National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
Pembuatan Pulp Sabut Sawit dengan Proses Acetosolv Said Zul Amraini1, Zulfansyah1*, Hari Rionaldo1, Akmal Mukhtar2, Vera Desma Waty2 1 Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau 2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Riau Kampus Binawidya Jl. HR Subrantas Km. 12,5 Pekanbaru 28293 *Email:
[email protected] Abstrak Sabut sawit yang merupakan produk samping pabrik CPO yang belum dimanfaatkan dengan baik. Selama ini sabut sawit digunakan sebagai bahan bakar boiler yang menghasilkan emisi gas dan dapat menyebabkan pemanasan global. Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan pemanfaatan sabut sawit sebagai bahan baku produk pulp. Percobaaan pembuatan pulp sabut sawit dilakukan secara batch pada skala laboratorium. Variabel percobaan yang dipelajari, yaitu konsentrasi asam klorida 0,10; 0,15; 0,2%-berat, waktu reaksi 15, 30, 60, 90, 120, 150 menit dan nisbah cairan-padatan 10/1; 12/1; 14/1, pada konsentrasi asam asetat 85%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sabut sawit dapat dijadikan pulp dengan proses acetosolv dan menghasilkan yield 75,1-85,3% dan kadar lignin pulp 26-43%, yang bervariasi menurut kondisi proses. Seluruh variabel proses berpengaruhnya terhadap yield dan kadar lignin, dan kualitas pulp yang dihasilkan masih rendah. Keywords: sabut sawit, acetosolv, lignoselulosa, pulping, pulp organosolv 1. Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan sawit terluas, dan telah menjadi penghasil CPO terbanyak di dunia pada tahun 2009. Pertumbuhan industri minyak sawit akan diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya, walaupun dengan laju yang tidak begitu besar [Sastrosayono 2003]. Seiring dengan meningkatnya industri minyak sawit tersebut, maka limbah padat yang dikeluarkan juga semakin bertambah. Limbah padat ini berupa 1,233 ton sabut, 1,167 ton tandan kosong, dan cangkang mencapai 0,433 ton per ton produksi CPO [Budiono 2006]. Selama ini, limbah padat tersebut umumnya ditanggulangi dengan memanfaatkannya, seperti sabut dan cangkang yang digunakan sebagai bahan bakar boiler. Sedangkan tandan kosong dimanfaatkan sebagai sumber kalium untuk unsur hara perkebunan, yang diperoleh dengan cara membakarnya pada incinerator. Limbah padat pabrik CPO yang semakin bertambah ini memerlukan penanggulangan yang tepat, agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan [Bahri 1996]. Sabut sawit merupakan biomassa lignoselulosa berupa serat dengan komponen utama selulosa, hemiselulosa dan lignin. Salah satu cara pengolahan biomassa adalah metode fraksionasi biomassa. Prinsipnya biomassa dipilah menjadi komponen utama penyusunnya ( selulosa, hemiselulosa, dan lignin), dengan tanpa banyak merusak dan mengkoversinya menjadi produk yang bernilai tambah tinggi [Myerly et al. 1981]. Fraksionasi biomassa dilakukan berdasarkan Banda Aceh, 22 Desember 2010
150
National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
perbedaan sifat fisiko-kimia dari komponen pembentuk biomassa dalam media pelarut organik. Proses pembuatan pulp dengan pelarut organik (organosolv pulping) merupakan salah satu proses alternatif dalam pembuatan pulp yang dikembangkan dari konsep fraksionasi biomassa. Proses pembuatan pulp organosolv memiliki beberapa keunggulan dibanding proses pembuatan pulp konvensional (kraft, soda, dan sulfit), yakni relatif ramah lingkungan, murah, serta cocok untuk proses skala kecil dan menengah. Salah satu pelarut organik yang banyak diminati dan dikembangkan pemakaiannya adalah asam asetat, dan sering disebut dengan proses acetosolv. Kelebihan utama asam asetat sebagai pelarut organik dalam proses organosolv adalah proses pemasakan dapat dilangsungkan pada suhu dan tekanan rendah maupun tinggi, harganya murah, serta dapat diselenggarakan dengan ataupun tanpa bantuan katalis [Sarkanen 1990, Shukry et al. 1991, Parajo et al. 1993]. Media asam asetat dengan ataupun tanpa katalis dapat memisahkan dengan selektif selulosa, hemiselulosa dan lignin dari berbagai biomasaa, baik kayu maupun non-kayu [Shukry et al. 1991, Vazquez et al. 1995, Zulfansyah et al. 2002, Sahin dan Young 2008]. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pulp pada proses acetosolv adalah konsentrasi asam asetat, jenis dan konsentrasi katalis, suhu, nisbah cairan terhadap padatan dan waktu pemasakan. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses pembuatan pulp dari sabut sawit. Pengaruh kondisi operasi terhadap kualitas pulp, baik yield maupun kadar lignin pulp dilihat dengan variasi variabel percobaan. Upaya ini dilakukan untuk mengembangkan proses pembuatan pulp dari limbah padat pabrik CPO dengan proses organosolv berbasis asam asetat. Sehingga diharapkan cara penanggulan limbah padat pabrik CPO yang lebih ramah lingkungan dan efisien dapat tercapai. 2. Metode Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan process acetosolv dilakukan menurut metode yang dikembangkan oleh Parajo et al. [1993]. Tahaptahap percobaan meliputi pemasakan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan padatan seperti yang terlihat pada Gambar 1. Bahan baku yang digunakan adalah limbah sabut sawit pabrik CPO dari salah satu pabrik disekitar kota Pekanbaru. Sebelum digunakan, sabut sawit dibersihkan dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Sedangkan bahan kimia yang digunakan meliputi, asam asetat (58) pa. 17 M, asam klorida (314) pa. 12 M, asam sulfat (713) pa. 18 M, dari manufaktur Jerman. Percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan proses acetosolv dilakukan di dalam reaktor batch bervolume 1 liter yang dilengkapi dengan kondensor, termometer dan pemanas listrik. Perhitungan waktu reaksi dimulai pada saat cairan mulai mendidih. Variabel proses yang dipelajari meliputi konsentrasi katalis HCl 0,10, 0,15 dan 0,20%-berat, waktu reaksi 15, 30, 60, 90, 120 dan 150 menit, dan nisbah cairan-padatan 10/1, 12/1 dan 14/1 berat/berat. Sedangkan konsentrasi asam asetat dibuat tetap 85%. Run percobaan dilakukan berdasarkan metode percobaan one factor at time (OFAT), dengan variasi variabel proses untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas pulp, yang meliputi yield dan kadar
Banda Aceh, 22 Desember 2010
151
National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
Gambar 1. Skema percobaan pembuatan pulp sabut sawit dengan proses lignin. Analisa yield dan kadar air dilakukan lsecara gravimetri, sedangkan kadar lignin pulp dilakukan berdasarkan metode SII 0528-81. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil percobaan pembuatan pulp sabut sawit pada berbagai kondisi operasi memberikan yield dan kadar lignin pulp seperti yang ditampilkan dalam Tabel 1. Yield yang dihasilkan berkisar antara 75,1-85,3% dengan kadar lignin pulp 2643,66%, bervariasi berdasarkan kondisi proses yang digunakan. Yield terendah diperoleh pada kondisi proses konsentrasi katalis HCl 0,15%, waktu reaksi 15 menit dan nisbah cairan-padatan 12/1. Sedangkan yield tertinggi diperoleh dengan kondisi proses konsentrasi HCl 0,15%, waktu reaksi 60 menit dan nisbah cairanpadatan 12/1. Secara umum, yield dan kadar lignin pulp yang dihasilkan dari penelitian masih terlalu tinggi jika dibanding dengan yield dan kadar lignin pulp dari proses kimia secara umum, yakni yield 40-55% dan kadar lignin 1-4%. Sebagai perbandingan komposisi bahan baku sawit adalah selulosa 28,28, lignin 27,86 dan hemiselulosa 34,78% [Pari dan Sailah, 2001]. 3.1.
Pengaruh Konsentrasi Katalis
Asam klorida (HCl) berfungsi sebagai katalis yang mempercepat reaksi delignifikasi. Peningkatan konsentrasi katalis dalam media asam asetat menyebabkan penambahan jumlah ion H+ yang dapat bereaksi dengan lignin. Ion H+ menghidrolisis lignin dengan cepat pada awal reaksi dan terus melambat untuk waktu reaksi yang lebih lama, sehingga menyebabkan putusnya ikatan antar monomer-monomer. Jumlah lignin yang dapat disisihkan meningkat, namun untuk jumlah yang lebih besar memicu kondensasi lignin terlarut [Sarkanen, 1990]. Pengaruh konsentrasi katalis terhadap yield dan kadar lignin pulp diperlihatkan pada Gambar 2. Peningkatan konsentrasi katalis HCl dari 0,1 menjadi 0,15% menyebabkan peningkatan yield, namun peningkatan konsentrasi HCl menjadi 0,2% menyebabkan penurunan yield. Sebaliknya, kadar lignin pulp berkurang dengan
Banda Aceh, 22 Desember 2010
152
National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
meningkatnya konsentrasi HCl dari 0,1 menjadi 0,15%, dan akan bertambah kembali pada kenaikan konsentrasi HCl menjadi 0,2%. Berdasarkan hasil ini maka konsentrasi katalis HCl yang dapat menghasilkan kadar lignin pulp terendah adalah 0,15%, dengan yield 84,2% dan kadar lignin pulp 26,36%. Tabel 1. Variasi kondisi proses dan kualitas pulp hasil percobaan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kondisi Operasi HCl Waktu (%-berat) (menit ) 0,10 60 0,10 60 0,15 60 0,15 60 0,20 60 0,20 60 0,15 150 0,15 150 0,15 120 0,15 120 0,15 90 0,15 90 0,15 30 0,15 30 0,15 15 0,15 15 0,15 60 0,15 60 0,15 60 0,15 60
Banda Aceh, 22 Desember 2010
Nisba h C/P
Yield (%)
Kadar Lignin (%)
12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 12/1 10/1 10/1 14/1 14/1
82,7 82,5 85,3 83,2 85 81,8 78,4 79 78,5 81,4 77,6 81,8 81,3 82,8 75,1 83,3 82,6 85,2 79,4 85,1
32,48 26 27,59 26 28 26 39,19 41,1 37,33 43,06 37,33 32,47 37,33 39,73 34,21 43,66 30,24 29,25 32,48 28,26
153
National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi katalis HCl terhadap yield dan kadar lignin pulp pada waktu pemasakan tetap (60 menit) dan nisbah cairan-padatan C/P 12. 3.1.
Pengaruh nisbah cairan-padatan Nisabah cairan-padatan (C/P) memberikan pengaruh terhadap yield dan kadar lignin pulp, seperti yang diperlihatkan Gambar 3. Peningkatan nisbah cairan-padatan dari 10/1 menjadi 12/1 cenderung meningkatkan yield, dan yield turun kembali pada peningkatan nisbah cairan-padatan menjadi 14/1. Sebaliknya, kadar lignin pulp akan menurun dengan naiknya nisbah dari 10/1 ke 12/1, dan akan meningkat dengan bertambahnya nisbah cairan-padatan menjadi 14/1.
Gambar 3. Pengaruh niscah cairan-padatan terhadap yield dan kadar lignin pulp pada konsentrasi katalis HCl tetap (0,15%-berat) dan waktu pemasakan tetap (60 menit).
Banda Aceh, 22 Desember 2010
154
National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
Bertambahnya nisbah cairan-padatan akan menambah jumlah air dalam larutan pemasak, dan dapat mendorong terjadinya reaksi hidrolisis polisakarida. Kelebihan jumlah air dalam larutan pemasak juga mengakibatkan lignin sulit dilarutkan media pemasak, sebagaimana sifat lignin yang akan mengendap dalam air pada jumlah yang mencukupi [Sarkanen, 1990]. Tingginya kadar lignin pulp pada nisbah cairan-padatan 10/1 mengindikasikan reaksi delignifikasi tidak berlangsung sebagaimana mestinya, pengurangan yield hanya diakibatkan hidrolisis hemiselulosa. Dengan bertambah nisbah cairan-padatan menjadi 12/1, reaksi delignifikasi sudah terjadi lebih baik. Selain kadar lignin pulp yang lebih rendah, yield yang dihasilkan juga relatif berimbang dengan yield pada nisbah cairan-padatan 10/1. Namun demikian, kecenderungan berlangsungnya reaksi delignifikasi yang semakin baik tersebut tidak terjadi lagi pada peningkatan nisbah cairanpadatan menjadi 14/1. Kadar lignin pulp kembali meningkat, dan persentasenya lebih besar dibanding kadar lignin pada nisbah cairan-padatan 10/1. Sebaliknya, yield pulp semakin berkurang dan lebih kecil dibanding yield pada nisbah cairanpadatan 10/1. Sehingga tingginya kadar lignin pulp pada nisbah cairan-padatan 14/1 mengindikasikan terjadinya reaksi polimerisasi kembali lignin yang telah larut. Sedangkan rendahnya yield yang diperoleh menunjukkan bahwa hidrolisis polisakarida dalam sabut sawit berlangsung lebih sempurna. Berdasarkan hasil tersebut nisbah cairan-padatan yang dapat memberikan hasil baik adalah pada nisbah cairan-padatan 12/1, dengan yield 84,2 dan kadar lignin 26,7%.
3.2.
Pengaruh waktu reaksi
Pengaruh waktu reaksi terhadap yield dan kadar lignin pulp diperlihatkan pada Gambar 4. Peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit cenderung menurunkan yield dan kadar lignin pulp. Sedangkan peningkatan waktu reaksi dari 60 menjadi 150 menit cenderung meningkatkan yield dan kadar lignin pulp. Yield terendah dihasilkan pada waktu reaksi 150 menit, dan kadar lignin pulp terkecil pada kondisi waktu pemasakan 60 menit. Kadar lignin tertinggi diperoleh pada kondisi pemasakan diatas 120 menit, yang persentasenya melebihi kadar lignin pada kondisi waktu reaksi 30 menit.
Banda Aceh, 22 Desember 2010
155
National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
Gambar 4. Pengaruh waktu pemasakan terhadap yield dan kadar lignin pulp pada konsentrasi katalis HCl tetap (0,15%) dan nisbah cairan-padatan 12/1 Bertambahnya waktu reaksi dalam pembuatan pulp akan lebih menyempurnakan reaksi yang terjadi, baik delignifikasi maupun hidrolisis polisakarida. Namun demikian, waktu reaksi yang lebih lama dapat menyebabkan reaksi delignifikasi terhambat, lignin yang telah larut dalam media pemasak bisa terpolimerisasi kembali. Selain itu, reaksi hidrolisis polisakarida yang terjadi tidak hanya pada hemiselulosa, tetapi juga terjadi pada selulosa [Sarkanen 1990, Parajo et al. 1995, Vazquez et al. 1995]. Penurunan kadar lignin dengan peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit, menunjukkan bahwa reaksi delignifikasi berlangsung baik. Fakta ini didukung dengan turunnya yield pada rentang waktu yang sama. Penurunan yield pulp disebabkan berkurangnya kadar lignin dalam pulp. Peningkatan waktu reaksi dari 60 menjadi 120 menit tidak memberikan pengaruh positif terhadap kadar lignin pulp. Raksi delignifikasi yang terjadi terhambat reaksi repolimerisasi lignin yang telah larut. Kadar lignin pulp cenderung meningkat sampai waktu reaksi mencapai 120 menit, sedangkan yield pulp cenderung tetap pada kondisi yang sama. Hasil ini menguatkan kembali dugaan bahwa naiknya kadar lignin pulp pada waktu reaksi yang lebih lama disebabkan oleh reaksi polimerisasi kembali lignin. Pembuatan pulp sabut sawit dalam media asam asetat akan memberikan hasil yang relatif baik, kadar lignin rendah dan yield memadai, pada waktu pemasakan 60 sampai 90 menit. 4. Kesimpulan Pembuatan pulp pelepah sawit dengan proses acetosolv dapat dilakukan dan menghasilkan pulp dengan kualitas yang belum memadai. Yield dan kadar lignin pulp dipengaruhi oleh faktor konsentrasi katalis HCl dan nisbah cairanpadatan. Pada kondisi konsentrasi HCl 0,15%, nisbah cairan-padatan 1/12 dan
Banda Aceh, 22 Desember 2010
156
National Conference on Chemical Engineering Science and Applications (ChESA) 2010
waktu pemasakan berkiran antara 60-90 menit, dalam media pemasakan asam asetat 85% akan memberikan pulp dengan kualitas yang relatif baik. Daftar Pustaka Bahri, S. (1996) Budi Daya Kelapa Sawit. Yogyakarta: Andi Offset. Budiono, C. (2006) Tantangan dan Peluang Usaha Pengembangan Sistem Energi Terbarukan di Indonesia. Jakarta: Intisari, 2006. Myerli, R.C, M.D Nicholson, R Katzen, J.M Taylor, (1981) “The forest refinery”, Chemtech 76: 186-192. Parajo, J. C., J. L. Alonzo, D. Vazquez. (1993) “On The Behavior of Lignin and Hemicellulose During Acetosolv Processing.” Bioresource Technology 46: 233-240. Parajo, J. C., J. L. Alonzo, V. Santos. (1995) “Kinetic of Catalyzed Organosolv Processing of Pine Wood.” Ind. Eng. Res 34: 4333 – 4342. Pari, G dan I. Sailah, (2001) “Pembuatan arang aktif dari sabut sawit dengan bahan pengaktif NH4HCO3 dan (NH4)2CO3 dosis rendah”, Buletin Penelitian Hasil Hutan 19, 4: 231-244. Sahin, H.T and R.A Young, (2008) “Auto-catalyzed acetic acid pulping of jute”, Industrial Crops and Products 28, 1: 24-28 Sarkanen, K. S. (1990) “Chemistry of Solvent Pulping.” Tappi Journal, 215 – 219. Sastrosayono, S. (2003) Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2003. Shukry, N., S. A. El-Meadawy, M. A. Nassar. (1992) “Pulping with Organic Acid: 3-Acetic Acid Pulping of Bagasse.” J. Chem. Tech. Biotech 54: 125 – 143 Vazquez, G., G. Antorrena, J. Gonzales. (1995) “Acetosolv Pulping of Eucalyptus globulus Wood by Acetic Acid.” Holzforschung 49: 69 – 75. Zulfansyah, S. Z. Amraini, Fauzi. (2002) “Fraksionasi Limbah Kayu dalam Media Asam Asetat.” Jurnal Natur Indonesia 4, no.2: 145 – 155.
Banda Aceh, 22 Desember 2010
157