Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM
DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi perkotaan dan perdesaan yang ada di sekitarnya, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan ekonomi. Pentingnya peranan DAS dinyatakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menetapkan DAS Bengawan Solo sebagai salah satu prioritas utama dalam penataan ruang sehubungan dengan fungsi hidrologi untuk mendukung pengembangan wilayah. Selain itu, DAS Bengawan Solo juga merupakan satu sistem ekologi besar yang dalam perkembangannya saat ini mengalami banyak kerusakan dan mengarah pada kondisi degradasi lingkungan. Ada dua indikator degradasi, pertama, konversi lahan hutan di daerah hulu ke penggunaan pertanian, perkebunan, dan permukiman yang menyebabkan terjadinya peningkatan laju erosi dan peningkatan laju sedimentasi. Kedua, terjadinya fluktuasi debit sungai yang mencolok di musim hujan dan kemarau. Berdasarkan pertimbangan ekologis dan sosial ekonomi, DAS Bengawan Solo merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan tidak mengenal batas wilayah administrasi. Potensi dan persoalan yang ada ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja tetapi perlu disikapi bersama-sama secara bijak. Selain pertimbangan ekologis, sosial ekonomi, maupun sejarah, juga karena keberadaan sumber daya alam DAS Bengawan Solo sebagai sumber daya alam bersama (common pool resources) yang menuntut adanya kepemilikan bersama (collective ownership). Sebagai sumberdaya alam milik bersama, maka sumber daya alam yang terdapat di DAS Bengawan Solo membutuhkan penanganan secara bersama di antara semua pemangku kepentingan atau yang dikenal dengan collective management yang mengarah pada suatu bentuk collaborative management. Hal ini juga menjadi penting karena hingga saat ini belum tercipta kerjasama penataan ruang di antara semua pemerintah daerah di dalam kawasan DAS yang bertujuan untuk penyelamatan DAS. PENINGKATAN PENATAAN KAWASAN DAS Posisi yang SOLO BENGAWAN penting dan keunikan karakteristik dari DAS Bengawan Solo ini perlu diwadahi dan diantisipasi dalam suatu arahan penataan ruang yang menyeluruh dan jelas. Rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang menjadi panduan bagi semua RTRW provinsi, kabupaten maupun kota yang berada di Kawasan DAS Bengawan Solo sebagai dasar kegiatan pengembangan wilayah di provinsi, kabupaten maupun kota tersebut, sampai saat ini belum tersusun. Padahal, rencana tata ruang ini nantinya diharapkan dapat menjadi dasar pemanfaatan dan pengendalian lahan sehingga secara
langsung dapat mengurangi kontribusi debit puncak dan volume banjir yang terjadi dan sekaligus menjadi pengikat dalam kerjasama penataan DAS. Jelas bahwa RTR DAS Bengawan Solo memiliki peran penting. Untuk itu telah dilakukan penyusunan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang serta pengelolaan wilayah sungai yang terakomodasi antar sektor dan antar wilayah sehingga dapat tercapai pola pemanfaatan ruang yang mendukung kelestarian dan keserasian pemanfaatan wilayah Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya kebijakan dan strategi tersebut akan menjadi dasar dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat setempat. Dari beberapa pertemuan telah dilakukan kesepakatan untuk ditindak lanjuti yaitu:
Guna Lahan Optimal (GLO), yang diharapkan menjadi dasar pemanfaatan ruang DAS dan menjadi basis untuk penyusunan rencana tata ruang DAS Bengawan Solo. Adapun GLO ini sudah mempertimbangkan aspek kontribusi debit puncak dan volume banjir berdasarkan pemanfaatan penggunaan lahan; Arahan kebijakan, strategi, dan arahan program, yang dapat menjadi panduan untuk menata DAS Bengawan Solo dengan memperhatikan aspek bencana banjir, longsor, dan pengembangan wilayah kawasan; Mekanisme kelembagaan dan arahan pengendalian untuk mendukung tercapainya penyesuaian RTRW masing-masing pemerintah daerah dengan Guna Lahan Optimal, terciptanya rencana tata ruang DAS Bengawan Solo, tercapainya sinkronisasi semua RTRW dengan rencana tata ruang DAS, dan tercapainya penataan DAS dengan memperhatikan aspek sosial-ekonomi kawasan.
Optimalisasi Penggunaan Lahan di Kawasan DAS Bengawan Solo
Guna Lahan Optimal adalah guna lahan yang memberikan kondisi: debit puncak banjir berkurang, run off menurun, volume banjir berkurang, kegiatan ekonomi tetap berkembang, kondisi sosial dan budaya masyarakat tidak terganggu Penggunaan Lahan optimal DAS Bengawan Solo Optimalisasi penggunaan lahan di Kawasan DAS Bengawan Solo merupakan hasil simulasi guna lahan dengan menggunakan pemodelan hidrologi dan geologi lingkungan. Beberapa kondisi di DAS Bengawan Solo berdasarkan pemodelan tersebut adalah sebagai berikut: Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah, dan permukiman yang terjadi di DAS Bengawan Solo menimbulkan puncak dan volume banjir yang semakin besar; Besarnya banjir dari anak-anak sungai tergantung juga dari jenis tanah selain dari perubahan fungsi lahan dan karakteristik hidrologi seperti kemiringan dan panjang sungai; Daerah yang rentan terhadap pertambahan banjir adalah sub-sub DAS yang mengandung jenis tanah berkemampuan meresapkan air ke dalam tanah cukup tinggi (daerah resapan); Sub-sub DAS dengan alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah, dan permukiman terjadi pada sebagian besar kawasan sehingga menimbulkan pertambahan puncak dan volume banjir lebih dari 100%; Sub-sub DAS dengan dominasi jenis tanah kurang mampu meresapkan air (kemampuan melewatkan air di permukaan tanah cukup tinggi) biasanya rentan terhadap perubahan fungsi lahan seperti diketemukan pada bagian hulu subDAS Kali Madiun dan sebagian besar sub DAS Bengawan Solo Hilir; Perubahan guna lahan mempengaruhi tinggi rendahnya debit puncak dan volume banjir. Komposisi guna lahan seperti sekarang menimbulkan puncak dan volume banjir makin besar dibandingkan dengan guna lahan sebelumnya di tahun 1964 untuk sub DAS Bengawan Solo Hilir; Pengembalian fungsi konservasi hutan pada beberapa
kawasan akan memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap pengurangan debit puncak dan volume banjir apabila dikombinasikan dengan penerapan Low Impact Development (LID); Kondisi di atas juga dipicu oleh kondisi alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan kemampuan lahan yang ada. Berdasarkan pada hasil analisis geologi lingkungan terkait kemampuan lahan tersebut, terdapat beberapa kondisi penggunaan lahan di DAS Bengawan Solo sebagai berikut:
Terdapat penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahannya; Terdapat penggunaan lahan pada kawasan rawan dengan kemampuan lahan sedang, seperti di sekitar puncak Gunung Lawu, Gunung Merapi dan Gunung Jeding-Patujbanteng, Cawas, Wonogiri-Eromoko, Giriwoyo, Tirtomoyo, Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Jetis, Sarangan, Kendal, Ngrampe, Pulung- Wungu, Caruban, Talangkembar, dan Ngadirejo-Juwok; Terdapat kawasan yang tidak boleh dikembangkan karena kemampuan lahan yang rendah, seperti di sekitar daerah Cawas, Wonogiri-Eromoko, Tirtomoyo, Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Sarangan, Kendal, Ngrampe, dan Pulung- Wungu; dan Terdapat beberapa kawasan yang harus dihutankan kembali atau dikembalikan fungsinya sebagai kawasan konservasi, seperti yang terjadi di Boyolali, Klaten, Wonogiri, Gresik, Madiun, Magetan, Ponorogo, dan Tuban.
Terumuskannya Implikasi Perubahan Iklim dan Perubahan Guna Lahan terhadap Puncak dan Volume Banjir di Kawasan DAS Bengawan Solo Beberapa kondisi di Kawasan DAS Bengawan Solo berdasarkan pemodelan perubahan iklim tersebut yaitu:
Hujan di kawasan DAS Bengawan Solo mengakibatkan banjir cenderung bertambah besar; Hujan tahunan yang cenderung berkurang disertai dengan alih fungsi lahan mengakibatkan aliran air di musim kemarau berkurang sehingga intensitas kekeringan bertambah besar;
Untuk 30 tahun mendatang, perubahan iklim akan mengakibatkan banjir bertambah 50% dan perubahan guna lahan akan mengakibatkan banjir bertambah 53%; Jika proses perubahan iklim terjadi saat perubahan guna lahan, maka puncak dan volume banjir akan bertambah sebesar 135%.
Terumuskannya Pengembangan Ekonomi Alternatif dan Ramah Lingkungan untuk Pengembangan Wilayah Adanya alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya merupakan akibat dari tekanan kebutuhan lahan yang pada akhirnya menyebabkan adanya degradasi lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ekonomi untuk Kawasan DAS Bengawan Solo, faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa temuan studi sebagai berikut: Peningkatan luasan lahan budidaya di Kawasan DAS Bengawan Solo akan meningkatkan PDRB DAS Bengawan Solo, dan sebaliknya pengurangan luasan lahan budidaya akan dapat mengurangi PDRB DAS Bengawan Solo; Setiap pertambahan luasan lahan budidaya di DAS Bengawan Solo sebesar 1% akan meningkatkan PDRB DAS sebesar 0,144% dan sebaliknya; Peningkatan luasan lahan budidaya akan meningkatkan PDRB sub-DAS Bengawan Solo Hulu dan sebaliknya pengurangan luasan lahan budidaya akan mengurangi PDRB; Setiap pertambahan luasan lahan budidaya di sub DAS Bengawan Solo Hulu sebesar 1% akan meningkatkan PDRB sebesar 0,168% dan sebaliknya; Terdapat beberapa sektor yang memiliki kecenderungan dominan unggul, dominan menurun, dan potensial berkembang yang berbeda-beda di setiap kabupaten/kota; Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang dominan unggul di hampir setiap kabupaten/kota di DAS Bengawan Solo, dimana kontribusi sektor terhadap PDRB kabupaten/kota besar dan memiliki pertumbuhan yang positif; Sektor pertanian merupakan sektor yang dominan di hampir semua kabupaten/kota di DAS Bengawan Solo, namun dengan pertumbuhan yang cenderung negatif/ menurun; dan Sektor-sektor tersier (non-ekstraktif ) merupakan sektor potensial berkembang dengan pertumbuhan yang tinggi namun kontribusinya kecil di hampir setiap kabupaten/ kota di DAS Bengawan Solo DAS Bengawan Solo merupakan bagian dari Wilayah Sungai Bengawan Solo, yang berdasarkan RTRWN ditetapkan masuk ke dalam kategori „Wilayah Sungai LINTAS PROVINSI‟. Namun pada perkembangannya, berdasarkan persyaratan yang ada, DAS Bengawan Solo sudah memenuhi kriteria sebagai kawasan strategis nasional. Hal ini berimplikasi pada mekanisme penyelenggaraan penataan ruang untuk DAS Bengawan
Solo. Oleh karena itu, kedudukan dan status rencana tata ruang DAS Bengawan Solo adalah sebagai berikut:
Perlu ada rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang berfungsi untuk mengikat seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah agar kegiatan peningkatan penataan Kawasan DAS Bengawan Solo berdasarkan optimalisasi penggunaan lahan dapat dilaksanakan; Perlu ada kejelasan mengenai kedudukan rencana tata ruang DAS Bengawan Solo terhadap dokumen perencanaan lainnya; Dibutuhkan dasar hukum yang kuat bagi rencana tata ruang DAS Bengawan Solo agar dapat menjadi acuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah.
Kedudukan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo terhadap Perencanaan Dokumen Lain Faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan konomi masyarakat. Hasil kajian Peningkatan Penataan Kawasan DAS Bengawan Solo menunjukkan adanya beberapa kebutuhan untuk penanganan lebih lanjut dari sisi penataan ruang, yang meliputi: Penanganan yang sifatnya lintas sektor dan seluruh pemangku kepentingan terkait, Perlunya pengaturan penataan ruang dan pengarahan pemanfaatan ruang yang mempertimbangkan optimalisasi pengembalian fungsi hidrologi sungai dan pengembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat; dan Perlunya penanganan bersama untuk pengelolaan DAS dalam suatu mekanisme kelembagaan kolaboratif (collaborative management).
PERAN DAN KEDUDUKAN HASIL GUNA LAHAN OPTIMAL (GLO) Dengan penerapan GLO, maka debit puncak dan volume banjir dapat dikurangi, dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya dapat terus meningkat. Dalam rangkaian studi Peningkatan Penataan Kawasan DAS Bengawan Solo, GLO merupakan salah satu keluaran yang dihasilkan yang diharapkan dapat diwujudkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah baik provinsi, kota, maupun kabupaten. Di samping adanya beberapa manfaat yang dapat diperoleh, penerapan GLO di tengah banyaknya kebijakan dan strategi penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang dihasilkan oleh para pemangku kepentingan yang terkait tetap berpotensi untuk menimbulkan beberapa persoalan sebagai implikasinya, antara lain: • Kemungkinan alokasi ruang dalam GLO berbeda dengan alokasi pola ruang dalam RTRW, sehingga; • Kemungkinan kebijakan, strategi, dan arahan program untuk perwujudan GLO berbeda dengan kebijakan dan strategi dalam RTRW. PERAN DAN KEDUDUKAN USULAN KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN ARAHAN PROGRAM Kebijakan, strategi, dan arahan program peningkatan penataan kawasan DAS Bengawan Solo ini, dalam kaitannya dengan kebijakan dan strategi penataan DAS Bengawan Solo lainnya yang telah ada, dapat menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang
(RTR) DAS Bengawan Solo dan penyempurnaan Pola Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo dari sisi pengembangan wilayah. Selain itu kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan ini akan menjadi pelengkap bagi Rencana
Induk Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air Satuan Wilayah Sungai Bengawan Solo atau yang lebih dikenal sebagai CDMP yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum. Masukan dari sisi Pengembangan Wilayah Kedudukan Kebijakan, Strategi, dan Arahan Program yang Dihasilkan dari Studi Peningkatan Penataan DAS Bengawan Solo dalam Kerangka Penanganan DAS Bengawan Solo Kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan dipahami sebagai kebijakan untuk peningkatan DAS Bengawan Solo dengan melakukan intervensi terhadap penggunaan lahan yang ada beserta aktivitas yang ada di atasnya. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan penataan kawasan DAS Bengawan Solo, kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan ini merupakan suatu bentuk upaya perwujudan dan pengantisipasian implikasi kebutuhan peningkatan dan penataan DAS Bengawan Solo. Dalam hal ini, kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan dipahami sebagai kebijakan untuk peningkatan DAS Bengawan Solo dengan melakukan intervensi terhadap penggunaan lahan yang ada beserta aktivitas yang ada di atasnya, serta sistem yang mempengaruhinya. Kebijakan peningkatan DAS Bengawan Solo dalam konteks ini didudukan sebagai suatu penguatan dan tindak lanjut dari kebutuhan untuk mewujudkan penataan lahan yang optimal (GLO) yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan DAS Bengawan Solo itu sendiri. Maka kebijakan, strategi, dan arahan peningkatan penataan DAS Bengawan Solo secara garis besar terbagi dalam 6 (enam) arahan kebijakan besar, yaitu: PENINGKATAN KUALITAS RTRW PROV/KAB/KOTA PENGEMBANGAN SISTEM KELEMBAGAAN BERSAMA PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH PENDEKATAN SOSIAL DAN EKOSISTEM DALAM PENANGANAN DAS OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN PENERAPAN LID (LOW IMPACT DEVELOPMENT) topik utama Secara garis besar, keterkaitan keenam kebijakan tersebut dalam perwujudan penataan lahan yang optimal dapat dilihat pada Gambar berikut. Keenam arahan kebijakan tersebut, pada dasarnya saling terkait satu sama lain dan dapat dirangkum dalam 4 (empat) kelompok kebijakan, yaitu: PENATAAN RUANG, yang meliputi peningkatan kualitas dari RTRW di provinsi/kota/kabupaten yang berada di dalam lingkup DAS Bengawan Solo beserta peningkatan kualitas RTR DAS Bengawan Solo; PENATAAN KAWASAN BUDIDAYA, yang meliputi pengendalian pemanfaatan pada kawasan budidaya eksisting dengan memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, fisik lingkungan, penerapan LID, dan pengembangan ekonomi wilayah; FUNGSI LINDUNG KAWASAN, yang meliputi pengembalian fungsi lindung kawasan resapan dengan juga memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, fisik lingkungan, penerapan LID, dan pengembangan ekonomi wilayah; serta KELEMBAGAAN, yang mengarah pada perwujudan suatu “lembaga” kolaborasi yang didalamnya mencakup semua pemangku kepentingan.
KELEMBAGAAN PENATAAN KAWASAN DAS BENGAWAN SOLO Memperhatikan karakterisik DAS Bengawan Solo sebagai Common Pool Resources (CPR) yang melibatkan banyak pemangku kepentingan yang terkait, maka perumusan kelembagaan yang baik menjadi salah satu syarat mutlak dalam upaya penanganan dan pengelolaannya. Aspek kelembagaan ini diharapkan dapat: mengawal pelaksanaan kebijakan, strategi, dan arahan program. mengawal terlaksananya penyesuaian RTRW kabupaten, kota, dan provinsi dengan hasil guna lahan optimal; menguatkan hasil studi GLO ini untuk menjadi basis usulan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo; dan mengawal terlaksananya sinkronisasi RTRW antar kabupaten- kota-dan-provinsi. Aspek kelembagaan diharapkan tidak hanya fokus pada pengelolaan sumber daya air, melainkan juga pada aspek dll Pemerintah Provinsi Pemerintah Pusat BBWS Penerima Manfaat Penerima Persoalan penataan ruang dan pengembangan wilayah. Implementasi dari aspek kelembagaan ini sendiri tidak harus berupa lembaga baru, melainkan dapat memanfaatkan lembaga koordinasi yang sudah ada. Kelembagaan yang diperlukan adalah kelembagaan bersama yang bersifat lintas sektor dengan pembagian peran dan fungsi yang jelas, yang disepakati secara bersama oleh stakeholders (kabupaten/kota) terkait untuk menangani DAS. Kelembagaan ini akan dikoordinasi oleh suatu sekretariat lembaga kolaborasi yang bertugas untuk membentuk aturan dan tata cara pengelolaan dan penanganan bersama DAS Bengawan Solo, serta mengkoordinasikan semua pemangku kepentingan yang terkait dalam upaya pengelolaan dan penanganan bersama DAS Bengawan Solo tersebut. Secara diagramatis konsepsi mekanisme kelembagaan bersama dapat
dilihat pada Gambar berikut.
dan Limbah oleh oleh PDAM Hutan oleh Dinas dinas Lingkungan Kehutanan Hidup Terdapat beberapa alternatif bentuk kelembagaan yang mungkin dikembangkan untuk penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo. FORUM Bentuk Lembaga Kolaboratif Berdasarkan hasil analisis dan diskusi teridentifikasi berbagai bentuk kelembagaan untuk penataan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif, baik dalam bentuk lembaga baru maupun mengembangkan lembaga yang sudah ada. Adapun saat ini sudah cukup banyak organisasi pengelolaan DAS (River Basin Organization – RBO) yang menangani Bengawan Solo, seperti PJT, BBWS, Forum DAS, dan sebagainya. Terkait dengan hal ini terdapat beberapa alternatif bentuk kelembagaan yang mungkin dikembangkan untuk penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel berikut. BMengacu pada tabel tersebut, terdapat dua kemungkinan untuk pengembangan lembaga kolaborasi penataan DAS Bengawan Solo, yaitu mengoptimalkan lembaga yang telah ada dan membentuk lembaga baru, yang masingmasing memiliki kelemahan dan kelebihan.
TINDAK LANJUT PENANGANAN DAS BENGAWAN SOLO Adapun untuk proses implementasi tersebut diperlukan beberapa kesepakatan awal oleh semua pemangku kepentingan terkait. Setidaknya terdapat 4 (empat) hal yang disepakati, yaitu: 1. kesepakatan mengenai usulan kebijakan, strategi, dan a. arahan program dalam penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo; 2. kesepakatan mengenai penanganan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif; 3. kesepakatan mengenai mekanisme pengendalian penanganan DAS Bengawan Solo; 4. kesepakatan mengenai mekanisme kelembagaan untuk menjamin tercapainya penyesuaian dan sinkronisasi RTRW dengan GLO, dan pada akhirnya dengan RTR DAS, serta antar RTRW kabupaten-kota-provinsi lain di dalam kawasan DAS. Untuk memperkuat kesempatan tersebut, maka legitimasinya perlu ditandatangani oleh pimpinan daerah sebagai sebuah kesepakatan bersama (kolaborasi) di mana semua pemerintah daerah di dalam
DAS Bengawan Solo secara bersama-sama menyepakati untuk berkontribusi dalam penataan ruang DAS. Selain itu, kesepakatan tersebut perlu ditindaklanjuti dalam suatu rencana aksi penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang juga dirumuskan dan disepakati bersama oleh seluruh pemangku kepentingan yang terkait.