PEMBIUSAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherrrx qurrdricrrrinrrt~ls) DENGAN METODE PENURUNAN SUHU BERTAHAP UNTUK TRANSPORTASI SISTEM KERING
Afiat Wijaya
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN AFIAT WIJAYA. Pembiusan Lobster Air Tawar (Cherax qundricnrinatus ) Dengan Metode Penurunan Suhu Bertahap Untuk Transportasi Sistem Kering. Dibimbing Oleh RUDDY SUWANDI dan TAT1 NURHAYATI. Lobster air tawar red claw (Cherax qztadricarinatus) merupakan salah satu komoditas ekspor penting Indonesia. Di pasar ekspor, lobster air tawar dihargai tidak pemah kurang dari Rp. 150.000 per kg untuk size 10-12 ekor. Kebutuhan lobster air tawar untuk memenuhi pasar Jakarta mencapai 2-3 ton per bulan. sedangkan untuk nasional diperkirakan jumlah kebut~hanlobster air tawar antara 6-8 ton per bulan dengan restoran sebagai penyerap utamanya. Perinintaan pasar domestik dan ekspor lobster dalam kondisi hidup cenderung meningkat, inaka diperlukan suatu teknologi transportasi yang dapat memenuhi permintaan tersebut. Lobster air tawar hidup biasanya masih menggunakan media pengangkut air yang lcurang aman, beresiko tinggi dan kurang efisien. Transportasi dengan sistem kering (media bukan air) dapat menjadi pilihan tepat, apabila kondisi optimalnya diketahui dan merupakan cara yang efisien dan aman meskipun beresilco tinggi. Keunggulan transportasi sistem kering dibanding transportadi sistem basah, yaitu dapat mengurangi stress pada ikan, tidak memerlukan wadah transportasi yang besar, dan tidak terjadinya kehilangan berat. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari teknik pembiusan penurunan suhu secara bertahap pada lobster air tawar (Cherax quadricnrinrrlus) sistem lcering, sedangkan tujuan khususnya, yaitu mengetahui per band in gal^ volume air dan es untuk pembiusan, nlengetahui pengaruh proses pcmbiusan lobster, serta mengetahui lama penyimpanan optimum dengan perlaluan penurunan suhu secara betahap terhadap lobster air tawar. Penelitian dilalcukan ~nelaluidua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Sebelum memulai penelitian pendahuluan dilakukan tahap persiapan penelitian, antara lain persiapan media air, media serbuk gergaji dingin dan lobster uji. Pada Penelitian pendahuluan dilakukan pengujian perbandingan antara volume air (liter) dan jurnlah es (kg) yang optimum untuk mencapai suhu pembiusan. Penelitian ~u;ama meliputi, proses pembiusan dengan penurunan suhu secara bel-tahap menggunaltan es dingin, pengujian lama penyimpanan lobster dengan media serbuk gergaji dingin dalam kemasarl stirofoam, dan proses pembugaran lobster setelah penyiinpana~~. Hasil analisis kualitas air diperoleh kisaran sebagai berikut; suhu 2 6 ' ~ 1; pH 7,35; alkalinitas 154,2 ppm; NH3-N 0,09 ppm; NO2 0,05 ppm dan CO2 1,845 ppm. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan volume media air dan es untuli pembiusan lobster air tawar yang optimum yaitu dengan perbandingan 2:3 yang mencapai suhu 11 OC dalam waktu 30,35 menit. Uji keldusan hidup lobster air tawar dengan lama penyimpanan 10, 15, 20, 25, dan 45 jam dalam media serbulc gergaji pada kemasan stirofoam memiliki perseiltase tingkat kelulusail hidup sebesar 100 %. Penelitian menunjukkan lobster inampu beradaptasi pada s~111u media serbuk gergaji 14-27 OC selama penyimpanan llinggn 45 jam. Analisis statistika menunjuldcan bahwa perlakuan pembiusan secara bertahap dengall lama penyimpanan 10, 15,20, 25, dan 45 jam pada selang kepercayaan 95 % interaltsi keduanya memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata.
*
PEMBIUSAN LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus ) DENGAN METODE PENURUNAN SUHU BERTAHAP UNTUK TRANSPORTASI SISTEM KERING
Afiat Wijaya
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Periltanan pada Faltultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pernbiusan lobster air tatvar (Clterax q~lnd~*icarinnt~~s) dengan rnetode penurunan suhu bertahap untuk transportasi sistem kering adalah karya saya sendiri dan belum diajukan daam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicanturnkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, i'iovelnber 5008
Afiat Wijaya C34103059
Judul Skripsi
: PEMBIUSAN LOBSTER AIR TAWAR
(Clternx quadricarinatus) DENGAN METODE PENURUNAN SUHU BERTAHAP UNTUK TRANSPORTASI SISTEM I<ERING.
Nama Mahasiswa
: Afiat Wijaya
Nomor Pokok
: C34103059
Disetujui, Komisi Pembiinbing, Pembirnbing 1
Dr.Ir.Kuddy Suwandi. MS. M.Phil NIP. 131 474 001
Pembimbing I1
Dr. Tati Nurhayati, S.Pi. M.Si NIP. 132 149 436
an dan Ilmu Kelautan
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta kidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengau dengan metode judul Pembiusan lobster air tatvar (Clternx q~mdricnri~zatr~s) penurunan suhu bertahap untuk transportasi sistem kering. Slvipsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di program studi Telcnologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Peitanian Bogor. Pada keseinpatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1) Mama atas doa, pengorbanan baik materil maupun non materil dan motivasi yang selalu beliau berikan padaku. 2) Bapak Dr.Ir. Ruddy Suwandi, Ms, M.Phil dan Ibu Dr. Tati Nurhayati S.Pi,
M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, nasihat, serta motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3) Bapak Ir. Djoko Poernomo selaku penguji yang telah memberikan masukan-masukan untuk kesempurnaan tugas akhir ini. 4) Keluarga yang telah meinberikan dukungan materil maupun non materil.
5) Kekasilku tersayang (Ayu Saribianti) yang telah memberikan ddukungan materil maupun non materil dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6 ) Sahabat-sahabat (Zhay, 00, Miska, Yogie ) yang telah memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan tugas alhir ini.
7) 'Bapak Jajang selaku penanggung jawab Laboratorium basah Depai-temen Budidaya Perairan yang telah memberikan izin untuk ine~lgg~~naltan fasilitas laboratoriuin.
8) Teinan-teman BDP (Pak Azis, Ema,Yuli, Marwan, Pito dan Bang Abe ) yang banyak memberikan pengetahuan mengenai budidaya lobster.
9) Teman-teman seperjuangan (Sereli Pia, Yanti, Nia, Indah) yang terus memberi semangat selama mengerjakan penelitian sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 10)Teman-teman seperjuangan di kabinet BEM-C 200512006 dan Kabinet Bem-C 200612007 yang telah memberikan kisah indah di kehidupan kampus. 11) Temar,-teman seperjuangan di kepengurusan FPC 12)Teman-teman seperjuangan di kepengurusan FGW Student Forutn (Desyia, Ijal, Ulina, Bowo, Agung, Liany, Setyo, Wisnu) 13)Teman-teman kost Gopiss (Juan, Haris, Whindyka, Ferry, Wahyu, Edo, Yudi, Nunu, Teteg, Bayhaqqi, Iwan, zae) yang telah memberikan tawa di sela-sela penyelesaian akhir skripsi ini. 14) Dosen-dosen, staf administrasi, staf labolatoriuin Departemen THP. 15)Teman-teman THP 39 dan THP 40 yang memberikan motivasi dala~n menyelesaikan tugas akhir ini. 16) Teman-Teman THP 41 atas kebersamaan dan kekompakan dalam mengarungi masa-masa perkuliahan 17) Adik-adik kelasku THP 42 dan THP 43 18) Selnua pihak yailg telah membantu penyelesaian tugas akhir ini.
Bogor, November 2008
Afiat Wijaya
RIWAYAT HIDW
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 03 September 1985. Penulis merupakan anak keliia dari l i i a bersaudara pasangan M. Rahmat (dm) dan Neneng Sulastri. Penulis mengawali pendidikan formal di MI Ararnaniyah, Depok dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menegah pertama di SMP Pelita Harapan 1 Depok
dan lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 109 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 penulis diterima sebagai Mahasiswa di Program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui ujian masuk SPMB. Selma kuliah penulis aktif diberbagai organisasi
seperti Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan
(HIh4ASILKAN) pada bidang keilmiahan periode 2004-2005, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM C) sebagai Kepala Departemen Hubungan Lua. dan Komunikasi (HUBLUKOM) periode 2006-2007, dan FGW Student Forum pada Divisi Pendidikan dan Pelatihan periode 2005-2007. Penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Pembiusan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dengan metode penurunan suhu bertahap untuk transportasi sistem kering dibimbiig oleh
Dr.11. Ruddy Suwandi, Ms, M.Phil dan Dr. Tati Nurhayati S.Pi, M S . penulis diyatakan lulus pada tanggal 3 1 Oktober 2008.
DAFTAR IS1
Halarnan
...
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vin DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
x
1. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2. Tujuan ................................................................................................... 3 2 . TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
4
2.1. Deskripsi Lobster Air Tawar Red Claw (Cherax quadricarinatus) ..
4
2.2. Komposisi Kimia Crayfish (Cherax quadricarinatus) ....................... 6 2.3. Transportasi Sistem Kering ................................................................
6
2.4. Persiapan Lobster untuk Sistem Transportasi Kering ........................
8
2.5. Pembiusan (Imotilisasi) ......................................................................
8
2.6. Penurunan Suhu Secara Bertahap ...................................................... 9 2.7. Media Pengisi Kemasan ..................................................................... 12 3. METODOLOGI........................................................................................... 14 3.1. Waktu dan Tempat .............................................................................
14
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 14
..
3.3. Metode Penel~t~an .............................................................................. 14 3.3.1. Persiapan penelitian . . (a). Media alr .............................................................................. 14 1) Pengukuran pH dan suhu (Bates 1973 ) ........................... 15 2) Pengukuran oksigen terla~ut(DO) (Winkler 1888).......... 15 3) Pengukuran CO;! (Dye 1958).......................................... 15 4) Pengukuran total iunoniak nitrogen (wheatherburn 1967) ............................................................................... 15 5) Pengulcuran Nitrit (SNI 2003) ........................................ 16 6) Pengdcuran alkalinitas (Pohland dan Bloodgood 1963) 16 (b) . Media serbuk gergaji dingin ............................................... 17 .. (c). Lobster uji ..........................................................................17 3.3.2. Penelitian pendahuluan ....................................................... 17 . . 3.3.3. Penel~t~an utama....................................................................... 19
(a). Pembiusan suhu rendah dengan penurunan suhu secara bertahap ............................................................................... (b). Penyimpanan dan penyusunan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dalam kotak styrofoanz ............... (c). Pembugaran kembali ....................................................... (d). Tingkat kelulusan hidup lobster .........................................
19 19 20 21
3.4. Rancangan Percobaan ........................................................................... 23 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 24 4.1. Kualitas Air sebagai Tempat Hidup Lobster Air Tawar ......................... 24 4.2. Penentuan Jumlah Es untuk Pembiusan ............................................... 25 4.3. Tingkah Laku Lobster Air Tawar (Cherax qadricarinatus) Terhadap Penurunan suhu .................................................................... 28 4.4. Kelulusan Hidup Lobster Air Tawar ( Cherax quadricarinatus) .......... 30
5 . KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 35 5.1. Kesimpulan .............................................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 36
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Perbandingan kandungan nutrisi lobster air tawar (cray$sh) dengan komoditas perikanan lainnya.................................................................
6
2. Perubahan aktivitas lobster hidup selama enurunan suhu secara bertahap pada suhu pembiusan 15 C ........................................ 10
!
3. Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah ........................................... 11 4 . Rancangan percobaan penelitian pendahuluan ......................................
18
5. Rancangan percobaan penelitian utama ................................................
21
6 . Tingkah laku lobster terhadap penurunan suhu secara bertahap ........... 30 7. Perubahan suhu media serbuk gergaji dingin dalam styrofoant ............ 33
DAFTAR GAMBAR
1. Foto lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) ..................................
4
2. Morfologi lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) ..........................
5
3. Penyusunan lobster dalam wadah styrofoam ......................................... 20 4 . Bagan alir proses pembiusan dan penyimpanan lobster red claw (Cherax quadricarinatus) dalam media pengemas serbuk gergaji dingin ..................................................................................................... 22
5 . Perbandingan volume air 2 liter dengan jumlah es 2 kg ....................... 26 6. Perbandingan volume air 2 liter dengan jumlah es 2. 5 kg .................... 27 7. Perbandingan volume air 2 liter dengan jurnlah es 3 kg ......................... 27
8 . Pengeinasan lobster dalam media serbuk gergaji pada kemasan Styrofoam ...............................................................................................
31
9 . Persentase kelulusan hidup lobster setelah penyimpanan...................... 31
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Data ukuran lobster air tawar (Cherax quadricarinatzrs) ............................ 38
..
2. Alat-alat anallsls kualitas air........................................................................ 39 3. Kecepatan penurunan suhu media air pada berbagai perbandingan air dan es ...............................................................................
40
4. Data kelulusan hidup lobster dalan kemasan stirofoam ............................. 41 5. Hasil analisis uji kelulusan hidup lobster red claw menggunakan program SPSS ................................................................... 42
..
6. Dokumentasi penelltian ...............................................................................
43
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permintaan pasar terhadap komoditas perikanan dalam kondisi hidup semakin meningkat baik untuk konsumsi maupun budidaya dalam memenuhi ltebutuhan lokal maupun untuk ekspor, terutama untult jenis produlc perilcanan bernilai ekonomis tinggi, sepei-ti udang, lobster, ikan laut dan berbagai jenis ikan air tawar. Kebutuhan dunia terhadap produk-produk hasil perikanan diperkirakan akan terus meningkat selaras dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk di dunia. Peimintaan ekspor untuk udang segarlbeku pada tahun 2003 sebesar 852,7 ton, pada tahun 2004 sebesar 824 ton dan cenderung meningkat hingga data terakhir pada tahun 2007 sebesar 920,5 ton (Departemen Perdagangan 2008). Lobster merupakan salah satu komoditas ekspor penting Indonesia dengan negara tujuan Jepang, Hongkong, USA dan beberapa negara Eropa lainnya. Salah satu jenis komoditas lobster yang prospektif sebagai ltomoditas periltanan Indonesia adalah lobster air tawar red claw (Cherax qtradricavinatus) (Hartono dan Wiyanto 2006). Di pasar ekspor, lobster air tawar dihargai tidak pernah kurang dari Rp. 150.000 per kg untuk size 10-12 ekor. Permintaan pasar domestik dan ekspor terus meningkat, sementara produltsi terbatas. Kebirtuhan lobster air tawar untuk memenuhi pasar Jakarta saja mencapai 2-3 ton per bulari, sedangkan untuk nasional diperkirakan jumlah kebutuhan lobster air tawar antara
6-8 ton per bulan dengan restoran sebagai penyerap utalnanya (Cucun 2006 diacu dalam Afni 2008). Oleh karena itu, lobster air tawar Cherox quadvicarinatzrs memililti peluang yang sangat besar untuk ditransportasikan dalam keadaan hidup sehingga dapat mempel-tinggi nilai jualnya. Lobster red claw (Cherax qundricavinatus) merupakan jenis lobster air tawar yang memiliki keunikan, yaitu warna tubuhnya biru latit. Padahal, warm. biru itu sendiri biasanya hanya dijumpai pada iltan hias air laut. Dengan de~niltian lobster air tawar ini tidalc hanya dijadikan sebagai udang ltonsunlsi, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai udang hias (Hartono dan Wiyanto 2006). Keunggulan lobster air tawar dibanding lobster air laut adalah lobster air tawar lebih mudah dibudidayakan dibanding lobster air laut. Pembudidayaan lobster air tawar telah
dilakukan dihabitat aslinya, Queensland, Australia dan Perairan Amerika Serikat. Di Indonesia budi daya lobster air tawar baru mulai dirintis pada tahun 1991 dan masih terbatas dilakukan oleh beberapa peternak ltarena adanya kendala keterbatasan jumlah
induk di pasaran dalan negeri.
Seiring dengan
berkembangnya teknologi budidaya maka sejak awal tahun 2003 budi daya lobster air tawar semakin berkembang. Hal ini terlihat dari munculnya sejumlah peternak yang bisa melakukan pembudidayaan lobster air tawar di beberapa ltota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bali dan Yogyakarta (Hartono dan Wiyanto 2006). Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) pada dasrunya dapat hidup di berbagai habitat. Hanya saja untuk meningkatkan produktivitasnya dalam berkembang biak, red claw cende~ungcocok pada suhu 20-24
OC.
ICondisi
tersebut sangat sesuai dengan iklim di Indonesia sehingga sangat mendukung serta menguntungkan jika dibudidayakan. Usaha pembudidayaan lobster air tawar terbagi
dua,
yaitu
usaha
pembenihan
dan
usaha
pembesaran
(Hartono dan Wiyanto 2006). Lobster air tawar hidup biasanya masih menggunakan media pengangkut air yang kurang aman, beresiko tinggi dan kurang efisien. Transportasi dengan sistem kering (media bukan air) dapat menjadi pilihan tepat, apabila kondisi optimalnya diketahui dan merupakan caara yang efisien dan alnan meskipun beresiko tinggi. Transportasi sistem kering memiliki beberapa keunggulan dibanding transpostasi sistem basah, yaitu : a) transportasi sistem kering tidak memerlultan wadah transportasi yang besar; b) dapat mengurangi stress karena pengan~h cahaya, getaran dan kebisingan; c) tidak terjadi kehilangan berat (Ditjen Perikanan 1993 diacu dalam Nitibaskara et al. 2006). Pada transportasi sistem kering, secara umum dilakukan ppembiusan (imotilisasi) sebelum ditransportasikan. Pembiusan (imotilisasi) berprinsip pada hibernasi, yaitu usaha menekan metabolisme suatu organisnle hingga kondisi minimum untuk mempertahankan hidupnya lebih lama (Suryaningrum et al. 2005). Imotilisasi dilakukan untuk menurunkan dtivitas metabolisme dan respirasi krustasea, sehingga selama transportasi tidalc banyak bergerak dan tidak banyak memerlukan oksigen untuk respirasinya. Beberapa cara imotilasi antara lain, yaitu menggunakan suhu rendah, menggunaka~~bahan
metabolit alami maupun buatan. Bahan metabolit alami yang dapat digunakan untuk imotilisasi adalah ekstrak biji karet (Wibowo et al. 1994), sedangkan bahan metabolit buatan yang biasa digunakan adalah MS222 dan COz. Imotilisasi menggunakan suhu dingin merupakan cara yang paling efektif, ekonomis, dan aman karena tidak meninggalkan residu bahan kimia. Transpoi-tasi sistem kering, pada prinsipnya menggunakan suhu rendah untuk mengkondisikan udang/lobster dalam keadaan metabolisme dan respirasi rendah sehingga daya tahan dalam kondisi transportasi lebih tinggi. Pada dasarnya, imotilisasi menggunakan suhu rendah terbagi menjadi dua, yaitu dengan metode penurunan suhu secara bertahap dan secara langsung. Sistem transportasi kering ini telah diaplikasikan terhadap lcomoditas lobster air laut dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilalcukan Suparno et al. (1994), dan Setiabudi et al. (1994) pada lobster air laut hijau pasir, diketahui bahwa penurunan suhu secara bertahap merupakan metode pembiusan yang lebih baik dibanding dengan penurunan suhu secara langsung. Penelitian ini mengkaji tentang aplikasi sistein transportasi kering terhadap lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus) untuk budidaya peinbesaran dan mengkaji aspelc media suhu pembiusan, yaitu perbandingan volume media air pembius dengan es dan pengaruh proses pembiusan secara bertahap terhadap kelangsungan hidup lobster air tawar (Cherax quadricarir~atus)dalam kemasan media serbuk gergaji dingin. 1.2. Tujuan Tujuan umum peilelitian ini adalah mempelajari telmik pembiusan penurunan suhu secara beitahap pada lobster air tawar (Cherax quadricarinatzrs) sistem kering. Tujuan khusus :
- mengetahui perbandingan volume media air pembius dan jumlah es yang optimum untuk pembiusan ;
-
mengetahui pengaruh proses pembiusan dengan metode penurunan suhu secara bel-tahap dalam kemasan serbuk gergaji dingin pada lobster air tawar (Cherax qzladricarinatus) i
-
mengetahui lama penyimpanan optimum dengan penurunan suhu secara betahap terhadap lobster air tawar (Cherax quadricarinatzls).
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Lobster Air Tawar Red Claw (Cherax quadricarinatus)
Cherax quadricarinatus termasuk ke dalam Keluarga Parasticidae. Jenis lobster air tawar ini dikenal dengan sebutan red claw. Disebut red claw karena pada kedua ujung capitnya terdapat warna merah. Selain sebagai lobster konsumsi, red claw juga cocok dijadikan lobster hias karena memiliki keunggulan pada bentuk dan warna tubuhnya. Wama biru mengkilap terpancar dari tubuhnya (Hartono dan Wiyanto 2006). Foto lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Foto lobster air tawar (~v~~~~.budidavaiobsterailta~~ar.con~)
Cherax quadricarinatus diklasifikasikan sebagai berikut : Filum
: Arthropods
Kelas
: Crustacea
Ordo
:Decapoda
Famili
: Parastacidae
Genus
: Cherax
Spesies
: Cherax quadricarinatus
(Holthuis clan Merrick 1993, diacu dalam Tanribali(2007). Tubuh lobster terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian depan yang terdiri dari kepala d m dada yang disebut chepalothorax. Sementara bagian belakang terdiri dari badan dan ekor yang disebut abdomen. Kepala ditutupi oleh M i t atau
cangkang kepala (carapace). Kelopak kepala bagian depan disebut rostrum. Bentuknya meruncing dan bergerigi. Kepala lobster terdiri dari enam bagian ruas. Pada ruas pertama terdapat sepasang mata yang bertangkai dan bisa digerakgerakan. Pada ruas kedua dan ketiga terdap3t sepasang sungut kecil (antennula) dan sungut besar (antenna). Pada ruas keempat, kelima dan keenam terdapat rahang (mandibula),maxilla I, dan maxilla 11. Ketiga bagian ini berfungsi sebagai alat makan. Pada bagian kepala terdapat lima pasang kaki (periopod). Kaki pertama, kedua, ketiga mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi capit. Capit pertama berfungsi sebagai senjata untuk menghadapi lawan. Capit kedua dan ketiga digunakan sebagai alat yang berfungsi seperti tangan. Sementara dua pasang kaki lainnya digunakan sebagai alat bergerak atau sebagai kalti jalan. Dibagian abdomen terdapat empat pasang Xaki renang yang terletalt dimasingmasing ruas. Kaki-kaki tersebut berfungsi sebagai kaki renang. Sementara bagian elcor terdiri dari dua bagian, yaitu ekor kipas (uropoda) dan ujung ekor (telson) (Hartono dan Wiyanto 2006). Dilihat dari organ tubuh luar, lobster air tawar memiliki beberapa alat pelengkap seperti disajikan pada Gambar 2.
----
Abdomen
Ekor tengah Ekar somping
Gambar 2. Morfologi lobster air tawar (Cherax quadricarinntzrs) (Sukmajaya dan Suhajo 2003) Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) sangat cocok hidup di lingkungan dengan suhu air optimal pada kisaran 20-24
OC,
pH 7-8, dan
lcesadahan air 10-20 O dH. Panjang tubuh red claw dewasa dapat mencapai 50 cm dengan bobot berat sekitar 800-1000 g per ekor. Lobster memiliki sifat kanibal, yaitu sifat yang suka memangsa jenisnya sendiri. Dalam keadaan lemah, lobster yang mengalami moulting akan dimangsa oleh lobster lainnya. Untuk menghindari kanibalisme, biasanya lobster yang sedang moulting mencari tempat perse~nbunyian(Hartono dan Wiyanto 2006). 2.2. Komposisi Kimia Crayfish (Cherax quadricarinatus) Lobster air tawar memang mengandung kolesterol lebih rendah dibandingkan dengan udang (prawn), namun dibandingkan dengan lobster air laut (rock lobster) lnasih lebih tinggi sedangkan dibanding ikan sepelti ikan tuna, jauh lebih rendahperbandingan kandungan lobster secara lengkap teltera pada Tabel 1 Tabel 1. Perbandingan kandungan nutrisi lobster air tawar (crayfish) dengan komoditas perikanan lainnya
/
per lOOg of
I
Tuna
I
Tigerpm~viz/
Crnyjsh
I
Rocli Lobster
(sumber : http:l/www.frdc.corn.audiposted ole11 Lim 2007 b) 2.3. Transportasi Sistern Kering Transportasi sistem kering menggunakan prinsip Mbemasi. Hibernasi merupakan usaha untuk menekan metabolisme suatu organisme sehingga dala~n kondisi lingkungan yang minimum organisme tersebut mampu bertahnn (Junianto 2003). Transportasi ikan hidup tanpa media air (sistem lc2ring) merupakan sistem pengangkutan ikan hidup dengan media pengangkutan bulcan air. Oleh karena itu, pada sistem ini ikan dibuat dalam kondisi tenang atau
I
aktivitas respirasi dan metabolismenya rendah. Cara tersebut diantaranya adalah menggunakan bahan antimetabolik atau anestesi (Wibowo 1993). Kelulusan hidup lobster selama transportasi dengan sistem kering sangat dipengaruhi oleh posisi lobster dalam kemasan dan suhu media serbuk gergaji. Pada umumnya sebagian besar lobster yang mati adalah lobsterludang ymg berada pada lapisan bawah kemasan dan dekat dengan es. Hal ini terjadi karena beban yang harus ditanggung lobster pada lapisan bawah kemasan jauh lebih besar dari beban yang harus ditanggung udang pada lapisan atas kemasan. Beban yang terlalu besar dapat membuat lobster mati. Selain itu, suhu es yang sangat rendah (0
OC)
tidalc dapat ditoleransi oleh lobster selama transportasi sehingga
lobster akan kedinginan d m mati (Suparno et al. 1994). Suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan metabolisme. Keadaan ini menyebabkan lobster memerlukan banyak oksigen untuk respirasinya, sementara ketersediaan oksigen dalam sistem kering terbatas. Oleh karena itu, dalam sistem kering suhu media diatur sedemikian rupa sehingga suhu media tetap rendah guna mempeitahankan lobster berada pada lcondisi metabolisme basal (Sulyaningrum et al. 2005). Pada saat lobster dalam kcadaan tanpa air, rongga karapasnya masih mengandung air sehingga masih mampu menyerap oksigen yang terdapat di air yang ada dalam rongga karapas (Shigueno 1979 diacu dalam Prasetyo 1993). Kematian selama proses transportasi kering yang paling uinum berasal dari stres selama perjalanan, ha1 ini akan terlihat pada tiga hari pertama dari pemindahan secara hidup, pengeringan sebagian insang tidak mungkin meinbunub lobster secara langsung tetapi terjadinya peitukaran oksigen dan amonialc yang menjadi sebab dan menyebabkan lobster mati setelah beberapa hari. Secara umuln kematian hingga 30 % sangat mungkin terjadi tergantung dengan lcesiapan fasilitas yang altan digunakan dan kualitas air, perlakuan selama pengiriman dan musim dalarn setahun. Umumnya kematian 20 % merupakan hasil yang baik tergantung dari keseluruhan waktu perjalanan, iklim, dan kualitas dari fasilitas yang digunakan. Kematian yang sangat besar mengindikasikan antara pengiri~nan yang tidak dilakukan dengan baik (terlalu panas atau terlalu dingin) atau terjadi
kesalahan pada fasilitas yang akan digunakan, seperti oksigen terlarut, tingkat amoniak dan air yang tercemar dan sebagainya (Lim 2007a). Transportasi dengan sistem kering menggunakan teknik pembiusan suhu rendah dengan tingkat kelulusan hidup yang dihasilkan adalah 90 % untuk transportasi selalna 16 jam dan 80 % untuk transportasi selama 19 jam (Nitibaskara 1996 diacu dalarn Firdaus 2000). Transpoltasi udang windu tambak
(Penneus monodon) hidup sistem kering dengan pengaturan suhu secara semi otomatis pada 15 OC untuk pembiusan dan 17 OC untuk suhu kemasan transportasi menghasilkan kelulusan hidup 91,7 % pada uji transportasi 15 jam (Subarkah 1998 diacu dalam Firdaus 2000). 2.4. Persiapan Lobster untuk Sistem Transportasi Kering Lobster yang akan ditransportasikan dalam keadaan hidup dengan sistem kering hams memenuhi persyaratan ukuran komersial untuk dikonsumsi. Selain
itu, udangllobster h a m dalanl keadaan sehat, tidak cacat fisik dan tidak mengalami pergalltian kulit (moulting). Lobster yang sedang moulting dan tidak sehat cenderung memililci daya tahan hidup yang rendah dan berpeluang mati selarna transportasi. Adaptasi lobster yang berasal dari tambak perlu dilaltukan sebelum proses pemindahanltransportasi hidup (Wibowo dan Soekarto 1993). Lobster yang sehat perlu dipuasakan minimal 24 jam sebelum dilakukan imotilisasi atau pembiusan. Proses pemuasaan perlu dilakukan agar selama proses pembiusan
tenrtama
dengan
zat
anestesi
ikan
tidak
muntah
(Smith dan Mankoewidjojo diacu dalaln Dewi 1995). 2.5. Pembiusan (Imotilisasi) Kondisi motil atau pingsan diperlukan agar proses metabolisnie lobster berkurang, sehingga aktivitas fisiologis, kebutuhan oksigen, d m produksi COz lobster dalam berespirasi lnenjadi rendah (Nitibaskara et al. 2006). Pemingsanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti penurunan suhu, pelnbiusan dengan C02 yang digelembungkan dalam air atau penggunaan 300 ppm ethylene glycol
inonophenyl ether (Nitibaskara et nl. 2006). Menurut Wibowo 1993, ada beberapa cara yang dapat digunaltan untulc memhuat udang dalam keadaan imotil atau dalam keadaan aktivitas metabo:isme rendah. Cara tersebut diantaranya menggunakan suhu rendah dan baht!)
antimetabolik baik buatan maupun alami. Bahan antimetabolilc berfhngsi untuk mengurangi aktivitas metabolisme hewan uji. Bahan antimetabolit alami yang dapat digunakan untuk imotilisasi krustasea adalah ekstrak biji karet, sedangkan bahan metabolik buatan yang biasa digunakan adalah MS-222 dan COl (Wibowo et al. 1998 diacu dalam Suryaningrum et al. 2005) MS-222 disebut juga dengan tricaine (etil-aminobenzoat metanosulfonat; asam 3-aminobenzoik etil ester metanosulfonat; metacaine) berbentuk kristal dengan rumus molekul C I ~ H ~ ~ Ndan O ~berat S molekul 261,31 (Anonim 1968 diacu dalam Dewi 1995). Imotilisasi menggunakan suhu rendah merupakan cara yang paling efektif, ekonomis, dan aman dalam mempersiapkan transportasi luustasea hidup dengan sistem kering (Wibowo et al. 1998 diacu dalam Suryaningum et al. 2005). Pembiusan menggunakan suhu rendah lebih menguntungkan daripada menggunakan bahan-bahan kimia atau alami. Hal ini disebablcan 'biaya dalam penggunaan suhu rendah lebih murah dan aman digunalcan karena tidak
didapatkan
adanpn residu
kimia
yang
dapat
membahayakan konsumen (Junianto 2003). Keuntungan dilakukannya pembiusan (imotilisasi) dalam transportasi hidup adalah (a) terjadinya penurunan tingkat laju konsumsi O2 dan tingkat laju ekskresi C02, amoniak dan buangan lainnya yang bersifat racun; (b) ikan tidak banyak bergerak sehingga n~enur~~nlcan kemungkinan ikan terluka (Junianto 2003). Imotilisasi menggunakan suhu rendah terbagi menjadi dua metode, yaitu metode dengan penurunan suhu rendah secara bertahap dan metode penurunan suhu rendah secara langsung (Nitibaskara et al. 2006). 2.6. Penurunan Suhu Secara Bertahap Imotilisasi menggunakan suhu rendah secara bertahap dilaltukan dengall cara menurunkan suhu media udang atau lobster dari suhu normal sekitar 27 OC ke suhu sekitar 14
OC
secara perlahan-lahan. Penulman suhu dilakukan dengan
kecepatan 5-10 OC/jam atau 0,4-0,8 OC/menit (Suryaningrum et al. 2005). Penu~unan suhu secara bertahap ini dimalcsudkan agar ikan secara bertahap direduksi aktivitasnya, respirasi, dan inetabolismenya sampai titilc inloti1 yang diperlulcan. Selain itu, pada kondisi imotil tersebut aktivitas ikan sudah cukul~
rendah atau bahkan sudah pingsan sehingga mudah ditangani untuk transpotfasi (Nitibaskara et al. 2006). Berdasarkan penelitian Suparno et al. 1994, lobster hijau pasir (Panulirus hunzarus) dengan pembiusan pendinginan secara bertahap dengan suhu 15
OC
selama 15 menit mampu mempertahankan kelangsungan hidup lobster di dalam media serbuk gergaji dingin (14-15
k)selama 25 jam
dengan tingkat kelulusan
hidup 100 % atau 35 jam dengan tingkat kelulusan hidup 66,5 %. Setiabudi et al. 1994, melaporkan bahwa pembiusan secara langsung dengan suhu 14-15
OC
selama 20 menit mampu mempertahankan kelulusan hidup lobster hijau pasir (Pantrlirus humarus) dalam media serbuk gergaji dingin (14-15 OC) selama 20 jam dengan tingkat kelulusan hidup 62,5 %. Suhu di dalam kemasan (media kering yang digunakan) diduga menjadi faktor kritis dalam sistem transpo~fasi lobster hidup dengan menggunakan media bukan air dan upaya untuk menghambat
peninglcatan
suhu
media
serbuk
gergaji
diduga
dapat
memperpanjang daya tahan hidup lobster di dalam media bukan air. Penelitian Handini 2008, menunjukkan bahwa teknik pembiusan penurunan suhu secara bertahap lebih baik dibanding secara langsung pada udang galah (Macrobrachizmnz rosenbergii) dengan suhu 15 OC. Pelubahan aktivitas lobster akibat pembiusan penuriulan suhu secara bertahap sampai suhu pen~biusan15 OC disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perubahan aktivitas lobster hidup selama penurunan suhu secara bertahap pada suhu pembiusan 15 OC Waktu (menit) 0-5
Suhu (OC) 25,5-20
5-10
20-17,s
10-15
17,s-15
15-25
15
Kondisi Lobster
I
Lobster gesit responsif n~enjadi tenang tidak banyak bergerak, sesekali bergerak gelisah, responsif. Lobster tenang, diam, respon mulai berkurang, ltalci jalan mulai merapat ke tubuh dan bergerak lemah. Lobster d i m , agak limbung, anggota badan disekitar mulut dan kaki jalan merapat, respon lemah. Lobster diam tidak bergerak, limbung, kaki jalan merapat, kalci renang bergerak lemah. Ketika diangltat lobster dianl dan sebagian kaki jalannya bergerak perlahan. _I
Su~nber: Wibowo et al. (1994)
Kondisi lobster akibat perlakuan suhu rendah, terlihat bahwa lobster semakin lama semakin tidak aktif dan akhirnya mencapai kondisi yang diam, tidak bergerak tetapi masih dapat memberikan respon terhadap rangsangan fisik dari luar meskipun lemah. Kondisi tersebut menyerupai kondisi makhluk hidup yang dalam keadaan terbius. Berdasarkan ha1 ini, maka lobster yang dalam keadaan tersebut disebut dengan kondisi terbius dan perlakuan yang menyebabkan lobster
menjadi
dalam
keadaan
tersebut
disebut
dengan
pembiusan
(Wibowo et al. 1994). Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah yang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria aktivitas lobster pada suhu rendah
I Kondisi
Lobster tenang
Lobster lamban Lobster lemah Lobster diam
li~nbung Lobster roboh
I
Kriteria
Lobster normal, aktif, reaktif, agresif, responsif, keseimba~iga~i bagos, atau aktifitas dan respon lobster mulai berkurang. Antena sangat reaktif dan responsif atau sedikit berkurang terhadap rangsangan fisik dari luar. Lobster tidak me~iunjultan geraka~i-gerakan reaktif berlebihan atau gerakan yang tidak terkendali. Lobster cenderung tidak banyak bergerak tetapi respon dan keseimbangan masih bagus. Respo~iantena terhadap ganggnan dari luar masih jelas dan kuat. Lobster tidak banyak bergerak, reaksi d a ~ iaktivitas makin berkurang, respon terhadap rangsangan fisik dari luar lamban, tetapi kesei~nballgali I rnasih cukup bagus. Lobster tidak banyak bergerak, reaksi dan aktivitas rnakin berkurang I d a ~respon i lemah. / Lobster tidak banvak bergerak, i . reaksi dan aktivitas ~ n a k i ~berkurang, respon terhadap ganguan fisik dari luar rendah, jika diganggu tidak memberikan respoli tetapi tubuh masill tegak dengan kaki jalan Inerapat I atuu kesei~nba~~ga~i lnulai terganqqil. . rewon . terlladap rangsangan - - duri I u : ~ niillai le111a11atau / tidak ada, tubuli menempel pada dasar akuarium. Kaki jalan Inerapat pada sefatoraks, keseimbangan terganggu - -- dan posisi tubuli miring. Jika hibalik sillit ~111ti1ktegak keiibali..- .. .-Lobster dia~n.hanva ada sedikit gerakan lcmali pada bebernpa
I
I
1
pingsan mulut. Lobster tidak bergerak meskipun sudah ditempatkan di dala~nair bersuliu normal 24- 27 OC. Sumber : Wibowo et al. (1994)
Lobster mati
I
2.7. Media Pengisi Kemasan Media pengisi kemasan adalah bahan yang dapat ditempatkan di antara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Media pengisi kemasan berfungsi untuk menahan ikan agar tidak bergeser di dalam kemasan, menjaga suhu lingkungan di dalam kemasan tetap rendah agar ikan tetap berada dalam kondisi pingsan, serta memberi lingkungan udara dan RH yang memadai untuk kelangsungan hidupnya (Prasetyo 1993). Media transportasi yang dapat digunakan untuk transportasi luustasea hidup dengan sistem kering adalah serbuk gergaji, kertas koran, serutan kapu, rumput laut, dan karung goni. Dari berbagai jenis bahan pengisi tersebut, serbulc gergaji merupakan penghambat panas yang terbaik (Prasetiyo 1993). Selcam padi dan serbuk gergaji adalah media pengisi kemasan yang paling efektif dan efisien untuk pengemasan ikan hidup. Hal tersebut disebabkan karena teksturnya yang baik (seragam) dan nilai ekonomisnya rendah. Bahan pengisi kemasan serutan kayu kurang efektif, karena dapat menimbulkan kerusakan fisik pada ikan selama pengemasan, sedangkan rurnput laut Gracilaria dan Euchenzu kurang efektif digunakan sebagai bahan pengisi karena dapat menimbulkan lendir dan bau basi setelah 46 jam digunalcan (Wibowo dan Soekarto 1993). Fungsi utama dari bahan pengisi tersebut adalah untuk mencegah agar ilcan hidup tidak bergeser dalam kemasan, menjaga suhu lingkungan agar udang/lobster tetap pingsan atau imotil, dan memberi lingkungan udara yang memadai untuk kelangsungan hidup ikan (Junianto 2003). Serbuk gergaji yang digunakan dipilih dari jenis kayu yang tidak menghasilkan racun, tidak berball tajam, dan bersih. Jenis kayu yang dapat digunakan untuk dijadikan serbuk gergaji antara lain, kayu mindi (Melin azedarach), jeungjing (Albizin ,ftr!cata), dan jati (Tectona grandis) (Kamila 2001). Tahapan penggunaan serbuk gergaji untuk transportasi kering, yaitu serbuk gergaji sebelum digunakan dicuci lebih dahulu untuk menghilangkan baultar, kotoran, serta bahan berbahaya yang mungkin ada pada kayt~.Serbuk gergaji kemudian ditiriskan dan dijemur sampai lcering. Selanjutnya serbuk gergaji dilembabkan lcembali dengan air laut sebanyak 50-75 % dari berat serbuk gergaji hingga kadar air mencapai 50-60 %, kemudian serbuk gergaji didinginlcei~
sampai suhunya sekitar 14
'c.
Pendinginan media dapat dilakukan dengan
menggunakan es baiok yang dibungkus plastik (Suryaningrum et al. 2005). 2.8. Pengemasan Pengemasan berfungsi sebagai wadah, pelindung, penunjang, cara penyimpanan dan transportasi serta sebagai alat persaingan dalam pemasaran (Hambali et al. 1990). Menurut Subasinghe 1997, kebanyakan eksportir mengemas udang atau lobster dalam satu lcotak pengemasan sebanyak empat sampai lima lapis yang masing-masing diselingi serbuk gergaji, setelah itu kotak pengemas disegel dengan iakban. Pengemasan dalam transportasi udang hidup untuk tujuan ekspor biasanya menggunakan kotalc stirofoam. Penggunaan lcotak stirofoam dalam kemasan berfungsi sebagai insulator panas dari luar yang akan masuk ke dalam kemasan. Kotak stirofoam dapat digunakan sebagaikmasan primer yang di dalamnya diisi dengan empat sampai lima lapis yang masing-masing diselingi serbuk gergaji dan lcotak karton kardus sebagai kemasan sekunder. Tujuan penggunaan kal-ton adalah untuk menekan goncangan selama pengangkutan dan memperbailci penampilan atau estetika kemasan. Kotak karton yang digunakan sebaiknya berdinding ganda yang dilaininasi dengan lilin. Lapisan lilin ini dimaksudkan untuk mencegah keiusakan kotak karton karena kelembaban yang tinggi selama pengeinasan (Junianto 2003). Untuk mempertahankan sullu kemasan berulcuran 50x50~50cm3 sama dengan suhu pembiusan, maka disarankan untuk menggunakan satu atau dua bongkahan es seberat 0,5-1 kg yang dibungkus plastik. Bongkahan es ini diletakkan di bagian atas atau bawah kemasa? (Subasinghe 1997).
3.
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2008 bertempat di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Falcultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, yaitu akuarium berukuran 150x50~30cm3 untuk pemeliharaan dan akuarium berukuran 50~30x20 cm3 untuk pembiusan lobster, pipa paralon, aerator, ember plastik, kantong plastik, penggaris, timbangan, lakban, kotak styrofoanz ukuran 30x30~40cm3, termometer, dan peralatan untuk pengukuran kualitas air (pH-meter, DO-meter, spektrofotometer) dan pengukur waktu. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lobster air tawar red claw (Cherax quadricarinatus) dengan bobot 20 gram dan panjang tubuh 14-15 c111 dari akuarium pemeliharaan Departemen Budidaya Perairan, data dapat dilihat pada Lampiran 1. Bahan pembantu yang digunakan adalah air, es batu, serbuk gergaji berukuran 0,l-0,3 cm yang berasal dari campuran jenis kayu jeungjing (Albizia falcata) dan mindi (Melia azedarach ) yang diperoleh dari pengrajin kayu di Dra~naga-Bogor.
3.3. Metode Penelitian Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Sebelum me~nulai penelitian dilakukan tahap persiapan penelitian. 3.3.1. Persiapan penelitian Persiapan penelitian dilakukan dengan mempersiapkan hal-ha1 yang dapat menunjang penelitian. Hal-ha1 yang perlu dipersiapkan sebagai berilcut : (a). Media air Media air yang akan digunakan perlu dilalcukan pengujian untuk ~nengetahuikualitasnya, yang meliputi pengukuran suhu, kadar oksigen terlarut (DO), COz, pH, amoniak, nitrit dan alkanitas terhadap media air tempat
pemeliharaan lobster di akuarium pemeliharaan Depaitemen Budidaya Perairan. Adapun alat-alat yang digunakan ~untukmengukur kualitas air tertera pada Lampiran 2. Prosedur pengukuran parameter kualitas media air yang digunakan untuk pemeliharaan adalah sebagai berikut : 1) Pengukuran pH dan suhu (Bates 1973 diacu dalam Rand et al. 1975) Pengukuran pH dan suhu air ini dilakukan pada media air tempat pemeliharaan lobster. 2) Pengulturan oksigen terlarut (DO) (Winkler 1888 diacu dalam Rand et al. 1975) Pengukuran DO dilakukan menggunakan DO-meter dengan cara peneraan pembacaan skala. 3) Pengukuran C02 (Dye 1958 diacu dalam Rand et al. 1975) Pengukuran C02 dilakukail dengan alat gelas dengan cara peneraan titrasi. Air sampel (media air tempat pemeliharaan lobster) sebanyak 25 ml dipipet, ltemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator phenolphlhalein (pp) ditambahkan sebanyak 2-3 tetes ke dalam sampel, setelah itu dititrasi dengan Na2C03 0,0454 N 50 ml hingga terjadi perubahan warna menjadi pink. Volume titran yang digunakan dicatat. ppm C02 = A x N x 4412 x 1000 ml air sampel Keterangan : A = ml Na2C03 N = Normalitas Na2C03 4) Pengukuran total amoniak nitrogen (Wheatherburn 1967 diacu dalam Rand et al. 1975) Pengukuran amoniak dilakukan meilggunakan alat spektrofotometer dengall cara peneraan pembacaan skala. Pengukuran dilakukan pada sampel air tempat peineliharaan lobster. Sampel air sebanyak 25 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam beker gelas 100 ml. Larutan standar NH4C1 disiapltan sebanyak 25 ml dari larkitan standar amoniak. Blanlto dibuat dari 25 nll akuades. Larutan standar, sampel air, dan blanko ditambahkan masing-masing MnSO4 sebanyak 1 tetes, chlorox 0,5 ml dan reagen fenat 0,6 ml. Kemudian ketiga
.
larutan tersebut dibiarkan selama 15 menit. Dengan larutan blanko pada panjang
gelombang 630 nm, spektrofotometer diset pada absorbansi 0 ltemudian dilakukan pengukuran sampel dan larutan standar.
TAN (mgll) = Cst x As
Keterangan :
TAN = Total amoniak nitrogen Cst
= konsentrasi lamtan standar (0,3 ppm)
As
= Nilai
absorbansi sampel
Ast
= Nilai
absorbansi standar
5) Pengukuran Nitrit (SNI 2003) Senyawa nitrit dala~nair uji bereaksi dengall sulfanilamid dalam suasana asam menghasilkan senyawa diazonium. Senyawa diazonium tersebut kemudian bereaksi dengan n-(1-nafti1)-etilendiamindihidroklorida (NED dihidroklorida) membentuk senyawa azo yang berwarna merah muda. Wama merah muda yang terbentuk diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang optimal disekitar 543 nm. 6) Pengukuran alkalinitas (Pohland dan Bloodgood 1963 diacu dalam Rand et 01. 1975 ) Pengukuran alkalinitas dilakukan menggunakan alat gelas dengan cara peneraan titrasi. Air sampel (media air tempat pemeliharaan lobster) sebanyak 25 n ~ ldipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator BCG-MR ditanbahkan sebanyak dua tetes ke dalam sampel air hingga berubah warna menjadi biru. Sampel air tersebut lalu dititrasi dengan HC1 0,02 N 50 ml hingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi bening dan volume titran yang digunakan dicatat. Alkalinitas (ppm CaC03) = A x N x 100/2x 1000 ml sampel Keterangan
:
A = ml HC1 N = Normalitas HC1
(b). Media serbuk gergaji dingin Media pengemas yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji. Sebelum digunakan, serbuk gergaji dipersiapkan sebagai berikut: serbuk gergaji ditampik untuk mendapatkan serbuk gergaji yang halus, dicuci dengan air tawar lalu direndam selama 24 jam lalu dijemur. Proses pencucian hingga penjemum ini dilakulcan dengan dua-tiga kali ulangan. Selanjutnya serbuk gergaji kering direndam dalam air tawar dengan perbandingan 1:1 (wlv). Serbuk gergaji dan air dalam baskom dengan perbandingan 1:1 (wlv) didiamkan selama 2 jam, kemudian diaduk dan ditiriskan. Serbuk gergaji yang telah ditirislcan,
kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama kurang lebih dua jam. Suhu serbuk gergaji dibiarkan meningkat dalam ruangan sampai suhu pembiusan lobster. Setelah mencapai suhu pembiusan, serbuk gergaji siap digunakan dan dimasukkan Ice dalam styofoam yang pada bagian dasamya diberi butiran es batu sebanyak kurang lebih 500 gram yang dibungkus dalam kantong plastik supaya serb~kgergaji tetap dingin pada waktu penyimpanan lobster red claw (Subasinghe 1997). (c). Lobster uji Pada penelitian ini lobster yang digunakan berasal dari ak~~arium pemeliharaan Departemen Budidaya Perairan dengan harga Rp. 3.000/ekor. Lobster tidak dilakukan proses adaptasi. Eal ini dikarenakan lobster yang akan digunakan untuk penelitian sudah berada atau diambil langsung dari media air pemeliharaan lobster. Pada akuarium diberi pipa paralon sebagai te~npatlobster berlindung. Lobster red claw (Cherax qudricarinatus) berbobot 20 gram dengan panjang tubuh 14-15 cm kemudian dipuasakan. Selama pemuasaan media air diaerasi dengan aerator dalam akuarium. 3.3.2. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah es optimum dan mengetahui kecepatan waktu penurunan suhu media air yang aka11 digunakan dalam pembiusan lobster pada perbandingan volume media air pembius dan jumlah es tertentu tanpa lobster. Prosedur kerja penelitian pendahuluan yang dilakukan yaitu, tiga buah akuarium masing-masing berisi 2 liter air disiapkan, kemudian masing-masing akuarium tersebut diberi es yang
dibungkus plastik sebanyak 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg. Rancangan percobaan penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rancangan percobaan penelitian pendahuluan Perlakuan Air ( liter) : Es (kg)
Suhu (OC)
25
24 2:2
23 22
Ulangan I
Ulangan I1
Waktu (menit)
Waktu (menit)
3.3.3. Penelitian utama Penelitian utama dilakukan dengan tujuan mengetahui suhu pembiusan lobster air tawar, lama penyimpanan, proses pembugaran d m tingkat kelulusan hidup lobster air tawar. Berikut melupakan tahapan-tahapan yang dilaldan dalam penelitian utama : (a)
Pembiusan lobster dengan penurunan suhu secara bertahap Lobster diseleksi ierlebih dahulu yaitu lobster yang akan ditranspoi-tasikan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : lobter sehat, bugar, tidak cacat fisik, antena lengkap, tidak sedang fase ganti kulit (moulting) dan tidak sedang bertelur. Teknik pembiusan dengan penurunan suhu secara bertahap dilakukan dengan memasukkan lobster dan es bersamaan ke dalam media air hingga lobster pingsan pada suhu pen~biusan.Adapun jumlah lobster yang akan dipingsanlcan dalam setiap perlakuan sebanyak 30 ekor. Lobster yang dibius dengan penurunan suhu secara bertahap diharapkan pingsan, ditandai oleh keadaan lobster kehilangan keseimbangan, lobster d i m , limbung, kalti renang bergerak lemah, ketika lobster diangkat diam, clan sebagian kaki jalannya bergerak perlahan, respon lemah. (b)
Penyimpanan dan penyusunan lobster air tawar (Cherm quadricarinatus) dalam kotak s@rofoam Kotak stirofoam kosong, pada bagian dasarnya diberi hancuran es
(0,75 kg) yang dibungkus kantong plastik, kemudian ditutup dengan kertas koran untuk mencegah rembesan air dari es. Di atasnya ditaburi serbuk gergaji dingin (suhu 14-15 OC) dengan ketebalan 5-10 cm, sehingga kontalt langsung antara es dengan lobster dapat dihindari. Kemudian lobster yang telah dipingsankan disusun sejajar di atas media dan di atasnya ditaburi serbuk gergaji dingin setebal 1-1,5 cm. Demikian seterusnya, lobster dan media serbuk gergaji disusun dua lapis berselang seling sampai kemasan penuh. Lapisan paling atas diisi serbuk gergaji 10-15 cm. Kemudian kemasan ditutup rapat dan direkatkan dengan menggunakan lakban. Penyusunan lobster dalam wadah di sajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Penyusunan lobster dalam wadah styrofoam Selarna penyimpanan dilakultan pengamatan dan pengulcuran beberapa parameter yang berpengaruh terhadap tingkat mortalitas lobster, yaitu lama penyimpanan, suhu media pengemas, dan perhitungan persentase jumlah lobster hidup setelah penyimpanan. Lama penyimpanan lobster terdiri dari lima interval waktu, yaitu 10, 15, 20, 25 dan 45 jam. Pada setiap perlakuan penyilnpanan terdiri dari dua kali ulangan. Pengukuran suhu media serbuk gergaji dilakultan sebelum lobster dikemas dalam kemasan styiofoam dan sesudall lobster disimpan dalan kemasan media serbuk gergaji dingin. (c)
Pembugaran kembali Lobster yang telah ditransportasikan dengan sistem kering, setelah
kemasan dibuka, lobster segera dicuci dengan air bersih yaug bersuhu sejuk dan diberi aerasi tinggi. Lobster yang hidup akan berenang, mula-mula lobster alcan lilnbung tetapi kondisinya akan normal kembali setelah berada dalanl air selama
30 menit. Lobster yang telah bugar kemudian baru dipindahkan ke dalam bak
penarnpung. (d)
Tingkat kelulusan hidup lobster Tingkat kelulusan hidup lobster dihitung berdasarkan persentase lobster
yang hidup setelah penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan tingkat kelulusan hidup lobster adalah :
Keterangan :
M = Tingkat kelulusan hidup lobster (%) Uo= Jumlah lobster hidup yang dikemas Ut = Jumlah lobster yang hidup setelah penyimpanan, Bentuk rancangan percobaan penelitian utama disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rancangan percobaan penelitian utama Perlakuan
Ulangan
10
Penyimpanan (jam) 25 20 15
45
Penurunan suhu secara
I
bertahap sampai 15 OC
I1
Diagram alir proses pembiusan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dengan metode penurunan suhu secara bertahap untuk transportasi sistem kering secara lengkap disajikan pada Ganlbar 4.
Lobster h i d u ~ I
Penyeleksian lobster
I Pemuasaan selama 24 jam I Penentuan jumlah es untuk pembiusan hingga mencapai suhu pembiusan (2:2,2:2,5 ,dan 2:1 )
C Pembiusan dengan penurunan suhu secara bertahap hingga suhu pembiusan
Pengemasan (suhu awal media pengisi bersuhu 14 OC)
Penyimpanan
I I
Pembongkaran
I
Pernbugaran kembali
I
Gambar 4. Bagan alir proses pembiusan dan penyimpanan lobster red claw (Cherax quadricarinatus) dalam media pengemas serbuk gergaji dingin
3.4. Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, yaitu faktor teknik pembiusan dengan penurunan suhu secara
bertahap dan lama penyimpanan dengan taraf 10, 15, 20,25 jam dengan dua kali ulangan. Model matematika RAL faktorial adalah sebagai berikut :
Keterangan : Yijk
=
Nilai pengarnatan suatu percobaan ke-k yang memperoleh konlbinasi perlakuan ij.
P
= Nilai
L+T
tengah populasi. = Pengaruh perlakuan a (teknik pembiusan)
~ijk
=
Galat dari satuan percobaan
Apabila hasil perhitungan menunjukan pengaruh yang nyata, malta akan dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji lanjut tukey (Multiple conzparisons) (Torrie dan Steel 1993).
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kualitas Air sebagai Tempat Hidup Lobster Air Tawar Kualitas media pemeliharaan lobster air tawar selarna penelitian, terdiri dari beberapa peubah fisika dan kimia air, yang berperan sebagai penentu kelayakan habitat bagi kehidupan lobster air tawar. Berdasarkan hasil analisis kualitas air, diperoleh kisaran sebagai berikut : suhu (26
5
1)
OC;
pH 7,35; alkalinitas
154,2 ppm; NH3-N 0.09 ppm; NO2 0,05 ppm, C02 1,845 ppm dan DO 5,37 ppm. Lobster air tawar memiliki sifat euritermal. Dengan demikian, lobster air tawar mempunyai kemampuan beradaptasi pada media yang kisaran suhunya cukup lebar. Meskipun daya adaptasinya cukup lebar, ternyata rentang suhu yang layalc untuk tumbuh dan mendukung aktivitasnya sangat terbatas. Menurut Rouse 1977, Cherax jenis red claw akan mengalami pei-tumbuhan terbaik pada suhu air 24-29
OC.
Berdasarkan kriteria tersebut dapat dinyatakan, bahwa suhu
media pemeliharaan lobster air tawar sebesar 25
OC
masih dalam rentang layak
dan optimum bagi proses metabolisme lobster air tawar. Selama percobaan suhu diusahakan stabil dengan fluktuasinya relatif kecil, sehingga stres akibat fluktuasi suhu harian yang besar dapat dihindari. Kemasainan (pH) air, ~nerupakanindikator kemasaman seita kebasaan air yang dapat mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia di dalam air serta reaksi biokimia di dalam tubuh lobster air tawar. Hasil pengukuran pH air media pemeliharaan selanla percobaan menunjukkan bahwa semuanya bersifat alkalis, dengan nilai 7,5. Menurut Meade et al. 2002, pH 7,5 + 0,2 sangat sesuai untuk pemeliharaan dan perkembangan juvenile red claw. Berdasarkan biteria tersebut, pH air selama percobaan masih berada pada rentang layak yang optinlun~bagi media pemeliharaan lobster air tawar. Kandungan oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam me~ldulcung optimalisasi organisme perairan. Selama penelitian, kandungan oltsigen terlarut media pemeliharaan berkisar antara 5,37 ppm. Kisaran ini masih sesuai dengan media pemeliharaan lobster air tawar, sebagaimana dikemukakan ole11 Rouse 1977, bahwa Cherax masih dapat mentolerir kadar oksigen hingga 10 ppm. Dengan demikian dapat dikatakan kandungan oksigen terlanrt selaina penelitian
masih dalarn kisaran yang mampu mendukung pertumbuhan optimal lobster air tawar. Keberadaan C02 di dalam air sebagian besar berasal dari aktivitas respirasi lobster air tawar. Bila kadarnya terlalu tinggi, COz bebas tersebut dapat mempengaruhi pH air serta berdaya racun. ,%kumulasiC02 bebas 2 5 ppm dapat meracuni telur dan larva udang bila kadar
0 2
terlarut 5 3,5 ppm (Tsai 1989 diacu
dalam Anggoro 1992). Hasil pengulturan CO2, menunjukkan bahwa leandungan CO2 relatif rendah, yaitu sebesar 1,845 ppm. Kandungan olcsigen terlarut < 4 ppm selama penelitian, dapat dinyatakan bahwa kandungan C 0 2 bebas tersebut belum membahayakan kehidupan lobster air tawar. Kehadiran amonia (NH3) dan nitrit (N02) di dalam air dapat mengganggu alctivitas dan perkembangan lobster air tawar karena jilta konsentrasinya tinggi dapat bersifat toltsik. Konsentrasi amonia dan nitrit yang dinyataltan aman bagi telur dan larva udang adalah 5 0,01 ppm (Tsai 1989 diacu dalam Anggoro 1992). Hasil pengukurm amonia (NH3) dan nitrit (N02) selama penelitian masingmasing berkisar antara 0,09 ppm dan 0,05 ppm. Fakta ini memberi petunjuk bahwa konsentrasi tersebut masih dalam kategori layak untuk pemeliharaan lobster air tawar. Rentang nilai dari parameter fisika dan kimia air pada percobaan ini masih relatif lcecil. Selama percobaan fluktuasi suhu tidak terlalu besar (2651) OC, karena kondisi tempat penelitian berada dalam ruangan yang ~nempunyaikisaran suhu yang relatif homogen. Dengan demikian secara keseluruhan lcualitas air media pemeliharaan masih dalam kondisi yang layak untuk pemeliharaan lobster air tawar. 4.2. Penentuan Jumlah Es Untuk Pembiusan Sebelum melakukan transportasi lobster hidup, lobster diimotilisasi dengan menggunakan suhu dingin. Tujuan imotilisasi adalah menekan metabolisme s ~ ~ a t u organisme hingga kondisi minimum untuk mempertahankan hidupnya lebih lama (Suryaningrum et al. 2005). Penggunaan suhu dingin dalam inlotilisasi memiliki keuntungan, yaitu harga mural1 dan aman karena tidak adanya residu liimia yang dapat membahayaltan konsumen (Junianto 2003).
Penulunan suhu dingin ini dilakukan menggunakan es batu. Jumlah es batu yang digunakan dalam penurunan suhu tidak ditentukan secara khusus. Es batu hanya dimaksudkan untuk lnenuunkan suhu hingga mencapai suhu pembiusan dari lobster air tawar. Suhu shock atau suhu pembiusan lobster air tawar berkisar pada suhu 12 'C (DPK 2006). Akan tetapi pada penelitian yang dilakulcan dengan perbandingan es dan volume air yang digunakan, lobster air tawar mengalami suhu shock atau suhu pembiusan pada suhu 11
OC
(Larnpiran 3). Hal ini
dikarenakan jumlah es dan volume air yang digunakan berbeda sehingga mempengaruhi kecepatan penurunan suhu dan adanya perbedaan pada jumlah kepadatan pada saat pembiusan. Perbandingan volume air 2 liter dengan jumlah es 2 kg, Perbandingan 2 liter air dengan 2,5 kg es , dan perbandingan 2 liter air dengan 3 kg es disajikan secara berurutan pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7.
50 i 45 40 -iI i ; .; . 35 -!
I
.
-
..
. .
- ,~
25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 ~
.
-
--
1 1
suhu
.
Gambar 5. Perbandingan volume air 2 liter dengan jurnlah es 2 kg
--.A
I
suhu
I
I
-- -
-
Gambar 6. Perbandingan volume air 2 liter dengan jumlah es 2,5 kg
--
suhu - - --- ---Gambar 7. Perbandingan volume air 2 liter dengan ju~nlahes 3 kg
I
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan volume air dan jumlah es untuk n~embuatsuhu media 11 OC, didapatkan bahwa pada perbandingan 2:2 es hanya nlarnpu menurunkan suhu hingga 13
OC.
Pada perbandingan 2:2,5 suhu media
mencapai suhu pembiusan yaitu suhu 11 OC dengan waktu 93 menit. Sedangkan pada perbandingan 2:3 suhu media mencapai suhu pembiusan (1 1 OC)
dengan
waktu 30,35 menit. Jumlah es 2,5 kg dan 3 kg mampu menurunkan suhu media
hingga mencapai suhu pembiusan (11
OC)
dengan waktu yang berbeda.
Berdasarkan ha1 tersebut maka jumlah es 2,5 kg dan 3 kg mampu untuk menurunkan suhu media hingga mencapai suhu pembiusan lobster air tawar. Dengan demikian pada penelitian ini jumlah es yang digunakan adalah 3 kg es. Hal ini dikarenakan untuk mengefektifkan waktu dan menjaga kondisi dari lobster air tawar. 4.3. Tingkah Laku Lobster Air Tawar ( C h e l a qadricarinatus) terhadap Penunlnan Suhu
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diperoleh proporsi media air dan jumlah es yang digunakan untuk proses pembiusan lobster air tawar, yaitu 2 liter air : 3 kg es. Teknik pembiusan yang diguilakan dalam penelitian ini adalah pembiusan dengan penurunan suhu secara bertahap hingga mencapai suhu pembiusan. Hasil pengamatan tingkah laku lobster air tawar selama proses pembiusan secara beifahap tercantum pada Tabel 6. Berdasarkan pengamatan tingkah laku lobster terhadap penurunan suhu secara bertahap terlihat bahwa pada suhu 25 OC, lobster dalam kondisi normal dan sangat responsif dan keadaan ini terus berlanjut hingga suhu mencapai 23 Pada saat suhu turun hingga 22
OC,
OC.
lobster menunjukkan gejala terganggu,
responsif, dan beberapa bergerak mencoba merangkak naik kaca akuarium dan keadaan iili berlangsung terus hingga suhu 20
OC
dengan seluruh lobster
menunjukkan gejala terganggu, masih responsif ketika diganggu dan bergerak mencoba naik kaca akuarium. Pada suhu 19 OC, lobster lebih aktif merangkak naik kaca akuarium dan beberapa bergerak mundur dengan ekor membengltok ke arah dalam tubuh. Kondisi lobster mulai tenang, sebagian masih aktif merangkak naik kaca akuarium dan beberapa lobster mengangkat-angkat kaki jalannya merupakan tingkah laku lobster yg ditunjukkan pada suhu 18 OC. Pada saat suhu mencapai 17 'c, koildisi lobster menunjukkan gerakan mundur dengan ekor membengkolt ke arah dalam, capit mulai ditegakkan lurus ke depan tubuh dan beberapa melakukan gerakan meloncat-loncat. Hal ini menandakan bahwa lobster telah memasuki fase panik akibat suhu lingkungan yang rendah. Pada suhu 16
'c,
lobster menunjukkan respon yang menurun, tidak banyak bergerak atau geraltan lobster semakin lambat. Kondisi ini tidak jauh berbeda pada suhu 15
OC,
yaitu
lobster tenang dan gerakan melemah. Suhu 14 OC, lobster menunjukkan respon yang lemah ketika diganggu dan beberapa kehilangan keseimbangan. Pada saat suhu turun menjadi 13 OC, lobster menunjukkan ekor rnembengkok ke arah dalam tubuh, capit lurus ke depan tubuh, respon lemah ketika diganggu dan lobster kehilangan lteseimbangan. Diduga pada suhu 13
OC
ini lobster telah memasuki
fase kehilangan keseimbangan atau imotil I. Pada suhu 12
OC,
kondisi lobster
menunjukkan ekor membengkok ke arah dalam, capit lurus ke depan, respon sangat lemah, di dalam air lobster hampir tidak bergerak dan jika diangkat dari air menggeliat lemah. Diduga pada suhu 12 'C ini lobster dalam fase imotil 11. Icondisi ini terus berlangsung hingga pada suhu mencapai 11
'c,
lobster
kehilangan keseimbangan, hampir tidak ada gerakan, lobster kehilangan keseimbangan, semakin lama semakin lernah hingga akhirnya lobster pingsau yang ditaildai dengan sedikit atau hampir tidak ada gerakan ketika diangkat dari dalam air. Menurut Nitibaskara et al. 2006, fase imotil I pada udang ditunjuldcan dengan kondisi udang kehilangan keseilnbangan, kaki jalan bergerak-gerak alttif, ltalti renang bcrgerak-gerak aktif, dan respon lemah ketika diganggu. Fase inloti1 I1 ditunjukkan dengan kondisi udang tenang ketika diangkat dari dalanl air atau memberikan perlawanan lemah, kaki jalan dan kaki renang bergerak lemah, udang kehilangan keseimbangan dan akhirnya udang roboh. Menurut penelitian S~lparnoet al. 1994, kondisi dan alttivitas udang sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kemampuan udang untult beradaptasi dengan linglc~lnganbersuhu rendah cukup cepat dan besar, namun semakin rendah suhu lingkungan maka semakin rendah keinanlpuan beradaptasinya. Tingkah laku lobster terhadap penurunan suhu secara bertahap secara lengkap disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkah laku lobster terhadap penurunan suhu secara bertahap pada perbandingan air dan es 2:3
16 15
I
14 13
93
11,03
I
13,54 17,06
I se~naki~i lambat. Tenang dan gerakan melemali
I Respon ~nulailemali ketika disentuli
tapi sebagian masili lnerespoli ltuat. Lobster menunjukkan ekor membengkok ke arah dalam, capit lurus ke depan, respon lemah. Lobster mulai dala~ntahap pingsan pertama, ekor membengkok, capit lurus ke depan, respon sangat lemah, jika diangkat tnenggeliat lemali, gerakan hampir tidak bergerak kaku. Lobster tenang, capit lurus kedepan , ekor membengkok ke arah dalam, hampir tidak bergerak kaku, lobster keliilangan keseimbangan, jika di angkat hampir tidak meronta (pingsan).
I
4.4. Kelulusan Hidup Lobster Air Tawar ( Cherm quadricarinatus) Seteldi mengetal~uiproporsi perbandingan antara media air dan jumlah es yang digunakan untuk mencapai suhu pembiusan dan diaplikasikan dalam teknik pembiusan dengan penurunan suhu secara bertahap hingga lobster pingsan. Penelitian selanjutnya adalah menguji kelulusan hidup lobster air tawar dalam media serbuk gergaji dingin pada kemasan styrofoarn dengan waktu penyinlpanan 10, 15, 20, 25, dan 45 jam. Persentase kelulusan hidup lobster air tawar setelah
lama penyimpanan 10, 15, 20, 25, dan 45 jam tertera pada Lampiran 4. Gambar Lobster yang sudah dipingsankan atau dalam proses pengemasan dalam media bahan pengisi serbuk gergaji digin pada kemasan styrofoam disajikan pada Gambar 8.
Gambar
gergaji pada kemasan
Pengemasan
Hasil analisis statistika menggunakan RAL satu faktor dengan dua kali ulangan, diketahui bahwa pada selang kepercayaan 95 % perlakuan suhu pembiusan secara bertahap dan lama penyimpanan 10, 15, 20, 25, dan 45 jam serta intemksi keduanya memberikan pengarub yang tidak berbeda nyata (l' > 0,05) terhadap kelulusan hidup lobster air tawar (Lampiran 5). Kelulusan
hidup lobster air tawar terhadap lama penyimpanan disajikan pada Garnbar 9.
10
15
20
25
45
Lama waktu penyimpanan (jam) L
A
Gambar 9. Persentase kelulusan hidup lobster setelah penyimpanan
Gambar 9 menunjukkan persentase kelulusan hidup lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus) setelah perlakuan pembiusan dengan metode penurunan suhu secara bertahap dengan lama penyimpanan 10, 15, 20, 25, dan 45 jam. Tampak pada Gambar 9, bahwa hasil kelulusan hidup lobster air tawar setelah penyimpanan dalam media serbuk gergaji dingin pada kemasan dengan lama penyimpanan 10, 15 , 25, dan 45 jam rata-rata persentase tingkat kelulusan lobster adalah 100 %. Sedangkan pada lama penyimpanan 20 jam pada ulangan l e satu persentase tingkat lcelulusan hidup lobster sebesar 96,66 % dan pada ulangan ke dua sebesar 100 %. Pada lama penyimpanan 20 jam ulangan pertama, persentase tingkat kelulusan hidup lobster tidak mencapai 100 % yaitu sebesar 96,66 % ha1 ini diduga karena faktor dari lcondisi lobster sebelum pembiusan karena setelah dilakukan ulangan kedua dengan kondisi lingkungan yang diupayakan sama, persentase tingkat kelulusall lobster mencapai 100 %. Pada perlakuan teknik pembiusan dengan penurunan suhu secara bertahap pada lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) didapatkan hasil secara statistika tidak berbeda nyata antara interaksi pembiusan secara bertahap dan lama penyimpanan 10, 15, 20, 25, 45 jam. Hal ini diduga karena lobster air tawar mampu beradaptasi dengan kondisi lingkullgan penyimpanan dalam lanu penyimpanan 45 jam. Interaksi antara telu~ikpembiusan penurunan suhu secara bertahap dengall lama penyinlpanan 45 jam menghasilkan persentase kelulusan hidup lobster air tawar sebesar 100 %, ha1 ini tidak berbeda nyata dengan lama penyiinpanan 10, 15, 20 , dan 25 jam yaitu angka persentase kelulusan hidup lobsternya sebesar 100 %. Berdasarkan ha1 tersebut inaka teknik pembiusan dengan penurunan suhu secara bertahap dengan lama penyimpanan 45 jam merupakan interaksi terbaik. Berdasarkan pada peilelitian yang dilakukan oleh Dinas Periltanan dan I<elautan
2006,
pembiusan
secara
bel-tahap
lobster
air
tawar
(Cherax quadricarinatus) dengan suhu pembiusan 12 'C di dalam mika yang diberi bahan pengisi spons busa basah pada kemasan stirofoam selama 45 jam mampu dipertahankan hidup dengan tingkat kelulusan hidup 100 %. Hasil ini tidak jauh berbeda dellgall hasil penelitian yang dilakukan, yaitu dengan suhu pembiusan 11 OC inampu mempertahankan kelangsungan hidup lobster air tawar
dengan persentase tingkat hidup sebesar 100 % pada lama penyimpanan 45 jam dalam media serbuk gergaji pada kemasan styrofoam. Keuntungan menggunakan media serbuk gergaji dibanding mika yang diberi bahan pengisi spon yang telah dibasahi yaitu biaya relatif lebih murah dan ramah lingkungan sehingga peluang penerapannya lebih tinggi daripada media mika yang diberi bahan pengisi spon yang telah dibasahi. Menurut Lim 2007b, nilai mortalitas dari transportasi lobster hidup harus lcurang dari 5 % bahkan dalam standar industri nilai mortalifasnya sebesar 3 %. Kematian yang paling umum terjadi, yaitu pada saat penyimpananlperjalanan, pengeringan sebagian insang, pergantian kulit (molting) atau kombinasi dari beberapa kemungkinan tersebut. Secara umum kematian 20 % atau lebih dapat dianggap memberikan hasil yang baik tergantung lama penyimpanan/perjalanan. Kematian yang sangat besar mengindikasikan antara penyimpanan yang tidalc dilakukan dei~ganbaik atau adanya kesalahan pada fasilitas yang digunakan seperti oksigen terlarut, tingkat amoniak dan air yang tercemar dan sebagainya. Berdasarkan ha1 tersebut, maka hasil penelitian yang mampu mempertahankan Itelangsungan hidup lobster air tawar dengan persentase tingkat kelulusan hidup sebesar 100 % pada lama penyimpanan 45 jam layak untuk diaplikasikan untuk transportasi lobster air tawar baik untuk transpoltasi lokal maupun ekspor. Menurut Wida 2008, waktu penyimpanan yang semakin lama menyebabkan ltetahanan hidup udang galah dalam media serbuk gergaji dingin semalcin rendah. Hal ini di akibatkan adanya kenaikan suhv dari media serbuk gergaji, dimana kenaikan suhu inedia ini dapat terjadi akibat adanya pengaruh panas yang berasal dari lingkungan. Perubahan suhu serbuk gergaji dingin selama penyimpanan disajilcan pada Tabel 7. Tabel 7. Pentbahan suhu media serbuk gergaji dingin dalam styrofoam Suhu Bertahap (OC)
Lama Simpan (jam)
in
Awal 14
Akhir 15
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa setelah penyimpanan 10 jam suhu media meningkat seiring lamanya waktu penyimpanan. Pada lama penyimpanan 25 dan 45 jam dengan suhu awal yang sama, yaitu 14 masing menjadi 23
OC
OC
meningkat masing-
dan 27 OC. Kenaikan suhu media hingga melewati suhu
ruang diduga karena pemberian es dalam media serbuk gergaji seluruhnya sudah mencair sehingga tidak mampu memberi kestabilan suhu media dalam stirofoam. Tingginya suhu media dapat menyebabkan kondisi media menjadi kering atau tidak lembab untuk kehidupan lobster selama penyimpanan. Selain ha1 tersebut tingginya suhu media dapat menyebabkan aktivitas metabolisme lobster semakin meningkat. Meningkatnya metabolisme menyebabkan konsumsi oksigen meningkat pula sehingga persediaan oksigen yang terbatas dalan media kemasan tidalc mencukupi kebutuhan lobster sehingga menghasilkan tingkat kematian yang tinggi (Wibowo 1993). Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa lobster air tawar me~niliki kemampuan bertahan hidup dengan persentase kelulusan hidup 100 % pada suhu media serbuk gergaji yang meningkat hingga 27 OC dari suhu awal 14 OC selama penyimpanan 45 jam. Berdasarkan ha1 tersebut diduga lobster air tawar mampu beradaptasi pada suhu 27 'C dan lama penyimpanan 45 jam. Pada dasarnya ha1 yang perlu diperhatikan pada transportasi hidup lobster air tawar dalam sistem kering yaitu kondisi awal lobster (sehat, tidak sedang moulting (ganti kulit), bugar, responsive) dan penangallan selama proses
transportasi.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Penelitian yang dilakukan memperoleh hasil bahwa perbandingan volume media air dengan jumlah es yang optimum untuk pembiusan lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus) adalah 2 liter air : 3 kg es. Pembiusan dengan penurunan suhu secara bel-tahap digunakan untuk transportasi sistem kering lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dengan suhu 11
OC
pada waktu 30,32 menit. Persentase kelulusan hidup lobster air tawar
sebesar 100 % ditunjukkan pada lama penyimpanan 10 hingga 45 jam maka lama penyimpanan 45 jam merupakan lama penyimpanan terbaik, ha1 ini karena antara lama penyimpanan 10, 15, 20, 25 dan 45 jam memiliki hasil tidak berbeda nyata satu sama lain. Lobster air tawar mampu beradaptasi dengan lcondisi linglcungan media kemasan dalam lama penyimpanan 45 jam dan suhu media serbuk gergaji 14 'c- 27 OC. 5.2. Saran
-
Sebaiknya hasil penelitian diaplikasikan pada praktek transportasi sebenarnya.
-
Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengkaji pengaruh lcecepatan penurunan suhu dalam media pada pembiusan dengan penurunan suhu secara bertahap;
-
Perlu diadakan penelitian untuk mengkaji jumlah kepadatan lobster dalam kemasan styrofoam serta teknik penyusunannya untuk menghasilkan kelulusan hidup lobster yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Anggoro, S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu (Penaeus monodon) Fabricus [Disertasi]. Pascasarjana IPB. Departemen Perdagangan. 2008. Ekspor Non-Migas Utama Menurut Sektor. http://www. depdag.go.id [27 agustus 20081. Dewi MU. 1995. Kajian penggunaan MS-222 sebagai bahan pembius pada penanganan lobster hijau pasir (Panulinls hon~arus) hidup [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perilca~~an dan Ilmu Kelautan, Institut Peitanian Bogor. Dinas Perikanan dan Kelautan. 2006. Rise? Penanganan dan Tra~lsportasiIkan Hidup Air Tawar. Makasar : Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Firdaus SD. 2000. Penggunaan ekstrak alga laut jenis (Caulerpa racemosa) sebagai zat peinbius dalam transportasi udang windu ta~nbak(Penaeus monodon Fab.) hidup tanpa media air [Skripsi]. Bogor: Program Studi Telu~ologiHasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kclautan, Institut Pertanian Bogor. Hambali E, Nasution MZ, Sutedja W, Yoesoef K, Nabil M. 1990. Pengantar Pengemasan. Bogor: Laboratorium Pengemasan Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Handini W. 2008. Teknik pembiusan menggunakan suhu rendah pada sistem transportasi udang galah (Macrobrachium rosenbergii) tailpa media air. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Pcrairan, Fdc~dtas Perikanan dal Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hartono R, dan Wiyanto RH. 2006. Lobster Air Tawar Penzbenihan dan Pembesaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar swadaya. Kammala A. 2008. Analisis kelayakan pengusahaan lobster air tawar. [Sltripsil. Bogor: Program Studi Manajmen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Instl;..~t Pei-tanian Bogor. Karnila R. 2001. Pengaruh suhu dan waktu pembiusan bei-tahap pada kitahanan hidup ikan jambal siam (Pangusius sutchi) dalam transportasi sistem kering. Jurnal Natur Indonesia III (2) :151-167. penlnemasan Lim K.2007a. Rekomendasi Redclaw (Cherax c~tmdricm.ina~us) eksvor dan aklirnatisasi. http://www.budidayalobsterairtawar.com [23 mei 20081. Liln K. 2007b. Kandungan Nutrisi pada Lobster Air Tawar (Freshwater Crayfish). http://www.budidayalobsterairtawar.com [27 agustus 20081. Meade ME, Doeller JE, Kraus DW, Watts SA. 2002. Effects of tenlperature and salinity on weight gain, oxygen consumption rate, and gro\Ytli efficiency
in Juvenile Red-Claw Crayfish (Cherax quadricarinatus). Journal of The World Aquaculture Society (33): 1-1 1. Nitibaskara R, Wibowo S, Uju. 2006. Penanganan dan Transportasi Ikan Hidzip untuk Konsumsi. Bogor: Departemen Teknologi hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Prasetyo. 1993. Kajian kemasan dingin untuk transportasi udang hidup secara kering [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rand MC, Greenberg AE, Taras MJ. 1975. Standard methods for the examination of water and wastewater. 141h Ed. Washington, DC: APHA, 1015 Eighteenth Street NW. Rouse, DB. 1977. Production of Austalian Red claw Crayfish. Auburn University. USA: Alabama Subasinghe S. 1997. Live fish-hand and transportation. IrIfoJish International Edisi 2/97. India. Sukmajaya Y, dan Suharjo I. 2003. Lobster Air Tawar Komoditas Perikanan Prospektif: Jakarta: Agromedia Pustaka. Suparno, Wibowo S, Suryaningrum TD, Suherman M. 1994. Studi penggunaan metoda penurunan suhu bertahap dalam transportasi sistem kering untuk lobster hijau pasir (Panulirus humarus). Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan (79) :37-55. [SNI] Standar Nasional Indonesia 19-6964. 2003. Cara uji nitrit (N02-N) dengan sulfanilamid secara spektrofotometri. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Suryaningrum TD, Utomo BSD, Wibowo S. 2005. Teknologi Penangnnan dun Transportasi Krustasea Hidup. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perilcanan, Slipi. Tanribali. 2007. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) pada sistem resirkulasi dengan padat penebaran dan rasio shelter yang berbeda [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Torrie JH, Steel RGD. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wibowo S. 1993. Penerapan Teknologi Penanganan dan Tmnsportasi Ik~cn Hidup di Indonesia. Jakarta: Sub BPPL, Slipi. Wibowo S, Soekarto TS. 1993. Cara Penanganan udang hidup di luar air untuk transportasi tujuan ekspor. Disampaikan dalam Seminar Hasil Penelitian dan Keragaan Kegiatan Penelitian di Bogor, 8-9 Feblxari 1993. Bogor. IPB. Wibowo S, Setiabudi E, Suryaningrun~D, Sudrajat Y. 1994. Pengaruh penurunan suhu bertahap terhadap aktivitas lobster hijau pasir (Panulirzrs hunzarus). Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan (79):24-36.
Lampiran 1.
Data ukuran lobster air tawar (Cherax quadricarinatus).
Panjang total (cm )
No
Bobot (gram)
1
15
20
2
14
18
3
14
18,5
4
14
18
5
13
16
6
15
21
7
14
18
8
14
17,5
9
14
17
10
14
18,5
Lainpiran 2.
Alat pengukur kualitas ail
B. pH-meter
D. Alat titrasi
Lampiran 3.
Kecepatan penurunan suhu media air pada berbagai perbandingan air dan es
15 14 13 12 11
11,03 13,54 17.06 21,25 30,32
15 14 13 12 11
11,09 13,55 17,07 21,25 30,35
15 14 13 12 11
11,06 13,545 17,065 21,25 30,335
Lampiran 4.
Suhu bertahap
Keterangan H = Hidup M= Mati
Data kelulusan hidup lobster dalam kemasan styrofoarn
2
30
0
30
0
30
0
30
0
30
0
Ratarata
30
0
30
0
29,5
0,5
30
30
30
0
42
Hasil analisis uji kelulusan hidup lobster red claw dengan program SPSS
Lampiran 5.
hidup
rnati
Jumlah kuadrat 0.400 0.500 0,900 0,400 0.500 0,900
Antar grup Dalam grup Total Antara kelornpok Dalarn kelompok Total
~uncan~
-
lama -penylrnpanan 20
Sig.
-.
.-
-
.
I
1
Derajat bebas 4 5 9 4 5 9
/
Subset for alpha 0-5 -- i
1 -1
N
2
rI l p s1 - 1
1
I
0,187
1
a. Menggunakan perlakuan sebanyak dua kali ulangan
/
lama penyirnpanan I
--10
15 25 45 20 Sig.
N
-I ;+
2
I i
1 . .
~
.- - ..
-
.- - --
0 0 0 0,s 0,187 !
~.
a.Menggunakan perlakuan sebanyak dua kali ulangan.
Kuadrat rata-rata 0,100 0,100 0,100 0,100
F Hitung Signifikan 1,000
0,486
1,000
0.486
Lampiran 6.
Dokumentasi penelitian
A. Lobster dalam akuarium pelneliharan sementara yang dilengkapi shelter dan nerasi.
B. Pembugaran lobster setelah perlakuan lama penyimpanan.
C. Pengemasan lobster dalam media serbuk gergaji dingin pada lce~uasa~l slyrofoanz