Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
PEMBUATAN ADSORBEN DARI CANGKANG KERANG BULU YANG DIAKTIVASI SECARA TERMAL SEBAGAI PENGADSORPSI FENOL Jeffry Haryadi Nasution*, Iriany Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jl. Almamater Kampus USU Medan, 20155 Indonesia *Email:
[email protected]
Abstrak Adsorben cangkang kerang dapat digunakan untuk menjerap fenol. Kemampuan adsorpsi dari adsorben dapat ditingkatkan dengan proses aktivasi secara termal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh suhu aktivasi terhadap karakteristik adsorben yang dibuat dari cangkang kerang. Bahan – bahan yang digunakan antara lain cangkang kerang dan larutan fenol. Parameter yang diamati antara lain luas permukaan adsorben, berat jenis adsorben, kadar air, kadar abu, serta konsentrasi sisa fenol setelah adsorpsi. Penelitian dilakukan dengan memanaskan cangkang kerang pada suhu 1100C, 5000C dan 8000C di furnace. Adsorben yang dihasilkan dikarakterisasi dengan peralatan BET serta diuji kemampuan adsorpsi dengan menggunakan larutan fenol. Konsentrasi sisa fenol setelah adsorpsi yang diperoleh diukur dengan peralatan Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian memperlihatkan karakteristik adsorben yaitu luas permukaan adsorben, kadar air dan abu telah memenuhi Standard Nasional Indonesia (SNI). Selain itu, penjerapan fenol mengikuti model Isoterm Langmuir.
Kata kunci: aktivasi termal, metode BET , isoterm Langmuir dan Freundlich
Abstract Fur shells adsorbent can be used to adsorp phenol. Adsorption capability of the adsorbent can be enchanced by thermally activation process. The purpose of this research is to study the effect of activation temperature on the characteristics of fur shells adsorbent. Materials that used in this research are fur shells and phenol solution. Observed variables are surface area of adsorbent, density of adsorbent, moisture and fly ash content of adsorbent, and residual concentration of phenol. The research is started by heating fur shells at temperature 1100C, 5000C and 8000C in a furnace. The adsorbents obtained are characterized by using BET metode. The adsorption capability of adsorbents are analized by phenol solution. The residual concentration of phenol is measured with Spectrophotometer UV-Vis. The results show that surface area of adsorbent, moisture and fly ash content have fulfilled National Standard of Indonesia (SNI). The phenol adsorption behaviour follows Langmuir Isoterm. Key words: thermal activation, BET methode, Langmuir and Freundlich Isoterm
Pendahuluan Fenol adalah senyawa yang paling sering dijumpai dalam air, dianggap sangat beracun bahkan pada konsentrasi rendah. Toksisitas yang tinggi dan kesulitan dalam biodegradasi umumnya berkaitan erat dengan keberadaan gugus fungsionalnya yang mana dapat mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Fenol ditemukan dalam limbah yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan industri seperti kegiatan pertanian, terutama karena berlebihan dalam penggunaan pestisida [8]. Teknologi yang paling penting untuk menghilangkan fenol dari air dan limbah adalah lectrofloataion, reverse osmosis,
adsorpsi ion-exchange. Di antara berbagai metode yang ada, teknik adsorpsi adalah salah satu teknik yang mendapat perhatian cukup besar. Namun metode adsorpsi terbilang mahal karena biaya yang terlalu tinggi dari adsorben dan proses regenerasinya yang cukup sukar. Akibatnya, telah terjadi ketertarikan dalam mengembangkan dan membuat berbagai adsorben potensial untuk menghilangkan senyawa organik dari air, mengembangkan jenis yang lebih cocok, efisien, murah dan mudah diakses dari adsorben, terutama yang berbahan limbah [1]. Salah satu adsorben yang menjanjikan adalah cangkang kerang dimana sering
51
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
dianggap sebagai limbah apabila bagian isi dari cangkang kerang telah dikonsumsi, padahal cangkang kerang mengandung kalsium karbonat (CaCO3) yang sangat tinggi dan penggunaannya dalam industri sebagai adsorben terbilang cukup menjanjikan [11]. Cangkang kerang mengandung senyawa kalsium karbonat (CaCO3) 95,99 %, silica dioksida (SiO2) 0,69%, magnesium oksida (MgO) 0,64%, natrium oksida (Na2O) 0,98% dan sulfit (SO3) 0,72% [3]. CaCO3 yang mengalami proses kalsinasi akan menghasilkan kalsit (CaO). Kalsit berfungsi sebagai adsorben pada penjerapan fenol [13] dengan persamaan kimia sebagai berikut [11]: CaCO3 CaO + CO2 . . . . . (1) Sumber bahan baku (cangkang kerang) tersedia cukup banyak dan pada saat ini belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, pemanfaatan cangkang kerang sebagai adsorben merupakan usaha yang cukup relevan untuk meningkatkan nilai ekonomi cangkang kerang dan mengurangi beban lingkungan. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan Survei Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2009 menunjukkan bahwa penyerapan pasar untuk komoditas kerang/siput di tingkat rumah tangga mencapai 25.450 ton dengan konsumsi rata-rata 0,11 kg/kapita [7]. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai guna limbah cangkang kerang bulu yang selama ini dibuang sehingga menjadi adsorben yang bermanfaat dalam menjerap fenol. Teori Adsorpsi secara umum merupakan proses penggumpalan sustansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penjerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia-fisika antara substansi dan penjerapannya proses penjerapan dapat terjadi antara cairan dan gas, padatan atau cairan lainnya [6]. Pada keadaan awal, adsorben memiliki kemampuan adsorpsi yang rendah. Kapasitas adsorpsi dari adsorben dapat dinaikkan dengan proses aktivasi untuk memberikan sifat yang diinginkan [18]. Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air (H2O), gas karbondioksida (CO2), oksigen (O2), dan nitrogen (N2). Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada adsorben sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen
yang mudah menguap dan membuang produksi pengotor pada adsorben [16]. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah cangkang kerang dan larutan fenol. Sedangkan karakterisasi adsorben serta perhitungan kadar fenol sisa digunakan peralatan BET dan UV-Vis Spektofometer . Pembuatan Adsorben Cangkang Kerang Cangkang kerang dicuci dengan air beberapa kali hingga bersih kemudian dianginkan hingga kering. Cangkang kerang dihancurkan menjadi lebih kecil dengan lumpang dan alu serta digiling menjadi serbuk dengan ball mill. Serbuk cangkang kerang diayak dengan ayakan yang berukuran 140 mesh. Hasil ayakan yang lolos dipanaskan pada suhu 1100C di oven, 5000C dan 8000C di furnace selama 4 jam. Setelah itu, hasil pemanasan dimasukan kedalam desikator lalu disimpan dalam plastik. Karakterisasi Adsorben Dari Cangkang Kerang Hasil adsorben cangkang kerang pada suhu 1100C, 5000C, dan 8000C kemudian diukur dengan menggunakan peralatan BET, setelah itu ditentukan berat jenis cangkang kerang bulu, kadar air serta kadar abu. Penentuan Jumlah Fenol Yang Terjerap Dalam Adsorben Sebanyak 1 gram sampel cangkang kerang yang halus dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 50 ml larutan fenol dengan konsentrasi masing - masing 60, 80, dan 100 ppm. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer berkecepatan 200 rpm suhu 25oC. Hasil pengadukan disaring dengan menggunakan kertas saring. Larutan dianalisis dengan menggunakan UV Vis Spectrophotometer setelah terlebih dahulu disimpan selama 24 jam dalam botol. Banyaknya fenol yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: C C2 . . . . . . . . . . . . . . (2) Q 1 xV m Keterangan : Q = berat fenol yang terjerap oleh satu gram sampel (mg/g) m = berat adsorben yang digunakan (g) C1 = konsentrasi larutan fenol awal (mg/l)
52
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
C2 = konsentrasi larutan fenol akhir (mg/l) V = volume larutan fenol yang digunakan (ml) Hasil Dan pembahasan Aktivasi Adsorben Cangkang Kerang
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Hasil pemanasan adsorben cangkang kerang bulu dengan variasi suhu (a) 110ᴼC, (b) 500ᴼC dan (C) 800ᴼC
Pada gambar 1, terlihat adsorben yang telah dipanaskan secara fisika pada suhu 110ᴼC memiliki karakterisitik dan warna yang sama sebelum dan setelah pemanasan, hal ini ditandai dengan tidak terjadinya perubahan signifikan adsorben yang masih berupa butiran-butiran halus seperti sebelum proses pemanasan. Pada perlakuan aktivasi secara fisika dengan suhu aktivasi 1100C belum terjadi proses kalsinasi-karbonasi, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya perubahan sifat cangkang kerang, sehingga warna dari cangkang kerang itu sendiri masih sama dengan hasil sebelum pemanasan. Adsorben yang dipanaskan pada suhu 500ᴼC memiliki karakteristik berwarna abu kehitaman dan berbeda dengan warna sebelum pemanasan. Setelah pemanasan di dalam furnace adsorben mengeras/ membatu, dan setelah didinginkan strukturnya menjadi rapuh sehingga mudah untuk dipecahkan menjadi butiran - butiran halus. Prinsip proses karbonasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya kehadiran oksigen, sehingga yang terlepas hanya bagian zat terbang (volatile matter) [2]. Adapun reaksi karbonasi eksotermik sebagai berikut [11]: CaO (s) + CO2 (g) ↔ CaCO3 (s) . . . . . (3) Hal ini sesuai dengan proses aktivasi pada suhu 500ᴼC, dimana cangkang kerang yang dihasilkan berwarna abu kehitaman. Kemudian luas permukaannya pun telah berbeda dari sebelum pemanasan dan suhu sebelumnya yaitu 110ᴼC, hal ini dapat dilihat dari hasil analisa dengan metode BET. Adsorben yang dipanaskan pada suhu 800ᴼC memiliki karakteristik berwarna putih mengkilap dan memiliki warna yang hampir
sama dengan sebelum pemanasan. Setelah pemanasan di dalam furnace, adsorben mengeras/ membatu. Kemudian dilakukan pendinginan dan strukturnya menjadi rapuh sehingga mudah dipecahkan menjadi butiran-butiran halus. Proses kalsinasi pada cangkang kerang adalah proses reversibel dimana penguraian senyawa CaCO3 menjadi senyawa CaO dan senyawa CO2. Adapun reaksi dari proses kalsinasi endotermik sebagai berikut [11] : CaCO3 (s) ↔ CaO (s) + CO2 (g) . . . . . (4) Pada aktivasi cangkang kerang suhu 800ᴼC, telah terjadi proses kalsinasi, hal ini terlihat dari tidak adanya lagi warna adsorben yang bewarna kehitaman akibat pemanasan. Tidak hanya itu, luas permukaan dari adsorben ini juga telah berbeda dengan sebelum pemanasan, hal ini dapat diketahui melalui analisa dengan metode BET. Karakterisasi Adsorben Dengan BET Karakterisasi BET dilakukan dengan menggunakan alat Nova Station B buatan Quantachcrome bertujuan untuk mengetahui karakterisasi dari adsorben. Tabel 1 menampilkan hasil analisa BET dari adsorben cangkang kerang yang diaktivasi pada suhu 110, 500, dan 8000C. Tabel 1. Data Karakteristik Adsorben Dari Cangkang Kerang Bulu No T A V R 1 110 725,436 1,803 18,224 2 500 807,948 2,041 18,229 3 800 803,822 1,995 18,110 Keterangan: T= Suhu (0C) A= Luas Permukaan (m2/g) V= Volume Pori (cc/g) R= Radius Pori (A) Luas permukaan merupakan salah satu karakter fisik yang berhubungan langsung dengan kemampuan adsorpsi terhadap zatzat yang akan diserap. Bila adsorben memiliki luas permukaan besar akan memberikan bidang kontak yang lebih besar antara adsorben dan adsorbatnya sehingga adsorbat dapat terserap lebih banyak [4]. Peningkatan luas permukaan adsorben ini dikarenakan abu dan pengotor lainnya yang terdapat dalam adsorben terlepas pada saat proses pemanasan dan aktivasi. Lepasnya pengotor ini dapat membuka pori dari adsorben tersebut [17].
53
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
Pada tabel tersebut terlihat perbedaan luas permukaan yang cukup besar antara adsorben yang diaktivasi pada suhu 110 dan suhu 5000C yakni meningkat sebesar 11,3741 % dari luas permukaan awal yang diaktivasi pada suhu 1100C. Hal ini disebabkan pada suhu 5000C terjadi tahapan pembentukan pori (proses karbonasi) yang berlangsung pada suhu 400-6000C [12] sehingga terjadi peningkatan luas permukaan dan juga perbesaran pori. Pemanasan pada suhu 8000C merupakan proses pengaktifan pori (800-11000C) [12]. Dari tabel terlihat bahwa terjadi penurunan luas permukaan dan juga pori bila dibandingkan dengan adsorben yang diaktivasi pada suhu 5000C. Berdasarkan penelitian Yustina [19] diduga penurunan luas permukaan dikarenakan adanya penggumpalan impuritis yang menempel pada permukaan adsorben serta menutupi volume pori sehingga jejarinya lebih kecil. Luas permukaan yang paling besar terjadi pada adsorben yang diaktivasi pada suhu 5000C walaupun demikian perbedaan luas permukaan antara adsorben yang diaktivasi pada suhu 5000C dan 8000C tidak terlalu besar. Salah satu karakteristik dari adsorben adalah luas permukaan. Beberapa jenis adsorben komersial memiliki standar luas permukaan yaitu alumina aktif 320 m2/g; silika gel 750-850 m2/g; karbon aktif 4001.200 m2/g; karbon molecular sieve 400 m2/g; dan zeolit 600-700 m2/g [5]. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa luas permukaan adsorben cangkang kerang pada berbagai suhu aktivasi telah sesuai dengan standar luas permukaan adsorben komersial yang ada. Penentuan Berat Jenis Adsorben Dari Cangkang Kerang Bulu Tabel 2 menampilkan hasil pengukuran densitas dari adsorben cangkang kerang yang diaktivasi pada suhu 110, 500, dan 8000C. Tabel 2. Berat Jenis Adsorben Dari Cangkang Kerang Bulu pada Berbagai Suhu Aktivasi T ρ % Penurunan 110 2,9613 3,5745 500 2,9361 2,6931 800 2,6800 6,2642 Rata-Rata 2,8591 4,1772 Keterangan: T= Suhu (0C)
ρ = Berat Jenis (g/ml) Pada tabel 2 menunjukkan bahwa suhu aktivasi adsorben berbanding terbalik terhadap berat jenis adsorben yang dihasilkan. Dari tabel dapat dilihat adsorben yang dihasilkan terjadi penurunan berat jenis dengan persentase rata-rata penurunan sebesar 4,1172% yang diaktivasi pada suhu 110, 500, dan 8000C. Semakin meningkatnya suhu aktivasi, maka berat jenis adsorben semakin kecil. Proses aktivasi merupakan proses yang mampu mengembangkan struktur pori baru oleh adanya dekomposisi termal, sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kecilnya berat jenis adsorben yang dihasilkan [16]. Berdasarkan teori yang ada hal ini telah sesuai dengan hasil yang disajikan pada tabel 2. Penentuan Kadar Air Adsorben Dari Cangkang Kerang Bulu Penentuan kadar air adsorben cangkang kerang dilakukan dengan menggunakan furnace. Tabel 3 menampilkan hasil perhitungan kadar air dari adsorben dari cangkang kerang bulu. Tabel 3. Kadar Air Adsorben Dari Cangkang Kerang Bulu Suhu Aktivasi % Kadar Air (0C) 110 0,6919 500 1,6929 800 1,7125 Melalui uji kadar air ini dapat diketahui seberapa banyak air yang dapat teruapkan agar air yang terikat pada adsorben tidak menutup pori dari adsorben itu sendiri. Hilangnya molekul air yang ada pada karbon aktif menyebabkan pori-pori pada adsorben semakin besar. Semakin besar pori- pori maka luas permukaan adsorben semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari adsorben [14]. Dari tabel 3 terlihat peningkatan kadar air antara adsorben yang diaktivasi pada suhu 110, 500, dan 8000C. Pada tabel diatas menunjukan adsorben yang dibuat sudah memenuhi nilai Standar Nasional Indonesia yakni kurang dari 15% [15]. Penentuan Kadar Abu Adsorben Dari Cangkang Kerang Bulu
54
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
Penentuan kadar abu adsorben cangkang kerang dilakukan dengan menggunakan furnace. Tabel 4 menampilkan hasil perhitungan kadar abu dari adsorben cangkang kerang bulu. Tabel 4. Kadar Abu Adsorben Dari Cangkang Kerang Bulu Suhu Aktivasi % Kadar Abu (0C) 110 8,3931 500 7,9390 800 7,8641
Perhitungan dilakukan dengan pendekatan model adsorpsi secara Langmuir dan juga Freundlich. Dimana adsorpsi yang terjadi diasumsikan berlangsung secara isoterm. Hubungan yang menggambarkan antara adsorpsi dan adsorbat dalam Isoterm Langmuir adalah : . . . . . (5) . . . . . (5) Persamaan diatas disusun menjadi persamaan garis lurus sebagai berikut : . . . . . (6)
Adsorben terdiri dari lapisan-lapisan bertumpuk satu sama lain yang membentuk pori. Dimana pada pori-pori adsorben biasanya terdapat pengotor yang berupa mineral anorganik dan oksida logam yang menutupi pori. Selama proses aktivasi, pengotor tersebut ikut menguap sehingga menyebabkan pori-pori semakin besar [14]. Dari tabel 4 terlihat bahwa meningkatnya suhu aktivasi adsorben maka terjadi penurunan kadar abu pada adsorben yang diaktivasi pada suhu 110, 500, dan 8000C. Kadar abu dipengaruhi oleh adanya proses oksidasi terutama pada suhu tinggi. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa adsorben yang dibuat sudah memenuhi nilai Standar Nasional Indonesia yakni kurang dar 10% [9]. Penentuan Model Adsorpsi Isoterm Yang Terjadi Pada Penjerapan Fenol Penentuan model adsorpsi isoterm adalah untuk mengetahui jenis adsorpsi yang terjadi pada adsorben. Pada penelitian ini konsentrasi awal larutan fenol digunakan sebesar 60, 80, dan 100 ppm. Adsorben yang digunakan adalah adsorben yang memiliki berat jenis paling kecil. Hal ini dikarenakan berat jenis yang kecil mengindikasikan semakin besar volume pori internal yang diperoleh [16]. Sehingga jumlah adsorbat yang terjerap semakin banyak pula. Konsentrasi yang terjerap disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Data Konsentrasi Larutan Fenol C1 C2 % Konsentrasi Hilang 60 20,100 66,500 80 27,200 66,000 100 44,220 55,800 Keterangan : C1 : Konsentrasi Awal (ppm) C2 : Konsentrasi Akhir (ppm)
Atau : . . . . . (7) Dengan memplot 1/q vs 1/C didapat persamaan garis lurus dimana slope garis tersebut adalah dengan interceptnya adalah
.
Tabel 6 adalah data yang digunakan untuk mendapatkan model adsorpsi secara Langmuir. Tabel 6. Data Perhitungan Untuk Model Adsorpsi Langmuir 1/C2 (ppm-1) 1/q (g adsorben/mg fenol) 0,0497 0,5460 0,0367 0,4042 0,0226 0,3783 Sedangkan untuk persamaan adsorpsi dengan model Adsorpsi Freundlich dinyatakan dengan persamaan : . . . . . (8) Persamaan diatas disusun menjadi persamaan garis lurus sebagai berikut : . . . . . (9) Atau : . . . . (10) Dengan memplot log q vs log C didapat persamaan garis lurus dimana slope garis tersebut adalah n dengan interceptnya adalah log k. Tabel 7 adalah data yang digunakan untuk mendapatkan model adsorpsi secara Freundlich. Grafik untuk masing-masing model adsorpsi isoterm disajikan pada gambar 2 dan 3.
55
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
Tabel 7. Data Perhitungan Untuk Model Adsorpsi Freundlich Log C2 (ppm) Log q (mg fenol/ g adsorben) 1,3031 0,2627 1,4345 0,3933 1,6456 0,4221 0.6
1/q
0.4 y = 6,1133x + 0,2205 R² = 0,8452
0.2 0 0
0.02
1/C2
0.04
0.06
Log q
Gambar 2. Kurva Adsorpsi Langmuir Untuk Larutan Fenol
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
y = 0,4343x - 0,2751 R² = 0,781 1
1.2
1.4 Log C2
1.6
1.8
Gambar 3. Kurva Adsorpsi Freundlich Untuk Larutan Fenol
Dari grafik didapat nilai konstanta masingmasing model adsorpsi seperti yang disajikan dalam tabel 8. Tabel 8 Nilai Konstanta Masing-Masing Adsorpsi Model Konstanta R2 Langmuir k = 27,7244 0,8452 qm = 4,5351 Freudlich k = 0,5307 0,781 n = 0,4343 Daya jerap (adsorpsi) adalah peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antar permukaan dalam dua fasa. Pada kondisi tertentu atom, ion atau molekul dalam daerah ini mengalami ketidakseimbangan gaya sehingga mampu menarik molekul lain sampai keseimbangan gaya tercapai [10]. Pada proses adsorpsi dengan adsorben, juga terjadi selektivitas adsorpsi. Di dalam air adsorben lebih memilih molekul-molekul organik dan substansi-substansi yang nonpolar. Seperti diketahui bahwa air lebih tinggi polaritasnya daripada fenol, momen dipol air ialah sebesar 1,84 D sedangkan
fenol sebesar 1,2 D, sehingga dapat dipastikan bahwa adsorben akan lebih menyukai fenol dibanding air [17]. Keabsahan kurva adsorpsi isoterm dapat diuji dengan menentukan harga koefisien korelasi (R2) atau uji kelinieran yang menyatakan ukuran kesempurnaan hubungan antara konsentrasi akhir larutan fenol dan konsentrasi terjerap. Korelasi dinyatakan sempurna jika nilai R2 mendekati 1. Dari gambar 2 dan 3 diatas terlihat bahwa kurva pada isoterm Langmuir memiliki nilai R2 sebesar 0,8452 sedangkan pada isoterm Freundlich memiliki nilai R2 sebesar 0,781 sehingga dapat disimpulkan bahwa adsorpsi yang terjadi lebih cenderung mengikuti model adsorpsi langmuir. Kesimpulan 1. Karakterisasi adsorben dari cangkang kerang bulu berupa luas permukaan, kadar air, dan abu telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2. Berat jenis adsorben dari cangkang kerang bulu berbanding terbalik terhadap suhu aktivasi. 3. Semakin meningkat suhu aktivasi kadar abu yang diperoleh semakin menurun. 4. Adsorpsi pada penjerapan fenol menggunakan adsorben dari cangkang kerang bulu cenderung mengikuti model Adsorpsi Langmuir dibandingkan Freundlich. 5. Nilai Konstanta masing-masing untuk Adsorpsi Isoterm Langmuir adalah k = 27,7244, qm = 4,5351, dan R2= 0,8452. Daftar Pustaka [1] Al-Sultani Khadim F., Al Seroury F.A., Characterization the Removal of Phenol From Aquenous Solution in Fluidized Bed Column By Risk Husk Adsorbent, Research Journal of Recent Sciences 1 ISC-2011, 145-151, 2012. [2] Asri Saleh, Efisiensi Konsentrasi Perekat Tepung Tapioka Terhadap Nilai Kalor Pembakaran Pada BioBriket Batang Jagung (Zea mays L.), Jurnal Teknosains, Vol.7, No. 1, 78-89, 2013. [3] Gil Lim Yoon, dkk., Chemical Mechanical Charecteristic of Crushed Oyster Shell, Waste Mangement 23, 825-834, 2003. [4] Ida Ayu Gede Widihati, dkk., Studi Kinetik Adsorpsi Larutan Ion Logam
56
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 4, No. 4 (Desember 2015)
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
Kromium (Cr) Menggunakan Arang Batang Pisang (Musa paradisiaca),” Jurnal Kimia,Vol. 6, No.1, 8-16, 2012. J.D. Seader, Ernest J. Henley, Separation Process Principles, Second Edition, John Wiley and Sons, USA, 2006, p. 572. Kasam, Andik Yulianto, dan Titik Sukma, Penurunan COD Dalam Limbah Cair Laboratorium Dengan Menggunakan Filter Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa, LOGIKA, ISSN:1410-2315, Vol. 2, No. 2, 3-17, 2005. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Warta Pasar Ikan, Vol. 79, 12-13, 2010. M, F.Djafri Djebbar, M. Bouchekara, and A. Djafri, Adsorption of Phenol on Natural Clay, African Journal of Pure Applied Chemistry, Vol. 6, No.2, 15-25, 2012. Mody Lempang, Wasrin Safii, dan Gustan Pahri, Sifat Dan Mutu Arang Aktif Tempurung Kemiri, Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol.30, No. 2, 100-113, 2012. Nailul Fauziah, Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung Dari Kulit Acacia mangium Wild Dengan Aktivasi Fisika Dan Aplikasinya Sebagai Adsorben, Skripsi, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2009. Nor Adilla Rashidi, Mostakimah Mohamed, and Suzana Yusup, The Kinetic Model of Removal of Calcinaton and Carbonation of Anadara Granosa, International Journal of Renewable Energi Reseach, Vol. 2, No.3, 2012. Nyimas Dewi Sartika, dkk, Pembuatan Arang Aktif Berbahan Baku Bagas Tebu Melalui Kombinasi Proses Karbonisasi Hidrotermal Dan Aktivasi Kimia , Jurnal Teknologi Industri Pertanian, Vol. 24, No. 2, 157-165, 2014. Rayandra Arsyhar, Adsorption Isotherm of Phenol Onto Derived From Eggshell and Palm Oil Shell, Jurnal Natur Indonesia, ISSN:1410 9379, Vol. 13, No. 3, 276-280, 2011. Rosita Idrus, dkk, Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung
Kelapa, Prisma Fisika, Vol 1, No. 1, 50 – 55, 2013. [15] Santiyo Wibowo, Wasrin Safii, Gustan Pahri,Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Callophyllum inophyllum Lin), Fakultas Kehutan, IPB, Kampus IPB, Darmaga, Bogor, 2009. [16] Siti Mujijah, Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Biji Kelor (Moringa oleifera. Lamk) dengan NaCl sebagai Bahan Pengaktif, Skripsi, Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang, 2010. [17] Slamet, dkk, Penyisihan Fenol Dengan Kombinasi Proses Adsorpsi Dan Fotokatalisis Menggunakan Karbon Aktif Dan TiO2, Jurnal Teknologi, ISSN:0215-1685, 303-313, 2006. [18] Sylvilia Widyanagari, Penggunaan Adsorben dalam Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn), Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2008. [19] Yustina Supeni, Rahmad Nuryanto, dan Taslimah, Pengaruh Variasi Waktu Terhadap Produk Pirolisis Limbah Serabut Sagu (Metroxylon sp.), Chem info Volume 1, No.1, 310315, 2013.
57