, karena berdasarkan qaidab fiqh yang sekaligus menjadi hadits Nabi yang berbunyi
)y,:.. ~-' )fa ~
babwa "seseorang tidak boleh
berbuat kemudharatan pada diri sendiri dan pada orang lain "4
Masalab-masalah hukum fiqh, yang tercakup dalam kaidah ini banyak, di antaranya: 1. Di dalam muamalat, mengembalikan barang yang telall dibeli lantaran pada barang tersebut terdapat cacat itu diperbolehkan. Demikian juga macamrnacam khiar (hak pilih) yang telab kita bahas sebelumnya mengenai transaksi jual beli yang di dalamnya terdapat beberapa sifat yang tidak sesuai dengan yang telab disepakati. Larangan terhadap mahjur alaih (orang yang dilarang membelanjakan harta kekayaannya), Muftis (orang yang jatuh pailit), dan sajih (orang dungu) untuk melakukan berbagai rnacam transaksi. Dasar
pertimbangan dilaknkannya ketentuan-ketentuan tersebut untu menghindarkan berbagai
mudharat yang akan merugikan pihak-pihak yang berada
didalamnya.
4
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah I/mu Fiqh (Al-Qm.a 'idul Fiqhiyyah), (Jakarta: Kalam Mulia,
2001), Cet 4, h. 35.
2. Pada bagian jinayat, Islall1 menentukan huknruan qishas, hudud, kafarat, mengganti
kerusakan,
mengangkat
penguasa
untuk
menumpas
pengacau/pemberontak dan menindak para pelaku kriminalitas, dan lain-lain. 5 Apabila seseorang ingin berbuat jahat kepada orang lain, maka harus dicegah sebisa mungkin sesuai dengan perhitwigan kita. Hal itu boleh dilakukan, meskipun harus menggunakan cara yang dharar, demi tercegahnya dharar yang lebih besar. Upaya mencegah terjadinya kejahatan dengan suatu yang dharar itu diperbolehkan, karena terkadang harus dilakukan dengan melnkai, menyakiti atau bahkan sampai membunuh pelakunya. Tetapi tidak melakukan apapun terhadap tindak kejahatan adalah suatu dharar yang lebih besar, karena bisa menyebabkan kejahatan makin merajarela, baik itu kejahatan kernanusiaan, harta benda maupun kejahatan terhadap harga diri seseorang dan akan menimbulkan banyak korban yang jatuh akibat perbuatan tersebut, dan pada akhirnya ketentraman manusia akan hilang karena selalu dihantui oleh keresahan dan rasa ketakutan yang mendalarn. Oleh karenanya, dharar yang dilakukan demi tercegahnya dharar yang lebih besar adalah sebuah keharusan. 6 Hal ini senada dengan dua buah qaidah fiqh yang berbunyi:
"Kemudharatan itu tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan. "
5
Ibid.. ., h. 35. Ahmad Sudirman Abbas, Qawa 'id Fiqhiyyah, Dalam Perspektif Fiqh (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya dengan Anglo Media, 2004). Cet. Pertama, h. 143. 6
~~ :t;l'. o"...".J ~~ ~:;W t:-i\,i ~t:;_:J\ ~ (.» i)jl ~1.iJI ~:._,~
'~·~ .Wlll. ·- ~~I "Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemashlahatan, dan apabila berlawanan antara mafsadah dan mashlahat maka didahulukan menolak mafsadah ". 7 (Ahmad bin Muhammad Al-Zarqa, Syarah Al-Qawa 'id Al-Fiqhiyyah) Pembicaraan mengemukakan
pokok kembali
pada
pembahasan
beberapa hal
ini,
perlu
kiranya
penu1is
yang erat hubungannya
dengan
pembahasan selanjutnya, yaitu mengenai formalin ditinjau dari aspek kesehatan. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan dalam perspektif kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Akut : Efek pada kesehatan masyarakat manusia langsung terlihat seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, sakit perut dau pusing. b. Kronik : Efek pada kesehatan manusia dalam jangka waktu yang lama dapat terlihat pada gejala-gejala seperti: iritasi parah, mata berair, gangguan pencemaan, hati dan ginjal, pankreas, gangguan sistem syarat pusat, dan dapat berakibat karsinogen (menyebabkan kanker), dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker. Menurut peneliti keamanan pangan dan cemaran kuman pada makanan dari Departemen Farmasi, Faku1tas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Embit Kartadarma mengatakan meski hanya menggunakan
7
Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah !!mu Fiqh (Al-Qawa 'idul Fiqhiyyah). (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Cet. Ke-4, h. 38.
formalin clan boraks dalam kadar sedikit dapat menyebabkan kanker dalam jangka waktu 4-5 tahun kemudian. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan formalin sebagai bahan pengawet bahan makanan dalam kadar bagaimanapun tidak bisa kita tolelir mengingat dampak yang akan timbul pada kesehatan masyarakat dalam jangka waktu cepat maupun lama. Terutama sekali bahan yang sering digunakan untuk mengawetkan makanan, adalah bahan berbahaya yang bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Apabila kita pertimbangkan dari efek penggunaan formalin itu sendiri, lebih banyak mudharat ketimbang mashlahatnya. Bahkan efek mudharatnya terlihat sangat jelas sekali mengancam kehidupan manusia. Dalam kasus penggunaan formalin ini, Allah sangat melarang hambanya dari perbuatan yang sekiranya dapat menjerumuskan orang lain dalan1 kebinasaan. Seperti apa yang telahjelaskan dalam firmannya, dalam surat Al-Baqarah: 195: J
;:J
rt
:. •
.,
f
:. ... ;i..rtt""
~:tilt ul...- l~lj ~I
, .,.
J
f.
J!... ~~4 ,..
•
J"J.
/
,,.,.,
!_,lb ':ij ~I ~ ,,, ,..
J
'-""
I'
0
J
t
l#lj J ,,,,,.,
~~I
Artinya: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (AlBaqarah: 195) Ayat tersebut mengingatkan kita selaku manusia dan hamba Allah, jangan terlalu gegabah dan ceroboh dalam melakukan segala sesuatu, apalagi sesuatu itu dapat menimbulkan mudharat besar yang mi:ngancam kehidupan manusia. Hal
Caranya cukup sederhana, setelah dicampurkan dengan beberapa liter air dalam sebuah wadah yang cukup besar lalu disimpan. Ilcan yang didapat langsung dimasukan kedalam larutan tersebut beberapa saat dan langsung disimpan. Maka ikan tersebut akan terlihat tetap segar, kencang, tidak berbau dan tidak dihinggapi lalat hingga beberapa hari. Perbedaan harga yang sangat mencolok membuat para pelaku bisnis makanan/k:ebutuhan pokok (nelayan dan produsen-produsen kecil), beralih menggunakan bahan tersebut yang mereka campurkan kedalam produkproduknya. Tetapi semua alasan tersebut diatas tidak dapat diterima j ika dilihat dari sudut pandang ke-Islaman (hukum Islam), terlebih alasan pertama mencerminkan watak keegoisan dari masyarakat yang matrealisme. Allah SWT berfunan dalam AlQur'art, Surat Al-Qashas ayat 77: ;,,.
;,,.
. • f- L:JiJT ---: ~ "' .:: -:J- ~- · 1i -1.:(1 ::&! --r-1:51; w., E'-' ·=1~ ·-, ;,,,.~ J ~ J ;,,,. -r;;"'-:r {!"" ... ,,.. t-;,... ~j:1I J .lt..:.all t:? ~:; .-1'1_1).uil(r...:>-1 ~ , ,
~ '-' ...
,, ~~,.,:
J
.......
,<''.'1#,.Jt
,,..
...
,,,,,.
Jffj"
... .,.
Artinya: "Dan earl/ah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan} negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamt~ dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (Al-Qashas: 77) Alasan yang kedua tidak lebih buruk dari alasan yang pertama, kepentingan yang mereka kemukakan temyata melanggar kemashlahatan masyarakat luas. Dengan mencampurkan formalin kedalam makanan, sama saja mereka
menjerwnuskan manusia keclalam jurang kebinasaan. Islam sangat melarang perbuatan yang berakibat buruk terhaclap orang lain ataupun pada diri sendiri. Syari'at Islam bukan hanya saja bertujuan untuk kemashlahatan, tetapi untuk menghilangkan kemafsadatan juga. Mereka beranggapan bahwa dengan menggunakan f01malin dengan alasan ekonomi clan clapat meminimalisir kerugian dapat dibenarkan oleh syari'at paclahal itu sama sekali sangat tidak benar.
C. Macam-Macam Zat Kimia yang Berbaliaya untuk Ilikonsumsi dan Akibat yang Ditimbulkan Berdasarkan basil pengawasan terhadap obat-obat tra.disional yang dilakukan oleh BPOM melalui sampling clan pengujian laboratorium telah menemukan sebanyak 93 produk obat tradisional yang telah dicampur oleh bahan-bahan kimia keras dan berbahaya seperti Fenilbutason, Metampiron, Deksamitason, CTM, Allupurinol, Sildenafil Sitrat, Sibutrarnin Hidrokloricla clan Parasetamol. Dalam Undang-Undang pidana, Unclang-Undang perlindungan konsumen, Unclang-Undang kesehatan dan Undang-Undang mengenai pangan disitu dijelaskan secara detail mengenai larangan-larangan menggunakan zat-zat berbahaya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan obat atau makanan (barang konsumsi), terlebih memang untuk tujuan komersil yang termasuk kedalam tindakan pidana. Diantara Undang-Unclang tersebut yang menjelaskan tentang larangan tersebut diantaranya:
l. Dalam Unclang-Unclang pidana tercantwn pada pasal 386 yang berbunyi: (1) Ba.rang siapa yang menjual, menyerahkan atau menawarkan, barang makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui itu dipalsu clan menyembunyikan hal tersebut, diancam dengan piclana paling lama empat tahun. (2) Bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsu, jika uilai atau faedahnya
menjadi berkurang akibat sudah dicampur dengan sesuatu yang lain. 2. Dalam Unclang-Unclang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, mengenai pengamanan fannasi dan alat kesehatan pasal 40 (I) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau baku standar lai1111ya, (2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional clan kosmetika serta alat-alat kesehatan harus memenuhi standar atau persyaratan yang ditentukan. Pada pasal 44 mengenai pengamanan zat adiktif, pada ayat (1) Pengamanan penggunaan bahan yang meagandung zat
adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat clan lingkungannya (2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar atau persyaratan yang ditentukan. (3) Ketentuan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 clan 2 ditetapkan dengan aturan pemerintah. Mengkonsumsi obat-obatan tersebut yang mengandung zat-zat seperti diatas dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat mernatilr.an. Pernakaian obat tersebut seharusnya haruslah melalui resep dokter. Berbagai resiko dan efek
samping yang tidak diinginkan dari penggunaan bahan kimia obat tanpa pengawasan dokter sebagai berikut:
a. Metampiron dapat menyebabkan gangguan pencemaan seperti mual, pendarahan pada lambung, rasa terbakar serta gangguan sistem saraf seperti tinitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah dan penghambat pembentnkan sel darah (anemia aplastik), agranulositosis, gangguan ginjal, syok, bahkan dapat menyebabkan kematian dan lain-lain. b. Fenilbntason dapat menyebabkan mual, muntah-muntah, ruam pada kulit, refensi pada cairan dan elekrolit (edema), pendarahan pada lambung, nyeri lambung dengan pendarahan atau perforasi, reaksi hipersensitivitas, hepatitis, nefritis, gaga! ginjal, leukopenia, anemia aplastik, agranulositosis dan lainlain. c. Del<Samitason dapat menyebabkan moon face, retensi cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glaukoma (tekanan dalam bola mata meningkat), gangguan pada pertumbnhan, osteoporosis, gaya tahan pada infeksi menurun, miopati (kelemahan otot), lambung, gangguan hormon dan lain-lain. d. Allnpnrinol dapat
menyebabkan ruam
pada kulit,
trombositopenia,
agranulositosis, anemia aplastik pada pasien dengan !,,>angguan pada fungis ginjal. e. CTM dapat menyebabkan sulit tidur/mengantuk, sukar untuk menelan sesuatu, gangguan saluran pencernaan, pusing, lelah, tinitus (telinga
berdenging), diplopia (penglihatan ganda), stimulasi susunan syaraf pusat terutama pada anak berupa euforia, gelisah, sulcar tidur, tremor dan kejang. f.
Sildenafil Sitrat dapat menyebabkan sakit kepala, dispeps!a, mual, nyeri pada perut, gangguan penglihatan, rinitis (radang pada hidung), infark miokard, nyeri pada dada, palpitasi (denyutjantung cepat) dan dapat pula menyebabkan kematian.
g. Sibntramin llidroklorida dapat menyebabkan tekanan darah (hipertensi), denyut jantung dan sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau stroke. h. Parasetamol
dalam
penggunaan jangka
waktu
yang
lama
dapat
mengakibatkan gangguan kerusakan hati. D. Tujuan Pembentukan Undaug-Undang dan Pemidanaan serta Konsep Maqashid Syari'ah dalam Islam Dalam setiap pembentulcan Undang-Undang pastilah ada sebab musababnya terlebih adanya suatu tujuan dari pembentulcan Undang-Undang itu sendiri yang lebih memberikan suatu arti bagi yang membentuknya, dalam hal ini pemerintah dan juga bagi masyarakat selaku orang yang menjalanlamnya. Begitu pula terbadap Undang-Undang yang telah pemerintah terapkan, memiliki asas dan tujuan. Seperti Undang-Undang Perlindungan konsumen yang berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hulcurn.
Undang-Undang Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu: 8
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengan1anatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar seluruh partisipasi masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spritual. 4. Asas keamanan dan kesela111atan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan
atas keamanan
dan
keselamatan kepada konsumen
dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
8
C.S.T., Kansil dan Christine S.T., Kansil, Pokofv.Pokok Pengetalma11 Hukum Dagang Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, November 2004), Cet II, h. 2.16.
Undang-Unclang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk: a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. Mengangkat harkat clan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses (kejadian diluar dugaan)9 negatifpemakaian barang ataujasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan clan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan infmmasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga timbul sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. Meningkatkan kualitas barang atau ja~a yang menjarnin kelangsungan usaha
produksi barang atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan clan
keselamatan konsumen. 10 Dari
semua asas clan tujuan dalam pembentukan Undang-Undang
perlindungan konsumen diatas, maka dari situ munculah hak dan kewajiban PER PUST AKAAN UTAMA UIN SYAHID JAl
Ananda Santoso., AR. AL Hanit; Kanms Lenf{kap Bahasa lndooesia (Surabaya: Alumni), h.
JI I. 10
C.S.T., Kansil dan Christine S.T., Kansil, Pokok-Pokok Pengetahum1 Hukum Dagang Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, November 2004), Cet JI, h. 217.
konsumen dan pelaku usaha. Diantara hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha antara lain: Hak konsumen diantaranya: 1) Hak atas kenyarnanan, kearnanan, dan keselarnatan dalarn mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4) Hak didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan sukn, agama, budaya, daerah, status sosial dan pendidikan; 8) Hak untuk mendapatkan konpensasi/ganti rugi terhadap barang atau jasa sesuai dengan perjaajian atau sebaimana tidak mestinya; 9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan. perundang-undangan lainnya.
Kewajiban konsumen adalah: a) Membaca atau mengikuti petunjuk infonnasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b)
Beri'tikad baik dalam bertransaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c)
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d)
Mengikuti
upaya
penyelesaian
hukum
sengketa
perlindungan
konsumen secara patut. 11 Sedangkan hak pelaku usaha antara lain: 1. Rak untuk memberikan pembayaran yang sesuai
dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 2. Rak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang ber'itikad tidak baik; 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 5. Hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. 11
Ibid. Hal. 218.
Kewajiban pelaku usaba adalah: a. Beri'tikad baik dalam melakukan usahanya; b. Memberikan. informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang atau jasa tertentu serta memberikan jaminan atau garansi atas barang yang dibuat serta jasa yang ditawarkan; f. Memberikan konpensasi kerugian akibat penggunaan dan pemanfaatan atas barang dan/atau jasa. yang diperdagangkan; g. Memberi konpensasi pula terhadap barang dan/atau jasa apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 1) Pelaku usaba dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang atau jasa yang dilarang. Diantara perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha adalah:
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan melalui ketentuan perundang-undangan; b) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, danjumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenamya; d) Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana yang dinyatakan dalam label, etiket label dagang/kode etik), atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; e) Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/jasa forsebut; f) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan, atau promosi penjualan barang dan/jasa tersebut; g) Tidak
mencantumkan
tanggal
kadaluwarsa
atau
jangka
waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut. Dalam produk makanan biasanya ditulis dengan best before untuk masa baiknya/paling baik dalan1 penggunaan obat atau makanan tersebut; h) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara. halal, sebagaimana pemyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i) Tidak memasang label atau penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan,- efek samping dalam penggunaan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat; j)
Tidak mencantnmkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 12
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud. Barang-barang yang dimaksud adalah barang yang sekiranya tidak membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat, bekas, atau tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. Sediaan fam1asi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C.S.T., Kansil dan Christine S.T., Kansi~ Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang lndo11esia (Jakarta: Sinar Grafika,Novemher 2004), Cet TT, h. 220-221. 12
Pelaku yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut dan wajib menarik barang dan/atau jasa.tersebut dari peredaran. 13 Dalam kaitan ini, kita mengenal ada tiga teori tentang tujuan dari pemidanaan (Undang-Undang Pidana) yaitu: (1) Teori absolut atau disebut juga teori
pembalasan, yang menjadi titik sentral dari adanya pidana (hukuman) bagi seseorang yang telah melakukan pelanggaran bagi nonna-norma hukum pidana adalah dengan pertimbangan untuk membalas si pelaku tindak pidana. Pembalasan ini ditunjukan kepada kesalahan si pembuat, karena memang "tidak ada pidana tanpa adanya kesalahan". Artinya, akan sangat tidak mungkin seseorang yang tidak bersalah akan dikenakan sanksi pidana. Pendapat yang menyatakan bahwa maksud dan tujuan dari
penjatuhan pidana, sudah
dikemukakan oleh para ahli hukum pidana sekitar abad ke-18. Pada abad tersebut, diantara para tokohnya, seperti Immanuel Kant, Hegel, Herbath dan sthal, dengan masing-masing pemikirannya yang berbeda-beda, seperti:
1. Immanuel Kant mempimyai jalan pikiran bahwa perbuatan jahat itu akan menimbulkan ketidakadilan. Oleh karena itu, sang pelakunya pun harus merasakan ketidakadilan dengan wujud nestapa ( derita). 2.
Hegel, mempunyai jalan pikiran bahwa hukum yang bersendikan keadilan merupakan sebuah kenyataan. Sehingga, apabila seseorang melakukan kejahatan, maka dapat dikategorikan sebagai bentuk
13
Ibid. Hal. 221.
penyangkalan dari adanya hukum yang bersendikan keadilan itu. Dengan pertimbangan ini, akan merupakan sesuatu yang wajar apahila sang pelakunya pun harus merasakan (dilenyapkan) dari keadilan tersebut berupa penjatuhan pidana bagi sang pelaku tadi. 3. Herbath, mempunyai jalan pikiran bahwa seseorang yang melakukan kejahatan, berarti dirinya akan sebagai penyebab adanya rasa tidak puas bagi masyarakat umum. Sehingga kepuasan masyarakat tersebut harus dipulihkan kembali dengan jalan menjatuhkan pidana kepada pihak ( seseorang) yang telah menyebabkan ketidakpuasan tadi. 4. Sthal, mempunyai jalan pikiran bahwa Tuhan menciptakan negara sebagai wakilnya dalam menyelenggarakan ketertiban hukum didunia ini. Konsekuensinya, apabila ada seseorang yang melakukan kejahatan berarti dirinya telah membuat tidak tertib hukum didunia ini. Untuk mengembalikan ketertiban tersebut, maka penjahat harus menerima sanksi pidana karena perbuatannya itu. (Bambang Poemomo, S.H.,
1978:22)14 Jika kita simak: jalan pikiran dari para tokoh pida.na tersebut, maka yang paling menonjol adalah bahwa penjatuhan pidana merupakan sebuah akibat yang harus diterima seseorang, sehubungan dengan perbuatannya. Jadi penjatuhan pidana terletak pada ''terjadi atau tidak terjadinya sebuah kejahatan". Dengan menggunakan logika yang sangat sederhana, bahwa "seseorang yang berhutang, 14
Waluyadi, Hukum Pidana Indonesia (Jakarta: Anggota IKAPI Djambatan, 2003), b. 73.
harus membayar hutangnya", atau dalam bahasa ke:agamaan sering clisebut dengan "Qishas". Dalam ha! ini penjahat untuk sementara hams dianggap sebagai pihak yang berhutang dengan perbuatan kriminalnya. Oleh karena itu, untuk membayar hutangnya (melunasinya) ia harus menjalani pidana. Menurut Prof. Sudarto, sebenarnya sekarang sudah tidak ada lagi penganut ajaran pembalasan yang klasik. Dalam arti, bahwa merupakan suatu keharusan demi keadilan belaka. Jika masih ada penganut ajaran pembalasan, mereka itu dikatakan sebagai penganut teori pembalasan modern. Misalnya Van Bemmelan Pompe dan Enschede. Pembalasan disini bukan sebagai iujuan sencliri, melainkan sebagai pembatasan dalam arti hams ada keseimbangan antara perbuatan dan pidana, maka dapat dikatakan ada asas pembalasan negatif Hakim hanya menetapkan batas-batas dari pidana, pidana tidak boleh melampaui batas kesalahan si pembuat. 15 (2) Teori relatif atau disebut juga teori preve11si atau
tujua11, artinya: Bahwa teori ini sebenarnya teori pencegahan dan dapat clisebut sebagai lanjutan, koreksi, perkembangan bahkan mungkin ketidakpuasan dari teori sebelumnya (teori absolut). Sasaran pencegahan, pada dasarnya ditujukan kepada masyarakat luas agar dengan menyaksikan penjatuhan pidana seseorailg yang telah melakukan tindak pidana itu, akan timbul rasa takut dan enggan untuk melakukan pelanggaran hukurn yang sama ataupun berbeda dari itu. Karena apabila mereka melakukannya, akan mengalami nasib yang sama (dipidana).
15
Ibid . ., h. 74.
Peranan teori pencegahan (relatif) bagi terpidana, dimaksudkan agar tidak melakukan (mengulangi) perbuatan pidana tersebut, meslcipun sampai dengan saat ini kita belum mengetahui efektifitas teori ini bagi sang terpidana (sepertinya tidak ada efeknya). Sebab, yang sering kita saksikan adanya sejumlah penjahat yang cukup meresahkan, temyata masih didominasi oleh para penjahat kambuhan (para residivis). Dengan melihat "hipotesa" (dugaan sementara), bahwa masih banyak kejahatan yang dilakukan oleh mantan napi (residivis). Ini berarti harapan imtuk menjadikan para napi/residivis menjadi manusia yang lebih baik dan berguna dala.m arti tidak mengulangi perbuatannya yang lalu, masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. (3) Teori gabu11ga11. Dalam teori ini sudah tampak jelas dari penyebutan teorinya itu sendiri, yaitu teori gabungan, berarti dua teori diatas sebelumnya dimasukan kedalam teori ini. Dalam teori ini dimaksudkan agar setiap penjatuhan pidana pada seseorang harus memperhatikan dua teori diatas seperti dalam penjatuhan pidana, seorang hakim harus bertindak adil dalam memutuskan sebuah perkara dalam arti tidak melebihi apa yang dilakukan oleh sang tepidana dalam hukumannya. Jadi perbuatan yang dilakukan dan hukuman yang akan diterima oleh sang terpidana tersebut harus seimbang dan tidak boleh diberatkan atau pun dikurangi tanpa sebab yang jelas. Tetapi yang lebih penting jika kita melihat dari tujuan pemidanaan itu sendiri, haruslah penjatuhan hukuman itu mempunyai daya cegah yang tinggi terhadap para pelaku sesudahnya ataupun terhadap pelaku yang sama, dalam arti bukan hanya sebagai tuntutan skenario hukum belaka, bahwa
orang yang bersalah haruslah dihukum. Namun dari itu semua yang hams diperhatikan adalah hukum yang diterapkan dapat memenuhi rasa kepuasan masyarakat dan bisa memberikan kepercayaan terhadap masyarakat akan rasa aman dan terlindungi oleh hukum itu sendiri dan juga hukum itu sebagai aturan negara yang mempunyai efekjera terhadap pelakunya atau sebagai pelajaran bagi yang lainnya. Jika dalam hukum positif ada istilah "tujuan pemidanaan", dalam hukum Islam pun ada istilah tersebut yaitu "maqashid syari'ah", yang didalamnya sama dengan apa yang dimaksud dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Esensi dari pemberian hukuman bagi pelaku suatu jarimah menurut Islam adalah pertama, pencegahan serta balasan (ar-radu waz zahru) dan kedua, adalah perbaikan dan pengajaran (al-ishlah wat-tahdzib ). Dengan tujuan tersebut, pelaku jarimah diharapkan tidak mengulangi perbuatan 3eleknya. Disamping itn juga, bertujuan sebagai tindakan preverrtif (pencegahan) bagi orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama. Disamping itu, jarimah bertujuan untuk mengusahakan kebaikan serta pengajaran bagi pelaku jarimah. Dengan titjuan ini, pelaku jarimah diarahkan dan dididik untuk melakukan perbuatan baik serta meninggalkau perbuatan jelek. Dalam aplikasinya, hukuman dapat dijabarkan menjadi beberapa tujuan, sebagai berikut: Pertama, Untuk memelihara masyarakat. Dalam kaitan ini pentingnya hukuman atas pelaku jarimah sebagai upaya untuk menyelamatkan masyarakat dari perbuatannya. Pelaku sendiri adalah bagian dari masyarakat,
tetapi demi kebaikan masyarakat banyak, maka kepentingan perseorangan dikorbankan daripada kepentingan orang banyak yang terkorbankan. Kejahatan itu sendiri ibarat suatu penyakit, maka untuk menghindarkan penyebaran penyakit tersebut harus ada upaya untuk menghindarkannya atau mengobatinya. Dengan demikian, hukuman itu pada dasarnya adalah suatu obat bagi orang yang melakukan suatu kejahatan. Dalam ketentuan kaidah pun. diterangkan bahwa kepentingan yang banyak itu harus didahuluakan dibanding kepentingan perseorangan: 16
Artinya: "Kemashlahatan umum didahulukan dari kemashlahatan khusus. " Kedua, Sebagai upaya pencegahan atau prevensi khusus bagi pelaku. Apabila
seseorang melakukan tindak pidana, ia akan menerima balasan yang sesuai dengan apa yang telal1 ia perbuat. Dengan balasan tersebut, pemberi .llWruman berharap dua hal. Pertama, pelaku diharapkan menjadi jera diakibatkan rasa sakit dan penderitaan lainnya, sehingga ia tidak akan melakuka:n perbuatan yang sama pada masa mendatang. Kedua, agar orang lain yang ingin melakukan ha! serupa harus berfikir dua kali, karena jika ia melakukan hal serupa ia pun akan mendapat balasan yang Sanla pula. Ketiga, Sebagai upaya pendidikan clan pengaJaran (ta'dib dan tahdzib).
Hukuman bagi si pelaku sebenamya sudah mengandung pendidikan dan
16
Rahmat Hakim, Hu/mm Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung : Pustaka Setia, Desember
2000), Cet I, h. 64.
pengajaran supaya si pelaku menjadi orang baik clan anggota masyarakat yang baik pula. Keempat, Sebagai balasan atas perbuatannya. Karena dalam Islam setiap perbuatan akan dimintai pertanggung jawabannya baik secara langsung maupun tidak. Seperti firman Allah SWT dalam surat AI-Zalzalah ayat 7-8 dan As-Syura ayat 40:
r0 ,~~~ 1fo151 Ji a• J ~ ~3 ~ ,~; Gs- ~1 Ji a• J ~ ~ Artinya: "Barangsiapa yang menge1:jakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula ". (AI-Zalz.alah: 7-8) Dalam surat Asy-Syuura ayat 40 pun Allah berfirman:
Qi
,
/
,ef
.
...:.. ;'_
,J
~'~·#'"~ ,.uj ~I
,,. ;,.,
JC. ,;;fl-l.9 et;., lj La$- if.9 ,,.
•
,
t_,..
,.
t
,..
J
ff
•
J
161~; 1 .:-;~. ~;;:.. lj;).?-j
Artinya: "Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Muka barang siapa memaajkan dan berbuat baik. Maka pahalanya alas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dzalim ". (Asy-Syuura: 40) Kalan tujuan-tujuan penjatuhan hukuman diatas tidak dapat tercapai, upaya terakhir dalam hukum positif adalah menyingkirkannya Artinya pelaku kejahatan tertentu yang sudah sangat sulit diperbaiki, dia harus disingkirkan dengan pidana seumur hidup atau hukuman mati. Dalam hal ini hukum Islam pun berpendirian sama, yaitu kalau dengan cara ta 'dib (pendidikan) tidak dapat membuat jera si pelaku dan malah makin bertambah berbahaya bagi masyarakat, hukuman ta 'zir bisa diberikan dalam bentuk hukuman mati atau penjara tidak terbatas. 17
17
Ibid ... , h. 66.
Selain dari tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas, masih ada lagi yang menjadi tujuan pemberlakuan hukum pidana dalam Islam. Jika dilihat secara global, tujuan syara' dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk kemashlahatan manusia seluruhnya, baik kemashlahatan didunia yang fana ini maupun kemashlahatan di akhirat kelak. Allah SWT, berfirman dalam surat AlAnbiya ayat 107 dan surat Ali Imran 159, yang berbunyi:
Artinya: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta a/am". (Al-Anbiyaa: 107)
;,,,
:&I aJ '-~ ~ J5-:d ..:.:;, I~~ cl-~I J ~_;~G_;
r.i _;3i: .~.Jj ;;-'fc ~u
Artinya : "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'ajkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bemiusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakal kepada-Nya". (Ali Iinran 159) Demikian tujuan syara' secara global. Akan tetapi apabila lcita perinci, maka tujuan syara' dalam menetapkan hukum-hukumnya ada lima, yang lazim disebut Al-Maqashidu 'lkhamsah (panca tujuan), yaitu:
a. Memelibara Kemasblabatan agama Agama adalah suatu yang hams dimiliki oleh manusia supaya martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makbluk yang lain, dan juga untuk memenuhi hajat jiwanya. Agama Islam dalah merupakan nikmat dari Allah yang tertinggi dan sempuma seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an, surat AlMaidah: 3, ialah
~ ...
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menadi agama bagimu". (Al-Maidah: 3)
b. Memelihara Jiwa Untuk tujuan ini, Islam melarang adanya pembunuhan dan pelaku pembunuhan itu sendiri diancam dengan hukuman qishas (pembalasan yang seimbang/setimpal), sehingga dengan demikian diharapkan agar orang yang berencana melakukan pembunuhan, berfikir beberapa kali, karena apabila ia lakukan maka ia akan diganjar dengan hukurnan yang setimpal pula (mati), ataupun apabila. si korba.n ba.nya menda.pat cedera maka ia pun menda.pat hukuman yang membuatnya sama seperti si korban (cedera). Mengena.i ha! ini
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaldah (vang mema'ajkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'aj) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih ". (Al-Baqarah: 178-179)
c. Memelihara Akal Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna, yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya adalah dari aka! yang Allah berikan kepada manusia sebagai pembeda yang sangat mendasar. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tiin ayat 4 dan dalam surat Al-An'aam ayat 32 yang berbunyi:
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". (At-Tiin: 4)
Artinya: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau be/aka.Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya"? (Al-An'aam: 32)
PEf{PUSTAKAAN UTAMA UIN SYAHIO Ji~KARTA
I
d. Memelibara Keturnnan Dalam hal ini-pun Islam mengatur adanya pemikahan clan mengharamkan perzinahan, clan juga mengatur tentang siapa saja yang boleh serta tidak boleh dinikahi (dijelaskan dalam surat An-Nisa: 22, 23 clan 24 clan dalam surat AlBaqarah: 221) 18, bagaimana perkawinan itu semestinya dilakukan clan syaratsyarat apa sajakah yang hams dipenuhi oleh kedua calon mempelai, sehingga perkawinan itu dianggap sah dan percampuran antara keduanya tidak dianggap sebagai zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan tersebut dinyatakan sebagai anak sah yang lahir dari hubungan ayah ibunya yang sah pula. Islam tidak hanya mengharamkan perzinahan (sudah dilakukan), namun lslampun mengharamkan semna hal-hal yang mendekatkan seseorang untuk berbnat zina. Dalam hal ini Islam mengatur perkawinan yang diperbolehkan dau tidak melampaui batas yang telah Allah tentukan. Sebagaimana dalam firmannya pada surat An-Nisa ayat 3
clan 4 yang berbunyi:
Artinya: "Dan jika kamu ta/cut tidak akan dapat ber/aku adil terhadap (hakhak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawini/ah wanita-wanita (lain} yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya". (An-Nisa: 3-4) " Ismail Muhammad Syah, Fi/safat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara), Cet 3, h. 88.
Dalam surat Al-Israa ayat 32, Allah-pun berfirman: ;,,,
w~ ~l:j ~ ;)\$' ,~} J!li;,fa ':h '
Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu ja/an yang buruk".(Al-Israa: 32)
e. Memelihara Barta Dari bermacam-macam nikmat Allah yang selama ini kita nikmati termasuk harta benda. Meskipun pada hakikatnya harta benda yang kita punya itu adalah kepunyaan Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia itu tekadang dihinggapi rasa tan1ak dalam hatinya, yang ingin selalu mendapatkan barta walaupun dengan jalan baram sekalipun. Untuk itu Islam mensyari' atkan peraturan-peraturan mengenai muamalat seperti jual beli, sewa menyewa, gadai menggadai dan lain sebagainya serta mengharamkan jual beli yang didalanmya ada unsur riba, tipu muslihat Dalam surat Ali Im:'ln: 130 Allah berfiman:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan". (Ali-Imraan: 130)
Dalam surat Al-Baqarah:· 188; Allah-pun berfinnan, yang berbunyi:
(;, Li.) i)b..k!-"'tbJ.1 JJ ~ i)~-' ~la:;r~ I'"~ ~·j'.:f i~G ~-'
-
~o~~fJ)j~<-ror y·;f
Artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan Oanganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan Oalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui". (Al-Baqarah: 188) E. Aspek Hukuman Bagi Pelaku Pemalsuan Obat dan Makanan Selain melanggar pasal 386 dia.tas, perbuatan tersebut juga melanggar UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan yang dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), clan melanggar UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang clapat dikenai pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana dencla paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). 19 Selain clapat dijerat dengan pasal-pasal diatas, pelaku usaha pun bisa dikenakan sanksi administratif menurut UUNo. 8 tahun 1999, pasal 25 ayat 1 berupa pengembalian barang, uang atau jasaJsetara dengan nilainya, atau perawatan kesehatan/pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan bagi pelaku usaha yang memproduksi barang yang masanya berkelanjutan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya satu tahun atau lebih menyediakan suku caclang clan/fasilitas puma jual clan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai 19
Sentosa Sembiring. Himpunan Undang-Undang Tentang Perlindungan Kom11men dan Peraturan Perwlliang-Undangan yang Terkait (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), Cet I, h. 32.
yang diperjanjikan, dan pada pasal 62 ayat 3 dijelaskan: terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Dalam Islam dikenal apa yang disebut dengan hukuman qishas, diyat, hudud, kafarat dan ta'zir.Qishas adalah hukuman pokok bagi perbuatan pi..n objek (sasaran) jiwa atau anggota badan yang dilakukan dengan sengaja, seperti membunuh, melukai, menghilangkan anggota badan dengan sengaja. Oleh lrarena itu, bentuk jarimah ini ada dua, yaitu pembunuhan sengaja dan penganiayaan sengaja. Pembunuhan dengan sengaja adalah pembunuhan yang dilak1Jkan secara kesengajaan dengan sasaran jiwa korban dan mengakibatkan kematian. Dalam ha!
ini, ada dua unsur pokok, yaitu kesengajaan berbuat atau perbuatan itu memang diniati, bahkan merupakan bagian dari skenario pelaku. Qishas ini merupakan hukuman pokok dan memiliki hukuman pengganti, seperti diyat
Hukuman qishas-pun tidak dapat dikenakan kepada
pelaku kfiminal (pembunuhan/penganiayaan), kecuali memenuhi beberapa kriteria, diantaranya: I. Korban adalah orang yang haram dibunuh, artinya ia terlindungi darahnya. Orang yang tidak terlindungi darahnya menurut hukum Islam diantaranya adalah pezina, orang murtad, dan kafir harbi. Walaupw1 sebagai tindakan preventif, hakim dapat menjatuhkan hukuman lain kepada pelaku, berupa ta 'zir; 2. Pelaku pembunuhan adalah orang yang mukallaf. baligh, tidak
hilang ingatan (gila) sebab mereka itu dikenakru.1 pembebanan (taklif); 3. Pelaku pembunuhan mempunyai hak pilih untuk melakukan atau meninggalkan pembunuhun tersebul. Arlinya dia nielakukan perbualan lersebul lanpa lekanan dan paksaan yang berat yang menyebabkan hilangnya hak pilih tersebut.
20
DaJam Al•qur' an Allah berfirman, daJam ayat ini Allah menjelaskan tentang hukum qishas dan segala aturan didalamnya, diantaranya pada surnt Al-Baqarah: 178, dan Al- Isra: 33 .
. 1.:.SL; '1~;ij'<.'i·-r., t
, .
t
,
,,,..,,,.
..
,./J
,,..
.a....
JI.
••
?"".
,,..
~~1~1l£-, ,~dJ.!·::i .J;-; .s.J;c1 ~ ~;_, ~.)~: •-f~Jl!·::i Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan alas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; omng rnerdeka dengan orang merdeka, hambu dengun hamba, dun wanita dengan wanilii. lvfaka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'ajkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'aj) membayar (dial) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula), yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih ". (Al-Baqarah: 178)
~;'-11 0 a~11 i)~li1 ~-j -;~ ~" l ; ,,..
J.
,,.. ,,.
~ i:.i~
,,,.
4
,..
vlS' ,.uJ
~ .,,,.. ?....
...-
J
.,.,.,,..
,,.. ....
.,
J.
~I J-J~ '.)1.911·,bl,,. ,
Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan sualu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi 20
Rahmat Hakim, Himprman Pida11a Islam (Fiqih Ji11ayal!), (Bandung: Pustaka Setia, Desember 2000), Cet I, h. 127.
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan". (Al-Israa:33) Adapun diyat dalam arti hukuman merupakan hukuman pokok bagi jarimahjarimah dengan sasaran manusia yang dilaknkan dengan tidak sengaja atau semisengaja. Disamping itu diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok (qishash) yang dimaafkan atau karena suatu sebab yang menyebabkan qishash itu tidak dapat dilaksanakan. Pembunuhan semisengaja pada hakikatnya merupakan penganiayaan yang dilakukan secara sengaja dengan memakai alat yang sekiranya/selazimnya tidak sampai membuat mati seseorang, narnun temyata orang tersebut mati. Khusus pembunuhan tidak sengaja, Al-qur'an memberlakukan hukuman bagi pelaku agar memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin sebagai kafarat. Apabila tidalc didapati hamba sahaya, dia hams berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai hukuman pengganti, seperti yang dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 92:
;:
,,,..
r:'}
,.,
J~n'
,.,.-
,,,..
A..ti1"
~I 4 ~?>- ~ J..Ul .......:....>IS"j ~I
Artinya: "Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mere/ca (keluarga terbunuh) bersedekahlmembebaskan dari diat. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka .. dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaldah ia (si pembunuh) berpuasa dua bu/an berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana ". (An-Nisa:92) Kafarat pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan untuk menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancamkan atas perbuatan-perbuatan yang dilarang syara' karena perbuatan itu sendiri dan mengerjakannya dipandang sebagai maksiat. Sanksi ini pada dasarnya merupakan sanksi yang bersifat ibadah. Jadi, ruang lingkup kafarat adalah antara hukuman dan pengabdian kepada Allah. Oleh karena itu, hukuman ini dapat disebut sebagai hukuman ibadah. 21 Menurut Islam perbuatan maksiat terbagi dalam tiga bagian:
Pertama, perbuatau yang dijatuhi hukuman had, seperti pembunuhan, perzinahan, dan lain-lainnya. Terhadap perbuatan tersebut, terkadang dikenai hukuman kafarat,
seperti
pembunuhan tidak sengaja atau semisengaja.
Kadangkala dikenakan hukuman ta'zir apabila dikehendaki oleh kemashlahatan umum walaupun hukuman pokoknya adalah had.
Kedua, Perbuatan maksiat yang hanya dikenakan hukuman kafarat. Perbuatan yang termasuk kedalam kelompok ini seperti merusak puasa dengan berhubungan seks pada siang hari pada bulan Rarnadhan, merusak ihram, merusak atau
21
Ibid.., h. 169.
melanggar sumpah, menzihar istri dan berhubungan suami istri disaat istri sedang haid. Perbuatan-perbuatan tersebut dikenakan hukuman kafarat. Adapun bentukbentunya, diantaranya: mernerdekakan hamba sabaya (jika tidak diternukan lagi pada saat sekarang, maka para ulama sepakat untuk mengkonversikan dengan harga yang pantas). Memberi makan fakir miskin, dengau makanan yang sarna dimakau oleh keluarga si pelaku. Namun dilihat dari perbuatallllya, jika melanggar sumpab kafaratnya adalab memberi makan sepuluh orang fakir miskiu, jika perbuatallllya adalah membunuh dengan sengaja atau semisengaja, maka kafaratnya memberi makan enam puluh fakir miskin, kafarat ini sama dengan perbuatan merusak puasa dengan berhubungan badan di siang hari pada bulan Ramadhan. Memberi pakaian; kafarat ini hanya untuk kafarat sumpab dan tidak dibenarkan kurang dari sepuluh orang.
Ketiga, maksiat yang luput dari hukuman had maupun kafarat. Terhadap perbuatan ini para ularna sepakat untuk memberikan hukuman ta'zir bagi pelakunya. Jenis-jenis perbuatan ini seperti, memata-matai orang, memasuki rumab orang tanpa izin pemiliknya, sumpah palsu, suap menyuap, memaki-maki orang, berjudi, ingkar janji, memakan makanan yang diharamkan seperti babi, anjing, darah dll. Disarnping itu juga hukuman ini dapat dijatuhkan terhadap perbuatan yang bukan termasuk kelompok pertama dan kedua seperti percobaan
terhadap segala bentuk jarimah, percobaan pencurian, percobaan pembunuhan, dan lain-lain. 22 Ta 'zir, secara etimologis berarti menolak atau mencegah. Secara terminologis,
yang dikehendaki menurut konteks jinayah adalah: "bentuk hukuman yang tidak disebutkan ketentuan kadar hukumannya oleh syara' dan menjadi kekuasaan waliyyul amri atau hakim ''.
Sebagian ulama mengartikan ta'zir sebagai hukumru1 yang berkaitan terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak ditentukan Al-Qur'an dan Hadits dan berfungsi memberikan pengajaran kepada si pelaku dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa. Sebagian lain mengatakan sebagai sebuah hukuman terhadap perbuatan maksiat yang tidak dihukum dengan huknman had atau kafarat. Besar kecilnya dilihat dari tindakan tersebut, mengancam Jiwa orang banyak atau tidak, dan hukumannya dilimpahkan kepada kebijaksanaan hakim. Bagi farimah ta 'zir tidak diperlukan asas legalitas secara khusus, seperti pada jarimah hudud dan qishash. Artinya, setiap jarimah ta'zir tidak memerlukan ketentuan khusus satu per satu. Hal tersebut memang sangat tidak mungkin, bukan saja karena banyaknya jarimah ta'zir yang sulit dihitung, melainkan juga sifat jarimah ta'zir itu sendiri yang lahil dan fluktuatif, bisa berknrang atau bertambah sesuai dengan keperluan. Oleh karena itu, menentukan secara bakn
22
Rahrnat Hakim, Himprman Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustalra Setia, Desember 2000), Cet I, h. 172.
jenis-jenis jarimah ta'zir tidak efektif sebab suatu saat akan berubah. Hukuman ta'zir terbagi menjadi beberapa bentuk, diantanyanya:
1. Hukuman mati. Ta'zir ini diperuntukan bagi orang yang melakukan tindakan yang membahayakan negara dan orang banyak. Tujuannya agar menjadi pelajaran bagi orang lain yang ingin melakukan perbuatan serupa. 2. Hukuman jilid, diperuntukan pada jarimah perzinahan, menuduh zina dan meminum minuman yang memabukan. Seratus jilid untuk perzinahan yang dilakukan pezina gbairu mubsan, delapan puluh jilid untuk penuduh zina clan empat puluh jilid untuk peminum minuman keras. 3. Hukuman penjara, diperuntukan untuk perbuatan yang ringan atau sedang-sedang saja. Walaupun terkadang ada juga untuk perbuatan yang berat. 4. Hukuman pengasingan, diperuntukan bagi pezina ghairu muhsan. 5. Hukuman penyaliban, hukuman seperti ini berbeda dengan hukum penyaliban bagi pelaku hirabah. Hukuman penyaliban pada hukuman ta'zir dilakukan tanpa didahului atau disertai dengan mematikan se pelaku jarimah. Dalam hukuman penyaliban ta'zir ini, pelaku disalib dalam keadaan hidup-hidup dan dia dilarang makan dan minum ataupun melakukan kewajibannya seperti shalat walaupun hanya
sebatas isyarat. Adapun lamanya penyaliban ini tidak boleh lebih dari tiga hari. 6. Hukuman pengucilan.(Alhajru), diperuntukan bagi pelaku kejahatan ringan. Asalnya hukuman ini diperuntukan bagi wanita yang nusyuz, membangkang terhadap suamiuya, Al-Qur'an memerintahkall kepada laki-laki (suami) untuk menasihatinya. Kalau ha! tersebut tidak berhasil, maka wanita (istri) tersebut diisolasi dalam kamar yang terpisah dari suami sampai menunjukan sikap perubahan dan perbaikan, seperti yang dijelaskan dalam surat Au-Nisa ayat 34:
Artinya: "kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menajkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di fem.pat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar". (An-Nisa:34)
7. Hukuman pencemaran ini bisa berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan seseorang yang telah melalrukan perbuatan tercela, seperti menipu dan lain.Jain. 8. Hukuman terhadap barta dapat berupa penyitaan barang-barang si pelaku ataupun berupa denda. Hukuman ini dikarenakan si pelaku melakukan pengrusakan terhadap barang orang lain, pencurian. menyembunyikan dan mengbilangkan barang orang lain. 9. Kafarat, pada hakikatnya adalah suatu sanksi yang ditetapkan untuk menebus perbuatan dosa pelakunya. Hukuman ini diancamkan atas perouatan-perbuatan yang dilarang syara' karena perbuatan itu sendiri dan mengerjakannya dipandang sebagai maksiat. Sanksi ini pada dasarnya merupakan sanksi yang bersifat ibadah. Jadi, ruang lingkup kafarat adalah antara hukuman clan pengabdian kepada Allah. Oleh karena itu, hukuman ini dapat disebut sebagai hukuman ibadah. 23 Dalam hal ini, pemalsuan obat dan makanan ini, tidak ada hukuman yang telah jelas dan konkrit, mengingat masalah ini termasuk masalah yang barn. Oleh karena itu, dalam Islam jika ada suatu permasalahan barn seperti pemalsuan obat dan makanan, yang dalam pemberian hukumannya belum ada ketentuan yang
jelas, maka hukuman yang diberikan atas pelanggaran yang barn tersebut diserahkan sepenuhnya kepada hakim/pemerintah. Hukuman yang keputusannya berdasarkan kekuasaan hakim/pemerintal1 adalah ta 'zir. Maka hukuman yang 23
Ibid., h. 169.
pantas bagi pelaku pemalsuan obat dan makanan seperti ini adalah ta 'zir. Dalam bentuknya itu disesuaikan dengan kadar bahaya/ mengganggu tidaknya pada kepentingan dan kemashlahatan umum. Prinsip penjatuhan ta 'zir, terutama yang berkaitan dengan ta 'zir yang menjadi wewenang penuh ulul amri, artinya baik bentuk maupun jenis hukumannya merupakan hak penguasa, ditujukan untuk menghilangkan sifat-sifat mengganggu
ketertiban atau kepentingan umum, yang bermuara pada kemashlahatan umum. Ketertiban atau kepentingan umum sebagimana diketahui sifatnya Jabil dan berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.
24
Seperti yang telah dikatakan diatas, berkenaan dengan kegiatan memproduksi obat-obatan ilegal yang mengandung bahan kimia berbahaya, berarti telah melanggar Undang-Undang no 23 tahun 1992 pasal 82 ayat 2 tentang kesehatan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang sebelmnnya dijelaskan pula pada pasal sebelumnya yaitu pada pasal 80b yang dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun dan dipidana denda paling banyak 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)2
5
dan Undang-Undang no 8 tahun 1999, pasal 62 (l) tentang Perlindungan
24
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, Desember 2000), Cet I, h. 142. 25 Sentosa Sembiring, Himpunan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pen111da11g-1111danga11 yang Terkait (Bandung: Nuansa Aulia, Maret 2006), Cet I, h. 218.
Konsum.:;u: yang dapat dikcrmkan s1illksi dcngan pidana pcnjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 2.000.000. 000,00 (dua milyar rupiah).26
26
Ibid ... h. 32.
BAB IV UPA YA DALAM PENANGGULANGAN MASALAB. PEMALSUAN JUAL BELi OBAT DAN MAKANAN
A. Analisis terhadap Kasus-Kasus di BPOM Mengenai Praktek Pemalsuan Obat dan Makanan Dari semua pemaparan diatas, penulis berpendapat babwa penggunaan zat-zat kimia yang berbahaya pada kehidupan manusia adalah suatu tindakan yang tidak dibenarkan dalam hukum manapun clan dengan alasan apapun. Makanan yang semula adalah makanan yang halal dan baik, bila dicampur dengan zat-zat berbahaya tadi maka makanan tersebut menjadi tidak baik lantaran kandungan telah bembah dari kandungan yang menyehatkan kepada kandungan yang mematikan. Bahan yang halal jika dalam penggunaannya menyebabkan kemudhorotan maka hukumnya menjadi haram, namun dalam hal ini tidak berlaku hukum sebalikuya. Sebagaimana dirurnuskan dalam kaidah:
"Menolak kerusakan diutamakan ketimbang mengambil kemashlahatan ".
i'lyJI ~ i'\-~I_, J)l.;J\ ~\ l::i) "Bila berbaur yang haram dengan yang halal, maka yang haram
mengalahkan yang halal", 1
1
Amir Syarifuddin, Uslml Fiqh 2 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,Mei 2001), h. 405.
Pada firman Allah SWT, dalam surat Al-Baqarah ayat 195 dijelaskan sebagai
Artinya: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (AlBaqarah: 195) Ayat ini menjelaskan agar kita menjaga diri kita dari kebinasaan, dengan membuat obat serta makanan yang dicampur dengan segala macam zat kimia yang kita belum tahu efek apa yang akan ditimbulkan dari bahan tersebut, secara tidak langsung kita menjadikan orang lain masuk kedalam jurang kebinasaan dan ha! ini sangat dilarang dalam syari'at Islam. Setiap insan pada dasamya tidak diperbolehkan mengadakan suatu kemudharatan (dharar)2. Terutama yang akan menimpa dirinya sendiri maupun orang lain, baik itu yang berat maupun yang ringan. Pada prinsipnya kemudharatan itu hams dihilangkan. Tetapi dalam menghilangkan kemudharatan dianjurkan jangan sampai membuat kemudharatan barn terutama pada orang lain. Hal ini senada dengan kaidah berikut:
"Kemudharatan itu harus dihilangkan. "3
2
Dharar, adalah berbuat kerusakan kepada orang Iron secara mutlak; mendatangkan kerusakan terhadap orang lain dengan cara yang tidak diizinkan oleh agama. Sedangkan tindakan pengrusakan terhadap orang lain yang diizinkan oleh agama seperti qisas, diyat, had dan lain-lain tidak dikategorikan berbuat kerusakan tetapi untuk mewujudkan kemashlahatan. 3 Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah I/mu Fiqh (Al-Qawa 'idul Fiqhiyyah) (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Cet 4, h. 34.
Dari kaidah tersebut memunculkan kaidah cabang yaitu:
.• ._n. JI..J:! . 'i
.)_,.....,..'T
. ·-'I .)..,,.....,..
"Suatu dharar tidak boleh dihilangkan dengan dharar pula. " 4
Dari kedua kaidah diatas, dapat kita simpulkan bahwa bahaya itu harus dihilangkan, akan tetapi jangan sampai menimbulkan bahaya lain pada orang lain dengan menggunakan bahaya pula. Karena bila menghilangkan bahaya dengan bahaya juga artinya sarna saja tidak menghilangkan bahaya. Hal ini senada dengan apa yang telah Allah SWT finnankan dalam surat Al-Baqarah: 279:
Artinya: "Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya". (Al-Baqarah: 279) Telah diketahui bersama, apa sebenarnya yang dinarnakan dengan dharar itu, dan bagaimana Islam memberi pandangan mengenai ha! tersebut. Sekarang penulis akan memaparkan analisisnya mengenai bebera.pa masalah "Tindak Pidana Pemalsuan Obat dan Makanan" yang nota bene adalah judul yang penulis jadikan sebagai bahan analisis pada tugas skripsi ini.
Ma~alah
pemalsuan pada
obat dan makanan ini menyangkut beberapa aspek, diantaranya: Periama, mengena.i faktor-faktor penyebab banyaknya terjadinya pemalsuan terhadap obat dan makanan. Diantara faktor-faktor tersebut adalah, apa yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya yaitu faktor ekonomi dan sosial. Faktor ini 4
Ahmad Sudirman Abbas, Qawa'id Fiqhtyyah, Dalam Perspektif Fiqh (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya dengan Anglo Media, 2004), Cet Pertama, h. 133.
memang cukup memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pada khususnya dan kehidupan negara pada umumnya. Faktor ekonomi inilah yang membuat para oknum pedagang berfikir bagaimana caranya supaya mereka tetap niaju 11amun tidak: me1ugi karena faktor ekonomi yang kian hari makin menyulitkan mereka. Oleh karena itu mereka mulai membuat suatu terobosan dalam berdagang, yang sekiranya mereka dapat keuntungan dan bisa meminimalisir kerugian yang besar. J'viulailah sehagian para pedagang kehilaugau aka! sehatnya, dan mereka met1ggunakan zat-zat kiruia berbahaya
dalam
mengawetkan
barang-barang
produksinya.
Mereka
menggunakan zat yang sebenamya diperuntukan untuk mengawetkan mayat, ruunun mereka gunakan untuk mengawetkan seperti ikan, tahu, mie basah dan lain sebagai11ya, yaug sekiranya barang tersebut tidalc dapat tah011 lama da11 memakan biaya yang cu!.-up besar jika melakukan pengawetan secara manual. Nama 7.at tersebut adalah formalin, atau nama lainnya adalah metil aldehida atau metilen
oksida. Tetapi dalam ajarau Islam, bagaim011apun kita
dalam kehidupan yang serba
sulit seperti sekarang ini, kita tidak diperkenankan untuk berbuat yang sekiranya dapat membuat orang lain celaka akibat ulah yang kita perbuat. Namun kita dianjurkan agar selalu berbuat baik sesama makhluk Allah, terutama kepada manusia. Seperti apa yaug telah Allah peri11tahka11 dalam surat Al-Baqarah ayat
195, sebagai berik\lt:
Artinya: " ... Dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik". (Al-Baqarah: 195) Pada surat Al-An'am ayat 151 juga Allah menjelaskan tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi masalah yang rumit (keadmm) jangan sampai kita terjerumus kepada tindakan yang dilarang oleh agama. Karena semua rezeki manusia sudah diatur oleh-Nya, tinggal manusia itu sendiri bagaimana
Artinya: "Katakanlah: "Mari/ah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu
oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sr..watu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan · janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nyaj ". (Al-An'aam: 151)
Faktor yang kedua, adalah dari segi kurangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat kalangan bawah, sehingga munculah pemikiran serta perbuatan menyimpang dari para oknum pedagang yang menimbulkan sifat keegoisan terhadap materi (matrealistis) dan tidak memikirkan keselamatan orang lain
sedikitpun. Faktor yang ketiga, adalah kurang tegasnya aparat pemerintah dalam menerapkan Undang-Undang dan dalam menindak setiap pelanggar aturan, jadi terkesan pemerintah terkadang pilih kasih dan membiarkan para oknum pedagang yang melaknkan berbagai pelanggaran. Terlebih kurangnya kerja sama pemerintah dengan masyarakat dalam memantau setiap gerak gerik para oknum tersebut. Aspek yang kedua dalam menyikapi masalah pemalsuan obat dan makanan adalah bentuk-bentuk pemalsuan terhadap obat dan makanan itu seperti apa saja? Bentnk yang pertama adalah pemasukan zat-zat kimia berbahaya pada obat, baik itu obat tradisional maupun yang modem. Seperti apa yang telah didapati oleh Badan POM mengenai terkuaknya jaringan produsen ilegal yang memproduksi obat tradisional yang diketahui telah dican1pur oleh zat kimia berbahaya. Seperti contoh tabel dibawah ini: No. 1.
2.
3.
NamaObat Produsen TradisionaVNo Pendaftaran Asam Urat Flu Kopja Sabuk Kuning, Tulang Kapsul Ban, Masuk ·Angin, Flu, Mahkota Dewa Sakit Gigi Serbuk CV, Ferbindo Jakarta Gemuk Sehat Bunga Sari PJ, Serbuk Cilacap
4.
Asam Urat Serbuk
5.
Sehat Serbuk
Positif Mengandung Fenilbutason
Mencantumkan NO. Reg. Fiktif
Parasetamol
Mencantumkan No. Reg. Fiktif
Fenilbutason dan Deksametason Dewa Fenilbutason
Delapan PJ, Cilacap Stamina Dewa Mega Jaya PJ, Banvumas
Keterangan
Parasetamol
Mencantumkan No. Reg. Fiktif Tidak Terdaftar Mencantumkan No. Reg. Fiktif
6.
Langsing Alami Kaosul 7. Tradisional Jaya Asli Asam Urat serbuk 8. Obat Pegel Linn, Ngilu Tulang Serbuk 9. Asam Urat, Flu Tulang, Lebah Liar Serbuk 10. Asam Urat Sari Pusaka Serbuk 11. Sembur Angin Serbuk 12. Urat Madu Kapsul 13.
Cikung Papua Tablet Temu 2 14. Jasa Serbuk 15. Campur Sari Serbuk
Mencantumkan Hema Care PT, Sibutrarnin No. Reg. Fiktif Indonesia Hidroklorida Jaya Asli PJ, Parasetamol & Tidak Terdaftar Ci lacap Fenilbutason Racikan Makasar PJ, Cilacap
Parasetamol
Mencantumkan No. Reg. Fiktif
Sari Pusaka Jaya PJ, Cilacap
Parasetamol
Mencantumkan No. Reg. Fiktif
Sari Pusak:a Jaya PJ, Cilacao Abas Jaya PJ, Cilacap Air Madu PJ, Malang
Parasctamol & Fenilbutason Metampiron
Mencantumkan No. Re2. Fiktif Mencantumkan No. Reg. Fiktif Mencantumkan No.
Alam Papua PJ, Cilacao Jasa Agung PJ, Cilacap Sugi Aladin PJ
Parasetamol & Fenilbutason Teofilin
Sildenafil Sitrat
Reg. & Alamat
Teofilin
Fiktif Mencantumkan No. Reg. Fiktif Mencantumkan No. Reg. Fiktif Tidak Terdaftar
Data serta tabel diatas belum semuanya penulis masukan, masih ada kurang lebih delapan puluh macam obat tradisional lagi yang terdaftar oleh Badan POM sebagai obat ilegal yang menggunakan zat kimia berbahaya. 5 Dan bentuk yang kedua, yang dilakukan ·oleh para oknum pedagang adalah dengan mencampur adukan bahan kimia be.rbahaya te.rsebut ke.dalam makanan, dan di diamkan be.berapa saat barulah bamng yang dicampurkan itu seperti ikan,
tahu dan mie basah dijual. Mereka bertujuan supaya barang yang mereka jual tetap segar dan kelihatan bagus, kencang dan mengkilap walau sudah berhari-hari. ' Badan POM Pusat.
Sebagaimana data yang penulis dapat !angsung dari Bad.an POM, mengenai makanan seperti tahu, ikan dan mie basah yang telah tercampur oleh zat-zat kimia berbahaya. Data tersebut sebagai berikut: Keteramrnn Jumlah Samnel Memenuhi Svarat Tidak Memenuhi Svarat % tidak memenuhi syarat
Uran
137
Tahu 290 193 97
64.32%
33.45%
26.36%
MieBasah 213 76
258 190 68
Dalam menyikapi masalah ini pemerintah beserta aparatnya dengan dibantu masyarakat harus memiliki solusi dan strategi apa yang harus digunakan dalam misi meminimalisir tindakan penyelewengan para okmun pedagang. Dalam ha! ini penulis ingin memaparkan beberapa solusi serta stategi yang harus dilakukan pemerintah beserta aparat dan masyarakat. Diantara solusi yang penulis ajukan adalah: Pertama, Pemerintah diharuskan memperkuat regulasi hukum/ UndangUndang, sehingga dalam pengambilan suatu hukn:111 tidak hanya berpatokan kepada Undang-Undang pidana saja, yang selama ini secara nyata kita rasakan kurang efektif (softdevelopment) karena memang sudah banyak dari kalangan pemerintah serta aparatnya yang melanggar ketentuan tersebut, disamping memang tidak adanya penerapan (law enforsment) secara maksimal dikalangan mereka sendiri. Jelas sekali, sebagus apapun peraturan/Undang-Undang yang dibentuk oleh suatu negara tidak akan berdampak apapun dan mengubah apapun dalam kehidupan negara jika tidak diterapkan dengan sebenar-benamya; Kedua,
adalab pemerintab beserta aparatnya barns lebib giat lagi melakukan pendidikan serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama masyarakat yang tinggalnya jauh dari sumber informasi. Supaya masyarakat tabu akan babayanya makanan yang mengandung zat kimia berbabaya, dan supaya bisa mengenali dan lebih berhati-hati dalam memiiih makanan sehat dan makanan yang nota bene adalab mcun yang mernatikan. Ketlga adalab, pemerintab agar menghimbau kepada masyarakat luas supaya masyarakat belajar hidup sehat dan sederhana dan membeli segala sesuatu terutama obat dan makanan. Masyarakat-pun harus bisa memilih apa saja yang yang dibutuhkan dan yang tidak dalam hal konsumsi (preferent consumption), jangan sembarangan dalam hal memilih obat dan makanan. Masyarakat juga hams bisa lebih teliti dalam memilih obat atau makanan yang sudab diketabui ciri ..cirinya bahwa makanan tersebut telah terkontaminasi oleh zat kii:nia berbabaya terlebih tidak ada !:.be! halal dari instansi terkait, dalam hal ini adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diperkuat Badan POM Selain pada Badan Pengawas Obat dan Makanan, penulis-pun mengadakan analisis pada Pengadilan Negeri. Penulis mendapatkan putusan Pengadilan Negeri Palembang yaitu No. 154/PID/2005/PT. PLG. Perinciannya adaiah sebagai
berikut:
PUTUSAN
Nomor : 154/PID/2005/PT. PLG. Nama
: AMIRUDIN Alias ACAI bin DUL.HALIM.
Tempat Lahir
: Pelembang.
Umurffgl Lahir
: lOMei 1962
Jenis Kelamin
: Laki-Laki.
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Jl. Sumur Tinggi III No. 83 RT. 12 RW. 03 Kelurahan 5 llir Palembang.
Agama
: Budha
Pekerjaan
: Wiraswasta
Terdakwa ditahan oleh: 1. Penuntut umum sejak tanggal 14 Juli 2005 sampai dengan tanggal 25 Juli 2005; 2. Hakim Pengadilan Negeri Palembang sejak tanggal 26 Juli 2005 sampai dengan tangga:l 24 Agustus 2005; 3. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Palembang sejak tanggal 25
Agustus 2005 sampai dengan tanggal 16 Oktober 2005;
4. Hakim Pengadilan Tinggi Palembang sejak tanggal 17 Oktober 2005 sampai dengan tanggal 16 Nopember 2005; 5. Perpanjangan oleh kctua Pengadilan Tinggi Palembang sejak tanggal
17 November 2005 sampai dengan sekarang. MENGADILI a. Menerima permintaan banding dari kuasa hukum terdakwa tersebut; b. Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Palembang tanggal 12 Oktober 2005 Nomor : 1078/Picl B/2005/PN. PLG., sepanjang mengenai putusannya maka putusan slengkapnya sebagai berikut:
1) Menyatakan bahwa terdakwa AMIRUDIN Alias ACAl bin DULHALlM, tersebut diatas telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : "DENGAN SENGAJA MENGGUNAKAN BAHAN FORMALIN YANG DILARANG SEBAGAl TAMBAHAl'l PANGAN''; 2) Memidananya dengan pidana penjara 8 (delapan) bulan; 3) Memerintahkan selama masa penangkapan dan penahanan yang dijalani terdakwa sebelum putusan ini memiliki kek'Ulltan tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4) Memerintahkan agar terdakwa ditahan; 5) Memerintahkan agar barang bukti dikembalikan kepada terdakwa. No.J>utusan
Kasus
No.154/PID/2005/PT. PLG
Mengedarkan telah dicampur
warna
fonnalin dan
Formalin
dalam ·Jumlah yang
Melampani
Batas yang
I
basah l.Memidana
besar dan kecil selama 8
Pemakaian zat
I
1. Mie
Penyelesaian
makanan yang dengan
I
Barang Bukti
telah ditentukan
kuning (delapan) bulan.
air 2.Memerintahkan
serta rebusan mie. 2. Mesin
agar barang buk1:i
giling dikembalikan
dan
potong kepadasi
mie.
terdakwa.
3. Mesin
3.Membebankan
pengaduk
biayadua
adonan mie.
pengadilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 2.500,00
I I
I
Analisis penulis mengenai kasus Nomor: 154/PID/2005/PT.PLG, ini adalah: Pada tahun 2003 sampai dengan hari Senin 11 April 2005 yang masih wilayah Pengadilan Negeri Palembang, telah terjadi pemalsuan makanan berupa mie basah yang di dalamnya telah dicampur dengan zat pengawet berbahaya yang dinamakan formalin. Sang pelaku bernama Amirudin alias Acai bin Dulhalim,
yang kesehariannya bekerja sebagai wiraswasta/memproduksi berbagai mie basah berwama kuning dan menjualnya ke berbagai konsumen/pedagang. Terdakwa mencampuri zat berbahaya (formalin) tersebut kedalam air rebusan sewaktu merebus rnie. Dengan dernikia11 rnie yang terdakwa buat telah terkontarninasi oleh formalin. Tetapi terdakwa tidak memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dan perbuatan yang menyalahi aturan yang telah pemerintah tetapkan, yaitu menggunakan zat kimia berbahaya sebagai bahan campuran makanan/pengawet makanan yang sangat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan konsiiW:en dan melampaui ambang batas wajar/maksimal. Oleh karena itu terdakwa dipastikan bersalah karena melakukan tindakan pidana "memproduksi dan mengedarkan mie basah mengandung formalin sebagaimana tersebut dalam pasal
55 huruf b dan d tJu RI Nomor : 7 tahun 1996 tentang paingan jo pasal 3 ayat 1 permenkes RI No. 722/Permenkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan Terdakwa dijatuhi hnkuman l (satu) tahun
p~njara
potong tahanan
selama terdakwa berada dalam tahanan dan terdakwa tetap ditahan. Namun setelah mengajnkan banding oleh kuasa hnkum terdakwa, maka setelah menimbang maka putusan pengadilan memberikan pengurangan terhadap
lamanya masa tahanan tersebut yang semula dari 1 (satu) tahun penjara menjadi 8 (delapan) bulan penjara dan memusnahkan barang bukti berupa mie besar dan kecil warna kuning serta air rebusan mie serta mengembalikan barang bukti_ berupa mesin pemotong mie kepada terdakwa (keluarganya). Demikian putusan yang diberikan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan di Palembang pada hari Kamis tanggal I Desember 2005 oleh H. M. Tojib Matderis, S.H selaku hakim ketua majelis dan Manis Soejono, S.H serta Santun Napitupulu, S.H selaku masing-masing hakim anggota, Nurlaili Hamid, S.H sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi tersebut B. Penguatan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Pidana Seperti apa yang telah diuraikan pada bah sebelumnya, bahwa dalam pembentukan Sllltfu peraturan/Undang-Undang haruslah memiliki tujuan yang jelas, agar Undang-Undang tersebut tidaklah menjadi sekedar peraturan tertulis yang tidak mempunyai efek apapun jika seseorang melanggarnya, karena penerapan Undang-Undang tersebut sama sekali tidak ada, bahkan ada beberapa oknum pejabrtt pemerintahan yang dengan sengaja memberi jalan kepada para pelanggar Undang-Undang tersebut Oleh karena itu jika dilihat dari tujuan-tujuan dari Undang-Undang pidana itu sendiri di antaranya yaitu apa yang disebut dengan tujuan absolut atau yang disebut juga dengan teori pembalasan dan teori selanjutnya adalah teori relatif atau yang disebut juga teori prevensi sebagai teori lanjutan dari teori sebelumnya
(abso1ut) yang tidak memberikan kepuasan kepada masyarakat terutama kepada orang yang menjadi korban dari tindakan pidana tersebut. 6 Dalam syari'at Islam-pun memiliki tujuan dalam pembentukan dan penetapannya; diantara tujuannya adalah agar terciptanya kemashlahatan manusia, baik di dunia yang fana ini mapun kemashlahatan di akbirat kelak.7 Selain itujuga Islam memandang dari beberapa aspek di antaranya apa yang disebut dengan maqashidul khamsah, yaitu: 1. Memelihara kemashlahatan agama; 2. Memeliharajiwa; 3. Memelihara akal; 4. Memelihara keturunan dan 5. Memelihara harta benda dan kehormatan. 8
Menjawab dari pertanyaan pada bah sebelwnnya "mengapa masih banyalrnya pelanggaran yang terjadi? (dalam jual beli)'\ padahal yang kita tahu UndangUndang pidana telah mengatur banyak ha! diantaranya mengenai pemalsuan obat dan makanan. Tapi mengapa masih banyak dan semakin "aman" saja orang-orang yang berbuat pelanggaran tersebut? Jawaban dari pertanyaan tersebut menyangkut dan dapat dilihat dari beberapa aspek, yang pertama mulai dari lemalmya penerapan hukum dikalangan pemerintah sendiri yang terkadang cendenmg pilih kasih terhadap pelanggar (kaum borjuis)/para pengusaha yang bermain dengan Waluyad~ Hukum Pidana Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 72. Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara), Cet 3, h. 65. 8 Ibid.. ., h. 67-113.
6
7
kuatnya barta yang dimilikinya dan korban yang dinilai sebagai masyarakat kelas bawah yang tidak mempunyai kekuatan apapun dan yang kedua juga tidak adanya rasa keadilan yang dirasakan masyarakat jika bersentuhan dengan hukum. Jika dilihat dari alasan yang telah dikemukakan di atas, maka hukum yang telah ada sekarang harus diperkuat lagi dengan penerapannya yang benar-benar meajadi produk hukum yang sebenarnya, karena tidak ada gunanya sebagus apapun materi hukum yang ada jika tidak benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari pejabat pemerintah sampai kepada masyarakat itu sendiri harus taat dan menjalankan hukum itu sebagimana mestinya, dart penerapan hukum juga tidak boleh pilih kasih dan harus bisa bertindak adil kepada semua lapisan masyarakat. Perlu juga diterapkannya syari'at Islam di negara kita, walaupun yang nota bene negara kita bukan negara yang berasaskan Islam (sebagai alasan
kalru~illln
atas menolak syari' at Islam di Indonesia), padahal jika kita bisa lebih bijak dan
berfikir positif, syari'at Islam bukan hanya saja diperuntukan untuk kaum muslim tapi mencakup pada keseluruhan. Jika Irita melihat Undang-Undang yang ada sekarang-pun bukanlah Undang-Undang yang diperuntukan untuk satu kaum saja (non-muslim/muslim) padahal yang kita tahu bersama bahwa Indonesia adalah negara yang mayoritas beragama Islam, namun mengapa kita "takut" menggunakan syari'at kita sendiri? Dari kedua poin diatas, selain harus adanya perhatian pemerintah kepada masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah kebawah dengan cara
menerapkan segala apa yang tercantum dalam Undang-Undang, dengan jalan yang benar-benar mumi dan bersih dari snap menyuap dan hams adanya rasa keadilan yang menyelnrnh yang dirasakan oleh semua lapisa.Jl masyarakat Dalam aspek Undang-Undangpun hams diperlmat lagi, bukan hanya saja UndangUndang pidana saja yang dijadikan pedoman, namun harus ada Undang-Undang yang mengatur mengenai masalah kesehatan (konsumsi), dan Undang-Undang yang mengatur masalah pangan, yang kesemuanya itu termuat dalam UndangUndang Perlindungan konsumen, perlu juga sebagai bahan perbandingan dalam pemutusan suatu perkara misalnya. Karena dari masing-masing Undang-Undang tersebut berlainan dari sudut pandang dalam memahami suatu perkara walaupun intinya sama.
C. Memberikan Pendidikan dan Sosialisasi kepada Masyarakat dengan Data yang Konkrit Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telalrt rnenghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan tekhnologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi dalam maupun luar negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak memiliki manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan jasa yang diinginkan dapat
terpenuhi serta semakin terbuka lebar Jrebebasan untuk memilih aneka jenis maupun kualitas barang dan jasa yang diinginkan sesuai dengan kemampuannya. Di sisi lain, kondisi serta fenomena diatas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemab. Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besamya oleh pelaku usaba melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemaban konsumen adalab tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih sangat rendab. Hal ini terutama disebabkan oleh rendabnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan sebagai landasan hukum yang !mat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dill\ pendidikan konsumen. 9 Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudab mengharapkan keasadaran para pelaku usaha yang pada dasamya prinsip ekonomi pelaku usaha adalab mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu adanya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan Undang-Undang yang dapat
9
C.S.T., Kansil dan Christine S.T., KansiL Pokok-Pokok Pengetalma11 Hukum Dagang Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, November 2004), Cet IL h. 212.
melindungi
kepentingan
konsumen
secara
integratif (menyeluruh)
dan
komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif dalam masyarakat. Piranti hukum yang melindungi kepentingan konsum<m tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahimya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang atau jasa yang berkualitas. Disamping itu, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya. 10 Dalarn setiap masyarakat, akan dijumpai suatu perbedaan antara pola-pola prikelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola prikelakuan yang dikehendaki oleh kaidah-kaidah hukum. Adalah suatu keadaan yang tidak dapat dihindari, apabila timbul suatu ketegangan sebagai akibat dari perbedaanperbedaan tersebut diatas. Mengapa ha! itu bisa terjadi? Adalah suatu keadaan yang lazim, bahwa kaidah-kaidah hukum disusun dan direncanakat1 oleh sebagian kecil dari masyarakat yang menamakan dirinya sebagai elit masyarakat tertentu, yang mungkin berbeda kepentingan dan pola-pola prilakunya, lagi pula suatu kaidah hukum berisikan patokan prilaku yang dillarapkan. Sudah tidak asing lagi bagi kita, betapa banyakuya perundang-undangan pada zaman kolonial dahulu, 10
Ibid., h. 212.
yang tidak kena tepat pada sasarannya. Dengan demikfan, maka tidak:lah terlalu mengherankan mengapa hukum terkadang tidak berhasil mengusahakan atau bahkan "memaksakan" agar warga masyarakat menyesuaikan tingkah laku pada hukum yang telah ditetapkan. 11 Setiap masyarakat, selama hidupnya pasti pernah mengalami perubahanperubahan. Perubahan-perubahan itu ada yang tidak menarik perhatian orang lain, ada yang pengaruhnya sangat luas, ada yang terjadi sangat lambat, ada juga yang berjalan dengan cepat, ada pula perubahau yang direncanakan terlebih dahulu dan ada pula yang tidak, dan seterusnya. Jika ada seseorang yang sempat melakukan suatu penelitian terhadap suatu masyarakat tertentu pada suatu masa dan membandingkannya dengan masyarakat pada masa lampau, maka akan sangat jelas perubahan yang ada.
12
Dalam mengubah suatu masyarakat, harus ada suatu alat yang memang benarbenar bisa dijadikan suatu pegangan dalam masyarakat tersebut. Salah satu alat untuk mengubah masyarakat itu sendiri adalah "hukum ". Dalam arti bahwa hukum dapat digunakan sebagai suatu alat oleh agent ofchange. Agent of change atau pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin masyarnkat dalam mengubah sistem sosial dan didalam melaksanakan ha! itu langsung tersangkut dalam 11
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Raja Graftndo Persada, 2006), Cet 16, h. 22. 12 Ibid., h. 19.
tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan, bahkan mungkin menyebabkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan Jainnya. Suatu perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan, selalu berada dibawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut, atau yang biasa disebut dengan social engineering atau social planning. 13 Sebagai sarana social engineering, hukum merupakan suatu sarana yang ditunjnk untuk mengubah prikelakuan dalam masyarakat, sesuai dengan tujuantujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu masalah yang dihadapi dalam masalah ini adalah apa yang dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai softdevelopment, dimana hukum-hukum yang dibentuk dan diterapkan, temyata tidak efektif. Gejala-gejala semacam itu akan timbul, apabila ada faktor-faktor
tertentu yang menjadi halangan. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum itu sendiri, penegak hnkum, para pencari keadilan (justitiabelen), maupun golongan-golongan lainnya didalam masyarakat. Faktor-
faktor itulah yang hams diidenti:fikasikan, karena merupakan suatu kelemahan yang
terjadi
kalau
hanya
tujuan-tujuannya
yang
dirumuskan,
tanpa
mempertimbangkan sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Kalau seandainya hukum yang menjadi sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan tersebut, rnaka prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan hnkum sebagai sarana saja. Kecuali pengetahuan yang mantap mengenai hakikat-hakikat suatu hnkum, juga perlu diketahui batas-batas didalam penggunaan hnkum sebagai 13
Ibid., h.121.
Makanan, yang terlebih dahulu dikeluarkannya Unclang-Unclang terkait sepe1ti, Undang-Undang perlindungan konsumen yang didalamnya menyangkut juga tnengenai Unclang-Unclang tentang kesehatan clan Undang-Unclang tentang pangan. Tidak hanya berhenti disitu saja, pemerintah-pun harus melakukan sosialisasi clan penguatan terhadap Unclang-Unclang tersebut dengan cara penegasan pemerintah dalam menerapkan Undang-Undang tersebut kesemua kalangan. Seperti salah satu contoh upaya pemerintah dalam melakukan sosialisasi pada masyarakat dalam bentuk public warning, nomor: KH.00.01.1.034 dikeluarkan pada tanggal 20 Agustus 2005 tentang Produk "Arma Sin Gang San Langsing Ayu ", yang dicampur dengan bahan kimia obat keras Sibutramin Hidroklorida. l. Berdasarkan hasil operasi pengawasan dan
pen~jian
laboratorium Badan
POM telab mketemukan di peredaran produk "Arma Sin Gang San Langsing Ayu" yang dicampuri dengan bahan kimia obat keras Sibutramin Hidroklorida, produksi perusahaan di Jawa Tengah dengan distributor tunggal PT. W di Jakarta. 2. Sibutramin Hidroklorida adalah golongan obat keras yang hanya dapat diperoleh clan digunakan berdasarkan dengan resep dokter. Obat keras ini merupakan senyawa kimia yang bekerja dengan cara menghambat ambilan (reuptake) norepinefrin, serotonin clan dopamin_ Dengan pengawasan dokter,
sibutramin hidroklorida digunakan untuk pengobatan obesitas.
3. Penggunaan sibutramin bidr()Jdorida yang tidak dibawah pengawasan dokter dan penggunaannya yang tidak tepat, dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia. 4. Penggunaan obat keras ini dalam "Arma sin gang san langsing ayu", sangat beresiko pada kesehatan/keselamatan konsumen. Perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dan terhadap pelaku pelanggaran dilakukan proses pro-justitia. 15
" Badan POM, Public Warning kepada masyarakat, produk Anna Si11 Ga11g &m Lallgsi11g Ayu yang Dicampur Oba/ Keras Sibutrami11 Hidroklorida.
BABV PENUTIJP
A. Kesimpulan 1. Berdasarkan dari semua penelitian yang telah didapat oleh penulis, maim dapat diambil berbagai kesimpulan. Dalam jual beli banyak sekali praktek penipuan serta pemalsuan di dalamnya. Salah satu. di antaranya, ada yang berupa pemalsuan merek dagang, penipuan dalam ha! label pada kemasan yang dapat berupa ketidaksamaan label kemasan dengan isinya, mengenai pemalsuan tanggal kadaluarsa. Peajualan produk-produk yang tidak memenuhi standarisasi makanan yang sehat dan banyaknya pemalsuan barang terutama pada obat dan makanan yang telah terkontaminasi oleh zat-zat yang berbahaya dengan cara memasukan zat kimia berbahaya kedalam obat atau makanan, atau dengan cara mencampur zat kimia berbahaya kedalam obat uan makanan. Seperti yang telah diketahui bersama, banyaknya dari para nelayan yang menggunakan bahan kimia berbahaya seperti formalin yang bertujuan untuk membuat basil tangkapan mereka lebih awet dan terlihat segar walau sudah beberapa hari. 2. Dalam hal huknman yang akan diterima oleh pelaku ada beberapa macam diantaranya: Selain melanggar pasal 386 diatas, perbuatan tersebut juga melanggar UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan yang dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), dan melanggar UU No. 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen yang dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah). Selain dapat dijerat dengan pasal-pasal diatas, pelaku usaha pun bisa dikenakan sanksi administratifmenurut UU No. 8 tahun 1999, pasal 25 ayat 1 bempa pengembalian barang, uang atau jasa/setara dengan nilainya, atau perawatan kesehatan/pemberian santunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan bagi pelaku usaha yang memproduksi barang yang masanya berkelanjutan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya satu tahun atau lebih menyediakan suku cadang dan/fasilitas puma jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai yang diperjanjikan, dan pada pasal 62 ayat 3 dijelaskan: terhadap pelanggaran yang mengakibatkan Iuka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlaknkan ketentuan pidana yang berlaku. Dalan1 hnkum Islam, masalah ini tidak ada penjelasan yang konkrit. Namun hukun1 Islam adalah hukum yang selalu bisa mengikuti perkembangan zaman dan tidak akan pemah termakan usia. Dalam hal ini pelaku pemalsuan obat dan makanan dapat dikenakan hnkuman ta'zir yang dalam ha! ini adalah wewenang pengnasa (pem
3. Solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek pemalsuan ini banyak sekali. Solusi itu dapat berupa pengnatan dengan cara menerapkan Undang-Undang yang telah ada ditambah kerjasama antara pemerintah dan rakyatnya dalam menangani masalah pemalsuan obat dan makanan. Selain dari itu semua, hams adanya sosialisasi lewat media cetak maupun elektronik,
sehingga masyarakat memiliki kesadaran penuh dalam melakukan segala tindakan-tindakannya, apalagi yang menyangkut masalah hukum. Serta pendidikan kepada masyarakat dengan cara memberikan data-data yang konkrit lewat berbagai media (cetak dan elektronik) pada masalah ini. B. Saran-saran Mengakhiri tulisan ini, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Agar pemerintah segera menindas tegas terhadap para pelaku usaha yang
dalam memproduksi usahanya menggunakan zat kimia berbahaya. 2. Agar pemerintah, tenaga akademisi serta medis lebih memberikan pendidikan kepada warga masyarakat, tentang ciri-ciri barang yang sudah terkontaminasi oleh zat kimia berbahaya, terlebih kepada masyarakat kalangan bawah yang sangat kurang dalam mendapatkan informasi serta mensosialisasikan akan bahaya nya zat kimia. 3. Supaya pemerintah menghimbau kepada warga masyarakat agar mereka bisa hidup bergaya sehat dan lebih bisa memilih obat serta makanan apa saja yang lebih diperlukan. 4. Dalam masalah Undang-Undang mengenai hal ini, peme1intah hams memperkuatnya dengan beberapa Undang-Undang lainnya seperti: UndangUndang Perlindungan Konsumen, tentang Kesehatan, dan masalah Pangan.
Semua itu harus dipadukan secara selaras dan seimbang, demi terwujudnya keadilan dan keamanan yang merata disetiap kalangan. Penerapan UndangUndang-pun hams benar-benar diperhatikan, jangan hanya sekedar peraturan
tertulis yang tidak ada penerapan didalamnya. Jika seperti itu tidaldah ada gunanya sebagus apapun peraturan tersebut tanpa adanya penerapan yang benar dan akan menjadikan Undang-Undang tersebut sebagai soft
development.
DAFT.AR PUSTAKA
Al-Jumanatul Ali. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit, 2004, Ed. Pertama, Februari. Hakim, Rahmat. Drs., H., Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: Pustaka Setia, 2000, Cet. Ke-1. Kansil, C.S.T., Prof, Drs, S.H dan Kansil, Christine S.T, S.H, M.H. Pokok-Pokok
Pengetahuan Hukum
Dagang Indonesia.
Jakarta:
Sinar Grafika,
November 2004, Cet. Ke-2. Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, Analisa Fikih Para lv!ujtahid 1 (terj), Ghazali Imam, Said dan Zaidun Achmad. Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Cet. Ke2.
_ _ _ _. Bidayatul Mujtahid, Analisa Fikih Para Mujtahid 3 (terj), Ghazali Imam, Said dan Zaidun Achmad. Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Cet. Ke2: Moeljatno, Prof., S.H. Kitab Undang-Undang Hukuin Pidana. Jakarta:-PT. Bumi Aksara, 2003, Cet. Ke-22.
_ _ _ _. Asas~Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-7. Mudjib, Abdul, Drs., H. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (Al-Qawa'idu Fiqhiyyah). Jakarta: Kalam Mulia, 2001, Cet. Ke- 4. Nazir, Moh, Ph. D. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, Cet. Ke-5 Prodjodikoro, Wi1jono, Prof., Dr. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama, Juni, 2003, Cet. Ke-1, Ed. Ke-3. Santoso Ananda dan Hanif, A.R.AL. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Alumni. Soekanto, Soerjono, Prof., Dr., S.H., M.A. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Soekanto, Soerjono, Prof., Dr., S.II., M.A. dan Mamudji Sri, S.H., MLL.
Penelitian Hukum Nonnatif Suatu Ti1ifauan Singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001. Suhendi, Hendi, Dr., H., M.si. Fiqh lvfuamalah. Jakarta: PT. Raja Grafmdo Persada, 2005. Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 12 (terj), Marzuki, Kamaluddin. A, H. Bandung: PT. Alma' arif, Bandwig. Syah, Ismail Muhammad, Prof., Dr., H., S.H. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1999, Cet. Ke-3. Sembiring, Sentosa, Dr., S.H., M.H. Himpunan Undang-Undang Tentang
Perlindungan Konsumen Dan Peraturan Undang-Undang Yang Terkatt. Bandung: Nuansa Aulia, 2006, Cet. Ke-1, 2006. Subekti, Prof., R, S.H & Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, Cet. Ke-34 (<:disi revisi). Soekanto, Soerjono. P:::ngantar Penelitian Hukum. Jakarta: ill Press, 1986, Cet. Ke-3. Subek'ti, Prof., R, S.H. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa, 2003, Cet. Ke-31. Sudirman Abbas, Alunad., Dr, MA. Qawaid Fiqhiyyah, Dalam Perspektif Fiqh. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya dengan Anglo Media, 2004, Cet. Ke-1. Syarifuddin, Amir., Prof, Dr, H. Ushul Fiqh 2. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Mei, 2001, Cet. Ke-2. Waiuyadi, S.H. Hukum Pidana lndone,;ia. Jakarta: Djambatan, 2003.
Surat Kabar dan Website Berita Ilulnun, Jual Bakso Babi Digelandang Ke l'N, Rabu 14 Maret 2007. Harian Kompas. Jum'at, 29 November 2002.
Info BPOM. "l'enyalahgunaan formalin untuk pengawet Mie Basah, Tahu dan Jkan ". Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta. 3 Januari 2006.
"Jangan Tergiur Harga Murah". Suara Pembaharuan Daily. Minggu, 28 Januari 2007. Redaksi Amanah; [email protected].
LAMPIRAN-LAMPIRAN
)ID
Pondoklffiliinff · .. .·. ,
·:
.
pages
Tahu yang bentuknya sangal bagus, kenyal, lidak mudah hancur, awet beberapa hori dan tidak mudah busuk. Mie basah yans a.wet beberapa hari dan Udak mudah basi dibanclingkan dengan yang tidak mengandung formalin. Ayam potong 1ang. berwarna putih bersih, awet dan tidak mudah busuk. lkan basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, awet sampai beberapa harl dan tidak mudah busuk.
Formalin blasanya dlperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda·beda antara lain: Formal Morbicld Methane! Formic aldehyde Methyl oxide Oxymcthylene Methylene aldehyde Oxomelhane Fonnoforrn Formalith ·• Karsan Me"hylene glycol . Parnforin F'olyoxymethyl ene. glycols • ' Superlysoform · retraoxymethylene_
Trioxane
Pembunul1 kuman sehingga dirnanfaatkan untuk pembersili: lantal, kapal, !)udang, dan pakaian. l'embasmi lalal dan berbagal serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kac,:a, dan b<.~hc:n pi;;:c,dak. Dalam dunia fotografi b'1asanya digunakan untuk pengNas laplsan gelatin dan kertas. Bahan pcmbuatan pupuk dalam benluk urea. Bahan untuk pembuatan produk parfum. Bahan pcngawel produk kosmetika dan pengeras kc·ku.Pencegah korosl
unlvk su1nur min yak. Uahan untuk insulasl buoa. Bahan perekal unluk produk kayu lapls {plywood). Cairan pembalsam (pengawet mayat). Dalam konsantrasl yang sangat keel! (kurang dan 1%) dlgunakan sebagal pengawet untuk berbagal barang konsumen sepertl pembarslh rumah tangga, cairan pemcuci plring, pelembut, 1Jerawat sepatu, sampo mobll, lilin dan pemberslh karpet.
Penggunean formalin yang salah adalah ha! yang sangat dlsesdlkan. Melalul sejumlah survey dan pemerlksaan laboratonum, dltemukan sejurnlah produk pangan yang monggunakan formalin sebagal pengowet. · Praktek yang salah sepertl in! dllakukan produsen atau 'perigelola pangan yang lidak bertan9gung jawab. Beberapa cohtoh produk yang soring mengandung formalin rnisalnya ikan segar, a yam potong, mle qasah dan tahu yang beredar di ' pasaran. Yang perlu diingat, tidak semua produk pangan mengandung formalin.
Dazmpak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat ; Akut efek pad a keseha .an m"nusia langsung terlihat seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, ff\untah, rasa lerbakar, sal
···'"
·Pertolongan tergantung konsentrasi cair<1n dan gejala yang dialami korban :. Sebelum ke rumah sakit: Jerikan arang atau karbon aktif (norit) bila tersedia. Jangan me\81<.ukan rangs~ng muntah pada korbankCJrt:na akan 1ncnimbulkan risiko traum
pi run1ah sakit: lakukan bilas lan1bung {gastric lavage), berikan arang aklif (walaupun pemberian arang aklif akan mengganggu penglihatan bila nantinya dilnku~an lindal
\
\I
/~
v
Seperti telah dipaparkan di muka, bahwa terdapat sejumlah produk yang "ecara sengaja ditambahkan formalin sebagai pengawet. Untuk memastikan apakah sebuah produk pangan rnengandung formalin atau tidak memang dibutuhk3n uji laboratorium. Kita sebaiknya berhati-hati bila menjumpai produk pangan yang men1punyai ci~i sebage;i be.rikut
-1
.,,.,
FormDlln odnloh n;una d;ignng untuk larutan .formnldohld dalam nlr dengon kndnr 30o/o-'10%•• Fonnnlln 111cru,1nknn bahan bcrncun dnn burbahnya bagl kcsehat8n manusla. Jlka kandu~ ngannya dulam tubuh tlnggl akan bercalcsl ~ecara klinla dcngan hoinplr semua zat dl tlnlom sci, Fungsl stli nkan tertekan don mat!, schlngga menyebabknn kcrncunan pndn tubuh. Di pasaran, lonnalln d;1pnl dip'l1 :i!ch dnlnm bcntuk ~~udnh diJJnccrfmn, yaitu do11gn l kildnr formtJ/dehid-nyn 40, 30, 20 dan 10 pnrson sorta dttfnm bonluk tnblcl ynng boralnya masing·mnsing sckilrir 5 grrim. Padn bahnn panaun, torrnnlin scngajn ditwrik
.nt~mmrtll 0 Oonluk fislk knku, O IJll::1 lnrmuf111 ynn!J torknnduno b1111ynk nknn borbou menyongnl. 0 Jika dosls lormalln rondah hanya blsa dldoloksl dongnn ujl lnboratorlum.
Jnngkn pondek 0 Monyobabkan lrllasl pada saturt1n petn11· pasan, muntah·mun!ah, pusing, dnri rasa torbokar pndo tonggorokan. ' · ''
hancur.
l'l:iIT~unJll11! 9
Jnduslri leksli/,
e fndustrl pfastlk.
e Jr:dustr! kortas.
a lndvstrl cat. ~ 1
mayo!. a UOlLEf\
~·
. ,.. .•
PENINGKATAN JAMINAN HALAL PADA PRODUK PANGAN BEREDAR
SUKIMAN SAID UMAR
L
DbREKTUR INSPE!<SI DAN SERTIF.IKASI PANGAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
);> Jaminan halal atas
produk pangan dalam kemasan diberikan oleh produsen pangan yang bersangkutan.
> Logo halal adalah Claim Process darl produsen pangan bahwa produknya telah diproses melalui cara-cara yang benar sesuai dengan syariah !11!'.!m (Lawful)
,.;·
\·
'fliWl.\Nrl-.
~--------
E~AL,ALAN TH'A YYIBAN'' I ,'
Suatu pernyataan yang terintegrasi tidak boleh dipisah-pisahkan. Produk HALAL juga harus .Thavyib, yaitu layak dan aman untuk dikonsumsi
-
IHALArJ
DAN
KAll1AH·KAIDAH AGAMA ISLAM.
ISLAMIC COUNCIL
KAIDAH·KAIDAH GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)
FOOD REGULATORY AGENCY (BADAN POM)
i
!
I!
I MANDATARY
VOLUNTARY ~
.Jika akan mencantumkan ii Jika suatu produk pangan secara jelas mengandung babl, maka pernyataan logo halal pada label mengandung babl harus dicantuml
1-----------~--1---~
illt . Logo halal hanya dapat dicantumkan pada label kemasan setelah produsen memenuh\ pernyataan · GMP dan memperoleh ijin:
Mongon ung Babl
dari Badan POM.
VOLUNTARY
PROD~';,~~NGAN ~ [
MANDATARY
I
ERSUS
PR~~~:;::.,~c:;r;..NBYA';,~"
BERLAB~~L =:::H;;;:A::;LA:=L==-1----.\ 1.
2. 3. 4.
5.
Audit Halal di produsen pangan (LP-POM MUI, Depag, Badan POM) Pembahasan laporan aud,t oleh Komis! Fatwa MUI Pemberian sertifikat Halal darl MUI. . Pemberian ljln pencantuman logo halal darl Badan POM setelah prpdusen rnemenuhi syarat GMP. Badan POM berwenang · mengawasl produk berlogo halal apakah wdah bersertlfikat halal atau tidak.
"-----l
t
Dimonitor oleh Badan POM pada saat produk pangan didaftarkan di Badan POM. Contoh : •Gelatin (Babi) "Gelatin (Sapi)
"·"-.· '
BAGAIMANA SEHARUSNY A J' AMINAN HALAL PRODUK PANGAN DIKENDALIKAN? 1.
2.
Produsen p·angan HARUS mempunyai komitm.en untuk menjamin kehalalan produknya yang dituangkan dalam Halal Assurance System. Divisi QA (Quality Assurance) yang ada diproduse11 pangan HARUS punya Tim Halal yang berfungsi menja'min kehalalan produknya. Internal Halal Audit HARUS dilakukan secara rutin oleh Tim QA Halal untuk menjamin kehalalan pmduknya. External Halal Audit dilaku~9n untuk mengecek apakah Halal Assurance System sudah dilaksanakan dengan lancar.
. t 3.
! '
----------
PP No. 28/2004 tentang KEAMANAN,MUTU DAN GIZI PANGAN
Pasal 45:
Ayat (1 ) : Sadan POM berwenang melakukan pengawasan keamaran, mutu dan gizi pangan yang beredar.
"
.
..
~
I
PENGA WASAN OLEH BADAN POM . () PENILAIAN PRODUK SEBELUM DIIZINKAN BEREDAR q PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI/DISTRIBUSI o SAMPLING DAN PENGUJIAN LAB ~ PENYIDIKAN o PUBLIC WARNING DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
...
PE1\fILAIAN PRODUK o- PENILAIAN PRODUK (SKIM REGISTRASI) DILAKUKJ•N SEBELUM PRODUK DIIZINAAN BEREDAR (PRE MARKET CONTROLj PENILAIAN TERHADAP MUTU, KEAMANAN DAN MANFAAT PRODUK 0< PENILAIAN ME~CAKUP BAHAN BAKU, BAHAN PENOLONG, PROSES PE'NGOLAHAN DAN PENANDAAN <> DILAKLIAAN PENELUSURAN SUMBER BAHAN BAKU DAN PENOLONG
°'.
.J,,. PRODUK. PANGAN PERRA.TIAN fZHUSUS ' o KHUSUS UNTUK PRODUK PANGAN OLAHAN YANG MENGGUNAAAN GELATIN, EMULSIFIER, SORTENING DAN STABILISER, MAAA PRODUSEN HARUS MELAMPIRKAN DOKUMEN - DOKUMEN YANG MENYATAAAN ASAL BTB: NABATI ATAU HEWANI o BILA BTB BERASAL DARI HEWAN HARUS MENYEBl.fTAAN ASAL HEWAN o JIAA BERASAL DARI BABI HARUS MENCATUMAAN LOGO/KETERANGAN "MENGANDUNG BAB!"
. UU NO. 23 TH. 1992 tentang KESEHATAN (Pasal 21) 1. Pe.1gamanan makanan dan minuman diselenggarakan rntuk melindungi masyarakat dari makanan dan mlnuman yang tidak rnernenuhl ketentuan rnengenal standar dan atau persya;atan kesehatan. 2.
Setiap makanan dan mlnurnan yang dikemas wajib diberi fanda atau label yang berisi :
a. Bahan yang dipakal; b. Komposlsl netlap bahan; c. Tanggal,bvlan dan tahuh kadaluwarsa; d. Ketentuan lainnya (mlsalnya : kata atau tanda halal yang menjamin bahwa makanan dan minuman yang dimaksucl diproduksi dan diproses sesuai dengan persyaratan makanan halal). ~~-~-~~~~~~~~~~~~~---
UU NO. 7 /1996 tentang p,1\NGAN
f Pasal 30; LABEL memuat s,~kurang-kurangnya keterangan mengenal: a. Nama Produk b. Daftar-Bahan yang digunakan c. Berat Bersih atau isl bersih d. Nama da11 Alama! Perusahaan ( Produsan/lmportir e. Keterangan tentang halal f. Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa Pasal 41 : Produsen bertenggung-jawab alas keamanan pangan yang dlprodukslnya
PRODUI( /SEDIAAN FARMA.SI \\ll MESKI BELUM ADA PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN YANG MENGATUR ASPEK HALAL-DALAM PRODUK/SEDIAAN FARMASI, SADAN POM TELAH DAN TERUS MENGAMBIL LANGKAH - LANGKAH PREVENTIFTERlJTAMA MELALL!I EVALUASI ZAT BERKHASIAT, BAHAN PENOLONG/ZAT TAMBAHAN SEBELUM PRODUK DIIZINKAN BEREDAR DI INDONESIA
•Obat, Obat Trad!slonal, Suplemen Makanandan Pangan Yang Mengandung Bahan Tertentuatau Mengandung Alkohol
Sefaln Harus Memenuhl Ketentuan Peratura~'2erundang '-Undangan Yang Berlaku t :arus Memenuhl Ketentuan Tentang anandaan l Label
...
PENANDAt,''JJllliQliQJ.
<>
t-.1akanan Dan Pongc:_n Yang Mengandun:;i Alkohol H.irus Mencantumkan Kadar Alkohol Tersebut Pada Komposisl Penandaan I Label
-CLOBAT, OT, SUPLEMEN MAKANAN
I
BERSUMBER BAB!
I
$> UtmJK PANGAN, MENCAN11JMKAN TUL!SAN DAN GAMBAR BAS! MENGANDUNG RABI + GAMBAR BAB!
I
Obat, Obat Tradlsional, Suplefnen
ci.
Kadar Alkohol Dloantumkan Dalam Persentase VolumoNolume (VIV)
Tertua.1g Dalam Keputusan KepJla Sadan POM Rl No. HK.OO,C.5.23.0131 Tanggal 13 Januart 2003 tentang PE.~CATUMAN ASAL BAHAN TERTENTU, KANDUNGAN ALKOHOL DllN TANGGAL KADALUWARSA PADA PENANDAAN LABEL OBAT, OB11T 1RADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN PANGAN
UU NO. 8 /1999 tentang PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 4 huruf c: Konsumen berh:ik atas lnformasl yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. pasal e ayat (1l huruf h : Pelaku usaha dilarang memproduksl dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang ticlak mengikuti ketantuan berproduksl·secara halal sebagalmana pernyataan halal yang dlcanturnkan dalam label.
PP No. 69/1999 tentang LABEL DAN !KLAN PANGAN
'
Ayat (1 ) : Setiap orang yang mernproduksi atau mernasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk dlperdagangkan clan menyatakan bahwa halal tersebut halal bagl urnal Islam, bertanggung Jawab alas kebenaran pernyataan tersebut dan wnjib encanturnkan keterangan atau tulisan llalal pada label. Ayal (2) : Perriyataan tentang Halal sebagalmana dirnaksud dalarn ayat (1), merupalcan bagian yang tidak terplsahkan dari label. ·
••
',. PP No. 69/1999 tentang LABEL DAN IKLAN PANGAN Pasal11; Ayat (1 ) : Untuf, mendukung kebennran pernyataan Halal. sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (1), setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke da!am viilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib memeriksakan terleblh dahulu pangan tersebut kepada lemtiaga pemeriksa yang telah diakreditasl ,sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2): Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada aya! (1) dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Agama denga memperilatikan pertlmbangan dan ·sararr lembaga keagainaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut.
PIAGAM KERJASAMA Departemen Kc::ehatan(Ditjen POM), Departemen J)gama dan Majelis Ulama Indonesia tentang Pelaksanac,·n Pencantuman Label Halal pad:- Makanan
* Pangan yang telah dilakukan pemeriksaan dlnyatakan halal atns dasar futwa dari Majelis Ulama Indonesia. • Pelaksanaan pencantuman label halal dldasarkan alas hasil pembahasan Departemen Kesehatan (Gltjen POM), Departemen Agama dan Ma]ells Uiama Indonesia. * Untuk meningkakan koordinasi dan kerjasama dalam
pelaksanaan tersebut dibentuk Tim Koordinasi yang beranggota kan wakll-waf:il dari Departemen Kesehatan (Ditjen POM), Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia
DATA H.J!N PENCANTUMAN LABEL HALAL TAHUN 2001·2005
TAHUN
DIN PENCANTUMAN SARAN A PRO DUK ~·~.
I
2001
170
~343
2002
294
2566
2003
223
1744
2004
..229
2571
2005 s/d bulan September
141
1610
-
DATA MONITORING PRODUK BERLABEL HALAL TAH1'\JN 2001-2:005 TAHUN
JUMLAH SAMPEL YG DIMONITOR
MS
TMS
2001
109
62
47
200:!
94
20
74
2003
276
53
223
2004
290
9
281
2005 s/d
935
680
255
bu/an September
Labeiisasi Haiar··-Pemohon untuk melengkapi
Pemeriksaan Kelengkapan Data ,___
I
'
Lengk!p
I
Tidak Lengkap
1
fP~lak~a~a~~dit J Ditolak Hasil audit 3 ~omponen
Tim evaluasi
Tidak memenuhi syarat Perbaiikan dan Kelengkapan dokumen
Memenuhi syarat
-
J.. Komisi Fat;,va MfJT
t Sertifikai Halal
BadanPOM
-
Labelisasi Halal
Pemohon