PENANGANAN PASIEN DENGAN PTOSIS KONGENITAL RINGAN DENGAN TEKNIK PEMENDEKAN APONEUROSIS LEVATOR PALPEBRA
Oleh : Rova Virgana
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unpad Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung 2008
Penanganan Pasien dengan Ptosis Kongenital Ringan dengan Teknik Pemendekan Aponeurosis Levator Palpebra
Abstract Objective: To report management of mild congenital ptosis with shortening of levator palpebra aponeurasis surgery Case Report: A 24 y.o woman came to Cicendo Eye Hospital with chief complaint of drooped of left mpper eyelid and want to have it repaired so that equal to-the cantralateral eyelid, The condition existed since birth. She has normal birth and delivery. No history of trauma, family history, dipfopia, previous 4~rr surgery, sore eye or red eye. Right eye examination revealed 4 mm margin reflex distance-1 {MRI)1), 9 mm vertical height interpalpebral fissure, 12 mm levator function, 7 mm lid crease. Left eye acamination revealed 3mm MRDl, 7 mm vertical height interpalpebral fissure, 10 mm levator function, 9 mm lid crease Both eye had good Bell's phenomenon. Slit lamp examination of anterior segment of bdk eye within normal limit, funduscapy examination of both eye also within normal limit The patient &agnosed as mild congenital ptosis. Patient suggest to undergone ptosis surgery of shortening of levator pdpebra aponeurosis in neuraleptic anesthesia. a[axlt First post operative day examination revealed edema, hyperemic of left superior palpebra, good ,ruumre condition, lagophthalmos f Zmm, 3 mm MRDI, 7 mm interpalpebral fissure, 10 mm levutor fexction. Second post operative day examination revealed decreased edema and hyperemic of the ,uqverior palpebra, good suture condition, 3 mm MRDl, 7 mm interpalpebral ftssure, levator functlan 10 =uL One week post operative day examination revealed minimal edema of left superior palpebra, good umre condition, lagophthalmos f Imm, 4 mm MRDl, 9 mm interpalpebral fissure, 10 mm levator fsnctinn with no corneal ezposure. Conclusion: Ptosis surgery of shortening levator palpebra aponeurosis done in this patient gave good rewlt in the management of mild congenital ptosis,
I.
'
Pendahuluan
Ptosis adalah turunnya kelopak mata atas. Istilah ptosis yang lebih sering digunakan; meskipun istilah tepatnya adalah blefaroptosis.1-4
Terdapat dua klasifikasi ptosis kelopak mata atas berdasarkan waktu terjadinya smini kongenital dan didapat. Klasifikasi lain didasarkan pada penyebabnya yaitu uidogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal, atau traumatik. Tipe ptosis kongenital yang paling sering diakibatkan oleh buruknya perkembangan otot levator (miogenik) dan tilpe ptosis didapat yang paling sering adalah karena tarikan atau disinsersi dari aQoneurosis levator (aponeurotik).I Penatalaksanaan ptosis tergantung dari berat ringannya ptosis dan hasil pemeriksaan oftalmologis dan kemampuan serta pengalaman dari operator. 1-5 Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai penatalaksanaan ptosis kongenital dengan teknik pemendekan aponeurosis levator palpebra.
II. Laporan Kasus Seorang wanita herusia 24 tahun datang ke Rumah Sattit Mata Cicenda pada unggal 19 Agustus 2008 dertgan keluhan utarrta kelopak mata. kiri tururt dan ingin kelopak kedua mata sama tinggi. Keluhan fni twrtpafc sejak lahir. Keluttan dirasakan tetap wpwjang hari. Riwayat dalam kandungan serta prases keIahiran normal. Riwayat trauma disangkal. Riwayat keiuhan yang sama pada keluarga disangf{at. Rivvayat pertglihatan prida disangkal. Riw$y$t mata terassa kering atau mata merah herulang disangkal. Riwayat operasi rn$ta sebetumnyg disangkal. Pada perneriksaan fisik, status generalis dalarn batas normal. Status oftalmologis tajarn penglihatan mata kanan 5/5, mata kiri 5/5. Pada pemeriksaan kelopak mu kanan, jarah vertiltal fisura tnterpaIpolra 9 mm, margin rqflcr distance-] (MRD1) 4 mm. fbngsi Ievatar 12 mm, lid crease 7 mm. Ferrtertksaan kelopak mata kiri didapatkan, jwak v-ertikat interpaIpebra 7 mm, MRD 1 3 mm, fungsi lev$tar 10 mm, lid crease 9 mrn , s phenomenon kedug mata haik. Pada pemertkssgn dertgnn latrtpu eeiah didapathan _ seemen anterior mata kangn dan kiri d$Ian hatas normal, perneriksann funduskapi wg=~ert posterior mata k$rtan dan kiri dsdam hatas normal. Pasien didiagnasis ptosis boneenytal ringan mata kiri. Pasien dis$rankan untuk menjal$ni apemsi rekanstruksi mrss patpebra superior mata kiri dengan taknik pemendekan apaneurattk levatar :vi-rietva mata kiri dalam anestesi neuraleptik.
Gambar 2. I Tampilan klinis pre operasi Pada tango 27 Agustus 2008 diiakukan aperasi ptasis (rekansteuksi palpebra soperiar) mats kiri dglam anestesi neuraleptik dengan laparan aperasi sebagai berikut: 1.) Pasien dalam keadaan gnestesi neuraleptik 2) I}itakukan tindakkan a dan antiseptik 3} Dibuat marker berupa garis dengan jarale veifiikal 7 min daei margo palpebra superior di tengah rnargo, 5 mm di bagirrn nasal margo dan b mm di bagian temporal margo 4} Dilaknkan injeksi anestesi infiite-asi dengan lidokain 2% - epineffin 1:100.000 l:i pada daerah marker seear-a sub kutis 5} Dilakukan insisi kulit sepanjang marker yang teiab dibuat 6} Dilakukan preparir kuiit, tatnpak in. otbikotai°is IaIu di pteparir kearab medial dan lateral, m. orbikufaris di potong sepanjang insisi kulit, ditakukan preparir tampa.k tarsus, dilakukan preparir ke inferior sampai lebih kurang 2 min dari rnargo. (Gambar 2.2 a) 7} Dilakukan preparir m. orbikuiaris preseptal, tampak septum orbita. Septum orbita dibuka, tampak preapvneuratic fat pad dipreparir, tarnpak aporteurosis levator. Keiopak mata dieversikan, dilaiKUkan pertyuntikkan lidokain 2 % sub konjun~t;tiv aiva iuntuk meinisahkan otot Muller dengan konjungtiva. Dibuat lubang di daerah lateral clan medial dari apoireurosis levator. 8} Dilakukan preparir ke arah superior sarnpai tampak ligamen Whitnall. 9} Aponeurosis levator dibebaskan dari jatingan sekitar? aparteurosis pada jaralc lebih kurarrg 1 em dari tarsus bagian tertgalt, ditarik clan dilipat keatah tarsus dan dilakukan penjahitan aporrenrosis ke tarsus seem rrratras horisontal dengaii vieryl 6.0 sebanyak 3 jahitan (tengah, medial dan lateral) sehirtgga ada bagian aporreurosis Ievator yang teriipat kedaiam. 'Fampak palpebra superior tertarik keatas (Gatttbar 2. 2 b, c) 1 f3} Tampak rnarga palpebra berada iebih kvrang 1 mm diatas litnbus superior (Gambar 2.2 d)
11 } Dila.ittrkan penjahitan kulit ke tarsus sebanyak 3 jahitan, sisanya diiakukan penjabitan kulit ke kulit dertgatt ben$ng silk 6.0 (Gambar 2. 2 e) 12} Diberikan salep antibiotika kioiaijcmfenikol + polytmi~n B, luka ditutup 13} (}perasi selesai (gambar 2. 2 f)
Gam bar 2. Operasi pemendelcan apaneurnsis tevatar patpebra Pasca operasi diberikan terapi asam mefenamat 50(3 mg 2 ka(i sehari perorai, salep -niotika k}oramfeniko! + patymixin B 2 ka}i pemakaian untuk mata kiri dan antibiatika _ -_ -3droksi} 500 mg 2 kali sehari peroral.
.
Pemeriksaan satu hari pasca operasi didapatkan pa}pebra superior mata kiri edem, - . :emis, jahitan kulit baik, terdapat lagoftalmus lebih kurang 2 mm, tidak didapatkan , ---:al eksposur, ftsura interpalpebra 8 mm, MRD1 3 mm, fungsi fevator 8 mm, pada - _-;riksaan lampu celah, segmen anterior dalam batas normal. Terapi dilanjutkan _ _-_ ._n ditambah metil prednisolon 1 x 48 mg peroral (lrngfkg BB).
Gambar 2. 3 Tampilan Minis satu hari pasca operasi Keesokan harinya dari hasil pemeriksaan didapatkan edem dan hiperernis palpebra ~ ...or mata kiri berkurartg, MRD1 3 mm, ftsura interpalpebra 7 mm, fungsi levator 10 _ _ T crap i dilanjutkan dan pasien disarankan bernbat jalan, kontrot satu minggu ke poti -:1:.:~truksi.
Gambar 2. 4 Tampilan Minis dua hari pasca operasi Satu minggu pasca operasi tanggal 4 September 2008 didapatkan tajam penglihatan mata kiri 5/5, edem palpebra minimal, fisura interpalpebra 9 mm, fungsi levator IO mm, MRDI 4 mm, lagoftalmos 1 mm, segmen anterior dalam batas normal. Mata kanan segmen anterior dalam batas normal. Dilakukan pengangkatan jahitan kulit, diberikan terapi salep antibiotika dan disarankan kontrol I minggu.
Gambar 2. 5 Tampilan Minis satu minggu pasca operasi (a), fisura interpalpebra (li), MRDI (c), pengukuran fungsi levator awal, pasien melihat ke inferior (d) III. Diskusi Ptosis dapat menyebabkan terganggunya fungsi penglihatan. Meskipun gangguan lapang pandang terjadi pada daerah superior, namun penglihatan sentral dapat juga terganggu. Pasien dengan ptosis dapat mengeluhkan kesulitan membaca karena ptosis yang bertambah buruk pada saat melihat kebawah, hal ini disebabkan karena adanya relaksasi otat frontalis. Keadaan ptosis juga dapat mengurangi jumlah cahaya yang levator menjadi (1) normal bila berukuran I S mm, (2) balk. ? 8 mm. (3) sedang, 5-7 mm. dan (4) buruk, <_ 4 mm. Pada pasien ini fungsi levator mata kirinva 10 mm. sehingea dapat dikatakan termasuk masih dikatakan baik. Upper lid crease adalah jarak vertikal antara tepi palpebra superior dengan lipatan kelopak mata, pada posisi melihat kebawah. Ukuran normal adalah 7-8 mm. Tidak adanya lipatan kelopak mata pada pasien dengan ptosis kongenital secara tidak langsung menunjukkan fungsi levator yang buruk. Lipatan kelopak mata ini digunakan sebagai panduan pada saat awal insisi pada tindakan operasi ptosis. Pada pasien ini terdapat upper lid crease mata kiri yang sedikit lebih dari normal. Dikatakan apabila lid crease lebih tinggi dari normal dapat menjadi suatu tanda kelemahan atau disinsersi
dari aponeurosis. Apabila hal ini terjadi, jenis operasi yang dipertimbangkan adalah operasi aponeurosis, seperti yang dilakukan pada pasien ini.' ,2 °6 Prosedur operasi untuk koreksi ptosis dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan kondisi patologisnya, yaitu (1) eksternal (transkutaneus) levator advancement, indikasinya pada ptosis aponeurotik dengan fungsi levator baik, (2) internal (transkonjungtiva) reseksi otot levator/ tarsus/ Muller's, indikasinya pada ptosis dengan fungsi levator minimal 5 mm. Banyaknya reseksi tergantung'dari fungsi levator dan tingkat beratnya ptosis, (3) frontalis muscle suspension, indikasinya pada ptosis berat (> 4 mm) dengan fungsi levator yang buruk (< 4 mm). Berat ringan dan tipe ptosis serta derajat fungsi levator merupakan faktor yang paling menentukan dalam pemilihan teknik untuk memperbaiki ptosis. Tingkat keahlian dan pengalaman ahli bedah mata dengan bermacam-macam prosedur juga merupakan faktor yang penting. Pada pasien ini dilakukan operasi pemendekan aponeurosis levator palpebra.` Komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi ptosis adalah under correction. Hal ini yang menyebabkan ahli bedah mata membuat teknik jahitan yang dapat €lliatur (adjustable suture). Komplikasi lain adalah over correction, asimetri palpebra, jaringar! parut, penyembuhan luka yang tidak baik, lagoftalmus yang menyebabkan keratitis eksposur. Pada tindakan operasi seperti pada pasien ini dapat terjadi posisi palpebra terlalu tinggi atau rendah, abnormalitas kontur palpebra, lid crease yang asimetris. Jika tinggi palpebra, kontur dan lid crease mengalami kelainan hasil operasi yang berat, pasien dapat dioperasi kembali segera. Jika tinggi palpebra hanya sedikit terlalu tinggi mungkin disehahkan dengan traksi nalpebra. Pada kasus vanv sulit kita nutarskan apakah cianat berhasil haik atau perlu diperbaiki, maka hasil operasi sehaiknva kita tunggu hingga luka menvemhuh dan hila terdanat hasil yang kurang baik, tindakan koreksi dapat dilakukan beberapa bulan kemudian.''` Prognosis pada pasien ini quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam karena setelah kunjungan 1 minggu tampak perbaikan pada keadaan ptosis serta tinggi nalpebra, kontur, fungsi levator dan lagoftalmus yang memberikan hasil yang baik.
Daftar Pustaka 1. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Section 7. San Fransisco: AAO. Chapter 12; 2008-2009. p 215-229. 2.
Collin JRO. A Manual of Systemic Eyelid Surgery. 3rd Ed. United Kingdom:
Elsevier; 2006. p 85-113. 3.
_
I,evine M. Manual of Occuloplastic Surgery. 3rd Ed. USA: Elsevier Science; 1996.
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. A Systemic Approach. 5th Ed. Oxford; Buttenworth-Heinemann; 2003. 5. Fong KS. Ptosis. Dalam: Clinical C)phthalmologv An Asian Perspective. Ang CL, editor. Section 7. Singapore: Elsevier; 2005. p 429-436. 6. Schaefer A. Classification and Correction of Ptosis. Dalam: Stewart W. editor. Surgery of the Eyelid, Orbit, dan Laerimal System. Vol. 2. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 1994. Chapter 16. p 84-133. 7. Ptosis. Diunduh dari URL: http://www.medindia.net/. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2008.