PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAD TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang
:
a.
b.
c.
Mengingat
:
1.
2.
3.
bahwa dalam rangka berperan serta mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, serta menjawab tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan internasional, maka penyelenggaraan pendidikan harus direncanakan secara terarah dan berkesinambungan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu Pemerintah Kota Batu mempunyai kewajiban membina dan mengembangkan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu sehingga dapat menghasilkan keluaran pendidikan yang berkualitas; bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah di Kota Batu adalah merupakan salah satu upaya strategis untuk mendukung terwujudnya visi Kota Batu; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan. Pasal 18 Ayat (6), dan Pasal 31 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pkok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890); Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
4.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Batu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4118); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan beberapa kali yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586); 9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011, Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5233); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 Tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3974);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157); 20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; 21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; 22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah;
23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah; 24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; 25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C; 26. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; 27. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan; 28. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; 29. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan; 30. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama /Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMU/MA); 31. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah; 32. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kriteria Perangkat Akreditasi Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI); 33. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Kriteria Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs); 34. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya; 35. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan Guru untuk ditugaskan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah;
36. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama Nomor 05/10/PB/2011, Nomor SPB/03/M.PAN-RB/10/2011, Nomor 48 Tahun 2011, Nomor 158/PMK.01/2011, Nomor 11 Tahun 2011, tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil; 37. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; 38. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BATU dan WALIKOTA BATU MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.
SISTEM
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Batu. 4. Dinas adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. 5. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. 6. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
7. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari atas pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. 8. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. 9. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 10. Pendidikan Anak Usia Dini, yang selanjutnya disingkat PAUD, adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 11. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 12. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 13. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat. 14. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar. 15. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Kementerian Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar.
16. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD dan MI. 17. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Kementerian Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD dan MI. 18. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. 19. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 20. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Kementerian Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 21. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs., atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
22. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Kementerian Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs., atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 23. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan standar pendidikan Nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. 24. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 25. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 26. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menguasai, memahami, dan mengamalkan ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama. 27. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 28. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penerapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. 29. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. 30. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. 31. Standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di daerah.
32. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. 33. Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 34. Pengelola pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal. 35. Pengelolaan pendidikan adalah proses pengaturan tentang kewenangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan agar pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 36. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah pegawai tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. 37. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut Pegawai Tidak Tetap, adalah pegawai tidak tetap pada satuan pendidikan milik Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan milik Yayasan, terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan, yang diangkat oleh Walikota berdasarkan ketetapan kontrak kerja. 38. Warga Masyarakat adalah penduduk Kota Batu, penduduk luar Kota Batu, dan warga negara asing yang tinggal di Kota Batu. 39. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat sambang non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peran serta dalam bidang pendidikan. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Ruang lingkup yang diatur dalam Daerah ini mencakup: 1) Visi, Misi, Maksud, Dan Tujuan; 2) Penyelenggaraan Pendidikan;
Peraturan
3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28) 29) 30) 31) 32) 33) 34) 35) 36) 37) 38) 39) 40) 41) 42) 43)
Pendidik dan Tenaga Kependidikan; Hak Pendidik; Kewajiban Pendidik; Hubungan Pemerintah Daerah, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan; Kurikulum; Peserta Didik; Kepala Sekolah/Madrasah; Rekrutmen Kepala Sekolah/Madrasah; Proses Pengangkatan Kepala Sekolah/Madrasah; Masa Tugas Kepala Sekolah/Madrasah; Tugas Kepala Satuan Pendidikan/Kepala Sekolah/Madrasah; Penilaian Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah; Pengawas Sekolah/Madrasah; Mekanisme Pengangkatan Dan Masa Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah; Tugas Pokok Pengawas Sekolah/Madrasah; Fungsi, Wewenang, dan Hak Pengawas Sekolah/Madrasah; Satuan Pendidikan; Pendirian, Penggabungan dan Penghapusan Satuan Pendidikan; Pendidikan Yang Diselenggarakan Masyarakat; Pendidikan Yang Diselenggarakan Lembaga Pendidikan Asing; Tata Cara dan Persyaratan Perizinan; Akreditasi Sekolah/Madrasah; Kerjasama Pendidikan; Sarana dan Prasarana; Standar pendidikan; Standar Isi; Standar Proses; Kompetensi Lulusan; Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; Standar Sarana dan Prasarana; Standar Pengelolaan; Standar Pembiayaan; Standar Penilaian Pendidikan; Pengendalian Mutu; Pendanaan Pendidikan; Peran Serta Masyarakat; Dewan Pendidikan; Komite Sekolah; Pembinaan, Tanggungjawab, dan Evaluasi; Sanksi Administrasi; Ketentuan Pidana;
44) Penyidikan. BAB III VISI, MISI, MAKSUD, DAN TUJUAN Pasal 3 Visi Pendidikan Daerah adalah terciptanya Pendidikan yang berkualitas, berkarakter, berkebangsaan, berwawasan global, dan terjangkau masyarakat dengan dukungan sumber daya manusia yang profesional, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 4 Misi Pendidikan Daerah adalah: a. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan di daerah yang memberikan jaminan bahwa setiap anak usia sekolah dapat menempuh pendidikan dasar 12 (dua belas) tahun terdiri dari 9 (sembilan) tahun pendidikan dasar dan 3 (tiga) tahun pendidikan menengah; b. mengupayakan partisipasi seluruh komponen masyarakat agar penyelenggaraan pendidikan di daerah memiliki standar kualitas yang tinggi dan terjangkau, sehingga mempunyai keunggulan kompetitif yang mempunyai daya saing tinggi; c. menciptakan keseimbangan antara kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial dan estetik. d. menciptakan sistem dan kebijakan pendidikan yang unggul; e. menciptakan atmosfer pendidikan yang kondusif; f. mengantisipasi dan menghilangkan berbagai pengaruh negatif yang dapat merusak citra pendidikan. Pasal 5 (1) Maksud adanya Peraturan Daerah tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan adalah sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di Kota Batu. (2) Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan Daerah adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berkualitas sebagaimana dimaksud dalam visi dan misi pendidikan daerah.
BAB IV PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Bagian Pertama Penyelenggaraan Pasal 6 (1) Penanggungjawab penyelenggaraan pendidikan di daerah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di bidang pendidikan. (2) Pemerintah Daerah wajib menjamin terwujudnya layanan wajib belajar 12 (dua belas) tahun meliputi, Pendidikan Dasar 9 (sembilan) Tahun, dan Pendidikan Menengah 3 (tiga) tahun sesuai dengan standar pelayanan minimal. (3) Pelayanan program wajib belajar mengikut (4) sertakan semua satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat. (5) Pemerintah Daerah mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas bagi setiap peserta wajib belajar, serta memiliki tujuan memberikan pendidikan minimal bagi masyarakat untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar hidup mandiri atau melanjutkan pedidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bagian Kedua Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pasal 7 (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Status kepegawaian pendidik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. pegawai negeri sipil; b. pegawai tidak tetap Pemerintah Daerah; c. pegawai tetap yayasan/badan hukum swasta lainnya; d. pegawai tidak tetap yayasan/badan hukum swasta lainnya.
(3) Pegawai tetap yayasan dan pegawai tidak tetap yayasan yang dimaksud pada ayat 2 huruf c dan huruf d adalah pegawai yang melaksanakan fungsi sebagai pendidik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat. (4) Pendidik dari unsur pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diangkat oleh Pemerintah. (5) Penempatan pendidik sebagai pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan peta kebutuhan pegawai pada tiap-tiap satuan pendidikan. (6) Penempatan pendidik sebagai pegawai negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (7) Pengangkatan dan penempatan pendidik sebagai pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (8) Pengangkatan dan penempatan pendidik sebagai pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidik dalam satuan pendidikan, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta pendidikan anak usia dini. (9) Pengangkatan pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (10) Pendidik yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangn yang berlaku. (11) Pendidik pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yang ditempatkan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah mendapat kesejahteraan sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah.
(12) Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, meliputi : a. kompetensi pedagogik; b. kompetensi kepribadian; c. kompetensi profesional; d. kompetensi sosial. Pasal 8 (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (2) Kualifikasi dan kompetensi tenaga kependidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Status kepegawaian tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. pegawai negeri sipil; b. pegawai tidak tetap pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah; c. pegawai tetap yayasan/badan hukum swasta lainnya; d. pegawai tidak tetap yayasan/badan hukum swasta lainnya. (4) Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. (5) Pegawai sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d adalah pegawai yang melaksanakan tugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat. (6) Tenaga kependidikan dari unsur pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, diangkat oleh Pemerintah. (7) Penempatan tenaga kependidikan sebagai Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dilakukan oleh Pemerintah. (8) Penempatan tenaga kependidikan sebagai Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(9) Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan sebagai pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (10) Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan sebagai pegawai tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan dalam satuan pendidikan, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal. (11) Pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (12) Tenaga kependidikan yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural. (13) Bagi guru baru diwajibkan mengikuti program induksi sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Hak Pendidik Pasal 9 (1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial. (2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. (3) Mendapatkan tunjangan sertifikasi bagi pendidik yan telah lulus uji sertifikasi. (4) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. (5) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi.
(6) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya. (7) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas. (9) Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya. (10) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan. (11) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi. (12) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi yang berkelanjutan dalam bidangnya. (13) Memperoleh tambahan penghasilan bagi pendidik yang melayani anak berkebutuhan khusus. (14) Mengenai ketentuan besaran tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud ayat (13) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Keempat Kewajiban Pendidik Pasal 10 (1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran termasuk pelaksanaan belajar yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. (2) Memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi. (3) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. (4) Memotivasi peserta didik melaksanakan waktu belajar di luar jam sekolah. (5) Memberikan keteladanan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar.
(6) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran. (7) Menjunjung tinggi peraturan perundangundangan, kode etik guru serta nilai-nilai agama, etika, dan moral. (8) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan. (9) Melaksanakan dan mengerjakan tugas profesi dan melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. (10) Wajib menjadi anggota organisasi profesi guru. Bagian Kelima Hubungan Pemerintah Daerah, Pendidik, Dan Tenaga Kependidikan Pasal 11 (1) Pengangkatan dan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat atau lembaga pendidikan asing dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama dan dibatasi jumlahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat atau lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (3) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat atau lembaga pendidikan asing yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial dari penyelenggara pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan kepada penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(5) Satuan pendidikan lembaga pendidikan asing yang menggunakan pendidik dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia wajib memberikan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan yang dituangkan dalam perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Bagian Keenam Kurikulum Pasal 12 (1) Kurikulum satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah berpedoman pada standar nasional pendidikan. (2) Kurikulum satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengandung muatan lokal. (3) Kurikulum Pendidikan bertaraf Internasional mengacu pada standar nasional pendidikan dengan merujuk pada pengujian standar internasional atau manajemen standar internasional. (4) Pengembangan Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan pendidikan. (5) Pengembangan Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas. (6) Ketersediaan kurikulum pada setiap satuan pendidikan menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan. Bagian Ketujuh Hak Peserta Didik Pasal 13 (1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan jaminan pelayanan wajib belajar 12 (dua belas) tahun meliputi, Pendidikan Dasar 9 (sembilan) Tahun, dan Pendidikan Menengah 3 (tiga) tahun sesuai dengan standar pelayanan minimal. (2) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal berhak : a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; c. mendapatkan beasiswa bagi siswa yang berprestasi dan/atau berasal dari keluarga tidak mampu; d. mendapatkan jaminan pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan berstatus penduduk Daerah; e. pindah program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara; f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan; g. mendapatkan bimbingan, pembelajaran, dan pelatihan secara layak minimal sesuai dengan standar nasional pendidikan; h. mengajukan saran dan berperan serta dalam usaha peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan. (3) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan nonformal berhak: a. mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; b. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan; c. mendapatkan bimbingan, pembelajaran, dan pelatihan secara layak minimal sesuai dengan standar nasional pendidikan; d. mengajukan saran dan berperan serta dalam usaha peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan. (4) Peserta didik berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kekhususannya. (5) Peserta didik Warga Negara Indonesia yang belajar pada lembaga pendidikan asing yang diselenggarakan di Daerah berhak mendapatkan pendidikan agama yang dianutnya dan pendidikan kewarganegaraan.
(6) Syarat dan mekanisme memperoleh beasiswa dan jaminan pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d serta syarat dan mekanisme penerimaan peserta didik baru di tiap jenjang dan jalur pendidikan formal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedelapan Kewajiban Peserta Didik Pasal 14 Peserta didik pada setiap satuan pendidikan berkewajiban: a. Mematuhi semua peraturan sekolah/madrasah; b. Menghormati pendidik dan tenaga kependidikan; c. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan; d. memelihara suasana yang kondusif selama proses pembelajaran. BAB V PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH/MADRASAH Bagian Pertama Kriteria Pengangkatan Kepala Sekolah/Madrasah Pasal 15 (1) Kriteria umum menjadi Kepala Sekolah/Madrasah meliputi: a. berstatus sebagai guru; b. memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. berusia setinggi-tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah; d. memiliki kepangkatan serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru yang bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK impasing; e. memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan; f. lulus sertifikasi sesuai bidang;
g. memperoleh nilai baik sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir. (2) Kriteria untuk menjadi Kepala Sekolah PAUD/TK/RA meliputi: a. berstatus sebagai guru PAUD/TK/RA; b. memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/D4 kependidikan; c. memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; d. memiliki pengalaman mengajar sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun di PAUD/TK/RA; e. memiliki masa kerja keseluruhan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun di PAUD/TK/RA; f. memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan kependidikan; g. memperoleh nilai baik sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; h. lulus seleksi orientasi kepala sekolah yang dibukti dengan sertifikat; i. lulusan sertifikasi guru sesuai bidang. (3) Kriteria untuk menjadi Kepala Sekolah SD/MI meliputi: a. berstatus sebagai guru SD/MI; b. memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/D4 kependiddikan; c. memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; d. memiliki pengalaman mengajar sekurangkurangnya 5 (lima) tahun di SD/MI; e. memiliki masa kerja keseluruhan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun di SD/MI; f. memiliki kepangkatan serendah-rendahnya III/c bagi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bagi guru yang bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK impasing; g. memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan; h. lulus seleksi orientasi kepala sekolah yang dibuktikan dengan sertifikat; i. lulus sertifikasi guru sesuai bidang.
(4) Kriteria untuk menjadi Kepala Sekolah SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK berstatus sebagai guru SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK: a. pengalaman mengajar di SMP/MTs/SMA/MA/ SMK/MAK minimal 5 tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah; b. memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1)/D4 kependidikan; c. khusus untuk kepala SMA/MA/SMK/MAK sederajat diutamakan memiliki kualifikasi pendidikan magister (S2) dari perguruan tinggi yang terakreditasi; d. memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku; e. berusia setinggi-tinggi 56 (lima puluh enam ) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah memiliki kepangkatan serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru yang bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing; f. memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan; g. lulus seleksi dan orientasi kepala sekolah yang dibuktikan dengan sertifikat; h. lulus seleksi orientasi kepala sekolah yang dibuktikan dengan sertifikat; i. memperoleh nilai baik sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; j. lulus uji kepatutan (fit and proper test) oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah. (5) Khusus untuk menjadi Kepala Sekolah SMK/MAK, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga memenuhi kriteria: a. memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang hubungan kerja dengan dunia usaha dan/atau dunia industri; b. memiliki wawasan tentang unit produksi. Bagian Kedua Rekrutmen Kepala Sekolah/Madrasah Pasal 16 (1) Calon kepala sekolah/madrasah direkrut dari guru yang telah memenuhi kriteria umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Calon kepala sekolah/madrasah direkrut melalui usulan kepala sekolah/madrasah oleh dan/atau pengawas yang bersangkutan ke dinas pendidikan kota dan/atau Kantor Kementerian Agama Kota sesuai dengan kewenangannya. (3) dinas pendidikan kota dan kantor kementerian agama kota sesuai dengan kewenangannya melakukan seleksi administratif dan akademik. (4) Seleksi administratif dilakukan melalui penilaian kelengkapan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak berwenang sebagai bukti bahwa calon kepala sekolah/madrasah bersangkutan telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. (5) Seleksi akademik dilakukan melalui penilaian potensi kepemimpian, menejerial, dan penguasaan kompetensi kepala sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Proses Pengangkatan Kepala Sekolah/Madrasah Pasal 17 (1) Proses pengangkatan calon kepala sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah harus lulus seleksi calon kepala sekolah/madrasah. (2) Seleksi calon kepala sekolah/madrasah dilakukan melalui penilaian akseptabilitas oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/ madrasah. (3) Kepala dinas membentuk tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah terdiri dari unsur pengawas sekolah, dewan pendidikan, dan dinas pendidikan ditetapkan oleh keputusan Walikota. (4) Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batu membentuk tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah terdiri dari unsur pengawas madrasah, dewan pendidikan, dan Kementerian Agama Kabupaten/Kota ditetapkan oleh keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batu. (5) Berdasarkan rekomendasi tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah pemerintah daerah dan/atau kantor wilayah kementerian agama provinsi dan kota mengangkat kepala sekolah sesuai kewengannya.
(6) Kepala Dinas mengusulkan calon kepala sekolah berdasarkan rekomendasi tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah yang memenuhi persyaratan dan kompetensi kepada Walikota. (7) Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batu sesuai dengan kewenangan mengangkat kepala madrasah berdasarkan rekomendasi tim pertimbangan pengangkatan kepala madrasah dan rekomendasi kantor wilayah Kementerian Agama Kota Batu. (8) Pengangkatan dan penempatan calon Kepala Sekolah yang lulus seleksi ditetapkan dengan Keputusan Walikota. (9) Pengangkatan dan penempatan calon Kepala Madrasah yang lulus seleksi ditetapkan dengan keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batu. Bagian Kelima Masa Tugas Kepala Sekolah/Madrasah Pasal 18 (1) Kepala sekolah/madrasah diberi 1 (satu) kali masa tugas selama 4 (empat) tahun. (2) Masa tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila memiliki prestasi kerja minimal baik berdasarkan penilaian kinerja. (3) Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas berturut-turut dapat ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah lain yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari sekolah/madrasah sebelumnya, apabila : a. telah melewati tenggang waktu sekurangkurangnya 1 (satu) kali masa tugas; atau b. memiliki prestasi yang istimewa. (4) Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi di tingkat kabupaten/kota/provinsi/nasional. (5) Kepala sekolah/madrasah yang masa tugasnya berakhir, tetap melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan jenjang jabatannya dan berkewajiban melaksanakan proses pembelajaran atau bimbingan dan konseling sesuai dengan ketentuan.
Bagian Keenam Tugas Kepala Satuan Pendidikan/ Kepala Sekolah/Madrasah Pasal 19 Tugas Kepala Satuan Pendidikan/Kepala Sekolah/Madrasah meliputi: a. memimpin satuan pendidikan; b. menyelenggarakan kegiatan pendidikan bermutu; c. melaksanakan supervisi pendidikan terhadap guru dan tenaga kependidikan; d. menyelenggarakan administrasi sekolah; e. merencanakan pengembangan, pemberdayaan, pendayagunaan, dan pemeliharaan sarana prasarana lingkungan di satuan pendidikan; f. meningkatkan mutu hasil pendidikan pada satuan pendidikan; g. menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketujuh Penilaian Kinerja Kepala Sekolah/Madrasah Pasal 20 (1) Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilakukan secara berkala setiap tahun. (2) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pengawas sekolah/madrasah dan guru senior. (3) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. usaha pengembangan sekolah/madrasah yang dilakukan selama menjabat kepala sekolah/madrasah; b. peningkatan kualitas sekolah/madrasah berdasarkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan selama dibawah kepemimpinan yang bersangkutan; dan c. usaha pengembangan profesionalisme sebagai kepala sekolah/madrasah. (4) Hasil penilaian kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik, baik, cukup, dan kurang. (5) Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilaksanakan sesuai pedoman penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah.
BAB VI PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH DAN PENILIK Bagian Kesatu Kriteria Pengawas Sekolah/Madrasah Pasal 21 (1) Kriteria untuk menjadi pengawas TK/RA dan SD/MI meliputi: 1) berpendidikan minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi; 2) memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan; 3) berusia setinggi-tingginya 50 (lima puluh) tahun sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan berstatus sebagai guru sekurangkurang 8 (delapan) tahun, atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan jenjang pendidikan yang diawasi; 4) memiliki kepangkatan serendah-rendahnya penata, golongan ruang III/c; 5) memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan. (2) Kriteria untuk menjadi pengawas SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK meliputi: a. pendidikan minimum magister (S-2) kependidikan dengan berbasis sarjana (S-1) dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi; b. memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan/atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas pada lembaga yang ditetapkan pemerintah; c. berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun, atau kepala sekolah sekurangkurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan jenjang pendidikan yang diawasi; d. memiliki kepangkatan serendah-rendahnya penata, golongan ruang III/c; e. memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan.
(3) Pengangkatan pengawas sekolah ditetapkan dengan keputusan Walikota sesuai dengan kewenangan. (4) Pengangkatan pengawas madrasah ditetapkan dengan keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batu. Bagian Kedua Tanggung Jawab, Wewenang, Dan Pengangkatan Pengawas Sekolah/Madrasah Dan Penilik Pasal 22 (1) Tanggung Jawab Pengawas Sekolah/Madrasah adalah: a. Melaksanakan pengawasan pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada TK/RA/SD/MI/SMP/MTs/SMA/ SMK/MA/MAK, rumpun mata pelajaran dan bimbingan konseling; dan b. Meningkatkan proses belajar mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. (2) Wewenang Pengawas Sekolah/Madrasah adalah: a. Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi; dan b. Menentukan dan mengusulkan program pembinaan serta melaksanakan pembinaan. Pasal 23 (1) Tanggung Jawab Penilik adalah: a. Melaksanakan pengawasan terhadap lembaga penyelenggara program pendidikan nonformal; b. Meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan; c. Melaksanakan pemantauan dan bimbingan pada lembaga penyelenggara program pendidikan nonformal yang meliputi: 1) Program Pengembangan Anak Usia Dini; 2) Program Keaksaraan fungsional; 3) Program paket A setara SD; 4) Program paket B setara SMP;
5) Program paket C setara SMA; 6) Program kelompok belajar usaha; 7) Pembinaan kursus-kursus yang diselenggarakan oleh masyarakat; 8) Program pembinaan generasi muda; 9) Program keolahragaan; 10) Program taman baca masyarakat. d. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan bimbingan dalam rangka meningkatkan mutu keluaran. (2) Wewenang Penilik adalah: a. Memberi penilaian; b. Menentukan dan mengusulkan program pembinaan serta melaksanakan pembinaan. Bagian Ketiga Pengangkatan Pengawas Sekolah/Madrasah Dan Penilik Pasal 24 Pengangkatan Pengawas Sekolah dan Penilik dilakukan secara terbuka, obyektif, dan transparan oleh Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII SATUAN PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 25 (1) Satuan pendidikan dapat berbentuk formal, nonformal, dan pendidikan informal. (2) Satuan pendidikan dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, Masyarakat atau Lembaga Pendidikan Asing. (3) Satuan pendidikan berhak mendapatkan pembinaan oleh penyelenggara pendidikan dan Pemerintah Daerah. (4) Satuan pendidikan berkewajiban melayani peserta didik dengan menyelenggarakan kegiatan belajarmengajar atau pendidikan dan pelatihan.
(5) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau Masyarakat berkewajiban mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan yang meliputi pertanggungjawaban kurikulum, pengelolaan, kesiswaan, keuangan, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana kepada Penyelenggara Pendidikan dengan tembusan kepada Walikota melalui Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang pendidikan. (6) Penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. (7) Pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan di bidang keuangan yang berasal dari Pemerintah Daerah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Pemerintah Daerah. (8) Setiap satuan pendidikan wajib menyusun tata tertib yang disahkan oleh Kepala Dinas. (9) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sekurang-kurangnya memuat: a. hak dan kewajiban peserta didik; b. waktu kegiatan belajar-mengajar; c. pakaian sekolah; d. penghargaan atas keberhasilan; e. sanksi atas pelanggaran. (10) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh kepala sekolah melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan masukan komite sekolah dan peserta didik. Bagian Kedua Bentuk Satuan Pendidikan Pasal 26 (1) Bentuk satuan pendidikan meliputi: a. Pendidikan anak usia dini; b. Pendidikan dasar; c. Pendidikan menengah; d. Pendidikan khusus dan layanan khusus; e. Pendidikan layanan luar sekolah.
(2) Pendidikan anak usia dini, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jalur nonformal ditujukan kepada anak dengan usia 2 (dua) sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri dari: a. tempat pentipan anak (TPA); b. kelompok bermain (KOBER). (4) Pendidikan anak usia dini, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk jalur formal ditujukan kepada anak dengan usia 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) tahun terdiri dari : a. taman kanak-kanak (TK); b. raudhatul athfal (RA); c. bentuk lain yang sederajat. (5) satuan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bukan merupakan persyaratan wajib untuk memasuki pendidikan dasar. (6) penyelenggaraan pendidikan anak usia dini wajib memenuhi standar pelayanan minimal penyelenggaraan pendidikan. Pasal 27 (1) Satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) huruf b terdiri dari pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan 6 (enam) tahun dan 3 (tiga) tahun. (2) Satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan dasar 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Sekolah Dasar (SD); b. Madrasah Ibtidaiyah (MI); dan c. Bentuk lain yang sederajat. (3) Satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program pendidikan dasar 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Sekolah menengah pertama (SMP); b. Madrasah tsanawiyah (MTs); dan c. Bentuk lain yang sederajat. Pasal 28 Satuan pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (1) huruf c menyelenggarakan program 3 (tiga) tahun terdiri dari:
a. b. c. d. e.
Sekolah Menengah Atas (SMA); Madrasah Aliyah (MA); Sekolah Menengah Kejuruan (SMK); Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK); dan Bentuk lain yang sederajat. Pasal 29
(1) Satuan pendidikan khusus dan layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) huruf d merupakan program pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, social, dan/atau memiliki kecedasan dan bakat istimewa. (2) Pendidikan khusus terdiri dari: a. SLB bagian A diperuntukkan bagi peserta didik tuna netra; b. SLB bagian B diperuntukkan bagi peserta didik tuna rungu wicara; c. SLB bagian C diperuntukkan bagi peserta didik tuna grahita; d. SLB bagian D diperuntukkan bagi peserta didik tuna daksa; e. SLB bagian E diperuntukkan bagi peserta didik tuna laras; f. SLB bagian F diperuntukkan bagi peserta didik berbakat istimewa; dan g. SLB bagian G diperuntukkan bagi peserta didik tuna ganda. (3) Satuan pendidikan khusus terdiri atas: a. Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TK LB); b. Sekolah Dasar Luar Biasa (SD LB); c. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP LB); dan d. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA LB). (4) Pendidikan layanan khusus diberikan pada peserta didik yang mengalami: a. Kesulitan ekonomi; b. Bencana alam. (5) Pemerintah daerah wajib memberikan fasilitas dalam penyelenggaraan pendidikan layanan khusus berupa sarana prasarana, sumber daya manusia, dan pembiayaan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(6) Pemerintah daerah wajib menunjuk sekolah inklusif dengan didukung fasilitas sumber daya manusia dan sarana prasarana pada satuan pendidikan SD, SMP, SMA atau yang sederajat untuk menfasilitasi peserta didik yang berkebutuhan khusus. Pasal 30 (1) Pendidikan layanan luar sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, ayat (1) huruf e, meliputi: a. Pendidikan kursus; b. Pendidikan kesetaraan paket A; c. Pendidikan kesetaraan paket B; d. Pandidikan kesetaraan paket C; dan e. Pendidikan keaksaraan fungsional. (2) Pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap layanan pendidikan luar sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Bagian ketiga Satuan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal Pasal 31 Satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. Pasal 32 (1) Pemerintah daerah mengelola dan menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berbasis keunggulan local. (2) Pemerintah daerah memfasilitasi penyelenggaraan satuan pendidikan berbasis lokal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pasal 33 (1) Keunggulan sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 ayat (1) dikembangkan berdasarkan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah di bidang seni, pariwisata, dan jasa.
(2) Satuan pendidikan menengah kejuruan yang dikembangkan menjadi berbasis keunggulan lokal harus diperkaya dengan muatan pendidikan berbasis dunia usaha dan dunia industri yang sesuai dengan kondisi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat daerah. (3) Pengaturan mengenai ketentuan sebagaimana dimasud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB VIII PENDIRIAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN SATUAN PENDIDIKAN Bagian Pertama Pendidikan yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pasal 34 (1) Pemerintah Daerah dapat mendirikan satuan pendidikan dan wajib mengajukan izin kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan penghapusan dan/atau penggabungan beberapa satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah menjadi satu satuan pendidikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. jumlah peserta didik di bawah 10 (sepuluh) orang tiap rombongan belajar; b. tidak memenuhi standar pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini; c. berkenaan dengan mekanisme penghapusan asset, lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Walikota. (3) Pemerintah Daerah dapat mendirikan sekolah internasional lebih lanjut dalam Peraturan Walikota. Bagian Kedua Pendidikan yang Diselenggarakan Masyarakat Pasal 35 (1) Masyarakat dapat mendirikan satuan pendidikan dan wajib mengajukan izin kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan penghapusan dan/atau penggabungan beberapa satuan pendidikan menjadi satu satuan pendidikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jumlah peserta didik di bawah 5 (lima) orang tiap rombongan belajar pada pendidikan jalur formal; b. sarana-prasarana tidak sesuai dengan standar pelayanan minimal pendidikan pada pendidikan jalur formal; c. tidak menjalankan kegiatan pembelajaran selama 2 (dua) tahun berturut-turut dan atau tidak memperpanjang izin operasional pada pendidikan jalur non formal. Pasal 36 (1) Masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. (2) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat harus mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, manajemen, dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. (3) Dana penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (4) Lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. (5) Ketentuan mengenai Peran Serta Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Ketiga Pendidikan yang Diselenggarakan Lembaga Pendidikan Asing Pasal 37 (1) Lembaga Pendidikan Asing yang telah mendapatkan izin dari Pemerintah wajib bekerjasama dengan lembaga pendidikan di Daerah dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan Daerah.
(2) Pemerintah Daerah dapat menyampaikan usulan penghapusan satuan pendidikan asing dengan ketentuan: a. tidak memenuhi standar pengelolaan, sarana prasarana, pendidik, dan tenaga kependidikan; b. tidak memenuhi kewajiban selaku penyelenggara pendidikan; c. tidak memenuhi hak-hak peserta didik Warga Negara Indonesia dalam memperoleh pendidikan agama dan kewarganegaraan; d. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Keempat Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Pasal 38 (1) Tata cara perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan Pasal 35 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. pemohon izin mengajukan surat permohonan dengan dilampiri proposal pendirian kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir yang telah disediakan; b. pemohon wajib memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut: 1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon yang masih berlaku; 2) fotokopi izin gangguan; 3) surat keterangan dari pemilik bangunan apabila bangunan bukan milik sendiri; 4) fotokopi akta pendirian badan hukum atau badan usaha; 5) persyaratan administrasi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Persyaratan permohonan yang telah dinyatakan lengkap dan benar, maka izin dapat diberikan setelah dilakukan verifikasi lapangan. (3) Verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh tim yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota, terdiri dari unsur: a. satuan kerja perangkat daerah yang berwenang di bidang pendidikan; b. satuan kerja perangkat daerah yang berwenang di bidang perizinan; c. satuan kerja perangkat daerah yang berwenang di bidang ketenagakerjaan; d. satuan kerja perangkat daerah yang terkait.
(4) Bentuk formulir permohonan izin dan bentuk surat izin pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jangka waktu proses perizinan serta masa berlaku izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB IX AKREDITASI Pasal 39 (1) Setiap satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan, wajib diakreditasi. (2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dibantu oleh Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah, dan Unit Pelaksana Akreditasi Sekolah/Madrasah. (3) Unit Pelaksana Akreditasi Sekolah/Madrasah merupakan perangkat organisasi Badan Akreditasi yang dibentuk oleh Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah yang berkedudukan di Kota Batu. (4) Unit Pelaksana Akreditasi Sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibentuk untuk memberikan jaminan, kepastian, dan kendali pelayanan pendidikan menjadi pendidikan yang bermutu. (5) Unit Pelaksana Akreditasi Sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas melaksanakan akreditasi terhadap program keahlian, dan/atau satuan pendidikan sekolah dan pendidikan nonformal. (6) Komposisi keanggotaan badan akreditasi sekolah/madrasah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (7) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. (8) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang jelas, terukur dan bersifat terbuka. (9) Sekolah/Madrasah menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengikuti akreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(10)Sekolah/Madrasah meningkatkan status akreditasi dengan menggunakan lembaga akreditasi eksternal yang memiliki legitimasi. (11)Sekolah/Madrasah harus terus meningkatkan kualitas kelembagaan secara holistik dengan menindaklanjuti saran-saran hasil akreditasi. (12)Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (13)Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria sesuai standar nasional pendidikan. (14)Pemerintah daerah wajib memfasilitasi pelaksanaan akreditasi dalam rangka penjaminan mutu pendidikan. BAB X KERJASAMA PENDIDIKAN Pasal 40 (1) Satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dapat bekerjasama dengan pihak ketiga. (2) Pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Hal-hal yang dapat dikerjasamakan oleh satuan pendidikan antara lain: a. dana; b. tenaga ahli; c. sarana dan prasarana; d. pengujian; e. sertifikasi; dan f. pendidikan dan pelatihan. (4) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan kerjasama wajib mendapatkan persetujuan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang pendidikan. (5) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum melakukan kerjasama wajib melaporkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang Pendidikan. (6) Mekanisme pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XI SARANA DAN PRASARANA Pasal 41 (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat dapat memberi bantuan sarana dan prasarana kepada satuan pendidikan. (3) Pengadaan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat. (4) Pendayagunaan sarana dan prasarana pendidikan sesuai tujuan dan fungsinya menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan. (5) Pemerintah Daerah wajib menyediakan sarana dan prasarana yang memadai pada satuan pendidikan Pemerintah. (6) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan pada penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat. (7) Pemerintah Daerah menetapkan standar sarana dan prasarana minimal pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Sarana dan prasarana pendidikan berupa bangunan gedung, wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsinya. (9) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan, dan izin penggunaan bangunan. (10)Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi persyaratan taat bangunan dan persyaratan keandalan dan kelayakan bangunan gedung. (11)Ketentuan persyaratan bangunan gedung pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(12)Penghapusan sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilakukan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XII STANDAR PENDIDIKAN Pasal 42 (1) Satuan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan wajib memenuhi standar pendidikan. (2) Standar pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar pendidikan nasional dan standar pendidikan Daerah; (3) Standar Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya terdiri dari: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana; f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan; dan h. standar penilaian pendidikan. (4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Pertama Standar Isi Pasal 43 (1) Standar Isi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf a meliputi semua pelajaran dan bidang keahlian baik pada jalur formal maupun nonformal dengan memasukkan muatan lokal sebagai keunggulan daerah. (2) Muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada semua jenjang pendidikan yang meliputi Pendidikan Budi Pekerti, Budaya Daerah, Pendidikan Lingkungan Hidup, Pengenalan Obyek Wisata Daerah, Bahasa Asing, Bahasa Jawa, Keterampilan Membatik, Kerajinan Tangan, Holtikultura, Teknologi Hasil Pertanian, Kesenian.
(3) Muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan dengan pembelajaran secara terintegrasi ke dalam mata pelajaran yang lain. (4) Satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dianjurkan memberikan sekurang-kurangnya 1 (satu) bahasa asing. (5) Satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dianjurkan memberikan sekurangkurangnya 2 (dua) bahasa asing. (6) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Standar Isi Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Standar Proses Pasal 44 (1) Standar Proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf b, dimaksudkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib: a. memilih dan menggunakan model, pendekatan, metode, strategi atau teknik pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar; b. melakukan pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran secara efektif dan efisien; dan c. mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat mengaktifkan peserta didik, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, menantang dan mengembangkan karakter peserta didik, serta memberikan keamanan kepada peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. (2) Ketentuan teknis mengenai pendekatan, metode, strategi, teknik, serta proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ketiga Standar Kompetensi Lulusan Pasal 45 (1) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) huruf c meliputi kompetensi seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran atau bidang keahlian yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
(2) Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam Peraturan Walikota. (3) Dalam menentukan standar kompetensi lulusan daerah sebagaimana dimaksud ayat (2), hendaknya mempertimbangkan: a. nilai minimal pada penilaian akhir untuk peserta didik telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b. nilai minimal rata-rata semua mata pelajaran dan nilai minimal tiap mata pelajaran hasil ujian sekolah; c. nilai minimal rata-rata semua mata pelajaran dan nilai minimal tiap mata pelajaran hasil ujian nasional; dan d. partisipasi dalam kerja sosial sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan yang dinyatakan dalam bentuk laporan secara tertulis. (4) Penyelenggara Pendidikan dan/atau satuan Pendidikan wajib memberikan sertifikat kepada Peserta Didik berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. a. Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi; b. Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat, sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus ujian kompetensi yang diselenggarakan satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi; dan c. Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ketentuan teknis mengenai Standar Kompetensi Lulusan Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Keempat Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pasal 46 (1) Standar pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf d harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (2) Satuan pendidikan wajib memiliki jumlah minimal pendidik sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendikan (SNP).
(3) Standar pendidik jalur pendidikan formal minimal memiliki pendidikan sarjana (S1) atau D-IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi, dan memiliki kompetensi paedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial, serta memiliki sertifikasi. (4) Standar tenaga kependidikan sebagaimana di maksud pada ayat (1) pada satuan pendidikan nonformal berpendidikan S1 dan memiliki kualifikasi akademik. (5) Penilaian bagi pendidik, sarjana meliputi penilaian tertulis, penilaian sikap dan/atau karakter, penilaian portofolio, dan penilaian keterampilan, yang dilakukan dengan prinsip penilaian yang akuntabel, transparan, kebermaknaan, berkesinambungan, dan mendidik. (6) Ketentuan teknis mengenai Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kelima Standar Sarana Dan Prasarana Pasal 47 (1) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 ayat (3) huruf e, bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, pengembangan minat dan bakat peserta didik. (2) Pemberian layanan pendidikan pada satuan pendidikan menyesuaikan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh daerah atau satuan pendidikan. (3) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki minimal salah satu sarana atau prasarana pendidikan yang mendukung muatan lokal daerah. (4) Standar sarana dan prasarana daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Keenam Standar Pengelolaan Pasal 48 (1) Standar Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf f, harus menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, akuntabilitas, dan inovatif.
(2) Pengelolaan pengembangan satuan pendidikan meliputi pengembangan jangka panjang, jangka menengah dan program tahunan. (3) Setiap satuan pendidikan harus mengembangkan dan mengelola sistem informasi manajemen (SIM). (4) Ketentuan teknis mengenai standar sarana dan prasarana Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Ketujuh Standar Pembiayaan Pasal 49 (1) Standar pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) huruf g terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal untuk pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. (2) Pembiayaan pendidikan pada satuan pendidikan dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Daerah maupun Masyarakat. (3) Semua pembiayaan pendidikan pada satuan pendidikan formal harus direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Sekolah dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah dan dilaporkan oleh satuan pendidikan kepada penyelenggara pendidikan secara transparan dan akuntabel dengan memperhatikan pendidikan yang berkeadilan. (4) Ketentuan teknis mengenai Standar Pembiayaan Daerah serta pedoman penyusunan dan pengelolaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedelapan Standar Penilaian Pendidikan Pasal 50 (1) Standar Penilaian Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf h meliputi penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. (2) Penilaian meliputi penilaian tertulis, penilaian sikap, penilaian portofolio, dan penilaian keterampilan dikembangkan dengan menggunakan prinsip penilaian yang akuntabel, transparan, kebermaknaan, berkesinambungan, dan mendidik.
(3) Pendidik wajib melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku peserta didik melalui observasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) semester. (4) Hasil penilaian sikap dan perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi bahan pertimbangan kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik. (5) Satuan pendidikan menilai pelaksanaan dan pelaporan tertulis hasil kerja sosial sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikannya sekurangkurangnya satu kegiatan sosial dalam 1 (satu) semester. (6) Ketentuan teknis mengenai Standar Penilaian Pendidikan Daerah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB XIII PENGENDALIAN MUTU Pasal 51 (1) Untuk mencapai standar pendidikan, setiap satuan pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2) Untuk mencapai standar pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperlukan pembinaan dan pengendalian baku mutu pendidikan. (3) Pembinaan dan pengendalian baku mutu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan dan oleh Pemerintah Daerah. (4) Pembinaan dan pengendalian baku mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pendidikan. BAB XIV PENDANAAN PENDIDIKAN Pasal 52 (1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. (2) Dana pendidikan dari Pemerintah Daerah yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) minimal 20% (dua puluh persen) diluar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
(3) Masyarakat dapat berperan serta dalam pendanaan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang didasarkan pada asas transparan dan akuntabilitas. (4) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB XV PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Pertama Umum Pasal 53 (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan berfungsi memperbaiki akses, mutu, daya saing, relevansi, tatakelola, dan akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidkan. (2) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan melalui berbagai komponen masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah. (3) Pemerintah daerah wajib mendorong peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan. (4) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat dan dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Bagian Kedua Dewan Pendidikan Pasal 54 (1) Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Daerah. (2) Unsur Dewan Pendidikan terdiri dari: a. pakar pendidikan; b. penyelenggara pendidikan; c. pengusaha;
(3)
(4) (5)
(6) (7) (8)
(9)
d. organisasi profesi; e. pendidikan berbasis kekhasan agama atau sosial budaya, dan; f. pendidikan bertaraf internasional; g. pendidikan berbasis keunggulan lokal; dan/atau h. organisasi sosial kemasyarakatan; Pengurus Dewan Pendidikan sekurang-kurangnya terdiri atas: a. ketua; b. sekretaris; dan c. bendahara. Jumlah anggota Dewan Pendidikan paling banyak 11 (sebelas) orang. Anggota Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan dari masyarakat sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pengurus Dewan Pendidikan dipilih dari dan oleh anggota Dewan Pendidikan secara demokratis. Dewan Pendidikan dikukuhkan oleh Walikota. Dewan Pendidikan wajib menyusun dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan rincian sebagai berikut: a. Anggaran Dasar paling sedikit memuat: 1) dasar, tujuan, dan kegiatan; 2) keanggotaan dan kepengurusan; 3) hak dan kewajiban anggota dan pengurus; 4) keuangan; 5) mekanisme kerja dan rapat-rapat; 6) perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan pembubaran organisasi. b. Anggaran Rumah Tangga paling sedikit memuat: 1) Mekanisme pemilihan dan penetapan anggota dan Pengurus; 2) Rincian hak dan kewajiban anggota dan pengurus; 3) Masa bakti keanggotaan dan kepengurusan; 4) Kerja sama dengan pihak lain; 5) Pertanggungjawaban pelaksanaan program kerja.
(10) Masa Bakti Keanggotaan Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Bagian Ketiga Komite Sekolah Pasal 55 (1)
(2)
(3) (4) (5)
(6)
(7) (8)
Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Unsur Komite Sekolah dapat terdiri dari: a. orangtua/wali peserta didik; b. tokoh masyarakat/tokoh agama; dan c. pakar pendidikan. Jumlah Anggota Komite Sekolah paling banyak berjumlah 15 (lima belas) orang. Anggota Komite Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan dari masyarakat. Kepengurusan Komite Sekolah terdiri atas: a. ketua; b. sekretaris; c. bendahara; d. anggota yang terdiri dari : 1) anggota tetap; 2) anggota tidak tetap. Pengangkatan Pengurus Komite Sekolah dilakukan Kepala Satuan Pendidikan dan dikukuhkan oleh Penyelenggara Pendidikan. Komite Sekolah wajib menyusun dan menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan rincian sebagai berikut: a. Anggaran Dasar sekurang-kurangnya memuat: 1) nama dan tempat kedudukan; 2) dasar, tujuan, dan kegiatan; 3) keanggotaan dan kepengurusan; 4) hak dan kewajiban anggota dan pengurus; 5) keuangan; 6) mekanisme kerja dan rapat-rapat; 7) perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan pembubaran organisasi.
b. Anggaran Rumah Tangga sekurang-kurangnya memuat: 1) mekanisme pemilihan dan penetapan anggota dan Pengurus; 2) rincian tugas Komite Sekolah; 3) mekanisme rapat; 4) kerja sama dengan pihak lain; 5) ketentuan penutup. (9) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Komite Sekolah disahkan oleh Kepala Satuan pendidikan. (10) Masa bakti Keanggotaan Komite Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. BAB XVI PEMBINAAN, TANGGUNGJAWAB, DAN EVALUASI Pasal 56 (1)
(2)
(3) (4)
Penyelenggara pendidikan wajib melakukan pembinaan terhadap satuan pendidikan yang diselenggarakannya. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan pembinaan terhadap penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Satuan pendidikan bertanggung jawab kepada Penyelenggara Pendidikan. Penyelenggara Pendidikan Wajib melaksanakan Evaluasi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; b. Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan; c. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilaksanakan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan; d. Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan non fromal dilakukan Pemerintah Daerah dan/atau lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. Hasil evaluasi sebagaimana dimasksud pada Ayat 4 dilaporkan kepada Walikota. BAB XVII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 57 (1)
(2)
(3)
Terhadap satuan pendidikan yang melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (2), Pasal 25 ayat (4) dan ayat (7) dan Pasal 40 ayat (4) dan ayat (5) dikenakan sanksi administrasi berupa: a. bagi kepala satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dikenai sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. bagi satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dikenai sanksi berupa pengurangan atau penghentian bantuan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah Daerah serta dapat dicabut izinnya. Satuan pendidikan lembaga pendidikan asing yang melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (5), Pasal 35 ayat (2) dapat dicabut izinnya. Satuan Pendidikan yang tidak memenuhi ketentuan: a. Pasal 13 ayat (1) huruf a dikenakan sanksi administrasi berupa penghapusan dan atau penggabungan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pencabutan izin untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat setelah ada pembinaan dari Pemerintah Daerah; b. Pasal 41 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 42 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 44 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), Pasal 47 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 48 ayat (1), Pasal 50 ayat (3) dikenakan sanksi administrasi berupa penghapusan dan/atau penggabungan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pencabutan izin untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat; c. tata cara pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Pasal 58
(1)
Penyelenggaraan satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan Pasal 35 ayat (1) diancam dengan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1), diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masuk ke Kas Daerah. BAB XIX PENYIDIKAN Pasal 59
Selain penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah. Pasal 60 Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 Peraturan Daerah ini berwenang: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf e;
h. i. j.
k.
mengambil sidik jari dan memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana; memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Polisi Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 61
(1)
(2)
(3)
(4)
Izin yang diperoleh satuan pendidikan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan masih tetap berlaku. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang telah dibentuk wajib menyesuaikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Daerah ini. Satuan pendidikan wajib menyesuaikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, dan Pasal 54, paling lambat Tahun 2012 (dua ribu dua belas). Khusus standar kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 berlaku efektif paling lambat Tahun 2015 (dua ribu lima belas). BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 62
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 63 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Batu. Ditetapkan di Batu pada tanggal 30 Desember 2011 WALIKOTA BATU, ttd EDDY RUMPOKO Diundangkan di Batu pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KOTA BATU
WIDODO. SH, MH Pembina Utama Muda NIP. 19591223 198608 1 002 LEMBARAN DAERAH KOTA BATU TAHUN 2012 TANGGAL NOMOR
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN I.
Umum Pendididkan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta kepribadian bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebuh khusus lagi penyelenggaraan pendidikan nasional juga diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam konteks pendidikan daerah, maka penyelenggaraan pendidikan disamping untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga diarahkan untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan pendidikan yang unggul, bermartabat, dan terjangkau. Mengingat Kota Batu sebagai Kota Pariwisata, maka penyelenggaraan pendidikan juga diarahkan untuk menunjang pengembangan Pariwisata di Kota Batu. Peraturan Daerah ini bertujuan untuk: (1). menjamin terselenggaraanya pendidikan di Kota Batu yang unggul, berkualitas, dan terjangkau; (2). pemerataan kesempatan menempuh pendidikan bagi setiap anak usia sekolah untuk mengikuti wajib belajar 12 (dua belas) tahun; (3). peningkatan mutu pembelajaran, tenaga pendidik dan kependidikan, serta pengelolaan pendidikan secara keseluruhan; (4). Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan di kota Batu yang transparan, akuntabel. Penyelenggaraan pendidikan di Kota Batu diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemeritah Daerah, maupun masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan tersebut dilaksanakan melalui jalur formal, nonformal, maupun informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstrukur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkunan. Penyelenggaraan pendidikan pada jalur formal dan nonformal, perlu ditata dalam suatu sistem terpadu yang dapat menjamin keberlangsungan penyelenggaraannya, baik jaminan
terhadap penyelengara pendidikan, satuan pendidikan, dan sekaligus terhadap masyarakat dan peserta didik. Sebagai kelengkapan dalam peraturan daerah maka diperlukan pula peraturan walikota yang merupakan peraturan tambahan yang lebih tehnis dan operasional, sehingga sistem penyelenggaraan pendidikan di kota batu akan lebih mampu mencerahkan dan memberdayakan pranata sosial lainnya seperti hukum, ekonomi, sosial budaya dan keagamaan, yang nantinya akan terjadi integrasi keilmuan dan secara fungsional membawa kearah sistem penyelenggaraan pendidikan yang menjamin terwujudnya kualitas pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan. II. Pasal Pasal Pasal Pasal
PASAL DEMI PASAL 1 2 3 4
Ayat (1)
Ayat (4)
Pasal 5
: : : :
Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Memberikan jaminan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: a. Membantu tersedianya sarana dan prasarana serta dana yang diperlukan dalam penyelenggaraan wajib belajar 12 (dua belas) tahun. b. Memberi sanksi administratif kepada satuan pendidikan yang tidak bersedia membantu penyelanggaraan wajib belajar 12 (dua belas) tahun. : - Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan manusia untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama. - Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk berhubungan dengan mengelola alam. - Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan emosi diri sendiri dan hubungan dengan orang lain dan masyarakat dengan sikap empati. - Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain dan masyarakat serta hubungan dengan manusia. - Kecerdasan estetik merupakan kecerdasan manusia yang berhubungan rasa keindahan, keserasian, dan keharmonisan. : Cukup jelas
Pasal 6
Ayat 2
Pasal 7
Ayat (5)
Ayat (12)
Ayat (13)
Pasal 8
Ayat (2)
: Pelayanan minimal adalah batas minimal pemenuhan standar pendidikan yang meliputi : standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan dasar dan menengah serta pencapaian target pendidikan daerah. : Peta kebutuhan pegawai adalah gambaran kebutuhan riel pendidik dan tenaga kependidikan yang ditentukan berdasarkan analisis beban kerja di setiap satuan pendidikan. : Kemampuan keuangan daerah adalah ketersediaan anggaran untuk kebutuhan tertentu yang ditetapkan dari hasil pembahasan antara tim anggaran pemerintah Kota Batu dengan badan anggaran DPRD Kota Batu. : a. Yang dimaksud Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; b. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia; c. Yang dimaksud dengan kompetensi profesioanal adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. d. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. : Yang dimaksud dengan Peraturan perundangundangan yang berlaku adalah Peraturan
Ayat (13)
:
Ayat (3)
:
Ayat (7)
:
Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12
Ayat (2)
: : :
Pasal 13
Ayat (2)
:
Ayat (1)
: :
Ayat (2)
:
Ayat (3)
:
Pasal 9
Pasal 14 Pasal 15
Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005, tentang standar nasional pendidikan. Yang dimaksud dengan peraturan perundangundangan adalah peraturan menteri pendayagunaan aparatur Negara dan reformasi birokrasi nomor 16 tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Lulus uji sertifikasi adalah telah mendapatkan sertfikat pendidik yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan Peraturan perundangundangan yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 19 Tahun 2005, tentang standar nasional pendidikan. Cukup jelas Cukup jelas Yang dimaksud dengan muatan lokal adalah materi pembelajaran yang wajib diberikan pada pesera didik dari setiap satuan pedidikan yang didasarkan pada keunggulan dan potensi daerah, seperti Pendidikan Budi Pekerti, Budaya Daerah, Pendidikan Lingkungan Hidup, Pengenalan Obyek Wisata Daerah, Bahasa Asing, Bahasa Jawa, Keterampilan Membatik, Kerajinan Tangan, Holtikultura, Teknologi Hasil Pertanian, Kesenian. Huruf c, peserta didik yang tidak mampu dimaksudkan hanya diperuntukan kepada warga batu yang dibuktikan dengan KTP dan surat keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang Cukup jelas Huruf b, adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dankompetensi sosial. Huruf c, adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dankompetensi sosial. Huruf h, sertifikat dimaksud adalah, sertifikat Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2-KS) yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Huruf c, adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dankompetensi sosial. Huruf h, sertifikat dimaksud adalah, sertifikat
Pasal 16
Pasal Pasal Pasal Pasal
17 18 19 20
Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal
21 22 23 24 25 26 27 28 29
Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Ayat (4)
:
Ayat (5)
:
Ayat (2)
: : : :
Ayat (6)
: : : : : : : : :
Ayat (12)
: : : : : : : : : :
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2-KS) yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Huruf d, adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dankompetensi sosial. Huruf h, sertifikat dimaksud adalah, sertifikat Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2-KS) yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Peraturan perundang-undangan adalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah. Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Penetapan klasifikasi Guru senior adalah dilihat dari Daftar Urut Kepangkatan (DUK), masa kerja dan prestasi kerja. Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan kesempatan peserta didik berkelainan untuk belajar bersama-sama dengan peseta didik normal pada satuan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan dengan menyediakan sarana, pendidik maupun tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Perundang-undangan yang berlaku adalah
Pasal 40
Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Ayat (14)
:
Ayat (2)
:
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan. Yang dimaksud memfasilitasi adalah memberikan kemudahan kepada unit pelaksana akreditasi (UPA) sekolah/madrasah. Peraturan Perundang-undangan adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010, tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas Cukup jelas