Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009
PEMBUATAN PARTIKEL HYDROXY APATITE (HA) DENGAN PROSES FLAME SINTESIS Widiyastuti, Tantular Nurtono, Warsito, Adhi Setiawan, Sugeng Winardi Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia
Abstrak Partikel Hydroxy Apatite (HA) yang merupakan bahan biomaterial implantasi jaringan tulang. Partikel yang diinginkan berukuran seragam dan mempunyai kristalinitas tinggi. Partikel HA berukuran sub-mikrometer, sperikal, dan seragam berhasil disintesa dengan proses aerosol dalam reaktor flame. Reaktor flame mempunyai peralatan utama berupa burner yang tersusun konsentris masing-masing untuk masukan larutan starting material, LPG sebagai bahan bakar dan udara sebagai oksidator. Larutan Ca(NO3)2.4H2O-(NH4)2HPO4 dipilih sebagai starting material. Distribusi suhu dalam reaktor flame dan evolusi ukuran partikel diprediksi secara komputasi dinamika fluida (KDF). Morfologi dan kristalinitas dari partikel yang terbentuk masing-masing dianalisa dengan scanning electron mikroskop (SEM) dan X-Ray Difraksi (XRD). Partikel yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh laju alir bahan bakar, laju alir gas pembawa dan perlakuan pemanasan lanjut setelah proses flame. Kristalinitas meningkat dengan meningkatnya laju alir bahan bakar dan meningkat tajam dengan pemanasan bersuhu 800ºC selama 2 jam setelah proses flame. Kata Kunci : proses aerosol, kristalinity, morfologi partikel
Abstract Hydroxy apatite (HA) particles for biomaterial for implantation of bone tissues need homogen size and high crystallinity. Submicrometer, spherical, and monodispersed HA particles have been synthesized successfully by aerosol prosess in a flame reactor. A flame burner consisted of three concentric cylindrical pipes, each for starting material solution, LPG as fuel, and air as oxidizer. Ca(NO3)2.4H2O-(NH4)2HPO4 solution was selected as starting material. Temperature distribution and particle size evolution were predicted using computational fluid dynamics (CFD). The morphology and the crystallinity of the generated particles were analyzed using scanning electron microscope (SEM) and X-R Diffraction (XRD), respectively. The generated particles were highly affected by fuel flow rate, carrier gas flow rate and heat treatment after flame process. Their crystallinities increased with increasing the fuel flow rate and increased significantly by heat treatment of 800ºC for 2 hours after flame process. Keyword : aerosol process, crytallinity, particle morphology 1. Pendahuluan Material bioaktif adalah material yang biasa digunakan untuk memperbaiki dan merekontruksi bagian tubuh manusia. Berbeda dengan material bio pada umumnya yang merupakan material inert karena hampir tidak bereaksi dengan jaringan tubuh, material bioaktif mempunyai kemampuan untuk terikat secara langsung dengan tulang. Keuntungan material seperti ini lebih stabil sebagai bahan implant dan lebih tahan lama (Vallet dan Gonzalez, 2004;
Carter dan Norton, 2007). Material bioaktif relatif tidak sekuat bahan implan yang sudah umum digunakan seperti metal dan material keramik lain seperti alumina dan zirconia. Untuk itu material bioaktif biasanya digunakan sebagai pelapis substrat tergantung kekuatan dan kekerasan substrat. Material bioaktif yang penting adalah hydroxyapatite (HA). Hal ini disebabkan bahan tulang alami adalah suatu komposit partikel HA dengan serat kolagen organik. Kandungan HA dalam bahan tulang
SPP12-1
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 alami adalah 70% berat. Dewasa ini masih dikembangkan komposit HA sebagai replika tulang dengan sifat mekanik yang mirip dengan tulang. Pada umumnya sintesa partikel apatite menggunakan metode reaksi fase padat yang merupakan proses yang relatif sulit untuk menghasilkan material dengan komposisi yang homogen dan ukuran yang seragam. Disamping itu, metode ini membutuhkan reaksi pada suhu tinggi lebih dari 1000°C dan waktu reaksi yang lama (Kottaisamy dkk, 1997;1999). Selain itu, produk dari metode fase padat ini masih membutuhkan proses lanjutan untuk memperkecil ukuran hingga skala mikrometer seperti ball mill atau grinding. Proses memperkecil ukuran ini biasanya menyebabkan permukaan partikel mengalami kerusakan yang akan mengurangi kualitas produk. Metode lain untuk memproduksi partikel apatite adalah metode proses liquid diantaranya metode sol gel dan metode pengendapan (Liou dan Chen, 2002; Narasaraju dan Phebe, 1996). Akan tetapi dengan metode ini dibutuhkan waktu yang lama, memerlukan beberapa tahapan dan banyak impuritis yang dihasilkan terkadang berdampak kurang baik terhadap lingkungan. Karena impuritis pada proses ini dihilangkan dengan pencucian yang umumnya menggunakan pelarut yang kurang ramah lingkungan. Upaya mencari metode proses yang meminimalkan produk samping dan impuritis perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk yang relatif cepat dan kontinyu namun murni dan minim produk samping. Dari penelitian terdahulu, metode flame spray pyrolysis dapat menghasilkan partikel dengan kemurnian tinggi dibanding dengan proses fase padat dan liquid untuk memproduksi bahan semikonduktor (Chen dkk, 1998). Flame spray pyrolysis adalah proses yang mensintesa partikel yang cara mengubah bahan prekursor yang biasanya berupa larutan menjadi material yang tergantung pada prekursor yang digunakan dengan memanfaatkan sumber panas flame (Kammler dkk, 2001). Yang membedakannya dengan proses spray pyrolysis saja adalah pada proses spray pyrolysis, energi yang digunakan berasal dari sumber listrik dengan memanaskan bagian luar pipa yang didalamnya dialirkan gas pembawa prekursor. Flame spray pyrolysis merupakan proses kontinyu yang memungkinkan untuk diaplikasikan di industri. Keuntungan lain dari proses ini adalah dapat menggunakan beragam prekursor dengan menjangkau berbagai macam material untuk aplikasi yang beragam pula. Partikel yang dihasilkan relatif seragam dengan deviasi yang sempit. Sebagaimana proses spray pyrolysis pada umumnya, kontrol morfologi dan
ukuran partikel pun relatif mudah yaitu antara lain dengan mengatur laju alir bahan bakar dan gas oksidator serta konsentrasi prekursor (Widiyastuti dkk, 2007; 2009). Untuk memproduksi partikel apatite yang ramah lingkungan dan produk yang terkontrol meliputi ukuran, morfologi dan kristalinitas partikel, maka perlu dilakukan sintesis apatite dengan menggunakan metode flame spray pyrolysis. Pengaruh laju alir bahan bakar dan gas oksidator terhadap ukuran, morfologi dan kristalinitas partikel akan dipaparkan pada makalah ini. 2. Teori Dasar Ada dua tipe sintesa proses dalam reaktor flame yaitu flame difusi dan flame premix (Kodas, dkk, 1999). Flame difusi lebih disukai karena reaktan tidak berkontak langsung hingga meninggalkan burner. Saat keluar burner, reaktan berdifusi menghasilkan daerah flame tempat bahan bakar dan oksidator (oksigen atau udara) saling berkontak. Di lain fihak, dalam flame premix, bahan bakar dan oksidator bercampur sebelum memasuki burner. Ada dua tipe starting material yang telah dilaporkan dalam sintesa proses flame, yaitu umpan dalam fase gas dan liquid. Baru-baru ini telah dilaporkan starting material dalam fase padat (Widiyastuti dkk, 2009). Untuk starting material dalam fase gas, reaktor flame hanya melibatkan reaksi fase gas disebut sintesa flame fase uap/gas. Energi dari flame digunakan untuk melangsungkan reaksi kimia yang menghasilkan pembentukan komponen-komponen dengan tekanan uap rendah, sehingga terjadi pembentukan partikel karena proses nukleasi. Sayangnya, sintesa flame dengan umpan fase gas terbatas hanya pada material tertentu karena keterbatasan starting material dalam fase gas (Strobel, et al., 2007). Selanjutnya untuk sintesa flame dengan starting material fase liquid telah banyak dikembangkan untuk penggunaan bahan yang lebih murah dan tidak mudah menguap (Purwanto dkk, 2006). 3. Metodologi Metode numerik Untuk memprediksi distribusi suhu dan ukuran partikel karena proses evaporasi, dilakukan simulasi komputasi dinamika fluida (KDF) dengan menggunakan kode komersial FLUENT 6.3 berdasarkan teknik finit volum pada domain komputasi tiga dimensi. Model pembakaran flame difusi dipilih untuk mendapatkan distrubusi suhu dan waktu tinggal. Bersama dengan persamaan kontinyuitas, momentum, dan perpindahan energi, diselesaikan pula persamaan perpindahan dari komponen-kompenen yang
SPP12-2
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 terlibat dalam reaksi pembakaran. Proses pembakaran flame dimodelkan dengan mekanisme reaksi satu tahap dengan asumsi konversi bahan bakar / propane sempurna menjadi CO2 dan H2O. Interaksi turbulensikinetika reaksi dimodelkan dengan generalized eddy-dissipation model. Sedangkan reaksi kimia dipengaruhi oleh large-eddy mixing scale, k/e. Laju total terbentuknya komponen i karena reaksi r, Ri,r, dinyatakan oleh harga terkecil dari dua persamaan berikut: Ri ,r = vi' ,r M w,i Ar
Ri ,r = v M w,i ' i ,r
e k
æ Y minç ' R R çv è R , r M w, R
å ABr kå v e
P
ö ÷ ÷ ø
(1)
YP
N " j j ,r
M w, j
(2) YP dan YR masing-masing adalah fraksi massa dari komponen produk, P dan fraksi massa dari reaktan, R. A dan B adalah konstanta empiris masing-masing berharga 4.0 and 0.5. Koefisien stokiometri untuk reaktan i dalam reaktan r
vi' ,r dan Mw,i adalah berat molekul dari
adalah
komponen i. Model k-e standard dipilih untuk memodelkan aliran turbulen yang terdiri atas dua persamaan perpindahan energi kinetik turbulen, k, dan laju disipasi energi, e, yang dinyatakan oleh persamaan berikut m t ö ¶k ù ¶ ¶ ¶ éæ (3) ç ÷ ¶t
(rk ) +
¶xi
(rkui ) =
ê m+ ú + G k - re ¶x j ëêçè s k ÷ø ¶x j ûú
éæ ¶ (re ) + ¶ (reui ) = ¶ êçç m + mt se ¶t ¶xi ¶x j ëêè
+ C1e
e k
Gk - C2e r
e2
ö ¶e ù ÷÷ ú ø ¶x j ûú
(4)
k
Gk adalah generasi dari energi kinetik turbulensi karena gradien kecepatan rata-rata. Viskositas turbulen (mt) didefinisikan sebagai mt = rCm k2/e. Harga dari parameter-parameter model tersebut adalah C1e=1,44, C2e=1,92, Cm=0,09, sk=1,0; dan se=1,3. Hasil perhitungan ini menghasilkan profil suhu dan medan kecepatan di dalam reaktor flame. Eksperimental Sistem peralatan percobaan terdiri atas alat penghasil droplet atau nebulizer, burner, dan alat pengkoleksi partikel berupa filter seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Nebulizer yang digunakan adalah nebulizer ultrasonik (NE-U17, omron healthcare Co,.Ltd.) yang beroperasi pada frekuensi 1,7 MHz yang berfungsi sebagai penghasil droplet dengan ukuran sekitar 4 mm dari larutan starting material yang telah disiapkan. Larutan dibuat dengan melarutkan kristal Ca(NO3)2.4H2O 99.99% dan (NH4)2HPO4 99.99% dalam aquadest sebagai pelarut dengan rasio Ca/P=1,66. Larutan kemudian diaduk
hingga homogen pada suhu ruang sebelum dinebulasi. Selanjutnya droplet yang dihasilkan dari nebulizer dibawa menuju reaktor flame oleh udara sebagai gas pembawa. Gas propane dan udara masing-masing digunakan sebagai bahan bakar dan oxidizer yang menghasilkan zona pembakaran difusi. Burner flame tersusun atas 3 pipa konsentris masing-masing berdiameter 16, 22, dan 28 mm. Droplet yang dibawa oleh gas pembawa melewati zona pembakaran melalui pipa tengah. Gas propana dan udara dialirkan pada pipa luar dengan perbandingan laju alir yang telah ditetapkan. Partikel yang terbentuk tertangkap oleh filter keramik yang terletak sebelum kondesor. Gas hasil pembakaran didinginkan dalam kondensor sehingga terbentuk kondensat yang ditampung dalam cold trap. Sedangkan penggunaan pompa vakum untuk menghisap gas sisa pembakaran. Sampel yang telah diperoleh dari hasil eksperiment sebagian treatment dengan pemanasan dalam box furnace pada suhu 800ºC selama 2 jam. Partikel yang terkumpul dalam filter kemudian dianalisa morfologi dan derajat kristalnya. Untuk analisa morfologi kristal dengan menggunakan SEM (S5000, Hitachi Corp.) pada 20 kV, sedangkan derajat kristalnya dianalisa dengan menggunakan XRD (RINT 2200V, Philips, Co.) dengan menggunakan filter nikel CuKα radiation (λ = 1.54 Å) pada 40 KV dan 30 mA. Diameter ratarata kristal diukur dengan menggunakan persamaan Scherrer, D=0,59dz/(β cosθ), dimana λ dalah panjang gelombang (Cu Kα) dalam nanometer, β adalah lebar penuh pada setengah intenstas maksimum dan θ adalah sudut difraksi dalam derajat.
Gambar 1. Susunan peralatan eksperimen 4. Hasil dan Pembahasan Pengaruh laju alir bahan bakar/LPG Analisa KDF menunjukkan bahwa saat laju alir LPG ditingkatkan dari 0,5 menjadi 1 L/menit, suhu maksimum dalam flame reaktor meningkat dari 890 menjadi 1470 K. Seperti
SPP12-3
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 ditunjukkan pada Gambar 2, distribusi suhu dalam reaktor flame mula-mula meningkat tajam hingga kira-kira 0,2 m dari ujung burner dan kemudian menurun hingga ujung reaktor.
Gambar 2. Distribusi suhu dalam reaktor flame dengan laju alir propana bervariasi Kenaikan suhu menyebabkan perubahan dari droplet yang berukuran sekitar 4 mm menjadi partikel berukuran submikrometer. Morfologi partikel yang dihasilkan dalam reaktor flame ditunjukkan oleh imej SEM seperti pada Gambar 3. Partikel berbentuk sperikal dengan ukuran diameter rata-rata 415, 410, dan 403 mm masingmasing untuk laju alir LPG 0,5; 0,75 dan 1 L/min. Hal ini diantaranya akibat meningkatnya laju penguapan yang sejalan dengan meningkatnya suhu flame.
Gambar 3. Imej SEM partikel yang dihasilkan dengan laju alir bahan bakar (a) 0.5, (b) 0.75, dan (c) 1 L/min sebelum treatmen lanjutan Tanpa treatment lanjutan, dalam hal ini pemanasan lanjut dalam box furnace, partikel yang dihasilkan amorf. Setelah pemanasan selama 2 jam pada suhu 800ºC menunjukkan kristal yang sesuai dengan acuan kristal Calcium hydroxyapatite seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Semakin tinggi laju alir bahan karena suhu meningkat, kristalinitas meningkat pula.
Gambar 4. Pola XRD partikel yang dihasilkan dengan laju alir bahan bakar (a) 0.5, (b) 0.75, dan (c) 1 L/min setelah treatmen lanjutan Perhitungan diameter kristal dengan persamaan Scherrer juga menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya laju alir LPG 0,5; 0,75; dan 1 L/min masing-masing 31,7; 32,7; dan 37,1 nm. Morfologi partikel setelah pemanasan lebih lanjut menunjukkan tidak terjadi perubahan yang berarti seperti sebelum pemanasan yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Imej SEM partikel yang dihasilkan dengan laju alir bahan bakar (a) 0.5, (b) 0.75, dan (c) 1 L/min setelah treatmen lanjutan Hasil KDF pada kondisi laju alir LPG 1; 0,75; dan 0,5 L/menit menghasilkan partikel dengan diameter rata-rata masing-masing 396, 390 dan 386 nm yang sedikit underestimate dengan data eksperimental. Gambar 6 menunjukkan perubahan ukuran droplet menjadi partikel sepanjang reaktor flame berdasarkan teknik traking partikel yang tersedia dalam
SPP12-4
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 FLUENT 6.3. Ketiga variabel laju alir LPG menunjukkan pola karakteristik yang hampir sama berupa penurunan diameter yang tidak hanya dipengaruhi reaksi dekomposisi starting material, tetapi oleh laju alir LPG. Semakin tinggi laju alir bahan bakar, suhu flame meningkat sehingga semakin cepat laju reaksi dekomposisi starting material. Hal ini menyebabkan prekursor yang dikondisikan pada range carrier 0.5 dan 1.0 L/min cenderung menurunkan ukuran partikel seiring meningkatnya laju bahan bakar.
Gambar 7. Imej SEM partikel yang dihasilkan dengan laju alir gas pembawa (a) 1,7; (b) 3,4; dan (c) 5,1 L/min sebelum treatmen lanjutan
Gambar 6. Traking partikel sepanjang reaktor dengan laju alir bahan bakar (a) 0,5; (b) 0,75; dan (c) 1 L/min Pengaruh laju alir gas pembawa Untuk mengetahui pengaruh laju alir gas pembawa, laju alir LPG tetap pada 0,5 L/menit. Hasil FE-SEM pada Gambar 7 menunjukkan partikel yang disintesis pada kondisi laju alir gas pembawa 1,7 L/min berdiameter rata-rata 415 nm dengan morfologi berbentuk bulat, permukaan yang halus serta soft aglomerat hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses evaporasi solvent serta dekomposisi prekursor yang menyebabkan terjadi perubahan ukuran partikel menjadi skala submicrometer. Sedangkan pada kondisi laju alir gas pembawa 3,4 L/menit dan 5,1 L/menit dihasilkan partikel berdiameter masing-masing 478 nm dan 532 nm serta morfologi yang serupa dengan kondisi laju alir gas pembawa 1,7 L/menit tetapi ukurannya lebih seragam. Perbedaan ukuran disebabkan suhu dan waktu tinggal juga berbeda. Selain itu untuk laju alir gas pembawa 5,1 L/min dihasilkan beberapa partikel dengan ukuran mikrometer hal ini menunjukkan waktu tinggal yang tidak cukup lama sehingga sebagian starting material tidak mengalami dekomposisi secara sempurna.
Gambar 8 menunjukkan imej partikel yang telah dilakukan pemanasan lebih lanjut. Tampak partikel yang dihasilkan menghasilkan morfologi yang hampir tidak berubah sebelum treatmen lanjutan. Dijumpai adanya partikel yang saling menempel atau proses sintering karena partikel menerima energi yang besar pada pemanasan lanjutan sehingga cukup untuk melelehkan sebagian permukaan dari partikel. Energi tersebut juga digunakan untuk menaikkan kristalinitas partikel. Bahkan partikel yang dihasilkan dengan rate carrier gas 3,4 L/menit tidak hanya bergabung dengan partikel yang lain, tetapi perlakuan pos treatment ini dapat mengakibatkan pecahnya sebagian dari partikel yang dihasilkan.
Gambar 8. Imej SEM partikel yang dihasilkan dengan laju alir gas pembawa (a) 1,7; (b) 3,4; dan (c) 5,1 L/min setelah treatmen lanjutan Pola XRD menunjukkan kristalinitas partikel HA dengan adanya pemanasan lanjut yang meningkatkan derajat kristalinitas partikel seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Pola A dan D yang disintesa dengan laju alir gas pembawa sama menunjukkan pola A mempunyai peak
SPP12-5
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009
ISBN 978-979-98300-1-2
Bandung, 19-20 Oktober 2009 lebih tinggi pada sudut 2θ yang sama daripada pola D. Pemanasan lebih lanjut memberikan tambahan energi untuk meningkatkan kristalinitas partikel. Dengan perhitungan Scherrer diperoleh ukuran kristal untuk pemanasan lebih lanjut dengan untuk laju alir gas pembawa 1,7; 3,7 dan 5,1 L/min masing-masing adalah 31,2; 36,0 dan 40,0 nm. Sedangkan tanpa pemanasan lebih lanjut untuk laju alir gas pembawa 1,7 L/min adalah 25,7 nm.
Gambar 9. Pola XRD partikel HA dengan laju alir gas pembawa (a) 1,7; (b) 3,4; (c) 5,1 L/min setelah pemanasan lanjut, dan (d) 1,7 L/min sebelum pemanasan lanjut 5. Kesimpulan Partikel hydroxy apatite berhasil disintesa dengan metode aerosol dalam reaktor flame. Distribusi suhu dalam reaktor flame diprediksi dengan metode komputasi dinamika fluida (KDF). KDF juga berhasil dengan baik memprediksi perubahan ukuran partikel sepanjang reaktor flame. Dari hasil eksperimen diperoleh hasil meningkatnya laju alir bahan bakar / LPG menyebabkan peningkatkan suhu maksimum flame. Hasil simulasi KDF juga menunjukkan bila laju alir bahan bakar ditingkatkan dari 0.5 menjadi 1,0 L/min, suhu flame maksimum meningkat dari 890 menjadi 1470 K. Ukuran rata-rata partikel yang dihasilkan menurun dengan meningkatnya laju alir bahan bakar. Meningkatnya laju alir bahan bakar dan gas pembawa memberikan pengaruh terhadap morfologi, kristalinitas dan ukuran partikel HA yang dihasilkan. Ukuran kristal dan kristalinitas partikel meningkat dengan adanya pemanasan lebih lanjut setelah proses dalam reaktor flame.
Ucapan Terima Kasih Terima kasih penulis kepada Prof. Kikuo Okuyama atas fasilitas pemaikan alat analisa SEM di Universitas Hiroshima Jepang. Penelitian ini didanai oleh Ditjen Dikti Depdiknas untuk Hibah Kompetitif (Hibah Strategis Nasional) 2009. Daftar Simbol A = An empirical constant equal to 4,0 B = An empirical constant equal to 0,5 C1ε = The first constant in the dissipation energy equation C2ε = The second constant in the dissipation energy equation Cμ = The constant of the turbulent viscosity dp = Particle diameter, m Gk = The generation of turbulence kinetic energy due to mean velocity gradients, J m-3 s-1 kB = Boltzmann constant, J K-1 Mw,i = Molecular weight of species i, kg mol-1 Ri,r = The net rate of production of species i due to reaction r, kg m-3 s-1 T = Temperature, K t = Time, s ui = Velocity components, m s-1 v’i,r = Stoichiometric coefficient for reactant i in the reaction r v’’j,r = Stoichiometric coefficient for product j in the reaction r xi = Coordinate direction, m YP = The mass fraction of any product species P YR = The mass fraction of particular reactant R Greek letters ε = Dissipation rate of turbulent kinetic energy, m2 s-3 μ = Gas viscosity, kg m-1 s-1 μt = The turbulent viscosity, kg m-1 s-1 = Gas density, kg m-3 r -3 rp = Particle density, kg m -1 σ = Surface tension, N m σk = Turbulent Prandtl number for k σε = Turbulent Prandtl number for ε Daftar Pustaka <10 pt bold > [1] Carter, C. B. dan Norton, M. G., (2007), “Ceramic Materials, Science and Engineering”, Springer Science+Business Media, LLC, New York, hal. 644-645 [2] Chen, C. H., Yuan, F. L., dan Schoonman, J., (1998), “Spray pyrolysis routes to electroceramic powders and thin films”. Eur. J. Solid State Inorg. Chem. 35, hal.189-196 [3] Kammler, H. K., Madler, L., dan Pratsinis, S. E., (2001), “Flame synthesis of
SPP12-6
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 Bandung, 19-20 Oktober 2009
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
nanoparticles”. Chem. Eng. Technol. 24, hal. 583-396 Kodas, T. T., dan Hampden-Smith, M. J., (1999), “Aerosol Processing of Materials”, Wiley-VCH, New York. Kottaisamy, M., Jagannathan, R., Jeyagopal, P., Rao, R. P., dan Narayanan, R. L., (1994), “Eu2+ luminescence in M5(PO4)3X apatites, where M is Ca2+, Sr2+ and Ba2+, and X is F-, Cl-, Br- and OH-“, J. Phys. D. 27, hal. 22102215 Liou, S. C. dan Chen, S. Y., (2002), “Transformation mechanism of different chemically precipitated apatitic precursor into Ǫ -tricalcium phosphate upon calcination”. Biomaterials. 23, hal. 45414547 Narasaraju, T. S. B. dan Phebe, D. E., (1996), “Some physico-chemical aspects of hydroxylapatite”, J. Mater. Sci. 31, hal.1-21 Purwanto, A., Lenggoro, I. W., Chang, H., dan Okuyama, K., (2006), “Preparation of submicron- and nanometer-sized particles of Y2O3:Eu3+ by flame spray pyrolysis using ultrasonic and two-fluid atomizers”, J. Chem. Eng. Jpn., 39, hal. 68-76 Strobel, R., dan Pratsinis, S. E., (2007), “Flame aerosol synthesis of smart nanostructured materials”, J. Mater. Chem., 17, hal. 4743-4756 Vallet, R. M. dan Gonzalez, C. J. M., (2002), “Calcium phosphates as substitution of bone tissues”, Prog.Solid St. Chem. 32, hal. 1-31 Widiyastuti, W., Purwanto, A., Wang, W. N., Iskandar, F., Setyawan, H., dan Okuyama, K., (2009), “Nanoparticle Formation through Solid-Fed Flame Syncthesis: Experiment and Modeling”. AIChE Journal, 55, hal. 885-895 Widiyastuti, W., Wang, W. N., Lenggoro, I. W., Iskandar, F., and Okuyama, K., (2007), “Simulation dan Experimental Study of Spray Pyrolysis of Polydispersed Droplets”. J. Mater. Res. 22, hal. 1888-1898
SPP12-7
ISBN 978-979-98300-1-2