PENANAMAN NILAI‐NILAI MORAL PADA SISWA STUDI KASUS DI SMA NEGERI I SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Manajemen Pendidikan
Oleh : DANANG TUNJUNG LAKSONO Q. 100.100.154 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
2
1
PENANAMAN NILAI‐NILAI MORAL PADA SISWA STUDI KASUS DI SMA NEGERI I SUKOHARJO Oleh: Danang Tunjung Laksono
[email protected] ABSTRACT Danang Tunjung Laksono. Q.100.100.154: Insert The Moral Values of Students in Senior High State School Sukoharjo 1 A Study Case. Thesis Master of Management Education Studies University. This study is aimed to: (1) Describe the cultivation of moral values in students run by the institution Sukoharjo SMA 1 (2) Describe the cultivation of moral values in students Senior High State School Sukoharjo 1 through learning in the classroom. (3) Describe the cultivation of moral values in Senior High State School Sukoharjo 1 Sukoharjo through extracurricular activities at school. (4) Describe the cultivation of moral values in students of Senior High State School Sukoharjo conducted at the school before entering the classroom, at break time or after school hours. This qualitative descriptive study is using an ethnographic approach. The research was done in Senior High State School Sukoharjo 2012. The Data was collected through observation, interviews, recordings and documentation studies. The results showed that (1) Insert moral values in students study in Senior High State School Sukoharjo 1has a patterned integration of classroom activities, extracurricular activities with the cultivation of moral values in each activity when students will enter the gates of the school, at break time and after school hours. ( 2) insert of moral values in students at Senior High State School Sukoharjo 1 through learning in class began with the preparation of lesson plans that already contain moral values prior to teaching, other than that carried the insertion of moral values by the teacher during the preliminary stages of learning, the core activities before the end of learning. (3) Cultivation of moral values in students at Senior High State School Sukoharjo 1 through extracurricular activities in schools is done by way of any extracurricular activities chosen by the students themselves, any extracurricular activities using methods that match the students' progress and to be able to develop their potential. (4) cultivation of moral values in students at Senior High State School Sukoharjo 1 conducted at the school before entering the classroom, at recess or after school hours, the school has launched a program embodied in the slogan contains an invitation "Let’s, greet, polite and be courteous "to the end that all citizens get to school from home school to behave in accordance with the slogan, in addition there are four investment strategy moral values made by the school at the time of the first recess or break last, include: a) There is honesty in the high school cafeteria School 1 Sukoharjo, b) Control of the school environment will be undertaken by scheduled teachers and principals c) The words of wisdom and an invitation to do good poster stuck to the walls of the school environment, and The existence of places of worship and religious control of the Islamic religion teacher. Key words: Investment values, moral values, intra‐curricular, extra‐curricular and student activities.
1
2
Pendahuluan Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini, tahun 2012 secara cepat globalisasi telah mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia, keberadaan globalisasi ini menimbulkan banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang, sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil dan sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Globalisasi merupakan sebuah proses global yang dapat dilihat dari tanda‐tanda kemunculannya, Diterangkan oleh Bakry bahwa “globalisasi ditandai dengan semakin menyatunya negara‐negara di dunia sehingga batas‐batas negara dalam arti ekonomi, keuangan, investasi, sumber daya, dan informasi semakin kabur tanpa batas” (Bakry, 2011: 18). Pernyataan Bakry tersebut dapat disimpulkan bahwa globalisasi merupakan fenomena perubahan peradaban manusia yang tidak dapat dibendung oleh setiap negara diberbagai belahan dunia. Kaitannya dengan kajian mengenai remaja, globalisasi merupakan salah satu factor timbulnya kemerosotan nilai moral pada kalangan remaja dan pelajar, perilaku tersebut dapat dilihat dari beberapa kejadian tindakan criminal yang dilakukan oleh remaja. Adapun tempat kejadiannya bisa terjadi di kota‐kota besar, kota kabupaten, dan bahkan di pelosok‐pelosok daerah termasuk di lingkungan lembaga sekolah. Jika hal ini berlangsung terus dan tidak dapat dikendalikan secara tepat maka akan berdampak negatif terhadap merosotnya lembaga pendidikan sebagai tempat untuk membina dan mendidik generasi muda sebagai penerus bangsa yang berakhlak mulia. Merosot moralnya remaja khususnya pada anak‐anak yang sekolah di lembaga pendidikan formal menunjukkan masih belum terbentuk keterpaduan dalam pengelolaan sistem penanaman maupun pembinaan nilai‐nilai moral di sekolah, pengelolaan sistem penanaman maupun pembinaan nilai‐nilai moral
3
yang dimaksud adanya keterkaitan antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler dalam suatu sistem pola penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di sekolah. Problematika remaja khususnya mengenai penanaman nilai moral di sekolah yang dipaparkan pada paragraph‐paragraph di atas merupakan dasar peneliti dan mendorong peneliti melakukan penelitian mengenai penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di lingkungan SMA, agar penelitian terfokus dan memudahkan peneliti maka lokasi yang yang ditetapkan untuk diadakan penelitian yaitu SMA Negeri 1 Sukoharjo. Fokus penelitian ini adalah “Bagaimana Penanaman Nilai‐Nilai Moral Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas Negeri I Sukoharjo”. Dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1) Untuk mendeskripsikan penanaman nilai‐ nilai moral pada siswa oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, 2) Untuk mendeskripsikan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo melalui pembelajaran di kelas, 3) Untuk mendeskripsikan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo melaui kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, 4) Untuk mendeskripsi‐kan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo yang dilakukan pihak sekolah pada saat di luar kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kegiatan ekstrakulikuler di sekolah (pada saat sebelum masuk kelas, jam istirahat maupun pada saat jam pulang sekolah). Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun 2012. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model analisis interaksi, dimana komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pegumpulan data. Setelah data terkumpul, maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan) berinteraksi. Jadi data yang diperoleh
4
dari lapangan berupa data kualitatif tersebut kemudian diolah dengan model interaktif. Teknik yang digunakan untuk melacak credibility (keabsahan data) dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi (triangulation). Triangulasi adalah “teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. (Moleong, 2002:178), Jadi teknik triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pemeriksaan dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hasil Dan Pembahasan Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, selama ini dilakukan dengan cara keterpaduan sistem pembelajaran, baik melalui kegiatan di dalam kelas (intrakurikuler), di luar kelas (ekstrakurikuler) dan pembiasaan perilaku di dalam lingkungan sekolah. Pengelolaan sistem pembelajaran yang terpadu yang dilakukan oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo dapat dikatakan bentuk upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, yang berbunyi bahwa “pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”(UU No. 20 Tahun 2003). Bukti pengelolaan sistem pembelajaran yang terpadu yang dilakukan oleh pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo, yaitu: mensinergiskan antara mata pelajaran dengan jenis‐jenis kegiatan ekstrakurikuler, contoh kesinergisan /keterkaitan antara mata pelajaran dengan jenis kegiatan ekstrakurikuler dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
5
Tabel 1. Keterkaitan Antara Mata Pelajaran Dengan Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler No
Mata Pelajaran
Jenis Kegiatan Ekstrakurikuler
1.
Fisika
Olimpiade Fisika
2.
Ekonomi
Olimpiade Ekonomi Ketrampilan Akutansi
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Matematika Biologi Geografi Kimia Semua Mata Pelajaran TIK
Olimpiade Matematika Olimpiade Biologi, TPHP Olimpiade Astronomi Olimpiade Kimia KIR TIK Bahasa Jerman, Bahasa Arab, Bahasa Jepang Bola Voli, Tenis Meja, Karate, Tenis Lapangan, Bulu Tangkis, Bola Basket, Taekwondo, Pencak Silat Teater, Public Speaking, Broadcast Jurnalistik Karawitan, Lukis, Kaligrafi, Tari, Paduan Suara Pramuka Dan PMR
9.
Bahasa
10.
Olahraga/Penjaskes
11.
Bahasa
12.
Kesenian
13.
PKn Dan Tata Negara
Pihak lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo juga menerapkan beberapa program penanaman nilai di berbagai aktivitas siswa yang menandakan ada keterpaduan penanaman nilai‐nilai moral di lingkungan sekolah. Strategi tersebut antara lain; a) Strategi Penyisipan Nilai‐Nilai Moral dalam Kegiatan Pembelajaran di Kelas. Pihak Lembaga SMA Negeri 1 Sukoharjo mengharuskan guru bidang studi harus memiliki kemampuan untuk menyisipkan nilai‐milai moral dalam proses belajar mengajar di kelas diantaranya melakukan diskusi dengan siswa dalam hal problema moral, kegiatan penanaman nilai‐nilai, hal tersebut sejalan dengan Chau‐kiu Cheung. Tak‐yan Lee (2010). Contributions of moral education lectures and moral discussion in Hong Kong secondary schools, menjelaskan bahwa Pendidikan moral dalam bentuk tradisional dari pengajaran didaktik kelas pada sekolah
6
menengah sangat menonjol di Hong Kong sejak permulaan pendidikan moral pada tahun 1980an. Akan tetapi, bentuk tradisional tersebut tidak mendapatkan pujian dari riset di dunia Barat. Sehingga, diskusi tentang problema moral menjadi cara yang lebih efektif guna pendidikan moral daripada pembelajaran didaktik. Jadi dapat dikatakan bahwa diskusi dalam hal masalah moral merupakan bentuk strategi penyisipan nilai‐nilai moral melalui kegiatan pembelajaran lebih efektif daripada didaktik jika merujuk pada hasil penelitian Chau‐kiu Cheung di atas. b) Strategi Penghitungan Point Pelanggaran Tata Tertib. Strategi ini dimaksudkan agar pihak sekolah dapat melakukan tolok ukur secara jelas pada saat mengambil keputusan terhadap penerapan sangsi pelanggaran yang diberlakukan di lingkungan sekolah. Diberlakukannya sangsi pelanggaran dengan penghitungan point ini, maka pada umumnya siswa merasa takut jika nantinya jumlah pelanggaran yang mereka lakukan selama di SMA Negeri 1 Sukoharjo mencapai 100 point, dan berakibat dikeluarkannya dari sekolah. Keberadaan buku saku yang bertujuan untuk mencatat point pelanggaran tata tertib pada siswa menurut pengamatan penulis sangat efektif menjadikan siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo berperilaku positif hal tersebut sesuai dengan Dengan pendapat Sugeng Hariyadi (2003:94‐96) yang menyatakan “secara umum upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap dapat dilakukan antara lain dengan Inkulkasi maksudnya pendidikan nilai hendaknya tidak diberikan dalam bentuk indoktrinasi. Penanaman nilai‐ nilai inkulkasi merupakan salah satu strategi yang bisa dipilih, sebab Inkulkasi memiliki ciri‐ciri, diantaranya sebagai berikut: 1) Memperlakukan orang lain secara adil. 2) Membuat aturan, memberi penghargaan dan memberikan konsekuensi disertai alasan‐alasan yang jelas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi penghitungan skor pelanggaran tata tertib yang ditulis kedalam buku saku siswa, sebuah penanaman nilai moral dalam bentuk pemaksaan sebab secara tidak
7
langsung semua siswa akan selalu menaati tata tertib agar skor kesalahannyamenimbulkan hukuman dari sekolah, selain itu anak merasa berada pada sebuah kawasan keadilan dimana kawasan tersebut memiliki tolak ukur pendisiplinan disesuaikan dengan perilaku masing‐masing siswa. c) Strategi penanaman nilai moral melalui keteladanan guru dan diadakannya pemilihan guru terfavorit/teladan. Diadakannya pemilihan guru dan karyawan tervaforit pada setiap tahunnya bertujuan agar semua guru dan karyawan dapat memberikan keteladanan bagi semua siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo, strategi tersebut sejalan dengan pendapat Sugeng Hariyadi (2003:94‐96) yang menyatakan “secara umum upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap dapat dilakukan antara lain dengan Modelling Upaya ini memerlukan contoh nyata dari model (tokoh otorita). Remaja tidak hanya butuh sekedar nasehat, mereka memerlukan model untuk ditiru (imitasi) dan identifikasi sebagai dasar pembentukan nilai moral dan sikapnya”. Pendapat Sugeng Hariyadi memberikan bukti bahwa penanaman nilai‐nilai moral pada siswa dalam bentuk keteladan guru dan karyawan menuntut para guru berperan sebagai model yang baik yang dapat ditiru oleh para siswanya, dan juga para siswa harus mampu mengambil keteladanan dari para guru. Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada siswa melalui pembelajaran, terlihat ada 2 (dua) strategi yang ditempuh oleh guru mata pelajaran yaitu: 1) Melakukan penyisipan nilai‐nilai moral di dalam pembelajaran yang dilakukan baik pada saat tahap pendahuluan, tahap kegiatan inti maupun tahap penutup, kemampuan guru dalam mengkaitkan materi dengan penyisipan nilai menjadikan pembelajaran semakin bermakna sekaligus menjadikan pembelajaran lebih manusiawi sehingga pelajaran di kelas dapat menjadikan siswa berperilaku positif. Cara tersebut sejalan dengan hasil penelitian Herpratiwi (1996), yang mengungkap Penanaman nilai moral dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Pakem IV Sleman
8
Yogyakarta yang memberikan kesimpulan hasil penelitiannya bahwa “guru yang diterima oleh anak selama proses belajar mengajar terutama dikarenakan sikap dan perilaku guru yang simpatik dan penuh wibawa, sedang yang tidak diterima karena dalam menyalin komunikasi dan memperlakukan anak tidak manusiawi. Semua guru yang menyampaikan pelajaran kepada anak kelas V di sekolah ini, berpandangan bahwa semua anak didiknya selain harus berprestasi juga harus berperilaku baik”. Strategi penanaman nilai‐nilai moral yang ditempuh oleh guru mata pelajaran cara kedua yaitu : 2) Memasukkan nilai‐nilai moral ke dalam silabus dan RPP. Memasukkan nilai‐nilai moral ke dalam silabus dan RPP adalah suatu hal yang penting yang harus dilakukan seorang guru sebelum mengajar, sebab silabus dan RPP merupakan pedoman seorang guru dalam mengajar tujuan pokoknya pembelajaran akan lebih terarah, jika pembelajaran diarah menuju pada pembenahan moral tentunya silabus dan RPP harus disesuaikan dengan nilai moral yang diingikan, seperti halnya yang dilakukan Negara Malaysia dewasa ini. Perihal tersebut sesuai dengan artikel yang dibuat oleh Vishalache Balakrishnan (2010). The Development Of Moral Education In Malaysia. Dijelaskan bahwa “ada beberapa perubahan silabus kususnya tentang pendidikan moral di Malaysia bahwa kurikulum pendidikan moral bertujuan mengembangkan individu bertanggungjawab dengan standar moral yang tinggi yang bersumbangsih kepada kedamaian dan harmoni negara dan masyarakat global (Menteri Pendidikan Malaysia, 2000). Dapat
ditarik
sebuah
kesimpulan
bahwa
Malaysia
akan
mengembangkan individu bertanggungjawab dengan standar moral yang tinggi yang bersumbangsih kepada kedamaian dan harmoni negara dan masyarakat global maka dimulai dengan perubahan silabus, jadi silabus dan perencanaan pembelajaran suatu hal yang tidak boleh dilupakan jika berkeinginan kurikulum yang ditetapkan dapat terjalankan.
9
Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Sukoharjo, pihak sekolah mewajibkan semua murid diharuskan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler khususnya yang sudah terjadwal dan diprogramkan oleh pihak sekolah seperti ; kepramukaan dan wajib memilih salah satu diantara berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh pihak sekolah. Bentuk kegiatan pembinaan mental spiritual yang terkait dengan kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh SMA Negeri 1 Sukoharjo antara lain adalah: pengajian rutin atau setiap peringatan Hari Besar Islam di mana hampir semua siswa mengikutinya, sholat berjama’ah dan kultum dimana semua siswa mengikutinya kecuali yang sedang “berhalangan”, pondok romadhon dimana untuk kelas I wajib mengikuti semuanya, kepramukaan, PMR dan kegiatan bakti sosial lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler yang berupa pengajian rutin atau setiap peringatan Hari Besar Islam, sholat berjama’ah , kultum dan pondok romadhon dimana untuk kelas I wajib mengikuti semuanya merupakan pembinaan keagamaan yang tidak dapat dipisahakan dengan penanaman nilai‐nilai moral sebab Zakiah Darajat menjelaskan bahwa “Kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan berAgama. Karena nilai‐nilai yang tegas pasti dan tetap tidak berubah karena keadaan, tempat dan waktu adalah nilai yang bersumber pada Agama. Karena itu dalam pembinaan generasi muda perlulah kehidupan moral dan Agama itu sejalan dan mendapat perhatian yang serius”(Darajat, 1976:156). Menanamkan nilai‐nilai moral melalui kegiatan ekstrakurikuler yang cenderung lebih santai/ informal merupakan salah satu jalur yang dapa digunakan dalam menanamkan nilai moral pada anak, hal tersebut sesuai dengan pendapat Sanapiah Faisal menyatakan bahwa “pembinaan tersebut dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, informal, maupun non formal. Dalam berbagai lingkungan pendidikan tersebut, pembinaan senantiasa dapat dilaksanakan kepada seseorang akan tetapi tentunya menggunakan
10
cara‐cara yang berbeda untuk setiap lingkungan pendidikan baik formal, informal maupun non formal” (Faisal,1981:48). Kaitannya dengan penanaman nilai‐nilai moral pada aktivitas siswa di sekolah. Sejak siswa memasuki gerbang sekolah, pihak sekolah telah mencanangkan sebuah program yang diwujudkan dalam bentuk slogan berisi ajakan “mari kita budayakan senyum, salam, sapa, sopan dan santun” kalimat tersebut terpampang didepan ruang satpam tujuannya setiap warga SMA Negeri 1 Sukoharjo agar berperilaku sesuai dengan slogan tersebut yang dimulai sebelum masuk gerbang sekolah sampai dengan pulang sekolah. Slogan tersebut jika diurai terdapat beberapa nilai‐nilai moral/karakter sesuai dengan pendapat Hidayatullah, diantaranya “senyum, salam, sapa mengandung maksud “ ramah” dapat diartikan Baik hati, elok, dan menarik budi bahasanya, sopan atau baik sikap maupun tutur katanva, Manis tutur kata dan sikapnya, Suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan. Kemudian “sopan” dapat diartikan hormat dan takdzim; tertib menurut adat yang baik, beradab (tentang perilaku, tutur kata, pakaian, dsb.); baik budi bahasanya; tahu adat, baik perangai dan kelakuannya (tidak cabul atau lidak lacur). Sedangkan “ santun” dapat diartikan Halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya), sopan, sabar dan tenang; peituh rasa belas kasihan, suka menolong (Hidayatullah, 2010:79‐89). Dapat disimpulkan adanya slogan “mari kita budayakan senyum, salam, sapa, sopan dan santun” yang terpampang di depan ruang satpam memiliki maksud setiap orang yang masuk di lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo supaya berbuat baik hati, elok, dan menarik budi bahasanya, sopan atau baik sikap maupun tutur katanva, manis tutur kata dan sikapnya, suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan, hormat dan takdzim; tertib menurut adat yang baik, beradab (tentang perilaku, tutur kata, pakaian, dsb.); baik budi bahasanya; tahu adat, baik perangai dan kelakuannya (tidak cabul
11
atau lidak lacur), halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya), sopan, sabar dan tenang; peituh rasa belas kasihan, suka menolong. Berkaitan dengan penanaman nilai‐nilai moral pada saat jam istirahat dan jam pulang sekolah, jika dikelompokkan ada 4 strategi penanaman nilai‐ nilai moral yang dilakukan oleh pihak sekolah pada saat jam istirahat pertama maupun istirahat terakhir, strategi yang dimaksud diantaranya: 1). adanya kantin kejujuran di lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo, Praktek transaksi jual‐beli yang ditunjukkan oleh kantin kejujuran merupakan sebuah sarana penanaman nilai moral pada siswa, menurut Sugeng Hariyadi termasuk upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap yaitu “Fasilitas nilai berupa pemberian kesempatan kepada individu dalam hal : fasilitas kegiatan berpikir, membuat keputusan secara mandiri, bertindak berlandaskan sistem nilai universal yang diyakininya, serta pengembagan keterampilan sosial dan keterampilan akademik pada para siswa agar dapat mengamalkan nilai‐nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat” (Sugeng Hariyadi, 2003:94‐96) Dapat disimpulkan dengan adanya kantin kejujuran dapat melatih siswa untuk bertindak, berfikir berladaskan nilai universal dan dapat mengamalkan nilai‐nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif, dewasa dan bermoral dalam masyarakat. 2). Kontrol lingkungan sekolah yang di lakukan oleh guru piket dan kepala sekolah, Pengawasan dan pengontrolan yang dilakukan oleh pihak sekolah pada setiap aktivitas siswa di sekolah merupakan bentuk penanaman nilai‐ nilai moral, hal tersebut sesuai dengan penelitian M. Idrus (1998), yang meneliti tentang otonomi moral keagamaan mahasiswa Fakultas Tarbiyah UII Yogyakarta, menghasilkan temuan antara lain bahwa perilaku keagamaan yang ditampilkan oleh para informan cenderung tidak mempunyai otonomi moral yang baik, atau masih dalam tahapan heteronomy. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya berbagai harapan atas pelaksanaan perintah yang dilakukan, ataupun penghindaran larangan. Selanjutnya dalam upaya
12
membangkitkan otonomi moral keagamaan mahasiswa, dalam hal ini dosen melakukannya dengan cara himbauan, nasihat ataupun bimbingan yang diberikan pada waktu‐waktu tertentu dan tidak terjadwalkan dalam kegiatan tatap muka di kelas”. Dapat disimpulkan bahwa menanamkan nilai‐nilai moral pada siswa tidak harus pada suatu waktu, tempat yang telah direncanakan tetapi dapat dilakukan pada setiap saat, sehingga dengan cara pengawasan, pengontrolan pihak sekolah pada jam masuk sekolah, istirahat maupun jam pulang merupakan bentuk cara penanaman nilai‐nilai moral pada siswa. 3). Adanya kata‐kata mutiara dan poster ajakan untuk berbuat baik yang menempel di dinding lingkungan sekolah, baik dalam maupun di luar kelas, adanya kata‐kata mutiara bertujuan agar siswa berperilaku baik sesuai dengan isi tulisan. Menandakan bahwa adanya kata‐kata mutiara sebagai bentuk penanaman nilai‐nilai moral pada siswa hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugeng Hariyadi secara umum upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap dapat dilakukan antara lain “pengembangan keterampilan sosial dan keterampilan akademik pada para siswa agar dapat mengamalkan nilai‐ nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat” (Sugeng Hariyadi, 2003:94‐96). Berdasarkan pendapat Sugeng Hariyadi di atas dapat disimpulkan bahwa ditempelkannya kata‐kata mutiara di sekitar dinding sekolah adalah sebagai pengembangan kedewasaan si anak agar berperilaku konstruktif bermoral seperti tulisan yang ditempel tersebut, walaupun demikian masih ada kekurangan penjalanan strategi itu yaitu tidak semua guru maupun karyawan menjelaskan kepada anak didiknya mengenai maksud dan tujuan keberadaan kata‐kata mutiara yang menempel di kelas maupun dilingkungan sekolahnya. 4). Keberadaan tempat ibadah dan kontrol ibadah dari guru agama islam. Satu cara yang menonjol yaitu adanya kantin kejujuran yang berada di dalam lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo. Semakin banyak siswa mengerjakan ibadah maka semakin enggan berbuat yang negative hal tersebut sesuai dengan penelitian Sukiman (2001), yang berjudul
13
Pembinaan Moral Keagamaan Anggota Jamaah Zikir Istighotsah, yang menghasilkan kesimpulan bahwa “model pembinaan moral keagamaan anggota Jamaah Zikir Istighotsah adalah mirip dengan model pembinaan yang dikembangkan dalam dunia tarekat pada umumnya, pola umum pembinaannya, yaitu dengan mengembangkan praktek‐praktek ritual keagamaan tertentu berupa shalat, puasa, zikir, dan doa‐doa, serta pendalaman ajaran agama, secara umum kegiatan pembinaan moral keagamaan anggota Jamaah Zikir Istighotsah telah membawa hasil atau manfaat baik bagi anggota yang dulunya berkasus maupun normal, yaitu antara lain perbaikan dan peningkatan dari segi sikap dan perilaku anggota, khususnya bagi anggota yang berkasus, meskipun diakui bahwa masih ada sebagian yang belum bisa berubah sikap dan perilakunya dan kembali dari kebiasaan lamanya yang jauh dari kehidupan agama”. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan tempat ibadah beserta kegiatan control ibadah yang dilakukan oleh pihak sekolah mendorong siswa agar mau/rajin mengerjakan ibadah, sehingga kemungkinan jika siswa aktif ibadahnya maka perilaku, sikap siswa tersebut akan berubah sesuai dengan ajaran agamanya. Pembahasan dan hasil Penelitian ini menghasilkan teori sebagai berikut : 1) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di sekolah akan menjadikan anak berperilaku sesuai dengan norma‐norma yang berlaku di Indonesia, sehingga anak senatiasa selalu berperilaku positif. 2) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa disekolah yang terpadu akan memudahkan tercapainya visi, misi dan tujuan sekolah secara efektif dan efesien. 3) Pembiasaan, pemaksaan dan suri tauladan guru serta karyawan yang diwujudkan dalam bentuk sholat dhuhur dan jumatan berjamaah, kata‐kata mutiara disekitar lingkungan sekolah, system point pelanggaran terhadap tata tertib sekolah, pemilihan guru teladan pada setiap hari pendidikan. Kesemuanya merupakan bentuk‐bentuk strategi penanaman nilai‐nilai moral disekolah. 4) Pembagian tugas pengisi kegiatan ekstrakurikuler serta
14
penyusunan konsep materi kegiatan ekstrakurikuler yang disesuaikan dengan materi‐materi pelajaran di kelas pada setiap awal pelajaran merupakan sebuah usaha terciptanya ketercapaian keterkaitan antara pembelajaran di kelas dengan kegiatan ekstrakurikuler. 5) Penyisipkan nilai‐nilai moral yang dilakukan guru pada saat tahap pendahuluan pembelajaran, kegiatan inti maupun sebelum mengakhiri pembelajaran adalah sebuah rangkaian yang harus dilakukan guru dalam menanamkan nilai‐nilai moral pada siswa melalui pembelajaran di kelas. 6) Rekrutmen peserta ekstrakurikuler harus disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan siswa bersangkutan sehingga bakat dan minat anak akan berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan ekstrakurikuler itu sendiri. 7) Dimulai dari sebelum memasuki gerbang sekolah, lembaga pendidikan harus melakukan penanaman nilai‐nilai moral disetiap aktivitas siswa sampai dengan siswa tersebut menyelesaikan rangkaian belajar pada hari tersebut. Simpulan Kesimpulan dari penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: (1) Penamanan nilai moral pada siswa yang dilaksanakan di SMA Negeri I Sukoharjo berpola keterpaduan antara kegiatan pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler dengan penanaman nilai moral disetiap aktivitas siswa disaat akan memasuki gerbang sekolah, jam istirahat dan jam pulang sekolah. (2) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo melalui pembelajaran di kelas dimulai dengan penyusunan RPP yang telah berisi nilai‐nilai moral sebelum mengajar, selain itu dilakukan penyisipan nilai‐nilai moral oleh guru pada saat tahap pendahuluan pembelajaran, kegiatan inti maupun sebelum mengakhiri pembelajaran. (3) Penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo melalui ekstrakurikuler di sekolah dilakukan dengan cara setiap kegiatan ekstrakurikuler yang dipilih oleh siswa sendiri, setiap kegiatan ekstrakurikuler
15
mengunakan metode yang cocok dengan perkembangan siswa serta mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. (4) penanaman nilai‐nilai moral pada siswa di SMA Negeri 1 Sukoharjo yang dilakukan pihak sekolah pada saat sebelum masuk kelas, jam istirahat maupun jam pulang sekolah, pihak sekolah telah mencanangkan sebuah program yang diwujudkan dalam bentuk slogan berisi ajakan “mari kita budayakan senyum, salam, sapa, sopan dan santun” dengan tujuan agar semua warga sekolah sejak masuk sampai pulang sekolah berperilaku sesuai dengan slogan tersebut, selain itu ada 4 strategi penanaman nilai‐nilai moral yang dilakukan oleh pihak sekolah pada saat jam istirahat pertama maupun istirahat terakhir, diantaranya: a) Adanya kantin kejujuran di lingkungan SMA Negeri 1 Sukoharjo, b) Kontrol lingkungan sekolah yang di lakukan oleh guru piket dan kepala sekolah, c) Adanya kata‐kata mutiara dan poster ajakan untuk berbuat baik yang menempel di dinding lingkungan sekolah, dan Keberadaan tempat ibadah dan kontrol ibadah dari guru agama Islam. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka terdapat saran kepada(1)Pihak kepala sekolah agar membuat flow chart antara kegiatan intrakurikuler (pembelajaran di kelas) dengan kegiatan ekstrakurikuler serta penanaman nilai moral disetiap aktivitas siswa disaat akan memasuki gerbang sekolah, pada saat jam istirahat dan jam pulang sekolah, bertujuan agar memudahkan warga sekolah mengetahui manasajakah kegiatan yang sinergis dan kegiatan yang berdiri sendiri.(2)Pihak kepala sekolah mengintruksikan kepada wakil kepala sekolah untuk menghimpun dan mencatat setiap kegiatan sekolah yang mengarah terhadap penanaman nilai‐nilai moral pada peserta didik, tujuan akhirnya pihak lembaga mengetahui kegiatan yang efektif menjadikan siswa berperilaku positif. (3) Pihak wakil kepala sekolah bagian kurikulum agar secepatnya membuat contoh silabus dan RPP yang yang didalamnya terdapat muatan nilai‐nilai moral, sekaligus diadakan workshop antar guru mata pelajaran, maupun sesame guru mata pelajaran sehingga seluruh guru SMA Negeri 1
16
Sukoharjo memiliki silabus dan RPP yang seragam formatnya serta telah memasukan nilai‐nilai moral didalamnya. (4) Pihak wakil kepala sekolah bagian kurikulum agar mendorong, memfasilitasi agar semua guru aktif meningkatkan kompetensinya sehingga guru SMA Negeri 1 Sukoharjo memiliki kemampuan a) menyisipkan nilai‐nilai moral dalam pembelajaran, b) mengkaitan antara materi pelajaran dengan nilai‐nilai moral c) memasukkan nilai‐nilai moral kedalam silabus dan RPP d) memberikan tauladan/ berhati‐hati dalam bertindak baik di kelas maupun diluar kelas dan e) inovatif dalam pembelajaran sehingga siswa merindukan suasana pembelajarannya. (6) Pihak wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dibantu coordinator ekstrakurikuler agar membuat buku pegangan kegiatan ekstrakurikuler supaya memudahkan calon peserta maupun peserta kegiatan ekstrakurikuler faham akan kegiatan yang dilakukannya. (7) Pihak kepala sekolah agar mengadakan sarasehan antara guru dan karyawan membahas mengenai pentingnya pengawasan serta suri tauladan bagi seluruh siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo (8) Pihak kepala sekolah agar menghimbau semua guru untuk menjelaskan dan mencontohkan perwujudan perilaku sesuai dengan kata‐kata mutiara yang tertempel didinding sekolah.(9) Pihak kepala sekolah bersama komite sekolah agar merencanakan untuk menambah satpam sekolah dan memasang beberapa CCTV di lingkungan sekolah sebagai upaya meningkatkan kemanan dan ketertiban di lingkungan sekolah. (10) Bagi peneliti selanjutnya,
dalam
menentukan
waktu
penelitian
sebaiknya
direncanakan/dilakukan pada awal semester pertama sebab pada waktu tersebut, kepala sekolah dan nara sumber lainnya tidak terlalu sibuk mengurusi kegiatan akademik.
17
Daftar Pustaka Bakry. MS Noor. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Balakrishnan, V. 2010. “The Development Of Moral Education In Malaysia”. Asia Pacific Journal of Educators and Education. Vol. 25, 89–101. diakses melalui , http://proquest.umi.com/pqdweb tanggal 20 Februari 2012. Chau‐kiu Cheung. Tak‐yan Lee. 2010. “Contributions Of Moral Education Lectures And Moral Discussion In Hong Kong Secondary Schools”. © Springer Science+Business Media B.V. diakses melalui http://proquest.umi.com/ pqdweb tanggal 20 Februari 2012. Darajat, Zakiah. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang.
Faisal, Sanapiah. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya : CV.Usaha Nasional. Hariyadi, Sugeng. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang: UNNES Press. Herpratiwi, 1996. Penanaman nilai moral PBM di sekolah dasar Pakem IV Sleman. Tesis S‐2, Yogyakarta: PPS IKIP Yogyakarta. Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pressindo. Idrus, M. 1998. Otonomi Moral Keagamaan Mahasiswa Fakultas Tarbiyah UII Yogyakarta. Tesis S‐2, Yogyakarta. PPS‐UNY. Moleong, Lexy. 2002. Metodelogi Penelitian kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya. Sukiman, 2001. Pembinaan Moral Keagamaan Anggotajamaah Zikir Istighotsah, Tesis S‐2, PPS‐UNY. Undang‐undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. (2003). Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung, Penerbit: Citra Umbara.