JPGMI, VOL.1 NO.1 2015 HAL [61-67]
ISSN : 2477-1848
PENANAMAN NILAI MORAL MELALUI METODE BERCERITA DI RAUDHATUL ATHFAL RAUDHATUL ISLAH MARGOSARI PAGELARAN UTARA PRINGSEWU
Trisnawati, Ilmi muyasaroh Prodi Sistem Informasi, STMIK Pringsewu Jl. Wisma Rini No.09 Pringsewu Email :
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penanaman nilai-nilai moral melalui metode bercerita di R.A. Raudhatul Ishlah. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan melalui tiga siklus yang masing -masing siklus terdiri dari persiapan, pelaksanaan, observasi dan wawancara. Instrumen yang digunakan antara lain: buku cerita bergambar, boneka, barang-barang tiruan, tanaman, gambar, dan CD atau video. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai-nilai moral yang cukup baik melalui metode bercerita. Metode penanaman nilai moral yang diterapkan banyak membawa pengaruh positif terhadap perkembangan moral anak dan melalui penghayatan isi cerita, lambat laun anak akan merubah perilakunya yang semula tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang ada menjadi lebih baik sesuai dengan tokoh yang diperankan dalam cerita. Kata Kunci: nilai moral, metode bercerita
1.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk memperoleh pengetahuan. Menurut UU No. 20 tahun 2003 “Pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, membangun kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. Proses pendidikan pertama bagi anak adalah keluarga. Didalam lingkungan keluarga orang tualah yang berperan penting dalam proses menanamkan pendidikan kepribadian dan keagamaaan. Proses pendidikan di dalam keluarga biasanya sesuai dengan kondisi keluarga tersebut. Meskipun demikian pendidikan di lingkungan sekolah juga memegang peranan penting. Di lingkungan sekolah anak dirangsang, dikembangkan dan dibentuk karakternya agar menjadi anak yang berkepribadian baik dan mentaati norma-norma yang ada di masyarakat. Proses pembelajaran di sekolah dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yaitu Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA). Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu 61
JPGMI, VOL.1 NO.1 2015 HAL [61-67]
ISSN : 2477-1848
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No.20 Tahun 2003). Menurut Isjoni (2009:19-24) “Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Anak usia dini merupakan anak yang berusia 0-6 tahun. Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Karena itulah, maka usia dini dikatakan sebagai usia emas, yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Terkadang diusia ini sikap anak cenderung tidak tertebak, karena disetiap harinya anak akan selalu bertambah dan berkembang kreatifitasnya sesuai karakteristik masing-masing anak”. Nilai dan moral merupakan dua kata yang seringkali digunakan secara bersamaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta (2007:801) dinyatakan bahwa “nilai adalah harga, hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan”. Menurut Merill dalam Koyan (2000:13) “nilai adalah patokan atau standar yang dapat membimbing seseorang atau kelompok ke arah satisfication, fulfillment, and meaning”. Menurut Hazlitt (2003:32) “nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang”. Menurut Jamie (2003:15) “moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak)”. Adapun pengertian moral menurut K. Prent berasal dari bahasa latin mores, dari suku kata mos yang artinya adat istiadat, kelakuan, watak, tabiat, akhlak (Soenarjati & Cholisin, 1989:25). Dalam perkembangannya moral diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila. Pendidikan moral juga dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan (konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada peserta didik (generasi muda dan masyarakat) untuk membentuk budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji seperti terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 (Darmadi 2007: 56-57). Pendidikan nilai moral dapat disampaikan dengan metode bercerita. Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Hidayat, 2005:4.12). Dalam cerita dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Ketika bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak. Selain itu guru juga bisa memanfaatkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa dengan cara menirukan suara tertentu. Darmadi (2007:56-57) Penanaman nilai-nilai moral pada anak usia dini dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satunya adalah metode bercerita melalui cerita dapat menyampaikan pesan-pesan atau informasi moral yang dapat menambah pengetahuan anak tentang nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Setelah bercerita diharapkan siswa dapat menyampaikan pesan-pesan moral yang terkandung didalam cerita yang telah diperdengarkan. Di dalam penanaman nilai moral menggunakan metode bercerita ini juga dibantu dengan alat peraga yang disesuaikan menurut tema. Alat peraga tersebut bisa berupa: buku cerita bergambar, boneka, benda-benda tiruan, tanaman, VCD atau video, gambar dan bermain peran.
62
JPGMI, VOL.1 NO.1 2015 HAL [61-67]
ISSN : 2477-1848
RA. Raudhatul Ishlah beralamat di desa Margosari kecamatan Pagelaran Utara kabupaten Pringsewu yang dapat ditempuh kurang lebih 1 jam dari kota pringsewu sendiri. RA. Raudhatul Ishlah mempunyai guru sebanyak 7 orang, siswa 53 anak, dan ruang kelas sebanyak 3 ruang. Di RA. Raudhatul Ishlah ini peneliti sudah banyak menghabiskan waktu sejak ditetapkannya sebagai guru tetap yayasan kurang lebih 5 tahun sejak berdiri tahun 2010 lalu. Adapun gambaran pelaksanaan pembelajaran nilai moral di RA Raudhatul Ishlah yaitu: (1) Guru RA belum mengupayakan sepenuhnya pengembangan nilai moral di sekolah (2) Guru RA belum memahami metode bercerita yang menarik (3) Sebagian besar guru RA cenderung hanya menyampaikan materi pembelajaran tidak menanamkan nilai moral dalam pembiasaan sehari-hari baik disekolah maupun dirumah (4) Sekolah belum mendesain sarana dan prasarana pembelajaran dengan menyediakan berbagai alat peraga (5) Kurangnya ketertarikan dari siswa tentang pembelajaran nilai moral. Kendala-kendala yang peneliti temukan disebabkan oleh beberapa faktor: guru, siswa, orang tua, kondisi sekolah lingkungan belajar Sebagai pendukungnya. Permasalahannya adalah masih kurangnya kemampuan guru tentang penanaman nilai moral dalam pembiasaan, didalam prakteknya hanya penyampaian materi saja. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Mukhamad Murdiono yang berjudul Metode Penanaman Nilai Moral untuk Anak Usia Dini di beberapa Taman Kanak-kanak (TK) Aisyiyah Bustanul Athfal Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penanaman nilai moral yang digunakan adalah sebagai berikut: bercerita, bermain, karyawisata, bernyanyi, outbond, pembiasaan, teladan, syair, dan diskusi. Persamaan dengan penelitian diatas adalah sama-sama meneliti tentang nilai moral, sedangkan perbedaannya terletak pada metode yang diteliti adalah metode bercerita saja. 2.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian adalah siswa dan guru RA.Raudhatul Ishlah Margosari. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Wawancara digunakan untuk menjaring data atau informasi yang berkaitan dengan metode penanaman nilai moral, pengaruh terhadap keberhasilan penanaman nilai moral, dan kendala-kendala yang dihadapi. Data dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara. Dalam kegiatan tersebut diamati secara cermat terus-menerus secara kolaboratif antara peneliti dan pendidik yang lain untuk mengetahui apakah kegiatan pembelajaran dilakukan dalam praktek yang sesuai dengan kaidah-kaidah pembelajaran berdasarkan minat dan kaidah-kaidah pengembangan nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan cinta damai yang sesuai dengan perkembangan psikologis anak TK. 1. Persiapan Kegiatan Pembelajaran Persiapan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan: a) media pembelajaran yang dipergunakan dalam penanaman nilai-nilai moral menggunakan alat peraga yang berupa buku cerita bergambar, boneka, benda-benda tiruan, tanaman, gambar, VCD atau video,dan bermain peran. b) menggunakan buku pegangan sebagai acuan untuk mengajarkan pendidikan moral, menggunakan segala macam buku yang berkaitan dengan pendidikan moral untuk 63
JPGMI, VOL.1 NO.1 2015 HAL [61-67]
ISSN : 2477-1848
anak usia dini. Salah satu buku yang digunakan adalah buku tentang metode pengembangan moral. 2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran a) Penataan lingkungan bermain Lingkungan bermain disiapkan tergantung dari rencana pembelajaran yang akan dilakukan. Kemudian alat dan bahan main, alat dan bahan bermain yang dipersiapkan disesuaikan dengan rencana dan tujuan pembelajaran serta usia dan perkembangan anak. Selain itu mainan juga dibuat bervariasi dan semenarik mungkin, tujuannya adalah untuk menarik perhatian siswa. b) Kegiatan Inti Pembelajaran Guru memberi dukungan kepada anak didik, membantu anak didik yang membutuhkan bantuan, serta mendorong anak didik untuk mencoba cara lain agar anak dapat berkreasi. Kemudian mengumpulkan hasil kerja anak. Tidak lupa guru selalu mengingatkan anak didiknya agar tidak lupa membereskan sendiri alat mainnya. c) Kegiatan Penutup Setelah kegiatan inti usai, guru menanyakan kembali kegiatan yang baru saja mereka lakukan. Tujuannya untuk melatih daya ingat anak-anak dan memperluas perbendaharaan kata. 3. Observasi hasil kegiatan Observasi dilakukan setelah semua kegiatan berakhir dengan mengobservasi hasil kerja anak dan mengevaluasi kekurangan dan kelebihan agar kegiatan yang berikutnya dapat lebih efektif lagi. 3.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Metode bercerita dapat mengubah etika anak-anak karena sebuah cerita mampu menarik anak-anak untuk menyukai dan memperhatikan, serta merekam peristiwa dan imajinasi yang ada dalam cerita. Selain itu bercerita dapat pula memberikan pengalaman dan pembelajaran moral melalui sikap-sikap dari tokoh yang ada dalam cerita. Sementara itu, teknik (alat) penilaian pembelajaran berupa pengamatan, penugasan, hasil kerja dan unjuk kerja. Bentuk pencatatan hasil penilaian harian, guru memberikan penilaian berupa tanda 1 bintang/BB, 2 bintang/MB, 3 bintang/BSH dan 4 bintang/BSB. Untuk mengetahui adanya peranan metode bercerita dalam mengembangkan nilai-nilai moral pada anak di RA. Raudhatul Ishlah Margosari, maka telah diperoleh hasil pengamatan. Ada tiga siklus yang dilakukan dan diamati dalam mengembangkan nilai-nilai moral pada anak melalui metode bercerita, sebagai berikut : 1. Siklus pertama dilakukan pada hari selasa 4 mei 2016. Pada siklus ini guru bercerita tentang adab berpakaian menggunakan alat peraga gambar. Kendala-kendala yang terjadi karena anak masih belum terbiasa dengan adab berpakaian, ini terjadi karena antara lingkungan sekolah dan lingkungan di rumah tidak selaras. Setelah diadakan pengamatan selama satu minggu terjadi perubahan perilaku anak. Pada siklus ini dapat dinilai dari tercapainya beberapa indikator, yaitu anak dapat berpakaian yang rapi di sekolah, anak berpakaian yang rapi disesuaikan dengan 64
JPGMI, VOL.1 NO.1 2015 HAL [61-67]
ISSN : 2477-1848
keperluan misalnya anak berpakaian sopan ketika sekolah, bepergian, bermain dan mengaji, membaca do’a berpakaian, memakai baju diawali anggota tubuh yang kanan dan melepas pakaian dengan anggota tubuh yang kiri. Pada siklus ini anak masih kurang tertarik mendengarkan cerita, anak hanya tertarik pada gambar-gambar yang disediakan namun belum dapat menerapkannya. 2. Siklus kedua dilaksanakan pada hari selasa 11 mei 2016. Pada siklus ini guru bercerita tentang adab saling menyayangi sesama makhluk Alloh yang menggunakan alat peraga boneka. Pada siklus ini juga diadakan pengamatan selama satu minggu dan hasilnya dapat dilihat dari tercapainya beberapa indicator, yaitu anak menyayangi anggota keluarga, saudara dan teman, anak suka tolong menolong, dermawan, dan toleransi, anak senang menyayangi binatang, anak memelihara lingkungan, dan anak senang merawat tanaman. Pada siklus ini anak mulai tertarik mendengarkan cerita, tetapi anak mudah bosan dan lebih asyik dengan temannya. 3. Siklus ketiga dilaksanakan pada hari selasa 17 mei 2016. Pada siklus ini guru bercerita tentang adab Sopan Santun menggunakan alat peraga video. Pentingnya nilai moral ditunjukkan melalui sikap sopan santun yang dimiliki oleh setiap individu, Oleh karena itu aspek sopan santun diterapkan di TK/RA untuk menanamkan nilai-nilai moral sejak usia dini. Penilaian aspek sopan santun, dilihat dari tercapainya beberapa indikator, yaitu anak mampu menunjukan sikap berdoa yang baik, anak tertib saat belajar, anak mampu berbicara sopan atau tidak berteriak, anak mampu bersikap baik dan sopan pada saat makan, dan bersikap ramah pada siapa saja, misalnya mencium tangan ibu guru. Pada siklus ini anak tertarik dengan cerita yang ada di video, karena video mengandung unsur suara dan gambar bergerak yang membuat anak lebih fokus dalam pembelajaran. Adapun Kendala-kendala yang terjadi dalam penelitian ini adalah terjadi tidak ketidak selarasan dan ketimpangan dalam pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari antara lingkungan sekolah dan lingkungan rumah dan kurangnya alat peraga yang tersedia. Kurangnya alat peraga menyebabkan guru harus menguasai teknik bercerita lebih ekstra, serta detail yang disertai mimik muka dan ekspresi tubuh dalam menjelaskan cerita tersebut agar pesan moral yang ada dalam cerita bisa dimengerti oleh anak, Isi cerita harus menarik dan sesuai untuk perkembangan anak TK/RA, karena cerita yang monoton dapat membuat anak menjadi bosan untuk mendengarkan cerita dan Anak usia TK/RA yang masih dalam tahap berpikir simbolik sehingga dalam membawakan cerita harus dilengkapi dengan buku cerita bergambar dan media yang nyata atau benda tiruannya. seperti tanaman, gambar, boneka tangan yang menyerupai dari tokoh yang ada dalam cerita.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian tentang penanaman nilainilai moral melalui metode bercerita, maka dapat disimpulkan bahwa : 65
JPGMI, VOL.1 NO.1 2015 HAL [61-67]
ISSN : 2477-1848
1) Penanaman nilai-nilai moral di RA. Raudhatul Ishlah sebelum menggunakan metode bercerita dengan menggunakan berbagai alat peraga masih kurang baik, tetapi pada saat sesudah dilakukan terjadi peningkatan terhadap perilaku anak. Di RA. Raudhatul Ishlah dalam penanaman nilai-nilai moralnya melalui metode bercerita masih menggunakan buku cerita namun guru juga harus mencari cerita-cerita baru yang dapat menarik perhatian anak. 2) Penerapan metode bercerita pada anak, berdasarkan indikator yang diharapkanberkembang, seperti bahasa, moral, sosial emosional dan dapat memberikan pengetahuan atau informasi baru bagi anak setelah anak mendengarkan cerita. Saat membawakan cerita harus sesuai dengan tahap perkembangan anak, baik dari bahasa, media dan langkah-langkah pelaksanaannya, agar lebih efektif, komunikatif, dan menyenangkan bagi anak. Penerapannya masih didalam kelas dan sekolah saja, komunikasi antara sekolah dan keluarga kurang sehingga terjadi ketimpangan. 3) Dilihat dari hasil penelitian tentang nilai-nilai moral yang dilakukan melalui metode bercerita menggunakan berbagai alat peraga secara periodik dalam satu minggu mengalami perubahan prilaku dan tercapainya sebagian indicator-indikator tersebut. Saran Hal-hal yang dapat disarankan setelah melakukan penelitian ini adalah Guru dan orang tua siswa harus tetap menjalin kerja sama dengan baik dan semakin harmonis dalam penanaman moral anak dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maupun kegiatan anak di rumah.
66
JPGMI, VOL.1 NO.1 2015 HAL [61-67]
ISSN : 2477-1848
DAFTAR PUSTAKA Darmadi, H. (2009). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta. Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak Kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta: Depdiknas. Hazlitt, H. (2003). Dasar-dasar Moralitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hidayat, O.S. (2000). Metode pengembangan moral dan nilai-nilai agama. Jakarta: Universitas Terbuka. Isjoni. (2009). Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta. Koyan, I.W. (2000). Pendidikan moral pendekatan lintas budaya. Jakarta: Depdiknas. Miller. (2003). Mengasah Kecerdasan Moral Anak. Bandung:Kaifa. Poerwadarminta,W.J.S. (2007). Kamus umum bahasa indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Soenarjati & Cholisin. (1994). Dasar dan konsep pendidikan pancasila. Yogyakarta: Laboratorium PMP dan KN.
67