Tinjauan Pustaka PEMERIKSAAN GENETIK ANTENATAL PADA GENODERMATOSIS Frien Refla Syarif, Sri Lestari Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Andalas/RSUP dr.M.Djamil Padang
ABSTRAK Pemeriksaan genetik antenatal telah berkembang dengan pesat dalam genodermatosis. Genodermatosis merupakan penyakit yang diturunkan dalam hal struktur dan fungsi kulit mencakup berbagai penyakit kulit turunan yang mungkin terkait dengan risiko mortalitas yang bermakna dan morbiditas jangka panjang. Terdapat kemajuan yang pesat dalam metode untuk pemeriksaan antenatal sejak 1980-an. Di masa lalu, pilihan untuk diagnosis antenatal pada penyakit ini terbatas pada biopsi kulit fetus, tetapi saat ini kemajuan genetika molekuler telah berkembang dan sangat mempengaruhi diagnosis prenatal bidang dermatologi. Pertemuan antara ilmu genetika dan dermatologi telah semakin luas dengan dapat diidentifikasinya kelainan gen yang diturunkan hingga meningkatkan penemuan spektrum fenotip dan integrasi data molekuler dan klinis. Selain itu, diagnosis prenatal memberikan orangtua pilihan terapi pada waktu yang lebih cepat. Di Indonesia perkembangan ilmu genetik dan clinical genetic (genetik klinis) sudah berkembang cukup pesat. Konseling genetik sebagai sebuah ilmu dan konselor genetik sebagai sebuah profesi telah berkembang pesat di negara maju demikian juga di beberapa negara berkembang. Mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, hal ini tentunya merupakan tantangan yang terkait dengan kesehatan untuk memberikan layanan ini. Kata kunci: pemeriksaan genetik antenatal, genodermatosis
ANTENATAL GENETIC EXAMINATION IN GENODERMATOSES ABSTRACT Antenatal genetic exmination has been developing progress in genodermatoses. Genodermatoses refer to inherited disease of skin structure and function. It encompasses a range of inheritable skin diseases that may be associated with significant mortality rate and long-term morbidity. There have been major advances in methods for antenatal testing since 1980s. In the past, options for antenatal diagnosis of these diseases were limited to fetal skin biopsy but presently the progress of molecular genetics led to a revolution which also had affected the dermatology field profoundly. The interface between genetics and dermatology has broadened with the identification of the heritable disorders, improve recognition of phenotypic spectrums and integration of molecular and clinical data. Furthermore, prenatal diagnosis gives parents the therapeutic option at the earliest possible time. In Indonesia, the development of genetic science and clinical genetics (genetic clinic) has been growing quite rapidly. Genetic counseling as a science and as a profession genetic counselor has been growing rapidly in developed countries as well as in some developing countries. Since Indonesia is the fourth most populous country in the world, it is certainly a challenge related to health to provide this service. Keywords: antenatal genetic examination, genodermatoses
Korespondensi: Jl. Perintis Kemerdekaan – Padang Telp/fax: 0751-810256 Email:
[email protected]
45
MDVI
PENDAHULUAN Diagnosis genodermatosis di masa lampau sulit ditegakkan dengan begitu banyaknya sistem klasifikasi dan nomenklatur yang tidak konsisten. Sejak dasar genodermatosis telah ditentukan, integrasi molekuler dan data klinis dapat membantu untuk mempermudah mengelompokkan penyakit dan mengeliminasi terminologi yang tidak diperlukan.1,2 Genodermatosis meliputi berbagai penyakit kulit turunan yang berhubungan erat dengan kekerapan mortalitas dan morbiditas jangka panjang.3 Pada saat mengevaluasi pasien yang dicurigai berpenyakit genodermatosis, langkah awal yang perlu dilakukan adalah mendapatkan riwayat genodermatosis melalui anamnesis sedikitnya dari 3 generasi dan memeriksa status dermatologikus termasuk rambut, kuku, dan mukosa oral/gigi. Ini sangat penting dilakukan untuk mendapatkan riwayat pada keluarga (terutama orangtua dan saudara sedarah) yang memiliki kelainan yang sama sehingga dapat menegakkan pola penurunan genetik pada keluarga. Hasil pemeriksaan laboratoris, radiografi, dan histologis sebelumnya juga harus dikumpulkan.4 Dahulu diagnosis prenatal untuk berbagai kondisi ini dilakukan hanya dengan biopsi kulit fetus.3 Eritroderma iktiosiformis kongenital bulosa dan junctional EB merupakan kondisi pasien yang sukses pertama kali didiagnosis menggunakan teknik ini.5 Biopsi kulit fetus dimulai sejak tahun 1987 pada saat ditemukannya delesi gen steroid sulfatase yang mengakibatkan terjadinya iktiosis x-linked recessive.6 Dua puluh lima tahun terakhir terdapat kemajuan yang bermakna dalam menjelaskan dasar genetik gangguan kelainan kulit.6 Penelitian pada mutasi gen manusia kemudian berkembang pada tahun 2003.7,8 Sejak tahun 2000 terdapat kemajuan pesat berbagai penelitian yang menemukan lebih dari 1000 gen bertanggungjawab terhadap fenotip manusia dan mencapai 300 gen yang berhubungan dengan abnormalitas pada kulit.9-12 Sebelum dilakukan diagnostik molekuler pada pasien genodermatosis, keuntungan dan kerugian pemeriksaan ini harus dipertimbangkan dan dibicarakan dengan pasien dan/atau keluarga pasien. Efek hasil pemeriksaan terhadap pasien yang diperiksa atau anggota keluarga harus dijelaskan kepada pasien dan keluarga. Konfirmasi diagnosis yang dicurigai penting pada saat hasil pemeriksaan karena dapat mempengaruhi prognosis, monitoring dan/atau terapi.4,13,14 Masalah medis selama kehamilan dan kelahiran dapat diantisipasi dan diterapi tepat waktu, misalnya proses persalinan yang tidak maju (kala dua memanjang) bila ibu mengandung bayi dengan iktiosis x-linked. Oleh sebab itu, diagnosis prenatal memberikan pilihan abortus terapeutik terhadap bayi yang dikandung15 dengan
46
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53
pertimbangan risk and benefit, serta etika, moral, dan legalitas.31 Alasan lain untuk melakukan pemeriksaan antenatal adalah terdapatnya faktor risiko pada anggota keluarga yang tidak memiliki kelainan klinis genodermatosis atau untuk menentukan anggota keluarga mana yang carrier (pada kelainan resesif).4,13,14 Sebelum melakukan analisis genetik diperlukan konseling dan informed consent terhadap pasien dan keluarga. Dijelaskan juga kemungkinan dapat terjadi kesalahan diagnosis apabila terdapat perubahan genetik yang tidak dapat dideteksi dengan menggunakan metode pemeriksaan yang akan dilakukan, mosaicism, genetic (locus) heterogeneity dan kesalahan laboratoris.4 Keterbatasan pemeriksaan, termasuk mahalnya harga pemeriksaan, terdapat potensi kesalahan diagnostik dan implantansi pada embrio serta rasio kehamilan menjadi lebih rendah pada pasien yang melakukan prenatal/implantation genetic diagnosis (PGD) dibandingkan dengan pasien yang sedang menjalani fertilisasi invitro.4,16 Di Indonesia perkembangan ilmu genetik dan clinical genetic (genetik klinis) sudah berkembang cukup pesat. Konseling genetik sebagai sebuah ilmu dan konselor genetik sebagai sebuah profesi telah berkembang pesat di negara-negara maju demikian juga di beberapa negara berkembang. Mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, hal ini tentunya merupakan tantangan yang terkait dengan kesehatan untuk memberikan layanan ini.17 Rumah Sakit Harapan Kita dan Eijkman Institute di Jakarta, RS Telogorejo dan Universitas Diponegoro di Semarang, Inter-University Center (IUC) Bioteknologi di Bandung menyediakan pelayanan diagnostik sitogenetik di Indonesia.18 Makalah ini membahas tentang indikasi, kontraindikasi, aspek etika, dan teknik pemeriksaan genetik yang dapat dilakukan untuk mebantu menegakkan diagnosis pasti antenatal pada genodermatosis. PEMERIKSAAN ANTENATAL Definisi pemeriksaan antenatal Pemeriksaan antenatal adalah program peduli kesehatan kandungan yang bertujuan mengoptimalkan kesehatan ibu dan anak melalui monitoring reguler pada kehamilan.19 World Health Organization (WHO) mendefinisikan pemeriksaan antenatal sebagai pemeriksaan selama kehamilan oleh dokter atau tenaga medis yang ahli.20 Konseling genetik dan diagnosis prenatal Konseling genetik merupakan satu proses komunikasi efektif dokter-pasien atau keluarga pasien untuk mendapat penjelasan penyakit, prognosis, risiko kejadian,
FR. Syarif & S. Lestari
pola penurunan genetik, pencegahan, dan tatalaksana penyakit sebelum orangtua pasien memilih terapi. Konseling genetik penting pada praktik dermatologi dan diagnosis prenatal, terutama dilakukan pada penyakit genodermatosis yang berat.21 Diagnosis prenatal dilakukan untuk memprediksi kelainan genetik pada anak yang belum lahir menggunakan metode invasif dan non-invasif.22 Sebelum adanya metode pemeriksaan non-invasif berbasis DNA, diagnosis prenatal pada genodermatosis menggunakan analisis ultrastruktural dan imunohistokimia dengan biopsi kulit fetus yang diperoleh pada usia gestasi 18 dan 22 minggu. Kelainan genetik herediter yang terdapat pada anggota keluarga atau carrier harus diidentifikasi sebelum dilakukan pemeriksaan.23,24 Pemeriksaan diagnostik prenatal untuk genodermatosis dilakukan pada rerata usia gestasi 19 minggu. Pada saat mutasi genetik telah teridentifikasi dalam suatu keluarga, pemeriksaan ini harus dilakukan.21 Indikasi dan kontraindikasi diagnosis prenatal Hal terpenting pada diagnosis prenatal genodermatosis adalah memperoleh informasi rinci tentang riwayat kesehatan 3 generasi sebelumnya pada seorang pasien dengan tujuan untuk menilai risiko kejadian penyakit.25 Indikasi medis yang diperlukan untuk pemeriksaan genetik pada genodermatosis adalah adalah terdapatnya faktor risiko pada anggota keluarga yang tidak memiliki kelainan genodermatosis atau untuk menentukan anggota keluarga mana yang carrier (kelainan resesif). Pre-natal/implantation genetic diagnosis dilakukan pada orangtua yang memiliki anak dengan kecurigaan genetik yang diturunkan secara resesif autosomal (RA), dominan autosomal (DA) dan ibu yang dicurigai carrier atau pasien dengan kelainan xlinked.4,13,14 Infeksi serviks aktif, misalnya klamidia atau herpes, infeksi vaginal, perdarahan vagina atau vaginal spotting, uterus anteversi atau retroversi yang ekstrim merupakan indikasikontra dalam pemeriksaan antenatal invasif.26 Sedangkan kehamilan kembar saat ini menjadi kontra indikasi untuk pemeriksaan antenatal noninvasif dengan teknik pemisahan sel fetus dari darah ibu.27 Aspek etika diagnosis prenatal Bahan pemeriksaan untuk diagnosis prenatal dan genetik medik awalnya diambil dari cairan amnion (amniosintesis).21 Namun, akibat tindakan tersebut terdapat kecenderungan terminasi kehamilan.21,28 Terminasi kehamilan masih menjadi perdebatan dalam bidang moral, etik, dan legalitas.29 Oleh karena alasan ini, pemeriksaan diagnosis prenatal harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan informed consent.21,30
Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis
Terminasi dapat dilakukan kapan saja selama masa gestasi apabila terdapat risiko tinggi, batasan usia aborsi adalah usia kehamilan kurang dari 24 minggu, namun batasan ini tidak dipakai pada kasus apabila bayi yang akan lahir akan menderita abnormalitas fisik maupun mental atau akan menderita cacat yang berat.28 Keputusan untuk melakukan terminasi tiap individu berbeda, dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk nilai agama, etika, dan hukum, indikasi medis. Beberapa genodermatoses menyebabkan morbiditas yang bermakna, umpamanya Harlequin ichthyosis dan beberapa bentuk epidermolisis bulosa. Banyak genodermatosis lainnya hanya mengakibatkan masalah kosmetik namun tidak berpengaruh pada harapan hidup. Hingga saat ini belum ada panduan PGD yang jelas dan setiap kasus harus dipertimbangkan secara individual.31 Teknik diagnostik prenatal Teknik yang digunakan dalam diagnostik prenatal meliputi beberapa teknik yang dilakukan untuk melihat defek kelahiran dan kondisi genetik termasuk prosedur invasif baku, yaitu amniosintesis, chorionic villus sampling (CVS) dan kordosintesis, fetoskopi dan biopsi kulit fetus maupun prosedur noninvasif seperti ultrasonografi, pemisahan sel fetus dari darah ibu dan teknik gen molekuler.32 Teknik diagnostik prenatal harus dibedakan dengan metode screening prenatal. Screening prenatal, misalnya serum screening dan ultrasonografi rutin dilakukan namun tidak untuk menegakkan diagnosis.32,32 Pemeriksaan genetik antenatal untuk genodermatosis terus berkembang dan di masa depan metode noninvasif diyakini mudah tersedia. Pemanfaatan diagnosis genetik prenatal untuk gangguan kulit yang dapat mempengaruhi kualitas hidup, tetapi dengan fenotip lebih ringan, menimbulkan tantangan baru bagi penyedia layanan kesehatan. Skema ringkas metode diagnosis prenatal ditunjukkan pada gambar. 1.31
Gambar 1. Pemilihan teknik pemeriksaan antenatal.
47
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53
MDVI
PEMERIKSAAN GENODERMATOSIS
ANTENATAL
PADA
Teknik pemeriksaan antenatal Kelainan kongenital merupakan penyebab 20-25% kematian perinatal.34 Pemeriksaan klinis sangat penting dalam menegakkan diagnosis kerja pada beberapa kelainan genetik termasuk genodermatosis.3 Teknik pemeriksaan antenatal sangat membantu dalam penemuan Tabel.1 Teknik yang tersedia untuk diagnosis prenatal pada genodermatosis Teknik Waktu gestasi Biopsi kulit fetus 15 – 27 minggu (waktu yang tepat bergantung pada penyakit)
risiko kelainan genetik dan pada ibu yang merencanakan kehamilan.3,35 Pemeriksaan antenatal tidak hanya kehamilan.3,35 Pemeriksaan antenatal tidak hanya digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis pada genodermatosis, namun juga diperlukan untuk tatalaksana.3 Teknik ini merupakan teknik lanjut untuk memperoleh penegakan kemungkinan diagnosis sejak masa gestasi menggunakan berbagai teknik.34,36 Teknik diagnosis prenatal yang dapat digunakan di bidang dermatologi tertera dalam tabel di bawah ini.15
-
Risiko dan kerugian Dilakukan pada waktu akhir gestasi Dapat tidak memastikan diagnosis Fetal scarring Fetal loss (1-3%) Infeksi Kebocoran amnion
-
Fetal loss (0.5%) Kebocoran amnion Vaginal spotting/bleeding Infeksi Fetal loss (1%)
-
Dapat mengenai anggota tubuh fetus Vaginal spotting/bleeding Meningkatkan insiden hemangioma infantil Kebocoran amnion
Keuntungan - Digunakan apabila gen penyebab tidak dapat ditemukan, mutasi spesifik tidak dapat diidentifikasi atau analisis keterkaitan gen tidak tersedia
- Telah banyak dilakukan Amniosintesis
15 – 20 minggu
Chrionic villus sampling (CVS)
10 – 12 minggu
Diagnosis genetik preimplantasi Sebelum implantasi blastosis
- Kriteria diagnosis tidak terlalu khas pada kasus genodermatosis - Bentuk genodermatosis tidak tampak hingga akhir masa gestasi
Ultrasonografi Pada masa kehamilan namun detail fetus dapat divisualisai dengan lebih baik setelah 18 – 20 minggu Maternal serum screening (pemisahan sel fetus dari darah ibu)
- Mahal - Terbatas dilakukan karena memerlukan uji prenatal tambahan untuk konfirmasi - Rasio kehamilan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan in vitro fertilization
- Memerlukan uji prenatal tambahan untuk konfirmasi
15 – 20 minggu
- Telah banyak dilakukan - Dilakukan pada awal kehamilan
- Mengeliminasi terminasi pada fetus yang menderita genodermatosis - Menguntungkan bagi pasutri yang memiliki kesulitan memiliki anak
- Dapat mendeteksi abnormalitas pada genodermatosis tanpa adanya riwayat keluarga - Noninvasif
- Iktiosis x-linked berhubungan dengan rendahnya kadar estradiol unconjugated - Noninvasif
TEKNIK NONINVASIF Ultrasonografi Kondisi genetik dapat didiagnosis dengan menggunakan teknik visualisasi fetal langsung terhadap fetus menggunakan ultrasound yang merupakan gelombang suara frekuensi tinggi yang dipantulkan dari densitas jaringan fetus di uterus.37 Ultrasonografi merupakan metode konvensional dalam diagnosis prenatal yang sering digunakan. Tanda beberapa genodermatosis dapat diperoleh menggunakan ultrasonografi terutama pada kasus
48
de novo.31 Sedangkan pemeriksaan histopatologi penting pada kelainan kulit yang diturunkan, namun banyak di antaranya yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan ini.38 Ultrasonografi yang digunakan untuk diagnosis prenatal hanya dapat dilakukan setelah usia gestasi 18 minggu.31,37 Kelainan kulit yang dapat didiagnosis menggunakan metode ini antara lain epidemolisis bulosa (EB), iktiosis Harlequin, displasia ektodermal hipohidrotik, displasia kondroektodermal, nevus sebasea linear, cutis verticis gyrata, dan tuberous sclerosis.37,39-41
FR. Syarif & S. Lestari
Snowflake sign (partikel echogenic multipel pada cairan amnion) yang terdapat pada kavitas amnion merupakan petanda pengelupasan kulit fetus untuk beberapa kelainan termasuk junctional EB dengan atresia pilorik dan iktiosis Harlequin.42,43 Snowflake sign juga ditemukan pada aplasia cutis congenita.44 Epidermolisis bulosa. Salah satu tanda kemungkinan diagnosis epidermolisis bullosa (EB) adalah terdapatnya atresia pilorik pada fetus yang dapat dilihat menggunakan ultrasonografi, dan tanda lainnya adalah stenosis ureteral, artrogriposis, deformitas hidung atau telinga.42 Diagnosis prenatal junctional EB dengan atresia pilorik dapat teridentifikasi dengan tampilan nonkutan misalnya dilatasi gaster dan polihidramnion.45 Iktiosis Harlequin. Kecurigaan terhadap diagnosis iktiosis Harlequin dapat ditegakkan apabila ditemukan bentuk wajah dismorfik, ekstremitas abnormal, kontraktur sendi yang luas, deformitas fleksor pada jari-jari fetus, keterbatasan pertumbuhan janin dan adanya partikel hiperekhogenik dalam cairan amnion.46-48 Dismorfik fasial dapat terlihat lebih jelas dengan menggunakan ultrasonografi tiga dimensi.49 Aplasia cutis congenital. Terlihat lesi cystic yang halus terdapat pada skalp tanpa adanya kelainan serebral. Placental infarcts, amniotic bands, fetus papyraceous juga berhubungan dengan penyakit ini. Untuk menegakkan diagnosis prenatal penyakit ini harus didapatkan riwayat keluarga dengan pola penurunan penyakit dominan autosomal dan riwayat infeksi pada kehamilan sebelumnya.50 Displasia ektodermal hipohidrotik. Pada dysplasia hipohidrotik dapat ditemukan facial cleft, cyclopia, dan kelainan orbita. Defek fasial pada fetus akan lebih jelas bila dilakukan ultrasonografi pada usia kehamilan 24 minggu, namun dapat dilakukan lebih awal bila menggunakan ultrasonografi tiga dimensi (3-D).37 Displasia kondroektodermal. Terdapat defek pada jantung yang dapat dilihat menggunakan USG, defek berupa atrium and endocardial cushion..51 Nevus sebasea linear. Akan nampak massa jaringan lunak pada garis tengah tubuh fetus diikuti dengan terdapatnya makrosefali dan polihidramnion.39 Dapat juga terlihat berupa skin tag-like lesion pada tempat predileksi nevus sebasea linear.52 Cutis verticis gyrate. Pada daerah kepala fetus akan tampak cairan antara skalp dengan tulang kranium yang akan menghilang pada usia kehamilan 20 minggu.40
Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis
Tuberous sclerosis. Penemuan cardiac rhabdomyoma merupakan salah satu tanda tuberous sclerosis namun apabila hanya terdapat satu cardiac rhabdomyoma maka diagnosis tuberous sclerosis menjadi meragukan. Terdapatnya tumor yang multipel dapat menguatkan kecurigaan diagnosis tuberous sclerosis.43,53 Pemisahan sel fetus dari darah ibu. Inti sel fetus (eritroblas) yang bersirkulasi dalam darah maternal yang berjumlah sangat banyak dapat digunakan untuk pemeriksaan ekstraksi DNA.54,55 Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Tidak terdapat risiko infeksi maternal atau abortus. Sel fetus dapat diisolasi dari darah maternal menggunakan flow cytometry, antibodi monoklonal atau polymerase chain reaction (PCR).54 Iktiosis x-linked merupakan penyebab utama nilai yang sangat rendah dari unconjugated estradiol yang merupakan salah satu marker pada genodermatosis ini. Pada kondisi ini terdapat insufisiensi steroid sulfatasi plasenta yang merupakan tanda kecurigaan iktiosis xlinked. Oleh karena itu amniosintesis atau chorionic villus sampling harus dilakukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan diagnosis ini.56 TEKNIK INVASIF Diagnosis prenatal merupakan sinonim pemeriksaan antenatal invasif dan evaluasi kromosom.57 Indikasi untuk pemeriksaan antenatal menggunakan teknik invasif adalah terdapatnya peningkatan risiko terjadinya kelainan genetik pada fetus.58 Amniosintesis Teknik ini umumnya digunakan prosedur invasif untuk diagnosis prenatal pada trimester kedua kehamilan.31 Prosedur ini dilakukan dengan cara insersi jarum 20-22 gauge melalui kulit abdomen ibu dan uterus menuju ke dalam kantung amnion, kemudian dilakukan aspirasi cairan amnion (tidak lebih dari 20-30 ml) yang berisi sel fetus. Prosedur ini umumnya dilakukan pada usia gestasi 16 minggu, dapat dilakukan antara minggu 914 yang disebut dengan early amniocentesis, namun cairan amnion masih sedikit dan biasanya dilakukan untuk penelitian sitogenik. Pemeriksaan ini biasanya dituntun menggunakan ultrasound.59 Amniosintesis merupakan prosedur yang relatif aman. Frekuensi kejadian chorioamnionitis yang disebabkan oleh amniosintesis sekitar 0.1%, namun pernah dilaporkan terjadinya septikemia maternal dengan edem pulmonal, gagal ginjal dan dissemintaed intravascular coagulation (DIC).60
49
MDVI
Kebocoran cairan amnion merupakan komplikasi relatif (1-2%) yang terjadi oleh sebab amniosintesis, namun biasanya membaik dalam waktu 48-72 jam. Komplikasi lain adalah transient vaginal spotting yang biasanya terjadi pada ibu hamil berusia di atas 40 tahun.61 Iktiosis kongenital dapat dinilai menggunakan amniosintesis dengan ditemukannya peningkatan echogenicity pada cairan amnion dan penebalan kulit fetus.62 Cairan amnion yang keruh ditemukan pada pemeriksaan dengan amniosintesis pada Iktiosis Harlequin.63 Chorionic villus sampling (CVS) Chorionic villus sampling berbeda dengan amniosintesis. Pada amniosintesis, cairan amnion yang diaspirasi, sedangkan pada CVS jaringan plasenta yang diaspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan ultrasound baik melalui transabdominal maupun trasnvaginal/transservikal.64 Keuntungan dari CVS dan amniosintesis adalah keduanya dapat dilakukan pada masa awal kehamilan sejak usia gestasi 6 minggu. Namun pada beberapa center menunda prosedur CVS hingga 10 minggu usia gestasi karena terdapat kemungkinan fetal loss (1%). Chorionic villus sampling umumnya dilakukan pada usia gestasi 10-12 minggu.64 Indikasi untuk prosedur CVS adalah sama dengan indikasi pada prosedur amniosintesis dengan tambahan terdapatnya diagnosis kelainan genetik secara biokimia dan molekuler pada ibu.65 Chorionic villus sampling dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis prenatal pada junctional epidermolysis bullosa dan dystrophic epidermolysis bullosa.66 Komplikasi prosedur ini antara lain adalah perdarahan vaginal yang umumnya terjadi sebanyak 7-10% pasien yang diambil sampel CVS melalui transservikal namun tidak mengganggu kelahiran. Komplikasi lain adalah chorioamnionitis dan ruptur membran korion yang disebabkan oleh trauma mekanik ataupun kimia terhadap korion (0.3%).65 Junctional epidermolysis bullosa. Akan ditemukan mutasi pada gen LAMA3, LAMB3, LAMC2, ITGB4, BPAG2/COL17A1, dengan rata-rata protein yang terlibat adalah laminin 5.3 Dystrophic epidermolysis bullosa. Pada penyakit ini akan ditemukan mutasi pada gen COL7A1, dengan protein yang terlibat adalah kolagen tipe VII.3 Fetoskopi dan biopsi kulit fetus (fetal skin biopsy) Fetoskopi dilakukan menggunakan anestesi sedatif dengan memasukkan endoskopi fiberoptic ke uterus pada usia kehamilan 16-20 minggu. Indikasi utama dilakukannya fetoskopi adalah untuk melihat isi uterus, fetal blood sampling (biasanya berasal dari umbilical cord) dan biopsi jaringan fetus. Fetoskopi memiliki keterbatasan untuk melihat kelainan genodermatosis.3
50
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53
Biopsi kulit fetus awalnya mewakili pemeriksaan antenatal untuk genodermatosis, namun saat ini telah tergantikan oleh metode berbasis DNA. Biopsi kulit fetus pertama kali dilakukan pada tahun 1980-an untuk mendiagnosis congenital bullous ichtyosiform erythroderma dan Herlitz junctional epidemolysis bullosa.5 Indikasi dilakukannya prosedur ini adalah apabila gen penyebab kelainan genodermatosis tidak diketahui, namun pada diagnosis prenatal menunjukkan kemungkinan adanya genodermatosis.3 Indikasi lain dilakukannya biopsi kulit fetus adalah kecurigaan terhadap kemungkinan terjadinya iktiosis pada fetus terutama iktiosis Harlequin. Biopsi umumnya dilakukan pada usia kehamilan 22 minggu karena kelainan struktur biasanya muncul pada usia kehamilan tersebut. Pada usia kehamilan 19 minggu sudah dapat diperiksa keratinized hair canals dan sel pada cairan amnion.67 Biopsi kulit fetus juga dapat digunakan untuk menegakkan albinisme okulokutaneus yang dilakukan pada trimester kedua kehamilan.68,69 Kelemahan biopsi kulit fetus antara lain adalah sampling error, sampel untuk analisis yang tidak memadai, kesulitan dalam menginterpretasikan morfologi dan imunohistokimia. Kelemahan tersebut sangat bergantung pada pengalaman ahli kandungan dan patologi anatomi. Artefak yang mungkin didapat pada saat melakukan biopsi dapat menyerupai kelainan patologis. Namun, secara keseluruhan, biopsi kulit fetus memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah fetal loss (kurang dari 1%) dan abortus spontan.3 Diagnosis genetik pre-implantasi Diagnosis genetik preimplantasi atau prenatal/implantation genetic diagnosis (PGD) merupakan salah satu metode yang dapat memberikan informasi mengenai keterlibatan genetik pada embrio di masa awal kehamilan.70 Diagnosis genetik preimplantasi dikembangkan untuk menghindari aborsi pada pemeriksaan antenatal untuk genodermatosis.71 Prosedur ini dilakukan dengan cara menghilangkan satu sel dari embrio secara invitro untuk menegakkan diagnosis prenatal pada kelainan genodermatosis yang berulang, berat dan dapat diturunkan, dengan demikian dapat menghindari implantasi pada embrio yang terkena.72 Aplikasi klinis diagnosis genetik preimplantasi dilakukan apabila terdapat risiko pada embrio untuk kelainan resesif autosomal, ectodermal dysplasia-skin fragility syndrome dan dystrophic epidermolysis bullosa.73 Terdapat tiga teknik untuk melakukan biopsi pada embrio, yaitu polar body biopsy, cleavage stage biopsy
FR. Syarif & S. Lestari
dan trophectoderm biopsy, dan diagnosis harus ditegakkan dalam 12-48 jam agar reimplantasi embrio dapat dilakukan.70,74 Teknik cleavage stage biopsy paling sering dilakukan namun memiliki keterbatasan, yaitu dapat merusak embrio dan dapat terjadi misdiagnosis oleh karena adanya cellular mosaicism. Risiko terjadinya kesalahan diagnosis adalah sebanyak 2% pada kondisi autosomal resesif dan 11% pada autosomal dominan.74 Amniosintesis atau CVS direkomendasikan untuk mengkonfirmasi diagnosis.75 SIMPULAN Ketidaktersediaan tatalaksana khusus terhadap pasien dengan genodermatosis, pemeriksaan antenatal pada saat kehamilan dapat dilakukan terutama apabila terdapat risiko penyakit yang rekuren terjadi pada anggota keluarga. Sebelum pemeriksaan antenatal pada pasien yang diduga dengan genodermatosis, informasi detail tentang riwayat kesehatan pada 3 generasi sebelumnya penting untuk ditanyakan. Indikasi medis pemeriksaan genetik pada genodermatosis adalah terdapatnya faktor risiko pada anggota keluarga yang tidak memiliki kelainan genodermatosis atau untuk menentukan anggota keluarga mana yang carrier (kelainan resesif), orang tua yang memiliki anak dengan kondisi RA, pasien yang memiliki kelainan DA, dan ibu yang carrier atau pasien dengan kelainan x-linked. Prinsip pemeriksaan genetik antenatal adalah terdeteksinya mutasi genetik dan tandatanda khas
DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Fine JD, Eady RA, Bauer EA. The classification of inherited epidermolysis bullosa (EB): report of the third international consensus meeting on diagnosis and classification of EB. J Am Acad Dermatol. 2008; 58: 931-50. Oji V, Tadini G, Akiyama M. Revised nomenclature and classification of inherited ichtyoses: results of the first ichtyosis consensus conference. 2010; 63: 607-41. Fassihi H, Eady RA, Mellerio JS, Ashton GH, Dopping HPJ, Denyer JE, dkk. Prenatal diagnosis for severe inherited skin disorder: 25 years’ experience. Br J Dermatol. 2006; 154: 106-13. Schaffer JV. Molecular diagnostic in genodermatoses. Cutan Med Surg. 2012; 211-20. Rodeck CH, Eady RA, Gosden CM. Prenatal diagnosis of epidermolysis bullosa letalis. Lancet. 1980; i: 949-52. Bonifas JM, Morley BJ, Oakey RE. Cloning of a cDNA for steroid sulfatase: frequency occurence of gene deletions in patients with recessive x
Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis
7.
8.
9. 10.
11. 12.
13.
14. 15.
16.
17.
18.
19.
20.
21. 22.
chromosome-linked ichtyosis. Proc Natl Acad Sci. 1987; 84:9248-51. International HapMap Consortium. A haplotype map of the human genome. Nature. 2005; 437:1299-320. 1000 Genomes Project Consortium. A map of human genome vriation from population-scale sequencing. Nature. 2010; 467; 1061-73. Antonarakis SE, McKusickVA. OMIM passes the 1000-disease-gene mark. Nat Genet. 2000;25:11. Bale SJ. The morbid anatomy of the dermatologic genome: an update for the third millenium. J Cutan Med Surg. 2001;5:117-25. Lander ES. Initial impact of the sequencing of the human genome. Nature. 2011;470:187-97. Feramisco JD, Sadreyef RI, Murray ML. Phenotypic and genotypic analyses of genetic skin disease through the online Mendelian inheritance in man (OMIM) database. J Invest Dermatol. 2009;129:2628-36. Rantanen E, Hietala M, Kristoffersson U. What is ideal genetic counseling? A survey of current international guidelines. Eur J Hum Genet. 2008;16:445-52. Laukaitis CM. Genetics for the general internist. Am J Med. 2012; 125:7-13. Luu M, Francis JLC, Glick SA. Prenatal diagnosis of genodermatoses: Current scope and future capabilities. Int J Dermatol. 2010;49:353-61. Sengupta SB, Delhanty JD. Preimplantation genetic diagnosis: Recent triumphs and remaining challenges. Expert Rev Mol Diagn. 2012;12:58592. Rujito L, Ghozali PA. Menggagas pengembangan layanan konseling genetik di unit pelayanan kesehatan: Sebuah kajian awal. Maj Kedokt Indon. 2010; 60(9): 426-30. World Health Organization. Identifying regional priorities in the area of human genetics in SEAR: Report of an intercountry consultation. WHO Regional Office for South-East Asia.2003:1-26. Ministry of Health and Population. Basic essential obstetric care: Protocols for physicians. Standards of Practice for Integrated MCH/RH Services. 2005; p. 173. Rooney C. Antenatal care and maternal health: How effective is it? A review of the evidence. Maternal Health and Safe Motherhood Programme Division of Family Health World Health Organization Geneva. 1991: 6-14. Nishie W. Humanization of autoantigen. Nat Met. 2007; 13: 378-83. Winnacker EL. Predictive genetic diagnosis. Senate Commission on Genetic Research. 2003; p. 1-65.
51
MDVI
23. Schaffer JV. Molecular diagnostic in genodermatosis. Semin Cutan Med Surg. 2012; 31: 211-20. 24. Kulkarni ML, Vengalath S. Prenatal diagnosis of genetic disorders. Indian J Pediatrics. 1995; 32:1229-38. 25. Michaels HS, Nazareth SB, Tambini L. Prenatal genetic counseling. Dalam: Evans MI, Johnson MP, Yaron Y, Drugan A, penyunting. Prenatal diagnosis. Mexico: McGraw-Hills Company; 2006.h.71-8. 26. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Clinical management guidelines for Obstetrician-Gynecologists: Prenatal diagnosis of fetal chromosomal abnormalities. Obstet Gynecol. 2001; 97(5 Pt 1): suppl 1-12. 27. Shea J, Diamandis E, Hoffman B, Lo YMD, Canick J, Boom DVD. A new era in prenatal diagnosis: The use of cell-free fetal DNA in maternal circulation for detection of chromosomal aneuploidies. Clin Chem. 2013; 59: 1151 – 9. 28. Gare M, Gosme-Seguret S, Kaminski M, Cuttini M. Ethical decision-making in prenatal diagnosis and termination of pregnancy: a qualitative survey among physicians and midwives. Prenatal Diag. 2002; 22: 811-7. 29. Newson AJ. Ethical aspects arising from noninvasive fetal diagnosis. Semin Fetal Neonatal Med. 2008; 13: 103-8. 30. Veach P McCarthy, Bartels DM, LeRoy BS. Ethical and professional challenges posed by patients with genetic concerns. A report of focus group discussions with genetic counselors, physicians, and nurses. J Genetic Counselling. 2001;10:97-119. 31. Ramot Y. Intrauterine diagnosis of genodermatoses. Curr Derm Rep. 2013;2:243-8. 32. Greb A, Wegner J. Counseling for abnormalities. Dalam: Evans MI, Johnson MP, Yaron Y, Drugan A, penyunting. Prenatal diagnosis. Mexico: McGraw-Hills Company; 2006.h.529-36. 33. Crombleholme TM, D’Alton M, Cendron M, Alman B, Goldberg MD, Klauber GT, dkk. Prenatal diagnosis and the pediatric surgeon: the impact of prenatal consultation on perinatal management. J Pediatric Surg. 1996;31:156-63. 34. Marino T, Ramus RM. Prenatal diagnosis for congenital malformations and genetic disorders. Drugs, Diseases & Procedures. 2012;68:1-4. 35. Holbrook KA, Smith LT, Elias S. Prenatal diagnosis of genetic skin disease using fetal skin biopsy samples. Arch Dermatol.1993;129:1437-54. 36. Ashton GH, Bady RA, McGrath JA. Prenatal diagnosis for inherited skin diseases. Clin Dermatol. 2000; 18: 643-8.
52
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53
37. Sepulveda W, Sandoval R, Carstens E, Gutierrez J, Vasquez P. Hypohidrotic ectodermal dysplasia: prenatal diagnosis by three-dimensional ultrasonography. J Ultrasound Med. 2003; 22: 7315. 38. Dolan CR, Smith LT, Sybert VP. Prenatal detection of epidermolysis bullosa letalis with pyloric atresia in a fetus by abnormal ultrasound and elevated alphafetoprotein. Am J Med Genet. 1993; 47: 395400. 39. Neis AE, Johansen KL, Harms RW, Watson WJ, Brost BC. Sonographic characteristics of linear nevus sebaceous sequence. Ultrasound Obstet Gynecol. 2006; 27: 323-4. 40. Nas T, Biri A, Gursoy R, Biberoglu K, Oztas M. Prenatal ultrasonographic appearance of isolated cutis verticis gyrata. Ultrasoung Obstet Gynecol. 2005; 26: 97-8. 41. Lee KA, Williams B, Roza K, Ferguson H, David K, Eddleman K, dkk. PTPN11 analysis for the prenatal diagnosis of Noonan syndrome in fetuses with abnormal ultrasound findings. Clin Genet. 2009; 75: 190-4. 42. Achiron R, Hamiel PO, Engelberg S, Barkai G, Reichman B, Mashiach S. Aplasia cutis congenita associated with epidermolysis bullosa and pyloric atresia: the diagnostic role of prenatal ultrasonography. Prenat Diagn. 1992;12:765-71. 43. Bongain A, Benoit B, Ejnes L, Lambert JC, Gillet JY. Harlequin fetus: three-dimensional sonogrphic findings and new diagnostic approach. Ultrasound Obstet Gynecol. 2002; 20: 82-5. 44. Meizner I, Carmi R. The snowflake sign. A sonographic marker for prenatal detection of fetal skin denudation. J Ultrasound Med. 1990;9:607-9. 45. Azarian M, Dreux S, Vuillard E, Meneguzzi G, Haber S, Guimiot F, dkk. Prenatal diagnosis of inherited epidermolysis bullosa in a patient with no family history: a case report and literature review. Prenatal Diag. 2006;26:57-9. 46. Holden S, Ahuja S, Stuart AO, Firth HV, Lees C. Prenatal diagnosis of harlequin ichtyosis presenting as distal arthrogryposis using three-dimensional ultrasound. Prenatal Diag. 2007;27:566-7. 47. Berg C, Geipel A, Kohl M, Krokowski M, Baschat AA, Germer U, dkk. Prenatal sonographic features of Harlequin ichtyosis. Arch Gynecol Obstet. 2003;268:48-51. 48. Tourette C, Tron E, Mallet S, Levy-Mozziconacci A, Bonnefont JP, D’Ercole C, dkk. Threedimensional ultrasound prenatal diagnosis of congenital ichtyosis: contribution of molecular biology. Prenat Diagn. 2012; 32: 498-500. 49. Vohra N, Rochelson B, Smith LM. Threedimensional sonographic findings in congenital
FR. Syarif & S. Lestari
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
(Harlequin) ichtyosis. J Ultrasound Med. 2003;22:737-9. Jelin AC, Glenn OA. Membranous aplasia cutis congenital. A recognizable lesion on prenatal sonography. J Ultrasound Med. 2009;28:1393 – 6. Hayrullah ALP, Fatih SAP, Altin H, Karatas Z, Baysal T, Karaaslan S. Ellis-van Creveld syndrome (chondroectodermal dysplasia) a case report: Association of common atrium and persistent left superior vena cava. Turkish J Pediatric Disease. 2013;2:89 – 93. Lien SH, Hsu ML, Yuh YS, Lee CM, Chen CC, Chang PY, dkk. Prenatal three dimensional ultrasound detection of linear nevus sebaceous syndrome. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2005;90:F315. Chen CP, Su YN, Hung CC, Lee CN, Hsieh FJ, Chang TY, dkk. Molecular genetic analysis of the TSC genes in two families with prenatally diagnosed rhabdomyomas. Prenat Diagn. 2005;25:176-8. Yeoh SC, Sargent I, Redman C. Fetal cells in maternal blood and their use in non invasive prenatal diagnosis. Progress Obstet Gynecol. 1993;14:51-63. Hahn S, Holzgreve W. Prenatal diagnosis using fetal cells from maternal blood. Evans MI, Johnson MP, Yaron Y, Drugan A, penyunting. Prenatal diagnosis. Mexico: McGraw-Hills Company; 2006.h.505-12. Luu M, Cantatore FJL, Glick SA. Prenatal diagnosis of genodermatosis: current scope and future capabilities. Int J Dermatol. 2010;49:353-61. Trajkovic SP, Antic V, Kopitovic V. Invasive prenatal diagnosis. Dalam: Choy R, penyunting. Prenatal diagnosis – morphology scan and invasive methods. Croatia: Intech; 2012.h.1-26. Shulman LP, Simpson JL, Elias S. Invasive prenatal genetic technique. Glob Libr Women’s Med. 2008;10:1-15. Mujezinovic F, Alfirevic Z. Technique modifications for reducing the risksfro amniocentesis or chorionic villus sampling. Cochrane Database Syst Rev. 2012;8:CD008678. Hamoda H, Chamberlain PF. Clostridium welchii infection following amniocentesis: A case report and review of the literature. Prenat Diagn. 2002;22:783-5. Borgida AF, Mills AA, Feldman DM. Outcome of pregnancies complicated by ruptured membranes after genetic amniocentesis. Am J Obstet Gynecol. 2000;183;937-9. Phadnist SV, Griffin DR, Eady RA, Rodecks CH, Chitty LS. Prenatal diagnosis and management strategies in a family with a rare type of congenital
Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
ichtyosis. Ultrasound Obstet Gynecol. 2007;30:90712. Suzumori K, Kanazaki T. Prenatal diagnosis of harlequin ichtyosis by fetal skin biosy; report of two cases. Prenat Diagn. 1991;11:451-7. Mujezinovic F, Alfirevic Z. Procedure-related complications of amniocentesis and chorionic villus sampling: A systematic review. Obstet Gynecol 2007;110:687-94. Evans MI, Rosner G, Yaron Y, Wapner R. Chorionic villus sampling. Evans MI, Johnson MP, Yaron Y, Drugan A, editors. Prenatal diagnosis. Mexico: McGraw-Hills Company; 2006:p.433-42. McMillan JR, Long HA, Akiyama M, Shimizu H, Kimble RM. Epidemolysis bullosa (EB) – diagnosis and therapy. Wound Practice and Research. 2009;7:62-70. Akiyama M, Suzumori K, Shimizu H. Prenatal diagnosis of harlequin ichtyosis by the examination of keratinized hair canals and amniotic fluid cells at 19 weeks’ estimated gestational age. Prenatal Diag. 1999; 19:167-71. Shimizu H, Niizeki H, Suzumori K. Prenatal diagnosis of oculocutaneous albinism by analysis of the fetal tyrosinase gene. J Invest Dermatol.1994;103:104-6. Ashton GHS, Eady RAJ, McGrath JA. Prenatal diagnosis for inherited skin diseases. Clin Dermatol.2000; 18:643–8. Braude P, Pickering S, Flinter F, Ogilvie CM. Preimplantation genetic diagnosis. Nat Rev Genet. 2002;3: 941-55. Thorp JM, Hartmann KE, Shadigian E. Long-term physical and psychological health consequences of induced abortion: Review of the evidence. Obstet Gynecol Surv.2003;58:67-79. Ogilvie CM, Braude PR, Scriven PN. Preimplantation genetic diagnosis – an overview. J Histochem Cytochem.2005;53:255-60. Fassihi H, Grace J, Lashwood A. Preimplantation genetic diagnosis of skin fragility-ectodermal dysplasia syndrome. Br J Dermatol. 2006;154:54650. Lewis CM, Pinel T, Whittaker JC, Handyside AH. Controlling misdiagnosis errors in preimplantation genetic diagnosis: A com[rehensive model encompassing extrinsic and intrinsic sources of error. Hum Reprod.2001;16:43-50. Brezina PR, Brezina DS, Kearns WG. Preimplantation genetic testing. BMJ. 2012;345:5968.
53