PEMBUATAN ESTER ETIL ASAM LEMAK DARI MINYAK KELAPA DAN ETANOL DENGAN KATALIS ABU SABUT KELAPA
TITIK HANDAYANI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PEMBUATAN ESTER ETIL ASAM LEMAK DARI MINYAK KELAPA DAN ETANOL DENGAN KATALIS ABU SABUT KELAPA
TITIK HANDAYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK TITIK HANDAYANI. Pembuatan Ester Etil Asam Lemak dari Minyak Kelapa dan Etanol dengan Katalis Abu Sabut Kelapa. Dibimbing oleh MUHAMAD FARID dan TUN TEDJA IRAWADI. Biodiesel diproduksi melalui reaksi antara minyak dan alkohol dengan bantuan katalis yang disebut reaksi transesterifikasi. Dalam penelitian ini digunakan etanol hasil distilasi minuman beralkohol dengan abu sabut kelapa sebagai katalis. Kebasaan abu sabut kelapa dianalisis dengan metode titrimetri atau titrasi indikator. Pelarutan abu dilakukan dalam etanol dan air melalui refluks, pemanasan tanpa refluks, dan tanpa pemanasan. Transesterifikasi dilakukan pada suhu kamar (28 °C) dan suhu (64 °C). Pengaruh waktu reaksi ditentukan dengan variasi waktu 2, 4, 6, dan 8 jam. Potensi abu sabut kelapa sebagai katalis ditentukan dengan rasio mol minyak:etanol (1:6) yang direaksikan pada suhu 60 °C selama 2 jam pada metanol dan etanol. Potensi etanol hasil distilasi minuman beralkohol ditentukan dengan penambahan air ke dalam etanol (0, 5, 10, 20, 30, 40, dan 50%). Minyak dan ester yang dihasilkan ditentukan kualitasnya dengan menentukan bilangan penyabunan dan bilangan asam. Air lebih besar kemampuannya melarutkan abu sabut kelapa dibandingkan dengan etanol. Kebasaan dalam pelarut air meningkat dengan penambahan bobot abu yang digunakan. Berbeda dengan etanol, dimana semakin tinggi bobot abu menyebabkan semakin rendah kebasaannya. Adanya pemanasan meningkatkan kebasaan, sedangkan penggunaan refluks menurunkan kebasaan dibandingkan dengan pemanasan tanpa refluks. Reaksi transesterifikasi berlangsung lebih sempurna pada suhu tinggi (64 °C) dibandingkan pada suhu ruang (28 °C) dan penambahan waktu reaksi setelah 2 jam tidak memengaruhi hasil reaksi. Abu sabut kelapa dapat digunakan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi karena menghasilkan ester yang sama kualitasnya dengan penggunaan katalis NaOH. Etanol dapat digunakan sebagai pengganti metanol dalam reaksi transesterifikasi.
Kandungan air (28-64%)dalam etanol tidak berpengaruh terhadap bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan ester, dan asam lemak bebas dari ester yang dihasilkan.
ABSTRACT TITIK HANDAYANI. Synthesis of Fatty Acid Ethyl Ester from Coconut Oil and Ethanol with Coconut Fiber Ash Catalyst. Advisor: MUHAMAD FARID and TUN TEDJA IRAWADI. Biodiesel is produced through the reaction between oil and alcohol with the help of catalyst which is called transesterification. In this research is used ethanol from alcoholic beverage distilation result with coconut fiber ash as catalyst. Ash alkalinity was analysed by titrimetry or indicator titration. Extraction of ash was done in athanol and water through reflux, heating withouth reflux, and withouth heating. Transesterification was done at room (28 °C) and (64 °C) tempetature to shown the effect of temperature. The effect of time was determining with variation of time 2, 4, 6, and 8 hours. The potential of coconut fiber ash as catalyst was determining with ratio of oil:ethanol (1:6) that reacted at temperature 60 °C for 2 hours in methanol and ethanol. The potential of ethanol from alcoholic beverage distilation result was determining with additional water into ethanol (0, 5, 10, 20, 30, 40, and 50%). The quality of oil and ester were determining with measure the saponification and acid number. The capability of water to extract the coconut fiber ash was higher than ethanol. The alkalinity in water was increased by additional of ash weight. While, the alkalinity in ethanol was decreased by additional of ash weight. Hight temperature increased the alkalinity, while reflux decreased the alkalinity. Transesterification more perfect at hight temperature (64 °C) than room temperature (28 °C) and there was no effect on additional time reaction after 2 hours. Coconut fiber ash can be used as catalyst in transesterification because the esther product has same quality with using NaOH catalyst. Ethanol can substitute methanol in transesterification. Water content (28-64%) in ethanol was not effected to saponification number, acid number, esther number, and free fatty acid from the esther product.
Judul
: Pembuatan Ester Etil Asam Lemak dari Minyak Kelapa dan Etanol dengan Katalis Abu Sabut Kelapa Nama : Titik Handayani NIM : G44203067
Disetujui
Pembimbing I,
Drs. Muhamad Farid NIP 130536664
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 131 779 513
Diketahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institus Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA NIP 131 578 806
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat yang memampukan Penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini bertujuan menentukan potensi abu sabut kelapa sebagai katalis reaksi, potensi etanol sebagai pengganti metanol, dan pengaruh penambahan air pada reaksi transesterifikasi. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2007–Oktober 2008 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Muhamad Farid dan Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS selaku pembimbing yang selalu menyempatkan waktu untuk berkonsultasi; kepada Bulik Min yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah; serta kepada Bapak dan Ibu yang selama ini telah berjuang keras agar Penulis bisa tetap sekolah sampai akhirnya dapat menyusun karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para laboran di Kimia Organik atas bantuan teknisnya selama Penulis menjalani penelitian; sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Desember 2009
Titik Handayani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 10 Mei 1985 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Saino dan Siti Rahayu. Tahun 2003, Penulis lulus dari SMU N 1 Kartasura dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I pada tahun ajaran 2004/2005 dan 2005/2006, Kimia TPB, Kimia Organik Kompetensi tahun ajaran 2006/2007, dan Kimia Organik D3 Analisis Kimia pada tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) pada tahun 2003-2006, Ikatan Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia (IKAHIMKI) pada tahun 2004-2006, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 2005-2008, dan juga aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan di kampus. Penulis pernah memenangkan lomba penulisan ilmiah Program Kreativitas Mahasiswa Ilmiah (PKMI) pada tahun 2006. Penulis berkesempatan menjalani Praktik Lapangan di Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP Bogor pada tahun 2006. Selain itu, Penulis pernah bekerja sebagai staf administrasi dan keuangan di salah satu perusahaan air minum yang bekerjasama dengan Imasika IPB pada tahun 2003-2005. Penulis juga merupakan salah satu pendiri bimbingan belajar untuk mahasiswa tingkat persiapan bersama (AVOGADRO) sebagai pengelola bagian administrasi dan keuangan sekaligus sebagai pengajar.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iix DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... iix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. ix PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa ................................................................................................................ Minyak Kelapa ..................................................................................................... Etanol ................................................................................................................. Esterifikasi ..........................................................................................................
1 2 2 2
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat .................................................................................................. 3 Prosedur ............................................................................................................. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pelarutan Abu Sabut Kelapa ............................................................................... 5 Kadar Etanol dalam Sampel (Minuman Beralkohol) dan Hasil Distilasinya ..... 6 Transesterifikasi ................................................................................................. 7 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 10 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 10 LAMPIRAN ................................................................................................................... 12
DAFTAR TABEL Halaman 1
Komponen penyusun minyak kelapa ........................................................................ 2
2
Hasil uji mutu bahan baku minyak kelapa dan produk metil ester turunannya (katalis NaOH) ......................................................................................................... 7
3
Pengaruh waktu reaksi terhadap mutu ester yang dihasilkan ................................... 8
4
Pengaruh katalis abu sabut kelapa terhadap mutu etil ester ..................................... 9
5
Mutu produk metil dan etil ester (katalis abu) .......................................................... 9
6
Pengaruh kandungan air pada etanol terhadap mutu etil ester .................................. 10
DAFTAR GAMBAR 1
Halaman Reaksi Esterifikasi antara alkohol dengan asam karboksilat ..................................... 3
2
Reaksi transesterifikasi asam lemak dan etanol dengan katalis basa......................... 3
3
Kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut etanol ...................................................... 5
4
Kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air ............................................................ 6
5
Pengaruh pemanasan terhadap kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air .......... 6
6
Pengaruh bobot abu dan waktu pemanasan terhadap kebasaan abu sabut kelapa .... 6
7
Pengaruh frekuensi perendaman terhadap nilai kebasaan abu sabut kelapa ............. 6
8
Kurva standar kadar etanol ........................................................................................ 7
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Bagan alir preparasi dan analisis abu sabut kelapa ................................................... 13
2
Bagan alir proses pembuatan ester etil asam lemak .................................................. 14
3
Metode standarisasi NaOH 0.1 N (Harjadi 1993) ......................................................... 15
4
Preparasi bahan-bahan yang digunakan .. .................................................................. 15
5
Metode standarisasi HCl 0.5 N (Harjadi 1993) ................................................................ 15
6
Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut etanol .................................. 15
7
Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air dengan perendaman tanpa pemanasan ........................................................................................................ 16
8
Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air dengan pemanasan tanpa refluks ............................................................................................................... 16
9
Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air melalui pemanasan dengan variasi frekuensi perlakuan ............................................................................ 17
10 Pengaruh frekuensi perendaman terhadap nilai kebasaan abu sabut kelapa dengan dan tanpa refluks ................................................................................................................ 17
11 Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air melalui pemanasan mengunakan refluks dengan variasi frekuensi perlakuan .......................................... 17 12 Data analisis uji mutu bahan baku minyak kelapa dan produk metil ester turunannya (katalis NaOH)........................................................................................ 18 13 Data analisis uji mutu produk etil ester dari minyak kelapa dengan katalis NaOH dan variasi waktu reaksi ............................................................................................ 29 14 Data analisis uji mutu produk etil ester (katalis NaOH dan Abu) ................................... 21 15 Data analisis uji mutu produk metil dan etil ester (katalis abu) ................................. 23 16 Data analisis produk etil ester (katalis abu dan variasi konsentrasi etanol) ........................... 24 17 Penentuan kadar etanol ........................................................................................................... 26
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di dunia. Namun, kebutuhan akan bahan bakar minyak yang semakin meningkat dengan adanya pertumbuhan ekonomi dan populasi menyebabkan produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut (Sugiyono 2005), sehingga Indonesia mengimpor bahan bakar minyak. Oleh karena itu, diperlukan suatu energi alternatif yang dapat menggantikan penggunaan minyak bumi. Biodiesel merupakan salah satu alternatif solusi krisis sumber energi. Bahan bakar alternatif ini diproduksi dari minyak nabati dan lemak hewan dengan reaksi esterifikasi (Knothe et al. 2005). Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel ialah kelapa sawit; minyak kedelai, bunga matahari, jarak pagar; tebu; serta minyak kelapa. Bahan baku yang mempunyai prospek untuk diolah menjadi biodiesel di Indonesia adalah kelapa sawit dan jarak pagar (Prakoso & Hidayat 2005, Rahayu 2007). Akan tetapi, untuk daerah-daerah terpencil potensi kelapa lebih besar. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan minyak kelapa. Esterifikasi minyak kelapa untuk biodiesel diperoleh melalui proses transesterifikasi atau alkoholisis dengan katalis basa atau asam. Alkohol yang biasa digunakan dalam reaksi tersebut adalah metanol (Knothe et al. 2005). Metanol memiliki sifat racun yang tinggi (Saifudin & Chua 2004). Dalam hal ini penggunaan metanol dapat diganti dengan etanol yang lebih rendah toksisitasnya dan dapat diproduksi oleh masyarakat melalui fermentasi dari sumber pati yang mudah didapat seperti ubi kayu. Etanol yang digunakan diperoleh dari hasil distilasi minuman beralkohol yang biasa digunakan untuk mabuk. Katalis basa yang lazim digunakan ialah logam alkali alkoksida, NaOH, KOH, dan K2CO3 (Yoeswono et al. 2006). Hidrogen asam pada alkohol diambil oleh OH– dari katalis sehingga terbentuk alkoksida yang akan menyerang atom C pada gugus karbonil. Reaksi ini diikuti tahap eliminasi yang menghasilkan ester dan alkohol baru. Menurut Yoeswono et al. (2006), abu tandan kosong kelapa sawit dapat digunakan sebagai katalis pada transesterifikasi minyak kelapa sawit dan etanol. Abu tersebut memiliki kandungan kalium yang cukup tinggi sebagai K2CO3 sehingga sifat kebasaannya cukup tinggi. Penggunaan katalis ini kemungkinan dapat diganti dengan abu sabut kelapa. Kebasaan abu sabut kelapa dapat diketahui melalui uji alkalinitas secara titrimetri. Kebasaan dapat ditimbulkan oleh adanya logamlogam alkali dan alkali tanah, seperti logam kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan unsur logam lainnya. Penelitian ini bertujuan menentukan potensi abu sabut kelapa sebagai katalis reaksi, potensi etanol sebagai pengganti metanol, dan pengaruh penambahan air pada reaksi transesterifikasi. Kesempurnaan proses transesterifikasi dan kualitas ester ditentukan melalui penentuan bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan ester, dan asam lemak bebas. Diharapkan, penelitian ini dapat bermanfaat pada dunia bioenergi dalam hal studi pendahuluan potensi minyak kelapa sebagai sumber energi alternatif di daerah terpencil.
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Pohon kelapa termasuk jenis Palmae yang berumah satu dan merupakan tanaman monokotil. Pohon kelapa masuk ke dalam genus Cocos dan spesies cocos nucifera. Pohon kelapa bisa mencapai ketinggian 6-30 meter, bergantung pada variasinya. Pohon kelapa ditemukan di daerah tropis. Batang tanaman ini tumbuh lurus keatas dan tidak bercabang. Pohon kelapa dapat pula bercabang, namun hal ini merupakan keadaan yang abnormal, misalnya akibat serangan hama tanaman (Warisno 2003). Tanaman kelapa merupakan tanaman tahunan yang mempunyai sistem perakaran serabut, termasuk tanaman berdaun majemuk menyirip (menjari) dengan anak daun berbentuk pita (Warisno 2003). Komposisi kimia daging buah kelapa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain varietas pohon, keadaan pohon, dan umur buah. Kandungan lemak buah kelapa tergantung pada umur buah kelapa (Ketaren 1986). Pohon kelapa sering disebut pohon kehidupan karena sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia di seluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman kelapa memberikan manfaat bagi manusia. Bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan minyak kelapa murni atau biasa
disebut VCO (vigin coconut oil) adalah kelapa dalam atau lokal. Kelapa tersebut terdiri atas dua jenis, yaitu kelapa hijau dan kuning. Dalam bahasa Latin, kelapa hijau disebut Cocos nucifera Linn, sedangkan kelapa kuning disebut Cocos conifera. Minyak Kelapa Minyak kelapa pada prinsipnya dapat dihasilkan melalui dua cara, yaitu cara basah dan kering. Pengolahan cara basah menggunakan santan dari kelapa segar, sedangkan cara kering menggunakan kopra (Rindengan & Novarianto 2004). Minyak kelapa dibagi menjadi dua jenis, yaitu minyak kelapa biasa dan murni. Pengolahan kelapa untuk menghasilkan minyak kelapa murni hampir sama dengan pengolahan minyak biasa. Akan tetapi, pengolahan minyak kelapa murni diawali dengan pemisahan lapisan krim dari lapisan skim dan endapan pada santan. Teknik pengolahan minyak kelapa murni dibagi menjadi dua teknik, yaitu dengan dan tanpa pemanasan. Pada teknik pengolahan tanpa pemanasan dilakukan dengan menggunakan minyak pancing (Rindengan & Novarianto 2004). Minyak kelapa murni atau VCO terdiri atas sekitar 90% asam lemak jenuh yang sebagian besar berupa asam laurat (C-12) sehingga minyak kelapa juga disebut minyak laurat. Selain mengandung asam laurat, VCO juga mengandung asam kaprat (C-10), asam kaprilat (C-8), dan asam miristat (C-14) (Rindengan & Novarianto 2004, Diaz 2007). Asam lemak komponen penyusun minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komponen penyusun minyak kelapa (*dari Balai Besar Industri Agro) Asam lemak jenuh : Asam kaprilat (C8:0) Asam kaprat (C10:0) Asam laurat (C12:0) Asam miristat (C14:0) Asam palmitat (C16:0) Asam stearat (C18:0) Asam lemak takjenuh : Asam oleat (C18:1) Asam linoleat (C18:2) Asam linolenat (C18:3)
Dalam % 8.69 8.54 51.8 15.7 6.00 1.71 4.05 1.10 2.35
Minyak kelapa murni tidak bersifat toksik dan karsinogenik. Hal ini disebabkan oleh komponen penyusun minyak kelapa yang sebagian besar berupa asam lemak jenuh sehingga apabila mengalami proses pemanasan struktur kimianya tidak akan berubah dan bersifat stabil (Sulistyo 2004). Selain itu komposisi asam lemak mediumnya tinggi dan berat molekulnya rendah (Rindengan & Novarianto 2004). Etanol Etanol merupakan salah satu jenis alkohol dengan dua karbon penyusun. Etanol dibagi menjadi dua jenis, yaitu etanol industri dan bioetanol (Fessenden & Fessenden 1998). Etanol industri diperoleh melalui hidrasi etilena dengan katalis asam (John 1969), sedangkan bioetanol terbentuk dari proses peragian gula, tajin, dan bahan lain yang mengandung gula alam (Demirbas 2005). Etanol yang digunakan dalam minuman diperoleh dari peragian karbohidrat berkataliskan enzim (fermentasi gula dan pati). Salah satu jenis enzim (amilase) mengubah karbohidrat menjadi glukosa yang kemudian berubah menjadi etanol dengan bantuan ragi atau Saccharomyces cerevisiae, sedangkan tipe enzim yang lain dapat menghasilkan cuka (asam asetat), dengan etanol sebagai zat-antara. Proses peragian buah-buahan, sayuran, atau biji-bijian akan berhenti bila kadar alkohol telah mencapai 14-16%. Proses penyulingan dilakukan untuk mendapatkan kadar alkohol yang lebih tinggi (Fessenden & Fessenden 1998). Bioetanol merupakan suatu alkohol yang dapat digunakan secara luas dalam mesin pembakaran, baik di dicampur dengan bahan bakar lain maupun tidak. Etanol hidrat (95%) digunakan sebagai bahan bakar alkohol murni yang biasa disebut E100 (Demirbas 2005). Etanol (99.5%) digunakan untuk campuran bensin.
Esterifikasi Esterifikasi adalah suatu reaksi ionik yang merupakan gabungan antara reaksi adisi dan eliminasi (Aslam M et al. 1993) (Gambar 1). Esterifakasi juga diartikan sebagai reaksi langsung antara asam karboksilat dan alkohol (Fessenden & Fessenden 1998). Laju esterifikasi asam karboksilat sangat dipengaruhi oleh halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya, sedangkan kekuatan asam dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembuatan ester. Modifikasi reaksi esterifikasi yang sering disebut dengan reaksi transesterfikasi meliputi interesterifikasi, alkoholis, dan asidolisis (Gandhi 1997). Reaksi yang terjadi dalam pembuatan biodiesel adalah reaksi transesterifikasi (Alamsyah 2006). O R C O H
R' O H
O O -H2O + R C O H R C+ H
H+
O R C O R' H
H+
O R C O R'
Gambar 1 Reaksi esterifikasi antara alkohol dengan asam karboksilat. Reaksi transesterifikasi terjadi antara ester asam lemak dan alkohol dengan bantuan katalis. Beberapa penelitian telah dilakukan menggunakan metanol sebagai alkoholnya (Agustian 2005, Yoeswono et al. 2006). Menurut Rahayu (2007), teknologi proses yang umum digunakan pada skala komersial ialah transesterifikasi antara minyak nabati dan metanol menggunakan katalis NaOH atau KOH. Alasan lain penggunaan metanol dikarenakan harga metanol di negara berkembang lebih murah dibandingkan dengan etanol (Gubitz et al. 1999), Namun, penggunaan etanol lebih aman karena efek toksiknya lebih rendah dibandingkan metanol. Menurut Saifudin & Chua (2004), penggunaan etanol dalam pembuatan biodiesel dapat menghasilkan biodiesel dengan efisiensi yang cukup besar, yaitu sekitar 87%. Namun demikian, proses produksinya lebih sulit sehingga biaya produksinya menjadi lebih tinggi. Reaksi transesterifikasi pada pembuatan biodiesel dengan katalis basa dapat dilihat pada Gambar 2. CH2OCOR1
R1COOCH2CH3
CH2OH
+
NaOH CHOCOR2
+ 3 CH3CH2OH
CH2OH
+
R2COOCH2CH3 +
CH2OCOR3
CH2OH
R3COOCH2CH3
Gambar 2 Reaksi transesterifikasi ester asam lemak dan etanol dengan katalis NaOH.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah buah kelapa dari daerah Banten, minyak kelapa murni (VCO) dari Balai Besar Industri Agro (BBIA), sabut kelapa, dan etanol dari minuman beralkohol (diperoleh dari Polresta Bogor). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian berupa kompor, penggorengan, alat-alat gelas, pengaduk magnet, mortar, pemanas listrik, termometer, corong pisah, refraktometer Abbe (ATAGO NAR-3T), dan radas alat distilasi. Prosedur Pembuatan Minyak Kelapa Daging kelapa diparut kemudian ditambahkan air 1:2 ke dalam kelapa parut dan diperas. Ampas kelapa dibuang, sedangkan santannya dipanaskan. Setelah pemanasan beberapa saat akan
terbentuk minyak mentah dan blondo. Pemanasan terus dilakukan hingga blondo berwarna kecoklat-coklatan. Setelah itu didinginkan dan minyaknya dipisahkan dari blondo dengan penyaringan. Preparasi Abu Sabut Kelapa Sabut kelapa yang masih basah dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Sabut kelapa yang telah kering dibakar hingga menjadi abu, kemudian abu dikeringkan dalam oven 105 °C selama 2 jam. Abu kering selanjutnya digunakan untuk analisis kebasaan dan sebagai katalis. Preparasi Etanol Minuman beralkohol yang diperoleh dari Polresta Bogor didistilasi. Etanol yang ditampung adalah etanol yang diperoleh pada suhu 73-78 °C. Etanol hasil distilasi kemudian ditentukan kadarnya dengan mengukur indeks bias. Perancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengakap dengan satu fartor dan 3 ulang serta rancangan acak lengkap dengan dua faktor. Faktor-faktor perlakuan yang digunakan adalah bobot abu, waktu perendaman, suhu reaksi (28 °C dan 64 °C), Waktu reaksi (2, 4, 6, dan 8 Jam), Penggunaan NaOH dan abu sabut kelapa, penggunaan metanol dan etanol, serta kandungan air dalam etanol. Model Rancangan Yij = µ + αi + βj + Eij Yij µ αi βj Eij
= Nilai respon yang diamati = Efek rerata yang sebenarnya = Besarnya pengaruh perlakuan ke-i = Besarnya pengaruh perlakuan ke-j = Galat dari rancangan
Pengaruh Jenis Pelarut (Etanol dan Air) Serta Waktu Ekstraksi terhadap Nilai Kebasaan Penentuan kebasaan abu sabut kelapa dilakukan dengan menggunakan pelarut berupa etanol dan air. Abu yang telah kering ditimbang sebanyak 0.5, 1.0, 2.0, 3.0, 4.0, dan 5.0 g lalu direndam dalam 50 ml pelarut dengan variasi waktu 1, 2, 4, 8, 16, dan 24 jam. Larutan disaring, dipipet 10 ml, ditambahkan indikator fenolftalein 3 tetes, dan dititrasi dengan HCl 0.1 N. Selain melalui perendaman juga dilakukan penentuan kebasaan dengan refluks dan pemanasan (100 °C) tanpa refluks pada pelarut air. Penentuan kebasaan melalui pemanasan (100 °C) tanpa reluks dilakukan dengan variasi berat abu 1.0, 2.0, 3.0, dan 4.0 g dan waktu pemanasan selama 1, 2, 3, dan 4 jam. Penentuan kebasaan dengan berat abu 1 g dan variasi frekuensi perlakuan (60 ml x 1; 30 ml x 2; 20 ml x 3; dan 15 ml x 4) dilakukan pada refluks dan pemanasan tanpa refluks. Bagan alir proses dapat dilihat pada Lampiran 1. Penentuan Kadar Etanol pada Bahan Baku Minuman Beralkohol dan Hasil Distilasinya Larutan standar etanol dibuat dengan cara mengencerkan etanol 95% p.a menjadi etanol 10, 20, 30, 40, dan 50%. Selanjutnya nilai indeks bias larutan standar, bahan baku minuman beralkohol, dan etanol hasil distilasi diukur dengan Refraktometer Abbe. Kurva standar dari indeks bias larutan standar kemudian digunakan untuk menentukan kadar etanol dalam bahan baku minuman beralkohol dan etanol hasil distilasi. Pembuatan Metil dan Etil Ester dengan Katalis NaOH Proses pembuatan metil dan etil ester dilakukan dengan reaksi transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi ini dilakukan pada labu leher tiga yang dilengkapi dengan pemanas listrik, termometer, pengaduk magnetik, dan sistem pendingin. Refluks dilakukan pada suhu kamar dan dengan pemanasan (suhu 64 °C). Larutan metanol atau etanol yang telah ditambahkan NaOH 0.5 g dituangkan ke dalam labu leher tiga, kemudian dirangkai dengan sistem pendingin. Minyak kelapa ditambahkan tetes demi tetes dan dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk magnet. Waktu reaksi dicatat ketika pengaduk magnet mulai dinyalakan.
Pengadukan dihentikan setelah reaksi berjalan selama 2 jam, campuran yang telah terbentuk dibiarkan di dalam corong pisah selama 2 jam pada suhu kamar hingga terjadi pemisahan (Yoeswono et al. 2006). Lapisan metil atau etil ester yang terbentuk dipisahkan dari lapisan gliserol. Sisa metanol atau etanol, katalis, dan gliserol dalam metil atau etil ester dihilangkan melalui pencucian dengan air berulang-ulang sampai diperoleh lapisan air yang jernih. Metil atau etil ester dikeringkan dengan penambahan Na2SO4 anhidrat p.a. lalu disaring. Proses reaksi tersebut dilakukan dengan rasio mol minyak-metanol 1:6. Pembuatan etil ester dengan katalis NaOH dilakukan dengan prosedur yang sama seperti pada pembuatan metil ester. Namun, reaksi dilakuan pada suhu 60 °C dengan variasi waktu 2, 4, 6, dan 8 jam. Pembuatan Metil dan Etil Ester dengan Katalis Abu Sabut Kelapa Sebanyak 1 g abu sabut kelapa direfluks dalam metanol atau etanol selama 2 jam. Larutan abu disaring dan filtratnya direfluks pada suhu 60 °C dengan penambahan minyak kelapa tetes demi tetes. Waktu reaksi dicatat ketika suhu telah mencapai 60 °C. Proses refluks dihentikan setelah reaksi berjalan selama 2 jam (Lampiran 2). Tahap selanjutnya seperti pada penggunaan katalis NaOH. Reaksi dilakukan dengan rasio mol minyak-etanol 1:6 (Knothe et al. 2005). Selain menggunakan etanol industri, juga digunakan etanol hasil distilasi dari minuman beralkohol. Etanol hasil distilasi ditambahkan air sebanyak 0, 5, 10, 20, 30, 40, dan 50%. Ester yang dihasilkan ditentukan bilangan asam dan bilangan penyabunannya. Penentuan Bilangan Asam (AOAC Metode 940.28 Tahun 2005) Sebanyak 2.50 g minyak/ester ditimbang dengan teliti ke dalam Erlenmeyer 125 ml. Sementara itu, 25 ml etanol dinetralkan dengan mendidihkannya selama lima menit pada suhu 60-65 °C, ditambahkan 2.00 ml indikator fenolftalein, dan dalam keadaan panas dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai warna kemerah-merahan. Alkohol netral tersebut dicampurkan dengan contoh minyak atau ester yang telah ditimbang, dikocok, dan dididihkan. Dalam keadaan panas, campuran dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N yang telah distandarisasi (Lampiran 3) sampai warna kemerahmerahan permanen setidak-tidaknya satu menit. Persentase asam lemak bebas (%FFA) dinyatakan sebagai asam laurat. Bilangan Asam dan asam lemak bebas ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Bilangan Asam =
(V NaOH ×
N NaOH × BM KOH
Bobot Contoh (g)
) %FFA =
(ml NaOH ×
N NaOH × BM Asam Laurat × 100%) Ket Bobot Contoh(mg)
erangan: BM asam laurat = 200 g/mol Penentuan Bilangan Penyabunan (AOAC Metode 920.160 Tahun 2005) Minyak atau ester ditimbang sebanyak 2.00 g dengan Erlenmeyer asah lalu ditambahkan 25 ml KOH dalam alkohol 0.5 N (Lampiran 4) dan batu didih. Selanjutnya campuran direfluks selama 30 menit. Campuran didinginkan dan ditambahkan indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan HCl 0.5 N yang telah distandarisasi (Lampiran 5). Titrasi dihentikan ketika warna merah muda tepat hilang dan dilakukan triplo. Titrasi juga dilakukan terhadap blangko. Bilangan penyabunan ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Bilangan
Penyabunan
=
(A
− B ) × 28 . 05 G
A B G 28.05
= = = =
Keterangan:
jumlah ml HCl 0.5 N untuk titrasi blangko jumlah ml HCl 0.5 N untuk titrasi contoh bobot contoh (gram) setengah dari bobot molekul KOH
Penentuan Bilangan Ester Bilangan penyabunan dan bilangan asam yang diperoleh digunakan untuk menghitung bilangan ester. Bilangan ester diperoleh dengan cara mengurangkan bilangan penyabunan dengan bilangan asam. Bilangan ester ditentukan dengan rumus:
Bilangan Ester = Bilangan Penyabunan Bilangan Asam
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelarutan Abu Sabut Kelapa
Kabasaan (mg KOH/g Sampel)
Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Kebasaan Abu Sabut Kelapa Metode yang dipilih dalam penentuan kebasaan abu sabut kelapa adalah metode titimetri atau titrasi indikator (Yoeswono et al. 2006). Abu sabut kelapa diekstrak dengan cara perendaman di dalam pelarut etanol dan air. Variasi berat abu dan waktu perendaman merupakan variabel yang diamati. Larutan yang diperoleh dari hasil ekstraksi dititrasi dengan larutan HCl. Pada Gambar 3 tampak bahwa kebasaan abu tertinggi pada abu dengan perendaman dalam etanol selama 24 jam bobot abu 0.5 g. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu perendaman tidak memengaruhi nilai kebasaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai p > 0.05 (Lampiran 6). Variasi waktu tidak berpengaruh terhadap nilai kebasaan yang dapat disebabkan oleh larutan yang telah jenuh sehingga semakin lama waktu yang digunakan tidak akan meningkatkan pelarutan abu. Bobot abu yang digunakan memengaruhi nilai kebasaan dengan nilai p < 0.05. Nilai kebasaan dalam pelarut etanol semakin kecil dengan bertambahnya bobot abu. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh larutan yang telah jenuh karena volume etanol yang digunakan sama banyak, sehingga perbandingan bobot dan volumenya tidak sama. Nilai kebasaan dalam pelarut etanol yang diperoleh sangat kecil sehingga analisis kebasaan abu dalam pelarut etanol dihentikan sampai di sini. 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 0.5
1
2
3
4
5
Bobot Abu (g) 1Jam
2 Jam
4 Jam
8 Jam
16 Jam
24 jam
Gambar 3 Kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut etanol. Nilai kebasaan abu dalam pelarut air lebih tinggi dibandingkan dengan kebasaan abu dalam pelarut etanol. Sama halnya dengan ekstraksi dalam pelarut etanol, hanya bobot abu yang berpengaruh terhadap kebasaan (Lampiran 7). Namun, semakin besar bobot abu yang digunakan menyebabkan kenaikan nilai kebasaan, tidak seperti pada pelarut etanol yang nilainya menurun dengan adanya kenaikan bobot abu (Gambar 4). Volume air yang digunakan pada setiap variasi bobot dan waktu adalah sama sehingga dapat disimpulkan bahwa air memiliki kemampuan melarutkan abu yang besar.
Kebasaan (mg KOH/g Sam pel)
120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 0.5
1
2
3
4
5
Bobot Abu (g) 1Jam
2 Jam
4 Jam
8 Jam
16 Jam
24 jam
Gambar 4 Kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air.
Kebasaan Abu (m g KOH/g Sam pel)
Pengaruh Pemanasan dengan dan Tanpa Refluks terhadap Nilai Kebasaan Abu Sabut Kelapa Penentuan nilai kebasaan abu dalam pelarut air dengan pemanasan (suhu 100 °C) dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemanasan terhadap basa yang terekstrak. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemanasan meningkatkan basa yang terekstrak (Gambar 5) serta adanya pengaruh waktu pemanasan terhadap nilai kebasaan (Lampiran 8). Nilai kebasaan mengalami kenaikan hingga waktu pemanasan 2 jam, kemudian mengalami penurunan untuk waktu pemanasan yang lebih lama. Sementara berat abu tidak memengaruhi nilai kebasaan abu. 180.0 160.0 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 1 Jam
2 Jam
4 Jam
Waktu Tanpa Pemanasan
Dengan Pemanasan
Gambar 5 Pengaruh pemanasan terhadap kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air.
Kebasaan (mg KOH/g Sam pel)
Penentuan kebasaan dengan variasi frekuensi perlakuan perendaman dilakukan berdasarkan hasil dari nilai kebasaan dalam pelarut air dengan pemanasan tanpa refluks yang memiliki nilai tidak jauh berbeda antarperlakuan (Gambar 6). Hal ini mungkin disebabkan oleh larutan yang telah jenuh sehingga tidak dapat mengekstrak basa lebih banyak. Akan tetapi, frekuensi perendaman tidak berpengaruh terhadap nilai kebasaan abu (p > 0.05, Lampiran 9). 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 1
2
3
4
Bobot Abu (g) 1Jam
2 Jam
3 Jam
4 Jam
Gambar 6 Pengaruh bobot abu dan waktu pemanasan terhadap kebasaan abu sabut kelapa. Penentuan kebasaan dengan variasi frekuensi perendaman juga dilakukan menggunakan refluks. Perlakuan ini dilakukan karena dikhawatirkan adanya penguapan yang berpengaruh terhadap nilai kebasaan pada pemanasan tanpa pendingin. Penggunaan refluks menyebabkan adanya penurunan nilai kebasaan dibandingkan dengan pemanasan tanpa refluks (Gambar 7, Lampiran 10). Seperti halnya pada pemanasan tanpa refluks, frekuensi perendaman juga tidak berpengaruh terhadap besarnya nilai kebasaan abu sabut kelapa (p > 0.05, Lampiran 11).
Kebasaan (mg KOH/g Sampel)
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 60 ml x 1
30 ml x 2
20 ml x 3
15 ml x 4
Variasi Frekuensi Perlakuan Tanpa Refluks
Dengan Refluks
Gambar 7 Pengaruh frekuensi perendaman terhadap nilai kebasaan abu sabut kelapa. Kadar Etanol dalam Sampel (Minuman Beralkohol) dan Hasil Distilasinya Penentuan kadar etanol dilakukan dengan mengukur indeks bias larutan standar etanol yang dibuat dari etanol 95% p.a. Hasil pengukuran indeks bias yang diperoleh dibuat kurva standar seperti yang terlihat pada Gambar 8. Dari kurva yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi etanol dalam larutan, maka indeks bias larutan tersebut semakin tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara kadar etanol dan indeks bias adalah berbanding lurus. Kadar etanol dalam sampel minuman beralkohol dan hasil distilasinya dihitung menggunakan persamaan yang diperoleh dari kurva standar tersebut. 1.36500 1.36000
y = 0.0006x + 1.3331 R2 = 0.9961
1.35500
n
20 D
1.35000 1.34500 1.34000 1.33500 1.33000 0
10
20
30
40
50
60
Kadar Etanol
Gambar 8 Kurva standar kadar etanol. Kadar etanol dalam sampel (minuman beralkohol) dari hasil perhitungan diperoleh kadar untuk sampel 1 sebesar 18.17% dan sampel 2 sebesar 16.67%. Etanol hasil distilasi memiliki kadar 71.67% (Lampiran 17). Etanol hasil distilasi yang telah diketahui kadarnya kemudian digunakan untuk reaksi transesterifikasi dengan penambahan air. Transesterifikasi Pengaruh Suhu terhadap Reaksi Transesterifikasi Minyak kelapa yang digunakan dalam sintesis ini adalah minyak kelapa yang dibuat dengan cara basah, yaitu menggunakan santan kelapa untuk memperoleh minyak kelapa. Sintesis dilakukan pada dua suhu, yaitu suhu kamar (28 °C) dan suhu tinggi (64 °C) selama dua jam. Menurut Syaifudin & Chua (2004) dan Yoeswono et al. (2006) reaksi transesterifikasi dapat berjalan dengan baik pada suhu kamar. Sementara Zuhdi & Bibit (2005), menyatakan bahwa reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu kurang dari 60 °C untuk mencegah rusaknya minyak. Keberhasilan reaksi transesterifikasi diperkirakan dengan melakukan analisis terhadap hasil reaksi setiap perlakuan. Pada setiap pengamatan, pengaruh kondisi reaksi dianalisis berdasarkan uji statistik. Parameter yang diamati terdiri atas bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan ester, dan asam lemak bebas. Bilangan penyabunan berhubungan dengan jumlah bahan yang dapat disabunkan oleh KOH. Pada analisis biodiesel minyak kelapa, nilai ini menunjukkan konsentrasi molar gugus fungsi ester pada etil atau metil ester minyak kelapa. Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan bahwa bilangan penyabunan minyak kelapa dan produk metil ester memiliki nilai yang tidak jauh berbeda (p > 0.05, Lampiran 12). Nilai yang tidak berbeda disebabkan oleh jumlah trigliserida dan asam lemak bebas antarcontoh sama, yang berarti bahwa selama reaksi transesterifikasi tidak terjadi reaksi samping (reaksi penyabunan). Reaksi penyabunan menyebabkan bilangan penyabunan pada produk metil ester lebih rendah dari pada bahan baku minyaknya karena sebagian senyawa telah
tersabunkan pada saat proses transesterifikasi. Selain itu, reaksi penyabunan juga menyebabkan reaksi transesterifikasi kurang efisien mengubah semua trigliserida dan asam lemak bebas menjadi metil atau etil ester. Tabel 2 Hasil uji mutu bahan baku minyak kelapa dan produk metil ester turunannya (Katalis NaOH) Contoh
Parameter
A B C D Minyak 296.2 22.8 273.3 8.1 Kelapa Ester (Suhu 294.6 4.0 290.6 1.4 64 °C) Ester (Suhu 290.1 21.8 268.2 7.8 28 °C) Keterangan : A = Bilangan penyabunan (mg KOH/g Ester) B = Bilangan asam (mg KOH/g Ester) C = Bilangan ester (mg KOH/g Ester) D = Asam lemak bebas (%) Minyak kelapa = Minyak yang dibuat dari kelapa (dari) Banten dengan cara basah Bilangan asam merupakan salah satu parameter penting yang selalu ada dalam standar biodiesel. Berdasarkan nilai ini, dapat diketahui jumlah asam lemak bebas yang masih bersisa dalam biodiesel yang dihasilkan pada tahap transesterifikasi. Bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Berdasarkan penelitian ini, bilangan asam minyak kelapa (22.8 mg KOH/g minyak) dan produk metil ester pada suhu kamar (28 °C) (21.8 mg KOH/g ester) memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Reaksi transesterifikasi yang dilakukan pada suhu kamar berlangsung tidak sempurna sehingga tidak semua asam lemak bebas dapat terkonversi menjadi metil ester. Sementara produk metil ester pada suhu tinggi (64 °C) (4.0 mg KOH/g ester) memiliki nilai bilangan asam yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan minyak kelapa. Adanya panas dapat mempercepat reaksi transesterifikasi sehingga dengan waktu reaksi yang sama akan terjadi konversi bahan baku menjadi produk lebih besar. Namun, bilangan asam yang diperoleh masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan standar ASTM (kurang dari 0.50 mg KOH/g biodiesel). Tingginya bilangan asam produk sintesis disebabkan oleh bahan baku minyaknya yang memiliki keasaman tinggi. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan reaksi transesterifikasi dua tahap. Dengan adanya reaksi yang dilakukan dua tahap dapat memperkecil asam lemak bebas yang masih tersisa dalam ester (Balitka 2008). Bilangan ester dihitung sebagai selisih bilangan penyabunan dan bilangan asam. Bilangan ini dapat memperkirakan jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester. Bilangan ester produk metil ester pada suhu kamar (268.2 mg KOH/g ester) memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan baku minyaknya (273.3 mg KOH/g minyak) , sedangkan produk metil ester pada suhu tinggi (290.6 mg KOH/g ester) memiliki nilai yang lebih tinggi (Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh pengubahan asam lemak bebas menjadi metil ester yang menaikkan asam organik yang bersenyawa sebagai ester. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa perlakuan suhu memengaruhi bilangan ester produk metil ester yang dihasilkan. Selain bilangan penyabunan, bilangan asam, dan bilangan ester juga dihitung jumlah asam lemak bebas dalam minyak kelapa dan produk ester yang dihasilkan. Asam lemak bebas yang diperoleh mendukung hasil penentuan bilangan asam. Seperti halnya bilangan asam, asam lemak bebas produk metil ester pada suhu kamar tidak jauh berbeda dengan minyak kelapa, sedangkan produk metil ester pada suhu tinggi jauh lebih rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi transesterifikasi dengan suhu tinggi dapat mengubah asam lemak bebas menjadi ester turunannya lebih banyak dibandingkan dengan reaksi pada suhu kamar. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Knothe et al. 2005.
Pengaruh Waktu terhadap Produk Etil Ester Alkohol yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah metanol. Namun, dalam penelitian ini penggunaan metanol digantikan oleh etanol. Menurut Yoeswono et al. (2006) reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel dilakukan selama 2 jam, sedangkan Anonim (2002) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel adalah 2-8 jam. Oleh karena itu, dalam pekerjaan ini dilakukan sintesis etil ester dengan waktu reaksi 2, 4, 6, dan 8 jam untuk mengetahui pengaruh lamanya waktu reaksi terhadap ester yang dihasilkan. Penggunaan variasi waktu ternyata tidak menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda pada bilangan asam, bilangan ester, dan asam lemak bebas. Untuk bilangan penyabunan pada setiap perlakuan berbeda dengan nilai p < 0.05 pada uji statistik (Lampiran 13). Perbedaan bilangan penyabunan mungkin disebabkan oleh adanya reaksi samping. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa waktu reaksi tidak memengaruhi produk etil ester yang dihasilkan. Apabila dibandingkan dengan metil ester yang dihasilkan pada suhu tinggi (64 °C) dengan waktu reaksi selama 2 jam (Tabel 2), etil ester (Tabel 3) memiliki nilai bilangan asam yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahan baku yang diubah menjadi ester pada penggunaan etanol lebih banyak dari pada penggunaan metanol. Tabel 3 Pengaruh waktu reaksi terhadap mutu etil ester Waktu Parameter Reaksi (Jam) A B C D 2
296.1
2.7
293.4
0.97
4
296.3
3.0
293.3
1.09
6
297.8
3.8
294.0
1.34
8 292.2 3.3 288.9 1.16 Keterangan : A = Bilangan penyabunan (mg KOH/g Ester) B = Bilangan asam (mg KOH/g Ester) C = Bilangan ester (mg KOH/g Ester) D = Asam lemak bebas (%) Pengaruh Penggunaan Abu Sabut Kelapa sebagai Katalis Sintesis selanjutnya dilakukan dengan katalis abu sabut kelapa yang dilakukan pada etanol. Reaksi transesterifikasi dilakukan selama 2 jam berdasarkan hasil sebelumnya yang menunjukkan bahwa waktu reaksi tidak memengaruhi nilai bilangan ester dari produk yang dihasilkan. Transesterifikasi dilakukan menggunakan minyak kelapa murni (VCO) dari Balai Besar Industri Agro (BBIA) dengan katalis NaOH dan abu sabut kelapa. VCO yang berasal dari BBIA memiliki kualitas yang lebih baik apabila dibandingkan dengan minyak kelapa yang dibuat dengan cara basah. Hal ini dilihat dari bilangan asam yang terdapat dalam minyak tersebut. Bilangan asam dalam minyak kelapa (hasil cara basah) 22.8 mg KOH/g minyak (Tabel 2), sedangkan VCO sebesar 0.26 mg KOH/g minyak (Tabel 4). Transesterifikasi menurunkan bilangan penyabunan, tetapi tidak berpengaruh terhadap bilangan asam (Tabel 4). Nilai bilangan asam etil ester tidak berbeda jauh dengan bilangan asam VCO karena VCO yang digunakan memiliki bilangan asam yang sangat kecil (< 0.50 mg KOH/g Minyak), sehingga tidak mengalami perubahan yang besar setelah reaksi. Apabila dibandingkan penggunaan katalis NaOH dan abu sabut kelapa, terlihat bahwa katalis abu sabut kelapa memberikan ester dengan mutu yang lebih baik dilihat dari bilangan asamnya (Tabel 4). Oleh karena itu, abu sabut kelapa dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi. Tabel 4 Pengaruh katalis abu sabut kelapa terhadap mutu etil ester Parameter
Contoh A
B
C
D
VCO 269.58 0.26 269.33 0.09 Ester 1 260.04 0.39 259.65 0.14 Ester 2 261.68 0.26 261.42 0.09 Keterangan : A = Bilangan penyabunan (mg KOH/g Ester) B = Bilangan asam (mg KOH/g Ester) C = Bilangan ester (mg KOH/g Ester) D = Asam lemak bebas (%) VCO = Minyak kelapa murni dari BBIA Ester 1 = Produk dari minyak kelapa + etanol + NaOH Ester 2 = Produk dari minyak kelapa + etanol + abu Pengaruh Penggunaan Metanol dan Etanol Penggunaan abu sabut kelapa sebagai katalis diujicobakan pada metanol dan etanol untuk mengetahui apakah etanol dapat digunakan dalam transesterifikasi sebagai pengganti metanol. Pada uji mutu produk ester yang dihasilkan bilangan penyabunan pada penggunaan etanol memiliki nilai yang lebih tinggi (Tabel 5) serta dihasilkan nilai p < 0.05 (Lampiran 15). Sementara pada bilangan asam, bilangan ester, dan asam lemak bebas dihasilkan nilai rerata yang tidak berbeda jauh yang dibuktikan dengan hasil uji statistik (p > 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa etanol dapat digunakan sebagai pengganti metanol dalam reaksi transesterifikasi. Menurut Saifudin dan Chua (2004) penggunaan etanol dan KOH dalam reaksi transesterifikasi dapat memberikan hasil yang baik (mencapai 87%). Tabel 5 Mutu produk metil dan etil ester (katalis abu ) Parameter
Contoh Produk 1
A
B
C
D
260.7
0.3
260.4
0.10
Produk 2 262.4 0.3 264.1 0.10 Keterangan : A = Bilangan penyabunan (mg KOH/g Ester) B = Bilangan asam (mg KOH/g Ester) C = Bilangan ester (mg KOH/g Ester) D = Asam lemak bebas (%) Produk 1 = Produk dari minyak kelapa + metanol p.a. + abu Produk 2 = Produk dari minyak kelapa + etanol p.a. + abu Pengaruh Kandungan Air dalam Etanol terhadap Transesterifikasi Tahap akhir dari penelitian ini bertujuan mengetahui apakah reaksi transesterifikasi tetap dapat berjalan dengan adanya penambahan air ke dalam reaktan. Etanol yang digunakan adalah etanol hasil distilasi minuman beralkohol yang diperoleh dari polresta Bogor yang direaksikan dengan minyak kelapa murni (VCO) yang diproduksi oleh Balai Besar Industri Agro (BBIA). Transesterifikasi dilakukan pada tujuh contoh yang berbeda kandungan airnya. Perlakuan ini dilakukan karena diduga keberadaan air dapat menyebabkan reaksi penyabunan yang bisa menurunkan konversi minyak menjadi etil ester dari minyak kelapa. Besarnya kandungan air dalam etanol 28-64% tidak berpengaruh terhadap nilai bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan ester, dan asam lemak bebas (Lampiran 16). Bilangan penyabunan etil ester lebih kecil dibandingkan dengan bilangan penyabunan VCO (Tabel 6). Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi penyabunan selama reaksi transesterifikasi. Adanya reaksi penyabunan ditunjukkan oleh produk sintesis yang menghasilkan busa pada saat pencucian. Akan tetapi produk yang telah dikeringkan larut dalan n-heksana sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi tersebut menghasilkan biodiesel bukan sabun. Tabel 6 Pengaruh kandungan air pada etanol terhadap mutu etil ester Kandungan Air (%) A B C D
VCO
269.6
0.26
269.3
0.09
28.33
260.1
0.18
259.9
0.06
31.91
262.7
0.22
260.6
0.08
35.50
261.0
0.16
262.3
0.06
47.66
260.3
0.21
260.3
0.07
49.83
262.6
0.23
260.6
0.08
57.00
261.7
0.21
261.7
0.07
64.18 261.9 0.22 260.9 0.08 Keterangan : A = Bilangan penyabunan (mg KOH/g Ester) B = Bilangan asam (mg KOH/g Ester) C = Bilangan ester (mg KOH/g Ester) D = Asam lemak bebas (%) VCO = Minyak kelapa murni dari BBIA Nilai bilangan asam etil ester yang dihasilkan kurang dari 0.50 mg KOH/g ester. Nilai ini memenuhi standar ASTM D6751-07b yang mengharuskan bilangan asam biodiesel tidak lebih dari 0.50 mg KOH/g biodiesel. Bilangan asam etil ester juga lebih rendah dibandingkan dengan bilangan asam VCO, yang menunjukkan bahwa reaksi transesterifikasi masih terjadi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Air lebih besar kemampuannya dalam melarutkan abu sabut kelapa dibandingkan dengan etanol. Penambahan bobot abu yang digunakan pada pelarutan dengan air, meningkatkan nilai kebasaannya. Berbeda dengan etanol, dimana semakin tinggi bobot abu menyebabkan semakin rendah kebasaannya. Adanya pemanasan meningkatkan kebasaan, sedangkan penggunaan refluks menurunkan kebasaan dibandingkan dengan pemanasan tanpa refluks. Distilasi pada minuman beralkohol menaikkan kadar etanol dari rata-rata 17.42% menjadi 71.67%. Reaksi transesterifikasi berlangsung lebih sempurna pada suhu tinggi (64 °C) dibandingkan pada suhu kamar (28 °C) dan penambahan waktu reaksi setelah 2 jam tidak memengaruhi hasil reaksi. Abu sabut kelapa dapat digunakan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi karena menghasilkan ester yang sama kualitasnya dengan penggunaan katalis NaOH. Etanol dapat digunakan sebagai pengganti metanol dalam reaksi transesterifikasi. Kandungan air (28-64%) dalam etanol tidak berpengaruh terhadap bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan ester, dan asam lemak bebas dari ester yang dihasilkan.. Saran Penelitian lebih lanjut mengenai biodiesel minyak kelapa dengan katalis abu sabut kelapa perlu dilakukan, seperti metode pembuatan abu dengan cara pengabuan agar abu yang dihasilkan lebih homogen. Perlu juga dilakukan pengujian rendemen dan mutu biodiesel yang dihasilkan dengan parameter uji seperti titik nyala, titik tuang, titik awan, indeks setana, viskositas kinetik, dan uji lainnya untuk mengetahui apakah biodiesel yang dihasilkan benar-benar dapat digunakan.
DAFTAR PUSTAKA Agustian HY. 2005. Sifat fisiko kimia biodiesel jarak pagar (Jatropha curcas), suatu sumber energi alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Alamsyah AN. 5 Mei 2006. Mengenal Biodiesel (Crude Palm Oil). Warta Utama. Anonim. 2002. Biodiesel production and quality. [terhubung www.biodiesel.org/pdf_files/fuelfactsheets/prod_quality.pdf. [22 Jun 2007].
berkala].
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis. Jilid 2. Ed ke-18. Maryland: AOAC Aslam M, Torrence GP, Zey EG. 1993 Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Bibliography 10: Esterivication, hal 471-496 [bibliografi]. America: Hoechst Celanese Corporation. [ASTM] American Standards of Testing and Methods. 2007. Biodiesel Standards. [terhubung berkala]. http://www. biodiesel.org/pdf_files/fuelfactsheets/BDSpec.pdf. [31 Agu 2008]. [BBIA] Balai Besar Industri Agro. 2007. Laporan Hasil Uji Virgin Coconut Oil (VCO) Nomer 1572/LHU/Bd/LAK-BBIA/III/2007. Bogor: Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro [Balitka] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Cocobiodiesel (Biodiesel Minyak Kelapa). Bogor: Balitka Demirbas A. 2005. Bioethanol from cellulosic material: A renewable motor fuel from biomass. Energy Sourse 27: 327-337. [terhubung berkala]. www.wilsoncenter. org/news/docs/bioethanol%20from%20cellulose.pdf. [9 Jul 2007]. Diaz RS. 2007. Coconut oil as diesel fuel vs cocobiodiesel. Philippine Biodiesel Association. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1998. Organic Chemistry. Ed ke-6. USA: Brook/Code Publishing Company. Gandhi NN. 1997. Application of lipase. J Am Oil Chem 74:621–634. Gubitz GM, Mittelbach M, Trabi M. 1999. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. Bioresource Tech. 67: 73-82 Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Ed ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. John JA. 1969. Hydration. Ethylene and industrial derivatives. Ernest Benn 690-801. Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Pr. Knothe G, Gerpen JV, Krahl J, editor. 2005. The Biodiesel Handbook. United State: AOCS Pr. Prakoso T, Hidayat AN. 2005. Potensi Biodiesel Indonesia 1-7. [terhubung berkala]. http://che.itb.ac.id [23 Jul 2007]. Rahayu M. 2007. Teknologi proses produksi Biodiesel. Prospek pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak. hlm. 17-28 Rindengan B, Novarianto H. 2004. Minyak Kelapa Murni dalam Pembuatan dan Pemanfaatan. Edisi Ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya. Saifuddin N, Chua KH. 2004. Production of ethyl ester (biodiesel) from used frying oil: Optimization of transesterification process using microwave irradiation. Malaysian Chem 6: 77-82. Sugiyono A. 2005. Pemanfaatan Biofuel dalam Penyediaan Energi Nasional Jangka Panjang. PTPSE-BBPT
Sulistyo J. 2004. Minyak Kelapa Murni (VCO) Paling Aman dan Paling Menyehatkan. Bogor: Bogor Agro Lestari. Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Yogyakarta: Kanisius. Yoeswono, Sibarani J, Khairi S. 2006. Pemanfaatan abu tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa pada reaksi transesterefikasi dalam pembuatan biodiesel. PKMI-I-08-I. Zuhdi A, Bibit SR. 2005. Proses pembuatan dan karakteristik biodiesel dari crude palm oil (CPO) serta teknik blending dengan minyak solar. Surabaya: Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Surabaya.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir preparasi dan analisis abu sabut kelapa
Sabut Kelapa *dijemur *dibakar Abu *dikeringkan dalam oven 110°C selama 2 jam
Abu Kering *ditimbang 0.5, 1, 2, 3, 4, dan 5g Abu direndam dalam 50 ml air atau etanol selama 1, 2, 4, 8, 12, dan 24 jam
*disaring
Filtrat *dipipet 10 ml
10 ml Filtrat + 3 tetes Indikator fenolftalein
Dititrasi dengan HCl 0.1 N
Titrasi dihentikan ketika warna merah muda tepat hilang
Lampiran 2 Bagan alir proses pembuatan ester etil asam lemak
Etanol + 1 g Abu sabut kelapa
*direfluks selama 2 jam Larutan Abu
*disaring
Filtrat + Minyak Kelapa tetes demi tetes *Refluks 2 jam,60°C
Hasil Esterifikasi
*dipisahkanan dengan corong pisah
Etil Ester
Gliserol
*dicuci dengan air *dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat
Ester Kering
Penentuan Bilangan Asam
Penentuan Bilangan Penyabunan
Lampiran 3 Metode standarisasi NaOH 0.1 N (Harjadi 1993) Standarisasi dilakukan dengan asam oksalat kristal. Asam oksalat ditimbang sebanyak 0.063 g, kemudian dilarutkan dalam 10 ml air. Indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ditambahkan ke dalam larutan. Lalu larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai terbentuk warna permanen selama ± 1 menit. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: 2 NaOH + (COOH)2 → (COONa)2 + 2 H2O Lampiran 4 Preparasi Bahan-bahan yang digunakan a.
Larutan KOH 0.5 N Kristal KOH ditimbang sebanyak 28.05 g, kemudian dilarutkan ke dalam 1 liter etanol 95%.
b.
Larutan HCl 0.5 N Larutan HCl 25% dipipet sebanyak 30.78 ml kemudian dilarutkan dalam air menggunakan labu takar. HCl 25% dialirkan perlahan-lahan ke dalam labu takar yang telah berisi air. Kemudian ditambahkan air hingga tanda tera.
c.
Larutan HCl 0.1 N HCl 25 % dipipet sebanyak 12.32 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 1 L yang telah berisi sedikit air suling. Lalu ditera dengan air.
d.
Larutan NaOH 0.1 N Kristal NaOH ditimbang sebanyak 4 g, kemudian dilarutkan ke dalam 1 liter air.
Lampiran 5 Metode standarisasi HCl 0.5 N (Harjadi 1993) Standarrisasi dilakukan dengan Boraks (Na2B4O7.10H2O). Boraks ditimbang sebanyak 9.53 g, kemudian dilarutkan dalam 100 ml air. Larutan dipipet 25 ml ditambah indikator merah metil sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0.5 N. Perubahan warna terjadi dari warna kuning menjadi merah. Berdasarkan reaksi yang terjadi, BE boraks = 190.7. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: Na2B4O7 + 5 H2O + 2 HCl → 2 NaCl + 4 H3BO3 Lampiran 6 Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut etanol Berat Abu (g)
Waktu Perendaman (jam) 0.5
1
2
3
4
5
1
4.7
3.3
1.4
0.3
0.6
0.4
2
3.4
2.5
1.0
0.6
1.1
0.5
4
2.6
2.0
1.2
2.5
1.2
0.5
8
3.9
2.7
1.2
0.9
0.6
0.5
16
2.1
2.4
1.5
1.1
1.0
0.8
24
8.8
1.7
0.8
0.6
1.1
0.9
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Waktu
2.8773
5
0.5754
0.45288
0.80
2.6029
Berat Abu
58.1139
5
11.62279
9.1470
4.78E-05
2.6029
Galat
31.7666
25
1.2706
Total
92.75799
35
Lampiran 7 Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air dengan perendaman tanpa pemanasan Waktu Perendaman (jam)
Berat Abu (g) 0.5
1
2
3
4
5
1
70.0
60.0
74.1
71.1
84.4
83.4
2
77.1
92.5
82.6
82.2
83.1
105.1
4
96.2
95.0
85.6
86.7
81.9
80.5
8
67.3
79.5
83.6
78.2
97.6
79.9
16
58.7
63.3
70.1
66.4
67.1
112.7
24
60.1
70.9
70.3
63.9
99.9
108.3
Db
KT
F
P
F tabel
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Waktu
1182.4497
5
236.4899
1.7416
0.1619
2.6030
Berat Abu
2220.2402
5
444.0480
3.2702
0.0208
2.6030
Galat
3394.6854
25
135.7874
Total
6797.3753
35
Lampiran 8 Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air dengan pemanasan tanpa refluks Berat Abu (g)
Waktu Pemanasan (jam) 1
2
3
4
1
104.9
108.3
107.1
104.3
2
191.7
144.9
130.7
153.0
3
173.1
155.7
135.6
127.8
4
122.8
127.0
102.8
103.5
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Waktu
7092.9542
3
2364.3181
12.5769
0.0014
3.8625
Berat Abu
2093.5571
3
697.8524
3.7122
0.0549
3.8625
187.9891
Galat
1691.9022
9
Total
10878.4134
15
Lampiran 9 Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air melalui pemanasan dengan variasi frekuensi perlakuan Variasi Frekuensi Perlakuan
Nilai Kebasaan Abu (mg KOH/g Abu) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
60 ml x 1
194.5
159.7
128.5
30 ml x 2
190.2
136.6
150.7
20 ml x 3
185.2
179.9
129.9
15 ml x 4
147.8
153.2
154.5
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
272.2729
3
90.7576
0.1294
0.9399
4.0662
Galat
5612.4048
8
701.5506
Total
5884.6777
11
Lampiran 10 Pengaruh frekuensi perendaman terhadap nilai kebasaan abu sabut kelapa dengan dan tanpa refluks Variasi Frekuensi Perlakuan
Pemanasan non Refluks
Pemanasan dengan Refluks
194.5
105.9
159.7
97.0
128.5
178.3*
190.2
109.1
136.6
106.2
150.7
111.3
185.2
116.7
179.9
109.3
129.9
109.5
147.8
117.4
153.2
119.3
154.5
113.2
60 ml x 1
30 ml x 2
20 ml x 3
15 ml x 4 *dikucilkan
Lampiran 11 Data analisis kebasaan abu sabut kelapa dalam pelarut air melalui pemanasan menggunakan refkluk dengan variasi frekuensi perlakuan Variasi Frekuensi Perlakuan
Nilai Kebasaan Abu (mg KOH/g Abu) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
60 ml x 1
105.9
97.0
178.3
30 ml x 2
109.1
106.2
111.3
20 ml x 3
116.7
109.3
109.5
15 ml x 4
117.4
119.3
113.2
Lanjutan Lampiran 11 ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
570.2141
3
190.0714
0.3761
0.7728
4.0662
Galat
4042.9834
8
505.3729
Total
4613.1974
11
Lampiran 12 Data analisis uji mutu bahan baku minyak kelapa dan produk metil ester turunannya (katalis NaOH) Bilangan Penyabunan Nilai Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Abu)
Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Minyak Kelapa
294.9
297.1
296.5
Suhu Tinggi
295.3
293.0
295.4
Suhu Rendah
284.9
294.7
290.7
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
60.3359
2
30.1679
3.2998
0.1080
5.1433
Galat
54.8535
6
9.1423
Total
115.1894
8
Bilangan Asam
Perlakuan
Bilangan Asam (mg KOH/g Abu) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Minyak Kelapa
24.9
20.8
22.8
Suhu Tinggi
4.2
4.3
3.5
Suhu Rendah
21.0
25.0
19.5
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
673.5290
2
336.7644
80.9210
4.5682E-05
5.1432
Galat
24.9699
6
4.1616
Total
698.4988
8
Lanjutan Lampiran 12 Bilangan Ester Bilangan Ester (mg KOH/g Abu)
Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Minyak Kelapa
270.0
276.3
273.7
Suhu Tinggi
291.1
288.8
291.9
Suhu Rendah
263.8
269.7
271.2
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Perlakuan Galat Total
Db
KT
F
P
F tabel
823.8421
2
411.9210
44.1077
0.000258277
5.1432
56.0338
6
9.3389
879.8759
8
Asam Lemak Bebas Asam Lemak Bebas (%)
Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Minyak Kelapa
8.89
7.40
8.11
Suhu Tinggi
1.50
1.52
1.25
Suhu Rendah
7.50
8.90
6.95
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
85.6033
2
42.8016
80.9210
4.56E-05
5.1432
Galat
3.1735
6
0.5289
Total
88.7768
8
Lampiran 13 Data analisis uji mutu produk etil ester dari minyak kelapa dengan katalis NaOH dan variasi waktu reaksi Bilangan Penyabunan Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Minyak) Waktu Reaksi
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
2 Jam
296.9
294.4
297.1
4 Jam
297.0
294.7
297.1
6 Jam
299.3
296.9
297.2
8 Jam
292.4
289.2
295.1
Lanjutan Lampiran 13 ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
50.4086
3
16.8028
4.6623
0.0362
4.0661
Galat
28.8316
8
3.6039
Total
79.2402
11
Bilangan Asam
Waktu Reaksi
Bilangan Asam (mg KOH/g Minyak) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
2 Jam
3.3
2.7
2.1
4 Jam
2.1
3.5
3.5
6 Jam
3.5
4.3
3.5
8 Jam
3.5
3.4
2.8
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
1.7377
3
0.5792
1.7122
0.2413
4.0661
Galat
2.7063
8
0.3382
Total
4.4441
11
Bilangan Ester Bilangan Ester (mg KOH/g Minyak)
Waktu Reaksi
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
2 Jam
293.6
291.7
295.0
4 Jam
294.9
291.2
293.6
6 Jam
295.8
292.6
293.7
8 Jam
288.9
285.8
292.3
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
48.0860
3
16.0286
3.3351
0.0768
4.0661
Galat
38.4476
8
4.8059
Total
86.5336
11
Lanjutan Lampiran 13 Asam Lemak Bebas Asam Lemak Bebas (%)
Waktu Reaksi
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
2 Jam
1.19
0.98
0.75
4 Jam
0.75
1.25
1.26
6 Jam
1.25
1.52
1.26
8 Jam
1.26
1.22
1.01
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
0.2208
3
0.0736
1.7122
0.2413
4.0661
Galat
0.3439
8
0.0429
Total
0.5648
11
Lampiran 14 Data analisis uji mutu produk etil ester (katalis NaOH dan Abu) Bilangan Penyabunan
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Minyak)
Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
VCO
269.56
269.42
269.77
Minyak Kelapa + Etanol + NaOH
256.90
259.18
264.05
Minyak Kelapa + Etanol + Abu
261.63
262.29
261.13
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
7.9576
2
3.9788
0.1360
0.8755
5.1433
Galat
175.5940
6
29.2657
Total
183.5516
8
Bilangan Asam Perlakuan
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Minyak) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
VCO
0.19
0.29
0.29
Minyak Kelapa + Etanol + NaOH
0.39
0.39
0.39
Minyak Kelapa + Etanol + Abu
0.29
0.29
0.19
Lanjutan Lampiran 14 ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
0.0022
2
0.0011
0.1405
0.8717
5.1433
Galat
0.0468
6
0.0078
Total
0.0490
8
Bilangan Ester Perlakuan
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Minyak) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
VCO
269.36
269.13
269.48
Minyak Kelapa + Etanol + NaOH
256.51
258.79
263.66
Minyak Kelapa + Etanol + Abu
261.34
262.00
260.94
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
7.9794
Galat
178.4503
2
3.9897
0.1341
0.8770
5.1433
6
29.7417
Total
186.4297
8
Asam Lemak Bebas
Perlakuan
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Minyak) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
VCO
0.07
0.10
0.10
Minyak Kelapa + Etanol + NaOH
0.14
0.14
0.14
Minyak Kelapa + Etanol + Abu
0.10
0.10
0.07
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
0.0003
2
0.0001
0.1405
0.8717
5.1433
Galat
0.0060
6
0.0010
Total
0.0062
8
Lampiran 15 Data analisis uji mutu produk metil dan etil ester (Katalis Abu) Bilangan Penyabunan
Perlakuan Minyak Kelapa + MeOH PA + Abu Minyak Kelapa + EtOH PA + Abu ANOVA Sumber Keragaman
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Minyak) Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan 2 3 4 5 6 259.8 260.4 261.2 260.3 260.8
Ulangan 1 261.5 262.1
263.3
259.9
262.4
264.5
262.5
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
9.3397
1
9.3397
6.9893
0.0245
4.9646
Galat
13.3627
10
1.3362
Total
22.7025
11
Bilangan Asam
Perlakuan Minyak Kelapa + MeOH PA + Abu Minyak Kelapa + EtOH PA + Abu
Ulangan 1 0.3
0.4
Bilangan Asam (mg KOH/g Minyak) Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan 2 3 4 5 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
0.2
0.3
Ulangan 6 0.2
0.2
0.3
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
3.8830E-05
1
3.8830E-05
0.0112
0.9175
4.9646
Galat
0.0344
10
0.0034
Total
0.0344
11
Bilangan Ester
Perlakuan
Ulangan 1
Minyak Kelapa + MeOH PA + Abu Minyak Kelapa + EtOH PA + Abu
Bilangan Ester (mg KOH/g Minyak) Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan 2 3 4 5
Ulangan 6
261.19
259.53
260.16
264.08
262.14
264.07
261.71
263.00
259.70
260.91
260.15
260.48
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
2.2886
1
2.2886
0.8853
0.3689
4.9646
Galat
25.8521
10
2.5852
Total
28.1408
11
Lanjutan Lampiran 15 Asam Lemak Bebas
Perlakuan
Ulangan 1
Minyak Kelapa + MeOH PA + Abu Minyak Kelapa + EtOH PA + Abu
Asam Lemak Bebas (%) Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan 2 3 4 5
Ulangan 6
0.10
0.10
0.10
0.10
0.10
0.07
0.14
0.10
0.07
0.10
0.07
0.10
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
4.9352E-06
1
4.9352E-06
0.0112
0.9175
4.9646
Galat
0.0043
10
0.00043
Total
0.0043
11
Lampiran 16 Data analisis uji mutu produk etil ester (katalis abu dan variasi konsentrasi etanol) Bilangan Penyabunan Kandungan Air (%)
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Minyak) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
Ulangan 6
28.33
261.6
262.3
261.1
262.5
254.9
258.0
31.91
262.1
263.4
264.2
262.5
262.5
261.8
35.50
262.3
263.3
262.5
258.3
259.0
260.7
47.66
261.7
261.8
261.2
255.0
261.1
261.0
49.83
262.4
263.4
262.2
261.8
263.3
262.5
57.00
263.0
260.9
259.6
261.8
261.9
262.7
64.18
260.7
258.4
261.0
264.4
262.4
264.3
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
39.3643
6
6.5607
1.6323
0.1674
2.3717
Galat
140.6708
35
4.0191
Total
180.0352
41
Lanjutan Lampiran 16 Bilangan Asam Kandungan Air (%)
Ulangan 1
Ulangan 2
Bilangan Asam (mg KOH/g Minyak) Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
Ulangan 6
28.33
0.3
0.3
0.2
0.1
0.1
0.1
31.91
0.3
0.3
0.2
0.2
0.2
0.2
35.50
0.2
0.2
0.2
0.2
0.1
0.1
47.66
0.1
0.3
0.3
0.3
0.1
0.2
49.83
0.3
0.3
0.2
0.2
0.2
0.2
57.00
0.2
0.3
0.2
0.2
0.2
0.2
64.18
0.3
0.2
0.2
0.3
0.2
0.2
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
0.0238
6
0.0039
0.9307
0.4852
2.3717
Galat
0.1496
35
0.0042
Total
0.1735
41
Bilangan Ester Kandungan Air (%)
Ulangan 1
Ulangan 2
Bilangan Ester (mg KOH/g Minyak) Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
Ulangan 6
28.33
261.3
262.0
260.9
262.4
254.8
257.9
31.91
261.8
263.1
264.0
262.3
254.7
257.8
35.50
262.2
263.1
262.3
262.3
262.4
261.7
47.66
261.7
261.5
261.0
258.0
259.0
260.5
49.83
262.1
263.2
262.0
254.8
260.9
260.8
57.00
262.8
260.7
259.4
261.6
263.1
262.3
64.18
260.4
258.2
260.8
261.5
261.7
262.5
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
25.1175
6
4.1862
0.7908
0.5832
2.3717
Galat
185.257
35
5.293
Total
210.3746
41
Lanjutan Lampiran 16 Asam Lemak Bebas Kandungan Air (%)
Ulangan 1
Ulangan 2
Asam Lemak Bebas (%) Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
Ulangan 6
28.33
0.10
0.10
0.07
0.03
0.03
0.03
31.91
0.10
0.10
0.07
0.07
0.07
0.07
35.50
0.07
0.07
0.07
0.07
0.03
0.03
47.66
0.03
0.10
0.10
0.09
0.03
0.07
49.83
0.10
0.10
0.07
0.07
0.07
0.07
57.00
0.07
0.10
0.07
0.07
0.07
0.07
64.18
0.10
0.07
0.07
0.10
0.07
0.07
ANOVA Sumber Keragaman
JK
Db
KT
F
P
F tabel
Perlakuan
0.0030
6
0.00050
0.9307
0.4852
2.3717
Galat
0.0190
35
0.00054
Total
0.0220
41
Lampiran 17 Penentuan kadar etanol Tabel Deret Standar Kadar Etanol Kadar Etanol
nD 20°C
0
1.33290
10
1.33830
20
1.34450
30
1.35022
40
1.35607
50
1.35980
1.36500 y = 0.0006x + 1.3331 R2 = 0.9961
1.36000 1.35500 n
20 D
1.35000 1.34500 1.34000 1.33500 1.33000 0
10
20
30
40
50
Kadar Etanol (%)
Kurva Hubungan Kadar Etanol dengan Indeks Bias
60
Tabel Nilai Kadar Etanol Sampel Contoh Uji
nD 20°C
EtOH
1.35460
Hasil Destilasi
1.35460
(fp 2 x)
1.35460
Rerata
Kadar Etanol (%)
1.3546
35.83
1.3440
18.17
1.3431
16.67
1.34410 1.34410 1.34405 1.34395 Sampel 1
1.34395 1.34395 1.34410 1.34405 1.34410 1.34280 1.34280 1.34700 1.34260 1.34245
Sampel 2
1.34260 1.34280 1.34260 1.34260 1.34280 1.34280 1.34280
Dengan menggunakan mode regresi linear diperoleh persamaan: y = 1.3331 + 0.0006 x dan R2 = 0.9961 Keterangan : y = Indeks Bias ( nD20) x = Kadar Etanol Dari persamaan yang diperoleh dihitung nilai kadar etanol dalam sampel Contoh Perhitungan : Kadar Etanol Hasil Distilasi (fp 2x) y = 1 .3331 + 0 .0006 x
1.3546 = 1.3331 + 0.0006 x x =
1 . 3546
x = 35 . 83
− 1 . 3331
0 . 0006 o
o
Kadar E tan ol Hasil Distilasi = 35 .83
o
o
× 2 = 71 . 66
o
o
Kandungan air pada etanol setelah penambahan air
Contoh
Kandungan Air (%)
0%
28.33
5%
31.91
10%
35.50
20%
47.66
30%
49.83
40%
57.00
50%
64.18
Contoh perhitungan: Penambahan air 5% (100 − 5) × 71.67% Kadar Etanol = 100 Kadar Etanol = 68.09% Kandungan Air = 100% − 68.09% Kandungan Air = 28.33%