PEMBUATAN ANGGUR PEPAYA DENGAN PROSES FERMENTASI Renita Manurung Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik USU – Medan
Abstrak: Produksi minuman anggur pepaya dapat dilakukan melalui proses fermentasi alkohol dari sari buah pepaya. Proses fermentasi ini dapat berjalan dengan bantuan mikroba yang mengubah karbohidrat atau gula menjadi alkohol. Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroba saccharomyces cerevisiae. Fermentasi alkohol ini dilakukan secara anaerobik, yaitu mula-mula dengan inokulasi ragi roti dengan nutrien (NH4)2SO4, (NH4)3PO4, dan bahan baku sari buah pepaya dalam proses pembuatan starter. Setelah diperoleh starter maka dilakukan proses fermentasi terhadap sari buah pepaya steril yang telah mengandung (NH4)2SO4 dan (NH4)3PO4. Untuk mempertahankan pH 4,0 sampai 4,5 digunakan HCl2N yang diteteskan ke dalam sari buah pepaya. Lingkup penelitiannya adalah dengan waktu fermentasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 hari, suhu fermentasi 250C, 300C, dan 350C, konsentrasi khamir 1%, 2%, dan 4%. Setelah diperoleh anggur buah pepaya dilakukan analisis kadar etil alkohol, metil alkohol, dan asam asetat. Dari hasil penelitian diperoleh lama fermentasi buah pepaya yang baik untuk setiap variasi khamir dalam menghasilkan minuman anggur adalah 3 hari dan dengan penambahan gula sampai 16% dapat meningkatkan produksi etil alkohol sebesar 320%. Minuman anggur buah pepaya yang dihasilkan dengan penambahan gula sampai 16% termasuk golangan B (kadar alkohol antara 5-20%) dan yang tidak ditambahkan gula sampai 16% golongan A (kadar alkohol 1-5%). Kata kunci: Anggur pepaya, proses fermentasi, starter. Abstract: The production of papaya wine by fermentation has been studied. The fermentation process was carried out in anaerobic condition by using saccharomyces cerevisiae and (NH4)2SO4 , (NH4)3PO4 as nutrient. Initially, making starter from papaya concentrate followed by fermentation process. HCl 2N is used to get pH 4,0 up to 4,5. The variation of time are 1, 2, 3 , 4, 5, 6 and 7 days with variable of temperature which is conducted with variation are 25oC, 30oC anf 35oC. Meanwhile concentration of leavened which used are 1%, 2% and 4%. The best condition for the largest product were found as result of this research. They are duration of process: 3 days, sugar added: 16% step up production of papaya wine about 320%. Papaya wine which was obtained classified in class B with concentration of alcohol about 5 to 20%. Key words: Papaya Wine, fermentation process, starter.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tanaman pepaya tergolong tanaman yang banyak diusahakan oleh petani Indonesia. Indonesia termasuk penghasil pepaya (carica papaya) kedua terbesar di Asia. Perlakuan yang teliti akan diproduksi hasil berkisar antara 6-12 ton/hektar (Baga Kalie, 1994). Kehilangan hasil buah pepaya selama penyimpanan dan transportasi setelah panen tergolong masih tinggi mencapai 45,6-100 %. Kondisi ini disebabkan oleh daya kesegaran buah yang rendah (3-4 hari setelah panen). Buah makin cepat rusak dan tidak layak dikonsumsi jika indeks panennya makin rendah. Disamping itu varietasvarietas yang pupoler di masyarakat menunjukkan ciri tidak terus menerus berbuah, sehingga ditemukan panen raya yang menyebabkan pasokan buah melebihi permintaan (Efendy, 2002) sehingga banyak buah pepaya terlalu matang dan rusak. Salah
satu alternatif teknologi pengolahan buah pepaya yang terlalu matang atau rusak yang potensial untuk dikembangkan adalah pembuatan anggur dari buah pepaya yang diperoleh dengan cara fermentasi. Produksi minuman anggur buah pepaya dapat dilakukan melalui proses fermentasi alkohol dari sari buah pepaya. Proses fermentasi ini dapat berjalan dengan bantuan mikroba yang mengubah karbohidrat atau gula menjadi alkohol. Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroba saccharomyces cerevisiae. Fermentasi alkohol ini dilakukan secara anaerobik yaitu mula-mula dengan inokulasi ragi roti dengan nutrien (NH4)2SO4, (NH4)3PO4, dan bahan baku sari buah pepaya dalam proses pembuatan starter. Setelah diperoleh starter maka dilakukan proses fermentasi terhadap sari buah pepaya steril yang telah mengandung (NH4)2SO4 dan (NH4)3PO4. Untuk mempertahankan pH 4,0 sampai 4,5 digunakan HCl 2 N yang diteteskan ke dalam sari buah pepaya.
69
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005
Bahan baku (buah pepaya matang atau rusak) Ragi roti (yeast instant) Aquadest Amonium phosphat Amonium sulfat HCl 2N NaOH 0,2 N Larutan Gula 12 % KOH 30 %
1.2. Perumusan Masalah Yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana sari buah pepaya dapat dimanfaatkan menjadi bahan dasar minuman anggur dengan melakukan variasi terhadap lamanya waktu fermentasi, suhu, dan konsentrasi ragi yang ditambahkan ke dalam sari buah untuk memperoleh kualitas anggur yang baik. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variasi waktu fermentasi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 hari 2. Variasi suhu: 25 0C, 30 0C, 35 0C 3. Konsentrasi khamir: 1%, 2%, 4% 1.4. Parameter Uji 1.4.1. Secara Kimia Uji Kuantitatif • Kadar etil alkohol: Perbandingan berat jenis destilat. • Kadar metil alkohol: Dengan spektrofotometri • Kadar asam asetat: Dengan metode titrasi 1.5. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui lamanya waktu fermentasi yang optimum pada pembuatan anggur buah pepaya. 2. Untuk mengetahui suhu fermentasi yang optimum pada pembuatan anggur buah pepaya. 3. Untuk mengetahui konsentrasi khamir yang optimum dalam proses fermentasi buah pepaya. 1.6. Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi awal bagi peneliti pengembangan selanjutnya dalam pembuatan minuman anggur. 2. Memberikan informasi pada masyarakat tentang penggunaan buah pepaya busuk atau rusak agar dapat bernilai lebih ekonomis. I. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Sedangkan sumber bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pasar Sei Sikambing dengan pengambilan sampel secara random (sembarang). 2.2. Bahan dan Peralatan 2.2.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
70
2.2.2. Peralatan Peralatan pada penelitian ini adalah: • Pisau • Timbangan • Blender • Labu erlenmeyer • Beaker glass • Batang pengaduk • Pipet tetes • Timbangan digital • Oven • Termometer • Gabus, lilin • Kain saring • pH meter • Piknometer • Biuret • Gelas ukur • Corong • Labu suling • Spektrofotometer 2.3
Prosedur Percobaan Penelitian
Pembuatan starter Starter dibuat berdasarkan yang telah dilakukan oleh Muljohardjo (1984) yaitu ke dalam 1000 ml sari buah ditambahkan 1%, 2%, dan 4% ragi roti (sesuai dengan perlakuan masing-masing), kemudian dimasukkan aktivator 0,33 gram (NH4)SO4 dan 0,05 gram (NH4)3PO4. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam atau kalau jumlah selnya sudah mencapai 106-108 / ml (Amerine, Berg, Kunkee, Ough, 1982). 2.3.1.
2.3.2.
Penentuan berat ragi (Saccharomyces cerevisiae) yang digunakan. Berat ragi yang dibutuhkan dalam tiap variasi konsentrasi ditentukan dengan cara: Berat ragi roti = % ragi roti x berat sampel 100% - % ragi roti
2.3.3.
Pengamatan jumlah sel khamir Jumlah sel khamir ditentukan pada awal dan setiap hari fermentasi dengan menggunakan hemositometer. Sebelum sel-sel khamir dihitung, maka terlebih dahulu dilakukan pengenceran sampai konsentrasi 10-4. Suspensi dengan konsentrasi 10-4 ini diteteskan pada alat hemositometer dan ditutup
Pembuatan Anggur Pepaya dengan Proses Fermentasi
dengan gelas penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Untuk menentukan jumlah sel khamir saccharomyces cerevisiae dalam 1 ml sampel dipakai rumus seperti yang dikemukakan oleh Hadioetomo (1985) yaitu: Y = X * 50 * p * 103
Jumlah sel khamir dalam 1 ml sampel. X = Jumlah sel khamir yang dihitung pada lima buah petak ruang kecil. P = Pengenceran. Y=
Penyediaan sampel untuk fermentasi Buah pepaya dipilih yang sudah sangat matang/rusak atau hampir busuk, lalu dikupas dan dihancurkan (diblender) dengan penambahan air sebanyak 40 %, lalu disaring dan diambil sarinya. Kemudian diatur pHnya 4,0-4,5 lalu ditambahkan amonium fosfat sebanyak 0,25 g/l, terus dipasteurisasi pada suhu 80 0C selama 15 menit. Kemudian didinginkan (suhu sekitar 20 0C-25 0C) dan secara aseptis dimasukkan ke dalam botol fermentasi sebanyak 100 ml. Lalu ditambahkan starter saccharomyces cerevisiae sebanyak 10 ml pada masing-masing botol fermentasi. Fermentasi dilakukan sampai tujuh hari sesuai dengan perlakuan. 2.3.4.
2.4. 2.4.1.
Prosedur Analisis Hasil Kadar etil alkohol Dimasukkan 100 ml sampel ke dalam labu distilasi 1000 ml, lalu ditambahkan 150 ml air suling. Campuran didistilasi. Distilat, ditampung dengan piknometer sampai garis tanda. Kemudian piknometer didinginkan pada suhu 20 0C selama 15 menit, miniskus diatur sampai garis tanda dan diangkat lalu didiamkan selama 15 menit kemudian ditimbang. Lalu hitung berat kosong piknometer dan berat air pada 20 0C (sebagai pembanding).
BJ etil alkohol 20/200C = Berat etil alkohol (sulingan) pada 20 0C Berat air pada 20 0C 2.4.2.
Analisis Kadar Asam Asetat Hasil sulingan sebanyak 50 ml ditambahakn phenolfthalen 2-3 tetes (sebagai indikator). Kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah jambu (pink).
Kadar Asam menggunakan rumus:
Asetat
dihitung
dengan
% Asam Asetat = Volume NaOH * N NaOH * BM Asam asetat * 100 x% Volume sampel * 1000
2.4.3.
Kadar metanol dengan metode Spektrofotometri
menggunakan
2.4.3.1. Penentuan (panjang gelombang) λ maksimum. Diambil 50 ml metanol absolut 99% kemudian dimasukkan ke dalam kotak kuvet sampai garis standar lalu diukur resapannya (absorbansi) pada panjang gelombang 250-300 nm dan dibuat kurva resapannya. Lamda (λ) maksimum adalah nilai puncak resapan dari metanol absolut 99% yang paling tinggi. 2.4.3.2.
Pembuatan kurva kalibrasi metanol Dipipet 50,5 ml metanol absolut 99% kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu di ad-kan sampai garis standar dengan aquadest dan dikocok sampai larut. Maka diperoleh metanol 50 % (baku induk II). Dari larutan baku induk II dipipet sebanyak 20 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu di ad-kan sampai garis standar dengan aquadest dan dikocok sampai larut. Maka diperoleh metanol 10 % (baku induk III). Dari larutan baku induk III dipipet sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu di ad-kan sampai garis standar dengan aquadest dan dikocok sampai larut. Maka diperoleh metanol 1 % (baku induk IV). Dipipet dari larutan baku induk IV masingmasing 0,5, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu di ad-kan sampai garis standar dengan aquadest dan masing-masing dikocok sampai larut. Maka akan diperoleh metanol dengan konsentrasi 0,005 %, 0,01 %, 0,02 %, 0,03 %, 0,04 %, 0,05 %, 0,06 %, 0,07 %, 0,08 %, 0,09 %, dan 0,1 %. Metanol dengan konsentrasi masing-masing 0,005 %, 0,01 %, 0,02 %, 0,03 %, 0,04 %, 0,05 %, 0,06 %, 0,07 %, 0,08 %, 0,09 %, dan 0,1 % kemudian diukur resapannya (absorbansi) pada panjang gelombang (λ) maksimum. Pembuatan kurva kalibrasi antara absorbansi (Abs) VS konsentrasi (%) agar diperoleh persamaan garis regresi standar metanol. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari grafik 3.1 sampai 3.7 terlihat bahwa fase pertumbuhan saccharomyces cerevisiae terhadap lamanya fermentasi yang dilakukan adalah: 3.1. Fase permulaan Pada fase ini saccharomyces cerevisiae masih sedikit menggunakan substrat yang ada pada sari buah pepaya, sehingga larutan gula yang dikonversi menjadi minuman anggur masih sedikit. Fase permulaan pada khamir dengan konsentarasi 4% terjadi beberapa jam setelah pencampuran starter ke dalam medium sehingga dihasilkan kadar alkohol
71
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005
yang lebih tinggi dibandingkan khamir 1% dan 2%. Hal ini terjadi karena lebih banyaknya sel saccharomyces cerevisiae/ml pada khamir 4% yaitu 493,7 x 105/ml dibandingkan jumlah sel khamir 1 % yaitu 90,1 x 105/ml dan 2% yaitu 264,2 x 105/ml. 3.2. Fase pertumbuhan logaritma Dari grafik 3.1 sampai 3.7 dapat dilihat bahwa fase pertumbuhan logaritma terjadi pada hari pertama sampai kedua, di mana pada fase ini kecepatan pembelahan paling tinggi dan khamir melakukan metabolisme sangat pesat. Keadaan ini berlangsung terus sampai salah satu atau beberapa nutrien habis atau sampai terjadi penimbunan hasilhasil metabolisme yang bersifat racun yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangbiakan saccharomyces cerevisiae (Jutono dkk, 1980). Sedangkan hari ketiga merupakan kondisi konversi (penguraian) substrat maksimum. 3.3. Fase pertumbuhan yang terhambat Setelah melalui fase pertumbuhan logaritma, kecepatan pembelahan khamir akan berkurang. Hal ini dapat dilihat pada grafik 3.1 sampai 3.7 yang mengalami fase pertumbuhan terhambat pada selang hari kedua sampai ketiga. Hal ini mungkin disebabkan oleh penimbunan hasil ekskresi khamir atau berkurangnya nutrien sehingga mengganggu pertumbuhan khamir tersebut. Akibatnya konversi larutan gula membentuk alkohol (etanol dan metanol) akan menurun dibandingkan fase sebelumnya. 3.4. Fase kematian Pada fase ini jumlah khamir yang mati akan semakin banyak dan melebihi jumlah yang membelah diri. Hal ini dapat dilihat pada grafik 3.1 sampai 3.7 yang mengalami fase kematian pada hari ketiga sampai ketujuh. Kecepatan kematian khamir meningkat secara terus-menerus sedangkan perkembangbiakannya semakin berkurang dan menjadi nol sehingga kemampuan khamir mengkonversi gula menjadi alkohol (etanol dan metanol) akan menurun dan semakin sedikit sehingga dapat diabaikan. Dari grafik 3.1 sampai 3.7 terlihat bahwa masing-masing perlakuan memperlihatkan perbedaan yang nyata untuk jumlah kadar etanol dan metanol. Pengaturan suhu fermentasi ke arah suhu pertumbuhan optimum 300C (Desrosier, 1998) akan meningkatkan pertumbuhan khamir yang diikuti pula dengan peningkatan kadar alkohol yang dihasilkan. Dari grafik 3.5 dapat dilihat bahwa dengan konsentrasi khamir 4 %, penambahan gula sampai 16% suhu 300C, lama fermentasi tiga hari diperoleh tingkat produksi etanol maksimum 12,81 %. Dari grafik 3.2 dengan konsentrasi khamir 4 % suhu 300C lama fermentasi tiga hari dan tanpa penambahan gula diperoleh tingkat produksi etanol maksimum 3,05 %.
72
Dari grafik 3.1 dengan penambahan gula sampai 16 %, konsentrasi khamir 2 %, suhu 300C, dan lama fermentasi 3 hari diperoleh tingkat produksi metanol maksimum 0,07826241 %. Dari grafik 3.7 dengan konsentrasi khamir 4 %, suhu 300C, lama fermentasi tiga hari dan tanpa penambahan gula diperoleh tingkat produksi metanol maksimum 0,05955322 %. Dengan meningkatnya pertumbuhan khamir dan pembentukan produk diikuti pula dengan meningkatnya evolusi panas (reaksi eksoterm), sehingga suhu medium dapat mencapai 37 0C. Dalam keadaan demikian alkohol yang dihasilkan dapat hilang melalui penguapan dan terikut keluar dengan keluarnya CO2 (Ayres, 1980). Penurunan alkohol juga terjadi karena etanol dan metanol yang dihasilkan teroksidasi menjadi asetaldehid dan oksidasi lanjut akan menghasilkan asam asetat (Buckle, K. A, 1987). Oksidasi ini dapat terjadi karena kondisi fakultatif anaerob. Asam asetat yang dihasilkan akan menambah keasaman medium yang berakibat tidak baik bagi kehidupan khamir saccharomyces cerevisiae. Jika kondisi ini berlangsung lebih lama maka akan semakin banyak etanol dan metanol yang terkonversi menjadi asetaldehid yang dengan demikian persentasi alkohol (etanol dan metanol) semakin menurun dan konsentrasi asam asetat meningkat. Pada grafik 3.3 sampai 3.8 dapat dilihat bahwa konsentrasi asam asetat terbesar terjadi pada khamir 4% di mana kadar alkohol rata-ratanya lebih besar dibandingkan kadar alkohol yang dihasilkan khamir 1% dan 2%. Hal ini dapat terjadi karena banyaknya alkohol (metanol dan etanol) yang teroksidasi dalam jumlah yang besar. Maka dapat disimpulkan pembentukan asam asetat dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi alkohol yang teroksidasi. Bila alkohol yang teroksidasi semakin besar jumlahnya maka jumlah asam asetat yang dihasilkan semakin besar pula dan akan memperburuk kualitas minuman anggur yang dihasilkan.
Pembuatan Anggur Pepaya dengan Proses Fermentasi
Konsentrasi Asam Asetat ( x 10-2 %)
9 8 Konsentrasi Metanol (x 10-2 %)
7 6
Khamir 1%
5
Khamir 2%
4
Khamir 4%
3 2
0,025 0,02 Khamir 1%
0,015
Khamir 2%
0,01
Khamir 4%
0,005 0
1
1
0 1
2
3
4
5
6
2
3
4
5
6
7
Lama Fermentasi (hari)
7
Lama Fermentasi (hari)
0,02 0,015 Khamir 1%
0,01
Khamir 2% Khamir 4%
0,005
Grafik 3.5. Hubungan lama fermentasi terhadap konsentrasi Asam asetat dengan penambahan gula 16% pada suhu 250C.
Konsentrasi Asam Asetat (x 10-2 %)
Konsentrasi Asam Asetat (x10-2 %)
Grafik 3.1. Hubungan lama fermentasi terhadap konsentrasi metanol dengan penambahan gula 16% pada suhu 350C.
0,025 0,02 0,015
Khamir 1% Khamir 2%
0,01
Khamir 4%
0,005 0
0 1
2
3
4
5
6
1
7
2
Lama Fermentasi (hari)
0,02 0,015 Khamir 1%
0,01
Khamir 2% Khamir 4%
0,005 0 3
4
5
6
7
6
7
0,02 0,015
Khamir 1% Khamir 2%
0,01
Khamir 4%
0,005 0 2
3
4
5
6
7
Lama Fermentasi (hari)
Lama Fermentasi (hari)
Grafik 3.3. Hubungan lama fermentasi terhadap konsentrasi Asam asetat tanpa penambahan gula 16% pada suhu 300C.
Konsentrasi Asam Asetat (x 10-2 %)
5
0,025
1 2
4
Grafik 3.6. Hubungan lama fermentasi terhadap konsentrasi Asam asetat dengan penambahan gula 16% pada suhu 300C.
Konsentrasi asam Asetat (x 10-2 %)
Konsentrasi asam Asetat (x 10-2 %)
Grafik 3.2. Hubungan lama fermentasi terhadap konsentrasi Asam asetat tanpa penambahan gula 16% pada suhu 250C.
1
3
Lama Fermentasi (hari)
Grafik 3.7. Hubungan lama fermentasi terhadap konsentrasi Asam asetat dengan penambahan gula 16% pada suhu 350C.
0,02 0,015
Khamir 1%
0,01
Khamir 2%
0,005
Khamir 4%
0 1 2 3 4 5 6 7 Lama Fermentasi (hari)
Grafik 3.4. Hubungan lama fermentasi terhadap konsentrasi Asam asetat tanpa penambahan gula 16% pada suhu 350C.
73
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6 No. 2 April 2005
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Baga Kalie. M. 1989. Bertanam Pepaya. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
4.1. Kesimpulan 1. Lama fermentasi sari buah pepaya yang baik untuk setiap variasi khamir dalam menghasilkan minuman anggur adalah tiga hari. 2. Penambahan gula sampai dengan 16% pada sari buah pepaya dapat meningkatkan produksi etanol sebesar 320%. 3. Penambahan gula sampai dengan 16% pada sari buah pepaya dapat meningkatkan produksi metanol sebesar 31,42 %. 4. Penambahan gula sampai dengan 16% pada sari buah pepaya dapat meningkatkan produksi asam asetat sebesar 42,31 %. 5. Kadar metanol dan asam asetat yang diperoleh masih memenuhi standar nasional Indonesia 1993 (Anggur). 6. Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan No. 86 tahun 1977, minuman anggur yang dihasilkan dengan panambahan gula sampai 16% termasuk golongan B (kadar alkohol antara 5-20 %) sedangkan minuman anggur yang dihasilkan dengan tidak menambahkan gula ke dalam sari buah pepaya termasuk golongan A (kadar alkohol 1-5%).
Baga Kalie, M. 2000. Bertanam Pepaya (Revisi). Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
4.2. Saran Untuk mendapatkan minuman anggur dari sari buah pepaya yang siap untuk dikonsumsi perlu dilakukan analisis terhadap kandungan mikroba bahan dasar minuman anggur.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia.
4.3. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dedy N. dkk. (Mahasiswa Program Studi Teknik Kimia/Program Ekstension) yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amerine, M.A. and Ough, C.S. 1980. Methods For Analysis of Must and Wine. New York: John Wiley & Sons. Amerine, M. A. Berg, H. Kunkee, R.E., Ough, C.S., Singleton, V.L., and Webb, A.D.1982. Technology of Wine Making. 4 th ed. Wesport, Connecticut: The AVI Publishing Company Inc. Anonymous, 1977. The Preparation of Pried of Pried Ginger. London: Mc. Compile by TPI. Aries, R. S. 1947. Encyclopedia of Chemichal Technology I. New York: The Interscience Encyclopedia Inc.
74
Bilford, H. R., Sclaf, R.E., Stark, and Kolachov,P.J. 1942. Alcoholic Fermentation of Mollase. New York: Rapid Continous Fermentation Process Inc, Eng, Chem. Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh Purnomo, H. dan Adiono. Penerbit Universitas Jakarta: Indonesia. Departemen Perindustrian. 1993. Mutu dan Cara Uji Minuman Beralkohol. Jakarta: Standar Industri-Industri. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan oleh Muchji Muljohardjo. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Efendi, K. 2002. Pusat Penelitian Holtikultura dan Aneka Tanaman. Jakarta.
Judoamidjojo, M. Darwis, A.A., Sa”id, E.G. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers. Muljohardjo, M. 1984. Nenas dan Teknologi pengolahannya. Yogyakarta Liberty. Pelczar, M. Z. Reid, and Chan. 1983. Microbiology, 4 th edition. New Delhi: ta Mc Graw Hill Publishing Co. Ltd. Prescott, S.C. and Dunn, C.G. 1959. Industrial Microbiology, Third Edition. New York: Mc Graw Hill Book Company Inc. Sa”id, G.A. 1987. Bio Industri, Penerapan Teknologi Fermentasi. PAU Bioteknologi, IPB. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Setyohadi. 1982. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol dari Bahan Air Kelapa Segar. Medan: Fakultas Pertanian, USU. Winarno, F.G. dan Fardiaz, S. 1992. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Bandung: Penerbit Angkasa.