1
PEMODELAN JUMLAH KEJADIAN LUAR BIASA DIFTERI DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED NEGATIVE BINOMIAL REGRESSION (GWNBR) Bunga Nevrieda Nandasari dan Ir. Sri Pingit Wulandari, M.Si Jurusan Statistika,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] AbstrakβDifteri disebabkan oleh bakteri Coryne Bacterium Diphteriae (CBD) yang merupakan penyakit menular yang menyerang saluran pernafasan bagian atas. Penyakit difteri merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu penyakit yang sebelumnya memiliki jumlah kasus yang sedikit tetapi mengalami peningkatan pesat. Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan memperhatikan faktor spasial dan over-dispersi menggunakan Geographically Weighted Negative Binomial Regression (GWNBR) dimana setiap wilayah pasti memiliki kondisi geografis yang berbeda sehingga menyebabkan adanya perbedaan jumlah kasus difteri antar wilayah satu dengan wilayah lainnya sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Hasil penelitian menghasilkan 4 pengelompokkan kota/kabupaten berdasarkan variabel yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi KLB difteri di semua kabupaten/kota di jawa timur adalah persentase penderita difteri yang mendapatkan DPT3, persentase rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung. Kata KunciβKejadian Luar Biasa, Difteri, Geographically Weighted Negative Binomial Regression, GWNBR
M
I. PENDAHULUAN
DGs menjelaskan bahwa pencapaian pembangunan bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi merupakan indikator yang mencerminkan sejauh mana negara mampu memenuhi hak-hak dasar warga negara. Agenda pencapaian MDGs yang merupakan bidang kesehatan adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya yang menular dan mematikan salah satunya adalah difteri. Difteri merupakan penyakit menular yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dan terlihat selaput putih kotor yang semakin lama akan membesar yang akan mempersempit saluran pernafasan. Penyakit difteri merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu penyakit yang sebelumnya memiliki jumlah kasus yang sedikit tetapi mengalami peningkatan pesat. Pada tahun 2012 frekuensi KLB tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan 2587 kasus. Frekuensi tertinggi KLB di Jawa Timur adalah keracunan dan disusul dengan penyakit difteri, tetapi kasus difteri merupakan KLB penyebab kematian tertinggi di Jawa Timur. Kasus difteri di Jawa Timur merupakan penyumbang kasus difteri terbesar di Indonesia yakni sebesar 80% diikuti dengan Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan masingmasing sebesar 5,1% dan 4,2%. Difteri merupakan kasus βreemerging diseaseβ di Jawa Timur karena penderita difteri
sudah menurun pada tahun 1985 namun kembali meningkat di tahun 2005 saat terjadi KLB di Kabupaten Bangkalan. Sejak saat itu penyebaran difteri di Jawa Timur semakin meluas dan meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya pada tahun 2012 sebanyak 955 kasus dengan 37 kematian dan sudah tersebar di 38 kabupaten atau kota di Jawa Timur [1]. Kasus difteri merupakan suatu permasalahan yang mengepidemi suatu wilayah. Apabila seseorang hidup dalam satu wilayah yang sama dengan seseorang yang menderita difteri maka orang tersebut akan beresiko tinggi untuk tertular penyakit. Selain itu, jumlah kasus difteri merupakan data count yang mengikuti distribusi poisson sehingga untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kasus difteri menggunakan analisis Regresi Poisson. Dalam analisis Regresi Poisson asumsi mean sama dengan varians biasanya jarang terpenuhi, karena sering kali muncul adanya fenomena over/under dispersi dalam pemodelan tersebut. Jika terjadi over/under dispersi, Regresi Poisson tidak sesuai untuk memodelkan data dan model yang akan terbentuk menghasilkan estimasi parameter yang bias. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisa dengan memperhatikan faktor spasial dan over dispersi menggunakan Geographically Weighted Negative Binomial Regression dimana setiap wilayah pasti memiliki kondisi geografis yang berbeda sehingga menyebabkan adanya perbedaan jumlah kasus difteri antar wilayah satu dengan wilayah lainnya sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Tujuan dari penelitian ini mendeskripsikan karakteristik jumlah kejadian luar biasa difteri di Jawa Timur pada tahun 2012, Memodelkan GWNBR untuk kejadian luar biasa difteri di Jawa Timur pada tahun 2012, dan Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian luar biasa difteri di Jawa Timur pada tahun 2012. Penelitian ini dibatasi pada data jumlah KLB difteri di Jawa Timur pada tahun 2012 dan pembobot yang digunakan dalam pemodelan GWBNR adalah pembobot fungsi kernel adaptive bisquare. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Multikolinieritas Variabel X1, X2, ..., Xp dikatakan bersifat saling bebas jika matriks korelasi antar variabel membentuk matriks identitas. Dalam model regresi, adanya korelasi antar variabel prediktor menyebabkan taksiran parameter regresi yang dihasilkan akan memiliki error yang sangat besar. Pendeteksian kasus
2 multikolinieritas dapat dilihat melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut. 1. Jika koefisien korelasi Pearson (πππ ) antar variabel prediktor lebih dari 0,95 maka terdapat korelasi antar variabel tersebut. 2. Nilai VIF (Varian Inflation Factor) lebih besar dari 10 menunjukkan adanya multikolinieritas antar variabel prediktor. Nilai VIF dinyatakan sebagai berikut:
ππΌπΉπ =
1 , 1βπ
π 2 π
π 2 adalah
(1)
koefisien determinasi antara ππ Dengan dengan variabel prediktor lainnya (Hocking, 1996). B. Regresi Poisson Regresi Poisson adalah salah satu regresi yang digunakan untuk memodelkan antara variabel respon dan variabel prediktor dengan mengasumsikan variabel Y berdistribusi poisson. Distribusi poisson menyatakan banyaknya sukses yang terjadi dalam suatu selang waktu atau daerah tertentu [2]. Jika variabel random diskrit Y merupakan distribusi poisson dengan parameter π maka fungsi peluang dari distribusi poisson itu sendiri dapat dinyatakan sebagai berikut.
π(π¦, π) =
π βπ ππ¦ π¦!
; π¦ = 0,1,2, β¦
(2)
H0 : π½π = 0 H1 : π½π β 0 Statistik Uji : π§βππ‘π’ππ =
Μπ π½ Μπ ) π π(π½
(6)
Tolak H0 jika |π§βππ‘π’ππ | > π§(πΌβ2) dengan πΌ merupakan tingkat signifikansi yang ditentukan. E. Regresi Binomial Negatif Model binomial negatif merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah overdispersi yang didasarkan pada model campuran Poisson-Gamma [3]. Model binomial negatif dapat dirumuskan persamaan (7) dan Fungsi massa peluang binomial negatif pada persamaan (8). π¦π ~ππ΅[π‘π ππ₯π(βπ π½π π₯ππ ), π], π = 1,2,3, β¦ , π (7) π(π¦|πΌ, π½) =
Ξ(π¦+πΌ) Ξ(πΌ)π¦!
(
πΌ
1 1+π½
) (
π½ 1+π½
)
π¦
(8)
Untuk membentuk suatu model regresi pada distribusi binomial negatif, maka nilai parameter dari distribusi Poisson-Gamma mixture dinyatakan dalam bentuk π = πΌπ½ dan π =
1 sehingga πΌ
πΈ(π) = π dan π[π] = π + ππ2 dengan π adalah dispersion parameter. Kemudian fungsi massa peluang binomial negatif menjadi sebagai berikut. Ξ(π¦+1βπ )
(
ππ
(9)
F. Estimasi Parameter Model Regresi Binomial Negatif Estimasi parameter Model Regresi Binomial Negatif menggunakan metode maksimum likelihood dengan prosedur Newton Rhapson. Berikut ini merupakan fungsi likelihoodnya.
C. Estimasi Parameter Model Regresi Poisson Penaksiran parameter model regresi poisson menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) yaitu dengan cara memaksimumkan fungsi likelihood. Fungsi likelihood dari regresi poisson adalah sebagai berikut. πΏ(π·) =
π βπ π π β π=1 exp(ππ π·) ππ₯π βπ π=1 π¦π ππ π· βπ π¦ ! π π=1
(4)
Dimana,
π· = [π½0
π½1
ππ = [1 π₯1π
β― π½π ] π dan
π₯2π
β― π₯ππ ] π
D. Pengujian Estimasi Parameter Model Reg. Poisson Uji signifikansi secara serentak menggunakan Maximum Likelihood Ratio Test (MLRT) dengan hipotesis pengujiannya adalah sebagai berikut. H0 : π½1 = π½2 = β― = π½π = 0 H1 : paling sedikit ada satu π½π β 0 ; j = 1,2,...,p Μ ) = β2ππ L(πΜ) Statistik Uji : D(π· (5) Μ) L(πΊ
Μ ) > π2 Tolak H0 jika D(π· (π;πΌ) yang artinya bahwa ada salah satu parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap model regresi poisson. Pengujian signifikansi secara parsial untuk mengetahui parameter mana saja yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model dengan hipotesis sebagai berikut.
1+ππ
)
π¦
dalam interval waktu tertentu.
ππ = exp(π₯π π π·) ππ = exp(π½0 + π½1 π₯π.1 + π½2 π₯π.2 + β― + π½π π₯π.π ) (3) Dengan ππ merupakan rata-rata jumlah kejadian yang terjadi
1+ππ
)
1β π
π(π¦, π, π) =
Ξ(1βπ )π¦!
(
1
Dengan π merupakan rata-rata variabel random Y yang berdistribusi poisson dimana nilai rata-rata dan varians dari Y mempunyai nilai lebih dari 0. Persamaan model regresi poisson dapat ditulis sebagai berikut.
dengan y =0,1,2,... Saat ο± β 0 maka distribusi binomial negatif memiliki varians π[π] = π yang artinya distribusi binomial negatif akan mendekati suatu distribusi poisson yang mengasumsikan mean dan varians sama yaitu πΈ[π] = π[π] = π.
π¦ β1
π (π + π β1 )) πΏ(π½, π) = βππ=1(βπ=0
1 (π¦π !)
(
1 1+πππ
)
1β π
(
πππ 1+πππ
)
π¦π
(10)
G. Uji Kesesuaian Model Regresi Binomial Negatif Uji kesesuaian model regresi binomial negatif dengan uji deviansi dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : π½1 = π½2 = β― = π½π = 0 H1 : paling sedikit ada satu π½π β 0 ; j = 1,2,...,p Statistik Uji:
Μ) Μ ) = β2 ππ (πΏ(π Μ π·(π· Μ)) Μ )) = 2(πππΏ(ο) β ln πΏ(π πΏ(ο
(11) Μ ) > π2 Tolak H0 jika statistik uji π·(π· (π;πΌ) Pengujian signifikansi secara parsial untuk mengetahui parameter mana saja yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : π½π = 0 H1 : π½π β 0 ; j=1.2,...,p Statistik uji: π§βππ‘π’ππ =
Μπ π½ Μπ ) π π(π½
(12)
3 π»0 ditolak jika statistik uji |πβππ‘ | > π§(πΌβ2) . Tolak H0 artinya bahwa parameter ke-p signifikan terhadap model regresi binomial negatif. H. Pengujian Dependensi Spasial Dependensi spasial menunjukkan bahwa pengamatan di suatu lokasi bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang letaknya berdekatan. Pengujian dependensi spasial dapat dilakukan dengan Moranβs I, dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : MI = 0 (tidak ada dependensi spasial) H1 : MI β 0 (terdapat dependensi spasial) Statistik uji Moranβs I sebagai berikut. πΌβπΈ(πΌ) ππΌ = (13) βπππ(πΌ)
Dimana πΌ = πΈ(πΌ) =
π π ππ
πππ π‘π(ππ)
β1
π = (πΌ β π(π π) π ) Tolak H0 jika |ππΌ βππ‘| > ππΌβ2 yang artinya terdapat dependensi spasial. I. Pengujian Heterogenitas Spasial Untuk melihat adanya heterogenitas spasial pada data dapat dilakukan pengujian Breusch-Pagan dengan hipotesis sebagai berikut. [4] H0 : π 21 = π 2 2 = β― = π 2 π = π 2 (variansi antar lokasi sama) H1 : Minimal ada satu π 2 π β π 2 (variansi antar lokasi berbeda) Menggunakan statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah sebagai berikut. 1
(14) ππ 2 π2
π = (π1 , π2 , β¦ , ππ )π dengan ππ = β1 2 π = varians dari y ππ 2 = kuadrat sisaan untuk pengamatan ke-i Z = matriks berukuran nx(p+1) yang berisi vektor yang sudah di normal bakukan (z) untuk setiap pengamatan Tolak H0 jika statistik uji BP>π 2 (π) J. GWNBR Model GWNBR akan menghasilkan parameter lokal dengan masing-masing lokasi akan memiliki parameter yang berbeda-beda. Model GWNBR dapat dirumuskan sebagai berikut [5].
π¦π ~ππ΅[π‘π ππ₯π(βπ π½π (π’π , π£π )π₯ππ ), π(π’π , π£π )], (15)
π = 1,2,3, β¦ , π
1
1
ππ
1
π !) 1+ππ ππ
)
1β ππ
(
ππ ππ 1+ππ ππ
)
π¦π
Di mana, π¦π : Nilai observasi respon ke-i π₯ππ : nilai observasi variabel prediktor ke-p pada pengamatan lokasi (π’π , π£π ) π½π (π’π , π£π ) : koefisien regresi variabel prediktor ke-k untuk setiap lokasi (π’π , π£π ) π(π’π , π£π ): parameter dispersi untuk setiap lokasi (π’π , π£π )
(16)
L. Pengujian Kesamaan model GWNBR dan Binomial Negatif Pengujian kesamaan model GWNBR dengan regresi binomial negatif dilakukan untuk melihat terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak antara model GWNBR dengan regresi binomial negatif dengan hipotesis sebagai berikut. π»0 βΆ π½π (π’π , π£π ) = π½π π»0 βΆ π½π (π’π , π£π ) β π½π Statistik uji : βππ π΅
πβπΈ(πΌ)2 π
π΅π = ( ) ππ» π(ππ» π)βπ ππ» π~π 2 (π) 2 dengan ππ = π¦π β π¦Μπ
π¦β1
= βππ=1 (βπ=0 (π + )) (π¦ (
πΉβππ‘ = π·ππ£ππππ πππππ π΅
2 [π‘π(ππππ β² )+π‘π(ππ)2 +π‘π(ππ)]
π
πΏ(π(π’π , π£π ), ππ |π¦π , π₯π )
π·ππ£ππππ πππππ π΄β πππ΄
(πβπ)
πππ(πΌ) =
K. Estimasi Parameter model GWNBR Estimasi parameter model GWNBR menggunakan metode maksimum likelihood. fungsi likelihood πΏ(π(π’π , π£π ), ππ |π¦π , π₯π ) sebagai berikut.
(17)
Dimisalkan model A adalah model binomial negatif dan model B adalah model GWNBR. Tolak π»0 jika πΉβππ‘ > πΉ(πΌ,πππ΄,πππ΅ ) yang artinya bahwa ada perbedaan yang signifikan antara model binomial negatif dengan model GWNBR M. Pengujian Parameter model GWNBR Pengujian signifikansi parameter model GWNBR terdiri dari uji serentak dan parsial. Uji signifikansi secara serentak dengan menggunakan Maximum Likelihood Ratio Test (MLRT) dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : π½1 (π’π , π£π ) = π½2 (π’π , π£π ) = β― = π½π (π’π , π£π ) = 0 H1 : paling sedikit ada satu π½π (π’π , π£π ) β 0 ; j = 1,2,...,p Statistik Uji:
πΏ(π Μ) Μ ) β ln πΏ(π Μ)) ) = 2(πππΏ(ο Μ πΏ(ο) Μ ) > π2 Tolak H0 jika statistik uji π·(π· (π;πΌ) Μ ) = β2 ππ ( π·(π·
Pengujian signifikansi secara parsial untuk mengetahui parameter mana saja yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel respon pada tiap-tiap lokasi dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : π½π (π’π , π£π ) = 0 H1 : π½π (π’π , π£π ) β 0 ; j=1.2,...,p Statistik uji:
π§βππ‘π’ππ =
Μ π½π (π’ π ,π£π ) Μ π π(π½π (π’π ,π£π ))
(18)
π»0 ditolak jika statistik uji |π§βππ‘π’ππ | > π§(πΌ/2) . Tolak H0 artinya bahwa parameter tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel respon di lokasi pada tiap lokasi. N. Kejadian Luar Biasa Difteri Difteri adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh toksin dari bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Bakteri tersebut dapat mengeluarkan zat racun yang akan menimbulkan kematian mendadak dan kelumpuhan saraf-saraf tepi. Penyakit ini ditandai dengan terbentuknya lapisan yang khas pada selaput lendir saluran pernafasan dan bila mengenai laring atau trakea dapat menyebabkan ngorok (stridor) dan penyumbatan.
4 Toksin difteri menyebabkan paralisis otot dan miokarditis, yang berhubungan dengan tingginya angka kematian [6] Sumber penularan penyakit difteri adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi (masa inkubasi sekitar 2 sampai 5 hari) atau kontak dengan carier (orang yang terinfeksi bakteri pada hidung atau tenggorokan tetapi tidak mengalami gejala penyakit), bisa melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Selain itu, debu atau muntahan juga bisa menjadi media penularan. Kuman difteria masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa atau selaput lender. Masa penularan difteria dari penderita adalah 2 sampai 4 minggu, sedangkan penularan dari carrier bisa mencapai 6 bulan [7]. III. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder mengenai penyakit difteri di Jawa Timur pada tahun 2012 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya yang diperoleh melalui data profil kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa timur. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu variabel respon atau dependen (Y) dan variabel prediktor atau independen (X) dengan unit yang diteliti adalah tiap kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2012. 1. Jumlah KLB Difteri di tiap kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2012 (Y) 2. Persentase penderita difteri yang mendapatkan imunisasi DPT3 di wilayah KLB (X1). 3. Persentase rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (X2) 4. Presentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung (X3) 5. Persentase rumah sehat menurut kabupaten/kota (X4) 6. Jumlah Sarana Kesehatan (Rumah Sakit) (X5) 7. Jumlah Sarana Kesehatan (Puskesmas) (X6) 8. Kepadatan Penduduk (X7) Langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yang didasarkan pada tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan karakteristik jumlah Kejadian Luar biasa difteri di Jawa Timur pada tahun 2012 menggunakan analisis statistika deskriptif. 2. Mengidentifikasi dan menyelesaikan adanya kasus multikolinieritas. 3. Pemodelan regresi poisson menggunakan program R. 4. Pengujian Over/under dispersi menggunakan program R. 5. Pemodelan dengan menggunakan Regresi Binomial Negatif. 6. Memodelkan GWNBR untuk Kejadian Luar biasa difteri di Jawa Timur pada tahun 2012, dengan langkahlangkah sebagai berikut. a. Uji Breusch-Pagan untuk melihat heterogenitas spasial data dan uji Moran I untuk menguji dependensi spasial data. b. Menghitung jarak Euclidean antar lokasi pengamatan berdasarkan posisi geografis.
c. d. e.
f.
Mendapatkan bandwidth optimal untuk setiap lokasi pengamatan dengan menggunakan Cross Validation (CV). Menghitung matrik pembobot dengan menggunakan fungsi kernel adaptive bisquare. Melakukan pengujian kesamaan model GWNBR dengan regresi binomial negatif, pengujian signifikansi parameter model secara serentak maupun parsial. Melakukan intepretasi model GWNBR yang didapatkan dan membentuk peta pengelompokkan. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik KLB difteri dan faktor-faktor Pada tahun 2005 sampai tahun 2008 jumlah kasus difteri di Jawa Timur masih mengalami peningkatan dan penurunan tetapi mulai dari tahun 2008 sampai tahun 2012 jumlah KLB difteri mengalami peningkatan terus menerus. KLB difteri pada tahun 2005 di Jawa Timur tersebar di 15 kabupaten/kota dan dari tahun ke tahun penyebaran KLB difteri mengalami peningkatan. KLB difteri mulai menyebar ke seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur mulai tahun 2011. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah difteri menjadi 955 kasus dan menyebar ke 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Dari 955 jumlah kasus di Jawa Timur, kabupaten Situbondo memiliki jumlah paling banyak KLB Difteri dengan jumlah 129 kasus dan kota Kediri memiliki jumlah paling sedikit KLB difteri dengan jumlah 2 kasus. B. Pemeriksaan Multikolinieritas Ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya kasus multikolinieritas, yaitu dengan melihat koefisien korelasi Pearson (πππ ) dan nilai VIF (Variance Inflation Factor). Berikut ini merupakan koefisien korelasi antara variabel prediktor. X2 X3 X4 X5 X6 X7
Tabel 1 koefisien korelasi antara variabel prediktor X1 X2 X3 X4 X5 X6 0,372 0,045 -0,016 0,367 0,484 0,163 0,347 0,321 -0,041 0,333 0,071 0,268 -0,110 -0,025 0,581 0,164 0,151 0,005 0,470 0,499 -0,225
Jika koefisien korelasi Pearson (πππ ) antar variabel prediktor lebih dari 0,95 maka diduga terdapat kasus multikolinieritas. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa semua variabel prediktor memiliki koefisien korelasi Pearson yang kurang dari 0,95 yang artinya tidak terdapat kasus multikolinieritas. Berikut ini merupakan nilai VIF pada masing-masing variabel prediktor. Tabel 2 nilai VIF dari variabel prediktor Variabel VIF X1 1,437 X2 1,553 X3 1,063 X4 1,808 X5 4,831 X6 3,717 X7 3,356
5
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan nilai VIF dari masingmasing variabel prediktor memiliki nilai VIF kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kasus multikolinieritas. C. Regresi Poisson Berikut ini merupakan penaksiran parameter model regresi poisson. Tabel 3 Penaksiran Parameter Model Regresi Poisson Estimate Std. Error z-hit (Intercept) 2,98175 0,04003 74,489 X1 -0,59368 0,04361 -13,614 X2 -0,31514 0,04805 -6,559 X3 -0,20026 0,03224 -6,211 X4 0,40192 0,0455 8,833 X5 0,77643 0,07073 10,977 X6 -0,1847 0,06692 -2,76 X7 -0,43866 0,05818 -7,54 AIC = 578,88 Devians = 387,11 Df = 30
Berdasarkan hasil pengujian serentak dengan taraf signifikansi 10% didapatkan π 2 (7;0.10) sebesar 12,071 yang artinya bahwa ada salah satu variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon. Sehingga perlu dilanjutkan pada pengujian secara parsial. Berdasarkan hasil pengujian secara individu dengan taraf signifikansi 10% didapatkan π§(0.1β ) 2 sebesar 1,64 yang artinya bahwa semua variabel prediktor dalam model secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah KLB difteri di Jawa Timur. Sehingga didapatkan model Regresi poisson sebagai berikut. ln(πΜ ) = 4,04 β 0,020588π1 β 0,021639π2 β 0,011395π3 + 0,030832π4 + 0,121364π5 β 0,014015π6 β 0,000196π7
D. Regresi Binomial Negatif Langkah awal dalam pemodelan regresi binomial negatif adalah penentuan nilai initial theta yang bertujuan untuk meminimumkan parameter dispersi sehingga dapat mengatasi kasus overdispersi. Initial theta didapatkan melalui hasil trialerror sehingga didapatkan rasio nilai devians dengan derajat bebasnya bernilai 1 yang artinya tidak terdapat kasus overdispersi. Berdasarkan hasil trial-error initial theta didapatkan initial theta yang memiliki rasio nilai devians dengan derajat bebasnya bernilai 1 adalah sebesar 1,89192 sehingga dilakukan pemodelan regresi binomial negatif dengan initial theta sebesar 1,89192.Berikut ini merupakan penaksiran parameter model regresi binomial negatif. Tabel 4 Penaksiran Parameter Model Regresi Binomial Negatif Estimate Std. Error z-hit (Intercept) 3,00705 0,11513 26,119 X1 -0,52669 0,14 -3,762 X2 -0,28732 0,14629 -1,964 X3 -0,1266 0,11861 -1,067 X4 0,30572 0,1562 1,957 X5 0,59707 0,25359 2,355 X6 -0,02194 0,22346 -0,098 X7 -0,21171 0,211 -1,003
Berdasarkan hasil pengujian serentak dengan taraf signifikansi 10% didapatkan π 2 (7;0.10) sebesar 12,071 yang artinya bahwa ada salah satu variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon. Sehingga perlu dilanjutkan pada pengujian secara parsial. Berdasarkan hasil pengujian secara individu dengan taraf signifikansi 5% didapatkan π§(0.10β ) 2 sebesar 1,64 yang artinya bahwa dari ketujuh variable terdapat empat variabel prediktor yang signifikan, yaitu persentase penderita difteri mendapatkan imunisasi DPT3 di wilayah KLB, Persentase rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), Persentase rumah sehat menurut kabupaten, dan Jumlah Sarana Kesehatan Rumah Sakit. Berikut ini merupakan model regresi binomial negatif. ln(πΜ ) = 2,789897 β 0,018379π1 β 0,019429π2 + 0,023565π4 + 0,092901π5
E. Pengujian Spasial Berdasarkan hasil pengujian heterogenitas spasial dengan menggunakan software R diperoleh nilai statistik uji BreuschPagan sebesar 12,63 dengan p-value 0,08163. Dengan jumlah parameter 7 dan digunakan Ξ± sebesar 10% maka didapatkan π 2 (7) sebesar 12,071 Sehingga berdasarkan kedua kriteria (pvalue dan nilai statistik uji Breusch-Pagan) didapatkan kesimpulan bahwa variansi antar lokasi berbeda atau terdapat perbedaan karakteristik antara satu titik pengamatan dengan titik pengamatan lainnya. Sehingga dilanjutkan pada pengujian dependensi spasial. Pengujian dependensi spasial dengan menggunakan software R diperoleh p-value sebesar 0,8868 sehingga dengan taraf nyata 10% didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada dependensi spasial yang artinya bahwa pengamatan suatu lokasi tidak bergantung pada pengamatan di lokasi lain yang letaknya berdekatan. F. Pengujian signifikansi model GWNBR Pengujian signifikansi model GWNBR secara serentak bertujuan untuk mengetahui apakah secara serentak variabel prediktor memberikan pengaruh terhadap model. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut. H0 : π½1 (π’π , π£π ) = π½2 (π’π , π£π ) = β― = π½7 (π’π , π£π ) = 0 H1 : paling sedikit ada satu π½π (π’π , π£π ) β 0 ; j = 1,2,...,7 Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Ms.excel didapatkan nilai devians model GWNBR sebesar 10,10197. Dengan taraf nyata 20% didapatkan π 2 (7;0.2) sebesar 9,80235 yang artinya bahwa paling tidak ada satu parameter model GWNBR yang signifikan berpengaruh maka perlu dilanjutkan dengan pengujian parsial dengan hipotesis sebagai berikut. H0 : π½π (π’π , π£π ) = 0 H1 : π½π (π’π , π£π ) β 0 ; j=1.2,...,p Berdasarkan hasil pengujian menggunakan program R mendapatkan nilai zhit yang berbeda-beda tiap lokasi. Didapatkan hasil pengelompokkan sebanyak 4 kelompok berdasarkan variabel yang signifikan. Variabel yang signifikan memberi pengaruh jumlah KLB difteri di semua kabupaten/kota adalah persentase penderita difteri yang mendapatkan DPT3, persentase rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung. Berikut ini
6 merupakan Tabel pengelompokkan berdasarkan variabel yang signifikan.
kabupaten/kota
Tabel 5 Pengelompokkan kab/kota berdasarkan variabel yang signifikan
NO
1 2 3
4
Kabupaten/Kota Kab. Tulungagung, Kab. Kediri, Kab. Lumajang, Kab. Jombang, Kab Madiun, Kab. Tuban, Kab. Lamongan, dan Kota Madiun
Variabel yang signifikan
Kab. Magetan Kab. Trenggalek, Kab. Blitar, Kab. Bojonegoro, dan Kab. Bangkalan Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab. Malang, Kab. Jember, Kab. Banyuwangi, Kab. Bondowoso, Kab. Situbondo, Kab. Probolinggo, Kab. Pasuruan, Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kab. Nganjuk, Kab. Ngawi, Kab. Gresik, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Surabaya dan Kota Batu
X1, X2, X3, X5
X1, X2, X3
X1, X2, X3, X6
X1, X2, X3, X5, X6
Sebagai contoh akan disajikan pengujian parameter pada lokasi penelitian yang kedua (u4,v4) yaitu kabupaten tulungagung. Tabel 6 Penaksiran Parameter Model GWNBR pada kab. tulungagung Estimate Z-VALUE (Intercept) 1,621 75,520 Z.X1 -0,074 79,165 Z.X2 -0,044 -3,218 Z.X3 -0,011 -4,045 Z.X4 0,043 -0,493 Z.X5 0,053 1,211 Z.X6 0,002 1,499 Z.X7 -0,014 0.077 ΞΈ 1,436 -
Suatu variabel memberikan pengaruh yang signifikan jika |π§βππ‘π’ππ | > π§(πΌ/2) , dengan taraf nyata 10% maka π§(0,05) adalah 1,64 sehingga dapat diketahui variabel yang signifikan adalah X1, X2, dan X3 sehingga dapat dibentuk model sebagai berikut. ln(π Μ) 4 = 1,961 β 0,002582π1 β 0,002975π2 β 0,0006268π3
Berdasarkan dari variabel yang signifikan dari model yang terbentuk di kabupaten tulungagung dapat disimpulkan bahwa setiap pertambahan 1 persen penderita difteri yang mendapatkan DPT3 maka akan mengurangi rata-rata jumlah KLB difteri sebesar exp(0,002582) = 1,0025 β 1 kasus dengan asumsi variabel lain konstan. Hal ini sesuai dengan semakin banyak penduduk yang mendapatkan imunisasi DPT3 saat bayi akan membantu mencegah terkena difteri. Imunisasi DPT3 akan memberikan kekebalan pada tubuh sehingga akan mengurangi peluang terkena difteri. Setiap pertambahan 1 persen rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat maka akan mengurangi rata-rata jumlah KLB difteri sebesar exp(0,002975) = 1,002979 β 1 kasus dengan asumsi variabel lain konstan. Hal ini sesuai karena penyakit menular seperti difteri akan mudah menular dengan lingkungan buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Setiap pertambahan 1 persen rumah tangga yang
memiliki sumber air minum terlindung maka akan mengurangi rata-rata jumlah KLB difteri sebesar exp(0,0006268)= 1,000627 β 1 kasus dengan asumsi variabel lain konstan. V. KESIMPULAN Pada tahun 2012 kabupaten Situbondo memiliki jumlah paling banyak KLB difteri dan kota Kediri memiliki jumlah paling sedikit KLB difteri di Jawa Timur. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kabupaten Situbondo yang memiliki persentase penderita difteri yang sudah mendapatkan DPT3 yang tergolong sedikit sedangkan kota Kediri memiliki persentase yang tergolong tinggi. Berdasarkan hasil pemodelan GWNBR dengan fungsi pembobot kernel adaptive bisquare didapatkan pengelompokan sebanyak 4 kelompok berdasarkan variabel-variabel yang signifikan. Kelompok pertama adalah Kab. Tulungagung, Kab. Kediri, Kab. Lumajang, Kab. Jombang, Kab Madiun, Kab. Tuban, Kab. Lamongan, dan Kota Madiun. Kelompok kedua adalah Kab. Magetan dan kelompok tiga Kab. Trenggalek, Kab. Blitar, Kab. Bojonegoro, dan Kab. Bangkalan. Sedangkan Kelompok 4 adalah Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab. Malang, Kab. Jember, Kab. Banyuwangi, Kab. Bondowoso, Kab. Situbondo, Kab. Probolinggo, Kab. Pasuruan, Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kab. Nganjuk, Kab. Ngawi, Kab. Gresik, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep, Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Surabaya dan Kota Batu. Faktor-faktor yang mempengaruhi KLB difteri di semua kabupaten/kota di jawa timur adalah persentase penderita difteri yang mendapatkan DPT3, persentase rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum terlindung. DAFTAR PUSTAKA [1] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2011). Pedoman Penanggulangan KLB Diphteri Di Jawa Timur. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. [2] Walpole, E. R. (1995). Pengantar Statistik Edisi Ketiga. Jakarta: Pustaka Utama. [3] Hardin, J., & Hilbe, J. (2007). Generalized Linier Models and Extensions. Texas: Stata Press. [4] Anselin, L. (1988). Spatial Econometris: Methods and Models. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. [5] Ricardo, A., & Carvalho, T. (2013). Geographically Weighted Negative Binomial Regression-Incorporating Overdispersion. Business Media New York: Springer Science. [6] World Health Organization. (2013). Pocket Book of Hospital Care for Children, 2nd edition. World Health Organization. [7] Kunoli, F. J. (2013). Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.