PEMILIHAN METODE UJI P TANAH BERDASARKAN HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN PADA ULTISOLS, NANGGUNG
JUANG GEMA KARTIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan Judul Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran Pada Ultisols, Nanggung adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2010 Juang Gema Kartika NRP A351050051
ABTRACT Juang Gema Kartika. Determination of P Soil Extraction Method based on Vegetable Relative Yield in Ultisols, Nanggung. Under direction of ANAS D. SUSILA AND KOMARUDIN IDRIS. Phosphorus (P) content in soil was determined to study the effect of P availability for vegetable production. The research has been conducted in Ultisol in Nanggung District, Bogor, Indonesia from 2006-2007. The research was divided into two phases. First phase was P incubation to build soil P status. Soil was incubating with different rate of P fertilizer, on the soil surface than planted with seven species of vegetables. Vegetables species were Amaranthus sp (amaranth), Ipomoea aquatica (kangkong), Solanum melongena (egg plant), Capsicum annuum (chilli), Lycopersicon esculentum (tomato), Phaseolus vulgaris (green bean), and Vigna unguilata (yard long bean). The treatments were arranged in Randomized Complete Block design with three replications. Treatments were P rate of 0, 45, 90, 135 and 180 kg P2O5 ha-1. The second phase was soil P test correlation. The same rate of P fertilizer were applied in the soil after frst season vegetables were harvested. After 2 week of incubating, Soil samples were collected from the field and soil P content was determined by five soil extraction methods (HCl 25%, Morgan Vanema, Bray-1, Mehlich-1 and Olsen) and correlate the result with vegetable relative yield, to find out the best P extraction method. The result showed that yield per plant for kangkong, chilli and green bean linearly increased along with the increasing of P fertilizer rate. The best soil extraction method for amaranth was Mehlich-1, while Olsen was the best for tomato. Extraction methods did not showed significant correlation with kangkong, egg Plant, chilli, green bean and yard long bean relative yield. However, chilli, and green bean relative yield showed the highest correlation with Mehlich-1, while kangkong and yard long bean relative yield showed the highest correlation with Olsen. Chilli relative yield showed the highest correlation with Morgan Vanema. Key words: phosphorus, vegetable relative yield, extraction methods, correlation
RINGKASAN JUANG GEMA KARTIKA. Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran Pada Ultisols, Nanggung. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA dan KOMARUDIN IDRIS. Ultisol termasuk tanah pertanian utama di Indonesia dengan luas mencapai 30 persen luas total daratan Indonesia. Faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman pada tanah ultisol adalah pH tanah rendah (masam) dan kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi, yang dapat mengikat hara fosfor (P) di dalam tanah. Suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, dimana basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah. Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebahagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi. Kekurangan unsur P menjadi masalah besar bagi pertumbuhan dan produksi tanaman di tanah masam. Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Unsur P juga mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Kekurangan unsur P dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, defisiensi P dapat berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis. Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang membutuhkan nutrisi yang tinggi karena tumbuh dan berproduksi dalam waktu yang singkat (annual). Pemupukan pada komoditi tanaman sayuran perlu dilakukan secara rasional dan berimbang dengan memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Penentuan rekomendasi pemupukan P untuk tanaman sayuran dapat diupayakan melalui uji tanah, karena kegiatan ini mengacu pada kondisi tanah dan kebutuhan hara tanah. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas lahan, pendapatan petani dan menurunkan tingkat pencemaran lingkungan. Uji korelasi merupakan bagian dari proses rekomendasi pemupukan. Korelasi uji tanah adalah proses untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji tanah tertentu. Selama ini peneliti di seluruh dunia telah mengembangkan banyak metode pengekstrak unsur P yang memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25% dan air. Setiap metode memiliki kemampuan mengekstrak P tanah yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan metode pengekstrak hara P yang terbaik untuk komoditi Amaranthus sp (bayam), Ipomoea aquatica (kangkung), Solanum melongena (terong), Capsicum annuum (cabai), Lycopersicon esculentum (tomat), Phaseolus vulgaris (buncis), dan Vigna unguilata (kacang panjang) yang dibudidayakan pada tanah ultisol, di Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Bogor. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mempelajari perbedaan pertumbuhan dan produksi komoditi bayam, kangkung, terong, cabai,
tomat, buncis dan kacang panjang yang ditanam pada tanah ultisol, Nanggung dengan dosis pemupukan yang berbeda. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan status P tanah dengan cara inkubasi beberapa taraf pemupukan P menggunakan pupuk SP-36 yang diatasnya ditanami tujuh komoditi tanaman sayuran, yaitu bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang. Pada tahap ini diamati respon tanaman tersebut terhadap pemupukan P. Tahap kedua adalah aplikasi pupuk P pada lahan yang sama setelah tanaman sayuran dipanen. Setelah inkubasi pupuk P yang kedua selama dua minggu, dilakukan uji P tanah menggunakan lima metode uji P yang hasilnya kemudian dikorelasikan dengan produksi tanaman sayuran yang ditanam diatas lahan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman didapat bahwa produksi per tanaman pada komoditi kangkung, cabai, tomat dan buncis, serta produksi bayam per petak meningkat secara linear dengan penambahan dosis pupuk P yang diberikan. Sedangkan hasil korelasi metode uji P tanah terhadap hasil relatif tanaman sayuran menunjukkan bahwa Metode Mehlich memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi terhadap hasil tanaman bayam, cabai dan buncis, namun secara statistik hanya berkorelasi secara nyata pada hasil tanaman bayam. Metode Olsen memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi pada hasil tanaman tomat, kangkung dan kacang panjang, namun secara statistik hanya berkorelasi secara nyata pada tanaman tomat. Sedangkan pada tanaman cabai, walaupun tidak berkorelasi nyata, namun metode Morgan Vanema menunjukkan nilai koefisien korelasi tertinggi. Kata kunci: fosfor, hasil relatif tanaman sayuran, metode ekstraksi, korelasi
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMILIHAN METODE UJI P TANAH BERDASARKAN HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN PADA ULTISOLS, NANGGUNG
JUANG GEMA KARTIKA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Nama
: Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran pada Ultisols, Nanggung : Juang Gema Kartika
NIM
: A351050051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si Ketua
Dr. Ir. Komarudin Idris, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 4 Desember 2009
Tanggal lulus :
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kemampuan bagi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian tugas akhir di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulisan tesis dengan judul “Pemilihan Metode uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran pada Ultisols, Nanggung” ini dilakukan untuk mendapatkan metode uji P tanah yang spesifik lokasi, jenis tanah dan jenis tanaman. Sampai saat ini, aplikasi pupuk yang dilakukan petani tidak didasari pada potensi atau status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk membangun rekomendasi pemupukan, khususnya untuk kebutuhan fosfor (P) tanaman yaitu dengan mencari metode uji P tanah terbaik yang berkorelasi tinggi dengan produksi tanaman yang ditanam diatasnya. Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi, jenis tanah dan jenis tanaman memberikan nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk berproduksi optimal tanpa mencemari tanah dan lingkungan, Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Anas D. Susila dan Dr. Komarudin Idris selaku komisi pembimbing atas saran, arahan dan dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian dan melakukan penelitian dengan lancar. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada USAID yang memberikan dana penelitian melalui project SANREM CRSP. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura, Prof. Bambang S. Purwoko (2005-2009) dan Dr. Agus Purwito (2009-2013) atas dukungan dan izin yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke program master. Terakhir, penulis sampaikan terima kasih tak terhingga pada keluarga dan sahabat yang telah memberi support dan do’a tanpa henti. Penulis mengharapkan, hasil penelitian ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi semua pembaca. Bogor, Maret 2010 Juang Gema Kartika
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 01 Juli 1981 sebagai anak pertama dari pasangan Gempito Wiweko dan Maulis Taroh.
Pendidikan Sarjana ditempuh
penulis di Program Studi Hortikultura, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menempuh program sarjana sejak
tahun 1999 hingga 2004. Pada tahun 2004, penulis mendapatkan beasiswa dari BPPS untuk melanjutkan studi di program Studi Agronomi, Sekolah pascasarjana IPB. Pada tahun 2007, penulis berkesempatan untuk mengikuti pelatihan selama tiga bulan di North Carolina Agricultural and Technical State University, USA melalui program beasiswa unggulan, Direktorat Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2005. Penulis tergabung dalam bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selain itu, penulis juga menjadi anggota Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Fokus penelitian penelitian yang penulis tekuni selama bekerja adalah teknik budidaya dan produksi tanaman sayuran.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MSi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. 1 Tujuan ............................................................................................... 3 Hipotesis ........................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanah Masam dan Kendalanya .......................................................... Peranan Fosfor untuk Pertumbuhan Tanaman ................................... Pemupukan ......................................................................................... Uji Korelasi untuk Pemupukan Fosfor .............................................. Tanaman Sayuran ..............................................................................
4 5 6 7 9
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ............................................................................ Bahan dan Alat..................................................................................... Metode .............................................................................................. Pelaksanaan ....................................................................................... Pengamatan .......................................................................................
19 19 19 21 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah ................................................................................... 24 Optimasi Pemupukan P terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis, dan Kacang Panjang ................................................................................. 25 Korelasi Indeks P Tanah berdasarkan Lima Metode Ekstraksi terhadap Hasil Relatif Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis, dan Kacang Panjang ................................................... 29 KESIMPULAN ............................................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 45 LAMPIRAN ................................................................................................. 50
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Hasil Analisis Tanah Awal ....................................................................... 24 2. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Kangkung (cm) ....................................................................................... 25 3. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Terong, Cabai, Tomat (cm) ...................................................................... 26 4. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Buncis dan Kacang Panjang (cm) ............................................................ 27 5. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman Sayuran per Petak ................................................................................... 28 6. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman Sayuran per Tanaman Contoh ................................................................. 28 7. Nilai Rata-rata P2O5 Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi P ................ 30 8. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Bayam ..................................................... 30 9. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kangkung ................................................ 33 10. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Terong .................................................... 33 11. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Cabai ....................................................... 36 12. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Tomat ...................................................... 36 13. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Buncis ..................................................... 39 14. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kacang Panjang ....................................... 39 15. Ion-ion Penting Pembebas P dari Lima Metode Pengekstrak ................... 41 16. Perbandingan Teknik Pekerjaan dan Biaya Bahan antara Lima Metode Pengekstrak ............................................................................................. 42
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman
Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman bayam ................................................... 31
2.
Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman kangkung ............................................... 32
3.
Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman terong .................................................... 34
4.
Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman cabai ..................................................... 35
5.
Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman tomat ...................................................... 37
6.
Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman buncis ................................................... 38
7.
Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relative tanaman kacang panjang ..................................... 40
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kriteria penilaian sifat2 kimia tanah menurut pusat penelitian tanah .......... 51 2. Diagram alir tahapan Penelitian Korelasi unsur P ..................................... 52 3. Metode ekstraksi dengan pengekstrak HCl 25% ....................................... 53 4. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Morgan-Wolf
............................... 55
5. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Bray-1 ............................................ 57 6. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Mehlich-1 ....................................... 59 7. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Olsen
............................................ 61
8. Pertumbuhan tanaman terong (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan aplikasi pupuk P 90 kg P2O5.ha-1 .............................................................. 63 9. Pertumbuhan tanaman Cabai (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan aplikasi pupuk P 180 kg P2O5.ha-1 ............................................................ 63 10. Pertumbuhan Tanaman Kacang Panjang (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan aplikasi pupuk P 90 kg P2O5.ha-1 .................................................. 64
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah di kawasan tropika basah pada umumnya memperoleh energi matahari dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun.
Kondisi tersebut
menyebabkan tanah mempunyai tingkat erosi serta pencucian yang tinggi. Temperatur dan kelembaban udara yang juga tinggi mengakibatkan dekomposisi bahan organik dan pelepasan hara berlangsung cepat. Ultisol termasuk tanah pertanian utama di Indonesia dengan luas 48,3 juta hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia (Subagyo, 2004). Faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman pada tanah ultisol adalah pH tanah rendah (masam) dan kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi, yang dapat mengikat hara fosfor (P) di dalam tanah (Hakim et al., 1986). Suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, dimana basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah (Soepardi, 1983). Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebahagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi. Unsur P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar (Soepardi, 1983). Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai intermedier, penyimpan dan penyedia energi reaksireaksi khusus seperti pada respirasi dan fermentasi (Soepardi, 1983; Havlin, 1999). Unsur P juga mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Kekurangan unsur P dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, defisiensi P dapat berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis. Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara dengan input eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan hara sesuai kebutuhan tanaman yang tidak dapat dipasok oleh tanah. Rochayati et al. (1999) menyatakan bahwa dosis pupuk anjuran untuk suatu tanaman sebagian besar masih bersifat umum, padahal kebutuhan pupuk berbeda untuk setiap jenis tanaman, tanah, dan lokasi maupun teknik budidaya yang digunakan.
Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang membutuhkan nutrisi yang tinggi karena tumbuh dan berproduksi dalam waktu yang singkat (annual). Pemupukan pada komoditi tanaman sayuran perlu dilakukan secara rasional dan berimbang dengan memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan tanaman terhadap hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Penentuan rekomendasi pemupukan P pada tanaman sayuran dapat diupayakan melalui uji tanah, karena kegiatan ini mengacu pada kondisi tanah dan kebutuhan hara tanah. Cara ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas lahan, pendapatan petani dan menurunkan tingkat pencemaran lingkungan. Uji korelasi merupakan bagian dari proses rekomendasi pemupukan. Korelasi uji tanah adalah proses untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji tanah tertentu (Corey, 1987).
Selama ini peneliti di seluruh dunia telah
mengembangkan banyak metode pengekstrak unsur P yang memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25% dan air. Setiap metode memiliki kemampuan mengekstrak P tanah yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah membangun status P tanah dengan cara inkubasi beberapa taraf pemupukan P menggunakan pupuk SP-36 yang diatasnya ditanami tujuh spesies tanaman sayuran, yaitu Amaranthus sp (bayam), Ipomoea aquatica (kangkung), Solanum melongena (terong), Capsicum annuum (cabai), Lycopersicon esculentum (tomat), Phaseolus vulgaris (buncis), dan Vigna unguilata (kacang panjang). Pada tahap ini diamati respon tanaman tersebut terhadap pemupukan P. Tahap kedua adalah aplikasi pupuk P pada lahan yang sama setelah tanaman sayuran dipanen. Setelah inkubasi
pupuk P yang kedua selama dua minggu, dilakukan uji P tanah
menggunakan lima metode uji P yang hasilnya akan dikorelasikan dengan produksi tanaman sayuran yang ditanam diatas lahan tersebut.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan metode pengekstrak hara P yang terbaik untuk komoditi bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang yang dibudidayakan pada tanah ultisol, Nanggung 2. Mempelajari perbedaan pertumbuhan dan produksi komoditi bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang yang ditanam pada tanah ultisol, Nanggung dengan dosis pemupukan yang berbeda Hipotesis 1. Terdapat metode pengekstrak hara P tanah yang menunjukkan korelasi tertinggi dengan produksi tanaman sayuran yang ditanam di tanah ultisol, Nanggung 2. Terdapat dosis pemupukan P yang terbaik bagi produksi tanaman sayuran yang ditanam pada tanah ultisol, Nanggung
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Masam dan Kendalanya Indonesia memiliki 3 jenis tanah penting yang bermasalah.
Salah satu
diantaranya yang mempunyai agihan luas, adalah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) kurang lebih 48,3 juta hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia. Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi. Tanah ultisol termasuk dalam kategori tanah masam. Menurut Soepardi (1983), suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, pada keadaan yang demikian, basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah. Hakim et al, (1986), mengemukakan bahwa kendala umum yang dihadapi pada tanah mineral masam adalah pH tanah rendah, unsur N dan P kurang tersedia, kekurangan unsur Ca, Mg, K, Mo, dan kandungan Mn dan Fe berlebih, serta kelarutan Aluminium yang tinggi, sehingga merupakan faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman. Kemasaman tanah membatasi produktivitas tanaman dibanyak tempat di dunia. Faktor kemasaman tanah yang paling penting kontribusinya terhadap potensial hasil yang rendah adalah defisiensi kalsium (Ca) dan keracunan Aluminium (Al). Walaupun demikian keracunan Al dianggap lebih menonjol. Tingginya Al pada subsoil masam menyebabkan buruknya perkembangan akar, hal ini menyebabkan sistem perakaran terbatas pada lapisan tanah atas yang dangkal, sehingga akar tidak dapat memanfaatkan air dan unsur hara yang tersimpan pada subsoil. Akibatnya tanaman mudah mengalami cekaman air, pertumbuhannya terhambat dan biomas serta hasil yang diperoleh rendah Nanggung merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Bogor, Jawa Barat, memiliki ketinggian beragam 200-1800 m dpl.
Luas area kecamatan
Nanggung sebesar 10 999,1 hektar, seluas 7 022,6 hektar dari total luas area digunakan sebagai lahan pertanian (Budidarsono, 2006).
PH tanah kecamatan
Nanggung umumnya masam, sekitar 5-6. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah dapat dilihat pada Lampiran1.
Pengelolaan tanah masam dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya menggunakan varietas toleran dalam budidaya dan produksi tanaman, pemberian kapur (CaCO3 atau MgCO3) yang dapat meningkatkan pH tanah dan kelarutan hara di dalam tanah, penambahan bahan organik, menggunakan metode pemberian pupuk kimia tambahan dengan cara di larik, bukan disebar dan menggunakan pupuk slow release.
Peranan Fosfor untuk Pertumbuhan Tanaman Diantara masalah kesuburan tanah, ketersediaan nitrogen (N), fosfat (P) dan kalium (K) dalam tanah sering menjadi faktor pembatas utama dalam upaya memperoleh hasil pertanian yang optimal (Havlin et al., 1999). Fosfat (P) merupakan hara makro yang dibutuhkan oleh setiap tanaman, walaupun dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan unsur N dan K. Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer, H2PO4 , HPO4 , pirofosfat, metafosfat dan dalam bentuk fosfat organik (asam nukleat dan phytin). Sumber unsur P berasal dari
Bahan organik, sisa hewan dan tanaman serta
penambahan karena pemupukan (Nyakpa, et al., 1988). P merupakan unsur yang immobile dan pada tanah masam, sebagian besar P berada pada bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman sehingga P merupakan unsur pembatas pada tanah masam. Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai intermedier, menyimpan dan penyedia energi reaksi-reaksi khusus seperti pada respirasi dan fermentasi (Soepardi, 1983). Unsur P meningkatkan perkembangan akar, diperlukan untuk pembentukan primordia bunga dan organ tanaman untuk reproduksi serta mempercepat masaknya buah biji tanaman (Nyakpa, et al., 1988; Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur P juga mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Penambahan P ke dalam tanah dapat meningkatkan hasil tanaman maupun bahan keringnya. P juga akan menghambat pengaruh nitrogen yang merangsang infeksi cendawan.
Makin banyak pupuk P yang diberikan, maka makin banyak P yang tersedia di dalam tanah.
Hal ini mungkin disebabkan karena pupuk P merangsang
pertumbuhan akar dan pertumbuhan akar akan merangsang penyerapan P tanah yang lebih besar lagi, selain itu pupuk P merangsang kegiatan mikroba pelapuk bahan organik tanah sehingga P organik menjadi tersedia (mineralisasi BO), nisbah Pucuk-akar meningkat oleh pupuk P, karena hanya pucuk yang dianalisa sehingga terkesan penyerapan P meningkat. Fosfor merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya (Havlin et al., 1999). Defisiensi fosfor berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis. Pemupukan Keberhasilan pencapaian sasaran produksi komoditas pertanian tidak terlepas dari penggunaan sarana produksi khususnya pupuk secara tepat baik dosis/jumlah, waktu, jenis dan mutunya (Keputusan Menteri Pertanian, 2003). Kesuburan tanah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menghasilkan kualitas produksi tanaman yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan. Membangun kesuburan tanah yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi sifat fisik, kimia biologi tanah. Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan yang ditambahkan dan dapat meningkatkan kesuburan media tanam dengan menambah satu atau lebih hara esensial (Foth, 1990). Sedangkan pemupukan merupakan penambahan unsur hara dengan input eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan hara sesuai kebutuhan tanaman yang tidak dapat dipasok oleh tanah (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988). Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, minimal tanaman memerlukan 16 unsur makro dan mikro. Diantara unsurunsur yang diperlukan oleh tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) yang termasuk unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar (Havlin, 1999). Keberadaan unsur-unsur tersebut tidak dapat
tergantikan dengan unsur yang lain. Unsur hara tersebut berfungsi secara langsung bagi metabolisme tanaman. Penambahan unsur hara ke dalam tanah melalui pupuk akan meningkatkan kemampuan tanaman menyerap unsur hara sehingga pertumbuhan dan produksinya akan meningkat (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988). Namun, aplikasi pupuk secara tidak bijaksana dan dengan takaran berlebihan juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap neraca hara, sifat fisik dan biologis tanah yang dapat mengganggu keberlanjutan produksi tanaman. Pemupukan berimbang perlu dilakukan agar tanah tidak kekurangan unsur hara tertentu akibat penyerapan oleh tanaman, tetapi juga tidak boleh diberikan secara berlebihan karena dapat menekan ketersediaan unsur lain di dalam tanah. Teknologi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan jenis tanaman merupakan teknologi pemupukan yang dianggap paling tepat dan efisien, namun masih belum banyak dilakukan oleh petani karena masih kurangnya informasi mengenai hal tersebut. Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila memperhatikan status dan dinamika hara di dalam tanah serta kebutuhan tanaman akan hara tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi yang optimum (Samijan et al., 2002). Pendekatan ini menguntungkan bila rekomendasi pemupukan dilandasi oleh hasil penelitian dinamika unsur hara dalam tana dan kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Beberapa metode yang digunakan dalam penyusunan rekomendasi pemupukan pada prinsipnya bertitik tolak kepada model uji tanah dan uji tanaman. Uji atau analisis tanah digunakan untuk mengetahui unsur mana dan dalam jumlah berapa yang dapat disuplai oleh tanah. Analisis tanah dapat dijadikan dasar untuk menentukan jumlah pupuk yang harus ditambahkan ke dalam tanah. Sampel tanah harus dianalisis di laboratorium yang kompeten, sebab laboratorium yang berbeda menggunakan metodologi yang berbeda pula. Rekomendasi pemupukan dapat di bangun berdasarkan Uji kalibrasi untuk jenis tanah, tanaman dan sistem produksi tertentu.
Uji Korelasi untuk Pemupukan Fosfor Agar petani dapat melakukan pemupukan berimbang yang dapat menghasilkan produksi optimum tanpa mencemari lingkungan, maka perlu dilakukan penyusunan rekomendasi pemupukan. Ada enam kriteria yang harus diketahui dalam pembuatan rekomendasi pemupukan menurut Melsted dan Peck (1973) yaitu: (1) status hara tanah, (2) tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam dan luasan yang akan digunakan, (4) kebutuhan maksimum tanaman untuk pertumbuhannya, (5) peningkatan laju pertumbuhan tanaman dengan pemberian pupuk, (6) metode pemupukan. Uji tanah dilakukan untuk menyusun rekomendasi pemupukan. Uji tanah bertujuan untuk: (1) menetapkan dengan teliti status ketersediaan hara dalam tanah, (2) menunjukkan dengan jelas adanya defisiensi atau keracunan untuk berbagai tanaman; (3) membentuk suatu dasar penyusunan rekomendasi pemupukan; dan (4) menyajikan hasil uji tanah dalam bentuk yang memungkinkan suatu evaluasi ekonomi dari rekomendasi yang dianjurkan (Melsted dan Peck, 1973). Secara umum uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, tepat dan dapat diulang (reproduciable), serta untuk menduga ketersediaan hara tertentu di dalam tanah (Sutriadi et al., 2004). Pada dasarnya kegiatan uji tanah meliputi: (1) pengambilan contoh tanah yang benar dan dapat mewakili lokasi yang diminta rekomendasinya; (2) analisis kimia tanah di laboratorium yang tepat dan teruji; (3) interpreta data hasil analisis; (4) rekomendasi pemupukan (Melsted dan Peck, 1973). Nilai uji tanah tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah. Uji korelasi merupakan bagian dari proses untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan yang spesifik lokasi, teknologi budidaya dan jenis tanamannya. Uji korelasi adalah
proses untuk menentukan apakah terdapat
hubungan antara
serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji tanah tertentu (Corey, 1987). Hubungan ini dapat ditentukan baik dengan cara matematis, maupun grafikal. Uji korelasi dilakukan untuk mendapatkan metode ekstraksi terbaik untuk suatu tanaman pada suatu tanah di lokasi yang spesifik, untuk unsur hara tertentu. Hasil dari uji korelasi kemudian akan digunakan pada uji kalibrasi.
Terdapat berbagai metode ekstraksi unsur hara dari tanah. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25%, dan air. Masing-masing metode tersebut memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif. Tanaman Sayuran Tanaman sayuran diproduksi di daerah dengan ketinggian yang beragam dari permukaan laut di daerah pantai sampai 1500 m dpl di daerah pegunungan. Berbagai jenis tanaman sayuran tropis, seperti cabai, bayam, ketimun, terong, kangkung, bawang merah dan kacang panjang mendominasi di dataran rendah. Sedangkan di daerah dataran tinggi tanaman sayuran yang cocok di iklim sedang dihasilkan, diantaranya adalah kentang, kubis, wortel dan bawang putih. Berdasarkan pembagian daerah tanaman sayuran pada ketinggian tempat. Buurma dan Basuki (1990) membedakan tiga daerah produksi sayuran, yaitu: dataran rendah, di bawah 200 m dpl; dataran sedang, 200-700 m dpl; dan dataran tinggi, lebih dari 700 m dpl. Tanaman sayuran umumya tumbuh dan berproduksi dengan cepat. Sebagian besar jenis tanaman sayuran mengakhiri siklus hidupnya setelah berproduksi (annual). Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman sayuran, petani sangat tergantung pada pemakaian pupuk kimia, karena produktivitas tanah yang semakin menurun. Bercocok tanam tanpa menggunakan pupuk hampir dapat dipastikan mendapatkan hasil yang tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury (1997) yaitu, selain cahaya, faktor lingkungan lain yang sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketersediaan unsur hara. Bayam Bayam (Amaranthus spp.) termasuk dalam famili Amaranthaceae yang tumbuh tegak, annual dengan akar tunggang yang menyebar. Bayam termasuk tanaman sayuran penting di Indonesia dan Malaysia. Bayam kaya akan beta karoten (pro vitamin A), serat dan asam folat. Kandungan vitamin dan mineral pada bayam
dalam 100 gram bahan yang dapat dimakan terdiri dari beta karoten 4-8 mg, vitamin C 60-120 mg, Fe 4-9 mg, Ca 300-450 mg (Grubben, 1994). Bayam termasuk tanaman C4 yang berarti laju fotosintesisnya optimum pada suhu dan radiasi sinar matahari yang tinggi. Naungan berpengaruh kurang baik bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan bayam baik pada suhu diatas 25 0C dan suhu malam diatas 15 0C. Pertumbuhan bayam relatif cepat sehingga konsumsi airnya tinggi. Bayam menyukai tanah yang subur, berdrainase baik dan strukturnya remah. Bayam termasuk tanaman yang kuat berkompetisi dengan gulma pada pertanaman (Grubben, 1994). Produksi benih bayam yang bermutu dapat berhasil baik jika ditunjang dengan teknik budidaya yang tepat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memproduksi bayam adalah pengaturan jarak tanam, pengolahan tanah, pemupukan, pemeliharaan dan pemanenan yang tepat. Pemupukan bayam biasanya dilakukan pada awal penanaman. Aplikasi pemupukan bayam sangat bervariasi, bergantung pada sumber pustaka yang merekomendasikannya. Grubben (1994) menyatakan dalam satu hektar penanaman bayam yang menghasilkan sekitar 25 ton panenan bayam, 125 kg N, 25 kg P, 250 kg K, 75 kg Ca dan 40 kg Mg diserap dari tanah. Penyerapan N dan K yang lebih tinggi juga masih mungkin terjadi karena penyerapan berlebih “luxurious consumption” oleh tanaman bila ketersediaan unsur tersebut di dalam tanah tinggi. Masih menurut Grubben (1994), rekomendasi pemupukan untuk tanah miskin hara,untuk penanaman bayam adalah 400 kg NPK (10-10-20) dan tambahan 25 ton pupuk organik. Sedangkan bardasarkan rekomendasi BPTP Sumbar, pemupukan bayam terdiri dari pupuk Urea 250 kg, KCl 175 kg, SS 100 kg/ha. Seperdua Urea dan KCl diberikan saat tanam dan sisanya umur 10 hst. Pupuk diaduk rata dengan benih dan ditaburkan ditas bedengan yang telah disiapkan. Rahayu (2007) mengaplikasikan pupuk kotoran kuda 10 ton/ha, N 135 kg/ha, P2O5 135 kg/ha da K2O 120 kg/ha untuk budidaya bayam sebagai tanaman penghasil benih pada tanah andosol. Budidaya bayam menggunakan teknik hidroponik yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan bahwa penggunaan pupuk majemuk dengan kombinasi Saprodap 16-20-0 dan Hyponex 20-20-20 dengan kandungan yang disetarakan dengan larutan hara AB
mix (180 mg/L N) menghasilkan produksi bayam yang sama dengan penggunaan pupuk AB mix (pupuk standar untuk teknik budidaya tanaman secara hidroponik. Bayam umumnya mulai dapat dipanen pada umur 3-4 minggu setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman. Ratarata produksi mencapai 1-2 kg/m2 atau setara dengan 10-20 ton/ha (Grubben, 1994). Kangkung Kangkung (Ipomoea aquatica Forsskal) termasuk famili Convolvulaceae yang tumbuh menetap, menjalar atau membelit dan dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Kangkung memiliki bermacam-maam nama lokal, diantaranya kangkung (Indonesia), kango (Papua New Guniea), phakbung (Thailand) (Westphal, 1994). Kangkung termasuk tanaman sayuran daun yang populer di Indonesia. Kandungan zat gizi, mineral dan vitamin tiap 100 gram tanaman kangkung diantaranya protein 3 g, lemak 0.3 g, karbohidrat 5 g, serat 1 g, abu 1.6 g, Ca 81 mg, Mg 52 mg, Fe 3.3 mg, mineral 90.2 g, provitamin A 4 000-10 000IU, vitamin C 30-130 mg, energi 134 Kj/100g (Westphal, 1994). Kangkung terbagi atas dua jenis yaitu kangkung darat (Ipomoea reftans Poirs.) dan kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.). Kangkung darat mempunyai daun-daun yang panjang dengan ujung daun yang meruncing, berwarna hijau keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Sedangkan kangkung air, mempunyai daun yang panjang dengan ujung daunnya agak tumpul, berwarna hijau kelam dan bunganya berwarna keungu-unguan. Kangkung darat ditanam di tanah yang agak kering sedangkan kangkung air ditanam di kolam atau di rawa-rawa (Sastrahidayat dan Soemarno, 1991). Kangkung termasuk tanaman yang sanggup melakukan adaptasi yang baik pada kondisi lingkungan dengan kisaran yang luas. Kangkung dapat hidup dengan baik dari ketinggian tempat di dataran medium 800 m di atas permukaan laut (dpl) hingga ke daerah tepi pantai. Kondisi tanah yang lebih cocok adalah tanah yang sangat lembab dan sedikit berlempung (Laksanawati dan Dibiyantoro, 1996). Dosis pemupukan kangkung berdasarkan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi dari BPTP DKI Jakarta (2007) adalah: Pupuk kandang yang telah siap pakai sebanyak 10 ton/ha, maka 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha. Pemupukan susulan
diberikan pada umur 4-5 HST dan 7-10 hari kemudian yaitu pupuk urea sebanyak 100 kg/ha. Sebanyak 1 sendok makan urea (20 g) dilarutkan dalam 10 l air dan disiramkan pada bedengan sepanjang 2 m.
Westphal (1994) menyatakan, di
Indonesia petani umumnya mengaplikasikan 300 kg/ha pupuk urea untuk penanaman kangkung. Selain itu, pupuk organik dari ayam maupun bebek juga dapat diaplikasikan. Masriah (2006) dalam penelitiannya mengenai budidaya kangkung menggunakan sistem hidroponik menyimpulkan bahwa pupuk majemuk dapat digunakan sebagai pengganti larutan hidroponik standar pada budidaya kangkung darat secara hidroponik. Tanaman dengan menggunakan larutan hara B yang berasal dari pupuk majemuk memiliki pertumbuhan tanaman lebih cepat dan nilai peubah panen lebih besar dibandingkan tanaman dengan menggunakan larutan hara A yang berasal dari pupuk hidroponik standar. larutan hara standar yang digunakan : 180 mg/l N, 297 mg/l K dan 84 mg/l P. pupuk majemuk yang digunakan adalah NPK 20-20-20 dan NPK 16-20-0 yang jumlahnya telah disesuaikan dengan konsentrasi larutan hara standar AB mix. Kangkung dapat dipanen pada umur 20-50 hari setelah tanam. Ciri tanaman kangkung siap panen adalah pertumbuan tunasnya telah memanjang sekitar 20-25 cm dan ukuran daun-daunnya sukup besar/normal. Produktivitas kangkung dapat mencapai 7-30 ton/ha (Westphal, 1994). Terong Terong, yang memiliki nama latin Solanum melongena L. (eggplant, Aubergin) merupakan tanaman asli daerah tropis. Tanaman ini diduga berasal dari benua Asia, terutama India dan Birma. Sumber genetik terong ditemukan di Africa antara lain Solanum macrocarpon (Sutarno et al., 1994). Tanaman terong sudah lama dikenal di Indonesia dan di berbagai daerah terdapat nama lokal terong seperti terong (Sunda), treung (Aceh), trong (Gayo), reteng (Batak), toru (Nias), encong (Jawa) (Sutarno et al., 1994). Sentra penyebaran produksi terong di Indonesia antara lain: Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Luas areal panen terong menurun pada tahun 2001 menjadi sebesar 35 860 hektar dan terus meningkat sampai dengan tahun 2005 dengan luas areal panen sebesar 45 340 hektar (Deptan, 2007b).
Tanaman terong berproduksi baik pada suhu udara antara 22-30 0C. Cuaca panas dan iklim kering bukan halangan pertumbuhan sehingga tanaman ini cocok pada musim kemarau. Supaya berproduksi optimal, penyinaran harus langsung tanpa naungan. Tanaman terong berproduksi baik di dataran rendah sampai dataran tinggi. Ketinggian tempat optimal ± 1 000 m dpl. (Sutarno et al., 1994). Rekomendasi pemupukan berdasarkan Sutarno et al.(1994), adalah memberikan 0.5 kg pupuk organik, 10 g TSP dan masing-masing 5 gram KCl dan Urea setiap lubang tanam. Warintek (2007b), pada tanah yang bereaksi masam (pH kurang dari 5), perlu dilakukan pengapuran. Bahan kapur pertanian seperti dolomit, kalsit. Pada saat pembuatan bedengan sebarkan pupuk kandang sebanyak 15-20 ton/ha. Pada saat tanam berikan 150 kg Urea, 300 kg TSP dan 150 kg KCl per hektar untuk kultivar lokal atau 300 kg ZA, 220-250 kg TSP dan 200 kg KCl per hektar untuk kultivar hibrida. Berdasarkan rekomendasi BPTP Sumbar (2005b), dosis pupuk untuk terong adalah: 75 kg Urea/ha, 150 kg ZA, 200 kg TSP, 150 kg KCl, dan pupuk kandang sapi 5 t/ha. Panen pertama dapat dilakukan pada umur 60-90 hari setelah tanam (Sutarno et al., 1994). Buah siap panen setelah berukuran dua per tiga dari ukuran maksimum dan masih muda. Pemamenan dapat dilakukan 1-2 kali seminggu. Buah panen dipetik bersama dengan tangkainya dengan tangan, pisau/gunting tajam. Pada pertanaman yang dipelihara dengan baik, akan dihasilkan buah muda sebanyak 25-50 ton/ha, namun di Indonesia hasil panen berkisar 5.2 ton/ha. Produksi dipengaruhi oleh kultur teknik dan varitas (Sutarno et al., 1994). Cabai Cabai merah besar (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman perdu dari famili Solanaceae. Cabai sangat populer di dunia digunakan sebagai bumbu. Buahnya dikonsumsi segar, dikeringkan atau diproses sebagai sayuran atau bumbu. Buah cabai yang sudah masak mengandung pigmen karotenoid dan xantofil dalam jumlah besar. Dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan terkandung 86 g air, 1.2 g protein, 14.4 mg Ca, 700-21 600 IU vitamin A, 242 mg vitamin C, dengan total energi sebesar 257 kJ (Poulos, 1994). Habitus cabai berbentuk semak dengan tinggi sekitar 0.5-1.5 m, tegak, memiliki akar tunjang yang kuat dan akar lateral yang banyak (Poulos, 1994).
Menurut Smith dan Heiser (1951) sifat tandan merupakan sifat tegas yang menentukan perbedaan antara C. annuum dan C. frutescens. Pickersgill (1989) menyatakan secara tegas perbedaan kedua Capsicum tersebut, yaitu C. annuum mempunyai mahkota bunga berwarna putih bersih, sedangkan C. frutescens mahkota bunganya berwarna putih kehijauan. Tanaman cabai menyukai daerah yang hangat, dengan pH optimal berkisar antara 5.5-6.8. Daya adapatasi tanaman cabai terhadap ketinggian tempat cukup luas. Curah hujan optimum berkisar 600-1250 mm. Suhu malam yang mencapai 30 0C dapat menyebabkan bunga cabai gagal berkembang. Viabilitas polen menurun pada suhu diatas 30 0C atau di bawah 15 0C (Poulos, 1994). Pemupukan cabai bervariasi bergantung pada jenis tanah, kesuburan maupun teknik budidaya yang dilakukan. Poulos (1994) menyatakan bahwa rekomendasi pemupukan yang layak untuk budidaya cabai merah adalah 10-20 ton/ha pupuk kandang, 130 kg/ha N, 80 kg/ha P, 110 kg/ha K, dan Boron 10 kg/ha. Koryati (2004) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemupukan urea berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman cabai merah dan produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan pemupukan urea dengan dosis 135 g/plot atau 450 kg/Ha. Panen Cabai dataran rendah lebih cepat dipanen dibanding cabai dataran tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 75-85 hari. Di dataran tinggi, panen baru dapat dimulai pada umur 4-5 bulan. Umur panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan serta kesehatan tanaman. Cabai yang sudah berwama merah sebagaian berarti sudah dapat dipanen. Ada juga petani yang sengaja memanen cabainya pada saat masih muda (berwarna hijau). Kriteria panennya saat ukuran cabai sudah besar, tetapi masih berwama hijau penuh. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya yang bertujuan agar cabai dapat disimpan lebih lama.
Produktivitas cabai
bervariasi antara 1.5-18 ton per hektar (Poulos, 1994). Tomat Lycopersicon esculentum Miller atau yang biasa kita sebut tomat merupakan salah satu komoditas tanaman sayuran yang penting. Tomat dapat dikonsumsi segar dalam bentuk salad, saus maupun sebagai bahan dalam masakan seperti sup,
daging, dan lain-lain. Nilai penting tomat lebih tinggi dalam bentuk olahan seperti saus, pure, jus maupun tomat kalengan (Opena dan Van Der Vossen, 1994). Tanaman tomat termasuk perdu semusim, berbatang lemah dan basah. Daunnya berbentuk segitiga. Bunganya berwarna kuning. Buahnya buah buni, hijau waktu muda dan kuning atau merah waktu tua. Berbiji banyak, berbentuk bulat pipih, putih atau krem, kulit biji berbulu (Opena dan Van Der Vossen, 1994). Tomat menyukai daerah yang sejuk dan kering. Temperatur optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 21o – 24oC. Tomat dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Kemasaman tanah (pH tanah) yang dikehendaki adalah 6.0-6.5. Selama pertumbuhannya tomat harus mendapatkan sinar matahari yang cukup, intensitas cahaya di bawah 100 ft-candle dapat menyebabkan pertumbuhan dan waktu berbunga tanaman terlambat. Tanaman tomat memerlukan air dalam jumlah banyak dan teratur untuk pertumbuhan dan perkembangan tomat dari saat tanam sampai tanaman dapat dipanen, namun tidak menggenangi daerah sekitar akar (Opena dan Van Der Vossen, 1994). Kebutuhan benih tergantung pada varietas dan jarak tanam, namun berkisar antara 150-300 gram/ha. Jarak antar tanaman sekitar 50-60 cm. Kebutuhan benih untuk satu hektar lahan 500-1000 g. Buah pertama dapat dipanen setelah umur 3 bulan.
Potensi hasil dapat mencapai 8-12 ton/ha (Opena dan Van Der Vossen,
1994). Dosis pupuk yang diberikan untuk budidaya tomat adalah pupuk dasar diberikan saat tanam terdiri dari 100 kg TSP, 50 KCL dan pupuk kandang 15 ton/ha. Pupuk susulan I diberikan 14 HST : 75 kg urea sedangkan pupuk susulan II diberikan 35 HST : 75 kg urea. Rekomendasi pemupukan dari BIP Irian Jaya (1993) sebesar 20 ton/ha pupuk kandang, urea 150 kg, TSP 100 kg dan KCL 50 kg. Pemupukan TSP dan KCL diberikan pada saat tanam dan urea diberikan 14 hari setelah tanam sebanyak 75 kg dan sisanya 35 hari setelah tanam. Opena dan Van Der Vossen (1994), menyatakan tanaman tomat membutuhkan 60 kg/ha N, 80 kg/ha P2O5, 60 kg/ha K2O dan 10 kg/ha borax pada saat tanam, kemudiaan pupuk tambahan diberikan pada umur 3-5 MST dengan dosis 60 kg/ha N dan 60 kg/ha K2O.
Buah tomat biasanya dipanen pada fase kemasakan masak hijau. Produktivitas tomat di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) berkisar antara 8-12 ton/ha (Opena dan Van Der Vossen, 1994). Buncis Tanaman buncis memiliki nama latin Phaseolus vulgaris yang termasuk dalam famili Fabaceae. Buncis merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting. Kandungan gizi per 100 gram bahan dapat dimakan terdiri dari air 91 gram, protein 1.8 gram, lemak 0.2 gram, karbohidrat 6.6 gram, serat 1 gram, abu 0.6 gram. Jumlah energi per 100 gram bahan sebesar 126 kJ/100 gram (Smartt, 1992). Akar lateral, adventif dan akar tunjang tanaman buncis berkembang dengan baik. Panjang polong buncis mencapai 20 cm. Polong muda berdaging, berwarna hijau atau kekuningan sampai ungu (Smarrt, 1992). Buncis termasuk tanaman berhari pendek. Suhu diatas atau dibawah suhu optimum dapat menyebabkan penurunan hasil. Kekeringan maupun genangan air sangat menghambat pertumbuhan buncis (Smarrt, 1992). Aplikasi pemupukan pada tanaman buncis memberikan hasil yang baik. Herawati (2009) melaporkan bahwa aplikasi pupuk kandang 7,5 ton/ha meningkatkan bobot kering tajuk, jumlah polong total, diameter polong, panjang polong dan bobot polong sedangkan pemberian pupuk NPK pada dosis 200 kg/ha meningkatkan tingkat kehijauan daun, bobot kering tajuk, jumlah polong total, panjang polong, dan bobot polong buncis yang ditanam disela tegakan kopi muda. Ermayanti (2009) menyimpulkan bahwa peningkatan dosis pupuk NPK tambahan meningkatkan produksi dan kualitas benih buncis secara linear berdasarkan variabel jumlah cabang total, kecepatan berkecambah benih, dan bobot kering kecambah normal benih buncis. Aplikasi pupuk NPK tambahan sampai 150 kg/ha yang diberikan belum diperoleh dosis optimum pada ketiga variabel tersebut. Panen buncis dapat mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 7-8 minggu setelah tanam. Polong dipanen muda untuk digunakan sebagai sayur. Interval panen mumnya berkisar 3-4 hari sekali. Produksi polong muda dapat mencapai 5 ton per hektar (Smarrt, 1992).
Kacang Panjang Kacang panjang memiliki nama latin Vigna unguiculata. Kacang panjang merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang penting dan bernilai ekonomis tinggi di daerah Asia. Berbeda dengan kacang-kacangan umumnya, Kacang panjang lebih sering dipanen polongnya secara keseluruhan sebagai sayur. Jarang sekali biji kacang panjang tua dimanfaatkan untuk masakan. Agar tumbuh dengan baik kacang panjang membutuhkan tanah yang gembur. Sebaiknya tanah masih kaya akan bahan organik. Bila tidak, kedka diolah dapat ditambahkan pupuk kandang. Adaptasinya terhadap lahan masam cukup baik. Nilai pH yang cocok untuk kacang panjang sekitar 5,5. Kacang panjang bisa ditanam di lahan tegalan, lahan sawah, maupun pekarangan. Lahan terbuka di dataran rendah sangat disukai tanaman kacang panjang. Untuk satu hektar lahan, dibutuhkan benih sekitar 15-20 kg (Grubben, 1994). Kacang panjang tipe merambat perlu diberi lanjaran. Lanjaran biasanya menggunakan bamboo atau kayu sepanjang 2-2.5 m pada umur dua MST. Pengendalian gulma terutama diperlukan pada bulan pertama pertumbuhan tanaman. Tiga minggu setelah penanaman perlu dilakukan aplikasi pupuk tambahan dengan memberikan 50 kg/ha Urea yang diaplikasikan melingkar disekitar tanaman. (Grubben, 1994). Pemupukan tanaman kacang yang dilakukan oleh Churriyati (2005) untuk tujuan rejuvenasi galur-galur kacang panjang menggunakan Urea dan TSP masingmasing 200 kg/ha dan KCl 100 kg/ha dengan lokasi percobaan di Ciawi, Bogor. Menurut Grubben (1994), rekomendasi pemupukan untuk budidaya kacang pnajnag di Indonesia 5-10 ton/ha pupuk kandang, 50 kg/ha Urea, 50 kg/ha KCl dan 100 kg/ha TSP. Adijaya et al. (2006), melaporkan bahwa perlakuan kombinasi dosis pupuk organik 6 ton/ha dengan paket dosis pupuk kimia Urea dan SP-36 masingmasing 100 kg/ha serta KCl 200 kg/ha (P3) memberikan jumlah panen dan siklus produksi tertinggi yaitu masing-masing 19.07 hari dan 37.56 hari, penelitian dilakukan di lokasi Prima Tani Lahan Kering BPTP Bali di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali Tanaman kacang panjang bisa dipanen beberapa kali. Panen untuk sayur dilakukan mulai umur 6-7 minggu setelah tanam. Umur panen terbaik tergantung
pada kultivar dan keinginan konsumen. Polong yang tepat untuk sayuran segar wamanya hijau segar dan polongnya masih padat. Interval panen dilakukan 1-2 minggu sekali.
Durasi waktu panen umumnya berkisar antara 4-8 minggu.
Produksi polong muda dapat mencapai 15-30 ton/hektar, tergantung pada varietas dan jarak tanam yang digunakan. Namun di Indonesia, pada tahun 1988 produksi baru mencapai 2.9 ton/ha (Grubben, 1994).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dilakukan mulai Desember 2006 sampai dengan Desember 2007. Percobaan dilaksanakan di dua tempat. percobaan
Sustainable
Agriculture
Percobaan lapang dilakukan di kebun
and
Natural
Resources
Management
Collaborative Research Support Program (SANREM CRSP), Kecamatan Nanggung, Jawa Barat, sedangkan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia, Instalasi Penelitian tanah dan Agroklimat, Sindang Barang, Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih kangkung varietas Grand, terong varietas Mustang, kacang panjang varietas 777, tomat varietas Ratna, cabai varietas Gada serta bayam dan buncis lokal. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk Urea, KCL dan SP-36, serta bahan-bahan kimia untuk analisis kandungan P tanah. Alat yang digunakan yaitu alat-alat budidaya pertanian seperti cangkul, kored dan ajir; dan peralatan laboratorium untuk analisis tanah seperti botol kocok, kertas saraing, shaker, dan spektrofotometer. Metode Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan status P tanah dengan cara inkubasi beberapa taraf pemupukan P yang diatasnya ditanami tujuh spesies tanaman sayuran, yaitu bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang. Pada tahap ini diamati respon tanaman tersebut terhadap pemupukan P (optimasi pemupukan P). Rancangan lingkungan yang digunakan adalah ancangan Kelompok Lengkap teracak (RKLT) satu faktor. Perlakuan yang diberikan adalah pemupukan P menggunakan jenis pupuk SP-36 dengan 5 taraf, yaitu 0, 45, 90, 135 dan 180 kg P2O5.ha-1 atau setara dengan 0, 125, 250, 375 dan 500 kg SP 36 ha-1. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga diperoleh 15 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri dari satu bedeng. Ukuran bedeng untuk tanaman cabai, tomat dan terong masing-masing 1.5 m x 4 m, sedangkan untuk bayam, kangkung, buncis
dan kacang panjang masing-masing berukuran 1.5 m x 2 m.
Setiap satuan
percobaan memiliki 5 tanaman contoh. Perlakuan adalah sebagai berikut: P1
=
Penambahan pupuk P sebanyak 0 kg SP-36 ha-1
P2
=
Penambahan pupuk P sebanyak 125 kg SP-36 ha-1
P3
=
Penambahan pupuk P sebanyak 250 kg SP-36 ha-1
P4
=
Penambahan pupuk P sebanyak 375 kg SP-36 ha-1
P5
=
Penambahan pupuk P sebanyak 500 kg SP-36 ha-1
Model linier aditif dari rancangan percobaan ini sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2000): Yij
=
µ + βj + Ti + Єij
Dimana : Yij =
Nilai pengamatan pada faktor penambahan pupuk P ke-i dan ulangan ke-j
µ
=
Rataan umum
βj
=
Pengaruh kelompok ke-j
Ti
=
Pengaruh faktor penambahan pupuk P ke-i
Єij
=
Pengaruh acak
Untuk melihat respon tanaman terhadap perlakuan yang diberikan, data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F), apabila hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji ortogonal polinomial untuk melihat pola responnya. Tahap kedua adalah aplikasi pupuk P dengan dosis yang sama seperti tahap pertama dan diaplikasikan pada lahan yang sama setelah sayuran dipanen. Dosis yang diberikan terdiri dari lima taraf, yaitu 0, 45, 90, 135 dan 180 kg P2O5.ha-1 atau setara dengan 0, 125, 250, 375 dan 500 kg SP 36 ha-1. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga diperoleh 15 satuan percobaan. Setelah inkubasi pupuk P yang kedua selama dua minggu, diambil contoh tanah dari tiap bedeng yang telah diinkubasi pupuk P.Contoh tanah tersebut lalu di keringkan untuk dianalisis kandungan P tanahnya menggunakan lima metode ekstraksi P yang berbeda. Metode ekstraksi P tanah yang digunakan meliputi HCl 25%, Olsen, Mehlich-1,
Morgan Vanema dan Bray-1. Hasil analisis tanah tersebut kemudian dikorelasikan dengan produksi relatif tanaman sayuran yang ditanam diatas lahan tersebut untuk mendapatkan metode ekstraksi terbaik.
Diagram alir kegiatan penelitian ini
disajikan pada lampiran 2. Pelaksanaan Persiapan pelaksanaan percobaan meliputi: persiapan benih yang akan digunakan, yaitu bayam, kangkung, buncis dan kacang panjang, bibit tanaman tomat, terong dan cabai, penentuan tata letak petak percobaan, pengolahan tanah pertama dan kedua dan penimbangan pupuk. Benih tomat, terong dan cabai disemai sebelum ditanam di lapang. Benih disemai dalam tray semai dan siap untuk dipindah tanam setelah berumur 4 minggu. Sedangkan benih bayam, kangkung, buncis dan kacang panjang ditanam langsung di lapang pada waktu yang sama dengan waktu pindah tanam bibit tomat, terong dan cabai. Pengolahan tanah
dilakukan sebelum tanam sebanyak 2 kali hingga
mendapatkan struktur tanah dan aerasi yang baik untuk pertumbuhan tanaman. Lahan dibuat bedengan dengan ukuran 1.5 x 4 meter. Pupuk Urea, SP-36, KCl, ditimbang sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Inkubasi pupuk P dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan cara menaburkan langsung pupuk SP-36 pada bedengan sesuai dengan perlakuan yaitu: 0, 45, 90, 135 dan 190 g SP-36 per petak dan diaduk hingga rata.
Untuk
menunjang pertumbuhan tanaman diberi juga pupuk urea sebanyak 199 kg ha-1 dan pupuk KCl sebanyak
90 kg ha-1 yang diaplikasikan pada saat tanam. Pupuk
tambahan yang berupa pupuk Urea dan KCl diberikan lagi pada minggu ke tiga dan ke enam setelah tanam, masing-masing sebanyak 100 kg urea ha-1 dan 45 kg KCl ha-1 tiap aplikasi. Pemberian pupuk tambahan untuk tanaman bayam dan kangkung dilakukan dengan cara membuat alur pupuk disebelah kanan atau kiri barisan
tanaman sedangkan aplikasi pupuk tambahan untuk jenis tanaman lainnya dilakukan dengan cara membuat lubang dangkal melingkar pada tiap tanaman untuk lubang pupuk, kemudian pupuk urea dan KCl yang telah dicampur dimasukkan ke dalam lubang pupuk. Setelah itu lubang ditutup kembali. Benih bayam ditanam dalam alur dengan jarak antar baris 25 cm. Bibit terong, cabai, tomat ditanam secara double row dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm. Sedangkan benih buncis dan kacang panjang ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 25 cm, 2 benih per lubang. Selanjutnya tanaman dipelihara dan dilakukan tindakan pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida kimiawi secara periodik. Pemanenan dilakukan sesuai dengan jenis tanaman. Bayam dan kangkung dipanen pada umur satu bulan setelah tanam. Sedangkan sayuran buah dipanen pada saat telah siap panen. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan dan hasil tanaman serta kandungan hara P dalam tanah. Parameter pengamatan tersebut meliputi: 1. Analisis Tanah Awal. Sampel tanah diambil sebelum tanah diberi perlakuan. Sampel tanah diambil dari beberapa titik untuk mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian Pengambilan contoh tanah dilakukan sebelum tanah tersebut diberi aplikasi pupuk. Penentuan titik pengambilan contoh tanah individu dilakukan secara diagonal, kemudian permukaan tanahnya dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan batu-batuan atau kotoran lain. Contoh tanah individu diambil pada kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan cangkul dan sekop sedalam ± 20 cm. Contoh-contoh tanah individu tersebut dicampur dan diaduk merata dalam ember plastik, lalu dibersihkan dari sisa-sisa akar. Setelah bersih dan teraduk rata, diambil contoh seberat kira-kira 1 kg untuk dianalisis. Analisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N-total, K (HCl 25%, Morgan), P (Total, HCl 25%, Olsen, Bray-1, Morgan Wolf), pH, KTK dan basa-basa dapat ditukar, KB, Al-dd dan H-dd.
2. Komponen Pertumbuhan dan Hasil Tanaman (diamati pada musim tanam pertama dan kedua). a. Pengamatan tinggi tanaman umur 2,3,4,5,6, dan 7 minggu setelah tanam (MST) untuk tanaman terong, cabai, dan tomat, dan umur 2,3,4 MST untuk tanaman kangkung, buncis dan kacang panjang.
Pengukuran
dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi. b. Bobot panen per petak.
Pengukuran dilakukan dengan mengambil
bagian tanaman yang biasa dijual (brangkasan maupun buah) dari seluruh tanaman yang terdapat pada bedengan, lalu ditimbang. Bobot dibedakan menjadi bobot total, bobot layak pasar dan bobot tak layak pasar c. Bobot panen tanaman contoh.
Pengukuran dilakukan hanya pada
tanaman contoh yang telah ditentukan sebelumnya.
Penimbangan
dilakukan menggunakan timbangan analitik yang memiliki ketelitian sampai 3 desimal. Bobot dibedakan menjadi bobot total, bobot layak pasar dan bobot tak layak pasar 3. Nilai P tanah terekstrak Pengambilan sample tanah dilakukan sebelum penelitian tahap kedua dimulai. Tanah diambil dari tiap bedengan kemudian dikeringkan dan dihaluskan, setelah itu tanah dapat disimpan untuk dianalisis kemudian. Nilai P terekstrak diperoleh dengan menganalisis kandungan P tanah menggunakan 5 metode ekstraksi yaitu : 1)HCl 25% 2) Morgan Vanema, 3) Bray-1, 4) Mehlich-1 dan 5) Olsen. Prosedur kerja dari masing-masing metode dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai 7.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Jenis tanah di lokasi percobaan adalah ultisol yang pada umumnya memiliki masalah tingkat kemasaman yang tinggi dan jerapan Al terhadap unsur P di dalam tanah. Analisis tanah dilakukan sebelum tanah diberi perlakuan. Data hasil analisis tanah secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Awal Sifat Tanah
Nilai Uji Tanah
Metode/ekstraktan
pH H2O
5.20
pH meter
pH KCl
4.10
pH meter
C-org (%)
1.70
Walkley dan Black
N-org (%)
0.21
Kjeldahl
P HCl (mg/100 g)
39.00
HCl 25%
P Bray-1 (ppm)
10.80
Bray-1
167.00
Morgan
K2O Morgan (ppm) Ca (cmol/kg)
18.45
1 N NH4OAc pH 7.0
Mg (cmol/kg)
4.63
1 N NH4OAc pH 7.0
K (cmol/kg)
0.33
1 N NH4OAc pH 7.0
Na (cmol/kg)
0.07
1 N NH4OAc pH 7.0
27.98
1 N NH4OAc pH 7.0
KTK Al (me/100 g)
1.14
1 N KCl
H (me/100 g)
0.40
1 N KCl
Tekstur : Pasir (%)
10.00
Pipet
Debu (%)
30.00
Pipet
Liat (%)
60.00
Pipet
Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan memiliki tingkat kemasaman tanah yang cukup tinggi, yaitu sebesar 5.20 (Tabel 1). Konsentrasi P2O5 tanah yang diekstrak menggunakan metode HCl 25% (P potensial) dan Bray-1 (P tersedia) menunjukkan kandungan P tanah yang sedang. Kadar P tanah di lokasi
percobaan relatif sedang, namun berdasarkan hasil optimasi pemupukan, sebagian besar tanaman merespon positif penambahan pupuk P ke tanah dengan semakin meningkatnya produksi. Kondisi ini diduga disebabkan karena P yang berada di dalam tanah dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Beberapa hal yang menyebabkan tidak tersedianya unsur P bagi tanaman adalah rendahnya pH tanah yang menyebabkan unsur P dalam keadaan tak larut. Kurang tersedianya air saat pengamatan akibat musim kemarau menyebabkan unsur P dalam tanah tidak terlarut dalam air, sedangkan nutrisi yang tersedia bagi tanaman adalah yang terlarut dalam air tanah. Optimasi Pemupukan P terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis dan Kacang Panjang Tanaman kangkung memberikan respon positif terhadap penambahan dosis pupuk yang diberikan ke tanah di lokasi percobaan. Pada pengamatan minggu ke tiga dan ke empat, tanaman kangkung menunjukkan tinggi yang meningkat secara linear. Tinggi tanaman tertinggi pada minggu ke tiga sebesar 19.42 cm, sedangkan pada minggu ke empat tinggi tanaman tertinggi sebesar 28.61 cm, keduanya diperoleh dari tanaman yang di tanam pada tanah dengan penambahan 180 kg P2O5 (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Kangkung (cm) Umur Tanaman (minggu)
Dosis Pupuk (kg/ha P2O5)
2
3
4
0
12.13
16.63
23.19
45
11.53
13.97
19.19
90
12.33
18.08
25.69
135
12.91
17.79
27.70
180
13.92
19.42
28.61
Respon
tn
Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata
L*
L*
Tabel 3. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Terong, Cabai dan Tomat (cm) Dosis Pupuk (kg/ha P2O5) 0 45 90 135 180 Respon 0 45 90 135 180 Respon 0 45 90 135 180 Respon
2
3
3.43 4.14 3.67 2.85 3.11 tn
4.57 5.77 4.90 4.40 5.33 tn
15.40 17.27 18.24 15.49 15.53 Q*
19.87 19.90 23.43 20.83 21.13 tn
19.87 17.27 20.07 17.47 20.40 tn
21.57 24.15 28.60 26.47 30.10 L*
Umur Tanaman (minggu) 4 5 Terong 5.30 7.67 7.40 6.07 7.98 tn Cabai 23.31 24.77 26.27 26.03 28.47 L** Tomat 28.50 31.03 37.33 31.00 38.23 tn
6
7
6.60 12.27 12.66 7.90 13.23 tn
9.40 17.90 20.63 10.80 19.93 tn
10.01 19.04 27.03 13.70 30.73 L*
27.40 29.93 33.23 31.93 34.87 L**
32.33 35.43 36.93 38.53 41.40 L**
33.90 36.63 39.60 41.27 41.97 L*
32.00 36.20 45.90 38.17 50.53 L*
35.40 40.73 54.40 44.77 59.80 L*
36.50 43.77 53.57 47.40 61.03 L*
Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata; L**: Linear sangat nyata; Q*: kuadratik nyata
Pada tanaman terong, pengaruh penambahan dosis pupuk tidak terlihat signifikan sampai minggu ke 6 setelah tanam, tetapi pada minggu ke tujuh, terlihat pertambahan tinggi yang linear akibat penambahan dosis pupuk P yang diberikan pada tanaman (Tabel 3). Sedangkan tanaman cabai memberikan respon positif terhadap penambahan dosis pupuk P pada tanah. Pada pengamatan minggu ke empat hingga ke tujuh setelah tanam, terlihat respon tanaman yang secara linear meningkatkan tinggi tanaman seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk P yang diberikan (Tabel 3). Seperti yang terjadi pada tanaman cabai, tanaman tomat juga memberikan respon positif terhadap penambahan dosis pupuk P pada tanah. Pada pengamatan minggu ke tiga, lima hingga ke tujuh setelah tanam, terlihat respon tanaman yang
secara linear meningkatkan tinggi tanaman seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk P yang diberikan (Tabel 3). Tabel 4. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman Buncis dan Kacang Panjang Dosis Pupuk (kg/ha P2O5) 0 45 90 135 180 Respon 0 45 90 135 180 Respon
Umur Tanaman (minggu) 3 4 Buncis
2 24.03 17.43 24.67 43.43 39.57 L* 13.23 12.70 12.13 12.90 11.83 tn
39.80 37.83 41.23 43.43 40.10 tn Kacang Panjang 16.57 20.43 19.20 23.77 18.92 tn
5
55.03 55.40 52.33 61.47 42.47 tn
64.77 71.23 72.97 80.23 112.50 L*
40.73 36.83 51.13 52.30 42.87 tn
84.17 62.83 89.43 81.57 97.87 tn
Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata
Berdasarkan data hasil pengamatan tinggi tanaman yang tercantum pada table 4, tinggi tanaman buncis terlihat meningkat secara linear pada pengamatan minggu ke dua dan ke lima setelah tanam, secara konsisten, tinggi tanaman tertinggi diperoleh dari tanaman dengan perlakuan penambahan dosis pupuk P tertinggi (180 kg P2O5.ha-1). Konsentrasi P tanah pada perlakuan tersebut sebesar 10.8 ppm (Bray-1). Pada tanaman kacang panjang, pengamatan tinggi tanaman sampai dengan umur 5 minggu setelah tanam tidak menunjukkan respon yang signifikan akibat penambahan pupuk P pada tanah (Tabel 4). Bobot Panen Bobot panen per petak tanaman bayam dan kangkung diamati dari seluruh brangkasan, sedangkan pada tanaman terong, tomat, cabai, buncis dan kacang panjang, bobot panen adalah bobot buah. Berdasarkan data Bobot panen pada tabel 5, terlihat bahwa bobot panen yang meningkat secara linear terjadi pada tanaman
tomat.
Pada komoditi yang lain, secara statistik penambahan pupuk tidak
menunjukkan perbedaan respon pertumbuhan yang signifikan. Namun, terlihat kecenderungan bahwa dengan semakin meningkatnya dosis pupuk yang diberikan, semakin tinggi pula hasil panen yang didapat (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman Sayuran per Petak Dosis Pupuk (kg/ha P2O5) 0 45 90 135 180 Respon
Bayam
Kangkung
370.50 1774.00 2959.00 3080.50 3839.00 tn
490.60 562.73 437.63 667.03 642.28 tn
Bobot Panen/Petak Terong Tomat Cabai
Buncis
700.65 566.46 1563.71 500.08 1270.44 tn
355.00 889.67 616.00 924.00 944.67 tn
696.04 1460.62 2208.52 1492.45 3170.15 L**
955.20 1420.82 1246.25 1350.84 1592.47 tn
Kacang Panjang 205.00 479.00 287.00 177.00 83.50 tn
Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata
Walaupun perlakuan penambahan pupuk P tidak terlihat signifikan terhadap bobot panen per petak pada komoditi bayam, kangkung, terong, cabai, buncis dan kacang panjang, namun data pada tabel 6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan secara linear yang signifikan terhadap bobot panen pertanaman, terutama pada komoditi kangkung tomat, cabai dan buncis hingga penambahan dosis pupuk P tertinggi (180 kg P2O5.ha-1). Sehingga dosis pupuk P terbaik bagi produksi sayuran di tanah Ultisol, Nanggung belum dapat dicapai. Tabel 6. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman Sayuran per Tanaman Contoh Dosis Pupuk (kg/ha P2O5) 0 45 90 135 180 Respon
Kangkung
Terong
3.69 2.60 5.14 6.67 8.00 L**
151.01 166.77 210.42 101.89 176.47 tn
Keterangan: tn: tidak nyata; L*: Linear nyata
Bobot Panen/tanaman Tomat Cabai 98.82 165.86 213.36 191.26 315.76 L**
66.64 102.70 86.58 144.17 140.49 L*
Buncis 31.15 86.44 93.10 96.49 154.44 L*
Kacang Panjang 62.51 114.13 85.00 46.59 97.23 tn
Kebutuhan tanaman akan ketersediaan unsur P bagi pertumbuhannya terlihat dari peningkatan produksi pertanaman yang nyata lebih baik seiring dengan meningkatnya dosis pupuk P yang diberikan ke tanah. Ketersediaan unsur P merupakan faktor pembatas bagi tanaman yang dibudidayakan pada tanah masam. Berdasarkan penelitian Nursyamsi (2002), hara P merupakan pembatas pada pertumbuhan tanaman jagung, kesimpulan hal yang serupa kembali disampaikan oleh Nursyamsi dan Widayati (2004), bahwa hara P merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman kedelai. Penambahan hara P ke dalam tanah melalui pemupukan menyebabkan ketersediaan hara P bagi tanaman meningkat. Hara P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak setelah N dan lebih banyak dari pada K.
Unsur P diperlukan oleh tanaman
untuk pembentukan adenosin
diphosphate (ADP) dan adenosin triphosphate (ATP) yang merupakan sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Selain itu,
kecukupan hara P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman; meningkatkan kualitas hasil; dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Havlin et al., 1999). Fungsi unsur P yang penting bagi tanaman menyebabkan peningkatan ketersediannya direspons positif oleh tanaman dengan cara meningkatkan pertumbuhan dan produksinya. Korelasi Index P Tanah berdasarkan Lima Metode Ekstraksi terhadap Hasil Relatif Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis dan Kacang Panjang Banyak metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kemampuan tanah menyediakan P bagi tanaman.
Namun demikian, metode
tersebut tidak selalu sesuai dengan jenis tanah, spesies tanaman, dan kondisi lingkungan (iklim) yang akan diberikan rekomendasinya. Dengan demikian maka metode ekstraksi tersebut perlu dipilih untuk setiap sistem tanah-tanaman-iklim.
Tabel 7. Nilai Rata-rata P2O5 Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi P Dosis Pupuk (kg/ha P2O5)
HCL 25%
Olsen
Bray-1
Mehlich-1
Morgan Vanema
........................................... ppm P2O5 ................................................................... 314,3 4,7 12,3 6,3 1,3 602,7 15,0 38,7 28,3 1,7 716,0 20,7 61,7 40,7 3,0 695,0 19,7 56,7 39,7 2,0 699,0 23,3 62,0 43,0 2,3
0 45 90 135 180
Secara umum, hasil ekstraksi tanah dari lokasi ketujuh jenis tanaman yang diamati dibudidayakan, metode ekstraksi yang bernilai uji P tanah dari tinggi ke rendah berturut-turut adalah HCl 25%>Bray-1>Mehlich-1>Olsen>Morgan Vanema (Tabel 7.) Urutan tersebut menunjukkan tingkat kekuatan pengekstrak dalam melarutkan bentuk-bentuk P yang berada di dalam tanah, namun tidak menunjukkan keeratan hubungannya dengan hasil relatif tanaman. Koefisien korelasi untuk berbagai macam metode uji tanah dapat langsung dibandingkan dengan produksi relatif tanaman yang dibudidayakan pada tanah tersebut.
Koefisien korelasi r=1 menunjukkan korelasi sempurna, sedangkan
koefisien korelasi r=0 menunjukkan tidak adanya korelasi antara dua hal yang dibandingkan. Bayam (Amaranthus sp) Dari lima metode pengekstrak yang digunakan untuk mengekstrak P tanah yang akan ditanami bayam, metode Mehlich-1 secara signifikan menunjukkan nilai korelasi tertinggi dibandingkan produksi bayam, yaitu sebesar 0.72 (Tabel 8; Gambar 1). Sedangkan metode yang lain menunjukkan respon yang lebih rendah. Tabel 8. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Bayam Pengekstrak
Persamaan Linear
Koefisien Korelasi
R2
HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
y=0.097x+11.76 y=2.493x+28.27 y=0.879x+33.13 y=1.539x+25.96 y=14.10x+41.52
0.59813ns 0.62157ns 0.60673ns 0.72239* 0.40378ns
0.357759 0.386349 0.368121 0.521847 0.163038
120.00
y = 0.097x + 11.76 R² = 0.357
100.00 80.00
100.00
Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
120.00
60.00 40.00 20.00
80.00 y = 2.493x + 28.27 R² = 0.386
60.00 40.00 20.00
0.00
0.00 0
200
400
600
800
0
10
P2O5-terekstrak (ppm)
30
40
P2O5-terekstrak (ppm)
(a)
(b)
120.00
120.00
100.00
100.00
Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
20
80.00 60.00
y = 0.879x + 33.13 R² = 0.368
40.00 20.00
80.00 60.00 40.00
y = 1.539x + 25.96 R² = 0.521
20.00 0.00
0.00 0
50
0
100
20
40
P2O5-terekstrak (ppm)
P2O5-terekstrak (ppm)
(c)
(d)
60
Relative Yield (%)
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00
y = 14.10x + 41.52 R² = 0.163
20.00 0.00 0
1
2
3
4
P2O5-terekstrak (ppm)
(e) Gambar 1. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman bayam
Kangkung (Ipomoea aquatica L.) Berdasarkan data dari Tabel 9 dan Gambar 2, terlihat bahwa seluruh metode ekstraksi yang digunakan tidak menunjukkan korelasi yang nyata dengan hasil relatif tanaman kangkung. Koefisien korelasi berkisar antara 0.35-0.40, dengan nilai korelasi tertinggi diperoleh dari metode Bray-1, yang diikuti dengan metode y = 0.067x + 31.33 R² = 0.123
120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0.000 0
200
400
600
Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
Olsen dan Mehlich-1. y = 1.021x + 51.33 R² = 0.157
120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0.000
800
0
P2O5-terekstrak (ppm)
10
30
P2O5-terekstrak (ppm)
(a)
(b) y = 0.300x + 52.95 R² = 0.161
120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0.000 0
50
Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
20
y = 0.387x + 54.08 R² = 0.152
120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0.000 0
100
P2O5-terekstrak (ppm)
20
40
60
80
P2O5-terekstrak (ppm)
(d) Relative Yield (%)
(c) y = 6.178x + 44.16 R² = 0.116
120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0.000 0
2
4
6
P2O5-terekstrak (ppm)
(e) Gambar 2. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mechlich; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman kangkung
Tabel 9. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kangkung Pengekstrak HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
Persamaan Linear
y = 0,067x + 31,33 y = 1,021x + 51,33 y = 0,300x + 52,95 y = 0,387x + 54,08 y = 6,178x + 44,16
R2
Koefisien Korelasi
0.35181ns 0.39738ns 0.40145ns 0.39021ns 0.34159ns
0.123770 0.157911 0.161162 0.152264 0.116684
Terong (Solanum melongena L.) Produksi terong relatif tidak menunjukkan nilai korelasi yang signifikan dengan menunjukkan nilai korelasi tertinggi dengan pengekstrak P yang digunakan (Tabel 10; Gambar 3). Koefisien korelasi berkisar antara 0.10-0.45, dengan nilai korelasi tertinggi diperoleh dari metode Mehlich-1, sehingga dibandingkan metode yang lain, metode ini lebih disarankan untuk uji kalibrasi dan penyusunan rekomendasi pemupukan P pada tanaman terong yang dibudidayakan di tanah ultisol. Tabel 10. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Terong Pengekstrak
Persamaan Linear
Koefisien Korelasi
HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
y = 0,047x + 12,79 y = 1,054x + 27,52 y = 0,353x + 30,02 y = 1,119x + 18,43 y = 0,969x + 33,44
0.34919ns 0.30152ns 0.27940ns 0.45119ns 0.10467ns
R2 0.121934 0.090914 0.078064 0.203572 0.010956
y = 0.047x + 12.79 R² = 0.121
100.00 80.00
y = 1.054x + 27.52 R² = 0.090
120.00 Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
120.00
60.00 40.00 20.00
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
0.00
0.00 0
500
1000
1500
0
P2O5-terekstrak (ppm)
120.00 Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
30
40
(b) y = 0.353x + 30.02 R² = 0.078
100.00
20
P2O5-terekstrak (ppm)
(a) 120.00
10
80.00 60.00 40.00 20.00
y = 1.119x + 18.43 R² = 0.203
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
0.00
0.00 0
50
100
150
0
P2O5-teresktraksi (ppm)
20
40
60
P2O5-terekstrak (ppm)
(c)
(d)
Relative Yield (%)
120.00 y = 0.969x + 33.44 R² = 0.011
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
5
10
15
20
P2O5-terekstrak (ppm)
(e) Gambar 3. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mechlich; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman terong
Cabai (Capsicum annuum L.) Koefisien korelasi antara metode pengekstrak P tanah dengan hasil relative tanaman cabai tidak menunjukkan nilai yang berbeda nyata, Dengan kisaran koefisien korelasi antara 0.17 hingga 0.51, korelasi tertinggi didapat dari metode Morgan Vanema (Tabel 11; Gambar 4).
Relative Yield (%)
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
y = 0.425x + 34.33 R² = 0.031
120.00 Relative Yield (%)
y = 0.027x + 23.56 R² = 0.055
120.00
0.00
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
0
500
1000
1500
0
10
P2O5-terekstraksi (ppm)
80.00 60.00 40.00 20.00
y = 0.272x + 34.18 R² = 0.037
120.00 Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
40
(b) y = 0.275x + 31.06 R² = 0.082
100.00
30
P2O5-tereskstrak (ppm)
(a) 120.00
20
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
0.00 0
50
100
0
150
20
P2O5-terekstrak (ppm)
60
80
P2O5-terekstrak (ppm)
(c) Relative Yield (%)
40
(d) y = 9.086x - 14.77 R² = 0.259
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
2
4
6
8
10
P2O5-terekstrak (ppm)
(e) Gambar 4. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mechlich; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman cabai
Tabel 11. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Cabai Pengekstrak HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
Persamaan Linear
Koefisien Korelasi
R2
y = 0,027x + 23,56 y = 0,425x + 34,33 y = 0,275x + 31,06 y = 0,272x + 34,18 y = 9,086x - 14,77
0.23494ns 0.17742ns 0.28799ns 0.19336ns 0.50919ns
0.055197 0.031478 0.082938 0.037388 0.259274
Tomat (Lycopersicon esculentum L) Berdasarkan analisis korelasi, koefisien korelasi tertinggi terjadi pada hasil relatif tomat dengan dengan metode Olsen (Tabel 12; Gambar 5). Metode Olsen juga memiliki tingkat kemudahan pengerjaan dan harga bahan pengekstrak yang murah, sehingga metode tersebut dinilai paling tepat untuk digunakan pada uji kalibrasi dan penyusunan rekomendasi pemupukan P pada tanaman tomat yang dibudidayakan pada tanah ultisol. Tabel 12. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Tomat Pengekstrak
Persamaan Linear
Koefisien Korelasi
R2
HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
y = 0,005x + 21,37 y = 1,093x + 1,870 y = 0,024x + 23,82 y = 0,013x + 24,33 y = 2,150x + 13,43
0.04655ns 0.71588** 0.03682ns 0.01538ns 0.15074ns
0.002167 0.512484 0.001356 0.000237 0.022723
y = 0.005x + 21.37 R² = 0.002
100.00
y = 1.093x + 1.870 R² = 0.512
120.00 Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
120.00 80.00 60.00 40.00 20.00
100.00 80.00 60.00 40.00
Olsen
20.00
0.00
0.00 0
500
1000
1500
0
P2O5-terekstrak (ppm)
50
P2O5-terekstrak (ppm)
(a) 100.00
y = 0.013x + 24.33 R² = 0.000
120.00 Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
(b) y = 0.024x + 23.82 R² = 0.001
120.00
100
80.00 60.00 40.00 20.00
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00
0.00
0.00 0
50
100
150
200
0
P2O5-terekstrak (ppm)
100
150
P2O5-terekstrak (ppm)
(c)
(d) y = 2.150x + 13.43 R² = 0.022
120.00 Relative Yield (%)
50
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
2
4
6
8
10
P2O5-terekstrak (ppm)
(e) Gambar 5. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mechlich; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman tomat
Buncis (Phaseolus vulgaris L) Buncis dapat diambil hasil panennya sejak umur 3 bulan setelah tanam. Korelasi produksi buncis relatif terhadap beberapa metode ekstraksi tanah tidak menunjukkan nilai korelasi yang signifikan (Tabel 13; Gambar 6). Namun metode Mehlich-1 memiliki nilai korelasi tertinggi dengan hasil relatif, dibandingkan
y = 0.059x + 22.9 R² = 0.155
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
500
Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
metode ekstraksi lainnya, yaitu sebesar 0.46. y = 0.444x + 37.61 R² = 0.162
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
1000
P2O5-terekstrak (ppm)
50
100
Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
(b) y = 0.267x + 43.50 R² = 0.168
0
y = 0.6x + 41.31 R² = 0.211
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
150
20
40
60
80
P2O5-terekstrak (ppm)
P2O5-terekstrak (ppm)
(c) Relative Yield (%)
100
P2O5-tereskstrak (ppm)
(a) 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
50
(d) y = 1.687x + 42.21 R² = 0.018
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
5
10
15
P2O5-terekstrak (ppm)
(e) Gambar 6. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mechlich; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman buncis
Tabel 13. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Buncis Pengekstrak HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
Persamaan Linear
Koefisien Korelasi
R2
y = 0,059x + 22,9 y = 0,444x + 37,61 y = 0,267x + 43,50 y = 0,6x + 41,31 y = 1,687x + 42,21
0.39444ns 0.40280ns 0.41006ns 0.45972ns 0.13598ns
0.155583 0.162248 0.168149 0.211342 0.018491
Kacang Panjang (Vigna unguilata) Seluruh metode analisis P tidak menunjukkan korelasi yang signifikan dengan hasil relaif tanaman kacang panjang. Walaupun tidak signifikan, namun metode Olsen memiliki nilai koefisien korelasi yang lebih tinggi dibandingkan metode lainnya, dengan besar koefisien korelasi 0. 34 (Tabel 14; Gambar 7). Tabel 14. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari 5 Metode Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kacang Panjang Pengekstrak HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
Persamaan Linear
y = 0,011x + 58,63 y = 0,255x + 54,66 y = 0,130x + 61,15 y = 0,196x + 61,19 y = 1,595x + 58,20
Koefisien Korelasi
R2
0.11880ns 0.34570ns 0.18297ns 0.20214ns 0.21102ns
0.014113 0.119508 0.033478 0.040861 0.044529
y = 0.011x + 58.63 R² = 0.014
100.00
y = 0.255x + 54.66 R² = 0.119
120.00 Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
120.00 80.00 60.00 40.00 20.00
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
0.00 0
500
1000
0
1500
P2O5-terekstrak (ppm)
120.00 Relative Yield (%)
Relative Yield (%)
150
(b) y = 0.130x + 61.15 R² = 0.033
100.00
100
P2O5-terekstrak (ppm)
(a) 120.00
50
80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
y = 0.196x + 61.19 R² = 0.040
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
0
50
100
0
P2O5-terekstrak (ppm)
40
60
80
P2O5-terekstrak (ppm)
(c)
(d) 120.00
Relative Yield (%)
20
y = 1.595x + 58.20 R² = 0.044
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
5
10
15
P2O5-terekstrak (ppm)
(e) Gambar 7. Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCl 25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mechlich; (e) Morgan Vanema terhadap hasil relatif tanaman kacang panjang
Nilai koefisien korelasi antara hasil panen relatif tanaman yang diamati dengan index P yang didapat dari lima metode ekstraksi menunjukkan nilai yang rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh kurang homogennya kondisi lingkungan percobaan yang dilakukan di kebun percobaan. Percobaan korelasi sebaiknya dilakukan pada kondisi terkontrol, seperti rumah kaca. Pada percobaan yang dilakukan di rumah kaca, peneliti dapat meminimalisir atau menyeragamkan faktor lain selain perlakuan yang diberikan. Kemampuan pengekstrak dalam melarutkan bentuk-bentuk P tanah erat kaitannya dengan jenis dan konsentrasi ekstraktan serta lamanya waktu pengocokan (Nursyamsi dan Fajri, 2005). Selain itu, beberapa faktor penting pada prosedur uji tanah, diantaranya adalah rasio tanah-larutan pengekstrak, waktu ekstraksi, kecepatan pengocokan dan bentuk tabung ekstraktor, menjadikan kemampuan setiap jenis metode pengekstrak P tanah berbeda-beda. Setiap metode ekstraksi P tanah memiliki Ion-ion yang aktif membebaskan P (Leiwakabessy, 1988), berdasarkan metode ektraksi yang digunakan, ion-ion tersebut ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15. Ion-ion Penting Pembebas P dari Lima Metode Pengekstrak Pengekstrak
Larutan Pengekstarak HCl 25%
HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
Ion penting pembebas P H+
0.5 M NaHCO3 PH 8.5
HCO3-, OH-
0.03 N NH4F dalam 0.025 N HCl
F-, H+
0.05 N HCl dalam 0.025 N H2SO4
H+, SO42-
NH4OAc
H+
Ion Hidrogen yang terdapat pada ke lima pengekstak berfungsi memperbesar kelarutan Ca-P dan melepaskan P dari bentuk Al-P dan Fe-P, sedangkan Ion Fluorida pada metode Bray-1 mengendapkan Ca menjadi CaF2 sehingga membebaskan fosfor dari bentuk Ca yang mudah larut dan membentuk senyawa kompleks dengan Al3+ dan Fe3+. Ion Bikarbonat yang terdapat pada metode Olsen mengendapkan Ca dalam bentuk CaCO3 dan mengendapkan Al oleh ion OH sehingga melepaskan P yang terikat oleh Al. Metode Mehlich-1 memiliki Ion sulfat mencegah penjerapan kembali P yang telah dibebaskan oleh ion H.
Tanah Ultisol Nanggung bereaksi masam dengan pH sebesar 5.2. Dalam penelitian ini dapat terlihat bahwa metode ekstraksi yang memiliki korelasi dengan hasil panen tanaman sayuran yang diamati adalah metode Olsen dan Mehlich-1. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanchez (1976) yang menyatakan bahwa pengektrak yang bersifat netral sampai alkalin seperti metode Olsen sangat efektif dalam hal mengekstrak bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah. Leiwakabessy (1995), menyampaikan bahwa Mehlich-1 cocok untuk tanah masam, kurang cocok untuk tanah berkapur dan alkalin (tinggi Ca-P). Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai terhadap jenis tanah dan tanaman tertentu perlu mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya adalah (1) Uji tanah bersifat selektif, artinya larutan kimia ini hanya melarutkan unsur hara yang terdapat dalam bentuk yang dapat diserap tanaman atau yang tersedia; (2) Sederhana, mudah dan cepat; (3) Bahan-bahan kimia yang diperlukan mudah didapat (Melsted dan Peck, 1972). Data perbandingan teknis pengerjaan dan biaya bahan pengekstrak untuk masing-masing jenis metode pengekstrak P tanah yang digunakan pada penelitian ini di sampaikan secara rinci pada Tabel 16. Tabel 16. Perbandingan Teknis Pengerjaan dan Biaya Bahan antara Lima Metode Pengekstrak Metode Ekstraksi HCL 25% Olsen Bray-1 Mehlich-1 Morgan Vanema
Berat Volume Larutan contoh pengekstrak Pengekstrak (g) (ml) 2.0 10 HCl 25% 1.0 20 0.5 M NaHCO3 PH 8.5 2.5 25 0.03 N NH4F dlm 0.0025 N HCl 5.0 25 0.05 N HCl dalam 0.025 N H2SO4 5.0 25 NH4OAc
Waktu pengocokan (menit) 300 30
Harga Bahan pengekstrak/ sampel (Rp) 1,311 343
5
2,293
5
31
5
4,071
Harga bahan pengekstrak yang disampaikan pada makalah ini berdasarkan harga bahan kimia dari PT. Frisconina tahun 2009. Berdasarkan kriteria dari Melsted dan Peck (1972), Metode HCl lebih lama proses pengerjaannya dan kurang bersifat selektif dalam melarutkan unsur hara (nilai P teresktrak
menggunakan metode HCl paling tinggi dibandingkan metode yang lain, namun rendah korelasinya dengan hasil relatif tanamanan) sedangkan dalam proses pengerjaannya metode Mehlich-1, Bray-1 dan Morgan Vanema relatif cepat waktu pengocokannya, namun Mehlich-1 membutuhkan tambahan arang aktif yang tidak diperlukan pada metode lain. Berdasarkan jenis, konsentrasi ekstraktan, lamanya waktu pengocokan serta biaya yang diperlukan untuk mengekstrak tiap contoh tanah (Tabel 16), dapat terlihat bahwa metode Mehlich-1 dan Olsen, selain memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil relatif dari tanaman sayuran yang diamati, prosedurnya cukup mudah untuk dilakukan dan membutuhkan biaya yang relatif rendah untuk menganalisis tiap contoh tanah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1.
Pada konsentrasi P tanah ultisol sebesar 10.8 ppm (Bray-1), aplikasi pupuk P hingga 180 kg P2O5Ha-1 meningkatkan tinggi tanaman dan produksi per tanaman komoditi kangkung, cabai, tomat dan buncis, sedangkan pada komoditi lain peningkatan tidak terjadi secara signifikan.
2.
Belum didapat dosis pemupukan terbaik untuk produksi tanaman bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang yang optimal di tanah Ultisol, Nanggung
3.
Metode Mehlich-1 memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi pada hasil panen tanaman bayam dan buncis, namun secara statistik hanya berkorelasi secara nyata terhadap hasil tanaman bayam. Metode Olsen memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi pada hasil tanaman tomat, kangkung dan kacang panjang, namun secara statistik hanya berkorelasi secara nyata terhadap hasil tanaman tomat. Sedangkan terhadap hasil tanaman cabai, walaupun tidak berkorelasi nyata, namun metode Morgan Vanema menunjukkan nilai koefisien korelasi tertinggi.
Saran Uji korelasi sebaiknya dilakukan di dalam kondisi lingkungan terkendali, seperti rumah kaca, dengan demikian, diharapkan koefisien korelasi yang didapat lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Adijaya IN, Yasa MR, dan Sukadana M. 2006. Respon kacang panjang terhadap pemupukan organik dan anorganik di lokasi proima tani lahan kering Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Bali. http://ntb.litbang. deptan.go.id/ind/2006/TPH/responkcpanjang.doc (24 November 2009) Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Basyir A dan Suyamto. 1996. Penelitian padi untuk mendukung pelestarian swasembada pangan. Pros. Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Balittan Padi. Badan Litbang Pertanian. Buku I. Hal. 146-170. BIP Irian Jaya. 1995. Bercocok tanam tomat. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN) Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Jayapura Bisnis Bali. 2007. Biaya rendah, bisnis kangkung http://www.bisnisbalionline.com. [10 Maret 2007]
menjanjikan.
BPTP DKI Jakarta. 2007. Budidaya sayuran kangkung darat di DKI Jakarta. Rekomendasi Teknologi Spesifik Lokasi. Balai Pengembangan dan pengkajian Tekonologi DKI jakarta. [ 10 Maret 2007] BPTP Sumbar. 2005a. Usahatani Perkotaan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Padang. [ 10 Maret 2007] BPTP Sumbar. 2005b. Tumpangsari Terung dan kacang panjang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Padang. [ 10 Maret 2007] Budidarsono S, Wijaya K and Roshetko J. 2006. Farm and household economic study of Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Indonesia. ICRAF South East Asia. Buurma JS dan Basuki RS. 1990. From statistical data to research regions. Hort. 18(1):3-10.
J.
Corey RB. 1987. Soil Test Procedure. In J.R. Brown (Ed.). Soil Testing: Sampling, Correlation, Calibration, and Interpretation. Soil Science Society of America Special Publication No. 21. SSSA, Madison, Winconsin. Churriyati E. 2005. Karakterisasi dan rejuvenasi dua puluh lima galur kacang panjang (Vigna sesquipedalis (L.) Fruhw). Skripis. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Bogor
Dahnke dan Olson. 1990. Soil correlation. P 46-168. In Wetermann RL. Soil Testing and Plant Analysis. 3rd edition. Soil Science Society of America Inc. Madison, Wisconsin. USA. Darmawan J dan Sopandie D. 1993. Diktat Mata Kuliah Interaksi Hara dan Tanaman. Program Pascasarjana, IPB. 82 hal. Deptan. 2007a. Data produksi komoditi hortikultura 2000 – 2009. http://database. deptan.go.id/bdspweb/bdsp2007/hasil_kom.asp Deptan. 2007b. Data luas panen komoditi hotrikultura 2000 – 2009. http://database. deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp Ermayanti L. 2009. Pengaruh Teknik Pemupukan dan Dosis Pupuk NPK Tambahan saat Fase Generatif Pada Produksi dan Kualitas Benih Buncis (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. http://skripsi.unila.ac.id/2009/08/05/pengaruh-dosis-pupuk-kandang-danpupuk-npk-pada-pertumbuhan-dan-daya-hasil-tanaman-buncis-phaseolusvulgaris-l-di-sela-tanaman-kopi-muda (24 November 2009) Foth HD. 1990. Fundamentals of Soil Science. 4th edition. John Wiley and Sons. New York. 360 P. Grubben GJH. 1994. Amaranthus L. P 82-86. In Siemonsma JS and Piluek K. Prosea Vegetables. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia Grubben GJH. 1994. Vigna unguiclata L. P 274-278. In Siemonsma JS and Piluek K. Prosea Vegetables. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Diha MA, Hong GB, dan Bailey HH. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, and Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. Prentice Hall, New Jersey. 499p. Herawati L. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Pupuk NPK pada Pertumbuhan dan daya Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Sela Tanaman Kopi Muda. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.http://skripsi.unila.ac.id/2009/08/12/pengaruh-teknikpemupukan dan-dosis-pupuk-npk-tambahan-saat-fase-generatif-pada-produksi-dankualitas-benih-buncis-phaseolus-vulgaris-l/. (24 November 2009). Iqbal M. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Bayam secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Skripsi. Program Studi hortikultura. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Laksanawati A dan Dibiyantoro H. 1996. Rampai-Rampai tentang Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.). Pusat Penelitian Hortikultura. Balitbang Pertanian. Lembang-Bandung. 43 hal. Leiwakabessy F dan Sutandi A. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 164hal. Koryati T. 2004. Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Pemupukan Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah (Capsicum Annum L.). Skripsi. Universitas Sumatera utara. : USU e-JournalsVol. 2 No. 1 April 2004. http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php? option=com_journal_review&id=12770&task=view (24 November 2009) Keputusan Menteri Pertanian. 2003. Pedoman penggunaan pupuk an-organik. http://www.deptan.go.id/bsp/puk_pest/peraturan/lamp_sk_238.htm. 22 mei 2006 Masriah N. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Kangkung Darat (Ipomoea reptans poir) secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Mattjik AA dan Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan. Jilid I. IPB Press. Melsted SW, Peck and TR. 1973. The principles of soil testing. In: L.M. Walsh and J.D. Beaton. (Eds.) Soil Testing and Plant Analysis. Madison, Wisc. USA: Soil Science Society of America Inc. Nursyamsi D. 2002. Studi korelasi uji tanah hara K tanah Oxisol dan Inceptisol untuk jagung (Zea mays). J. Tanah Trop. 15:59-68. Nursyamsi D dan Fajri N. 2005. Penelitian uji tanah hara phosphorus di tanah andisol untuk kedelai (Glycine max, L.). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 5(2):27-37. Nursyamsi D dan Widayati RD. 2004. Batas kritis hara fosfor dalam tanah Inceptisol dan Ultisol untuk kedelai (Glycine max L.). Jurnal Tanah dan Air. Nyakpa MY, Lubis AM, Pulung MA, Amrah AG, All Munawar, Go Ban H dan Hakim N. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Opena RT dan Van der Vossen. 1994. Licopersicon esculentum Miller. P 199205. In Siemonsma JS and Piluek K. Prosea Vegetables. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia Pickersgill B. 1989. Genetic resources of Capsicum for tropical regions. P.89-317. In S. K. Green (ed). Tomato and Pepper Production in the Tropic.
International Symposium on Integrated Management Practices. AVRDC Publ. Taiwan. Poulos JM. 1994. Capsicum L. P 136-140. In Siemonsma JS and Piluek K. Prosea Vegetables. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia Rahayu YS. 2007. Pengaruh Posisi Klaster dan Pemangkasan terhadap Produksi dan Viabilitas Benih Bayam (Amaranthus spp.). Skripsi. PS Pemuliaan Tanaman. Faperta. IPB. Bogor. Rochayati R, Setyorini D, Suping S, dan Widowati LR. 1999. Korelasi uji tanah hara P dan K. Laporan Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan. Puslittanak (Belum dipublikasikan). Rosmarkam A dan Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Samijan, Supadmo H, mahening R. 2002. Hubungan antara metode penentuan takaran pupuk P dan K berdasarkan uji tanah dan kebutuhan tanaman. P 7786. Dalam Zaini Z, Sofyan A, Kartaatmadja S. Prosiding Pengelolaan Hara P dan K pada Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sanchez, Pedro A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. John Wiley and Sons. New York. 618 hal.Salisbury, FB. Ross CW. 1997. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan. Jilid 3. ITB. Bandung. 343 hal. Sastrahidayat, I. R. dan D. S. Soemarno. 1991. Budi Daya Tanaman Tropika. Usaha Nasional Surabaya. 524 hal. Smarrt J. 1992. Phaseolus vulgaris L. P 60-63. In Van Der Maesen LJG, Somaatmadja S. Prosea Pulses. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia Smith GP dan Heiser Jr CB. 1951. Taxonomic and genetic studies on the cultivated peppers, Capsicum annuum L. and C. frutescens L. American Journal of Botany 38:362-368. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 429 hal. Soebagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Di dalam: Sumber Daya Lahan Indonesia dan pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal 21-66 Sutarno H, Danimiharja S and Grubben GJH. 1994. Hasan S. Solanum melongena L. P 255-258 In Siemonsma JS and Piluek K. Prosea Vegetables. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia
Sutriadi MT, Nursyamsi D, dan Kurnia U. 2004. Korelasi uji tanah hara P pada Typic kandiudults di Lampung untuk kedelai. P 87-96. Dalam Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitin dan Pengembangan Pertian. Departmen Pertanian. Bogor. Westphal E.1994. Ipomoea aquatica Forsskal. P 181-184. In Siemonsma JS and Piluek K. Prosea Vegetables. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Balai Penelitian Tanah, 2005) Penilaian Sifat tanah
Sangat
Rendah
sedang
Tinggi
rendah C-organik
Sangat tinggi
<1.00
1.00-2.00
2.01-3.00
3.01-5.00
>5.00
N-total (%)
<0.10
0.10-0.20
0.21-0.50
0.51-0.75
>0.75
C/N
<5.0
5.0-10.0
11.0-15.0
16.0-25.0
>25.0
15.0-20.0
21.0-40.0
41.0-60.0
>60.0
<4.0
4.0-7.0
8.0-10.0
11.0-15.0
>15.0
<5.0
5.0-10.0
11.0-20.0
21.0-40.0
>40.0
(%)
P2O5 HCl <15.0 (mg/100g) P-Bray-1 (ppm) KTK (me/100g) Basa-basa dapat ditukar K
<0.1
0.10-0.3
0.4-0.5
0.6-1.0
>1.0
Mg
<0.3
0.3-1.0
1.1-2.0
2.1-8.0
>8.0
Ca
<2.0
2.0-5.0
6.0-10.0
11.0-20.0
>20.0
Na
<0.1
0.1-0.3
0.4-0.7
0.8-1.0
>1.0
KB (%)
<20.0
20.0-40.0
41.0-60.0
61.0-80.0
>80.0
5.0-10.0
11.0-20.0
21.0-40.0
>40.0
Agak
netral
Agak
Alkalis
Kej.
Al <5.0
(me/100g) Reaksi tanah (pH H2O) Sangat
masam
masam <4.5
masam 4.5-5.5
5.6-6.5
alkalis 6.6-7.5
7.6-8.5
>8.5
Pengambilan dan analisis contoh tanah awal
Tahap I. Inkubasi pupuk P tahap pertama
Dosis pupuk P yang memberikan produktivitas relatif tertinggi
Tahap II. Uji Korelasi hara P tanah
Pengambilan dan analisis contoh tanah setelah inkubasi P
Metode ekstraksi terbaik
Keterangan : = Aktivitas fisik penelitian = Pemanfaatan data
= Output penelitian = Garis output
Lampiran 2. Diagram alir tahapan penelitian korelasi unsur P
Lampiran 3. Metoda ekstraksi dengan pengekstrak HCl 25% (Balai Penelitian Tanah, 2005) Alat-alat :
Neraca analitik ketelitian tiga desimal
Botol kocok
Mesin kocok bolak-balik
Alat sentrifusi
Tabung reaksi
Dispenser 10 ml
Pipet volume 0,5 ml
Pipet volume 2 ml
pipet ukur 10 ml
Spektofotometer UV-VIS
Flamefotometer
Pereaksi : •
HCl 25%. Encerkan 675,68 ml HCl pekat (37%) dengan air bebas ion menjadi 1 l.
•
Pereaksi P pekat Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 l. Tambahkan 0,277 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion
•
Pereaksi warna P Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat kemudian dijadikan 1 l dengan air bebas ion. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru.
•
Standar induk 1 000 ppm PO4 (Tritisol) Pindahkan secara kualntitatif larutan standar induk PO4 Tritisol di dalam ampul ke dalam labu ukur 1 l. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis, kocok.
•
Standar induk 200 ppm PO4 Pipet 50 ml standar induk PO4 1 000 ppm tritisol ke dalam labu ukur 250 ml. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis, kocok.
•
Deret standar PO4 (0; 2; 4;8; 16; 24; 32; dan 40 ppm) Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ml standar 200 ppm PO4 ke dalam labu ukur 100 ml. Masing-masing ditambah 5 ml HCl 25% dan air bebas ion hingga tanda garis lalu kocok.
Cara kerja : •
Timbang 2 g contoh tanah ukuran < 2 mm, dimasukkan kedalam botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu kocok dengan mesin kocok selama 5 jam. Masukkan ke dalam tabung reaksi dibiarkan semalam atau disentrifusi.
•
Pipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x) dan dikocok. Pipet 2 ml ekstrak contoh encer dan deret stadar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml larutan pereaksi pewarna P dan dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan : Kadar P potensial mg P2O5 (100 g)-1 = ppm kurva x (ml ekstrak/1 000 ml) x 100 g (g contoh)-1 x fp x (142/90) x fk = ppm kurva x 10/1 000 x 100/2 x 20 x 142/90 x fk = ppm kurva x 10 x 142/90 x fk Keterangan :
Fk
= kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko = Faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)
Fp
= Faktor pengenceran (20)
142/90
=
ppm kurva
Faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
Lampiran 4. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Morgan-Wolf (Natrium asetat pH 4.8) (Balai Penelitian Tanah, 2005) Peralatan yang dbutuhkan:
Neraca analitik ketelitian 4 desimal
Tabung reaksi
Dispenser 25 ml
Kertas saring
Botol kocok plastik 100 ml
Pipet volume 1, 2 dan 5 ml
Pipet ukur 10 ml
Mesin kocok bolak-balik 180 goyangan menit-1
Spektrofotometer
Pereaksi : ▪
Pengekstrak Morgan Wolf Timbang 100 g Na-asetat (NaC2H2H3O2.3H2O) dalam labu ukur 1 000 ml tambahkan 30 ml asam asetat glasial dan 0,05 g DTPA. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 950 ml. Atur pH sampai 4,8 dengan penambahan asam asetat. Setelah pH nya tercapai impitkan sampai tanda garis 1 000 ml dan kocok.
Karbon aktif
Pengkekstrak Morgan Wolf pekat empat kali Cara kerja seperti pembuatan pengekstrak Morgan Wolf dengan menggunakan bahan empat kali kecali pengenceran tetap hingga 1 l.
•
Pereaksi P pekat Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 l. Tambahkan 0,277 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion
•
Pereaksi warna P Campurkan 0,53 g asam askorbat ke dalam labu ukur 100 ml, tambahn50 ml pereaksi P pekat dan encerkan dengan air bebas ion sampai tanda garis.
•
Standar pokok P 500 ppm Larutkan 2,1954 g KH2PO4 p.a.(kering 40oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis. Dapat pula digunakan standar pokok PO42- dari tritisol.
Standar P 50 ppm Pipet 2 ml standar 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan pengekstrak Morgan Wolf hingga tepat 100 ml.
Standar P 1 ppm Pipet 2 ml standar 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan pengekstrak Morgan Wolf hingga tepat 100 ml.
Deret standar P (0-1 ppm) Pipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml standar 1 ppm P ke dalam tabung reeaksi. Masing-masing ditambah pengekstrak Morgan Wolf samapi volumenya 10 ml. Bila menggunakan standar PO43-, deret standar dibuat dengan kepekatan 0-4 ppm.
Cara Kerja : ▪
Timbang
20 g contoh tanah halus < 2 mm dalam botol kocok 100 ml.
Tambahkan 1 ml karbon aktif dan 40 ml pengekstrak Morgan Wolf dan dikocok dengan mesin pengocok 180 goyangan per menit selama 5 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 untuk mendapatkan ekstrak jernih. ▪
Pipet masing-masing 5 ml ekstrak contoh dan deret standar P ke dalam tabung reaksi.
Tambahkan 1 ml pereaksi pewarna P.
Kocok dengan pengocok
tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Perhitungan : Kadar unsur P (ppm) = ppm kurva x ml ekstrak 1 000 ml-1 x 1 000 g (g contoh)-1 x fp x fk = ppm kurva x 40/1 000 x 1 000/20 x fp x fk
= ppm kurva x 2 x fp x fk Keterangan :
Fk
= kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)
Fp
= faktor pengenceran (20)
Ppm kurva
Lampiran 5.
Metode ekstraksi dengan pengekstrak Bray 1 (Balai Penelitian
Tanah, 2005) Peralatan yang dibutuhkan :
Neraca analitik ketelitian tiga desimal
Dispenser 25 ml
Dispenser 10 ml
Tabung reaksi
Pipet 2 ml
Kertas saring
Botol kocok 50 ml
Mesin pengocok
Spektrofotometer
Pereaksi :
HCl 5 N Sebanyak 416 ml HCl p.a. pekat (37%) dimasukkan dalam labu ukur 1 000 ml yang telah berisi 400 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 1 000 ml.
Pengekstrak Bray dan Kurts I (larutan 0,025 N HCl + NH4F 0,03 N) Timbang 1,11g hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air bebas ion, ditambahkan 5 ml HCl 5 N,kemudian diencerkan sampai 1 l.
•
Pereaksi P pekat Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 l. Tambahkan 0,277 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion
•
Pereaksi warna P Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat kemudian dijadikan 1 l dengan air bebas ion. Pereaksi P ini harus dibuat baru.
•
Standar induk 1 000 ppm PO4 (Tritisol) Pindahkan secara kualntitatif larutan standar induk PO4 Tritisol di dalam ampul ke dalam labu ukur 1 l. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis, kocok.
•
Standar induk 100 ppm PO4 Pipet 10 ml standar induk PO4 1 000 ppm tritisol ke dalam labu ukur 100 ml. Impitkan dengan pengekstrak Bray sampai dengan tanda garis, kocok.
•
Deret standar PO4 (0-20 ppm) Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ml standar 100 ppm PO4 ke dalam labu ukur 100 ml. Masing-masing diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 100 ml.
Cara Kerja :
Timbang 2,5 g contoh tanah < 2 mm, ditambah pengekstrak Bray dan Kurt I sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Saring dan bila alrutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit).
Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan : Kadar P2O5 tersedia (ppm) = ppm kurva x (ml ekstrak/1 000 ml) x 1 000 g (g contoh)-1 x fp x (142/90) x fk = ppm kurva x 25/1 000 x 1 000/2,5 x fp x 142/90 x fk = ppm kurva x 10 x 142/90 x fk Keterangan :
Fk
= kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko = Faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)
Fp
= Faktor pengenceran (20)
142/90
=
ppm kurva
Faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
Lampiran 6. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Mehlich-1 (Balai Penelitian Tanah, 2005) Peralatan yang dibutuhkan :
Neraca analitik ketelitian 4 desimal
Tabung reaksi
Dispenser 25 ml
Kertas saring
Botol kocok plastik 100 ml
Pipet volume 1, 2 dan 5 ml
Pipet ukur 10 ml
Mesin kocok bolak-balik 180 goyangan menit-1
Spektrofotometer
Pereaksi : ▪
Larutan pengekstrak Mehlich (asam ganda) HCl 0.05 N dan H2SO4 0.025 N. Dipipet 4 ml HCl pekat dan 0.7 ml H2SO4 pekat kedalam labu ukur 1 liter. Diencerkan dengan air murni sampai tanda garis.
•
Standar pokok P 500 ppm Larutkan 2,1954 g KH2PO4 p.a.(kering 40oC) dengan air bebas ion dalam labu ukur 1000 ml, ditambah beberapa tetes kloroform, kemudian impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis.
•
Pereaksi warna P Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat kemudian dijadikan 1 l dengan air bebas ion. Pereaksi P ini harus dibuat baru.
Standar P 50 ppm Pipet 2 ml standar 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan pengekstrak Mehlich hingga tepat 100 ml.
Standar P 1 ppm Pipet 2 ml standar 50 ppm P ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan dengan pengekstrak Mehlich hingga tepat 100 ml.
Deret standar P (0-1 ppm)
Pipet berturut-turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml standar 1 ppm P ke dalam tabung reeaksi.
Masing-masing ditambah pengekstrak Mehlich sampai
volumenya 10 ml. Cara kerja : ▪
Timbang
20 g contoh tanah halus < 2 mm dalam botol kocok 100 ml.
Tambahkan 1 ml karbon aktif dan 40 ml pengekstrak Mehlich-1 dan dikocok dengan mesin pengocok 180 goyangan per menit selama 5 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 untuk mendapatkan ekstrak jernih. ▪
Pipet masing-masing 5 ml ekstrak contoh dan deret standar P ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 1 ml pereaksi pewarna P. Kocok dengan pengocok tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan : Kadar unsur P (ppm) = ppm kurva x ml ekstrak 1 000 ml-1 x 1 000 g (g contoh)-1 x fp x fk = ppm kurva x 40/1 000 x 1 000/20 x fp x fk = ppm kurva x 2 x fp x fk Keterangan : Ppm kurva Fk
= kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)
Fp
= faktor pengenceran (20)
Lampiran 7.
Metode ekstraksi dengan pengekstrak Olsen (Balai Penelitian
Tanah, 2005) Peralatan yang dibutuhkan :
Neraca analitik ketelitian tiga desimal
Botol kocok 50 ml
Kertas saring W 91
Tabung Reaksi
Pipet 2 ml
Dispenser 20 ml
Dispenser 10 ml
Mesin pengocok
Spektrofotometer UV-VIS
Pereaksi :
Pengekstrak NaHCO3 0,5 M, pH 8,5 Larutkan 42,0 g NaHCO3 dengan air bebas ion menjadi 1 l, pH larutan ditetapkan menjadi 8,5 dengan penambahan NaOH 1M (diperlukan sekitar 10 ml)
Pereaksi P pekat Larutkan 12 g (NH4)6Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 l. Tambahkan 0,277 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 liter dengan air bebas ion
•
Pereaksi warna P Campurkan 1,06 g asam askorbat dengan 100 ml pereaksi P pekat kemudian dijadikan 1 l dengan air bebas ion. Pereaksi P ini harus dibuat baru.
•
Standar induk 1 000 ppm PO4 (Tritisol) Pindahkan secara kuantitatif larutan standar induk PO4 Tritisol di dalam ampul ke dalam labu ukur 1 l. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis, kocok.
•
Standar 100 ppm PO4 Pipet 10 ml standar induk PO4 1 000 ppm tritisol ke dalam labu ukur 100 ml. Impitkan dengan pengekstrak olsen ion sampai dengan tanda garis, kocok.
•
Deret standar PO4 (0-20 ppm) Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ml standar 100 ppm PO4 ke dalam labu ukur 100 ml. Masing-masing diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 100 ml.
Cara kerja : •
Timbang 1 g contoh tanah ukuran < 2 mm, dimasukkan kedalam botol kocok dan ditambahkan 20 ml pengekstrak olsen lalu kocok dengan mesin kocok selama 30 menit. Saring dan bils larutan keruh dikembalikan lagi ke atas saringan semula.
•
Ekstrak dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna fosfat, kocok hingga homogen dan biarkan 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan : Kadar P2O5 tersedia (ppm) = ppm kurva x ml ekstrak/1 000 ml x 1000 g (g contoh)-1 x fp x (142/90) x fk = ppm kurva x 20/1 000 x 1 000/l x 142/90 x fk = ppm kurva x 20 x 142/90 x fk Keterangan :
Fk
= kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air)
Fp
= faktor pengenceran (20)
142/90
=
ppm kurva
Faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
Lampiran 8. Pertumbuhan tanaman terong (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan plikasi pupuk P 90 kg P2O5.ha-1
Lampiran 9. Pertumbuhan tanaman cabai (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan aplikasi pupuk P 180 kg P2O5.ha-1
Lampiran 11. Pertumbuhan tanaman kacang panjang (a) tanpaaAplikasi pupuk P, (b) dengan aplikasi pupuk P 180 kg P2O5.ha-1