-1-
PEM ERINTAH K ABUPATEN ACEH TAM IANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TAMIANG, Menimbang
Mengingat
: a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 114 ayat (4) UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengamanatkan mengenai organisasi, tugas, fungsi dan kelengkapan Mukim diatur dengan Qanun Kabupaten;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu membentuk Qanun Kabupaten Aceh Tamiang tentang Mukim;
: 1.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
2.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4176);
3.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah untuk keduakalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);
-27.
Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 03);
8.
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20);
9.
Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Imum Mukim di Aceh (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 25); Dengan Persetujuan Bersama,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TAMIANG dan BUPATI ACEH TAMIANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG TENTANG MUKIM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Aceh Tamiang. 2.
Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.
3.
Bupati adalah Bupati Aceh Tamiang.
4.
Kecamatan adalah suatu wilayah kerja Camat sebagai perangkat pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan.
5.
Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Kepala Mukim dan berkedudukan langsung di bawah Camat.
6.
Majelis Duduk Setikar Mukim yang selanjutnya disingkat MDSM adalah kelengkapan lembaga mukim yang membantu Kepala Mukim terdiri dari unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik pandai.
7.
Kepala Mukim atau adalah Kepala Pemerintahan Mukim.
8.
Imam Besar adalah Imam Mesjid pada tingkat Mukim, orang yang memimpin kegiatankegiatan masyarakat di Mukim yang berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan Syari’at Islam.
9.
Kampung adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh Datok Penghulu yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
10. Pemerintahan Kampung adalah penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kampung dan Badan Permusyawaratan Kampung yang disebut dengan Majelis Duduk Setikar Kampung. 11. Pemerintah Kampung adalah Datok Penghulu dan Tok Imam beserta Perangkat Kampung.
-312. Harta Kekayaan Mukim adalah harta kekayaan yang dikuasai oleh mukim yang ada pada waktu pembentukan kampung dan tidak diserahkan kepada kampung serta sumber pendapatan lainnya yang sah. 13. Tanah Ulayat adalah tanah yang berada dalam wilayah mukim yang dikuasai dan diatur oleh hukum adat. 14. Hukum Adat adalah norma hukum yang bersumber dari adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat kemukiman setempat yang bersifat mengikat dan menimbulkan akibat hukum. 15. Musyawarah Mukim adalah permusyawaratan dan permufakatan dalam berbagai kegiatan adat, pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang dihadiri oleh para Datok Penghulu, lembaga–lembaga adat, Imam Besar, MDSM dan para Tok Imam Kampung yang dipimpin oleh Kepala Mukim. 16. Penyelesaikan Persengketaan Adat Mukim adalah permusyawaratan dalam proses penyelesaian berbagai perkara adat, perselisihan antar penduduk atau sengketasengketa di bidang hukum adat dalam kemukiman yang dilaksanakan oleh Kepala Mukim dan MDSM. 17. Keuangan Mukim adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan mukim yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubung dengan hak dan kewajiban mukim tersebut. 18. Hak-hak dasar masyarakat adalah hak-hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB II PEMBENTUKAN, PEMEKARAN DAN PENGGABUNGAN MUKIM Pasal 2 (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pelaksanaan keistimewaan Aceh dan pemberdayaan perempuan serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dapat dilakukan pembentukan, pemekaran dan penggabungan Mukim. (2) Pembentukan Mukim atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul, persyaratan dan kondisi sosial masyarakat setempat. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah kampung, potensi ekonomi , sosial budaya dan sumber daya alam serta sarana dan prasarana. (4) Jumlah Kampung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya 5 (lima) Kampung. (5) Pembentukan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Qanun. (6) Tata cara pembentukan, pemekaran dan penggabungan Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (7) Substansi materi yang perlu diatur sebagaimana dimaksud dengan ayat (6), memuat antara lain : a. penegasan mengenai pengertian pembentukan mukim, yang diartikan pembentukan mukim baru diluar mukim yang sudah ada, pembentukan baru akibat dari pemekaran dan penggabungan; b. pembentukan mukim antara lain memperhatikan persyaratan jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah kampung, kondisi sosial budaya, kondisi ketentraman dan ketertiban, potensi ekonomi dan sumber daya alam, sarana dan prasarana pemerintahan; c. penegasan mengenai batas wilayah mukim dalam setiap pembentukan mukim; d. mekanisme pelaksanaan pembentukan, pemekaran dan atau penggabungan mukim, mulai dari usul Kepala Mukim melalui Camat kepada Bupati atas prakarsa masyarakat; e. pembagian wilayah mukim;
-4f. perincian tentang kewenangan mukim; dan g. pembiayaan; Pasal 3 (1) Perubahan batas mukim dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan musyawarah antar mukim yang difasilitasi oleh Camat dengan memperhatikan batas kampung. (2) Penetapan perubahan batas wilayah mukim ditetapkan oleh Bupati. (3) Penyelesaiaan perselisihan batas wilayah antar mukim dilakukan oleh Bupati dengan keputusan bersifat final. (4) Bupati dalam penyelesaian batas wilayah mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperhatikan batas wilayah kampung. Pasal 4 (1) Pusat kegiatan mukim berkedudukan disalah satu kampung yang dipandang strategis yang dapat meningkatkan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, peningkatan kesejahteraan rakyat, pelaksanaan keistimewaan Aceh dan peningkatan pelayanan pemerintahan mukim kepada masyarakat kemukiman. (2) Pusat kegiatan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati atas usulan dari gabungan kampung dalam kemukiman setempat. Pasal 5 (1) Mukim yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dapat dihapus atau digabungkan dengan mukim terdekat. (2) Penghapusan atau penggabungan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu dilakukan pengkajian secara komprehensif oleh Pemerintah Kabupaten. (3) Penghapusan atau penggabungan mukim ditetapkan dengan Qanun Kabupaten. BAB III KEDUDUKAN, WEWENANG DAN FUNGSI MUKIM Pasal 6 Mukim berkedudukan sebagai unsur wilayah di bawah Kecamatan yang membawahi gabungan dari beberapa kampung dalam struktur kemukiman yang dipimpin oleh Kepala Mukim. Pasal 7 (1) Mukim mempunyai kewenangan : a. yang bersifat asal usul meliputi melindungi adat dan adat istiadat, membina dan meningkatkan kualitas pelaksanaan Syari’at Islam; b. mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan kampung; c. melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh Camat; d. di bidang pertanahan dapat menjadi saksi dalam proses perbuatan hukum pemindahan/peralihan hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun yang dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, sepanjang memenuhi syarat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. terlibat dalam proses perencanaan dan pengembangan kawasan kampung dalam wilayah kemukiman yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak ke tiga; f.
melaksanakan tugas pembantuan dari Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah Kabupaten melalui Camat;
-5(2) Wewenang yang dilimpahkan oleh Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan; (3) Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan. (4) Mukim berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan. Pasal 8 Untuk melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, mukim mempunyai fungsi : a. penyelenggaraan bidang pelaksanaan Syariat Islam, kerukunan hidup beragama dan antar umat beragama serta kehidupan adat dan adat istiadat; b. pelaksanaan tugas pembantuan serta urusan pemerintahan lainnya yang berada di kemukiman yang belum dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kampung; c. koordinasi pembangunan untuk meningkatan kesejahteraan dan kehidupan berdemokrasi secara berkeadilan di kemukiman; d. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan kampung di wilayah kemukiman; e. pembinaan dan koordinasi fasilitasi bidang pendidikan, sosial budaya, perlindungan hakhak dasar, ketentraman dan ketertiban masyarakat di kemukiman; f. pelaksanaan penyelesaian persengketaan secara adat di kemukiman. BAB IV ORGANISASI MUKIM, PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN KEPALA MUKIM Bagian Kesatu Organisasi Mukim Pasal 9 Organisasi mukim terdiri dari : a. Kepala Mukim; b. Sekretariat Mukim; c. MDSM; dan d. Imam Besar. Pasal 10 (1) Mukim dipimpin oleh seorang Kepala Mukim. (2) Kepala Mukim diangkat dan diberhentikan oleh Bupati berdasarkan hasil pemilihan yang sah. (3) Kepala Mukim dipilih melalui musyawarah mukim. (4) Musyawarah mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari Imam Besar, para Datok Penghulu, MDSM, Tok Imam Kampung, para ketua lembaga adat serta 3 (tiga) orang tokoh masyarakat dari unsur ulama, unsur pemuda dan unsur perempuan dalam wilayah mukim yang bersangkutan. (5) Kepala Mukim mendapat honorarium yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dalam APBK Aceh Tamiang. Pasal 11 (1) Tugas dan kewajiban Kepala Mukim adalah: a. membina kerukunan beragama dan antar umat beragama serta meningkatkan kualitas pelaksanaan Syari’at Islam dalam masyarakat; b. melaksanakan tugas pembantuan dari Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten melalui Camat;
-6c. menjaga dan memelihara kelestarian adat dan istiadat, kebiasaan–kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat; d. membina kesejahteraan masyarakat; e. memelihara ketenteraman dan ketertiban serta sikap saling menghargai secara inklusif dalam masyarakat; f. menjadi hakim adat dalam penyelesaian persengketaan adat di kemukiman; (2) Kepala Mukim sebagai hakim adat dalam penyelesaian persengketaan adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dibantu oleh MDSM. Pasal 12 Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Kepala Mukim wajib bersikap dan bertindak adil, demokratis, tegas, arif dan bijaksana. Pasal 13 (1)
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Kepala Mukim berkewajiban menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan Mukim kepada Bupati melalui Camat dan laporan keterangan pertanggungjawaban setiap tahun kepada MDSM serta mengiformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat.
(2)
Laporan penyelenggaraan pemerintahan Mukim dan laporan keterangan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pelaksanaan tugas dan kewajiban serta laporan pengelolaan anggaran Mukim.
(3)
Laporan keterangan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam musyawarah MDSM atau sewaktu- waktu diminta oleh MDSM.
(4)
Apabila laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menurut MDSM tidak dapat diterima, maka MDSM mengajukan keberatan kepada Bupati melalui Camat untuk dilakukan evaluasi. Laporan penyelenggaraan pemerintahan Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Bupati sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan Mukim dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut.
(5)
(6)
Laporan akhir masa jabatan Kepala Mukim disampaikan kepada MDSM dan Bupati melalui Camat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa jabatan Kepala Mukim berakhir. Bagian Kedua Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Mukim Pasal 14
(1) Pemilihan Kepala Mukim dilaksanakan melalui tahap-tahap pencalonan, pelaksanaan pemilihan serta pengesahan hasil pemilihan dan pelantikan Kepala Mukim. (2) Masa jabatan Kepala Mukim selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (3) Tata cara pemilihan dan pemberhentian Kepala Mukim berpedoman pada Qanun Aceh. Pasal 15 (1) Kepala Mukim yang diberhentikan dengan hormat karena telah habis masa jabatan dapat diberikan uang kehormatan yang bersumber dari APBK. (2) Besarnya uang kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan masa jabatan yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Bupati.
-7Bagian Ketiga Sekretariat Pasal 16 (1) Sekretariat Mukim dipimpin oleh seorang Sekretaris Mukim yang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati. (2) Sekretaris Mukim diusulkan oleh Kepala Mukim dari unsur masyarakat setelah mendapat pertimbangan dari MDSM kepada Bupati melalui Camat. (3) Untuk kelancaran tugas-tugas Kepala Mukim dibentuk seksi-seksi terdiri dari : a. seksi pemerintahan dan umum; b. seksi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat; c. seksi keistimewaan Aceh. (6) Seksi-seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Mukim. (7) Kepala Seksi bertanggungjawab kepada Kepala Mukim melalui Sekretaris Mukim. Pasal 17 (1) Pedoman pengangkatan dan pemberhentian, susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Mukim dan Sekretariat Mukim diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (2) Sekretaris Mukim dan Perangkat Mukim dapat diberikan honorium sesuai dengan kemampuan keuangan kabupaten yang ditetapkan dalam APBK. Bagian Keempat Majelis Duduk Setikar Mukim Pasal 18 (1) MDSM berfungsi membantu Kepala Mukim dalam memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada Kepala Mukim dalam rangka pelaksanaan Syariat Islam, pelestarian adat istiadat, perekonomian dan peningkatan kesejahteraan rakyat, pembinaan kemasyarakatan, pelaksanaan keistimewaan Aceh dan pemberdayaan perempuan serta menetapkan syarat-syarat lainnya untuk menjadi calon Kepala Mukim. (2) MDSM terdiri dari : a. Imam Besar; b. unsur Ulama; c. unsur pemuka adat; d. unsur pemuda dan perempuan. Pasal 19 (1) MDSM dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota yang dipilih oleh dan dari Anggota MDSM. (2) Keanggotaan MDSM paling sedikit 5 (lima) orang dan orang.
paling banyak 9 (sembilan)
(3) MDSM mengadakan pertemuan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali. (4) Masa jabatan MDSM selama 5 (lima) tahun. Pasal 20 MDSM mempunyai tugas dan wewenang : a. menyelenggarakan pemilihan Kepala Mukim; b. membantu Kepala Mukim dalam menyelesaikan sengketa adat; c. bersama-sama dengan Kepala Mukim menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja mukim; d. memberi pertimbangan kepada Kepala Mukim terhadap Calon Sekretaris Mukim;
-8e. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; f. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Mukim. Pasal 21 (1) Pedoman mengenai MDSM diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (2) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi antara lain : a. mekanisme pelaksanaan musyawarah mukim dalam rangka pengangkatan anggota MDSM; b. hak, kewajiban dan larangan bagi anggota MDSM; c. pengaturan tentang tata tertib MDSM; d. pemberhentian dan masa jabatan; e. pergantian antar waktu; f. Sekretariat MDSM. Pasal 22 (1) Penyelesaikan persengketaan adat mukim dipimpin oleh Kepala Mukim dan dibantu oleh Sekretaris Mukim bersama dengan MDSM. (2) Proses penyelesaian persengketaan adat mukim dilakukan Kepala Mukim guna menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan persoalan adat dan istiadat. (3) Penyelesaian persengketaan adat mukim berfungsi sebagai sarana untuk memelihara dan mengembangkan adat, mewujudkan perdamaian secara adat, menyelesaikan dan memberikan putusan-putusan terhadap perselisihan–perselisihan adat dan pelanggaran adat berdasarkan prinsip-prinsip pembuktian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta melaksanakan putusan-putusan penyelesaian persengketaan adat tersebut. (4) Penyelesaian persengketaan adat mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu harus diselesaikan oleh Kepala Mukim sebelum diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Putusan-putusan adat dari penyelesaian persengketaan adat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan menjadi pedoman bagi para Datok Penghulu dalam menjalankan pemerintahan kampung. Bagian Kelima Imam Besar Pasal 23 (1) Imam Besar diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Mukim berdasarkan hasil kesepakatan para Tok Imam. (2) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Imam Besar diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 24 (1) Imam Besar mempunyai tugas : a. memimpin dan mengawasi penyelenggaraan dan seluruh kegiatan yang berkenaan dengan kemakmuran masjid; dan b. mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan keagamaan dan peningkatan peribadatan serta pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat. (2) Imam Besar mendapat honorarium yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan kabupaten yang ditetapkan dalam APBK.
-9BAB V PERENCANAAN MUKIM Pasal 25 (1) Dalam rangka penyelenggaraan fungsi, tugas dan wewenang Mukim disusun rencana kerja mukim jangka panjang, rencana kerja jangka menengah dan rencana kerja jangka pendek. (2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara demokratis dan partisipatif oleh Kepala Mukim dan MDSM sesuai dengan kewenangannya. (3) Dalam penyusunan perencanaan pembangunan, mukim wajib melibatkan kampung dalam kemukiman setempat, lembaga keagamaan, lembaga adat lembaga sosial kemasyarakatan mukim dan masyarakat setempat. (4) Perencanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan pendekatan kinerja disesuaikan dengan kewenangan dan kapasitas mukim diselaraskan dengan sistem perencanaan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten secara keseluruhan. (5) Pemerintah Kabupaten dan kecamatan wajib melakukan supervisi dan fasilitasi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam penyusunan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mengefektifkan pelaksanaan perencanaan mukim sebagai satu kesatuan sistem perencanaan pembangunan kabupaten. (6) Substansi, mekanisme dan tata cara penyusunan perencanaan mukim diatur lebih lanjut dalam Qanun Kabupaten dengan berpedoman pada Qanun Aceh yang mengatur sistem perencanaan. (7) Qanun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memuat materi antara lain : a. ruang lingkup wewenang dan materi perencanaan mukim; b. kedudukan perencanaan Mukim dalam sistem perencanaan kabupaten; c. prosedur dan mekanisme penyusunan perencanaan mukim; d. mekanisme pelibatan rakyat dalam perencanaan mukim; e. monitoring dan evaluasi pelaksanaan perencanaan Mukim. BAB VI HARTA KEKAYAAN, PENDAPATAN MUKIM DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA MUKIM (APBM) Pasal 26 (1) Harta kekayaan Mukim adalah harta kekayaan yang telah ada, atau yang kemudian dikuasai mukim, berupa hutan dan tanah, batang air, kuala, danau, laut, gunung, paya, rawa dan lain-lain yang menjadi ulayat mukim sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Jenis dan jumlah kekayaan mukim harus diinventarisasi dan didaftar serta pemanfaatannya diatur oleh Bupati berdasarkan atas kesepakatan musyawarah mukim. (3) Pengawasan terhadap harta kekayaan mukim dilakukan oleh MDSM. (4) Pendapatan yang bersumber dari harta kekayaan Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibagi secara proposional antara Mukim dan Kampung didasarkan atas prinsip keseimbangan kemampuan antar kampung dengan tujuan pemerataan kemampuan antar kampung dalam kemukiman. (5) Pembagian pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan atas dasar kesepakatan antara Mukim dan Kampung serta gabungan kampung dalam kemukiman setempat dan diatur dengan Qanun Mukim.
- 10 Pasal 27 (1)
Pendapatan Mukim terdiri dari : a. pendapatan sendiri yang diperoleh dari hasil kekayaan mukim dan tanah ulayat mukim; b. hasil-hasil dari tanah adat yang dikuasai mukim; c. uang adat; d. bantuan pemerintah provinsi: e. bantuan pemerintah kabupaten; f. bantuan dan sumbangan pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pendapatan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim (APBM) yang disusun oleh Kepala Mukim dengan persetujuan MDSM. (3) Besarnya bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, disesuaikan dengan kemampuan keuangan kabupaten dan ditetapkan dalam APBK. Pasal 28 (1) Pendapatan mukim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, dipergunakan untuk kepentingan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pelaksanaan keistimewaan Aceh dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kemukiman. (2) Tatacara pengelolaan dan penggunaan pendapatan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati dalam musyawarah mukim dan ditetapkan dengan Qanun Mukim. Pasal 29 (1) Sumber pendapatan mukim yang sudah dimiliki dan dikelola oleh mukim tidak boleh dipungut atau diambil alih oleh pemerintah yang lebih tinggi. (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai sumber pendapatan mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. (3) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat materi antara lain: a. jenis-jenis pendapatan asli mukim sesuai dengan potensi dan kodisi setempat; b. jenis-jenis kekayaan mukim; c. pengurusan dan pengembangan sumber pendapatan mukim; d. pengawasan terhadap sumber pendapatan mukim. (4) Sumber pendapatan mukim dikelola melalui APBM. (5) APBM terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan. (6) APBM disusun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pendapatan Mukim. (7) Pemerintah Kabupaten menyusun pedoman yang dipergunakan oleh mukim untuk menyusun rencana kerja dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan kegiatan mukim untuk kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat mukim. (8) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Qanun Mukim tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim. (9) Dalam hal anggaran diperkiraan surplus, ditetapkan penggunaan anggaran surplus tersebut dalam Qanun Mukim tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim. Pasal 30 (1) Mukim tidak dibenarkan melakukan pungutan tambahan atas sumber pendapatan kabupaten yang ada di mukim, baik pajak maupun retribusi yang telah dipungut oleh Pemerintah Kabupaten.
- 11 (2) Pemerintah Kabupaten dapat memberikan bagian atas sumber pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada mukim dengan pembagian secara proporsional, layak dan adil yang diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 31 (1) Kepala Mukim menyampaikan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim tahun berikutnya sejalan dengan rencana kerja mukim, sebagai landasan penyusunan Rancangan APBM kepada MDSM selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun berjalan. (2) MDSM membahas kebijakan umum APBM dalam musyawarah MDSM. (3) Berdasarkan kebijakan umum APBM yang telah disepakati bersama dengan MDSM, Datok Penghulu bersama dengan MDSM membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap unsur perangkat mukim. (4) Keuangan Mukim dikelola secara tertib, taat pada norma hukum, efisien, ekonomis, efektif, transparan, berorientasi hasil, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (5) APBM, Perubahan APBM dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBM disusun setiap tahun dan ditetapkan dengan Qanun Mukim. (6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban Mukim dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBM. (7) Surplus penerimaan Mukim dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Mukim tahun anggaran berikutnya. (8) Tahun anggaran mulai dari tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Pasal 32 (1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBM, pimpinan setiap unsur perangkat mukim selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran unsur perangkat Mukim. (2) Rencana kerja unsur perangkat Mukim disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. (3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah disusunnya tahun anggaran yang berkenaan. (4) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada MDSM untuk dibahas dalam musyawarah MDSM. (5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Kepala Mukim sebagai bahan penyusunan rencana APBM tahun berikutnya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran setiap unsur perangkat mukim diatur dengan Qanun Mukim. Pasal 33 (1) Menjelang tahun anggaran baru, Bupati menetapkan pedoman tentang Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim. (2) Kepala Mukim mengajukan rancangan APBM disertai penjelasan atau dokumendokumen pendukungnya kepada MDSM pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. (3) Pembahasan rancangan APBM dilakukan dalam tahapan-tahapan pembahasan sesuai dengan tatib MDSM. (4) MDSM dapat mengajukan usulan yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan APBM. (5) Pengambilan keputusan oleh MDSM mengenai rancangan APBM dilakukan selambatlambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
- 12 (6) APBM yang disetujui terinci sampai dengan satuan perangkat dan kelembagaan Mukim, program, kegiatan dan jenis belanja. (7) APBM sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan setiap tahun anggaran dengan Qanun Mukim paling lama 1 (satu) bulan setelah APBK diundangkan. (8) Apabila MDSM tidak menyetujui APBM sebagai mana dimaksud pada ayat (1), maka penyelenggaraan pemerintahan mukim mempedomani APBM tahun anggaran sebelumnya dan untuk membiayai keperluan setiap bulan, Mukim dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar 1/12 (seperduabelas). Pasal 34 (1) Penjabaran APBM ditetapkan dengan Peraturan Kepala Mukim. (2) Pengelolaan keuangan dilaksanakan oleh Bendaharawan Kepala Mukim dengan persetujuan MDSM. (3) Kepala Mukim menyusun laporan realisasi semester APBM dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada MDSM paling lambat pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan untuk dibahas bersama antara Kepala Mukim dan MDSM. (5) Penyesuaian APBM dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama antara Kepala Mukim dan MDSM dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBM tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi : a. perkembangan kebutuhan sosial ekonomi yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBM; b. perubahan pokok-pokok kebijakan keuangan mukim; c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar satuan perangkat dan kelembagaan Mukim, antar kegiatan dan jenis belanja; d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. (6) Dalam keadaan darurat dan/atau dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Mukim dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan APBM dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten. (7) Kepala Mukim mengajukan rancangan Qanun Mukim tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan alasan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk mendapatkan persetujuan MDSM sebelum tahun anggaran berakhir. Pasal 35 (1) Kepala Mukim menyampaikan rancangan Qanun tentang pertanggung jawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim kepada MDSM berupa laporan keuangan paling lama 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (2) Keuangan Mukim yang bersumber dari alokasi anggaran Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten selain dipertanggungjawabkan kepada MDSM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dipertanggungjawabkan kepada Bupati melalui Camat. (3) Camat memfasilitasi penyusunan sistem analisis kinerja dalam pengelolaan anggaran Mukim. (4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi laporan realisasi APBM, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha yang dikelola oleh Mukim serta lembaga–lembaga lainnya. (5) Pengaturan lebih lanjut mengenai APBM diatur dengan Peraturan Bupati. (6) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat materi antara lain : a. tata cara dan mekanisme penyusunan anggaran;
- 13 b. tata kelola keuangan mengacu pada peraturan perundang-undangan dibidang keuangan negara dan perbendaharaan negara; c. persyaratan pengangkatan Bendaharawan Mukim; d. tata cara pembahasan anggaran dan penetapan anggaran; e. tata cara dan mekanisme perubahan anggaran; f. tata cara perhitungan anggaran; g. mekanisme dan bentuk pertanggungjawaban keuangan; h. mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran oleh MDSM; i. tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi. BAB VII QANUN MUKIM Pasal 36 (1) Qanun Mukim berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan: d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan. (2) Materi muatan Qanun Mukim mengandung asas : a. pengayoman; b. kemanusian c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian dan keselarasan. (3) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Qanun Mukim dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Qanun Mukim yang bersangkutan. (4) Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara lisan maupun tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Qanun Mukim. (5) Persiapan, pembentukan, pembahasan dan pengesahan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
rancangan
Qanun
(6) Materi muatan Qanun Mukim berisi materi yang diperintahkan oleh Qanun Aceh dan Qanun Kabupaten sesuai dengan wewenang yang dimiliki Mukim dalam struktur Pemerintahan Aceh. Pasal 37 (1) Rancangan Qanun Mukim dapat berasal dari Kepala Mukim atau atas inisiatif MDSM. (2) Apabila dalam satu masa sidang, Kepala Mukim dan MDSM menyampaikan rancangan Qanun Mukim mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan yang disampaikan oleh MDSM, rancangan yang berasal dari Kepala Mukim digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. (3) Dalam pembahasan rancangan Qanun Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sidang/musyawarah harus dihadiri paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota MDSM. (4) Putusan dalam sidang/musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil dengan persetujuan paling sedikit 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) suara dari anggota MDSM yang hadir.
- 14 (5) Rancangan Qanun Mukim yang telah disetujui bersama, disampaikan oleh Ketua MDSM kepada Kepala Mukim untuk ditetapkan menjadi Qanun Mukim paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. (6) Rancangan Qanun Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Kepala Mukim dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya rancangan Qanun Mukim tersebut. Pasal 38 (1) Rancangan Qanun tentang APBM yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala Mukim paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Mukim kepada Bupati melalui Camat untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi Bupati terhadap Rancangan Qanun Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari kepada Kepala Mukim. (3) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Mukim dapat menetapkan rancangan qanun tentang APBM menjadi Qanun. (4) Evaluasi Rancangan Qanun Mukim tentang APBM dapat didelegasikan kepada Camat. Pasal 39 (1) Qanun Mukim dan Peraturan Kepala Mukim dimuat dalam Berita Daerah Kabupaten Aceh Tamiang. (2) Pemuatan Qanun Mukim dan Peraturan Kepala Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Daerah. (3) Qanun Mukim dan Peraturan Kepala Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Mukim. Pasal 40 (1) Qanun Mukim dan Peraturan Kepala Mukim disampaikan oleh Kepala Mukim kepada Bupati melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. (2) Bupati dapat membatalkan Qanun Mukim dan Peraturan Mukim yang bertentangan dengan Kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 41 (1) Tata cara pembentukan Qanun Mukim diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (2) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat materi antara lain: a. bentuk Qanun Mukim; b. materi muatan Qanun Mukim; c. mekanisme dan tata cara penyiapan rancangan Qanun Mukim; d. mekanisme dan tata cara pembahasan rancangan Qanun Mukim; e. pengaturan lebih lanjut apabila jumlah anggota MDSM yang hadir tidak mencapai sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga); f. ketentuan sanksi terhadap pelanggaran Qanun Mukim; g. Tata cara penyebarluasan Qanun Mukim oleh Pemerintah Mukim. Pasal 42 (1) Untuk keperluan kegiatan MDSM disediakan biaya rutin yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten. (2) Biaya rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya ditetapkan dalam APBM.
- 15 -
BAB VIII KERJA SAMA ANTAR MUKIM DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 43 (1) Mukim dapat mengadakan kerjasama dengan Mukim lain yang diatur dengan peraturan bersama antar Mukim dengan persetujuan Bupati. (2) Guna melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk badan kerjasama. (3) Kerjasama yang memberikan beban kepada masyarakat, harus terlebih dahulu dibahas bersama dan dimintakan persetujuan dari Bupati. Pasal 44 (1) Perselisihan antar Mukim dalam satu kecamatan diselesaikan oleh Camat. (2) Perselisihan antar Mukim dalam wilayah kecamatan yang berbeda diselesaikan oleh Bupati. (3) Apabila Mukim tidak bisa menerima putusan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam pada (1) dapat mengajukan banding kepada Bupati yang putusannya bersifat final dan mengikat setelah menempuh upaya keberatan kepada Camat. (4) Apabila Mukim tidak bisa menerima putusan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan banding kepada Gubernur yang putusannya bersifat final dan mengikat setelah menempuh upaya keberatan kepada Bupati. Pasal 45 (1) Pengaturan lebih lanjut mengenai kerjasama antar Mukim diatur dengan Peraturan Bupati. (2) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat materi antara lain : a. tata cara mengadakan kerja sama antar Mukim; b. bentuk kerja sama antar Mukim; c. objek kerja sama; d. materi muatan peraturan bersama antar Mukim; e. biaya pelaksanaan kerja sama; f. penyelesaian perselisihan yang terjadi akibat kerja sama. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 46 (1) Pemerintah Kabupaten dan pemerintah kecamatan wajib melaksanakan pembinaan, supervisi dan fasilitasi terhadap pelaksanaan fungsi tugas dan wewenang Mukim. (2) Kegiatan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memberdayakan dan mengefektikan peran dan fungsi Mukim melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, pengawasan dan penyediaan anggaran yang diperlukan untuk mendukung sepenuhnya kinerja Mukim. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 47 Mukim yang telah ada sekarang dinyatakan sebagai Mukim untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Qanun ini.
- 16 BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Dengan berlakunya Qanun ini, maka Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 27 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pembentukan, Penggabungan, Pemekaran dan Penghapusan Mukim (Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2005 Nomor 29) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 49 Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten. Ditetapkan di Karang Baru pada tanggal 7 Juni 2010 M 24 Jumadil Akhir 1431 H Diundangkan di Karang Baru pada tanggal 7 Juni 2010 M 24 Jumadil Akhir 1431 H
BUPATI ACEH TAMIANG,
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG,
ABDUL LATIEF
DT O
DTO SYAIFUL BAHRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2010 NOMOR 13
- 17 PENJELASAN ATAS QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG MUKIM I. UMUM Berdasarkan ketentuan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dinyatakan secara tegas keberadaan Mukim dan kedudukannya dalam struktur pemerintahan Aceh. Pembentukan mukim dilakukan atas prakarsa masyarakat untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pelaksanaan keistimewaan Aceh dan pemberdayaan perempuan serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Mukim berkedudukan sebagai unsur wilayah di bawah Kecamatan yang membawahi gabungan dari beberapa kampung dalam struktur kemukiman dengan fungsi dan wewenang mengkoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan kampung dan hal yang bersifat asal usul meliputi perlindungan adat istiadat, membina dan meningkatkan kualitas pelaksanaan Syari’at Islam. Mukim dipimpin oleh seorang Kepala Mukim yang dipilih melalui musyawarah mukim dan dibantu oleh Majelis Duduk Setikar Mukim yang berfungsi antara lain membantu Kepala Mukim dalam memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada Kepala Mukim dalam rangka pelaksanaan Syariat Islam, pelestarian adat istiadat, perekonomian dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Agar penyelenggaraan fungsi, tugas dan wewenang Mukim dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, perencanaan pembangunan mukim disusun dengan pendekatan kinerja yang disesuaikan dengan kewenangan dan kapasitas mukim diselaraskan dengan sistem perencanaan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten secara keseluruhan secara demokratis dan partisipatif oleh Kepala Mukim dan MDSM dengan melibatkan kampung dalam kemukiman setempat, lembaga keagamaan, lembaga adat lembaga sosial kemasyarakatan mukim dan masyarakat setempat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 ayat (1) Cukup jelas ayat (2) Yang dimaksud dengan “asal usul” adalah hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat kemukiman setempat sesuai asal usul, adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ayat (3) Yang dimaksud dengan “sosial budaya, potensi ekonomi” adalah jenis dan jumlah usaha jasa dan produksi, keanekaragaman status penduduk, mata pencaharian, perubahan nilai agraris ke jasa industri dan meningkatnya volume pelayanan. ayat (4) Cukup jelas ayat (5) Cukup jelas
- 18 ayat (6) Cukup jelas ayat (7) Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 ayat (1) Yang dimaksud dengan “laporan penyelenggaraan pemerintahan mukim” adalah laporan semua kegiatan mukim berdasarkan kewenangan yang ada serta tugas-tugas dan keuangan dari Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten. Yang dimaksud dengan “laporan keterangan pertanggungjawaban” adalah keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan mukim termasuk APBM. ayat (2) Cukup jelas ayat (3) Cukup jelas ayat (4) Cukup jelas ayat (5) Cukup jelas ayat (6) Yang dimaksud dengan “Laporan akhir masa jabatan adalah laporan penyelenggaraan pemerintahan mukim. Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas
- 19 Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup Jelas
- 20 Pasal 37 Cukup Jelas Pasal 38 ayat (1) Yang dimaksud dengan “evaluasi” dalam ketentuan ini bertujuan untuk mencapai keserasian antara kebijakan mukim dengan kebijakan kabupaten, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur mukim. ayat (2) Cukup jelas ayat (3) Cukup jelas ayat (4) Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 26