61
liUbungan kerja
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 01 PERUSAHAAN SWASTA OALAM BEBERAPA KASUS.
;
Oleh Putu Putra
PENGANTAR
Empat oTang,r karyawati steam bath "R" dipecat. Alasannya, menurut manajeT steam bath itu, karena mereka menjuaJ kue-kue kepada sesama karyawan dan menerima . tip dari hostes. Tip itu tidak mereka minta. Hostes-hostes ihllah yang berbaik hati mem berikan uang sebanyak Rp. 100,-' kepada keempat karyawati malang yang bergaji Rp. 18.000, - sebulan I). Sdr. R. Bdj. mengirimkan surat kepada nyonya Alida S.H. pengasuh rubrik hukum harian Pe1ita. la mengadukan dan sekalian minta nasehat hukum bah wa ayahnya dipeeat karena mem bawa karit sepanjang 25 em. ·pulang untuk rnenyalakan api. Ayahnya teJah bekerja selama 17 tahun dan dipeeat tanpa pesangon. Sdr. R telah mengirim surat ke Depnaker. Dan depnaker telah memanggil pengusaha yang melaku kan pemeeatahan itu, tapi panggiJan tidak digubris 2). Bila kedua peristiwa pellle<.:atan di atas dikemukakan di sini bukanlah pula maksud penulis untuk OIcngatakan bahwa semua majikan demikian kejamnya. la hanyalah dua contoh dari beberapa kejadian yang sempat dicatat oleh suratkabar-suralkabar , yang menggambarkan betapa kesewenangwenangan scperti itl! masih helum dianggap be-gilu memalukan. Di mana pe~ 1Il0gokan dilarang. di mana setiap perselisihan atau nasalah diharapkan (~apat disclcsaikan secara rnusyawarah untuk mencapai l11ufakat, sesuai dcngan konsl'psi hubungan perhuruhan Pancasila J).
Tapi bila kcdll:a contoh ini ditafsirkan untuk memberikan gambaran betapa masih lcmahllya pihak huruh pada uillumnya di tanah air kita, maka penafsira n demikian hampir dapat dikatakan tidaklah n,eleset terlalu jauh. PROSEOUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.
Pcngllsaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja Demikian bunyi pasal I ayat I U.U. No. 12 tahun 1964 4). U.U. ini memang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pihak yang lemah yaitu buruh. Tapi sama sekali tidak dirnaksudkan sebagai undang-undangnya para huruh. Sebab un dang-un dang ini tidak a priori bahwa kcsalahan senantiasa terletak di pihak majikan. Olch karena itll pasal 2 dari undang-undang ini membcri kemungkinan bagi majikan untuk memutuskan hubungan kerja setelah segala usaha unhlk menghindarinya tidak membawa hasil. Lengkapnya pasal tersebut berbunyi: " Bila setelah diadakan segala usaha, pe,nutusan hubungan kerja tidak
JIIIJ..um dall pl'mballKIll/a1/
62
dapat dihindari., pengusaha harus merundingkan maksud untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi bumh yang bersangkutan ataq dengan buruh sendiri datam hal huruh titu tidak menjadi anggola dari
salah satu organisasi buruh" . Prosectur selanjutnya diatur dalam l1asai J ayat 1: "Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham. pengusaha hanya dapal memutuskan hubun{!.
Pasal-pasal di atas dikutip secara langkap, untuk mengingatkan kcmbali bahwa pemutusan hubungan kerja bukanlah suatu soal sepele. Ada prosedur resmi yang harus ditempuh. PRAKTEKNYA.
Bagaimana prakteknya dalam kenya.t.aan sehari-hari'! Kalau dilihat kcmbali kedua kasus pada permlilaan tulisan ini jelas tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Boleh saja majikan steam bath "R" mem bual peraturan yang mclarang karyawan atau karyawatinya untuk menjual kue atau menerima tip , dan mungkin ben.aT perbuatan ayat sdr. R darat digolongkan sebagai pencur ian. Disiplin memang harus ditegakan dan aturan harus dipatuhi. Tapi asas, bahwa hukuman yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan kesalaban·· yang telah diperbuat tak dapat dikesampingkan begitu saja. Jangan hendaknya hanya karena ingin mentaati pcraturan yang dibuat sendiri, lalu majikan scenaknya meianggar peraturan yang tingkatnya lebm tinggi yang dibuat oleh pemerintab. BURUH PUN MANUSIA JUGA .
Oi sam ping modal dan sumber-sumber alam, buruh adalah salah satu faktor produksi. Tapi ia adalah faktor produksi yang tcrpcnting. la tidak sama dengan mesin. Buruh, seperti juga majikan, adalah manusia dengan hati dan perasaannya, dengan harapan dan kekccewaannya. Karena bukan mcsin, maka majikan tidaklah dapat dcngan Sewenang-wenang memperlakukan buruh yang bckerja pada perusahaannya. Undang-undang perhuruhan yang terschar dalam bcrbagai peratura n , memiliki tujllan, oi satu pihak melinoungi huruh scbagai pihak yang lemah dan di lain pihak mencegah majikan agar tioak bcrtindak sewenang-wcnang Atau scpcrti dengan tcrperind dikatakan olch Dr. Johannes S(.·hregie, KepaJa Bidang Perbllnlhan dan Administrasi Pcrhuruhan , kantor Pcrhllruhan
63 International: ")-Iukum perburuhan berfungsi untuk rnelindungi buruh dan menetapkan standard-standard minimum tertenhl bagi mereka, termasuk upah yang mungkin tidak darat dinikmati oleh mereka jika syarat-syarat
penetapan semacam itu seluruhnya diserahkan pada pennainan kekuatankekuatan pasar yang bebas. Fungsi hukum perbuTuhan yang kedua ialah un tuk mengatur huhungan rerhuruhan, yaitu hubungan an tara pengusaha, st!rikat buruh dan pemerintah, dengan jaian rnenetapkan peraturan uotuk
melaksanakan perundingan perburuhan penyelesaian perselisihan perbumhan. dan hcntuk-bentuk lain yang ditangani bersama . Srslingguhnya di dalam mengatuT hubungan perburuhan. hukum perbumhan memhantll merobah peranan bumh dan snatu obyck menjadi partncr daJam proses produksi"7).
Buruh yang dihargai harkatnya sebagai manusia akan hekerja dengan rasa aman. Bumh yang bekerja dcngan rasa aman, akan setia pada pekerjaanoya, akan melakukan pekerjaannya dengan penuh kesungguhan dan cinta. Buruh yang setia paJa pekerjaannya pasti akan memiliki ketrampilan, lebihlebih bila ditambah dengan pendidikao atau kursus-kursus. Dan ioi pada gilirannya akan sangat menguntungkan perusahaan. lJemikianlah idealnya. Tapi apa yang "sehagaimana harusnya" senngkali berbeda dengan apa yang "sebagaimana adanya". Beberapa kasus di bawah ini akan memberikan gambaran tentang yang "sebagaimana adanya" itll dengan berbagai sehab dan akjbatnya.
KASUS-KASUS I. Pailit. , Seringkali terjadi pemutusan hubungan kerja ill luar kehendak kedua belah pihak. Misalnya karen a perusahaan jatuh pailit, seperti yang menirnpa pahrik rokok Orong-orong B)_ Karena kerugian yang dideritanya dan karena kekurangan modal. 200 orang huruhnya terpaksa Illcnganggur. Nasib yang sarna menimpa pula pabrik rokok (;rendel 9). 1080 Orang buruhnya terpaksa diberhentikan. Nasib malang mcnimpa pula PT pclayaran Arafat 10). Pcrllsahaan pengangkutan jemaah haji yang dulu pernah jaya ini tcrpaksa dilikwidir karen a tidak kuat menanggung beban hutang. Belum ada kabar lebih lanjut bagaimana nasib 870 orang karyawannya yang dulu ban yak berasal dari Perusahaan Negara.
Di samping keadaan yang betul-betul tak dapat dihindari ini, disinyalir ada perusahaan yang pura-pura pailit. Hal ini sering terjadi pada perusahaan yang mengontrak pabrik. Begitu kontrak selesai, pengusaha mencari aka! bagaimaoa mengakhiri kontrak kerja tanpa membayar pesangon. Perusahaan dikatakannya bangkrut. Padahal di tempat lain ia segera mendirikan usaha lain pHIa. 2. Serikat buruh. Kita seringkali merasa takut terhadap bayangan masa lampau. Demikian pula halnya dengan beberapa majikan. Mendengar nama serikat buruh, mereka segara teringat masa pra Gestapu. Seolah~lah setiap serikat buruh adalah organ PK 1, temp at berkumpulnya petualang-petualang politik yang bertujuan menguasai alat-alat produksi meJalui perjuangan klas.
64
hu kum dan pembangunon
Anti pati majikan terhadap serikat bumh biasa bermacam-macam bentuknya. Menurut intensitas tindakan yang diambil dan akibatnya bagi buruh dapat diuru tkan se bagai berikn t : a. Penghinaan. Direktur restauran dan klab malam "Sky Room" memerintahkan agar karyawan-karyawannya mencopot lencana FBSI yang mereka pakai 11) . b. Mutasi. Ini terjadi pada PT "E". Buruh-buruh yang tidak disukai karen a menjadi pengurus SB dipindahkan ke tempat lain yang tidak sesuai dengan tempat/kedudukannya semula 12) c. Pemecatan. Seperti yang dilakukan oleh PT' GP . Empat orang buruh jadi korban 13) . Demikian pula yang dialami oleh 7 orang buruh pabrik tekstil dan Liris di Sukoharjo 14).
3.
Kesusilaan. "Rasa kesusilaan " sempat pula menghantui 490_karyawan pabrik tekstil PT Elegant dan PT Indorama di Purwakarta 15). FBSI cabang Purwakarta mengirimkan surat kepada kedua perusahaan terse but, yang menyatakan keberatannya terhadap buruh-buruh wanita yang dipekerjakan di malam hari. DPRD Purwakarta sendiri tidak berkeberatan akan hal ini.
Pasal 7 U.U. Kerja berbunyi: "Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan di malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya di jalankan oleh orang wanita". Kalau suatu perusahaan hendak memperkerjakart wanit,a di malam hari
harus mendapat ijin dari pemerintah. Bagi Perusahaan yang penting untuk pern bangunan negara dapat diadakan penyimpangan waktu kerja dengan ijin KepAia Jawatan Perburuhan atau pegawai yang ditunjuk olehnya I6 ). Dalam ijin tersebut ditetapkan pula syarat .. yarat yang biasanya berhubungan dengan soal melindungi kesusilaan para pekerja wanita itu. Seperti misalnya: diadakan pengangkutan untuk antar jemput; diadakan tempat istirahat atau ganti pakaian khusus; diadakan kakus terpisah ; diadakan tempat makan yang teratur baik dan yang memenuhi syarat kebersihan; penerangan supaya diperhatikan benar-benar;lelangit supaya diberi warna putih. Bila perusahaan tidak mau memikul risiko mempekerjakan wanita eli ma1am hari, sedangkan pemutusan hubungan kerja hendak dihindari, perusahaan bisa mengambil kebijaksanaan lain. Misalnya dengan mengadakan plug. Plug siang khusus untuk wanita, sedangkan plug malam untuk pria saja.
4.
Tanpa alasan. Dalam beberapa kasus di atas pemutusan hubungan kerja selalu didahului oleh alasan-alasan, teriepas dari persoalan apakah alasan-alasan itu masuk akal atau tidak. Ada pula pemutusan hubungan kerja yang tanpa disertal alasan ...lasan sarna sekali. Seperti yang menirnpa 67 orang buruh pabrik rokok cap "Anggur"17). Mereka dipecat" tanpa alaSan, tanpa melalui prosedur yang beriaku dan tanpa pesangon Nasib yang sarna dialami pula oleh 42 orang buruh pabrik guia "Ren-
IlUbungan kerja
65
deng"I~).
Mereka tidak tahu apa kesalahan mereka. Mercka dipecat tanpa proscdur, walaupun mereka telah bekcrja 4 tahun. tapi masih tetap berstatus pen;obaan sarnpai mercka dipecat. Mungkin karena masih dalam status "per· cobaan" inilah maka mereka tidak pula diberi pesangon.
HAKEKAT KERJA BAGI BURUH.
13agi kebanyakan buruh. pekerjaan dipandang dalam artinya yang palin!!, dasar; yaitu untuk mendapatkan penghidupan. Tegasnya untuk memenuhi kebutuhan mereka yang paling pokok; sandang dan pangan - kalau mungkin sebuah rumah tempat berteduh. Prestise, status sosial dan kekuasaan belum lagi terpikirkan oleh mereka. Orang bisa hidup tanpa prestise, tapi bagaimana orang bisa hidup tanpa rna· kan dan paKaian. Dilihat dari segj ini betapa mengerikan sebenarnya pemutusan hubungan kerja itu. Seseorang yang kehilangan pekerjaan - apakah ia mencLltai pekerjaannya atau tidak - seolah~lah dilemparkan dari pergaulan hidup. Bagi mereka yang puny a keahlian masa menganggurnya mungkin tidak terlalu lama. Namun di tempat kerja yang baru belurn tentu ia akan menda· patkan kepuasan yang sarna. Hubungan dengan kerja, dengan ternan sekerja atau dengan rna')yarakat sekitar ternpat kerja, adalah suatu hal yang tak dapat diganti dengan uang. Dan di tempat kerja yang baru semuanya harus dimu~ lai kembali dari permulaan. Kalau bagi mereka yang punya keahlian saja pemutusan hubungan kerja telah menimbulkan problem, bagaimana lagi dengan mereka yang kurang atau sarna sekaJi tidak memiliki keahlian? Nasib mereka sungguh--sungguh menyedihkan. Mereka dipersilahkan keluar paling dulu tapi dirninta masuk paling akhir. Dalam setiap pernutusan hubungan kerja, dalarn daftar buruh buruh yang akan dikeluarkan nama mereka mtulis paling atas. Tapi jika ada pemanggilan tanaga kerja kern bali nama mereka dicantumkan paling bawah. Bahkan rnungkin tidak ditulis sarna sekali. UANG PESANGON.
Menurut Prof. Soepomo, pembayaran uang pesangon bukanlah semacam hukuman yang dijatuhkan kepada rnajikan karena tindakan yang salah, tetapi pembayaran uang olch majikan sebagai tambahan atas upah atau gaji buruh yang menjadi hak buruh semata karena ia diberhentikan setelah bekerja pada majikan itu selama waktu tertentu 19). Jadi uang pesangon bukan semacam hadiah yang digantungkan semata.mata kepada budi baik rnajikan. "[api adajah kewajiban pengusaha yang c1itetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, bersamaan dengan pemberian ijin pemutusan hubungan kerja 20) Kita rnenghargai usaha pengusaha pabrik rokok Grendel dan Orongorong yang telah menunjukkan tanggung jawab sosialnya. Di samping membayar uang pesangon. mereka juga mengusahakan agar buruh-buruhnya di-
66
hukum da,. pembangunan
tampung di perusahaan lain. Namun demikian kita tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa masih ada pengusaha yang tega tidak membayar uang pesangon yang jadi hak buruh. Dalam perusahaan kecil, di mana jumlah orang yang terlibat dalam proses produksi tidak banyak, di mana hubungan satu sama lain antara mereka, antara buruh dengan buruh, antaia buruh dengan majikan sangat erat, faktor subyektif besar sekali peranannya dalam setiap keputusan yang diambil. Oleh karena itu alasan-alasan dari setiap keputusan itu seringkali sifatnya emosional semata-mata, yang sarna sekaii tidak ada kena-mengenanya dengan peljanjian kelja atau undang-undang yang berlaku. Suatu a!asan kecil, dan karena itu tampaknya sangat dicari-cari, bisa menyebabkan pemutusan hubungan keIja. Bila kita lihat dari kasus-kasus dl atas, yang tidak mau membayar pesangon bukan majikan yang usahanya jatuh pailit, tapi justru majikan yang melakukan pemecatan karena alasan-alasan subYektif itu. Misainya majikan yang melakukan pemecatan karena tidaksuka pada serikat buruh. Buruh yang sudah kehilangan pekeIjaan, tidak pula eliberi pesangon. Sempurnalah sudah pemderitaan mereka. Maka bila para pencari kelja, terutama mereka yang terdidik, mengarahkan cita-citanya ke sektor pemerintahan, bukan!ah semata-mata karena eIidorong oleh mental priyayi, tetapi, eli sampiRg tingkat gaji yang semakin eliperbaiki, eli sana mereka merasa jauh lebih aman. PENYEMPURNAAN PERUNDANG·UNDANGAN DI BIDANG PHK. kemajuan yang pesat di bidang tehnik industri, organisasi ekonomi serta. kesadaran hukum masyarakat menyebabkan hukum perburuhan umumnya, yang mengatur pemutusan hubungan kelja khususnya terasa ketingga!an 21 ) U.U. No. 12 tahun 1964 tentang pemutusan hubungan keIja eli perusahaan swastayang terdiri dari 14 pasa! itu pun tidak lagi cukup memadai untuk menampung masalah-masalah yang dihadapinya. Departemen Tenaga KeIja dan Tranmigrasi telah lama melihat kekurangan ini, Seirama dengan usaha pembinaan hukum nasional, Departemen ini telah mengadakan pembinaan dan penyempurnaan hukum perburuhan. Dalam bidang PHK misainya telah disiapkan suatu Rancangan UndangUn dang untuk menyempurnakan U.U. No. 12 tahun 1964 22 ). Penyempurnaan yang dimaksudkan dalam RUU in! antara lain: Diotur mengenai hubungan keIja untuk waktu tertentu dengan tidak tertentu. Diotur mengenai syarat dari ketentuan waktu percobaan. Diatur mengenai pemutusan hubungan kelja karena adanya alasan mendesak. baik bagi pengusaha maupun buruh. Ditetopkan persyaratan serta akibat bagi buruh yang ingin memutuskan hubungan keIjanya.
hubungan kerja
67
Untuk contah konkritnya penulis akan cantumkan beberapa ketentuan, yang dalam V.V. lama lidak ada, dan akan diatur dalam V.V. yang baru, yaitu : 1. Kriteria mengenai PHK karena alasan rnendesak sejurnlah 11 rnacam, baik bagi pengusaha maupun buruh. 2. Menetapkan persyaratan serta akibatnya bagi buruh Y3J!g ingin memutuskan hubungan kerja. 3. Hubungan kerja lidak pulus karena (A) pengusaha meninggal; (B) pengusahajaluh pailil; (C) beralihnya slalus perusahaan. 4. Bila PHK dilolak oleh BP4D lelapi karena alasan-alasan lerlentu kelangsungannya sukar dilaksanakan, maka BP4D dapal memberi ijin PHK dengan syaral yang lelah dilenlukan. 5. Mengalur ketentuan pidana bagi pelanggamya. Tapi dalam RUU ioi tidak akan diatur suatu ketentuan yang diatur oleh pasal II V.V. NO. 12 lahun 1964 yaitu kelenluan len lang: pengusaha dan buruh harus tetap memenuhi kewajibannya selama PHK belurn mendapat ijin dari P4D alau P4P. Mudah-mudahan saja RUU ini tidak scperti kebanyakan RUU lainnya, yang nasibnya tetap tinggal sebagai rancangan.
PERADILAN PERBVRVHAN. Prosedur penyelesaian perselisihan perburuhan seperti yang berlaku sekarang ini tidak sejalan dengan asas "melindungi pihak yang lemah", lidak pula sejalan dengan asas "peradilan yang cepal dan murah". Jalan yang dilempuh lerialu panjang. Ini lenlu merugikan pihak buruh. Selelah mendapal keputusan dari P4D atau P4P ia masih harus menunggu excekutoir verklaring (pernyalaan dapal dilaksanakan) dari Pengadilan Negeri. Untuk melaksanakan suatu putusan Panitia Daerah .yang bersifat mengikal oleh para pihak yang bersangkulan dapal diminlakan pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya melipuli lempal kedudukan pihak lerhadap siapa pulusan itu akan dijalankan, supaya pulusan ilu dinyalakan dapal dijala..,kan 23). Terhadap putusan Panitia Pusal dapal diminlakan excukutoir verkJaring dari Pengadilan Negeri lakarta 24 ). Terhadap putusan jurul Dewan pemisah dapat dimintakan ecxekutoir verklaring dan pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi lempal kedudukan pihak terhadap siapa pulusan ilu akan dijalankan 25). Sesudah dinyalakan dapal dijalankan demikian oleh Pengadilan Negeri, maka putusan itu dilaksanakan menurut aturan-aturan yang biasa untuk menjalankan suatu putusan perdata 26).
Semen lara ilu si buruh yang bergaji kecil - apalagi yang dipecal lanpa pesangon - mungkin telah menjual habis perabot rumahnya untuk menghidupi kc!uarganya dan untuk ongkos "berperkara". Hak-hak asasi manusia tampaknya sedang mendapat angin baik. Berbagai usaha lelah dilakukan untuk melindunginya. Salah salu dianlaranya adalah rencana un tuk merealisasikan berdirinya suatu Peradilan Administrasi untuk melindungi warga negara dari perbualan melanggar hukum pcngu-
hukum dall p('mblHlgllllan
68 asa
27) .
Suatu gagasan yang telah lama diperjuangkan.
Tapi mengapa Peradilan Perburuhan sebagai suatu lembaga sendiri, seolah"leh luput dari perhatian? PadahaJ peianggaran hak asasi manllsia di sini begitu sering terjadi dan akibatnya jauh lebih buruk. Mungkin karena Peradilan Perhuruhan hanya berurusan dengan "orang kebanyakan ", sedang· kan Peradilan Administrasi menyangkut urusan orang-orang yang punya "gengsi"? Pemecatan tanpa alasan, tanpa prosedur dan tanpa pesangon, penye· kapan atau perampasan kebebasan buruh sering kita baca di surat kahar. Tapi kita hampir tidak pernah mendengar ada majikan yang dihukull1 karen a perhuatannya itu. Bahkan dipaIlggil Depnaker pun mereka sering tidak datang, atau sengaja menunda-nunda. Oleh karen a itu gagasan untuk meningkatkan status P4DjP4P mcnjadi semacam iembaga Pcradilan tcrsendiri 28), yang memiliki kcwenangan menja· lankan sendiri keputusan-keputusannya tanpa perlu suatu ecxekutoir verklaring dari pengadilan Negeri adalah suatu yang mendesak untuk dipertimbang· kan.
TUJUAN AKHIR PEMBANGUNAN. Masalah perburuhan adalah masalah yang sangat kompleks. Masalah ini berkaitan erat dengan masalah-masalah lain seperti masalah ekonomi, teknologi bahkan dengan masalall politik dan kebudayaan. Mengharapkan bahwa hukum semata-mata akan dapat memecahkan masalah perburuhan adalah suatu yang berlebihan. Angkatan kerja selalu lebih besar dari kesempatan kerja yang tersedia. Pertambahan angkatan kerja senantiasa Iebih cepat dari pertambahan ke· sempatan kerj:i. Di mana saja. Juga di negara-negara industri maju. Di negaranegara yang sedang berkembang perbandingannya akan jauh lebih timpang. Demikianlah di Indonesia. Ribuan pertcari kerja dicetak tiap tahun 29). Yang datang dari sekolah. memiliki ijazah bergegas ke kota. Yang tidak memiliki ijazah. sebagian ikut arus ke keta, sebagian lagi bertirn bun di desa. Sernuanya mengharapkan kerja. Persaingan menjadi sengit an tara mereka sendiri. karena lowongan sernpit yang harus mereka lalui. Bagi beberapa (atau kebanyakan?) pengusaha hal ini hanya dilihatnya dari satu segi: tenaga melimpah dan murah. Jelasnya: pemerasan tenaga dan upah rendah , pernecatan dcngan mudah dan tanpa pesangon. Sebuah penghinaan terhadap kemanusiaan. Pemerintah bukannya tidak mcnyadari hal ini. Seperti diucapkan eleh Prof. Dr. Subroto. Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koprasi (Waktu itu) dalam sambutannya pada simposium Hukum Perburuhan yang diadakan di Universitas Sriwijaya, Palembang, tanggal 20 - 22 lanuari .1977, bahwa: "Kebijaksanaan pendekatan pembangunan kita diarahkan, pertarna kepada perluasan kesernpatan kerja, kedua kepada peningkatan produksi, ketiga
hubungan kerja
69
kepada perataan pendapatan nasional" .
Jika urutan ini merupakan skala prioritas, maka ia didasarkan atas kesadaran bahwa manusia adalah sumber daya yang tidak pernah habis dan penting. Dan bukan hanya suatu alat untuk menaikkan produksi. Lagi pula hanya dengan meWui periuasan kesempatan kerja, perataan pendapatan nasional dapat dilaksanakan dengan adil dan wajar. Tujuan akhir pembangunan kita. Catatan Kaki 1.
2. 3.
4. S. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12, 13. 14. 15. 16. 11. 18. 19. 20. 21.
22.
23.
Pos Kota, 3 Juni 1978. Pelita, 29 Mei 1918. Dalam seminar hubungan perburuhan se Indonesia di Jakarta tanggal 4 sId 7 Desember 1974ditetapkan ide hubungan perburuhan Pancasila yang tUJuannya : a. menciptakan iklim usaha dan keIja yang tenang dan pasti. b. mengiJ:tgatkan produksi dan pembangunan. c. meningkatkan kesejahteraan buruh. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan syarat-syarat psikologis yang disesuaikan dengan adat kebiasaan Indonesia. yaitu : 1. tri dharma (sense of belonging), merasa ikut memiliki, ikut mempertahankan dan selalu mawas diri agar langgeng kehidupan perusahaan. 2. sikap mental harus mencerminkan persatuan nasional, gotong royong tenggang menenggang, terbuka dan mampu mengendalikan diri. V.V. No. 12 tahun 1964, LN tahun 1964 - 64. idem. Prof. Imam Soepomo; Pengantar Hukum Perburuh.an. Jambatan, cetakan kedua, Jakarta, 1916, hal 8. Johannes Schregle: Hukum Perbumhan dan Pembangunan di Asia Tenggara'\ BPHN, seri simposium Hukum Perburuhan, Binacipta, 1978, ha1218. Pikiran Rakyat, 26 Juni 1978. Kompa~ 21 Mei 1968. Tempo No. 26 thn. V111, 26 Agustus 1918, hal 54- 58. Sinar Pagi, 3 Mei 1978 Pos Sore, 24 Mei 1978. Sinar Pagi, 8 Mei 1918. Pikiran Rakyat, 25 Mei 1918. Idem , 16 Juni 1918. PASAL D. pasal2 P.P. No.4 thn. 1951, LN 1951 -1. Pelita, 10 Mei 1918. Sinar Harapan, 22 Juni 1978. Prof. Imam Soepomo, opcit, hal, 105. U. V. No. 12thn. 1964, LN 1964 - 64. Pasal1 ayat 2. Dalam pertemuannya dengan Wakil Presiden Adam Malik, Ketua FBSI pusat Agus Sudono mengatakan bahwa U.U. perburuhan sudah kedaluwarsa, Berita ICFTV, I September 1918. Oetoyo Usman S.H.: "Hukum Perburuhan di Indonesia, keadaan, corak dan pola yang dicita-citakan", kerta kerja yang disampaikan dalam simposium hukum perbuIU.han yang diselenggarakan di Universitas Sriwijaya, Palembang tanggal 20 sid 22 Januari 1911. V.V No. 22 tahun 1951, pasal 10 ,yat 1.
hukum dan pembangunan
70 24. 25.
26 27.
8.
29.
pasal 16 ayat 1. pasal 22 ayat 1. idem pasal 10 ayat 2, pasal 16 ayat 2, pasal 22 ayat 2. Dalam pidato kenegaraannya tanggal 16 Agustus 1978, Presiden Soeharto me· ngatakan : .. Akan diusahakan terbent uknya Peradilan Administrasi Negara, yang dapat menampung dan menyelesaik,an perkara-perkara yang berhubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat/aparatu[ negara, maupun untuk memberikan kepastian hukum bagi setiap Pegawai negeri". Tempo No. 28 TIm. VIII 9 September 1978, hal. 14. Liliat sambutan Cubernu! Kepala Daerah TK I Sumsel (waktu itll) H. Asnawi Mang!cu Alam,dalam simposiurn Hukum Perburuhan tersebut di atas. Dalam sepuluh tahun mendatang angkatan kerja tiap tahun akan bertambah 34 juta. diperkirakan pada tahun 1980 nanti jumlah angkatan kerja sekitar 52 juta, dan dalam tahun 1985 meningkat jadi 57 juta. Pref. Dr. Subrete dalam sambutannya pada simpesium Hukum Perburuhan di Universitas Sriwijaya. Palembang, 20 sid 22 Ianuari 1977. idem idem
Muih t«sedia
HIMPUNAN KARYA ILMIAH GURU GURU BESAR HUKUM DIINDONESIA (penerbitan dalam rangka lima puluh tahun pendidikan hukum di Indo .. sia) Prof. Mr. Ny. Abbas Manopo Prof. Mr. Ali Afandi Prof. Amrah Muslimin SH . Prof. Mr. R. ~d.isoesetyo Prof. M.M. Djojodigoeno SH Prof. R . Goenawan Goetomo SH Prof. Mr. Dr. S.G<ama Prof. Mr. Dr. Hazairin Prof. Imam Soepomo SH Prof. R. Koentjoro Purbopranoto SH Prof. Mohadi 5H Padmo Wahjono SH Dr. Mohammad Hatta (DR.He.UI) Prof. Mr. Dr. Mohammad Koesnoe Prof. NotolUliftto SH Prof. Ko Tjay Sing SH Prof. Soekardono 5H Prof. Dr. Mochtar Kwumaatmadja SH.LLM. Prof. Dr. Priyatna Abdurruyid SH
Prof. Dr. 5lamet Projudi Atmosudirdjo SH Pror. Dr. Soeripto SH Prof. R. Sardjono SH Prof. Oemar Sena Adji SH Prof. R. Soebekti SH Prof. A. S,oehardi 5H Dr. 5ahardjo 5H (Dr. H.C .•UI) Prof. Sudarto SH Prof. Dr. Soenawar So. kawaU SH Prof. Dr. Ismail Suny SH. MCL Prof. Dr. Zaillli Abidin Farid SH Prof. Tahir Tungadi 5H Prof. Mr. s oetan Mohammad Sjab Prof. G.J. Resink 5H
Hubun11ilah : Biro Debn falt.Hukum UI Kam .... UI Raw..... naun Jabrta