187
PEMBUDAYAAN NILAI-NILAI AKHLAK SEBAGAI BENTUK PEMAHAMAN DIRI ANAK PADA MASA DINI Sitti Hartinah, DS Universitas Pancasakti Tegal Email:
[email protected]
Abstract Since children are supposed to succed the future parents should introduce them to the necessary values from the very beginning. The value include the religious, individual, kindred social, statesmanship ones. It is escected that by learning those different values, children will understand the ethics both towards the creator and the follow creation and they will in turm lead a good conduct of life. Keywords: values, ethics, moral values planting
Anak merupakan generasi penerus orang tua, generas penerus masyarakat, generas penerus bangsa, bahkan generasi penerus kehidupan umat manusia sedunia. Kehidupan anak secara mutlak membutuhkan perhatian, pengamatan dan bimbingan orang yang lebih tua, orang tua dan masyarakat. Generasi penerus ini memerlukan binaan. Binaan yang secara religius dapat dipertanggungajwabkan kepada Sang Khalik, binaan yang menyejahterakan dan binaan yang berakar pada agama Islam. Binaan ini merupakan kebutuhan hidup yang bersifat rohani. Terpenuhinya kebutuhan tersebut membawa kesejahteraan hidup, khususnya bagi si anak. Usaha bina-diri anak sekarang yang dilakukan oleh orang tua sangat menarik untuk diungkap. Tahap awal usaha binaan diri anak adalah dengan kesungguhan memperkenalkan nilai akhlak. Realitas kehidupan yang ada, anak dibiarkan terlantar oleh orang tua.
Artinya, anak terlantar dalam memenuhi kebutuhan bina-dirinya, sebagai bentuk sebuah tuntutan terhadap kebutuhan rokhaninya. Orang tua sudah merasa bangga dapat memenuhi kebutuhan anaknya, bila mereka telah berhasil memenuhi segala macam kebutuhan yang diinginkannya. Keberhasilan orang tua dalam memenuhi uang pelicin bagi anaknya ke sekolah unggulan atau ke sekolah yang difavoritkan oleh orang tua, anak atau masyarakat merupakan suatu bentuk yang tidak pedagogis. Dalam bahasan ini disajikan bagaimana cara memperkenalkan nilai akhlak pada anak, yang berada dalam tataran dini dan berupaya dalam proses pembentukan struktur jiwa anak. Usaha bina-diri anak secara dini yang dimaksud adalah dengan memperkenalkan nilai akhlak pada anak. Cara tersebut sebagai wujud usaha bina-dirri anak yang dilakukan oleh orang tua agar kehidupan anak menjadi sejahtera.
188 Penjaringan sejumlah sifat dan perilaku yang dimiliki oleh anak sesungguhnya dapat dilakukan oleh orang tua di saat anak bermain atau di rumah. Dalam permainan akan terpampang sifat dan perilaku anak, dikarenakan setiap anak memiliki sifat dan perilaku yang berbeda dengan teman sepermainan, seperi nakal, senang memaki, berbohong dan berkata kotor. Apa yang akan dilakukan oleh orang tua, bila sifat dan perilaku teman sepermainan demikian kompleks? Anak akan berperilaku keluar dari nilai akhlak yang Islami membutuhkan peran orang tua. Artinya anak yang memiliki sifat dan perilaku yang buruk mengharuskan orang tua untuk mengatasinya. Orang tua dapat bertindak awal yaitu dengan memperkenalkan nilia akhlak, menjaga kebutuhan serta kesejahteraan batinnya dan menjaga kekokohan struktur bangunan batin anak. Pembudayaan nilai akhlak pada anak dilakukan setelah anak lahir dan dalam bimbingan orang tua hingga mereka dipandang sudah dapat menjalani kehidupan secara baik. NILAI AKHLAK BAGI ANAK Kualitas pendidikan sekolah, jika direnungkan, ternyata belum cukup atau dikatakan telah gagal untuk menghasilkan sosok generasi pembangun masyarakat. Masyarakat Indonesia kini, misalnya, sedang memerlukan sosok pembangunan bangsa yang memiliki ketinggian akhlak. Demikian pula dengan kegiatan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengandalkan pendidikan formal tentu saja membangkitkan frustasi. Pendidikan formal cenderung berkiblat menanamkan kemahiran anak dalam menghafal, pendidikan di sekolah perlu diimbangi dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di rumah yang dilakukan oleh orang tua.
Nilai akhlak dapat disosialisasikan, ditanamkan ata didinamisasikan dalam diri anak semenjak usia dini. Pemilikan nilai-nilai itu dijamin tidak akan “mengganggu” kehidupan masyarakatnya. Sebaliknya, pemilikan nilai akhlak akan membuat diri anak menjadi teladan bagi masyarakat di sekitarnya. Bilamana anak nanti mampu memimpin dirinya, ia akan mampu memimpin masyarakatnya. Mereka akan dapat memikul tanggung jawab secara baik berkat nilai akhlak yang “dikantongi” sejak kecil. Nilai merupakan sesuatu keberhargaan, keunggulan atau kebaikan yang oleh kesadaran manusia dipertalikan pada sesuatu objek berdasarkan pertimbangan yang ditetapkannya. Suatu nilai bercorak intrinsik kalau berharga, unggul atau baik sebagai tujuan tersendiri atau demi objek itu sendiri (Gie, 2008:89). Adapun pengertian akhlak dapat dipahami dengan menyimak istlah tersebut. Akhlak membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia kemudian menetapkan apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Jadi patokanpatokan masalah yang dibahas berupa perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk (Nata, 2008:8) Secara garis besar akhlak dibagi menjadi dua yaitu akhlak terhadap kholiq dan akhlak terhadap makhluk. Kedua akhlak di atas dalam kondisi berpadu, harus dalam konteks pemahaman yang dipadu, tidak boleh didikotomiskan secara akal sehat. Memang sebagian besar umat dalam kehidupannya selalu berupaya memilahkan keduanya. Setiap bagian akhlak di atas mengandung semua nilai yang diperlukan manusia. Perhatian Islam dalam pembinaan akhlak terdapat pada
189 seluruh aspek ajaran Islam. (Miskawaih, 2004:17). Dari dua bagian ini, akhlak mengandung nilai yang diperlukan oleh manusia, yakni (1) nilai keagamaan (alakhlaq al-diniyyah), (2) nilai-nilai perseorangan (al-akhlaq al-fardiyyah), (3) nilai-nilai kekeluargaan (al-akhlaq alusratiyyah), (4) nilai-nilai soSial (alakhlaq al-ijmima’iyyah) dan (5) nilainilai kenegaraan (al-akhlaq al-dauliyyah). Ada berbagai cara yang dilakukan untuk pembinaan akhlak seperti (1) cara atau sistem yang integrated, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak, (2) pembinaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinue, (3) cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa dipaksa (khususnya akhlak lahiriah) dan (4) melalui keteladanan (Nata, 2009:162-163). Pembinaan akhlak yang disampaikan secara integrative misalnya dalam pelaksanaan rukun Islam. Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik. Bukti orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan RasulNya berupa pelaksanaan akhlak Islam, akhlak yang tolok ukurnya menggunakan ketentuan Allah tadi. Akhlak Islami mengakui adanya nilai-nilai universal sebagai dasar bentuk akhlak dan mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan temporal sebagai penjabaran atau nilai-nilai yang universal.
Seperti sudah dinyatakan di depan, selain dengan cara (1) sistem integratif, pembinaan akhlak dapat dilakukan dengan cara keteladanan. Cara-cara yang terakhir itulah yang ingin penulis jabarkan. Pembinaan akhlak dengan sistem yang integratif memungkinkan dilaksanakan bila orang sudah mempunyai bekal perasaan dan pemikiran yang luas. Anak yang masih dalam timangan orang tua memperoleh sesuatu lewat apa yang dipikirkan. Lingkungan anak yang paling berpengaruh itulah yang dipersiapkan untuk membimbing akhlak anak. Materi akhlak dalam pendidikan formal disampaikan lewat pendefinisian nilai-nilai akhlak yang terpuji maupun yang tercela, ditunjukkan pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari jadi disampaikan lewat cerita-cerita serta dikemukakan argumentasi-argumentasi yang mendukungnya yang diambil dari Al-Qur’an. Khusus untuk mencari sosok yang akan dijadikan teladan, ditunjuk kisah-kisah seperti Nabi Muhammad SAW, Siti Masyitoh dll. (Jamhuri, 2006). Definisi-definisi yang memberatkan pikiran anak cocok diberikan pada mereka, nilai-nilai akhlak perlu disampaikan secara praktis. Nilai-nilai Akhlak yang dikandung oleh setiap kategori Nilai Keagamaan. Sejumlah nilai yang harus dimiliki, diwujudkan dalam tingkah laku anak secara umum ditujukan kepadaNya, antara lain : beriman kepada-Nya dengan segala hal yang diturunkan-Nya, ketaatan yang mutlak dan sebagainya.
190 Nilai Perseorangan. Nilai ini dapat memberikan atau membentuk warna pribadi anak sebagai generasi penerus yang patut diandalkan, antara lain : kesucian jiwa, menjaga diari, menguasai nafsu, menahan rasa marah, benar, teguh pendirian, lemah lembut dan rendah hati. Nilai-nilai Kekeluargaan. Contoh nilai yang berhubungan dengan kekeluargaan antara lain : berbuat baik dan menghormati orang tua, memelihara kehidupan anak-anak, memberi pendidikan akhlak pada anak-anak. Nilai-nilai Sosial. Nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan anak bermasyarakat ini dimanfaatkan saat anak terjun atau sudah berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Contohnya : tingkah laku yang dianjurkan seperti : memenuhi amanah, tingkah laku yang dilarang, seperti : membunuh manusia, tata tertib kesopanan, seperti : meminta izin sebelum masuk ke rumah orang lain dan membalas memberi salam. Nilai-nilai Kenegaraan. Nilai-nilai kenegaraan berkaitan dengan kehidupan anak yang ditinjau dari pandangan kehidupan bernegara. Milsalnya sudahkah anak memiliki sikap bermusyawarah, memahami kepemimpinan, menjaga kesatuan dan menjauhi perpecahan dan sebagainya. Akhlak yang Mulia.Berikut ini disajikan akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia atau terpuji menurut ajaran Islam antara lain ialah : berani dalam segala hal yang positif mengatakan dan membela kebenaran serta dalam menghadapi ketegangan dan ancaman, adil dalam memutuskan sesuatu tanpa membedakan kedudukan, status sosial ekonomi, maupun hubungan kekerabatan, bijaksana dalam menghadapi dan memutuskan sesuatu dan sebagainya. Nilai-nilai akhlak di bagian inilah yang diharapkan mendominasi jiwa
anak. Orang tua dengan segenap daya kreatifnya diharapkan memahami dan dapat mengenalkannya kepada anak. Nilai-nilai inilah yang akan didinamisasikan dalam diri seorang anak sehingga tercipta sebuah generasi yang bernilai, generasi yang handal dan generasi yang futuris. CARA PENGENALAN DAN PENANAMAN NILAI AKHLAK Ada tujuh cara atau kiat yang dapat ditempuh untuk memperkenalkan nilai akhlak pada anak. Cara pengenalan nilai akhlak pada anak ini pun dapat dikembangkan sesuai dengan realitas kehidupan anak, realitas lingkungan dan kondisi spesifik yang dimiliki oleh anak. Akhlak islami diharapkan dapat mendarah daging pada diri anak dan dibawa untuk bekal kehidupan. Adapun cara pengenalan nilai akhlak antara lain : memberikan nasihat dan teladan, mengulas sekilas kejadian keseharian, mengawasi anak saat bermain, menyediakan kaset pujian-pujian pada Allah dan Rasul, menceritakan kisahkisah Nabi atau orang saleh, menciptakan latar rumah yang islami, membentuk sikap keseharian yang baik. Pengenalan nilai akhlak pada anak ini ditempuh sebagai upaya awal membentuk insan muslim. Pengenalan di sini dipandang sebagai langkah yang dini dan langkah yang dilakukan secara periodik. Orang tua terlebih dahulu mendalami nilai akhlak, sehingga dapat mencari peluang ketika mengenalkan kepada anak. Memberikan Nasihat atau Teladan. Jiwa anak kecil yang selama ini dipandang masih sederhana dan belum menerima gambar apa pun, ternyata sudah dalam keadaan yang rumit. Memang anak terlahir dalam keadaan yang sederhana, tetapi satu detik setelah itu individunya
191 memancarkan sejumlah potensi. Kerumitan muncul dihadapannya, namun secara gampang dapat dinyatakan bahwa jiwa anak kecil dalam keadaan sederhana, walaupun pernyataan ini mengandung ketidakbenaran. Pernyataan ini perlu ditunjang oleh pendapat psikolog untuk menyempurnakannya. Seorang akan mempunyai pendapat atau tekad. Tekad akan mengubah hal dirinya berubah, dari satu hal ke hal yang lain. Oleh karena itu, nasihat dan keteladanan orang tua akan memberikan kesan pertama, kesan mendalam, dan akan direaksi oleh anak. Nasihat yang diberikan kepada anak harus dituturkan dengan kata-kata yang baik. Urwah bin Az-Zubair berkata, “Kata-katamu pilihlah yang baik dan wajahmu hendaklah berseri-seri niscaya engkau lebih disenangi daripada orang yang memberi suatu pemberian kepada mereka (Khalid, 2005:114). Hal-hal yang perlu dinasehatkan dan diteladani oleh orang tua, misanya dalam mengerjakan sholat, berdoa, beramal saleh, memberi dan membalas salam. Penanaman nilai akhlak dengan nasihat menggunakan media tutur.. Peran bahasa sangat menonjol lewat cara ini, sedangkan keteladanan dilakukan dengan media tingkah laku. Orang tua melaksanakan nilai akhlak dalam kehidupan. Dia merasa yakin bahwa anak mengetahui tindakan yang dilakukan selama ini. Keadaan nyata yang dijumpai di rumah masa kini adalah adanya ketidaksadaran orang tua. Kehidupan rumah tangga diwarnai oleh nuansa ketidaksadaran orang tua dalam bertutur kata atau bernasihat secara lisan kepada anaknya dengan ungkapan jangan begitu, nakal, ribut dan minum terus, ini harus begini. Rentetan retorika monoton tidak bervariatif mendorong anak jemu dan jengkel. Orang tua telah mengalami kebekuan dalam mengolah kalimat yang menjadi bahan binaan bagi anak.
Anak dalam kehidupan seharihari selalu memberondong orang tua dengan banyak pertanyaan. Ia menunggu jawaban yang diberikan oleh orang tua, jawaban yang bijaksana dari orang tua. Orang tuanya yang sering jengkel dan dengan melarang anaknya bertanya terus. Kejengkelan orang tua tersebut menandakan penanaman nilai akhlak tidak menghargai orang lain. Orang tua harus berusaha agar bias menjawab segala pertanyaan yang diajukan oleh anaknya dengan baik. Anak diberi informas yang benar, tidak boleh bohong dan memadai tentang segala sesuatu yang ditanyakan. Pertanyaan yang muncul misanya tentang hujan, matahari, bulan, hewan yang dia temui di rumah. Orang tua secara sabar menjelaskan permasalahan dengan bijaksana. Tahap inilah merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai akhlak. Kejadian keseharian ternyata layak untuk materi akhlak. Anak-anak sering merespon kejadian yang muncul, baik kejadian yang mereka lihat langsung, maupun lewat informasi (sumber tulis), human interest, atau lainnya sering menjadi pembicaraan menarik bagi anak yang kemudian hal itu ditanyakan pada orang tua mereka. Mengawasi Anak Saat Bermain. Permasalahan yang dihadapi orang tua yaitu ketika orang tua mengamati anak saat bermain. Memang saat mengasyikkan mengamati mereka saat bermain. Sifat dan perilaku yang baik maupun yang buruk atau kurang terpuji muncul dalam kondisi seperti itu. Ada seorang anak yang membentak-bentak temannya, ada seorang anak yang berprasangka buruk terhadap temannya, ada seorang anak yang dengan lancarnya memfitnah temannya, mencela, marahmarah dan mengeluarkan kata-kata kotor. Seluruh sifat dan sikap muncul saat bermain. Di samping itu, dalam suasana
192 bermain akan terpampang atau terlihat juga hal-hal yang menyenangkan, seperti bagaimana anak-anak sedang akur atau berdamai, bagaimana anak-anak dalam kondisi kasih-mengasiki, bagaimana anak-anak saling memaafkan, bagaimana anak-anak mau menghentikan permainannya karena ada panggilanpanggilan (seperti ; panggilan sholat, panggilan orang tua). Permasalahan yang muncul dan dihadapi oleh orang tua ini cenderung berubah menjadi persoalan yang kompleks dan rumit. Gambaran semacam itu menunjukkan bahwa anak mulai perlu mendapat pengawasan tentang “perjalanan perkembangan” akhlak agar perilaku yang tidak terpuji, misanya tidak berlarut-larut mewujud menjadi perilaku abadi yang dimiliki oleh anak-anak. Ajaran akhlak terhadap anak dapat disajikan dalam bentuk permainan. Eksistensi manusia menjadi sempurna dalam pergaulan sosial. Seperti sudah dikemukakan pada bagian pendahuluan bahwa tempat bermain sebagai lapangan tempat bertanding yang dapat menguji kualitas akhlak anak. Kalau bermain dinyatakan sebagai praktik, diharapkan di sini orang tua dapat mengawasi perilaku mereka. Dalam suasana bermain segenap sifat dan perilaku anak, baik yang terpuji ditangkap oleh lain. Harmonis tidaknya mereka berteman akan tampak di sini. Apakah mereka angkuh, egois, marahan, sulit diatur, tidak senang dengan kehadiran teman baru atau berbicara kotor semuanya teramati. Dapat saja akhlak yang baik tidak dimiliki teman sepermainan, orang tua dengan sigap membawa si anak beralih teman permainan, yaitu dengan mencari teman baru. Hal ini dilaksankan agar dia tidak melihat dan mendengar perilaku yang buruk. Orang tua dalam hal ini melakukan usha memindah dan memilih teman bermain bagi anaknya.
Orang tua dapat mengenalkan nilai akhlak dengan menjelaskan kepada anak dan dikaitkan dengan konteksnya, yaitu teman bermain. Orang tua mengamati kejadian selama anak bermain mengenal dirinya maupun mengenai teman sepermainan. Menyediakan Kaset Puji-pujian pada Allah dan Rasul. Di rumah anak sering mengajukan permintaan yang lain. Anak-anak minta diajari melantunkan lagu-lagi yang belum pernah dikenalnya. Anak-anak juga sering meminta lagu baru. Orang tua dengan akal jitunya berganti haluan, yaitu membalas menyuruh anaknya menyanyi. Anak disuruh menyanyikan lagu. Lagu yang dipilih oleh anak dapat saja lagu-lagu berasal dari orang tua. Lagu yang dipilih oleh anak adalah lagu yang ia sukai atau lagu yang merupakan hasl mendengar langsung lewat media massa elektronika, baik TV maupun radio. Karena anak belum mampu mengklasifikaskan lagu yang cocok untuk dirinya, lagu untuk dikonsumsi usia di atasnya yang sering didengarkan, sering dia hafal. Sangat tidak mungkin apabila anak-anak tidak pernah mendengar lagu anak-anak di media massa elektronika, baik TV maupun radio. Di rumah orang tua sangat tidak mungkin menyediakan kaset lagu anak-anak. Orang tua selalu berupaya memenuhi kebutuhan yang satu ini. Kekosongan di rumahnya akan membangkitkan si anak untuk mencari apa di luar. Artinya, anak yang dalam amsa pemerolehan bahasa dalam kehidupannya mencoba mencari sendiri. Anak pun akan menguasai lagu-lagu untuk dikonsumsi remaja atau dewasa. Proses pemerolehan lagu tersebut sering tidak sadar oleh orang tua. Di tempat permainannya sering terdengar lagu-lagu
193 seperti Cinta dari Sheila On 7. Lagu-lagu tersebut sering diakrabi oleh anak-anak. Pertanyaan di hati orang tua adalah mengapa mereka tidak melantunkan surat-surat pendek atau shalawat Nabi dari Hadad Alwi ? Suasana religius yang tercipta lewat pemutaran kaset berisi puji-pujian pada Allah dan Rasul-Nya akan memberikan pengaruh perkembanan jiwa anak dan dapat membuatnya melakukan moral terpuji (Maskawiah, 1996:76). Dahulu ada syair-syair yang berisi pujian yang dimaksudkan itu misanya menjelang pelaksanaan sholat fardhu atau sebagai pembukaan acara-acara pengajian. Menceritakan Kisah-kisah Nabi atau Orang Saleh Dewasa ini sudah dapat diamat banyak orang tua yang sudah “melompat” sangat jauh. Artinya, keinginan mereka sudah melebar yaitu berkeinginan “mendakwahi” orang dari luar rumah, meskipun darah dagingnya sendiri yang berada di bawah atap rumahnya sebenarnya masih haus keinginan. Anakanak mereka menginginkan uluran tangannya. Anak-anak di rumah menantikan embun suci yang dijathkan oleh ayah-ibu. Embun suci yang berupa penanaman nilai akhlak, sehingga nilai tersebut tertanam di lubuk si anak, berkembang, dan menjadi dinamis di dalam dirinya. Orang tua yang telah “melompat” sangat jauh tersebut kemungkinan besar sudah merasakan kejengkelan. Kejengkelan yang tumbuh dan mewarnai pikirannya karena sifat dan perilaku anaknya yang ternyata terlalu sulit “ditaklukkan”. Tuturan orang tuanya ternyata tidak digubris oleh anak-anak. Kejengkelan orang tua berubah sedikit demi sedikit dan mewujud menjadi frustasi yang berkepanjangan. Frustasi si
orang tua akhirnya menyebabkan harus “melompat” ke luar rumah. Kemungkinan lain ialah orang tua yang “melompat” ke luar rumah. Ini ditimbulkan oleh ambisi dalam dirinya. Atau, mereka memperluas “sayap ketenarannya” sehingga memandang lebih berharga jika nasihat yang bergaung dari suaranya dapat “terjual” ke luar rumah. Orang tua kadang menelan kepahitan bila menjumpai anak-anaknya ternyata bersifat berang, sempat mengonsumsi pil setan bersama teman di rumah, mereka ternyata miskin nasihat. Dalam dirinya tidak berkembang nilai-nilai kehidupan, jiwanya miskin dan tidak sejahtera batinnya, kondisi ini telah berkembang dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini. Orang tua meninggalkan anaknya di rumah, kadang keadaan kesendirian, asuhan pembantu rumah tangga dan saling asuh antar teman sebaya. Muncullah bahaya di masyarakat. Si anak akan mencari “penasihat” yang diakrabi tanpa mengukur kualitas akhlak si “penasihat”. Si “penasihat” dengan lancar, lantang dan gambling mengukir jiwa si anak yang sedang vakum. Langkah apakah yang akan dilaksanakan oleh orang tua ? Tulisan ini bertujuan ingin menunjukkan cara-cara yang dapat dipilih oleh orang tua untuk memperkenalkan nilai akhlak pada anak. Cara yang ditawarkan di sini bersifat praktis sesuai dengan kondisi kejiwaan. Orang tua yang sudah data menempatkan dirinya sebagai pendidik bagi anak mereka, mereka pun tidak terlepas dari permasalahan. Orang tua mempunyai beberapa permasalahan yaitu permintaan ini-itu dari si anak. Gambaran singkatnya, misanya ialah si anak selalu meminta orang tua mendongengkan
194 sebuah dongeng. Dongeng atau cerita yang bersifat heterogen yang harus disajikan secara bergantian atau bergiliran untuk mengisi malam-malam yang dilalui oleh anak. Permasalahan dongeng ini diatasi dengan kiat yang lugas. Artinya orang tua memiliki kesederhanaan berpikir, yaitu memilih menceritakan kembali dongeng masa lalu ketika masih kanak-kanak yang pernah diceritakan oleh kakek/nenek atau ibu/bapaknya. Jadi orang tua mengambil inisatif spontan, yaitu ia akan memilih dongeng secara ngawur, membawakannya dengan sekenanya. Dongeng yang sekilas melintas dipikirannya disambut dengan mesra dan diceritakan kepada anaknya. Sikap ini seringkali dilakukan oleh orang tua saat ini. Meskipun demikian sikap anak yang masih lugu dan korisontal dalam berpikri selalu memberikan respon yang tinggi. Respon ini biasanya ditunjukkan dengan berulang-ulang anaknya mengucapkan kata terus, terus, terus, bagaimana, atau kata lalu bagaimana. Bagi anak yang belum mampu membaca, mendengarkan kisah-kisah seperti itu amat mengasyikkan, seakanakan mendengarkan dongeng saat menjelang tidur merupakan suatu kewajiban. Di sinilah orang tua mengambil peranan aktif untuk memilihkan bacaan atau dongeng untuk anaknya. Bacaanbacaan seperti itu juga menjadi konsumsi bagi anak yang sudah mampu membaca. Menciptakan Latar Rumah yang Islami. Pesan moral ternyata dapat dikomunikaskan lewat mainan atau hiasan-hiasan yang digemari oleh anak. Demikian pula dengan nilai akhlak dapat dikenalkan kepada anak di rumah dengan cara mempersiapkan mainan atau hiasan yang bernuansa religi islam, hiasan dinding kaligrafi, stiker yang bernuansa
islami pantas ditempatkan secara strategis di rumah yang semuanya menampilkan nuansa seni dan dapat mengguratkan atau mengingatkan anak terhadap perilaku yang harus ditampilkan. Pesan-pesan agamawi yang berwujud tulisan, kaligrafi, dan mainan dipajang di rumah untuk menimbulkan nuansa Islam. Perilaku sebelum dan sesudah tidur, perilaku sebelum dan sesudah makan, perilaku sebelum menggunakan pakaian, perilaku berkomunikasi kepada orang tua dan orang lain, bagaimana tutur katanya dan sikap wajahnya. Perilaku lainnya ditunjukkan ketika meminta orang lain untuk membantu kesulitannya dan ketika menerima pemberian orang lain. Sejumlah sikap ini dapat dibentuk secara baik di rumah. Dalam contoh perilaku makan di rumah, di sini orang tua perlu menjelaskan bahwa tujuan makan demi kesehatan bukan demi kenikmatan semata-mata. Memasukkan anak ke pesantreen sebagai langkah terbaik, bila orang tua tidak menerapkan cara-cara yang ditawarkan di atas. Seseorang atau anak yang berusia relatif masih muda akan lebih potensial dibanding seseorang yang berusia lanjut daya serap dan resapnya terhadap materi-materi yang dibaca dan dihafal akan lebih tinggi atau lebih mendalam. Anak mempunyai daya rekam yang kuat terhadap sesuatu yang dilihat, didengar atau dihafal. Ada beberapa hal yang mendukung kebenaran, pernyataan seperti itu, yakni Iman Abu Hamid Al-Ghazali (Hafidz, 2004 : 56) mengatakan bahwa anak-anak merupakan amanat bagi kedua orang tuanya, hatinya masih murni. Hati seorang anak merupakan mutiara yang bening dan indah, bersih dari segala coretan, lukisan maupun tulisan. Dalam kondisi seperti itu anak akan selalu siap untuk menerima apa saja yang digoreskan padanya. Sikap dan perilaku anak
195 terbentuk oleh dibiasakan.
segala
hal
yang
SIMPULAN Ada dua bagian akhlak yaitu akhlak terhadap Khaliq (Yang Menciptakan) dan akhlak terhadap makhluk (yang diciptakan). Kedua akhlak tersebut mengandung lima kategori besar nilai, yakni (1) nilai keagamaan (alakhlaq al-diniyyah), (2) nilai-nilai perseorangan (al-akhlaq al-fardiyyah), (3) nilai-nilai kekeluargaan (al-akhlaq alusratiyyah), (4) nilai-nilai sosial (alakhlaq al-ijmima’iyyah), dan (5) nilai – nilai kenegaraan (al-akhlaq al-dauliyyah). Kelimanya diupayakan tertanam dalam diri anak. Kelimanya dapat dikenalkan kepada anak. Ada tujuh cara pengenalan nilai akhlak sebagai : (1) memberikan nasihat dan teladan, (2) mengulas sekilas kejadian keseharian, (3) mengawasi anak saat bermain, (4) menyediakan kaset pujipujian pada Allah dan Rasul, (5) menceritakan kisah-kisah nabi atau orang saleh, (6) menciptakan latar rumah yang Islami dan (7) menbentuk sikap keseharian yang baik. Tujuan pengenalan tersebut adalah (a) mempersiapkan generasi khalifah Rosulillah di bumi, (b) sebagai usaha bina diri yang mengarah pada kesejahteraan seorang anak, (c) mempersiapkan generasi penerus masyarakat, (d) sebagai usaha bina diri demi kesejahteraan generasi penerus
bangsa, bahkan demi kesejahteraan generasi penerus khalifah Rasulillah di bumi, dan (e) sebagai transmisi sosial yang ideal.Ada hal yang perlu direnungkan untuk mengakhiri yakni bahwa anak yang dilahirkan ke dunia menginginkan pertemuan mesra dengan Sang Khaliq, mereka berada dalam keadaan “menginginkan” yaitu mengidamkan sebuah “perjumpaan yang mesra” dengan Sang Khaliq. Perjumpaan tersebut dapat terwujud manakala dirinya di dunia ini menjadi umat manusia yang taat dan beriman. REFERENSI Khalid. M, 2005, Abdullah, Surabaya, Risalah Gusti Liang Gie The, 2004, Konsepsi tentang Ilmu, Yogyakarta, Yayasan Studi Ilmu & Tehnologi Miskawaih, Ibn, 2004, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, Mizan Nata Abuddin, 2006, Akhlak Tasawuf, Jakarta, PT. Raya Grafindo Persada W.al. Hafidri, Ahsin, 2004, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta Bina Aksara