PEMBUATAN BAHAN SEMIKONDUKTOR DARI SELULOSA MIKROBIAL MENGGUNAKAN MEDIA PRODUKSI LIMBAH TAHU
NURUL ASNI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PEMBUATAN BAHAN SEMIKONDUKTOR DARI SELULOSA MIKROBIAL MENGGUNAKAN MEDIA PRODUKSI LIMBAH TAHU
NURUL ASNI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis Nama NIM
: Pembuatan Bahan Semikonduktor Dari Selulosa Mikrobial Menggunakan Media Produksi Limbah Tahu : Nurul Asni : F351030031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc Ketua
Dr. Budhy Kurniawan Anggota
Dr. Ir. Suprihatin,Dipl-Ing Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian : 2 Desember 2005
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 19 Januari 1965 dari pasangan suami istri Bapak Drs. Abdullah Murod (almarhum) dan Ibu Anisah serta merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Pendidikan formal penulis lalui di kota kelahiraan yaitu di Palembang, dimulai dari SD Negeri No. 4 Kebon Duku pada tahun 1972. Pada tahun 1978, penulis melanjutkan pendidikan SMP Negeri 1 Bukit Kecil, tamat tahun 1981. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bukit Besar, tamat tahun 1984. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Pada tahun 1990 penulis diterima bekerja sebagai staf QC di pabrik cat Shinto paint Jakarta Utara dan pada tahun 1992 penulis diterima sebagai staf pengajar di Akademi Kimia Analisis Caraka Nusantara, Cimanggis Depok. Pada bulan Nopember 1993 penulis menikah dengan Drs. Djonaedi Saleh,Msi dan telah di karuniai seorang putri . Pada tahun 2003 penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari BPPs-DIKTI sampai tahun 2004, di bawah bimbingan Dr. Ir. Khaswar Syamsu,M.Sc, Dr. Ir. Suprihatin, Dipl-Eng dan Dr. Budhy Kurniawan. Pada saat mengikuti Program Pascasarjana IPB, penulis telah mengikuti beberapa seminar nasional dan internasional.
ABSTRAK
NURUL
ASNI.
Pembuatan
Bahan
Semikonduktor
Dari
Selulosa
Mikrobial
Menggunakan Media Produksi Limbah Tahu. Dibimbing KHASWAR SYAMSU, SUPRIHATIN dan BUDHY KURNIAWAN Selulosa mikrobial hasil fermentasi limbah tahu cair (whey) merupakan selulosa murni yang mempunyai struktur kristal triklinat dan merupakan selulosa 1 α dengan derajat kristalinitas antara 27,95% sampai dengan 45,00%. Selulosa mikrobial ini mempunyai kuat tarik berkisar antara 281,57 kgf/cm2 sampai dengan 487,60 kgf/cm2 dan resistivitas listrik antara 6,28 ohm-m sampai dengan 20,47 ohm-m. Setelah mengalami doping iodium nilai resistivitas meningkat menjadi 601,45 ohm-m sampai 1273,28 ohm-m dan menjadikan selulosa mikrobial tersebut suatu material semikoduktor type- p.
ABSTRACT NURUL ASNI. Semiconductor Material From Microbial Cellulose Using Tofu Whey as
Production Media. Supervised by KHASWAR SYAMSU, SUPRIHATIN and
BUDHY KURNIAWAN. Microbial Cellulose which is produced from liquid tofu waste is pure cellulose which have the structure of crystal triklinat and the cellulose 1 α with cristalinity degree between 27,95 % up to 45,00 % . This Microbial Cellulose have the tensile strength between 281,57 kgf/cm2 up to 487,60 kgf /cm2 and electric resistivity between 6,28 ohm-m up to 20,47 ohm-m. After doping with iodium, the resistivity increase to 601,45 ohm-m up to 1273,28 ohm-m and the Microbial Cellulose has characteristics of material p-type semiconductor.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pembuatan Bahan Semikonduktor Dari Selulosa Mikrobial Menggunakan Limbah Tahu Sebagai Media Produksi, merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program
sejenis di
Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan diperiksa kebenarannya. Penulis Nurul Asni
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas berkat, inayah dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains, di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini dan dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Khaswar Syamsu MSc selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr.Ir. Suprihatin Dipl-Eng dan Bapak Budhy Kurniawan sebagai anggota komisi pembimbing yang dengan sabar membimbing, memberi saran hingga tersusunnya tesis ini. Penulis juga berterima kasih kepada Bapak Dr. Irawadi Djamaran dan Ibu Dr. Ani Suryani selaku ketua dan sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian serta Bapak dan Ibu Staf administrasi dan staf Perpustakaan Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaikan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Hikam selaku ketua Laboratorium Bersama Universitas Indonesia yang telah berkenan meminjamkan fasilitas Laboratorium selama penulis melakukan penelitian serta
Bapak Dr. Bambang Sugiono, Bapak Mabe Siahaan,Msi dan
seluruh staf laboratorium Pasca Ilmu Material Departemen Fisika Salemba UI. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada Bapak Pamulih Prasetyo,Ssi,
sebagai staf laboratorium Spektrometer Departemen Fisika UI yang telah banyak membantu penulis dalam menganalisa sampel dan juga
Bapak Untung,
Muhammad Nur, Haerudin, Abdul hamid dan Agus sebagai staf laboratorium bersama UPP-IPD UI. Kepada Bapak Soeprapto Hadiatmodjo Dipl-Eng, selaku Direktur Akademi Kimia Analisis Caraka Nusantara yang telah mengijinkan dan mendorong penulis untuk mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada Fuad, Nida, Rency, Jumriah, Iphov, Yongki, Dodik dan
seluruh rekan angkatan 2003 atas
persahabatan, kritikan , semangat dan bantuannya.
i
Terakhir, terima kasih yang tak terhingga untuk suami dan anakku serta kedua orang tua tercinta atas segala pengertian, pengorbanan, memberi doa yang tulus dan kasih sayang serta semangat selama ini. Semoga Allah SWT meridhoi segala pengorbanannya dan memberkahi hamba-hamba-Nya yang beriman. Amin Ya robbal’alamin.
Penulis
Nurul Asni
ii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
............................................................................
vi
........................................................................
vi
....................................................................
viii
PENDAHULUAN ............................................................................ Latar belakang ...................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... Hipotesis ............................................................................... Manfaat Penelitian ... . ..........................................................
1 1 3 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... Kedelai,Tahu dan Whey ........................................................ Kedelai .................................................................................. Tahu ...................................................................................... Whey ..................................................................................... Iodin ...................................................................................... Selulosa Mikrobial ................................................................ Semikonduktor ...................................................................... Kegunaan Semikonduktor ..................................................... Dioda ..................................................................................... LED ....................................................................................... Transistor ..............................................................................
5 5 5 8 8 9 10 12 19 19 21 22
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... Bahan dan Alat ..................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... Metoda Penelitian ................................................................. Pembuatan Selulosa Mikrobial ............................................. Pemurnian Selulosa Mikrobial ............................................. Doping dengan Iodium (I2) ................................................... Metoda Pengujian dan Analisa ............................................. Pengujian Kekuatan Tarik .................................................... Pengujian Resistivitas Listrik Selulosa Mikrobial ............... Karakteristik Struktur Selulosa Mikrobial ........................... Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spektroscopy ............ X-Ray Difraktometer (XRD) ……………………………… Scanning Electron Microscope (SEM) …………………… Rancangan Percobaan ……………………………………..
26 26 26 27 27 27 27 28 28 29 31 31 32 33 34
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
iii
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... Persiapan Bahan Baku ......................................................... Pemurnian Selulosa Mikrobial .............................................. Analisa Kekuatan Tarik Sebelum Doping ........................... Analisa Resistivitas Listrik Sebelum Doping ....................... Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial (FTIR) ........ Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial (XRD) ......... Analisa Morfologi Selulosa Mikrobial (SEM) .................... Persiapan Doping Iodium .................................................... Analisa Resistivitas Listrik .................................................. Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial (FTIR) ......... Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial (XRD) ......... Analisa Morfologi Selulosa Mikrobial (SEM) .................... Analisa Tipe Semikonduktor ................................................
35 35 35 36 38 39 41 44 45 46 47 48 50 52
KESIMPULAN DAN SARAN
........................................................
53
......................................................................
55
....................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kedelai per 100 gram bahan
........................................
6
............................................
7
.............................................................................
9
2 Kandungan asam amino pada kedelai 3 Sifat-sifat iodine
4 Spektrum resistivitas dalam ohm meter (Ωm) 5 Sifat bahan pada susunan berkala
...............................
12
..............................................
15
6 Tabulasi data spektrum difraksi sinar- X (selulosa mikrobial dan nata de coco)
...................................................................................
42
7 Pengaruh konsentrasi iodium terhadap sudut difraksi dan kristalinitas dari selulosa mikrobial
................................................
51
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur pelikel selulosa
................................................................
11
..............................................................
11
2 Struktur molekul selulosa
3 Teori pita energi dalam beberapa matrial 4 Jenis dan tipe semikonduktor
.....................................
14
........................................................
17
5 Teori pita energi semikonduktor ekstrinsik
...................................
18
..........................................................
20
...............................................................
20
.................................................................................
21
6 Simbul dan struktur dioda 7 Dioda dengan bias maju 8 Simbul LED
9 Transistor N-P-N Junction dan P-N-P Junction
…………………
22
……………………..
24
………………………… .
25
……………………………………
30
10 Arus elektron transistor N-P-N Junction 11 Arus hole transistor P –N-P Junction 12 Rangkaian four point probe
v
13 Two point probe
………………………………………………..
14 Difraksi sinar-X pada material
...................................................
31 33
15 Selulosa mikrobial sebelum dikeringkan
.....................................
35
16 Selulosa mikrobial setelah dikeringkan
.......................................
36
17 Diagram kuat tarik selulosa mikrobial hasil fermentasi selama 5,7,10 dan 15 hari
..........................................................
18 Kurva pertumbuhan selulosa mikrobial nata de soya
...................
37 38
19 Diagram nilai resistivitas listrik selulosa mikrobial hasil fermentasi selama5, 7, 10 dan 15 hari
..........................................
39
20 Spektrum transmisi FTIR Selulosa Mikrobial hasil fermentasi selama 5,7, 10 dan 15 hari
.........................................................
21 Spektrum transmisi FTIR dari nata de coco
...............................
40 41
22 Pola difraksi sinar-X selulosa mikrobial hasil fermentasi selama 5, 7, 10 dan 15 hari 23 XRD nata de coco
.........................................................
43
........................................................................
43
24 Morfologi selulosa mikrobial fermentasi 10 hari , 750 X 25 Morfologi Bactrial Cellulose
...........
44
……...............................................
45
26 Selulosa mikrobial fermentasi 10 hari, didoping I2 1,25%w/w
..
45
……………………………………………….
47
27 Diagram resistivitas listrik sSelulosa mikrobial fermentasi 10 hari didoping I2 0,50 %w/w ; 0,75 %w/w ; 1,00%w/w dan 1,25%w/w
28 Spektrum transmisi FTIR selulosa mikrobial didoping I2 0,00%w/w ; 0,50%w/w ; 0,75%w/w ; 1,00%w/w dan 1,255w/w
...........................................................................
48
29 Pola difraksi sinar-X selulosa mikrobial yang didoping pada berbagai konsentrasi I2
................................................................
30 Fermentasi 10 hari yang didoping I2 1% w/w 31 Fermentasi 10 hari yang didoping I2 1,25% w/w
vi
50
.............................
51
........................
51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Massa selulosa mikrobial dalam berbagai waktu fermentasi dengan luas 660 cm2 .....................................................................
58
2 Nilai kuat tarik selulosa mikrobial metode ASTM 638-00
..........
58
...................................
59
3 Hasil resistivitas listrik selulosa mikrobial
4 Cara menentukan kristanilitas selulosa mikrobial dengan menggunakan rumus Gaussian 5 Analisa sidik ragam
....................................................
62
.....................................................................
64
6 Skema proses pembuatan selulosa mikrobial
.............................
7 Skema proses pembuatan semikonduktor selulosa mikrobial
vii
....
67 68
1
I.
PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang Kemampuan menguasi bidang
science teknologi tinggi merupakan
syarat mutlak bagi suatu negara, untuk memasuki negara industri baru. Salah satu bidang teknologi tinggi yang sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini adalah teknologi
material dan hampir semua peralatan didalam
kehidupan manusia bertumpu pada teknologi elektronika. Salah satu komponen penting di dalam teknologi elektronika terbuat dari suatu material yang dikenal sebagai semikoduktor. Perkembangan teknologi elektronika maju sangat pesat dan telah menjadi tulang punggung dalam dunia modern. Kemajuan
sangat
cepat ini terjadi
setelah ditemukan material semikonduktor yang memberikan banyak sifat listrik yang unik dan hampir dapat memecahkan semua persoalan elektronika. Dengan ditemukan material semikonduktor maka komponen elektronika menjadi sangat ringan,
kompak dan persatuan luas mempunyai kepadatan rangkaian yang
sangat tinggi. Material semikonduktor dipergunakan pada industri komputer (57%), peralatan komunikasi (17%), peralatan elektronik rumah tangga (15%) dan untuk keperluan lain,seperti untuk peralatan militer, otomotif dan mesin industri sekitar (11%) (Akhadi, 2004). Menurut Akhadi (2004), material semikonduktor dapat dibuat dari polimer yang didoping dengan suatu unsur pada golongan IA dan VIIA pada sistem periodik. Dalam bidang energi polimer elektrolit padat (solid polymer electrolyte) dapat digunakan untuk pembuatan sel fotoelektro kimia. Polimer ini dibuat dari polietilen oksida yang di doping dengan kalium Iodida (KI) dan Iodium(I2). Selulosa merupakan bahan organik dan merupakan suatu polimer yang mempunyai massa molekul besar. Selulosa mikrobial sebagai semikonduktor dapat dibuat dari pemanfatan limbah cair tahu yang berupa whey. Limbah cair ini (whey) merupakan faktor negatif yang dapat mencemari lingkungan. Jika
2
ditinjau dari komposisi kimia, ternyata whey masih mengandung nutrien (protein, karbohidrat dan bahan lainnya) serta juga mengandung vitamin B terlarut dalam air. Melalui proses fermentasi bakteri Acetobacter xylinum,selulosa mikrobial yang didoping dengan suatu unsur yang terdapat pada sistem periodik seperti polimer sintetik lain akan merupakan material biosemikonduktor
dengan
beberapa keunggulan antara lain (1) tidak mencemari lingkungan (2) tidak bersifat toksik (3) relatif lebih murni tidak seperti selulosa pada kayu (4) mempunyai sifat mekanik yang kuat baik dalam keadaan basah maupun dalam keadaan
kering.
Dengan
melihat
beberapa
keunggulan
tersebut
biosemikonduktor patut dikembangkan lebih lanjut, dikarenakan bahan bakunya berlimpah dan terbuang sebagai limbah. Biosemikonduktor telah menjadi perhatian dalam dunia penelitian sejak 50 tahun lalu. Bahan biosemikonduktor (fermentasi whey) dengan kandungan karbon,hidrogen dan oksigen mempunyai ikatan molekul lemah (ikatan kovalen) dalam keadaan solid, sehingga dapat menjadikan bahan organik sebagai bahan isolator dan semikonduktor. Bahan organik semikonduktor juga bersifat photoconductive dibawah sinar biasa. Penelitian organik LED (Light Emitting Diode) mulai mendapat perhatian sejak penelitian dari Eastman Kodak (1987) dengan molekul kecil sebagai
bahannya,
kemudian
peneliti
dari
Cambride
(1990)
dengan
menggunakan polymer sebagai bahannya. Peneliti dari Jepang (Fuke, et al, 1999) atau berdasarkan hak paten United States 5,933,508 (1993), telah berhasil membuat membran polimer dari selulosa mikrobial. Membran yang berkualitas tinggi ini sedang dikembangkan nilai komersialnya untuk pembuatan sound system dan alat musik bermutu tinggi. Perusahaan Sony bekerjasama dengan Ajinomoto membangun pertama kali diafragma untuk audio speaker dengan menggunakan mikrobial selulosa. (hak paten United States 4,742,164 (1986). Penggunaan mikrobial selulosa ini dapat memberikan perbaikan pada membran tranduser suara yang memberikan frekuensi tinggi diatas jangkauan frekuensi suara (Donald G.W et. al.,1999).
3
Pembuatan
selulosa mikrobial
dari whey sebagai biosemikonduktor
mempunyai suatu nilai tambah dimana dari selulosa mikrobial
ini banyak
digunakan tidak hanya dalam bidang elektronik, tapi juga dapat di manfaatkan dalam bidang lain misalnya dalam bidang kedokteran (proses dialysis) ultrafiltrasi, dan industri untuk pembuatan air tawar dari air laut (desalinasi air laut).
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan Umum penelitian ini adalah memanfaatkan limbah tahu sehingga menghasilkan suatu nilai tambah karena limbah cair tahu (whey) bagi produsen tahu kebanyakan dibuang
dan dapat mencemari lingkungan karena
menimbulkan bau yang kurang enak. Tujuan khusus penelitian ini selulosa mikrobial (nata de soya)
yaitu untuk mengetahui
karakteristik
sebagai semikonduktor dengan melihat
kekuatan tarik, resistivitas listrik, bentuk struktur dan tipe semikonduktor berdasarkan lama fermentasi dan penambahan unsur Iodium (I2).
1.3 Ruang Lingkup Penelitian a. Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap karakteristik selulosa mikrobial antara lain kekuatan tarik (tensile strength), resistivitas listrik menggunakan metode Van Der Pouw serta melihat struktur selulosa mikrobial
dengan
menggunakan
alat
SEM
(Scanning
Electron
Microscop), FTIR (Fourier Transform Infra Red), dan XRD ( X-Ray Difractometer). b. Mengetahui pengaruh penambahan Iodium (I2) pada beberapa taraf konsenterasi terhadap karakteristik semikonduktor (sifat resistivitas listrik, bentuk struktur dan type semikonduktor). Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara bentuk struktur selulosa mikrobial dengan sifat resistivitas listrik sebelum dan sesudah dilakukan doping dengan Iodium (I2).
4
1.4 Hipotesis a. Perbedaan lama fermentasi berpengaruh pada kekuatan tarik, bentuk struktur dan sifat elatisitas suatu selulosa mikrobial (nata de soya). b. Perbedaan konsentrasi unsur Iodium berpengaruh terhadap sifat kelistrikan dan sifat mekanik.
1.5 Manfaat Penelitian Semikonduktor yang sekarang
banyak digunakan dalam bentuk
semikonduktor anorganik seperti: Boron Nitrid, Diamond, Germanium, Galium Arsenide dan lain-lain. Semikonduktor organik mulai mendapat perhatian dari kalangan peneliti maupun industri seperti: Polipropilen, Polianilin dan lain-lain. Biosemikonduktor adalah material Semikonduktor yang dibuat melalui fermentasi whey dengan menggunakan bakteri Acetobacter Xylinum dan didoping dengan iodium. Whey merupakan limbah cair yang dibuang dan untuk memberikan nilai tambah serta mengurangi pencemaran lingkungan maka dibuat semikonduktor. Adapun biosemikonduktor yang dibuat ini mempunyai beberapa keunggulan dalam arti sifatnya yang ramah lingkungan yaitu mudah hancur oleh aktivitas mikroba tanah sehingga tidak merusak lingkungan serta bahan baku (whey) yang tersedia dalam jumlah melimpah.
5
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedelai, Tahu, dan Whey 2.1.1
Kedelai Saat ini kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna karena dapat
digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku berbagai industri manufaktur dan olahan. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glysine. Max L. Merril. Kedelai merupakan tanaman dataran rendah dan daerah pertumbuhannya sampai 500 m dari permukaan laut, tumbuh baik pada iklim panas dengan curah hujan 20 mm/bulan. Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim. Secara umum waktu tanam kedelai di lahan kering dimulai pada awal musim hujan, yaitu antara bulan Oktober atau November (musim tanam 1). Untuk musim tanam ke-2, dilakukan sekitar bulan Februari atau Maret. Untuk lahan sawah, permulaan waktu tanam antara akhir bulan Februari sampai pertengahan Maret (musim kemarau 1) dan untuk penanaman
ke-2
mulai
awal
bulan
Juni
sampai
pertengahan
Juli
(Adisarwanto,2005). Saat panen ditentukan oleh umur sesuai varietas kedelai yang ditanam dan ada perubahan warna polong, yaitu dari kehijauan menjadi coklat kekuningan. Panen dilakukan jika lebih dari 95% polong kedelai sudah berubah menjadi coklat kekuningan dan jumlah daun tersisa pada tanaman hanya sekitar 5 -10%. Waktu panen disesuaikan dengan varietas kedelai dan untuk setiap daerah berbeda-beda. Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap kualitas biji yang dihasilkan. Pengunduran waktu panen 1-2 hari akan mengakibatkan kadar air biji lebih rendah yaitu antara 12-13%, cuaca juga berpengaruh terhadap kuantitas dan mutu kedelai (Adisarwanto,2005).
6
Perkembangan
tanaman
kedelai
selama
10
tahun
terakhir
memperlihatkan penurunan yang cukup besar, lebih dari 50%, baik dalam luas areal maupun produksinya. Pada tahun 1992, luas areal tanaman kedelai mencapai 1,6 juta ha, sedangkan pada tahun 2003, luas areal hanya 600.000 ha. Total produksi selama periode yang sama menurun dari 1,9 juta ton menjadi 700 ribu ton. Hal ini disebabkan oleh faktor teknis dan soasial ekonomi. Faktor teknis antara lain kualitas benih, cara tanam, cara pemeliharaan tanaman, panen dan penangan pascapanen. Sedangkan faktor sosial ekonomi antara lain luas pemilikan lahan, status tanaman kedelai, modal dan risiko (Adisarwanto, 2005). Jenis kedelai yang digunakan untuk memproduksi tahu ada 4 jenis yaitu kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai coklat dan kedelai hijau. Jenis kedelai yang berwarna kuning
banyak digunakan oleh produsen tahu, karena rasanya
disenangi oleh konsumen . Setiap 100 g biji kedelai mengandung protein lebih besar dari 34,9 gr. Syarat untuk produksi tahu meliputi antara lain : •
Bebas dari kotoran ( batu, kerikil,ranting dll)
•
Biji kedelai tidak luka atau bebas dari serangan hama
•
Biji kedelai tidak memar
•
Kulit biji kedelai tidak keriput Sebagai bahan makanan yang relatif murah dan bergizi juga sangat
berkhasiat bagi pertumbuhan dan menjaga kondisi sel-sel tubuh. Kedelai banyak mengandung unsur dan zat makanan penting seperti protein, lemak, karbohidrat dan air seperti terangkum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kedelai per 100 gram bahan Komponen
Kadar %
1. Protein
35 – 45
2. Lemak
18 – 32
3. Karbohidrat
12 – 30
4. Air Sumber : Adisarwanto, 2005
7
7
Menurut Liu (1997) Kedelai juga mengandung komponen minor seperti fitat, isoflavon senyawa pencegah kanker dan penyakit lainnya, asam lemak esensial (asam linoleat dan asam linolenat) dan asam lemak lainnya (asam oleat,asam palmitat dan asam stearat). Kandungan asam amino pada kedelai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan asam amino pada kedelai Asam amino
Kandungan (mg/100 g kedelai)
Isoleusin
1889
Leusin
3232
Lisin
2653
Metionin
525
Sistein
552
Fenilalanin
2055
Tirosin
1303
Treonin
1603
Triptofan
532
Valin
1995
Arginin
3006
Histidin
1051
Alanin
1769
Asam aspartat
4861
Asam glutamate
7774
Glisin
1736
Prolin
2281
Serin
2128
Sumber: Considine and Considine,1982
8
Kandungan asam amino esensial (leusin,lisin dan isoleusin) pada kedelai cukup tinggi, sedangkan kandungan asam amino sulfur seperti metionin dan sistein pada kedelai tergolong rendah. Metionin mempunyai kandungan asam amino yang paling rendah pada kedelai diikuti dengan sistein dan triptofan (Liu, 1997).
2.1.2 Tahu Tahu telah populer sejak 2000 tahun yang lalu selama Dinasti Han Barat, kemudian diperkenalkan ke negara lain seperti Korea dan Jepang. Kemudian kedua negara tersebut mengembang jenis tahu mereka sendiri yaitu tahu Korea dan tahu Jepang (winarno,2002). Tahu adalah hasil koagulasi dari susu kedelai yang dilanjutkan dengan proses pengepresan. Hasilnya menyerupai keju lunak berwarna putih. Produk olahan nabati ini mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Menurut Winarno (2002) dalam setiap 100g tahu terdapat 89-90% air, protein 5-8%, lemak 3-4%, karbohidrat 2-4 %. Metode pembuatan tahu diperkirakan telah tercipta oleh Liu An dari Dinasti Han di Cina sekitar 164SM. Baru 500 tahu kemudian, metode tersebut disebarkan ke Jepang dan negara-negara lainnya (Liu,1997). Berbagai jenis tahu dan tipe tahu dibuat berdasarkan dua tahapan yaitu pertama pembuatan susu kedelai dan yang kedua susu kedelai diendapakan dan dipres sehingga terbentuklah tahu. Perlakuan lebih lanjut terhadap gumpalan tahu tersebut dapat beraneka ragam yang kemudian menghasilkan berbagai jenis tahu yang kini telah banyak beredar dipasarkan (Winarno,2002).
2.1.3
Whey (limbah cair tahu) Pada proses pembuatan tahu akan dihasilkan limbah berupa limbah padat
dan limbah cair. Limbah padat adalah ampas tahu yang merupakan sisa penyaringan tahu waktu penggilingan kedelai. Limbah cair tahu atau whey tahu adalah air buangan sisa pengendapan atau penggumpalan tahu waktu pembuatannya (Enie et al.,1993).
9
Menurut Enie et al. (1993), ekstraksi protein kedelai dengan air panas pada tahap pembuatan susu kedelai menyebabkan 79-82% (bb) kandungan protein kedelai terekstrak. Protein yang terekstrak pada susu kedelai tidak semuanya dapat menggumpal, sisa protein yang tidak menggumpal dan zat yang tidak larut dalam air akan terdapat dalam whey tahu yang dihasilkan, termasuk lesitin dan oligosakarida. Linaya dan Sangkanparan (1982) mengemukakan bahwa whey tahu dapat digunakan sebagai konsentrat karena mengandung padatan total 1% (bb), protein 0,22% (bb), karbohidrat 0,1 % (bb) , lemak 0,02 % (bb) dan abu 0,2% (bb). Menurut Winarno (2002) dari 0,45 Kg kedelai dapat menghasilkan 3,6 Kg tahu dan limbah cair dari tahu (whey) sebanyak 3,78 liter. Menurut BPS (2001) jumlah anggota produsen tahu
di Indonesia sebanyak 10094, setiap
anggota membutuhkan kedelai 5000 ton pertahunnya, sehingga dapat diperkirakan jumlah limbah cair tahu yang disebut juga whey dalam setiap tahunnya dapat menghasilkan 40.000 m3 whey. Jika whey tahu tidak dimanfaatkan akan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena membusuknya senyawa-senyawa organik tersebut, sedangkan pemanfaatannya masih sangat terbatas. Apabila ke dalam whey ditambahkan Acetobacter Xylinium akan terbentuk nata yang merupakan bahan baku untuk pembuatan semikonduktor.
2.2. IODIN (I) Iodin adalah salah satu unsur yang terdapat di dalam golongan VIIA, mempunyai nomor atom 53 yang di dalam sistem periodik disebut sebagai unsur halogen. Halogen adalah unsur non logam yang paling reaktif, berbau, berwarna, beracun, serta tidak terdapat bebas di alam. Dalam keadaan bebas unsur halogen terdapat sebagai molekul diatomik. Sifat iodine yang lain dapat dilihat pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Sifat – sifat Iodin Nomor atom Massa atom Titik lelehOC Massa jenis 25OC(gr cm-3) Warna Konfigurasi electron Keelektonegatifan Jari-jari ion (Angstrom) Jari-jari atom (Angstrom) Kalor lebur (Kj mol-1)
53 126,90447 113,5 4,93 Ungu- hitam [Kr]4d105s25p5 2,66 2,20 1,33 15,78
Sumber: Brady, 1994 Iodin digunakan sebagai doping dalam penentuan type semikonduktor. Adapun sifat yang mempengaruhinya antara lain nomor
atom
untuk
menentukan elektron valensi atau elektron terluar dari suatu atom, titik didih diperlukan untuk proses difusi pada selulosa mikrobial, sedangkan jari-jari ion diperlukan untuk melihat kemungkinan substitusi unsur didalam struktur kristal. Selain iodin dapat juga digunakan unsur lain dalam pendopingan, seperti unsur Natrium, Kalium. Kedua unsur ini terletak dalam golongan IA dalam tabel sistem periodik. Jika selulosa mikrobial didoping dengan unsur dari golongan IA maka akan menghasilkan semikonduktor type - n, hal ini disebabkan unsur pada golongan IA akan melepaskan satu elektron atau kelebihan satu elektron. Jika Selulosa mikrobial didoping dengan menggunakan unsur golongan VIIA, seperti unsur Iodin, Flour, Brom. Pada unsur golongan VIIA akan terjadi kekurangan satu elektron maka semikonduktor yang dihasilkan adalah semikonduktor type-p.
2.3 Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial adalah jenis selulosa yang dihasilkan oleh bakteri seperti Acetobacter Xylinum. Selulosa merupakan polimer linier glukosa yang terikat dalam ikatan ß-1,4 glikosida. Selulosa ini bebas lignin, bobot molekulnya tinggi, sifat kristalinnya tinggi, derajat polimerisasi tinggi, mempunyai kekuatan tarik dan ketahanan tinggi, serta sangat hidrofilik (Brown, 1989).
11
Gambar 1. Struktur Molekul Selulosa (water structur and behavior / cellulose / home -http: // www.isbu.ac.uk / water / search)(11/04/05)
Bakteri Acetobacter Xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat menghasilkan serat-serat selulosa sehingga membentuk suatu jaringan yang tipis diantara udara dan air/ cairan yang disebut pelikel. Ketebalan pelikel yang terbentuk tergantung pada masa pertumbuhan mikroba. Pelikel yang berada pada permukaan udara terdiri dari pita-pita yang mengandung kristalin yang tinggi yang mempunyai lebar 40 – 100 nm, pita tersebut tersusun atas bagian mikrofibril melalui ikatan hidrogen. Pembentukan pelikel dapat diperjelaskan dari gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2. Struktur Pelikel Selulosa (Brown, 1989)
12
Menurut Meshitsuka dan Isogai (1996), bahan yang mengandung selulosa biasanya berbentuk struktur kristalin, sehingga air tidak dapat masuk ke dalam daerah aktif kristalin pada suhu kamar. Selulosa mikrobial mengandung dua struktur kristalin yaitu selulosa 1α dan selulosa 1β . Selulosa 1 α adalah satu unit sel triklinat mengandung satu rantai selulosa yang mengandung selulosa 60%, sedangkan selulosa 1β adalah satu unit sel monoklinat mengandung dua rantai selulosa. Pertumbuhan selulosa mikrobial terjadi karena terbentuknya serat yang terus terjadi dari sel bakteri sehingga terbentuk jaringan serat yang sangat rapat dan tebal. Serat yang bercabang-cabang dan tersusun rapat ini menyebabkan selulosa mikrobial mempunyai sifat yang kenyal, alot dan tahan terhadap gaya untuk merentangkan (Sidirjo,1996). Selulosa mikrobial dapat dibuat menjadi lembaran dengan mengeringkan di udara di atas tempat yang rata dengan luas tertentu. Mengeringkan selulosa sampai kadar air kurang dari 1 % membutuhkan biaya yang besar, tetapi gugus OH dalam air lebih reaktif daripada gugus OH yang terdapat pada komponen lignoselulosa, sehingga hidrolisis berlangsung lebih cepat daripada substitusi. Suhu (<150OC) yang dibutuhkan untuk reaksi sempurna harus cukup rendah sehingga tidak terjadi degradasi serat (Rowel,1996).
2.4 Semikonduktor Suatu material dapat mempunyai tiga sifat kelistrikan yaitu konduktor, semikonduktor dan isolator. Bahan isolator tidak dapat mengalirkan arus listrik sama sekali karena elektron valensinya tidak bebas bergerak di dalam material. Keadaan ini disebabkan tingkat energi valensi dan tingkat energi konduksinya berbeda jauh sehingga elektron untuk pindah memerlukan energi yang sangat tinggi. Konduktor merupakan penghantar listrik yang baik karena tingkat energi velensi dan tingkat energi konduksinya saling bertumpang tindih sehingga untuk pindah tempat elektron hanya memerlukan energi yang sangat rendah. Semikonduktor merupakan sifat kelistrikan suatu material diantara isolator dan konduktor dan mempunyai pita energi larangan sebesar kira-kira 2,5eV (elektron
13
volt). Hambatan listrik suatu material merupakan suatu ukuran bagaimana sulitnya elektron mengalir. Semikonduktor mempunyai hambatan listrik antara 10-4<ρ< 108Ohm m (Runyan,1975). Tabel 4. Spektrum Resistivitas (hambatan listrik) dalam ohm meter (Ω m ) 10-8 10-6
Ag, Cu, Au Fe,Al, Kawat Nichrom
Konduktor
10-4 10-2
Se, Ge
1 102
Semikonduktor
104
Si,
106
CuO
108
Marmer
1010
Gelas
1012
Ebonit
1014
Keramik
1016
Gelas Silikon
Isolator
Sumber: Rio., et al 1999 Dalam teori pita menjelaskan perbedaan sifat kelistrikan suatu material. Elektron menduduki tingkat energi dari tingkat energi yang paling rendah sampai tingkat energi yang paling tinggi. Beberapa tingkat energi ”terlarang” ditempati oleh elektron. Tingkat energi yang diijinkan cenderung membentuk suatu pita. Tingkatan yang paling tinggi terisi pada T= 0K dikenal sebagai pita valensi. Elektron di dalam pita valensi tidak berpartisipasi pada
proses
konduktivitas. Lebih dulu tingkatan kosong di atas pita valensi dikenal sebagai pita konduksi. Pada konduktor tidak terdapat sela energi (daerah terlarang untuk
14
elektron) karena pita valensi dan pita konduksi saling tumpang tindih sehingga membiarkan elektron bebas untuk mengambil bagian proses konduktivitas. Isolator mempunyai suatu sela energi yang jauh lebih besar dari energi termal elektron, sedang material semikonduktor mempunyai sela energi sekitar 2,5 eV. Pada gambar 3 di bawah menunjukkan perbedaan antara logam, semikonduktor dan
isolator
dalam kaitan
dengan
pemisahan
pita
energi (Jacobs and
Kilduff. 1997).
Konduktor
Pita Konduksi
Pita Valensi
Semikonduktor
Pita Konduksi Eg (energi gap/pita larangan) Pita Valensi
Isolator
Pita Konduksi Eg (energi gap/pita larangan) Pita Valensi
Gambar 3 Teori Pita Energi dalam beberapa material (Jacobs and Kilduff, 1997) Unsur semikonduktor murni terdiri dari atom yang sejenis seperti Germanium (Ge) dan Silikon (Si). Atom ini terikat bersama-sama oleh ikatan kovalen, sedemikian sehingga masing-masing atom berbagi suatu elektron dengan tetangga terdekat dan membentuk ikatan yang kuat. Semikonduktor campuran dibuat dari dua atau lebih unsur-unsur. Contoh umum adalah Galium
15
Arsenide (GaAs) atau Indium Phosphide (InP). Semikonduktor campuran ini terletak pada golongan III dan V dalam sistem periodik unsur kimia. Di dalam semikonduktor campuran, perbedaan di dalam elektro-negatif merupakan suatu kombinasi ikatan kovalen dan ikatan ionik. Ternary Semikonduktor dibentuk oleh penambahan suatu unsur dengan kwantitas kecil (1/3) kepada campuran, sebagai contoh AlxGa1-XAs. Tulisan di bawah garis x mengacu pada isi campuran logam material, proporsi material yang
ditambahkan dan proporsi
yang digantikan dengan material campuran logam. Penambahan mencampur logam ke semikonduktor dapat diperluas meliputi quaternary material seperti GaxIn(1-X)AsyP(1-Y) atau GaInNAs dan bahkan quinternary material seperti GaInNAsSb. Tulisan di bawah garis menandakan unsur-unsur proporsi pembuat campuran. Campuran logam semikonduktor dengan cara ini mengijinkan kisikisi dan sela energi mengatur jarak kristal untuk dipilih sesuai penggunaan (Jacobs and Kilduff, 1997). Contoh semikonduktor : •
Aluminium Gallium Arsenide (AlxGa1-xAs)
•
Diamod
•
Gallium Arsenide
•
Gallium Indium Arsenide Phosphide (Ga1-xInxAs1-yPy)
•
Gallium Nitride
•
Germanium
•
Silikon
•
Silikon Germanide (Jacobs and Kilduff, 1997).
16
Tabel 5. Sifat Bahan Pada Susunan Berkala Golongan I II
Logam
III IV V
Metaloid
VI VII
Non Logam
VIII
Sumber: Brady,1995 Sumber: Brady, 1994 Semikonduktor intrinsik merupakan material semi penghantar sangat murni.
Struktur
material
Semikonduktor
Semikonduktor campuran dapat berupa
ini
tidak
berisi
atom
lain.
semikonduktor intrinsik. Pada suhu
kamar, energi yang berkenaan dengan energi termal atom mengijinkan sejumlah kecil elektron untuk mengambil bagian dalam proses. Tidak seperti konduktor yang
hambatan listrik akan naik karena temperatur naik, pada material
semikonduktor hambatan akan turun bila temperatur naik. Pada semikonduktor ketika temperatur naik energi yang berhubungan dengan energi termal elektron akan meningkat dan membiarkan lebih banyak elektron untuk melanggar pita larangan didalam pita konduktor. Ketika suatu elektron memperoleh energi cukup untuk lepas akan meninggalkan suatu lowongan di belakang yang mungkin diisi oleh elektron lain. Lowongan ini sebagai pengangkut muatan positif kedua dan dikenal sebagai suatu lubang/hole. Ketika elektron mengalir sepanjang semikonduktor, membuat suatu lubang arus dengan arah kebalikan. Jika ada n elektron bebas di (dalam) suatu semikonduktor intrinsik, maka harus ada pula n lubang. Lubang dan elektron yang diciptakan dengan cara ini dikenal
17
sebagai pembawa muatan intrinsik. Konsentrasi pembawa atau rapatan muatan menggambarkan banyaknya pembawa muatan setiap unit volume. Hubungan ini dapat dinyatakan seperti n = p dengan n adalah banyaknya elektron dan p banyaknya lubang setiap unit volume t. Variasi di dalam pita larangan antara material semikonduktor
berbeda berarti kadar pembawa intrinsik pada
temperatur juga berbeda (Jacobs and.Kilduff, 1997).
Intrinsic
p-type
n-type
Gambar 4 Jenis dan tipe semikonduktor (Jacobs and.Kilduff, 1997) Suatu semikonduktor ekstrinsik dapat dibentuk dari suatu semikonduktor intrinsik oleh ketidakmurnian atom yang ditambahkan kepada kristal dalam suatu proses pembuatan. Untuk mengambil contoh yang paling sederhana, adalah Silisium. Silisium termasuk dalam golongan IV dalam daftar sistem periodik kimia dan mempunyai elektron konduksi. Di dalam kristal masingmasing atom berbagi suatu elektron dengan suatu atom tetangga. Di dalam suatu semikonduktor intrinsik, unsur Boron, Aluminium
dan Galium
semua
mempunyai tiga elektron di dalam pita konduksi. Ketika suatu proporsi kecil dari atom ini, (kurang dari 1 dalam 106), disatukan ke dalam kristal dopant atom mempunyai suatu jumlah tidak cukup ikatan untuk berbagi ikatan dengan seluruh atom Silisium. Salah satu dari atom Silisium mempunyai suatu lowongan untuk suatu elektron. Hal ini akan menciptakan suatu lubang yang berperan dalam suatu proses. Dopant itu menciptakan lubang dikenal sebagai akseptor. Semikonduktor ekstrinsik jenis ini dikenal sebagai p-type menciptakan pengangkut muatan positif. Unsur-Unsur yang berada digolongan V dari sistem
18
periodik unsur kimia seperti P, Sb mempunyai suatu elektron ekstra di dalam pita konduksi. Ketika ditambahkan sebagai dopant ke Silisium intrinsik, dopant atom memberi suatu elektron tambahan kepada kristal tersebut. Dopant itu menambahkan elektron kepada kristal dikenal sebagai penderma dan semikonduktor material disebut n-type (Jacobs and Kilduff, 1997). Pembuatan semikonduktor campuran sedikit agak rumit. Efek dopant atom tergantung lokasi yang diduduki oleh atom pada kisi-kisi. Di dalam golongan III dan golongan V semikonduktor, atom dari golongan III bertindak sebagai suatu akseptor ketika menduduki lokasi suatu golongan IV, sedang atom di dalam golongan V bertindak sebagai penderma ketika mereka menggantikan atom dari golongan IV. Ketidakmurnian ini dikenal sebagai ketidakmurnian ion atom. Di dalam penyajian pita energi, penderma dan akseptor membentuk tingkatan di dalam daerah energi larangan.
Pita Konduksi Ed Tingkat Donor Ea Tingkat Aseptor Pita Valensi Gambar 5 Teori pita energi semikonduktor ekstrinsik (Jacobs and.Kilduff, 1997) Tingkat ketidakmurnian ini dikenal sebagai ketidak murnian dalam zat cair. Donor merupakan suatu elektron yang mengorbit di suatu lokasi kisi-kisi, sedang akseptor merupakan suatu orbit lubang di sekitar suatu lokasi kisi-kisi dengan muatan positif. Energi yang diperlukan ke ionisasi pengangkut ini sangat sedikit dibanding energi ikat atom hidrogen karena massa efektif lebih kecil dan radius pengangkut mengorbit lebih besar dari atom hidrogen. Energi gap, Eg,
19
pada semikonduktor ekstrinsik tergantung pada banyaknya atom dopan dan permitivitas material intrinsik yang dapat dirumuskan sebagai berikut: me e 4 Eg = 2 2 2 2ε h n (4πε 0 ) Eg
= energi gap / celah energi / energi larangan (joule)
me
= massa elektron ( 9,11x10-31 kg)
e
= muatan elektron ( 1,6x 10-19 C)
ε
= permitivitas listrik medium (C/V-m)
ħ
= konstanta Planck ( 6,63x10-34 J-detik)
n
= banyaknya atom dopant
εo
= permitivitas listrik di ruang hampa (8,854x10-12 C/V-m) Energi donor,Ed, merupakan pengurangan energi gap dari semikonduktor
intrinsik akibat adanya atom dopan k bT ≈ E d
k bT ≈
1 eV 40
T
= Temperatur kamar (K)
kb
= konstanta Boltzman (1,38x10-23 J K-1 ) Suatu perkiraan kasar untuk temperatur ionisasi berada pada temperatur -
kamar. Pada awalnya ketika temperatur rendah, eksitasi dari penderma dan akseptor merupakan satu-satunya sumber pengangkut yang mencakup daya konduksi yang disebabkan oleh keadaan luar. Didalam kondisi ini pembuatan semikonduktor menentukan apakah semikonduktor merupakan n-type atau ptype.
2.4 Kegunaan Semikonduktor 2.4.1 Dioda Penggunaan semikonduktor adalah untuk instrument atau komponen elektronik misalnya untuk dioda, transistor dan lain-lainnya. Dioda termasuk
20
komponen elektronika yang terbuat dari dua bahan semikonduktor yang berbeda type yaitu type-p dan type-n disebut juga dengan P-N junction, mempunyai fungsi yang unik yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Anoda
Katoda
Depletion layer
++ ++P ++ ++
-N ----
Gambar 6 Simbol dan struktur dioda (PN junction) (Rio., et al 1999) Dari Gambar 6 menunjukkan sambungan PN dengan sedikit porsi kecil yang disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat kesetimbangan hole dan elektron. Pada posisi P banyak terbentuk hole- hole siap menerima elektron, sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron –elektron yang siap untuk bebas. Lalu jika diberi bias positif, yaitu dengan memberi tegangan potensial yang lebih besar dari sisi N, maka elektron dari sisi N dengan serta merta akan bergerak untuk mengisi hole disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena ditinggal elektron, ini disebut aliran hole dari P menuju N, jika menggunakan terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran arus listrik dari sisi P ke sisi N, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 7. ++ ++P ++ ++
+
--N ----
-
Gambar 7 Dioda dengan bias maju
21
Jika polaritas tegangan dibalik yaitu dengan memberikan bias negatif (reverse bias), sisi N mendapat polaritas tegangan lebih besar dari
sisi P.
Akibatnya tidak akan terjadi perpindahan elektron atau aliran hole dari P ke N maupun sebaliknya. Baik hole maupun elektron masing-masing tertarik ke arah kutub yang berlawanan, bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar dan menghalangi terjadinya arus. Dengan tegangan bias maju yang kecil dioda sudah menjadi konduktor. Tidak diatas 0 volt tetapi memang tegangan beberapa volt diatas nol baru bisa terjadi konduksi. Silikon mempunyai tegangan konduksi diatas 0,7 volt yaitu kira-kira 0,2 volt batas minimum untuk dioda yang terbuat dari bahan Germanium. Untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus, namun memang ada batasnya sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt baru terjadi breakdown, dimana dioda tidak dapat lagi menahan aliran elektron yang terbentuk di lapisan deplesi.
2.4.2. LED (Light Emiting Dioda) LED (Light Emiting Dioda) merupakan komponen yang dapat mengeluarkan emisi cahaya. LED merupakan produk temuan lain selain dioda. Strukturnya juga sama dengan dioda tetapi elektron yang menerjang sambungan P-N juga melepaskan energi berupa panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah germanium, arsenic dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula ( Rio.,et al 1999 ). Anoda
Katoda
Gambar 8 Simbol LED (Rio., et al 1999) Pada saat ini warna-warna cahaya LED yang banyak adalah warna merah, kuning dan hijau sedangan warna biru sangat langka. Pada dasarnya
22
semua warna dihasilkan, namun akan menjadi sangat mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain warna, yang juga perlu diperhatikan tegangan, arus maksimum dan daya disipasi. Rumah (chasing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi empat, bulat dan lonjong.
2.4.3 Transistor Transistor adalah alat semikonduktor yang digunakan sebagai penguat (amplifier), pemotong (switching on/off), stabilisasi tegangan, modulasi sinyal atau fungsi lainnya. Transistor dapat berfungsi semacam kran listrik, dimana berdasarkan arus input dan tegangan inputnya, memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sumber listriknya ( Rio., et al 1999). Transistor
merupakan dioda
dengan dua sambungan (junction).
Sambungan itu membentuk transistor PNP maupun NPN. Ujung-ujung terminalnya berturut-turut disebut emitor, base dan kolektor. Base selalu berada ditengah, diantara emitor dan kolektor. Transistor ini disebut transistor bipolar, karena struktur dan prinsip kerjanya tergantung dari perpindahan elektron di kutub negatif mengisi kekurangan elektron (hole) di kutub positif, bi =2 dan polar = kutub.William Schockley pada tahun 1951 yang pertama kali menemukan transistor bipolar.
C N
P
N
E
B
C
B E C B
P
N
P E
E
B
C
Gambar 9 Transistor NPN junction dan PNP junction ( Rio., et al 1999)
23
Dimana : P = Ion positif (proton) N = Ion negatif (elektron) B = Base C = Kolektor E = Emitor Transistor adalah komponen yang bekerja sebagai sakelar (switch on/off) dan juga sebagai penguat (amplifier). Transistor bipolar adalah inovasi yang menggantikan transistor tabung (vacum tube). Selain dimensi transistor bipolar relatif kecil, disipasi dayanya juga lebih kecil sehingga dapat bekerja pada suhu yang lebih dingin. Dalam beberapa aplikasi, transistor tabung masih digunakan terutama pada aplikasi audio, untuk mendapatkan kualitas suara yang baik. Namun konsumsi dayanya sangat besar terutama untuk dapat melepaskan elektron, teknik yang digunakan adalah pemanasan filamen seperti lampu pijar (Rio., et al 1999). Transistor bipolar memiliki dua junction yang dapat disamakan dengan penggabungan dua buah dioda. Emitor - base adalah satu junction dan basekolektor junction lainnya. Seperti pada dioda, arus akan mengalir jika diberi bias positif, yaitu jika tegangan pada material P lebih positif daripada material N (forward bias). Pada gambar 10 transistor NPN junction, junction base-emitor diberi bias positif sedangkan base-kolektor mendapat bias negatif (reverse bias).
24
+
B = base C = kolektor
-
C
E = emitor
B +
E
-
N E
P
N
B
C
IB ICBO
IE -
+
IC
-
+
IB
= Arus base
IC
= Arus kolektor
IE
= Arus emitor
ICBO = Arus base-kolektor VEB = tegangan pada emitor
VEB
VCB
VCB = tegangan pada kolektor
Gambar 10 Arus elektron transistor NPN (NPN junction) Base-emitor mendapat bias positif seperti dioda, elektron mengalir dari emitor menuju base. Kolektor pada rangkaian ini lebih positif sebab mendapat tegangan positif. Oleh sebab itu kolektor ini lebih positif menuju base seperti dioda. Lebar base tipis hanya sebagian elektron yang dapat bergabung dengan hole yang ada pada base. Sebagian besar akan menembus lapisan base menuju kolektor, dengan alasan ini mengapa jika dua dioda digabungkan tidak dapat menjadi sebuah transistor, yang disebabkan lebar base harus
sangat tipis
sehingga dapat diterjang oleh elektron. Jika tegangan base-emitor dibalik (reverse bias), maka tidak terjadi aliran elektron dari emitor menuju kolektor. Jika pelan-pelan keran base diberi bias maju (forward bias), elektron mengalir menuju kolektor dan besarnya sebanding dengan besar arus bias base yang diberikan. Jadi arus base mengatur banyaknya
25
elektron yang mengalir dari emitor menuju kolektor. Ini disebut efek penguat transistor sebab arus base yang kecil menghasilkan arus emitor-kolektor yang lebih besar (arus yang lebih kecil mengontrol aliran arus yang lebih besar). Base mengatur pemebukaan
dan penutupan
aliran arus emitor-kolektor (switch
on/off) (Rio., et al 1999). Pada transistor PNP, fenomena yang sama dapat dijelaskan dengan memberikan bias seperti yang ditunjukkan pada gambar 11. Dalam hal ini yang disebut perpindahan arus adalah arus hole.
B = base -
C = kolektor C
+
E
= emitor
B
E +
B E
P
N
P
C
IB = arus base IC = arus kolektor
IB
IC
IE = arus emitor VCB = tegangan pada kolektor
IE +
VEB
+
-
VEB = tegangan pada emitor
VCB
Gambar 11 Arus hole transistor PNP (PNP junction) (Rio., et al 1999)
26
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT
A. Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan nata de soya atau selulosa mikrobial adalah whey tahu yang diambil dari produsen tahu di daerah Kelapa Dua Cimanggis Depok. Adapun bahan lainnya adalah
urea, gula pasir,
KH2PO4, MgSO4, asam asetat glasial. Nata de soya atau selulosa mikrobial di inkubasi dengan bakteri Acetobacter xylinum dengan waktu fermentasi antara 5 ; 7 ; 10 dan 15 hari. Iodium (I2) yang ditambahkan sebagai material doping semikonduktor dengan konsentrasi 0,5 ; 0,75 ; 1,00 dan 1,25 % w/w.
B. Alat Alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah Neraca analitis (Sartorius), pemanas listrik (hot plate) , alat penghancur , batang pengaduk, mortal, oven, thermometer dan alat–alat instrumentasi Tensil Strength Tester (ASTM D 638- 00), SEM (Scanning Electron Microscope)(Jeol JSM-5310 LV), XRD (X-Ray Difractometer) (Phlips PW 3710), FTIR (Fourier Transform Infra Red Spectroscopy) (Shimadzu DTA-50),
adalah alat instrumentasi untuk
pengujian kekuatan tarik dan karakteristik selulosa mikrobial, sedangkan untuk pengujian konduktivitas dan tipe semikonduktor dengan alat Four Point Probe (Jandel 4410 j1 525378554) dan Hot Probe.
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari persiapan sampai penyusunan laporan akhir yaitu mulai bulan Januari 2005 sampai September 2005. Tempat penelitian dilakukan di beberapa laboratorium antara lain
di
Laboratorium Fisika FMIPA UI di Depok dan di Salemba serta laboratorium AKACN Kelapa dua Cimanggis Depok.
27
3.3 METODA PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Pertama fermentasi nata dari whey yang berdasarkan perbedaan lamanya fermentasi dengan parameter uji kekuatan tarik, sifat struktur molekul. Tahap kedua penambahan unsur Iodium dalam selulosa mikrobial dengan parameter pengujian sifat resistivitas listrik, type semikonduktor dan bentuk struktur selulosa mikrobial.
A. Pembuatan Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial dapat dibuat dari bahan baku air kelapa dan limbah cair produksi tahu (whey). Selulosa mikrobial dari air kelapa disebut nata de coco dan yang dari whey disebut nata de soya. Bentuk, warna dan tekstur tidak jauh berbeda. Selulosa mikrobial adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih, yang berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula. Untuk pembuatan selulosa mikrobial dapat dilihat pada lampiran 6.
B. Pemurnian Selulosa mikrobial Pemurnian selulosa mikrobial dilakukan berdasarkan US Patent 4742164 (Iguchi, et al) (1986). Nata de soya (selulosa mikrobial) diuji berdasarkan lamanya fermentasi 5 ; 7 ; 10 dan 15 hari dengan ketebalan 5mm. Produk dicuci dengan air beberapa kali, lalu dipres dengan pres hidraulik, dikeringkan dalam oven pada temperatur 100OC selama 2 jam. Pengujian sifat karakteristik produk dilakukan dengan alat Tensile Strength Tester metode ASTM D638-00 (American Society for Testing and Material), FTIR ,XRD Phlips PW 3710 dan SEM.
C. Doping Dengan Iodium (I2) Doping adalah memberikan atau penyusupan suatu unsur terhadap material murni, sehingga material tersebut mengalami ketidakmurnian. Doping dilakukan dengan menggunakan difusi sentering (Jacobs and Kilduff,1997), yaitu pemanasan suatu bahan campuran yang mula-mulanya mempunyai partikel
28
kecil kemudian menjadi partikel yang besar sehingga mempunyai ikatan yang kuat. Selulosa mikrobial (nata de soya) yang telah murni dengan ukuran partikel 50 mesh dilarutkan dalam larutan iodium dengan konsentrasi 0,5%w/w; 0,75%w/w ; 1,00%w/w dan 1,25%w/w. Larutan diaduk selama 2 jam menggunakan magnetik Stirer, lalu dicetak diatas stainless steel dengan ketebalan 0,5 mm, setelah itu dikeringkan dalam oven pada temperatur 100OC selama 5 jam .
3.4. Metode Pengujian dan Analisa A. Pengujian Kekuatan Tarik Pengukuran kekuatan tarik dilakukan untuk mengetahui harga elastisitas dari suatu bahan semikonduktor yang dibuat. Pengujian kekuatan tarik dilakukan di Balai Besar Kemasan dan Kimia (BBKK) yang terletak di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Metode pengujian yang dilakukan menggunakan metode ASTM (American Society for Testing and Material) D 638-00. Sampel dibentuk dengan menggunakan ukuran standar yaitu panjang 20 cm , lebar 1,5 cm. Alat yang dipergunakan yaitu tensile strength tester, dengan cara sampel ditarik hingga putus. Modulus (%) =
Fx A
Tegangan putus =
F A
Perpanjangan. putus =
Dimana
L1 − Lo x100% Lo
Fx = beban yang diperlukan untuk menarik cuplikan sejauh x (Kgf) F = beban yang diperlukan untuk menarik sehingga cuplikan putus (Kgf) A = luas penampang kerja (m2) Lo = panjang cuplikan awal (m) L1 = panjang cuplikan saat putus (m)
29
B. Pengujian Resistivitas Listrik Selulosa Mikrobial Resistivitas listrik suatu material dapat dianalisis dengan menggunakan metode Van Der Pouw yaitu mengukur besar arus listrik yang mengalir dalam suatu material dengan cara memberikan harga beda potensial berbeda-beda. Dengan menggunakan hukum Ohm akan didapatkan nilai hambatan listrik material yang nilainya tergantung pada geometri dan resistivitas listrik material (Runyan,1975). Rangkaian Four Point Probe (metode Van Der Pouw) ditunjukkan seperti pada gambar 12.
V = iR = iρ
l A
Dimana : V = beda potensial (volt) i = arus listrik (amper)
ρ = resistivitas listrik (ohm-m) l = panjang (m) A = luas penampang kerja (m2)
Dari nilai resistivitas listrik ini dapat dihitung nilai koefisien konduktivitas listrik material karena nilai resistivitas listrik ,ρ, berbanding terbalik dengan nilai koefisien konduktivitas listrik (σ).
30
A V
Material Gambar 12. Rangkaian Four Point Probe metode Van Der Pouw (Runyan,1975) Jajaran empat probe berjarak masing masing S dipasang diatas semikonduktor. Sumber tegangan dipasang pada dua probe terluar untuk menghasilkan arus I dan voltmeter dihubungkan pada dua probe yang ditengah untuk mengukur tegangan jatuh V. ρ = 2π S . V/I
S = 0.5 mm atau 1mm
Dimana : V = beda potensial (volt) I = arus listrik (amper) S = jarak antara dua jarum (probe) (meter) ρ = resistivitas listrik Ohm meter (Ω-m) Keuntungan dari penentuan resistivitas listrik dengan metode ini adalah (1) mudah dan cepat (2) tidak memperhatikan geometri sample (3) tidak memerlukan kontak yang permanen. Untuk menentukan type n atau type p dari suatu semikonduktor dapat digunakan metode dua probe panas dan dingin yang disebut hot probe (gambar 13). Jika terjadi arus listrik, jarum galvanometer akan bergerak ke arah positif atau negatif. Di tempat kontak antara probe panas dan sampel akan terjadi peningkatan jumlah pembawa muatan, elektron untuk tipe n dan hole untuk type p. Pembawa muatan akan bergerak kearah probe dingin yang dihubungkan ke salah satu kutub galvanometer, sedangkan kutub yang lain dihubungkan ke probe panas. Jika terjadi polarisasi yang sesuai, jarum akan
31
bergerak ke arah kutub positif galvanometer (ke kanan). Tempat kontak antara probe panas dan sampel probe panas menjadi positif jika sampel adalah type n, dan menjadi negatif jika sampel adalah type p. +
µA
B
A
type p Gambar 13. Two Point Probe, A = Jarum Probe panas, B = Jarum Probe dingin (Runyan,1975)
C. Karakteristik Struktur Selulosa Mikrobial 1. Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectroscopy Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectroscopy merupakan suatu alat analisis struktur material yang menggunakan sifat absorbsi energi berdasarkan energi rotasi dan vibrasi atom dari molekul. Kedua energi tersebut equivalent dengan energi elektromagnet pada daerah infra merah (IR).
hv =
hv =
1 2 Iω1 2 1 2 2 Ao ω 2 2
untuk gerak rotasi atom
untuk gerak vibrasi atom
Dimana : ħ = konstanta Planck (6,63x10-34 J - detik)
ν = frekuensi gelombang elektromagnet (hertz) I = momen inertia molekul (kg-m2)
32
ω1 = kecepatan sudut putar (rad/detik) ω2 = frekuensi sudut getar (hertz) Ao = amplitudo getar (meter) Peralatan FTIR menggunakan sifat interferensi dari dua gelombang yang koheren (gelombang yang melalui cuplikan dan gelombang yang tidak melalui cuplikan) dan dari hasil interferensi tersebut dapat diketahui ikatan karbon yang terjadi pada cuplikan dengan cara mengukur panjang gelombang absorbsi atau transmisi dari gelombang IR (Infra Red) yang dipergunakan. Disini dapat dipergunakan cuplikan dalam bentuk cairan, membran atau dalam bentuk bubuk yang dipadatkan ditambah dengan KBr.
2. X-Ray Difraktometer (XRD) X – Ray Difraktometer (XRD) merupakan suatu alat analisis material yang menggunakan teori difraksi dengan menggunakan sinar X.
Sinar-X
mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek (1 x 10-2 nm < λ < 10 nm) dan lebih pendek dari jarak antar atom yang menyusun material sehingga gelombang ini dapat menembus material atau terjadi pelenturan gelombang. Panjang gelombang yang dipergunakan tergantung pada target material yang berada dalam tabung sinar- X yang ditunjukkan seperti gambar 14. Didalam analisis material disini dipergunakan hukum Bragg yaitu : 2 d sin θ = m λ Dimana : d = jarak antara bidang kisi (m) θ = sudut difraksi (derajat) m = orde (biasanya dipergunakan 1) λ = panjang gelombang sinar- X (n m)
33
Gambar 14. Difraksi Sinar-X pada material (Cullity and Stock, 2001) Peralatan XRD dipergunakan untuk menganalisis struktur material baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sampel disini dapat langsung dalam bentuk membran atau dalam bentuk bubuk yang dipadatkan. Di dalam penelitian ini penggunaan XRD dilakukan pada suatu cuplikan untuk mengetahui struktur selulosa mikrobial tersebut apakah merupakan polimer kristalin atau non kristalin, disamping itu juga untuk mengetahui perubahan struktur yang terjadi pada selulosa mikrobial setelah mengalami perubahan susunan atom.
3. Scanning Electron Microscope ( SEM ) Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan suatu alat pembesar untuk melihat benda yang sangat kecil. Alat ini menggunakan sifat difraksi elektron terhadap suatu material dan hanya untuk melihat bentuk permukaan suatu material. Perbesaran disini tergantung pada energi elektron yang dipergunakan. Sifat dualisme partikel disini dipergunakan untuk merubah energi elektron dengan energi gelombang elektromagnet, yang dapat dipergunakan rumus sebagai berikut: hv =
2 1 mv 2
Dimana : h = konstanta Planck ( 6,63x10-34 J/det)
ν = frekuensi gelombang elektromagnet (hertz) m = massa elektron (9,11x10-31 Kg) v = kecepatan gerak elektron (m/detik)
34
3.5 Rancangan Percobaan Penentuan karakteristik membrane selulosa sebagai semikonduktor dilakukan melalui rancangan percobaan acak lengkap satu faktor, yaitu lamanya fermentasi. Lamanya fermentasi terdiri dari 4 taraf yaitu 5 ; 7 ; 10 dan 15 hari. Dari hasil tersebut diambil hasil fermentasi yang terbaik, yang nantinya akan dipergunakan untuk didoping dengan Iodium, sedangkan untuk konsenterasi larutan Iodium terdiri dari 4 taraf yaitu 0,5 ; 0,75 ; 1,0 dan 1,25 % w/w. Rancangan percobaan selulosa mikrobial sebelum dan sesudah doping mempunyai model rancangan percobaan yang sama. Model umum untuk rancangan tersebut sebagai berikut (Mattjik., et al ,2002). Yij = µ + τi + ∈(ij) Dimana : i = 1,2,3,4 dan j = 1,2 Yij
= Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i , dan ulangan ke-j
µ
= Rata – rata umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
∈(ij) = Galat, pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pengamatan yang dilakukan meliputi kuat tarik dan resistivitas listrik. Untuk melihat perbedaan pengaruh antara perlakuan yang satu dengan yang lainnya digunakan taraf (α= 5%)
dan apabila hasil uji berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan Uji Duncan dengan taraf α = 5 %.
35
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN BAHAN BAKU 1. Pemurnian Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial (nata de soya) yang dihasilkan dari fermentasi 5 ; 7 ; 10 dan 15 hari mempunyai sifat kekenyalan dan ketebalan tertentu. Rata-rata nata yang dihasilkan mempunyai ketebalan 0,5 – 1,0 cm, berwarna putih kekuningan, lalu dimurnikan dengan cara dicuci berulang-ulang dengan air, sehingga warnanya berubah menjadi putih (Gambar 15). Menurut (Meshitsuka dan Isogai) (1996) pemurnian bahan selulosa dilakukan untuk mendapatkan kandungan selulosa 1α yang tinggi. Selulosa 1 α adalah satu unit sel triklinat satu rantai yang mengandung selulosa 60 %. Selulosa mikrobial murni diperlukan agar tidak mempengaruhi hasil tipe semikonduktor pada waktu proses doping..
Gambar 15. Selulosa mikrobial sebelum dikeringkan Nata yang dihasilkan kemudian dipress dengan press hidraulik dengan gaya 3 Kilo Newton, sehingga ketebalan nata menjadi
sekitar 1-5 mm.
Setelah dipress nata diletakkan diatas kaca, dipanaskan dalam oven pada temperatur 100OC sehingga diperoleh ketebalan nata sekitar 0,1 - 0,3 mm. Nata kemudian berbentuk lembaran tipis berupa nata kering (gambar 16).
36
Gambar 16. Selulosa Mikrobial setelah dikeringkan
2. Analisa Kuat Tarik (Sebelum didoping) Nata yang diperoleh mempunyai ketebalan sekitar
0,1 – 0,3 mm.
Pengujian analisis kuat tarik dilakukan di Balai Besar Kertas dan Kemasan (BBKK), Pasar Rebo Jakarta Timur, menggunakan metode ASTM (American Society for Testing and Material) D- 638-00. Gambar 17 menunjukkan kuat tarik selulosa mikrobial dari berbagai lama waktu fermentasi. Indentifikasi kuat tarik merupakan faktor yang penting dari suatu bahan, karena dapat menentukan berapa gaya yang dibutuhkan untuk menarik suatu bahan dan seberapa panjang bahan tersebut memanjang (elongasi) sebelum putus. Suatu bahan dengan elongasi rendah, kuat tarik tinggi maka cendrung bersifat mudah patah (rapuh). Dari gambar 17, terlihat bahwa kuat tarik selulosa mikrobial makin lama fermentasi nilai kuat tarik bertambah dan
maksimum terjadi pada waktu
fermentasi 10 hari, kemudian nilai kuat tarik mengalami penurunan kembali. Hal ini disebabkan pada waktu fermentasi 5 hari merupakan fase adaptasi. Menurut (Gumbira Said,1987) selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu perubahan jumlah sel. Pada fermentasi 7 hari merupakan fase pertumbuhan
dan fermentasi 10 hari merupakan fase pertumbuhan yang
seimbang dan mantap dan laju pertumbuhan spesifik µ konstan. Sedangkan pada fermentasi 15 hari pertumbuhan pelikel agak lambat,hal ini dimungkin jumlah nutrisi yang tersedia bagi bakteri berkurang dan ada kemungkinan terjadi
37
kontaminasi atau nutrien pengotor pada waktu pembentukan nata, sehingga pertumbuhan dari mikroba tidak dapat berkembang dengan baik. Menurut Kamide et al. (1989) Acetobacter xylinium memiliki kurva pertumbuhan menyerupai kurva pertumbuhan bakteri pada umumnya yaitu terdiri dari 4 fase ; fase awal, fase logaritma, fase stasioner dan fase kematian (gambar 18). Pembentukan selulosa mulai terjadi pada awal fase stasioner. Sedangkan menurut Yamanaka et al., (1989), pelikel yang dihasilkan oleh A. Aceti pada media ekstrak ragi (yeast extract) akan semakin tebal dengan semakin lama fermentasi. Walaupun ketebalan
pelikel terus bertambah namun
kandungan selulosa hanya meningkat sampai
hari ke 10 dan setelah itu
kandungan selulosa tidak berubah. Menurut (Alaban, 1962) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pada pembuatan selulosa mikrobial. Faktor- faktor tersebut antara lain sumber gula, suhu fermentasi, tingkat keasaman media, lama fermentasi yang dilakukan Hasil analisis statistika terhadap nilai kuat tarik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata akibat lamanya waktu fermentasi.(lampiran 5).
500 400 Kuat tarik 300 (kgf/cm2) 200 100 0
15
7 2
10 3
154
Lama fermentasi (hari)
Gambar 17 Diagram kuat tarik selulosa mikrobial hasil fermentasi selama 5, 7, 10 dan 15 hari
38
2.7
e
2.65
g
d
2.6 lo g m a s s a s e l
f h
2.55 2.5
c
2.45 2.4 2.35 b
2.3 2.25 a 2.2 0
2
4
6
8
10
12
14
16
hari a – b Fase Lag
b – d Fase Log
e – f Fase Stasioner
g – h Fase Kematian
Gambar 18. Kurva pertumbuhan selulosa mikrobial nata de soya.
3. Analisa Resistivitas Listrik (Sebelum didoping) Analisis Resistivitas Listrik dengan menggunakan Four Point Probe atau metode empat titik di lakukan di Laboratorium Instrumentasi Fisika UI Depok. Penentuan harga resistivitas listrik disini sangat penting untuk menentukan sifat kelistrikan suatu material. Dari gambar 19 terlihat bahwa nilai resistivitas
listrik dari selulosa mikrobial sebelum didoping dengan waktu
fermentasi yang semakin lama, mengalami kenaikan dan maksimum pada
39
fermentasi 10 hari setelah itu nilai resistivitas listrik turun kembali. Nilai resistivitas listrik yang didapat berkisar antara 6,28 Ω-m sampai dengan 20,47 Ω-m dan ini berada di daerah semikonduktor (10-4 <
ρ
<
108
Ω-m).
Bardasarkan data pada tabel 4 semikonduktor selulosa mikrobial yang diperoleh mendekati harga resistivitas silikon. Berdasarkan hasil analisis statistika resistivitas listrik ada perbedaan nyata terhadap lamanya waktu fermentasi (lampiran 5).
25 20 Resistivitas 15 listrik (ohm10 m) 5 0
51
72
10 3
154
Lama fermentasi (hari)
Gambar 19 Diagram nilai resistivitas listrik selulosa mikrobial hasil fermentasi 5, 7, 10 dan 15 hari
4. Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial (FTIR) (sebelum didoping) Dengan
menggunakan
Spectrometric
Indentification
of
Organic
Compounds.Dari gambar 20 didapatkan hasil analisis spektrum transmisi FTIR selulosa mikrobial (nata de soya) menunjukkan bahwa ada gugus OH, pada daerah bilangan gelombang 3464,1cm-1, gugus hidrogen pada daerah bilangan gelombang 2895,8 cm-1, gugus C-H alkana pada daerah bilangan gelombang 1644,6 cm-1, gugus ikatan C-O eter pada daerah bilangan gelombang 1352cm-1 dan gugus alkohol pada daerah bilangan gelombang 1026,9 cm-1.
40
Dari hasil lima waktu fermentasi yang berbeda pada pembuatan selulosa mikrobial tersebut tidak terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang spektrum transmisi pada FTIR. Keadaan ini menunjukkan bahwa struktur ikatan pada selulosa mikrobial yang dihasikan tidak mengalami perubahan walaupun ada perbedaan lama waktu fermentasi. Tinggi rendahnya spektrum transmisi FTIR
pada suatu bilangan gelombang tertentu menunjukkan kwantitas dari
selulosa
mikrobial.
Pengukuran
intensitas
spektrum
transmisi
disini
menggunakan selulosa mikrobial murni tanpa campuran sehingga perbedaan tinggi rendahnya spektrum transmisi yang didapat dikarenakan adanya perbedaan ketebalan sampel. Spektrum ini memberikan hasil yang mirip dengan spektrum yang ditunjukkan oleh Nata de Coco (Gambar 21). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selulosa mikrobial yang dihasilkan (nata de soya) memberikan hasil FTIR
yang mirip dengan Nata de Coco, walaupun penggunaan dari bahan
bakunya berbeda.
CH
CH
C-OH
C-O
OH
fermentasi 5 hari
fermentasi 7 hari
fermentasi 10 hari
fermentasi 15 hari
Gambar 20 Spektrum transmisi FTIR dari selulosa mikrobial hasil fermentasi selama 5 , 7, 10 dan 15 hari
41
Gambar 21 Spektrum Transmisi FTIR dari Nata de Coco (Science and Technology Policy ISTECS Journal Vol.IV/2003. 71-78 )
5. Analisa Struktur Selulosa Mikrobial (XRD) Menurut Brown, (2004) selulosa mikrobial mempunyai fasa amorf dan fasa kristal sebagai komponen penyusunnya dengan kemurnian dan derajat kristalinitas yang tinggi. Hasil analisis difraksi sinar-X untuk berbagai waktu fermentasi pada gambar 22 dapat dijelaskan sebagai berikut: Fermentasi 5 hari menunjukkan bahwa selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu 14,18O; 20,42O dan 37,96O dengan persentasi kristalin 31,71 %. Untuk fermentasi 7 hari selulosa mikrobial memprlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu 14,48O ; 22,74O dan 38,34O dengan persentasi kristalin 33,16 %. Sedangkan untuk fermentasi 10 hari selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu 14,82O ; 23,00O dan 38,78O dengan persentasi kristalin 45,00 %. Untuk fermentasi 15 hari selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak
terkuat
yaitu pada 14,82O ; 23,38O dan 39,02O dengan persentasi kristalin 27,95 %. Sebagai pembanding adalah difraksi sinar-X dari Nata de Coco (Gambar 23) yang memperlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu 14,12O ; 16,50O dan 22,36O dengan persentasi kristalin 44,42 %.
42
Tabel 6. Tabulasi data spektrum difraksi sinar-X (selulosa mikrobial dan nata de coco). Sampel
Lama fermentasi
Sudut difraksi 2θ
% kristalin
(hari) Nata de Soya
5
14,18O ; 20,42O ; 37,96O
31,71
Nata de Soya
7
14,48O ; 22,74O ; 38,34O
33,16
Nata de Soya
10
14,82O ; 23,00O ; 38,78O
45,00
Nata de Soya
15
14,82O ; 23,38O ; 39,02O
27,95
Nata de Coco
-
14,12O ; 16,50O ; 22,36O
44,42
Nilai
persentasi kristalin dari pola difraksi sinar-X Nata de Soya
memperlihatkan terjadi kenaikan dengan bertambahnya waktu fermentasi dan maksimum terjadi pada fermentasi 10 hari kemudian terlihat menurun pada fermentasi 15 hari. Pada fermentasi 10 hari dari nata de soya mempunyai nilai persentasi kristalin yang hampir sama dengan Nata de Coco. Terjadinya penurunan nilai persentasi kristalin pada
fermentsai 15 hari
dimungkinan
karena sudah berkurangnya nutrisi untuk mikroba, sehingga perkembangan pelikel terhambat. Selulosa mikrobial dari whey mempunyai struktur berbentuk kristalin. Hasil pola difraksi sinar X yang dicocokan dengan ICDD (International Center Diffraction Data) menunjukkan selulosa mikrobial ini mempunyai struktur triklinat (CAS Number 9004-34-6) dan merupakan selulosa 1α (satu unit sel triklinat mengandung satu rantai selulosa). Makin lama fermentasi terlihat struktur kristalnya
makin padat. Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya
pergeseran sudut difraksi pada pola difraksi sinar X yang membesar. Menurut hukum Bragg, membesarnya sudut difraksi ini disebabkan karena jarak antar bidang kisi pada material selulosa mikrobial mengecil.
43
8000 7000 Intensitas (cps)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 -1000 0
10
20
30
40
50
2 theta (derajat)
fermentasi 5 hari
fermentasi 10 hari
fermentasi 7 hari
fermentasi 15 hari
Gambar 22 Pola Difraksi Sinar-X Selulosa Mikrobial hasil fermentasi 5, 7, 10 dan 15hari
Gambar 23 XRD Nata de Coco (Science and Technology Policy ISTECS Journal Vol. IV/2003. 71-78.
44
6. Analisa Morfologi Selulosa Mikrobial (SEM) Selulosa mikrobial adalah selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter Xylinum, berupa polimer linier glukosa yang terikat pada ikatan β 14 glikosida. Acetobacter Xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat menghasilkan serat-serat selulosa membentuk jaringan tipis antara antara udara dan air yang disebut pelikel. Dari hasil SEM selulosa mikrobial
fermentasi 10 hari dengan
pembesaran 750 X (gambar 24) terlihat saling terikatnya sel-sel yang ada sehingga membentuk suatu ikatan panjang yang saling terjalin antara satu sel dengan sel lainnya dan bercabang-cabang sangat kuat. Hal ini dimungkinan karena pada fermentasi 10 hari dihasilkan nata yang lebih kenyal, alot dan tahan terhadap gaya untuk merentangkan. Hasil SEM selulosa mikrobial (Nata de Soya) pada gambar 25 mirip dengan hasil SEM yang ditunjukkan oleh bacterial cellulose pada gambar 24. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selulosa mikrobial yang di dapat merupakan selulosa mikrobial murni. Hal ini terlihat juga pada analisa FTIR dan XRD .
Gambar 24 Morfologi selulosa mikrobial , fermentasi10 hari, 750X
45
Gambar 25 Morfologi Bacterial Cellulose (Hugh O’Neill., at al,2002)
B. PERSIAPAN DOPING DENGAN IODIUM Lembaran nata kering dipotong-potong kecil lalu digerus dengan mortal kemudian diayak dengan ukuran 50 mesh. Hasil ayakan berupa bubuk berwarna putih kekuning-kuningan dilarutkan dalam berbagai konsentrasi iodium yaitu 0,5; 0,75 ; 1,0 dan 1,25 % w/w. Larutan diaduk dengan magnetic stirer selama 2 jam, kemudian dicetak diatas stainlessteel lalu dipanaskan pada temperatur 100OC selama 5 jam (lampiran 6). Hasil selulosa kering setelah mengalami doping iodium terlihat pada gambar 26.
Gambar 26 Selulosa mikrobial dengan fermentasi 10 hari, didoping I2 1,25%w/w
46
1. Analisa Resistivitas Listrik Dari gambar 27 terlihat nilai resistivitas listrik selulosa mikrobial untuk fermentasi 10 hari yang didoping dengan iodium berkisar antara 601,45 Ω-m sampai 1273,28 Ω-m dan ini mendekati nilai resistivitas silikon. Keadaan ini memperlihatkan bahwa iodium menyusup kedalam kristal yang menyebabkan terjadinya dislokasi struktur kristal sehingga terjadi perubahan resistivitas listrik dari material. Unsur iodin berada pada golongan VIIA dalam sistem periodik sehingga apabila unsur ini masuk ke dalam struktur ikatan selulosa akan menyebabkan kekurangan elektron yang menyebabkan harga resistivitas material tersebut naik. Harga resistivitas listrik suatu meterial berbanding terbalik dengan harga koduktivitas listriknya. Suatu bahan semikonduktor mempunyai energi gap yang kecil (energi termal) sehingga pada temperatur ruang material akan bersifat konduktor. Sebagai pembanding polimer sentetik yang bersifat semikonduktor yaitu polipirola dan poliftalosianinasiloksana yang juga di doping dengan Iodium menghasilkan resistivitas listrik 1Ω-m dan 70 Ω-m. Selulosa mikrobial termasuk bioselulosa yang berbeda dengan selulosa yang terdapat pada tumbuhan, karena selulosa mikrobial melalui suatu fermentasi. Hal ini yang kemungkinan membuat adanya perbedaan nilai resistivitas pada keduanya. Hasil analisis statatistika terhadap nilai resistivitas listrik untuk selulosa mikrobial hasil fermentasi 10 hari yang didoping iodium pada konsentrasi berbeda-beda menunjukkan adanya perbedaan nyata (lampiran 5).
47
1400 1200 1000 Resistivitas listrik (ohm-m)
800 600 400 200 0
0,50 1
0,75 2
1,00 3
1,25 4
Konsentrasi I2 w/w
Gambar 27 Diagram resistivitas listrik selulosa mikrobial fermentasi 10 hari yang didoping iodium dengan konsentrasi 0,50%w/w ; 0,75 %w/w ; 1,00%w/w dan 1,25 % w/w.
2. Analissa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial (FTIR) Hasil analisis spektrum transmisi FTIR pada selulosa mikrobial yang di doping iodium dengan konsentrasi berbeda-beda (Gambar 28) menunjukkan bahwa ada gugus OH, gugus ikatan hidrogen, gugus C-H alkana, gugus C-O eter dan gugus alkohol. Doping dengan iodium 0,5 %w/w gugus-gugus tersebut terletak pada bilangan gelombang, 3378,3cm-1 ; 3014,0cm-1 ; 1543,0cm-1 ; 1236,1cm-1 dan 1033,1cm-1 ; doping dengan iodium 0,75%w/w terletak pada bilangan gelombang 3303,4cm-1 ; 3096,3cm-1 ; 15277,1cm-1 ; 1327,1cm-1 dan 1040,2cm-1. Doping dengan -1
iodium 1,00%w/w pada bilangan gelombang,
1
3288,4cm ; 3070,2cm ; 1522,9cm-1 ; 1321,0cm-1 dan 1080,3cm-1. Sedangkan doping dengan iodium 1,25%w/w pada bilangan gelombang, 3325,3cm-1 ; 3069cm-1 , 1637,4cm1 ; 1319,7cm-1 dan 1033,8cm-1. Dibanding dengan selulosa murni maka selulosa yang didoping iodium mengalami pergeseran bilangan gelombang spektrum transmisi yaitu pada gugus OH dan gugus C-H yang berarti terjadi perubahan energi vibrasi pada gugus tersebut. Pergeseran bilangan gelombang spektrum transmisi disini dikarenakan
48
adanya penyusupan atau penggantian iodium ke dalam
gugus
OH dan
gugus C-H pada selulosa.
Iodium 0,00% w/w
Iodium 0,50% w/w
Iodium 1,00% w/w
Iodium 1,25% w/w
Iodium 0,75% w/w
Gambar 28. Spektrum transmisi FTIR selulosa mikrobial didoping iodium dengan konsentrasi 0,00%w/w ; 0,50%w/w ; 0,75%w/w ; 1,00%w/w dan 1,25%w/w
3. Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial (XRD) Difraktometer sinar-X digunakan untuk mengetahui derajat kristalinitas dan struktur kristal dari selulosa mikrobial yang didoping iodium pada konsentrasi berbeda. Dari hasil pengukuran dengan difraktometer sinar-X diketahui selain terdapat fase amorf, selulosa mikrobial yang didoping iodium juga mengandung fase kristal dengan derajat kristalinitas yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari munculnya puncak-puncak spesifik pada 2θ (Gambar 29). Dari gambar 29 ditunjukkan selulosa mikrobial yang didoping iodium dengan konsentrasi 0,5%w/w memperlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu
49
14,22O; 16,80O dan 22,64O dengan persentasi kristalin 28,65%. Iodium dengan konsentrasi 0,75%w/w
memperlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu 15,18O ;
18,06O dan 23,44O dengan persentasi kristalin 33,35 %. Untuk Iodium dengan konsentrasi 1,00% w/w memperlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu 14,40O ; 17,14O dan 22,80O dengan persentasi Iodium
dengan
kristalin
29,73%. Sedangkan
untuk
konsentrasi 1,25% w/w memperlihatkan tiga puncak terkuat
O
2θ yaitu 14,38 ; 17,08O dan 22,82O dengan persentasi kristalin 29,51%. Sebagai pembanding dilakukan juga analisis difraksi sinar-X untuk bubuk selulosa mikrobial dengan waktu fermentasi 10 hari. Pada bubuk selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak terkuat 2θ yaitu 14,26O ; 16,56O ; 20,36O dengan persentasi kristalin 29,57%. Tabel 7 Pengaruh konsentrasi Iodium terhadap sudut difraksi dan kristalinitas dari selulosa mikrobial Konsentarsi Iodium
Sudut difraksi 2θ
% kristalin
(%) w/w 0,5
14,22O ; 16,80O ; 22,64O
28,65
0,75
15,18O ; 18,06O ; 23,44O
33,35
1,00
14,40O ; 17,14O ; 22,80O
29,73
1,25
14,38O ; 17,08O ; 22,82O
29,51
0,00
O
O
O
14,26 ; 16,56 ; 20,36
29,57
Dari gambar 29 terlihat terdapat pergeseran puncak pola difraksi dan perubahan intensitas dengan nilai yang berbeda. Kelima pola difraksi tersebut memiliki struktur yang sama namun terdapat perbedaan parameter kisi. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya pergeseran harga sudut difraksi. Pada selulosa mikrobial yang telah mengalami doping iodium terlihat terjadi perubahan sudut difraksi membesar dan maksimum pada konsentrasi iodium 0,75 % w/w.
50
Pergeseran puncak sudut difraksi terjadi karena adanya distorsi di dalam struktur kristal akibat ukuran atom yang berbeda dibandingkan dengan ruang yang tersedia dalam kristal. Hal ini menyebabkan kristal memiliki jarak antar bidang yang lebih besar atau lebih kecil. Jika jarak antar bidang lebih kecil puncak bergeser ke kanan dan berlaku sebaliknya. 4000 3500
intensitas(cps)
3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0
10
20
30
40
50
2 theta (derajat)
0,00 % w/w
0,50 % w/w
1,00 % w/w
1,25 % w/w
0,75 % w/w
Gambar 29 Pola difraksi sinar X dari selulosa mikrobial yang didoping pada Berbagai konsentrasi iodium
4. Analisa Morfologi Molekul Selulosa Mikrobial (SEM) Analisis dengan SEM dilakukan untuk mengetahui bentuk kristal dari selulosa mikrobial yang didoping iodium. Gambar 30 dan 31 menunjukkan morfologi permukaan selulosa mikrobial yang didoping dengan iodium dengan konsentrasi 1% dan 1,25% w/w. Pada pembesaran 1000 X baik itu untuk konsentrasi 1,00%wt atau 1,25%w/w belum terlihat secara jelas bentuk butirbutir kristal. Pada pembesaran 3500 X baik itu untuk konsentrasi 1,00%w/w dan
51
1,25%w/w, dapat diperkirakan bentuk butir-butir kristal selulosa mikrobial yang didoping dengan iodium berupa bentuk yang menyerupai seperti batang, relatif beraturan dan tekstur permukaan rata. Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir kristal telah relatif homogen, dan ini menguatkan hasil uji kristal menggunakan XRD.
A. Pembesaran 1000X
B.
Pembesaran 3500 X
Gambar 30 Fermentasi 10 hari yang didoping dengan iodium 1% w
A.
Pembesaran 1000 X
B.
Pembesaran 3500 X
Gambar 31 Fermentasi 10 hari yang didoping dengan iodium 1,25 % w/w
52
5. Analisa Tipe Semikonduktor Dalam pembuatan suatu semikonduktor agar dapat dipergunakan untuk peralatan perlu diketahui tipe dari semikonduktor yaitu tipe-n atau tipe-p yang merupakan sifat elementer. Pembawa mayoritas yang terdapat dalam semikonduktor tipe-p dan tipe-n masing-masing adalah hole dan elektron. Dalam semikonduktror tipe-p hole sebagai pembawa mayoritas dan elektron sebagai pembawa minoritas. Pada suatu keadaan tidak dapat dibedakan antara pembawa minoritas dan mayoritas karena konsentrasi elektron dan hole sama. Untuk mengetahui suatu bahan semikonduktor bertipe-n atau tipe-p dapat dianalisis dengan alat yang disebut two point probe. Hasil analisis dari two point probe pada selulosa mikrobial yang didoping iodium ditunjukkan oleh Galvanometer yang bernilai negatif. Pada probe yang dipanaskan akan terjadi pelepasan elektron dan akan mengalir ke probe yang dingin melalui Galvanometer. Terjadinya aliran elektron disini disebabkan pada ujung probe yang dingin terdapat hole yang berarti selulosa mikrobial yang didoping dengan iodium mempunyai tipe p dan
ini sesuai
dengan literatur bahwa suatu bahan polimer yang didoping iodium akan mempunyai type semikonduktor bertipe-p. (http://nina.ecse.rpi/shur/advaced/note/notespdf/organic18.pdf)
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Fermentasi whey dengan menggunakan baketri Acetobacter xylinum dengan waktu fermentasi 5, 7, 10 dan 15 hari menghasilkan selulosa mikrobial murni dengan ketebalan basah antara 0,5 sampai 1,0 cm yang berwarna putih kekuningan. Selulosa mikrobial setelah dikeringkan berbentuk lembaran tipis yang mempunyai ketebalan antara 0,1 sampai 0,3 mm. Waktu fermentasi yang berbeda-beda ini mempengaruhi kekuatan tarik, kristalinitas dan resistivitas listrik selulosa mikrobial, tetapi tidak mempengaruhi bentuk ikatan kimia dan struktur kristal. Fermentasi selama 5 hari menghasilkan selulosa mikrobial yang paling tipis, nilai kekuatan tarik (281,57 Kgf/cm2), sifat kristalinitas (27,95 %) dan resistivitas listirk (6,28 ohm-m) paling rendah. Sedangkan untuk fermentasi 10 hari menghasilkan selulosa mikrobial dengan nilai kuat tarik (487,60 Kgf/cm2), sifat kristalinitas (45,00 %) dan resistivitas listrik (20,47 ohm-m) paling tinggi. Kepadatan kristal maksimum terjadi pada waktu fermentasi 10 hari keadaan ini dapat dilihat dari nilai sudut difraksi . Pendopingan dengan iodium dilakukan pada selulosa mikrobial dengan waktu fermentasi 10 hari karena selulosa mikrobial pada waktu fermentasi ini mempunyai ketebalan dan kekenyalan yang lebih baik. Pendopingan dengan konsentrasi iodium yang berbeda-beda (0,5%w/w ; 0,75%w/w ; 1,00%w/w dan 1,25%w/w) diperoleh resistivitas listrik dan kristalinitas yang berbeda pula. Pada semikonduktor selulosa mikrobial dengan konsentrasi doping iodium sebesar 0,75 %w/w merupakan hasil semikonduktor yang paling baik karena mempunyai sifat kristalinitas dan resistivitas listrik paling tinggi serta terjadi perubahan energi vibrasi yang menyolok. Hal ini disebabkan karena terjadi dislokasi struktur kristal dan menghasilkan semikonduktor type-p. Selulosa mikrobial walaupun didoping dengan konsentrasi iodium berbeda masih mempunyai bentuk struktur kristal yang sama, bentuk morfologi permukaan yang relatif seragam dan tekstur permukaan rata.
54
B. SARAN Penelitian semikonduktor selulosa mikrobial yang dilakukan merupakan suatu penelitian awal. Pada penelitian ini baru didapatkan semikonduktor type-p, sedangkan untuk dapat dipergunakan pada peralatan elektronika maupun yang lain diperlukan semikonduktor type-n. Untuk mendapatkan semikonduktor typen, maka selulosa mikrobial dapat didoping dengan unsur golongan IA dalam sistem periodik. Disamping itu juga masih perlu dilakukan pengujian sifat kemagnetan dan sifat optik material dalam kondisi yang berbeda-beda.
55
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto. T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta. Akhadi, M. 2004. Sentuhan Teknik Nuklir Dalam Produk Elektronik www:\work\cellulose\elek 32.a.htm.[15-10-2004]. Alaban, C. A. 1962. Studies on optimum for nata de coco bacterium formation in coconut water, Philippine Agric. 96(2) : 490 – 515. Arny.Y., Eka. R and Effionora.A. Preparation and Charaterization of Microcrystalline Cellulose From Nata De Coco.Science and Technology Policy ISTECS Journal Vol. IV/2003. 71-78. [Anonim]. Water Structur and Behavior / Cellulose / home http:// www.isbu.ac.uk / water / search)[11/04/05]. [Anonim] Doping. http:/ /nina.ecse.rpi / shur / advaced / note / notespdf / organic 18.pdf [20-4-2005]. Brown, R.M., Jr., 2004. Microbial Cellulose: A New Resource for Wood, Paper, Textiles, Food and Specialty Products. [http://www.botany.utexas.edu/facstaff/facpages/mbrwon/position1.htm] [11-5-2004]. Brown, R. M. et al. 1983. The Biosynthesis and Degradation of Cellulose. Journal of Applied Polymer Science, 37, 33-78. BPS, 2001. Statistical Year Book of Indonesia 2000. BPS, Jakarta. Brown. R. M. Jr, “Bacterial Cellulose”In Cellulose: Structure and Functional Aspect,Ed. Kennedy, Phillips & William, EllisHorwood Ltd, (1989). Brady, J. E.1994. General Chemistry: Principles and Structure,5th ed.John Wiley & Son . Cullity, B. D and S. R. Stock. 2001. Element of X- Ray Diffraction, third ed, Prentice Hall. Considine, D.M. and G.D Considine.1982. Food and Food Production Encyclopedia. Van Nostrand Reinhold Company,New York. Chesson A, Gordon A. H. and Lomax J. A. 1990. Organic Light Device, Cambridge Display Technology Ltd, England .
56
Donald G.W,Gibeaut D.M, Carpita N.C. 1999. Organic Semiconductor Pyridine. Departement of Physics, University of Essex. Enie, A. B., D. Supriyatna. and Suryati. 1993. Penelitian Pembuatan Gel Selulosa Mikrobial (Nata De Soya) Dari Air Limbah Tahu. Laporan In House Research. BBHIP, Bogor. Eastman Kodak, and Fincher. 1987. Metal Organic Chemical Vapour Deposition.Journal of Applied Polymer Science, 21,435-447. Fuke.N. Endo.K and Kamatani.Y. Sony Corporation. Horn Speaker System. US patent 5933508. 3 Agustus 1999. Gumbira, E.S.1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi,Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Hugh. M. O’Neill, B.R. Evans and J. Woodward.2002. Bacterial Cellulose Membranes. Departement Biochemistry, Cellular and Molecular Biology University of Tennesse. Iguchi,. Agency of Industrial Science and Technology. Bacterial Cellulose Containing Molding Material Having High Dynamic Strength. US Patent 4742164. 16 April 1986. James A. Jacobs and Thomas F. Kilduff. 1977. Engineering Material Technology, Structure, Processing, Properties and Selection, Printice Hall, New Jersey, Colombus, Ohio. Kamide , K., Y. Matsuda, H. Ijimo and K. Okajima. 1989. Effect of Culture Condition of Acetic Acid Bacteria on Cellulose Biosynthesis. Asahi Chemical Industry Co., Inc., Japan. Liu , K. S.1997. Soybeans, Chemistry, Technology, Principles and Practise. Ellis Horwood, New York. Linaya, C and H. Sangkanparan. 1982. The Treatment of Soybean Curd Whey by Ultrafiltration Using Locally Produced Polymide Membrane. Proceedings of The Second ASEAN Worksop on Membrane Technology, ASEAN-Committee on Science and Tech. Bangkok,Thailand.
57
Meshitsuka. G. and A. Isogai. 1996. Chemical Structure of Cellulose, Hemicellulose, and Lignin. Di dalam Chemical Modification of Lignocellulosic Material. Hon, D.N.S. (ed). Marcel Dekker, New York. Mattjik, A. A and I. M Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jurusan Statistika FMIPA, IPB, Bogor. Rowel, R. M. 1996. Chemical Modification of Nonwood Lignocellulosics. Di dalam Chemical Modification of Lignocellulosic Material. Hon, D.N.S. (ed). Marcel Dekker, New York. Rowel, R. M. 1996. Physical and Mechanical Properties of Chemically Modified Wood. Di dalam Chemical Modification of Lignocellulosic Material. Hon, D.N.S. (ed). Marcel Dekker, New York. Rio, S. R and M. Iida. 1999. Fisika dan Teknologi Semikonduktor. Pradnya Paramita, Jakarta. Runyan. W. R. 1975. Semiconductor Measurements and Instrumentation, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Silverstein, R. M, G. Clayton Basser and Terence C. Morrill, 1981. Spectrometric Indentification of Organic Compounds. John Wiley &Sons. Sidirjo, S. T. 1996. Selulosa Bakteri Sebagai Alternatif Sumber Serat Di dalam Berita Selulosa, Vol.XXXII, No.3. Winarno, F. G. 2002. Produksi Tahu Cina Tradisional. MBRIO Press, Bogor. Winarno, F. G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yamanaka S., Watanabe, K. and N. Kitamura. 1989. The Structure and Mechanical Properties of Sheets Prepared From Bacterial Cellulose. Journal of Material Science, 24,3141-3145.
58
Lampiran 1. Massa Selulosa Mikrobial Dalam Berbagai Waktu Fermentasi Dengan Luas 660 cm2 Waktu fermentasi (hari) 5 7 9 10 11 13 15
Massa selulosa mikrobial setelah di press (gr) 198,10 277,90 416,20 445,70 444,30 421,69 389,00
Log massa selulosa mikrobial setelah dipress 2,30 2,44 2,62 2,65 2,65 2,62 2,59
Waktu fermentasi (hari)
Massa selulosa mikrobial setelah dikeringkan (gr)
5 7 9 10 11 13 15
14,00 17,60 18,90 19,35 19,03 16,30 10,80
Log massa selulosa mikrobial setelah dikeringkan 1,15 1,24 1,28 1,28 1,28 1,21 1,03
Lampiran 2. Nilai Kuat Tarik Selulosa Mikrobial Metode ASTM 638-00 1. Fermentasi 5 hari No 1 2 3 4 5 6
Kuat Tarik (Kgf/cm2) 338,85 301,37 456,42 435,13 467,17 495,33
Rata-rata (Kgf/cm2)
Dari rata-rata (Kgf/cm2)
365,55 415,71 465,88
2. Fermentasi 7 hari No 1 2 3 4 5 6
Kuat Tarik (Kgf/cm2) 386,06 325,27 225,22 435,80 446,99 498,18
Rata-rata(Kgf/cm2)
Dari rata-rata(Kgf/cm2)
312,18 386,59 460,99
59
3. Fermentasi 10 hari No 1 2 3 4 5 6
Kuat Tarik(Kgf/cm2) 479,71 458,89 513,29 547,44 447,28 479.03
Rata-rata (Kgf/cm2)
Dari rata-rata(Kgf/cm2)
483,96 487,60 491,25
4. Fermentasi 15 hari No 1 2 3 4 5 6
Kuat Tarik(Kgf/cm2) 304,57 377,21 369,42 201,22 221,26 215,74
Rata-rata (Kgf/cm2) 350,40
Dari rata-rata (Kgf/cm2)
281,57 212,74
Lampiran 3. Hasil Resistivitas Listrik Selulosa Mikrobial A. Selulosa Mikrobial Sebelum Didoping 1. Fermentasi 5 hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V(mV) 0,3 0,5 0,7 0,4 0,7 0,3 0,5 0,6 0,6 0,4
I (µA) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
ρ (Ωm) 3,77 6,28 8,79 5,02 8,79 3,77 6,28 7,54 7,54 5,02
Rata-rata (Ωm) 6,53
Dari rata-rata (Ωm)
6,28 6,03
60
2. Fermentasi 7 hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V (mV) 1,0 1,4 1,7 1,4 1,5 1,7 1,6 1,2 1,0 1,3
3. Fermentasi 10 hari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V (mV) 2,2 2,0 1,5 1,4 1,1 1,0 2,1 1,5 1,6 1,9
I (µA) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Ρ (Ωm) 12,56 17,58 21,35 17,58 18,84 21,35 20,10 15,07 12,56 16,33
Rata-rata (Ωm) 17,58
I (µA) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Ρ (Ωm) 27,63 25,12 18,84 17,58 13,82 12,56 26,38 18,84 20,10 23,86
Rata-rata(Ωm)
Dari rata-rata (Ωm)
17,33 17,08
Dari-rata-rata (Ωm)
20,60 20,47 20,35
4. Fermentasi 15 hari Rata-rata (Ωm) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V (mV) 0,9 0,4 0,9 0,8 0,8 0,9 0,7 0,9 0,4 0,8
I (µA) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Ρ (Ωm) 11,30 5,02 11,30 10,05 10,05 11,30 8,79 11,30 5,02 10,05
Dari rata-rata (Ωm)
9,55
9.42 9,29
61
B. Resistivitas Listrik Selulosa Mikrobial Waktu Fermenatsi 10 Hari Didoping I2 1. Waktu Fermentasi 10 hari, Didoping I2 0,5 %w/w No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V (m V) 14,60 18,30 10,50 9,30 13,50 9,20 9,40 10,70 9,60 8,80
I (µA) 0,3 0,3 0,2 0,2 0,3 0,2 0,2 0,3 0,2 0,2
Rata-rata(Ω-m) 1= 643,30
ρ (Ω-m) 617,09 773,48 665,70 589,62 570,60 583,28 595,96 452,25 608,64 557,92
2 = 559,61
601,45
2. Waktu Fermentasi 10 hari, Didoping I2 0,75%w/w No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V (mV) 26,30 11,30 21,10 11,50 24,20 13,30 11,20 18,40 11,00 17,20
I (µA) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
ρ(Ω-m) 1667,42 716,42 1337,74 729,10 1534,28 843,22 710,08 1166,56 697,40 1090,48
Rata-rata(Ω-m) 1 =1513,15
2 = 1033,42
1273,28
3. Waktu Fermentasi 10 hari, didoping I2 1,00% w/w No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V (mV) 19,60 21,20 18,00 20,70 12,80 14,30 21,00 13,30 18,30 15,90
I (µA) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
ρ(Ω-m) 1242,64 1344,08 1141,20 1312,38 811,52 906,62 1331,40 843,22 1160,22 1008,06
Rata-rata(Ω-m) 1= 1260,08
2= 1101,56
1180,82
62
4. Waktu Fermentasi 10 hari, didoping I2 1,25% w/w No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
V (mV) 12,80 16,40 18,40 19,40 17,20 15,00 10,70 14,60 11,50 15,50
I (µA) 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
ρ(Ω-m) 541,01 693,17 777,71 819,97 726,99 634,00 452,25 617,09 486,07 655,13
Rata-rata(Ω-m) 1= 711,77
2= 568,91
640,34
Lampiran 4. Cara Menentukan Kristalinitas Selulosa Mikrobial Dengan Menggunakan Rumus Gaussian
63
% kristalin selulosa mikrobial untuk waktu fermentasi 5 hari (1,162/3,664) x 100 % = 31,71%
64
International Center Diffraction Data (ICDD) dari Selulosa Mikrobial.
Lampiran 5. Analisa Sidik Ragam 1. Analisa Sidik Ragam Kuat Tarik Selulosa Mikrobial Sumber Fermentasi Galat Total Waktu Fermentasi (hari) 5 7 10 15
dK 3 4 7
JK 43847 25606 69453
KT 14616 6402
F hitung 2,28
F tabel 0,22
Ulangan
Rata-rata
Std Deviasi
2 2 2 2
415,71 386,59 487,61 281,57
70,94 105,22 5,15 97,34
Dari hasil tersebut diperoleh secara rata-rata perbedaan lama fermentasi tidak mempengaruhi kuat tarik pada selulosa mikrobial yang dihasilkan, oleh karena itu tidak perlu dilakukan uji lanjut.Koefisien keragaman diperoleh sebesar 20,78 % dan data tersebut perlu ditransformasi sehingga diperoleh standar deviasi kecil dan koefisien keragaman yang kecil pula.(Mattjik, 2002).
65
Hasil Transformasi Sidik Ragam Kuat Tarik Selulosa Mikrobial Waktu Ulangan Rata-rata Fermentasi (hari) 5 2 412,67 7 2 379,40 10 2 487,64 15 2 273,02 Nilai Koefisien Keragaman adalah 8,0568 %
Std Deviasi 1,19 1,32 1,01 1,42
2. Analisa Sidik Ragam Resistivitas Listrik Selulosa Mikrobial Sumber Fermentasi Galat Total
dK 3 4 7
Waktu Fermentasi (hari) 5 7 10 15
JK 264,05 0,31 264,36
KT 88,02 0,079
F hitung 1115,87
F tabel 0,000
Ulangan
Rata-rata
Std Deviasi
2 2 2 2
6,28 17,33 20,47 9,42
0,35 0,35 0,18 0,18
Dari hasil tersebut diperoleh perbedaan lamanya waktu fermentasi mengakibatkan perbedaan resistivitas listrik yang signifikan secara rata-rata. 3. Analisa Sidik Ragam Selulosa Mikrobial yang didoping I2 Sumber Fermentasi Galat Total
dK 3 4 7
JK 744913 141337 886250
KT 248304 35334
F hitung 7,03
F tabel 0,045
Konsentrasi Ulangan Rata-rata Std Deviasi I2(%w/w) 0,5 2 601,5 59,2 0,75 2 1273,33 339,2 1,00 2 1180,8 112,1 1,25 2 640,3 101,0 Dari hasil tersebut diperoleh secara rata-rata perbedaan konsentrasi mempengaruhi resistivitas listrik pada selulosa mikrobial yang dihasilkan, oleh karena itu perlu dilakukan uji lanjut. Koefisien keragaman diperoleh sebesar 20,34 % dan data tersebut perlu ditransformasi sehingga diperoleh standar deviasi kecil dan koefisien keragaman yang kecil (Mattjik,2002).
66
4. Uji Lanjut Duncan untuk selulosa mikrobial yang didoping I2 Konsentrasi I2(%w/w) 0,5 0,75 1,00 1,25
Ulangan
Rata-rata
Peringkat*
2 2 2 2
601,50 1273,33 1180,80 640,30
A B B A
*) Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata.
Hasil Transformasi Sidik Ragam Selulosa Mikrobial yang didoping I2 Konsentrasi I2(%w/w) 0,5 0,75 1,00 1,25
Ulangan
Rata-rata
Standar Deviasi
2 2 2 2
599,93 1250,55 1178,15 636,36
1,10 1,31 1,10 1,17
Nilai Koefisien Keragaman adalah 5,05 %
67
Lampiran 6. Skema Proses Pembuatan Selulosa Mikrobial (Nata De Soya) Whey tahu 20 liter
Gula pasir Urea MgSO4 KH2PO4 Fermipan
= 400 gr = 10 gr = 15 gr = 50 gr = 15 gr
Disaring,lalu dididihkan
Whey bergula
Didinginkan suam-suam kuku Asam asetat glacial sampai pH 4 Dituang dalam nampan plastik volumenya 1200 ml Ditutup dengan kertas coklat
Didiamkan satu hari
Stater 120 ml Selama 5; 7; 10 dan 15 hari didapat ketebalan nata 0,5 – 1,0 cm
68
Lampiran 7. Skema Proses Pembuatan Semikonduktor Selulosa Mikrobial
Nata De Soya Pemurnian
Dipres
Dikeringkan diatas kaca Dalam oven temperatur 100 OC
Serbuk nata de soya kering, 50 mesh Larutan Yodium 0,5; 0,75; 1,0 dan 1,25 % berat Diaduk 2 jam
Dicetak diatas stainlessteel 20 x 1.5 x 0,15 cm3 dikeringkan 100OC, 5 jam
Analisa *Bentuk struktur (FTIR,XRD, SEM ) *Konduktivitas Listrik (Van De Pour) *Tipe Semikonduktor (Hot Probe)
Analisa *Kuat tarik (Tensile Strength Tester) *Bentuk struktur (XRD, SEM dan FTIR)
69