1
Pemilihan Sudut Pitch Optimal Untuk Prototipe Turbin Angin Skala Kecil Dengan Tipe Bilah on-Uniform Airfoil rel S83n Farid Ridha Muttaqin1), Bambang L. Widjiantoro2), Ali Musyafa’3) 1) Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected] 2) Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email: 3) Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected] Abstrak — Turbin angin untuk kecepatan rendah memiliki banyak parameter yang harus diperhatikan agar turbin dapat berputar secara optimal dengan kecepatan angin yang rendah. Salah satu parameter yang harus diperhatikan adalah pemilihan sudut pitch pada bilah turbin. Bilah turbin dengan penampang airfoil yang berbeda akan memiliki konfigurasi sudut pitch yang berbeda pula. Penelitian ini memaparkan tentang pencarian sudut pitch yang paling optimal untuk kecepatan angin yang bervariasi. Bilah turbin angin yang digunakan bertipe nonuniform blade untuk turbin angin berukuran kecil dan karakter kecepatan angin yang rendah dengan profil penampang airfoil REL S83n. Sudut pitch untuk bilah diatur menggunakan motor servo yang posisinya dikendalikan oleh mikrokontroler melalui komputer. Kecepatan putaran rotor turbin angin dicatat oleh rotary encoder yang terhubung dengan mikrokontroler dan disimpan di database komputer. Dari penelitian ini akan diketahui hubungan antara kecepatan angin dengan sudut pitch tertentu yang menghasilkan putaran rotor yang paling optimal. Index Terms— turbin angin, sudut pitch optimal.
I. PENDAHULUAN
P
enggunaan energi alternatif merupakan suatu topik yang mulai banyak dibahas. Hal ini disebabkan karena teknologi makin berkembang yang menyebabkan manusia mulai mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan untuk menggantikan sumber energi konvensional. Energi angin merupakan salah satu energi yang mulai dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik ataupun mengkonversinya ke energi mekanik untuk keperluan lain. Salah satu alat yang digunakan untuk memanfaatkan energi angin adalah turbin angin. Menurut data dari asosiasi energi angin dunia (WWEA), Indonesia menempati urutan ke-70 dunia dalam hal sistem konversi energi angin (SKEA) terpasang (WWEA, 2010). Dalam blueprint pemanfaatan energi Indonesia untuk tahun 2010-2015, Indonesia sudah memasuki periode pemanfaatan energi angin dengan turbin skala menengah (DJLPE, 2005). Dalam memanfaatkan energi angin menggunakan turbin angin, terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja turbin angin tersebut. Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah perancangan bilah untuk turbin angin yang meliputi ukuran (jari-jari rotor), penampang airfoil, panjang chord, dan sudut pitch bilah (Piggot, 2001). Indonesia merupakan salah satu negara yang belum banyak memanfaatkan energi angin sebagai pembangkit listrik karena karakteristik angin di Indonesia yang cenderung berkecepatan rendah dengan rata-rata per tahun sekitar 5-7 m/s.
Karakteristik kecepatan angin yang rendah tersebut masih dapat dimanfaatkan dengan menggunakan turbin angin kecepatan rendah berskala kecil dengan bilah berdiameter 1 m – 3 m (Buhl, 2009). Konfigurasi turbin angin yang bisa digunakan adalah tipe HAWT dengan bilah berjumlah 3 buah dan tipe airfoil bilah NREL S83n (Buhl, 2009). Airfoil NREL S83n adalah tipe yang sesuai digunakan untuk turbin angin berskala kecil (diameter 1 m – 3 m) dengan karakteristik airfoil berukuran tebal dan Cl (lift coefficient) maksimum yang tinggi (Buhl, 2009). Dengan Cl yang tinggi maka bilah memiliki gaya angkat yang tinggi pada kecepatan angin yang rendah (Buhl, 2009). Parameter lain yang harus diperhatikan dalam merancang bilah turbin angin adalah penentuan sudut pitch bilah turbin. Parameter tersebut akan mempengaruhi performansi dari turbin angin, yaitu kecepatan sudut rotor, kecepatan angin optimal, dan koefisien daya (The starting and low wind speed behaviour of a small horizontal axis wind turbine, 2004). Penelitian ini akan terpusat pada pemilihan sudut pitch optimal, yaitu sudut dimana turbin memiliki koefisien daya yang maksimal pada jangkauan keceptan angin yang lebar. untuk endapatkan sudut pitch optimal tersebut, maka harus didapatkan hubungan antara kecepatan putar rotor turbin dengan kecepatan angin. Dengan mendapatkan hubungan tersebut maka akan dapat dirancang suatu bilah turbin angin yang dapat berputar dengan kecepatan angin seminimum mungkin dan torsi rotor semaksimal mungkin pada kecepatan angin tertentu. Selanjutnya data sudut pitch optimal ini dapat digunakan sebagai penetapan sudut pada turbin fixed pitch atau penetapan jangkauan pengendalian sudut pada turbin variable pitch. II. DASAR TEORI Prinsip dasar bahwa sebuah turbin angin dapat berputar pada porosnya adalah karena adanya vektor dari gaya lift dan gaya drag yang dihasilkan akibat bentuk aerodinamis dari penampang bilah turbin angin tersebut. Pada gambar 1 dijelaskan ketika sebuah penampang airfoil terkena angin dari arah depan, maka akan menghasilkan vektor gaya lift (L) dan drag (D) (Burton, et al., 2001). Gaya lift dan gaya drag ini perubahannya dipengaruhi langsung oleh bentuk geometri bilah, kecepatan dan arah angin terhadap garis utama bilah (sudut pitch). Akibat dari perubahan gaya lift dan drag, maka kecepatan sudut dan torsi poros akan berubah pula. Perubahan sudut pitch bilah ini akan mempengaruhi kecepatan sudut (RPM) dari rotor karena adanya perubahan jumlah daya tiup
2 angin yang diterima oleh bilah yang dikonversi menjadi kecepatan putar rotor (Harika, 2008).
Gbr 1. Vektor Gaya Pada Airfoil dengan sudut serang berbeda (Burton, et al., 2001)
Daya dari angin yang dapat ditangkap oleh sebuah horizontal axis wind turbine (HAWT) dapat diturunkan dari persamaan energi kinetik angin yang bergerak dengan kecepatan tertentu kearah x. Adapun persamaan energi yang melewati turbin angin adalah sebagai berikut (Johnson, 2006):
ࢁ = ࢜࢝ = (࣋ࢇ࢘ ࢘ ࢞)࢜࢝ (1) Diketahui bahwa daya adalah turunan dari energi terhadap waktu, maka: ࢊࢁ
ࢊ࢞ ࣋ ࢜ ࢇ࢘ ࢘ ࢝ ࢊ࢚
࣋ ࢜ ࢇ࢘ ࢝
ࡼ= = = (2) ࢊ࢚ Kemudian untuk mengetahui besarnya daya yang dapat diekstrak oleh wind turbin dapat dilakukan dengan menghitung selisih daya angin sebelum dan sesudah melewati turbin angin.
Gbr 2. Tube Angin yang melewati turbin angin (Johnson, 2006)
Bila ada tube angin yang bergerak dengan kecepatan v akan melewati wind turbin, maka pastinya kecepatannya akan semakin berkurang sejalan dengan semakin dekatnya jaraknya terhadap turbin angin, karena tekanannya naik akibat ruang geraknya yang semakin sempit (mampat). Ketika melewati turbin angin, maka energi kinetik angin tersebut diubah oleh turbin angin menjadi energi rotasional. Dan setelah jarak tertentu, maka kecepatan angin akan kembali seperti semula akibat ruang geraknya telah melebar dan mendapat energi dari udara disekitarnya. Persamaan untuk muka tube angin yang melewati turbin angin ideal adalah sebagai berikut : ࢜ = ࢜ = ൗ ࢜ ࢜ = ൗ ࢜ = = ൗ = (3) Jadi daya angin yang diekstrak adalah :
ૡ
ࡼ = ࡼ − ࡼ = ࣋ࢇ࢘ ൫࢜ − ࢜ ൯ = ࣋ࢇ࢘ ( ࢜ ) ૢ (4) Untuk mempermudah, maka persamaan kemudian dibawa ke bentuk lain yang menggunakan A2 (sesuai luas area wind turbin).
ૡ
ࡼ = ࣋ࢇ࢘ ቂ ቀ ቁ ࢜ ቃ = ࣋ࢇ࢘ ( ࢜ ) (5) ૢ ૠ Dimana : P = Daya turbin angin (watt) ρair = Massa jenis udara (kg/m3) V = Kecepatan angin (m/s) Ar = Luas sapuan penampang bilah (m2) Cp = Power coeficient Pada persamaan tersebut terdapat angka 16/27 yang merupakan bilangan Betz Limit. Yaitu daya maksimal yang bisa diekstrak oleh turbin angin adalah sebesar 59% untuk turbin angin ideal. Bilangan Betz Limit pada turbin angin real digantikan dengan koefisien daya (Cp) yang pasti memiliki nilai kurang dari 0.59. Semakin besar nilai Cp maka akan semakin besar power yang dapat ditangkap oleh turbin angin. Cp sendiri adalah merupakan fungsi dari λ (tip speed ratio) dan θ (pitch angle) (Burton, et al., 2001). Jadi persamaan 2.4 dapat ditulis kembali menjadi:
ࡼ = ࣋ࢇ࢘ (ࣅ, ࣂ)࢘ ࢜࢝ Sedangkan λ sendiri dirumuskan sbagai berikut :
(6)
࣓ࡾ
(7) ࣅ= ࢜ Dimana : λ = tip speed ratio ω = kecepatan sudut (rps) v = kecepatan angin (m/s) R = jari-jari rotor bilah (m) Jika diasumsikan ω adalah konstan sesuai set point yang diinginkan dan R bilah adalah konstan, maka Cp hanya akan bergantung pada v (kecepatan angin) dan θ (pitch angle), dari sinilah kemudian θ dijadikan variabel yang dimanipulasi sebagai kompensasi perubahan kecepatan angin (v) untuk mendapatkan power yang diinginkan. Sedangkan untuk mendapatkan θ sesuai dengan yang dibutuhkan dilakukan pengambilan data dengan menggunakan kecepatan angin (v) yang ditentukan. A. Bilah Turbin Angin Pada turbin angin, desain bilah merupakan hal yang paling penting karena bila merupakan komponen utama yang menangkap angin untuk kemudian dikonversikan menjadi gerakan mekanik. Perkembangan teknologi telah menciptakan bilah turbin angin dengan berbagai variasi bahan, ukuran, jenis airfoil, jumlah bilah, dan lain sebagainya. Pada turbin angin horizontal axis, hal yang penting untuk diperhatikan adalah jari-jari bilah, jumlah bilah, sudut pitch, panjang chord, jenis airfoil, dan bahan bilah. Dimensi rotor turbin berpengaruh terhadap kemampuan turbin untuk menangkap angin yang melewati turbin. Semakin besar diameter rotor, maka semakin besar pula area sapuan angin yang dapat dimanfaatkan. Namun hal ini akan berpengaruh terhadap kecepatan rotor turbin tersebut, semakin besar rotor, maka koefisien daya akan makin besar dan kecepatan putaran turbin akan makin rendah. Jumlah bilah pada turbin angin tidak memiliki batasan khusus. Pada umumnya turbin angin horizontal axis memiliki tiga bilah atau banyak bilah. Pemilihan jumlah bilah pada
3 turbin berdasarkan pada rancangan kecepatan turbin, adanya noise, dan estetika turbin angin (Rand, 2010). Sudut pitch pada bilah mengacu pada sudut serang dari bilah terhadap aliran fluida yang melewati. Pada pesawat terbang atau kapal, sudut pitch propeler dapat diatur sedemikian rupa untuk mengendalikan daya yang dihasilkan sehingga kecepatan pesawat atau kapal dapat berubah tanpa mengubah kecepatan putaran propelernya.
23% - 33% untuk regulated turbine, 8% - 20% untuk variable pitch turbine, dan 8% - 10% untuk variable RPM turbine (Buhl, 2009). Untuk turbin angin dengan diameter rotor 1 – 3 meter, NREL mengeluarkan seri S822 dan S823 yang kemudian digantikan oleh seri S83n (S833, S834, S835). Airfoil seri S83n merupakan airfoil tebal yang cocok digunakan untuk turbin angin dengan variabel speed dan variabel pitch dengan tipikal foil rendah noise dan koefisien lift yang tinggi (Buhl, 2009). Berdasarkan desain spesifikasi tersebut, maka ketiga airfoil tersebut dapat digunakan pada turbin angin dengan diameter 2 m yang dilengkapi dengan variabel pitch control. Untuk bagian pangkal digunakan tipe S835, bagian tengah tipe S833, dan bagian ujung bilah tipe S834.
Gbr 3. Sudut Pitch Bilah Turbin (Piggot, 2001)
Pada turbin angin, pengaturan sudut pitch dilakukan untuk menyesuaikan daya yang dihasilkan terhadap kecepatan angin yang bervariasi. Pada kondisi emergency shutdown atau kondisi badai, sudut pitch diatur paralel dengan arah angin agar turbin tidak berputar melebihi batas. Panjang chord pada turbin angin tidak memiliki pengaruh terlalu besar pada performa turbin angin. Rotor dengan bilah yang memiliki panjang chord seragam di sepanjang span-nya, masih bisa berputar dengan rugi efisiensi yang kecil. Namun terdapat sebab lain yang membuat penentuan panjang chord pada bilah harus dipertimbangkan. Bagian pangkal bilah merupakan daerah dengan tangkapan angin yang kecil, sedangkan bagian ujung bilah merupakan daerah penghasil torsi yang paling besar. Dengan membuat bagian pangkal lebih lebar daripada bagian ujung, maka turbin akan lebih mudah untuk mulai berputar pada kecepatan angin yang rendah (Piggot, 2001). Bagian ujung merupakan daerah penghasil torsi paling besar, sehingga dimensi chord harus diperhitungkan dengan cermat. Untuk mendekati batasan Betz, maka persamaan berikut dapat digunakan sebagai pendekatan [3]. ࣊.ࡾ(ࡾ/࢘) (8) = ૢ.ࣅ . Dimana : C = Panjang chord (m) R = Radius total rotor (m) r = radius pada segmen chord yang dihitung (m) λ = tip speed ratio B = Jumlah bilah pada rotor B. Pemilihan Jenis Airfoil Turbin angin sederhana dengan skala kecil tidak terlalu memperhatikan jenis airfoil yang dipakai. Untuk turbin angin horizontal axis biasanya menggunakan bentuk bentuk foil yang sederhana mulai dari pelat datar atau airfoil tipis berstandar NACA (&ational Advisory Committee for Aeronautics) seri 4 atau 5 digit. Airfoil sederhana tersebut bisa saja digunakan dengan rugi performa yang sedikit (Piggot, 2001). Badan laboratorium nasional NREL (&ational Renewable Energy Laboratory) telah melakukan penelitian dan merilis beberapa airfoil yang cocok untuk diterapkan pada turbin angin horizontal axis dengan skala kecil hingga besar. Airfoilairfoil tersebut diprediksi memiliki peningkatan energi sebesar
Gbr 4. Penampang Airfoil NREL S835 untuk pangkal bilah (Buhl, 2009)
Gbr 5. Penampang Airfoil NREL S835 untuk tengah bilah (Buhl, 2009)
Gbr 6. Penampang Airfoil NREL S835 untuk ujung bilah (Buhl, 2009)
C. Mikrokontroler AVR Untuk mengatur sudut pitch dari bilah turbin angin maka diperlukan suatu mekanisme elektronik untuk memudahkan pengaturan sudut sekaligus untuk mencatat kecepatan putar turbin angin dan kecepatan angin pada kecepatan angin tertentu. Mikrokontroler adalah komputer berskala kecil yang terdiri atas mikroprosesor, memori, dan beberapa fitur terintegrasi dalam satu integrated circuit (IC). Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan suatu pengendali berukuran kecil semakin banyak. Sehingga muncullah varianvarian mikrokontroler dengan berbagai merek, fitur, dan keandalan hardware, mulai dari skala amatir sampai spesifikasi militer. Salah satu keunggulan dari mikrokontroler jika dibandingkan dengan kontroler elektronik lainnya adalah mudah untuk diprogram. Mikrokontroler yang akan dipakai adalah jenis ATMega16 yang memiliki fasilitas ADC,
4 TABEL 1. ALOKASI FUNGSI PIN PADA RS-232
komunikasi UART, dan Timer pembangkit PWM. Pin 1 2 3 4
Gbr 7. Konfigurasi mikrokontroler ATMega16
Agar dapat berfungsi dengan baik, mikrokontroler membutuhkan rangkaian minimal yang disebut minimum system. Minimum system setidaknya harus memiliki catu daya (VCC-GND), rangkaian reset, dan osilator kristal eksternal. Namun pada penggunaan lebih kompleks, minimum sistem dapat ditambahkan dengan port untuk programming, rangkaian USART, dan lain-lain.
5 6 7 8 9
Keterangan Carrier Detect (CD) (dari DCE) Menerima sinyal datang dari modem Received Data (RD) Data diterima dari DCE Transmitted Data (TD) Data ditransmisikan ke DCE Data Terminal Ready (DTR) Sinyal handshaking ditransmisikan Ground (Common reference voltage) Data Set Ready (DSR) Sinyal handshaking datang Request To Send (RTS) Sinyal kontrol aliran untuk DCE Clear To Send (CTS) Sinyal kontrol aliran datang dari DCE Ring Indicator (RI) (dari DCE) Sinyal datang dari modem
Untuk mengkomunikasikan mikrokontroler dengan komputer diperlukan rangkaian konversi sinyal TTL menjadi RS232, karena seperti diketahui bahwa kondisi low/high TTL dengan RS232 berbeda. Untuk TTL low bernilai 0 V sampai 0,8 V dan high bernilai 2 V sampai 5 V. Sedangkan RS232 untuk low bernilai +3 V sampai +15 V, dan high bernilai -15 V sampai -3 V [12]. Untuk mengkonversi sinyal tersebut dapat digunakan IC MAX232 atau menggunakan rangkaian transistor.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Gbr 8. Rangkaian Minimum System
D. Interface Serial RS-232 Interfacing adalah menghubungkan perangkat mikrokontroler dengan perangkat komputer atau mikrokontroler lain dengan tujuan saling mengkomunikasikan dua perangkat tersebut. Mikrokontroler ATMega16 dilengkapi dengan fasilitas USART (Universal Synchronous Asynchronous Receiver Transmitter) yaitu komunikasi menggunakan TTL yang dapat dikonversi menjadi RS232 untuk kemudian dihubungkan dengan komputer. RS232 merupakan salah satu standar interface dalam proses transfer data antar komputer terutama dalam bentuk serial transfer. RS232 merupakan kependekan dari Recommended Standard number 232. Standar ini dibuat oleh Electronic Industry Association (EIA), untuk interface antara peralatan terminal data dan peralatan komunikasi data, dengan menggunakan data biner sebagai data yang ditransmisi. RS232 adalah suatu Serial Data Interface Standard yang dikeluarkan oleh EIA. Standarisasi meliputi konektor, fungsi serta posisi tiap per timing (pewaktu) dan level tegangan/arus. Standar ini juga berisikan karakteristik sinyal listrik, karakteristik mekanik dan cara operasional rangkaian fungsional.
Pada bagian ini akan dibahas langkah-langkah perancangan dan pembangunan dari prototipe turbin angin dan pengatur sudut Pitch bilah. Sistem yang akan dirancang dilengkapi dengan sub sistem pendukung berupa sensor dan monitoring. Sebagian besar komponen penyusun prototipe turbin angin ini memanfaatkan prototipe turbin berdiameter 1 m yang telah dibuat oleh Adam Harika pada tahun 2008. Dari prototipe yang sudah ada tersebut dilakukan beberapa modifikasi untuk menyesuaikan dengan dimensi bilah yang lebih besar. Sistem yang dirancang adalah turbin angin berskala kecil (diameter rotor 2 m) untuk karakteristik kecepatan angin rendah dengan bilah berjumlah tiga. Turbin angin ini dilengkapi dengan sistem pengatur sudut pitch dan sistem monitoring kecepatan putar turbin. Adapun penjelasan secara rinci tentang komponen-komponen penyusunnya akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-subbab dibawah. Dari rancangan yang telah dibuat, pengerjaan dilakukan di Laboratorium Non-Metal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya untuk pengerjaan bilah, dan bengkel Bubut Bapak Misdi Jalan Jojoran untuk pengerjaan modifikasi center plate, rotor shaft, dan penyangga bilah.
5
Gbr 9. Prototipe Turbin Angin
A. Rancangan Bilah Turbin Bilah turbin merupakan komponen terpenting pada turbin angin. Bilah merupakan komponen pertama yang menangkap angin untuk kemudian dikonversikan menjadi gerakan mekanis. Pada prototipe turbin angin ini digunakan bilah bertipe non-uniform dengan profil airfoil NREL S83n dengan rincian S835 untuk bagian pangkal, S833 untuk bagian tengah, dan S834 untuk bagian ujung. Bilah ini dibentuk tapered dan untwisted dengan panjang chord yang semakin kecil dari pangkal ke ujung. Persamaan untuk mencari panjang chord dapat dilihat pada persamaan 2.8 dengan radius total R = 1 m, jumlah bilah B = 3, dan tip speed ratio λ = 6.
Gbr 10. Rancangan bilah turbin angin
Bilah dibuat menggunakan bahan komposit fiberglass yang dilapisi dengan resin putty (dempul) warna hijau muda. Seluruh fabrikasi bilah dilakukan di Laboratorium Non-Metal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Dalam proses pembuatan terdapat sedikit ketidak-presisian dimensi chord. Hal ini dikarenakan proses pembuatan moulding dari gips yang cukup sulit mengingat bentuk airfoil yang non-uniform dan tapered.
Gbr 11.Rancangan bilah turbin angin
Bilah yang dibuat dibentuk sedemikian rupa sehingga memiliki massa yang sama yaitu 1297 gram dengan cara menambahkan putty pada permukaan bilah. Namun pada perancangan bilah tersebut terdapat kesulitan untuk mencari dan menyamakan titik pusat massa untuk tiap bilah. B. Center Plate Center plate atau hub merupakan bagian turbin yang menyangga bilah, menghubungkan bilah dengan poros rotor turbin, dan tempat mekanisme pengaturan sudut pitch bilah. Dalam pengerjaannya center plate juga mengalami rancang
ulang dalam hal pemilihan materialnya. Center plate memiliki diameter 28 cm untuk mengakomodir lokasi penempatan motor servo, gear box, dan penyangga bilah. Pada awalnya center plate dibuat menggunakan bahan pelat besi dengan ketebalan 4 mm. rancangan ini membuat bobot pada poros turbin menjadi berat dan sulit untuk berputar. Akhirnya dilakukan rancang ulang dengan mengganti bahan center plate dengan poly vinyl chloride (PVC) dengan diameter 28 cm dan tebal 15 mm. Bahan ini memiliki bobot yang lebih ringan dibandingkan pelat baja. Selain itu bila dibandingkan dengan rancangan awal prototipe turbin angin milik Adam Harika yang menggunakan teflon, bahan PVC ini lebih kuat dan ulet.
Gbr 12. Rancangan final center plate menggunakan PVC
C. Sensor Putaran Rotor Untuk mengetahui kondisi kecepatan putaran turbin diperlukan sensor berupa rangkaian rotary encoder relatif dan photointerrupter. Rangkaian ini akan menghasilkan sejumlah pulsa saat rotor berputar, dimana jumlah pulsa tiap detiknya akan dihitung oleh sistem monitor untuk menentukan PPS (Pulsa per Sekon). Rotary encoder yang digunakan memiliki 20 celah, sehingga untuk menghitung putaran per sekon (RPS) dan putaran per menit (RPM) digunakan persamaan berikut. (9) ܴܲܵ = ଶ ܴܴܲܵܲ = ܯ. 60 (10) Dimana: RPS = putaran per sekon RPM = putaran per menit n = jumlah pulsa per detik Pada sensor putaran ini dilakukan pengujian untuk mengetahui ketepatan sensor dalam membaca kecepatan putaran rotor turbin (RPM). Pengujian dilakukan dengan menggunakan laser tachometer Lutron VT-8204. D. Pengaturan Sudut Pitch dan Monitoring Sistem Untuk memudahkan pengambilan data hubungan antara sudut pitch, kecepatan angin, dan kecepatan putaran rotor, maka dirancang suatu sistem pengaturan sudut pitch dan monitoring kecepatan putaran rotor. Sistem ini terdiri atas dua mikrokontroler, yaitu servo driver dan monitoring. Kedua mikrokontroler ini terhubung satu sama lain melalui pulsa kendali PWM dari mikrokontroler monitor ke mikrokontroler servo driver.
6 servo, PPS, RPS, RPM. Bila proses perekaman data dimulai maka label durasi akan mulai menghitung lama perekaman dalam sekon.
Gbr 13. Diagram blok sistem pengaturan sudut pitch dan monitoring kecepatan rotor
Untuk memudahkan pengaturan sudut pitch dan memonitor putaran rotor, maka sebuah software berbasis Visual Basic dirancang untuk mengkomunikasikan mikrokontroler dengan PC. Software ini dirancang dengan antarmuka sesederhana mungkin untuk memudahkan penggunaannya.
E. Rancangan Alat Uji Wind Blower Untuk melakukan pengujian dan pengambilan data kinerja turbin angin, maka dirancang pula suatu instrumen uji berupa wind blower. Wind blower ini digunakan untuk mengkondisikan angin yang meniup turbin angin dengan kecepatan tertentu. Wind blower dibuat menggunakan lorong ducting yang terbuat dari triplek dan besi siku, dan bagian pangkalnya di lengkapi dengan dua kipas blower. Ducting dirancang dengan lubang awal yang lebarnya 150 cm dengan tinggi 70 cm untuk menggabungkan angin dari dua kipas. Kemudian pada bagian akhit ducting dirancang menyempit dengan bentuk persegi dengan sisi 50 cm. Kemudian dilanjutkan dengan lorong berbentuk balok dengan sisi 50 cm dan panjang 200 cm.
Gbr 15. Desain dan dimensi ducting wind blower
Gbr 14. Antarmuka software pitch setting dan monitoring
Pada software tersebut terdapat beberapa tombol perintah untuk pengaturan serial com port, slider pengatur sudut, dan perintah untuk memulai monitoring dan perekaman data ke database Microsoft Access. Tombol “Set” pada frame “Pencatat Waktu” digunakan untuk mengatur lokasi com port dan interval pencatatan kecepatan turbin. Slider dan tombol “Set” pada frame “Pengatur Pitch” digunakan untuk mengatur sudut pitch pada bilah. Saat tombol “Set” tersebut ditekan, maka VB akan mengirimkan karakter “s” dan diikuti dengan 5 karakter angka yang merepresentasikan data OCR1A. Apabila karakter berhasil terkirim, maka label “Sinyal Mikro” akan memberikan angka yang sama dengan label “Sinyal Servo”. Pada frame “Monitor Kecepatan” terdapat beberapa tombol yang digunakan untuk memulai proses monitoring dan perekaman data. Tombol “Cek” digunakan untuk memeriksa komunikasi PC dengan mikrokontroler. Saat tombol ini ditekan, maka VB akan mengirimkan karakter “a” satu kali dan menerima respon dari mikro untuk ditampilkan pada label PPS, RPS, dan RPM. Tombol “Mulai” digunakan untuk memulai proses monitoring kecepatan putaran turbin. Saat tombol Mulai ditekan, maka VB akan mengirimkan karakter “a” berulang-ulang dengan interval sesuai dengan pengaturan awal. Tombol “Rekam” digunakan untuk memonitor sekaligus merekam data pada database Microsoft Access. Saat tombol ini ditekan maka VB akan mengirimkan karakter “a” secara berulang-ulang dan sekaligus merekam data Tanggal, Sinyal
Rancangan wind blower dilengkapi dengan dua buah kipas blower CKE NEF-45b berukuran 18”. Satu buah kipas mampu menghasilkan angin dengan kecepatan 7,5 m/s. Bila dikombinasikan dengan ducting, maka diharapkan terdapat penjumlahan vektor kecepatan angin sehingga dihasilkan angin dengan kecepatan mencapai 9 – 10 m/s. Namun pada kenyataannya angin yang dihasilkan pada ujung ducting maksimal adalah 4.8 – 5.0 m/s yang didapat dengan menyetel kipas pada mode high-high. Akhirnya diputuskan untuk pengujian dan pengambilan data turbin angin, digunakan 4 mode kecepatan angin menggunakan ducting, dan 3 mode kecepatan tanpa menggunakan ducting. TABEL 2. TABEL MODE KECEPATAN ANGIN PENGUJIAN Mode
Kipas 1
Kipas 2
Ducting
1 2 3 4 5 6 7
High Medium Low High Medium High Low
High Medium Low High Medium -
No No No Yes Yes Yes Yes
Kecepatan Angin 7.5 m/s 7.0 m/s 6.5 m/s 4.8 m/s 4.1 m/s 3.1 m/s 2.8 m/s
F. Pengambilan Data Sudut Pitch Optimal Dalam mencari sudut pitch optimal diperlukan beberapa data yang harus diambil, yaitu kecepatan angin sebelum turbin, kecepatan angin setelah turbin, sudut pitch, dan PPS (pulsa per sekon). Kecepatan angin sebelum dan sesudah melewati turbin diambil untuk mendapatkan data pendekatan
7 koefisien daya turbin. Untuk mengambil data kecepatan angin digunakan dua anemometer digital. Data PPS digunakan untuk mencari RPS dan RPM rotor turbin, dan untuk selanjutnya diolah untuk mendapatkan tip speed ratio. Pengambilan data PPS sendiri dilakukan secara otomatis pada software monitoring. Proses pengambilan data dilakukan dengan prosedur tetap. Pertama kali turbin angin diletakkan pada posisi 1 meter dari ujung blower. Kemudian blower uji dinyalakan dan dibiarkan selama 5 – 10 menit untuk mendapatkan angin yang stabil. Setelah itu kecepatan angin dari blower diukur menggunakan anemometer. Kemudian software monitoring dinyalakan untuk mengeset sudut pitch yang ditentukan. Setelah itu bilah turbin A diarahkan ke azimuth 0o. Software mulai merekam data dan rotor turbin dibiarkan berputar. Setiap data pada kecepatan angin dan sudut pitch tertentu diambil selama 120 sekon ketika kecepatan turbin mulai stabil. Data kecepatan rotor tesebut kemudian diambil nilai rata-ratanya dan ditetapkan sebagai kecepatan putaran rotor untuk kecepatan angin dan sudut pitch tertentu. Disaat software merekam data PPS rotor, kecepatan angin sebelum turbin dan sesudah melewati turbin diambil. Titik pengambilan data kecepatan angin sebelum turbin diambil pada ujung blower uji. Sedangkan titik pengambilan data kecepatan angin setelah melewati turbin diambil pada titik 1 meter dibelakang turbin.
jari-jari rotor. Kemudian dibandingkan dengan kecepatan angin pada daerah 1.
IV. HASIL PENELITIAN
C. Koefisien Daya Koefisien daya turbin angin adalah kemampuan turbin angin untuk mengekstrak daya total yang dihasilkan oleh angin. Daya angin merupakan daya yang dihasilkan angin dengan kecepatan tertentu yang melewati luasan sapuan bilah turbin. ࢊࢁ ࢊ࢞ ࡼ= = ࣋ࢇ࢘ ࢘ ࢜࢝ = ࣋ࢇ࢘ ࢜࢝ (12) ࢊ࢚ ࢊ࢚ Dimana ρair adalah massa jenis udara, dan v adalah kecepatan angin. Untuk mencari koefisien daya pada turbin dilakukan pendekatan menggunakan kontur kecepatan tube angin ideal. ࢜ = ࢜ = ൗ ࢜ ࢜ = ൗ ࢜ = = ൗ = (13) Daya angin yang diekstrak adalah daya angin sebelum melewati turbin (daerah 1) dikurangi dengan daya angin seltelah melewati turbin (daerah 4). ࡼ = ࣋ࢇ࢘ ൫࢜ ൯ (14)
Kinerja dari turbin angin yang telah dibuat dianalisa dengan beberapa data yang telah diambil. Beberapa variabel yang dapat dijadikan acuan kinerja turbin angin adalah RPM terhadap Sudut pitch pada kecepatan angin yang bervariasi, Tip Speed Ratio terhadap kecepatan angin pada sudut pitch yang bervariasi, koefisien daya terhadap kecepatan angin pada sudut pitch yang bervariasi, dan koefisien daya terhadap Tip Speed ratio untuk masing-masing sudut pitch.
A. RPM Maksimum Dari data yang telah diambil dapat dibuat grafik hubungan RPM terhadap sudut pitch dan kecepatan angin untuk memudahkan pengamatan titik-titik sudut pitch optimal.
ܴܶܵ =
ଶ.గ.ோ.ோௌ
(11)
Dimana R adalah jari-jari rotor, RPS adalah rotasi per sekon, dan V adalah kecepatan angin.
Gbr 17. Grafik TSR terhadap kecepatan angin untuk tiap sudut pitch
Dari grafik tersebut dapat terlihat dengan jelas bahwa tip speed ratio dipengaruhi langsung oleh kecepatan angin dan sudut pitch. Titik-titik TSR maksimum dicapai pada kecepatan angin sebesar 7.5 m/s untuk sudut pitch 5 sampai 70 derajat. Sedangkan untuk sudut pitch 0 dan 75 sampai 90 derajat tip speed ratio benilai 0. Hal ini menunjukkan sudut pitch yang dapat menghasilkan putaran adalah 5 sampai 70 derajat.
Gbr 16. Grafik RPM fungsi Sudut Pitch dan Kecepatan Angin
ࡼ = ࣋ࢇ࢘ ൫࢜ ൯ (15) Untuk mempermudah perhitungan maka luas disubstitusi ke luasan sapuan turbin (daerah 2).
B. Tip Speed Ratio Tip speed ratio adalah perbandingan antara kecepatan ujung bilah dengan kecepatan angin. Kecepatan ujung bilah dicari dengan mengalikan kecepatan angular rotor (rad/s) dengan
ࡼ = ࣋ࢇ࢘ ቀ ࢜ ቁ = ࣋ࢇ࢘ . ࣊. ࡾ ቀ ࢜ ቁ
(16)
(17) ࡼ = ࣋ࢇ࢘ ൫࢜ ൯ = ࣋ࢇ࢘ . ࣊. ࡾ ൫࢜ ൯ Sehingga koefisien turbin angin dapat dicari dengan data kecepatan angin sebelum melewati turbin dan setelah melewati turbin.
8 =
ࡼିࡼ ࡼ
=
ቀ࢜ ି࢜ ቁ൫࣋ࢇ࢘ ࣊ࡾ ൯
(18)
࢜ (࣋ ࣊ࡾ ) ࢇ࢘
Dengan menggunakan persamaan 18, koefisien daya pada tiap titik kecepatan angin dan sudut pitch tertentu dapat diketahui.
Gbr 19. Grafik sudut pitch optimal terhadap koefisien daya
Gbr 18. Grafik Koefisien daya terhadap kecepatan angin untuk tiap sudut pitch Dari data tersebut dapat dicari titik koefisien daya maksimum terhadap kecepatan angin untuk setiap sudut pitch. Tabel berikut menunjukkan koefisien daya maksimum untuk mencari letak kecepatan angin dan sudut pitch optimal.
Melalui pendekatan pertama dapat diketahui bahwa sudut pitch yang menghasilkan koefisien daya yang relatif tinggi pada seluruh rentang kecepatan angin adalah sudut 10, 15, dan 20. Pada kecepatan angin 3 m/s, turbin angin yang memiliki sudut pitch 10, 15, dan 20 memiliki koefisien daya diatas 0.3. Pada pendekatan kedua melalui hubungan antara RPM rotor dengan kecepatan angin dan sudut pitch, dilakukan penyempitan deretan data mulai 5 sampai 30 derajat dan kemudian didekati dengan regresi polinomial orde 3. Dari pendekatan tersebut akan didapatkan nilai-nilai sudut pitch optimal untuk rentang kecepatan 2.8 sampai 7.5 m/s.
TABEL 3. KOEFISIEN DAYA MAKSIMUM PADA SETIAP SUDUT PITCH Sudut 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Cp maksimum 0.523 0.545 0.545 0.510 0.398 0.473 0.435 0.394 0.435 0.435 0.352 0.262 0.308 0.214
Kecepatan angin 4.8 7.5 7.5 7.5 4.1 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5 7.5
Dapat dilihat bahwa turbin angin memiliki koefisien daya yang cukup baik mengingat turbin angin horizontal axis pada umumnya memiliki koefisien daya maksimum antara 0.35 sampai 0.40. D. Sudut Pitch Optimal Sudut pitch optimal untuk turbin angin adalah sudut pitch dimana turbin angin menghasilkan daya maksimum pada kecepatan angin tertentu. Untuk mendapatkan sudut pitch optimal dilakukan dua pendekatan. Pendekatan pertama melalui hubungan antara koefisien daya dengan kecepatan angin dan sudut pitch. Sedangkan pendekatan kedua melalui hubungan antara RPM dengan kecepatan angin dan sudut pitch.
Gbr 20. Grafik sudut pitch optimal terhadap RPM turbin TABEL 4. SUDUT PITCH OPTIMAL Kecepatan Angin (m/s) 2.8
Sudut Pitch Optimal 10.35
RPM Maksimum
3.8
10.37
54.28
4.1
13.10
64.38
4.8
10.15
68.96
6.5
13.16
112.83
7.0
16.19
99.02
7.5
10.87
168.09
39.58
V. KESIMPULAN Telah berhasil dirancang dan dibangun sebuah Prototipe Turbin Angin dengan koefisien daya, Cp maksimum, 0.544 pada sudut pitch 10o dan kecepatan angin 7.5 m/s. Sudut pitch optimal untuk prototipe turbin angin adalah 10o sampai 20o, dengan rincian Cp maksimum 0.545 (kecepatan angin 7.5 m/s pada sudut 10o), 0.545 (kecepatan angin 7.5 m/s pada sudut 15o), dan 0.510 (kecepatan angin 7.5 m/s pada sudut 20o). Sudut pitch yang menghasilkan RPM maksimum untuk kecepatan angin 2.8 m/s sampai 7.5 m/s adalah sebagai berikut, 10.35o pada kecepatan angin 2.8 m/s dengan RPM
9 39.58; 10.37o pada kecepatan angin 3.8 m/s dengan RPM 54.28; 13.10o pada kecepatan angin 4.1 m/s dengan RPM 64.38; 10.15o pada kecepatan angin 4.8 m/s dengan RPM 68.96; 13.16o pada kecepatan angin 6.5 m/s dengan RPM 112.83; 16.19o pada kecepatan angin 7.0 m/s dengan RPM 99.02; dan 10.87o pada kecepatan angin 7.5 m/s dengan RPM 168.09. Beberapa saran untuk kelanjutan penelitian ke depan adalah Membandingkan bilah dengan jenis airfoil lain agar dapat dijadikan perbandingan sudut optimal dan koefisien daya terbesar. Memperhatikan syarat-syarat pengujian turbin angin tanpa mengabaikan aspek mekanika fluida, terutama pada aspek external flow. Melakukan pengujian lapangan untuk prototipe turbin angin. .
UEA. 2008. Learn How Slip Rings Work. UEA-Inc. [Online] 2008. [Cited: March 12, 2011.] http://info.ueainc.com/learn-how-slip-rings-work/. WWEA. 2010. World Wind Energy Report 2010. Bonn : World Wind Energy Association, 2010.
VI. DAFTAR PUSTAKA BUHL, M. 2009. WIND TURBINE AIRFOILS. &ATIO&AL RE&EWABLE E&ERGY LABORATORY. [ONLINE] OCTOBER 15, 2009. [CITED: JANUARY 20, 2011.] HTTP://WIND.NREL.GOV/AIRFOILS/. Burton, Tony, et al. 2001. Wind Energy Handbook. New York : John Wiley & Sons, LTD, 2001. DJLPE. 2005. Blueprint Pengeloaan Energi &asional 2005 2010. Jakarta : Direktorat Energi dan SDM, 2005. EG. 2010. Servo Motors Tutorial. Engineers Garage. [Online] 2010. [Cited: March 10, 2011.] http://www.engineersgarage.com/articles/servomotor. Electricly. 2010. Absolute Optical Encoders. Electricly. [Online] 2010. [Cited: March 12, 2011.] http://electricly.com/absolute-optical-encodersrotary-encoders/. Harika, Adam. 2008. Rancang Bangun Blade Pitch Angle Control System Berbasis Classicfuzzy pada Prototipe Wind Turbine. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2008. Jha, A.R. 2011. Wind Turbine Technology. New York : CRC Press, 2011. Johnson, Gary L. 2006. Wind Energy System. Manhattan : KS, 2006. Meterdigital. 2010. Lutron VT-8204 Vibration Meter. Meter Digital. [Online] 2010. [Cited: May 22, 2011.] http://meterdigital.com/content/lutron-vt-8204vibration-meter-tachometer. Optimal angle of attack for untwisted blade wind turbine. Thumthae, C and Chitsomboon, T. 2009. 34, s.l. : Elsevier, Renewable Energy, 2009. Piggot, Hugh. 2001. Wind Power Workshop. s.l. : Centre for Alternative Technology Publication, 2001. Rand, Joseph. 2010. KidWind Project: Wind Turbine Blade Design. s.l. : National Wind Technology Center, 2010. The starting and low wind speed behaviour of a small horizontal axis wind turbine. Wright, A K and Wood, D H. 2004. 92, s.l. : Elsevier, Renewable Energy, 2004, Elsevier, Renewable Energy, pp. 12651279.
BIODATA PEULIS
Nama TTL Gender Agama Alamat
Telp. HP Email
: Farid Ridha Muttaqin : Gresik, 10 Okt 1989 : Laki-laki : Islam : Baja 12/10 PPI, Kec. Manyar, Gresik : (031) 3950290 : 085730315421 :
[email protected]
Riwayat pendidikan : SD : SD Muhammadiyah 1 Gresik (1995-2001) SMP : SLTPN 1 Gresik (2001-2004) SMU : SMAN 1 Gresik (2004-2007) PT : S1 Teknik Fisika FTI- ITS (2007 sekarang)