PEMBINAAN KARAKTER PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM Hj. Ratni bt. H. Bahri, M.Pd,I Abstrak
#ÓkDmÍ# Ô½Íg# ¿º½# ÈK±# DjÉ# Õ¾©Í# 1ÈEpÅäD# ÓEÐ\# ¡# ÔÁED# kÎÁàD# ÇÁ# lÁF# ÔÏÎL½D# Ôоª½D# Èë J #ÇÁ#ÎXlD#´hD#Õ¾©#ÀÎxD#ÔÐYÐPoDÍ#EÊYÉEÆÁ#NPlPÍ#ÔÐ\EƽD#ÌjÉ#ÓkDgKL#ÄÍζP#ÔwEc #æÆP# Ô½Íg# # ¿¹# SjcF# /ÔÐL½D# ÇÁ# ÎXlD# ´hD# Õ¾©# ÀÎx]¾½Í# # 1ÔÂd|½D# Ôоª½D# ÌjÉ #ÔÁκ\# ÈK±# /ÔÐL½D# ¡# ZÊƽD# ÔÐÂÉàÍ# 1EÊLΪs# ÀÎÐ# ÔMoEÆD# Np\# ÔwED# ZÉEÆD #DlÂQpÁ# E\ßwJ# ZÉEÆD# bßwä# /SDlÁ# Óh©# ÔÐL½D# ZÉEÆD# ЮQL# DÎÁEµ# hµ# EÐpÐÅÍhÅJ #ZÊÆD# ЮP# ÀÎ\# ÔtµEÆD# SkDg# ÓcàD# ÄEÏàD# ÌjÉ# Ѳì±# 1ÔÏÎL½D# ÔÐ\EƽD# ¡# Äh¶Q¾½# DlÏEpQÁ #gDÎD# «Ð# ¡# ÔÐPDj½D# Ãж½D# ÀEcgJ# ÕƪÏ# ZÊÆD# DjÉÍ# 1ÔÐPDj½D# ÔÐL½D# ZÊÆÁ# jвÆPÍ# ÒÎL½D #l¦Æ½D#EÆQ²½D#DiJÍ#1ÔÐÁÎнD#ÃÊPEÐ\#¡#ÔÐPDj½D#ÔÐ\EƽD#ÔÐÂÉF#Ç©#jÐÁßQ½D#Ãʲ½#ÔеlP#ÔÐoDkh½D #´hD#ëÈK±#¿L#1EÊÐ\DÎÅ#«Ð#Ñì±#EÊÆ©#¿x²ÆP#Þ#lÁF#ÔÐPDj½D#ÔÐL½D#ëÈK±#/ÔÐÁßoäD#ÔÐL½D#J #ëÈF#ÕƪÏ#DjÉÍ##1¸ßcàD#ÄkEºÁ#ÃÐÂQP#ÎÉ#þoÍ#Ëо©#D#Õ¾w#ÀÎol½D#ÀEokJ#Òä#ÑoEoàD #/DjÉ#Õ¾©Í#1EÉÍ#Ôо¶ª½D#ÔÐL½D#¿Mµ#ÀÍàD#ÄE¶D#¡#ÔÐPDj½D#ÔÐL½D#¿ª
#ÄßoäD#¡#ÔÐL½D #ÔÐÁßoäD#ÔÐL½D#Ñì±#EʶÐMóP#·Mo#hµ#hÏhD#ÑoDkh½D#ZÊÆD#Ñì±#ÔMϽD#Ñì±#ÑPDj½D#ZÊÆD#ÈK± #1ÈEÁn½D#ÃÏhµ#jÆÁ A. Latar Belakang Secara historis, perubahan-perubahan terhadap Kurikulum Pendidikan Nasional telah melewati sejarah yang cukup panjang. Sejak tahun 1945 Kurikulum Pendidikan Nasional telah mengalami beberapa kali perubahan, yang tercermin dalam perubahan tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan-perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Karena kurikulum merupakan seperangkat rencana pendidikan, maka perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Perbedaanya terletak pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.1 1
Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia, dalam http://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia, diakses tanggal 23 Mei 2013.
43
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
Fenomena Kurikulum Pendidikan di Indonesia kerap kali mengalami perubahan setiap ada pergantian Menteri Pendidikan. Oleh sebab itu mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Bahkan perubahan-perubahan kurikulum yang frekuensinya cukup tinggi mengesankan bahwa dunia pendidikan kita masih terus berevolusi mencari format yang ideal dan baku. Baru–baru ini, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mengeluarkan kebijakan baru penerapan Kurikulum 2013 untuk satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA yang dikenal dengan Kurikulum Pendidikan Berkarakter. Kurikulum ini nantinya akan menggantikan kurikulum yang sudah diberlakukan saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).2 Dari segi tujuan, pendidikan karakter dimaksudkan untuk penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus.Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang ideal, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif. Pendidikan Karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuaannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter, pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah masyarakat sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.3 Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan kepribadian dan karakter merupakan landasan dari segala aktivitas pendidikan yang 2
Pro Kontra Kebijakan Kurikulum 2013 dalam http://www.batararayamedia.com/pro-kontra-kebijakan-kurikulum-2013-_art-191.html, diakses tanggal 23 Mei 2013. 3 Tujuan Pendidikan Karakter dalam http://goldenstudent.blogspot.com/2013/04/tujuan-pendidikan-karakter.html, diakses tanggal 23 Mei 2013.
44
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
dilakukan. Jika muara dari pendidikan kepribadian dan karakter adalah untuk penanaman akhlak mulia, maka jauh-jauh sebelumnya Rasulullah saw. telah mensinyalir bahwa hakikat pengutusannya adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Untuk membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter yang agung seperti dirumuskan dalam tujuan Pendidikan Nasional tersebut, dibutuhkan sistem pendidikan yang memiliki materi yang lengkap (kâffah), serta ditopang oleh pengelolaan dan pelaksanaan yang benar. Terkait dengan ini pendidikan Islam memiliki tujuan yang seiring dengan tujuan pendidikan nasional. Secara umum pendidikan Islam mengemban misi utama memanusiakan manusia, yakni menjadikan manusia mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang digariskan oleh Allah Swt. dan Rasulullah saw. yang pada akhirnya akan terwujud manusia yang utuh (insan kamil). Sistem ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan), bagian syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah), dan bagian akhlak (karakter). Ketiga bagian ini tidak bisa dipisahkan, tetapi harus menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling mempengaruhi. Aqidah merupakan fondasi yang menjadi tumpuan untuk terwujudnya syari’ah dan akhlak. Sementara itu, syari’ah merupakan bentuk bangunan yang hanya bisa terwujud bila dilandasi oleh aqidah yang benar dan akan mengarah pada pencapaian akhlak (karakter) yang seutuhnya. Dengan demikian, akhlak (karakter) sebenarnya merupakan hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil akan terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya.4 Dalam tulisan ini akan dikaji tentang prinsip-prinsip pendidikan karakter yang digali dari konsep-konsep Islam. Ruang lingkup kajian ini mencakup arti penting pendidikan karakter, materi-materi dan metode pendidikan karakter dalam tinjauan pendidikan Islam. B.
Pengertian Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Pendidikan Islam Secara etimologi, istilah karakter dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.5 Secara terminologi, istilah karakter menurut Thomas Lickona sebagaimana dikutip Marzuki adalah 4
Marzuki, Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-magprinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf, diakses tanggal 23 Mei 2013. 5 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Cet. I; Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 682. Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
45
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen terhadap kebaikan dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan, sikap, dan motivasi, serta prilaku dan keterampilan.6 Istilah pendidikan karakter dalam pendidikan Islam dikenal dengan berbagai istilah, antara lain at-Tarbiyat az-Zâtiyah. Menurut Abu Duf, pendidikan karakter adalah segala aktivitas yang dilakukan manusia dalam upaya pendidikan kepribadian dalam bentuk instrospeksi dan memperbaiki diri, yang pada gilirannya akan mengantar kepada perbuatan baik dan menjauhkannya dari perbuatan tercela.7 Dengan demikian, pendidikan karakter adalah segala upaya pendidikan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengembangkan segala aspek kepribadiannya yang didasarkan pada sumber Islam yang terwujud dalam bentuk ketaatan, ibadah, muamalah, etika dan aktivitas. Berdasarkan pengertian etimologi dan terminologi di atas, maka yang dimaksud dengan pendidikan karakter perspektif pendidikan Islam adalah segala aktivitas yang mengarah kepada penyelarasan antara pengetahuan (aspek kognitif), keyakinan (afektif) dan prilaku (aspek psikomotorik) dalam segala aspek kehidupan. Hal inilah yang diungkapkan Nabi saw. Dengan terminologi makârim al-akhlâq (akhlak mulia) yang menjadi tujuan utama pengutusannya. C. Kecenderungan Manusia Pespektif Islam dan Urgensi Pendidikan Karakter Untuk memberikan perlakuan terhadap manusia, maka hal yang sangat penting untuk diketahui pada kali pertama adalah mengenal manusia itu sendiri. Untuk itu, untuk melakukan pendidikan kepada manusia, hal yang tidak kurang pentingnya adalah terlebih dahulu mengenal karakteristik dan hakikat manusia itu sendiri. Pengetahuan yang memadai tentang manusia dan kecenderungannya akan membantu mempercepat proses pendidikannya. Berdasarkan penelaahan terhadap ayat-ayat Alqur’an, Hadis-hadis Nabi saw. dan pendapat para ulama muslim, dirumuskan beberapa karakter kepribadian manusia sebagai berikut:8
6
Marzuki, Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-magprinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf, diakses tanggal 23 Mei 2013. 7 Mahmud Abdu Duf, “Anmuzaj Abu Duff Li Taqwim az-Zat”, Majallah alBuhuts al-Tarbawiyah wa an-Nafsiyah wa al-Ijtima’iyyah online, Edisi 119, h. 105. 8 Raba Abdurrahman an-Najjar, Malâmih at-Tarbiyat al-Zâtiyah fi Dlau’ al-Fikr at-Tarbawîy al-Islamîy, “Tesis” on line, tahun 2009, h. 30.
46
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
1. Memiliki kebebasan berkehendak Menurut Ibnu al-Jauziy, jiwa manusia adalah penggerak terhadap anggota badan manusia dan menghasilkan aktivitas sesuai dengan kehendaknya.9 Dengan demikian, manusia memiliki kecenderungan untuk berkehendak sesuai dengan pilihannya sendiri. Pandangan ini sejalan dengan Firman Allah dalam QS. Fushshilat (41): 46:
# ##ìhÐìMªæ ¾ö ½ì #Äû üߦ ô Lì #ô»Lï kæ #EæÁÍæ #EæÊÐè ¾ôªæ ±ô #æ×EæoFô #èÇÁæ Íæ #ìËp ì ²ö Ææ ¾ì±ô #÷E]ì½Eæw#æ¿Âì ©æ #èÇÁæ Barangsiapa yang melakukan amal shaleh maka hal itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang berbuat keburukan maka akibatnya kembali kepada dirinya sendiri, dan Tuhannmu sama sekali tidak menganiaya hamba-Nya. Ayat di atas mengisyaratkan bahwa segala bentuk perbuatan manusia, baik atau buruk, akibatnya sepenuhnya akan diterima oleh manusia bersangkutan. Jika akibat perbuatan manusia akan ditanggung sendiri, maka konsekuensinya adalah bahwa manusia itu memiliki kebebasan untuk berkehendak tentang apa yang akan ia lakukan, dan bukan ditentukan oleh Allah. Dengan pemahaman seperti itu, maka konsep keadilan Allah akan terwujud, dan konsep pahala dan dosa merupakan tanggungjawab manusia itu sendiri. Hal ini berkonsekuensi bahwa segala yang dilakukan oleh manusia akan dipertanggungjawabkan sendiri secara individu. 2. Memiliki Kemampuan Memikul Tanggungjawab Sejalan dengan konsep pertanggungjawaban individu yang disebutkan di atas, maka Allah swt. tidak membebani tanggungjawab kepada manusia di luar tingkat kemampuannya. Hal ini disinyalir dalam firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 286:
èRMæ p æ Qæ ö¹D#EæÁ#EæÊèÐô¾æ©æÍ#èRMæ p æ ¹ ô #EæÁ#Eæʽô #Eæʪæ èoçÍ#üÞúJ#÷Epö²æÅ#çËü¾½D#ç³Ā¾ôºçÏ#Þ Allah tidak membebani kepada setiap individu selain apa yang sesuai dengan kemampuannya, sebab manusia sendiri akan mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan (baik atau buruk). Said Ismail Ali mengatakan bahwa tujuan Allah swt. membebankan tanggungjawab syariat kepada manusia adalah untuk memperbaiki dan menyucikan jiwa manusia. Tanggungjawab tersebut sama sekali tidak bertujuan untuk memberatkan.10 Dalam hal ini, Allah swt. tidak memiliki kepentingan dalam setiap syariat yang ditetapkannya. Pandangan tersebut sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Maidah (5): 6:
9
Jamaluddin al-Jauziy, Nuzhat al-A’yun an-Nawâzhir fi ‘Ilm al-Wujûh wa anNazhâir, ditahqiq oleh Muhammad Kazhim, (Beirut: Muassasat ar-Risalah, 1987), h. 594. 10 Said Ismail Ali, Ittijâhât al-Fikr at-Tarbawîy al-Islâmîy, (al-Qahirah: Dar alFikr, 1991), h. 72. Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
47
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
#çËæQæÂèªìÅ# îÃQì çнì Íæ # èÃõ¹ælòÊôóçÐì½# çhÏúlçÏ# èǺ ì ½ô Íæ # û[ælæ\# èÇÁì # èÃõºèоô©æ # ¿æ ªæ èYÐæ ½ì # çËü¾½D# çhÏlú çÏ# EæÁ Èæ Íçlº õ t è Pæ #èÃõºü¾ªæ ½ô #èú õ Ðè ¾ô©æ … Allah tidak bermasud mempersulit kalian, tetapi bermaksud untuk menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmatnya, mudahmudahan kalian mau bersyukur. Dengan demikian, segala bentuk taklif yang dibebankan kepada manusia, semata-mata bertujuan untuk memperbaiki dan menyucikan manusia. Taklif tersebut sama sekali tidak mengandung kesulitan, sebab semuanya sudah diukur oleh Allah berdasarkan kadar kemampuan yang telah diberikan kepada manusia. 3. Manusia bersifat dinamis dan memiliki potensi untuk berkembang Manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali potensi untuk berubah dan berkembang. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Ar-Ra’du (13): 11:
Ãè Êú p ì õ²ÅôGLì #EæÁ#DÍçlÐò ®æ çÏ#ÕîQ\ æ #ûÄÎè ¶ô Lì #EæÁ#çlÐò ®æ çÏ#Þ#æ˾ü½D#îÈJú Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka sendiri merubah nasib mereka … Menurut as-Sa’diy, yang dimaksud dengan merubah keadaan dalam hal ini dapat berbentuk positif maupun negatif. Bentuk positif misalnya adalah berubahan dari kemaksiatan kepada ketaatan kepada Allah. Sedangkan yang berbentuk negatif misalnya perubahan dari keimanan kepada kekufuran, dan dari ketaatan kepada maksiat.11 Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan merupakan sarana efektif untuk melakukan perubahan bagi manusia, sebab pendidikan bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia, mengembangkan potensinya, dan meningkatkan kompetensinya. Alqur’an telah menegaskan tentang peran manusia itu sendiri dalam merubah dirinya, baik ke arah positif maupun negatif. Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS. Al-Anfal (8): 53:
#îÈFô Íæ #èÃÊú p ì õ²ÅôGLì #EæÁ#DÍçlòЮæ çÏ#ÕîQ\ æ #ûÄÎè µô #Õô¾©æ #EæÊÂæ ªæ Åè Fô #÷ÔÂæ ªè Åì #÷DlòЮæ çÁ#õ»Ïæ #èýô #æËü¾½D#îÈGô Lì #ô»½ì iæ Ãê Ð쾩æ #ê«ÐìÂo æ #æ˾ü½D 11
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fi Tafsîr alKalâm al-Mannâan, ed. Abdulah bin ‘Aqil dan Muhammad Shaleh al-Utsaimin, (alQâhirah: Dâr al-Hadîts, 2002), h. 336.
48
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
Hal tersebut bahwa Allah tidak akan merubah nikmat-Nya kepada suatu kaum sampai mereka sendiri merubah diri mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ibnu Maskawaih menegaskan bahwa di antara faktor pendukung untuk merubah keadaan yang ada pada diri manusia adalah: 1) adanya konsistensi terhadap kebaikan, 2) menginginkan untuk meraih kebaikan, 3) memiliki usaha maksimal untuk memperolehnya, 4) dan memiliki kecenderungan kepada ilmu-ilmu yang benar.12 Demikian pula, manusia memiliki kecenderungan untuk terbuka menerima nasihat, selama ia belum dipengaruhi oleh berbagai godaan-godaan keduniaan yang mengalihkannya kepada kelalaian. 4. Cinta Kepada popularitas, harta dan kekuasaan Kecenderungan manusia terhadap popularitas, harta dan kekuasaan disinyalir dalam sejumlah ayat Alquran, antara lain dalam Q.S. al-A’la (87): 16-17:
Õô¶èLôFæÍ#êlèÐæc#õÓælìcâDæÍ#+16,#EæÐÅè hï ½D#ôÓEæÐ] æ ½ö D#æÈÍçlTì Ýè Pç #è¿Læ Kalian justru mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat jauh lebih baik dan lebih kekal. Q.S. al-Qiyamah (75): 20-21:
# #Óô læ c ì âD#æÈÍçkjæ Pæ Íæ #+20,#ôÔ¾ôX ì E檽ö D#æÈÎïM] ì Pç #è¿Læ #üß¹ ô Bahkan kalian lebih mencintai dunia dan mengabaikan akhirat Kecenderungan kepada popularitas, harta dan kekuasaan merupakan karakter yang melekat dalam jiwa manusia. Menyikapi kecenderungan tersebut dengan cara yang benar akan membawa kepada keseimbangan hidup. Sebaliknya, jika disikapi dengan cara yang berlebihan akan mengantar manusia kepada kehidupan yang pincang dan bahkan menyimpang. Menurut al-Gazaliy, orang yang berlebihan dalam mencintai popularitas dan kekuasaan sama dengan orang yang mencintai harta. Bahkan cinta berlebihan terhadap popularitas dan kekuasaan jauh lebih buruk dari cinta terhadap harta. Sebab orang yang memiliki kecintaan berlebihan terhadap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan kuat untuk mengeksploitasi orang lain. Cara untuk mengatasi kecenderungan seperti itu adalah dengan membangun sifat qana’ah (merasa cukup dengan apa yang dimiliki).13 5. Keadaan Jiwa yang berubah-ubah Manusia dilengkapi oleh Allah dengan hawa nafsu. Hawa nafsu 12
Ibnu Maskawaihi, Tahzîb al-Akhlâq, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1985),
h. 246. 13
Imam Abu Hamid al-Gazaliy, Ihyâ Ulûmiddîn, Juz 3, (t.tp.: al-Maktabah atTaufiqiyah, t.th.), h. 280. Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
49
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
tersebut senantiasa mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang buruk. Jika kecenderungan kepada kebaikan dikalahkan oleh dorongan hawa nafsu, maka manusia akan menjadi manusia yang jahat dan cenderung kepada kejahatan. Perubahan-perubahan keadaan jiwa manusia dikenal dengan terminologi nafsul muthmainnah, nafsul ammârah, dan nafsul lawwâmah. Menurut al-Gazaliy, jika jiwa manusia tenteram dengan kebaikan maka disebut dengan nafsul muthmainnah. Jika jiwa manusia tidak stabil namun tetap melakukan perlawanan terhadap keburukan, disebut nafsul lawwamâh, dan jika sama sekali tidak ada perlawanan terhadap kecenderungan buruk, maka disebut dengan nafsul ammârah.14 Hal inilah yang disinyalir dalam Alqur’an surat Yusuf (12): 53:
×ì Îïp½EìL#øÓkæ EîÁàô #æq²ö Æî ½D#îÈJú Sesungguhnya jiwa itu mendorong kepada keburukan. Keadaan jiwa manusia yang berubah-ubah inilah yang membutuhkan pembentukan agar tetap konsisten dengan kebaikan. Konsistensi tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan pembinaan yang berkesinambungan. 6. Bersifat tergesa-gesa Dalam berbagai ayat Alqur’an disinyalir bahwa manusia memiliki sifat tergesa-gesa dalam menyikapi berbagai masalah. Dalam QS. Al-Anbiya (2): 37 Allah berfirman:
Èú Îõ¾Y ì ªè Qæ p è Pæ #ßô±#ÑìPEæÏH#èÃõºÏúkGõ o æ #û¿Y æ ©æ #èÇÁì #çÈEæpÅúäD#æ·¾ìçc Manusia diciptakan dengan sifat tergesa-gesa, maka Aku akan memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Ku maka janganlah tergesagesa. Ayat senada dijumpai dalam QS. Al-Isra (17): 11:
# #Þ÷ ÎçYæ©#çÈEæpÅúäD#æÈEô¹æÍ … dan manusia itu bersifat tergesa-gesa Sifat tergesa-gesa pada manusia merupakan tabiat dari penciptaanya. Bahkan sifat tergesa-gesa disinyalir juga berlaku pada diri Rasulullah saw. Ketika Jibril datang membacakan wahyu kepada Rasulullah saw., beliau dengan segera mengulangi setiap kata dan kalimat yang dibacakan Jibril karena khawatir ada yang terlupakan. Kemudian Allah menegurnya dan membimbing Rasulullah saw. agar menerima wahyu dengan tenang.15 Hal ini karena melakukan atau menyikapi sesuatu dengan jiwa dan hati yang tenang 14
Imam Abu Hamid al-Gazali, Ihyâ Ulûmiddîn, ditahqiq oleh Mushthafa Abdul Hamid, Juz 3, (t.tp.: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, 1970), h. 5. 15 Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy, Mahâsin at-Ta’wîl, juz 10, (al-Qahirah: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th), h. 4212.
50
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
dapat membantu untuk menyikapi masalah tersebut dengan bijaksana dan melakukannya dengan sempurna. D. Materi-materi Pendidikan Karakter Perspektif Pendidikan Islam Pendidikan Islam mengemukakan sejumlah prinsip umum pendidikan yang dapat ditanamkan kepada peserta didik dalam rangka membentuk karakter peserta didik menjadi manusia muslim yang baik. Prinsip-prinsip dimaksud antara lain: 1. Menumbuhkan rasa tanggungjawab individu Semua tanggungjawab manusia berpangkal kepada satu konsep yakni bahwa semua manusia yang hidup di dunia ini memikul amanah dari Allah swt. dalam hal ini Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab (32): 72:
#EæÊÆè Áì #æǶö ²ô s è Fô Íæ #EæÊÆæ ¾ö Âì ] è Ïæ #èÈFô #æÇÐè Læ Gô ±ô #úÀEæMY ì ½ö DæÍ# ú kè àô DæÍ S ì DæÎÂæ p î ½D#Õô¾©æ #ôÔÅæ EæÁàô D#EæÆ{ è læ ©æ #EîÅJú Þ÷ ÎçÊX æ #÷EÁÎõ¾¥ ô #æÈEô¹#çËîÅJú #çÈEæpèÅäú D#EæʾôÂæ \ æ Íæ Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh, Amanah yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah dalam kehidupan nyata. Atas dasar itu, Allah menganugerahkan sarana bagi manusia untuk mampu memikul amanah tersebut, seperti pendengaran (assam’), penglihatan (al-bashar), dan hati (alaf’idah). Tanggungjawab individu dalam Islam disinyalir antara lain dalam hadis Nabi saw.:16
#èÃÉì kú Îè X ç Fõ #èÇÁì #ô»½æi#çy¶õ Æè Ïæ #ôÞ#ç˪æ Mì Pæ #èÇÁæ #úkÎè X ç Fõ #æ¿Uè Áì #úlX è àô D#æÇÁì #˽#æÈEô¹#ÖéhçÉ#J#Eæ©gæ #èÇÁæ #èÇìÁ#ô»½æi#çyõ¶èÆÏæ #ôÞ#ç˪æ Mì Pæ #èÇæÁ#úÄEæTH#ç¿èUìÁ#úÃèTäú D#æÇÁì #Ëо©#æÈE¹#íÔô½ôßæ{#J#Eæ©gæ #èÇæÁæÍ#1EéÙèÐs æ EéÙÐè s æ #èÃÊú Áì EæTH Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun. Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapatkan dosa sebagaimana dosa orangorang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun. Kesadaran peserta didik terhadap tanggungjawab individu tersebut akan memotivasinya untuk berbuat baik tanpa rasa bosan dan menginspirasinya untuk menjaga amanah sebagaimana mestinya. 16
Abi al-Hasan Muslim, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, Juz 16, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), h. 277. Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
51
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
2. Menanamkan keyakinan tentang kebebasan individu Islam mengakui kebebasan individu bagi setiap manusia. Kebebasan individu dalam konsep Islam merujuk kepada konsep ‘ubudiyah. Artinya, setiap manusia bebas menentukan pilihannya, namun pilihan tersebut harus selalu mengandung nilai pengabdian kepada Allah swt. Oleh sebab itu, Islam tidak memperbolehkan manusia terbelenggu dengan segala bentuk penghambaan kepada selain Allah. Sebab bagaimanapun besarnya manusia itu di mata sesama manusia, ia tetap hamba dari Allah swt. Di antara bentuk penghargaan Islam terhadap kebebasan individu adalah bahwa Islam tidak mentolerir pemaksaan kehendak kepada orang lain. Demikian pula Islam tidak membenarkan seseorang untuk memaksa orang lain keluar dari agamanya atau memaksa masuk kepada agama lain, termasuk dalam memeluk agama Islam. Sekaitan dengan hal ini, Allah swt. berfirman dalam QS. Yunus (10): 99-100:
#ÕîQ\ æ #ærEîƽD#çÌlú º ö Pç #æRÅè Gô ±ô Fô #÷EªÐìÂX æ #èÃçʾýõ¹#úkè àô D#Ñì±#èÇÁæ #æÇÁæ â#ô»Lï kæ #æ×Eæs#èνô Íæ #æqèXòl½D#翪æ èYÏæ Íæ # Ëì ü¾½D#úÈiè Kú Lì #üÞJú #æÇÁì Ýè Pç #èÈFô #ûq²ö Ææ ½ì #æÈEô¹#EæÁÍæ # +99,#æÆì Áì Ýè Áç #DÎçÅÎõºÏæ æ +100,#æÈÎõ¾¶ì ªè Ïæ #Þ#æÇÏìjü½D#Õô¾© Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. 3. Menanamkan keyakinan tentang tanggungjawab indivu di hadapan Allah Berdasarkan keyakinan dalam Islam bahwa setiap individu akan bertanggungjawab terhadap segala perbuatannya di dunia. Sehubungan dengan hal ini Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah (2): 123:
#EæÊ窲ô ÆæP#ÞæÍ#êÀhè ©æ #EæÊÆè Áì #ç¿Mæ ¶ö Ïç #ÞæÍ#÷EÙèÐs æ #ûq²ö Åæ #èÇ©æ #êq²ö Åæ #ÒúnY è Pæ #Þ#÷EÁèÎÏæ #DÎõ¶Pî DæÍ Èæ Íçlx æ ÆçÏ#èÃçÉ#ÞæÍ#øÔ©æ Eô²s æ Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong. Konsep senada dijumpai dalam Q.S. Maryam (19): 93-95:
#èÃÉç Eæx\ è Fô # hè ¶ô ½ô # # +93,# D÷hèM©æ # Çú Âæ \ è lî ½D# ÑìPH# Þü Jú # ú kè àô DæÍ S ì DæÎÂæ p î ½D# Ñì±# Çè Áæ # ¿ï ¹ õ # Èè Jú 52
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
# ###+95,#÷Dgèl±ô #ìÔæÁEæжì ö½D#æÄèÎÏæ #ìËÐìPH#èÃçÊý¾õ¹Íæ ###+94,#÷Dhë ©æ #èÃçÉîh©æ Íæ Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Kedua ayat di atas menegaskan konsep pertanggungjawaban secara individu pada hari kiamat. Oleh sebab itu, peserta didik harus diberikan pemahaman tentang kewajiban melakukan usaha-usaha pengembangan dan penyucian diri serta amal shaleh. Sebab apapun yang manusia lakukan, maka manfaat atau mudlaratnya akan dipertanggungjawabkan secara individu di hadapan Allah.17 Pentingnya penanaman kesadaran tentang kewajiban menuntu ilmu didasarkan pada ayat pertama turun yang mendorong untuk membaca (Q.S al-‘Alaq [96]: 1). Hal tersebut karena membaca merupakan gerbang utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Urgensi penanaman kesadaran kewajiban menuntut ilmu, sebab ilmu merupakan landasan dalam melakukan amal shaleh. Menurut al-Husaini, amal yang tidak disertai dengan ilmu yang benar sangat rawan menimbulkan amalan-amalan yang menyimpang dan menyebabkan kerugian-kerugian, baik duniawi maupun ukhrawiy. Sejumlah ayat Alqur’an mengisyaratkan keutamaan orang berilmu, antara lain dalam Q.S. Thaha: 114; Fathir: 28; dan al-Mujadilah: 11. 4. Menanamkan sifat sabar dan keuletan dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan Di antara akhlak yang harus dimiliki seorang muslim adalah kesabaran. Kesabaran sangat erat hubungannya dengan ilmu yang dimiliki seseorang. Kesabaran terwujud dalam bentuk ketabahan dalam menghadapi musibah, bersyukur dalam menerima nikmat. Sabar menurut Ibnu al-Jauziyah adalah menahan diri dari kepanikan, menahan lidah dari keluhan, menahan anggota tubuh dari tindakan-tindakan yang buruk, dan menahan nafsu dari hal-hal yang buruk.18 Pendidikan kesabaran harus ditekankan pada berbagai aspek kehidupan. Menurut al17
Ayat senada juga disinyalir dalam Q.S. Fushshilat (41): 46. Terjemahan ayat tersebut sebagai berikut: “Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya).”. 18 Abu Abdillah Ibn al-Qayyim, Madârij as-Sâlikin, (t.tp: Dar at-Turats al‘Arabiy, 1982), h. 115-120. Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
53
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
Jauziyah, sabar dikategorikan menjadi tiga, yaitu: sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan kepada Allah, dan sabar terhadap ujian Allah.19 Perintah sabar banyak dijumpai dalam Alqur’an, antara lain: QS. An-Nahl: 127; Luqman: 17; az-Zumar: 10; al-Anfal: 46. 5. Menanamkan kesadaran tentang tanggungjawab kolektif Penanaman kesadaran tentang tanggungjawab kolektif merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan karakter. Materi-materi pendidikan dalam aspek ini antara lain: a. Menanamkan kesadaran bahwa terdapat berbagai hal yang tidak dapat direalisasikan kecuali dalam bentuk kolektif, seperti persaudaraan, tolong menolong, kepeduliaan, kesabaran atas perlakuan orang lain. b. Menanamkan kesadaran bahwa dalam kehidupan sosial seseorang dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang baik. c. Menanamkan kesadaran bahwa dalam kehidupan sosial terdapat pengalaman-pengalaman buruk yang dapat dijadikan sebagai batu ujian dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. d. Melalui pergaulan sosial, manusia akan menemukan kelemahankelemahan dirinya, sehingga termotivasi untuk mengembangkan kepribadiannya. e. Melalui kehidupan sosial seseorang akan mengetahui sesuatu berdasarkan kenyataan riil. Belajar dari pengalaman adalah hal yang sangat penting bagi peserta didik. 6. Menanamkan dalam jiwa peserta didik tentang usaha maksimal dalam mengendalikan diri Pengendalian diri yang dimaksudkan adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengendalikan dorongan hawa nafsu dan menghindari syubhat. Menurut Ibnu Taimiyah, pengendalian diri termasuk dalam kategori ibadah. Jika hawa nafsu seseorang mendorong untuk melakukan kemaksiatan, kemudian orang yang bersangkutan mampu mengendalikannya, maka sikapnya tersebut termasuk ibadah kepada Allah dan amal shaleh.20 Upaya-upaya pengendalian diri yang harus ditanamkan meliputi: mengendalikan kemarahan (QS. Ali Imran (3): 134), dan menahan diri dari menyakiti orang lain (QS. Al-Maidah (5): 28). 19
Abu Abdillah Ibn al-Qayyim, Tahzîb Madârik as-Sâlikin, (al-Imarat: Wazarat al-‘Adl wa asy-Syu’un al-Islamiyah wa al-Awqaf, 1955), h. 353. 20 Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah, Majmû al-Fatâwa, ed. Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim al-‘Ashimiy, Juz I, (Beirut: Dar al-‘Arabiyah, t.th). h. 635-636.
54
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
7. Menanamkan kesadaran tentang pentingnya instrospeksi diri Instrospeksi yang dimaksudkan adalah membedakan apa yang menjadi haknya dengan apa yang menjadi kewajibannya. Mengingat pentingnya instrospeksi, Umar bin al-Khattab berpesan: “hisablah dirimu sebelum kalian dihisab”.21 8. Menanamkan kesadaran tentang pentingnya melakukan usaha perbaikan diri secara berkesinambungan Usaha perbaikan diri merupakan refleksi dari instrospeksi. Orang yang senantiasa melakukan evaluasi terhadap dirinya akan melahirkan upaya untuk meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik. Sebaliknya, orang yang tidak mengetahui hakikat dirinya akan menjadi orang yang takabbur dan sombong atas apa yang telah diraihnya. Menurut ad-Dimasyqiy, cara untuk mengetahui kekurangan diri antara lain dilakukan dengan beberapa cara: a. Melakukan komunikasi intens dengan ulama dan orang yang berkompeten untuk mengevaluasi segala sikap dan tindakannya. b. Meminta penilaian dari orang lain yang memiliki kapasitas dalam aspek keagamaan dan moralitas. c. Menyingkap kelemahan dirinya melalui informasi-informasi dari musuhnya. d. Berinteraksi dengan masyarakat luas untuk menguji kepribadiaannya melalui pergaulan tersebut.22 E. Strategi Pengembangan Karakter Perspektif Pendidikan Islam Pendidikan karakter tidak disangsikan merupakan cara paling efektif dalam membangun manusia muslim yang mampu memakmurkan bumi dan memikul amanah yang dibebankan Allah swt.. Untuk membina karakter, seseorang dapat menempuh berbagai cara atau strategi. Di antara strategi yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Memperkokoh hubungan dengan Allah swt. Memperkuat hubungan dengan Allah merupakan hal sangat penting diperhatikan setiap individu dalam mengembangkan kepribadiannya. Iman kepada Allah swt. merupakan dasar semua kebaikan, sumber konsistensi 21
Muhammad Yusuf al-Kandahlawiy, Hayât ash-Shahâabah, (al-Qahirah: alMaktab al-Tsaqafiy, 1999), h. 461. 22 Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy ad-Dimasyqiy, Mau’izatul Mu’minin Min Ihya Ulum al-Din, Juz I, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th.), h. 200-201. Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
55
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
(istiqamah). Hubungan baik dengan Allah dapat dilakukan dengan jalan konsisten dalam melakukan ibadah wajib (seperti shalat, puasa, zakat, dan haji). Ibadah-ibadah yang diwajibkan Allah swt. sarat dengan muatanmuatan pendidikan karakter. Shalat misalnya, akan membimbing menjadi orang yang disiplin, bersih, jauh dari kemungkaran-kemungkaran dan sebagainya (al-Ankabut: 45). Zakat dan Infaq akan membiasakan manusia untu menyucikan diri dari kekotoran-kekotoran dan kekikiran (al-Lail: 1718). Puasa membiasakan diri untuk mengendalikan dorongan perut dan kemaluan, menundukkan pandangan dari yang haram, menjaga lidah, menghindari gibah, adu domba, dan menjaga diri dari berbagai bentuk dosa (al-Baqarah [2]: 183. Haji merupakan sarana untuk membiasakan jiwa untuk patuh dan taat, bekerja keras, mengeluarkan harta di jalan Allah, saling tolong menolong, saling kenal mengenal, dan menegakkan syiar-syiar Allah. Selain ibadah-ibadah mahdlah, penguatan hubungan dengan Allah dapat juga dilakukan dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti zikir, memperbanyak doa dan semacamnya. 2. Senantiasa menyadari adanya pengawasan Allah Kesadaran tentang adanya pengawasan Allah sangat membantu seseorang dalam menghindari segala bentuk penyimpangan danmembimbing manusia untuk senantiasa berlaku lurus dalam segala tingkat laku dan perbuatannya (an-Nazi’at: 40-41). Orang yang senantiasa menghadirkan Allah dalam kehidupannya, akan terbimbing dalam melakukan kebaikan dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk dan dosa. Kalaupun ia khilaf dan melakukan perbuatan buruk, maka ia akan segera bertaubat. 3. Mengurangi angan-angan dan senantiasa mengingat kematian. Memperbanyak mengingat kematian akan membimbing seseorang untuk memenuhi hak-hak Allah swt. dan ikhlas dalam beramal serta melembutkan hati. Banyak mengingat kematian akan membimbing menjadi orang yang taat terhadap aturan-aturan Allah. Sebab mengingat kematian akan menyadarkan bahwa semua orang akan mati, dan perbedaan kematian seseorang hanyalah persoalan waktu. 4. Menjauhi yang haram dan melakukan kewajiban-kewajiban Penyucian jiwa dilakukan dengan jalan meninggalkan yang diharamkan dan menunaikan kewajiban-kewajiban. Sejumlah ayat Alqur’an memerintahkan berbagai bentuk penyucian jiwa, seperti: menundukkan pandangan, menjaga kehormatan. Dengan cara seperti itu, maka jiwa seseorang akan menjadi suci (Q.S.an-Nur: 20 ). Sayyid Quthub dalam
56
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
mengomentari ayat tersebut mengatakan bahwa menundukkan pandangan merupakan etika yang dapat mengangkat derajat seseorang ke tingkat yang sangat tinggi. Selain itu, menundukkan pandangan merupakan upaya untuk menutup pintu fitnah yang dapat menjatuhkan ke derajat kebinatangan.23 5. Bersegera bertaubat dan beristigfar Alqur’an memerintahkan untuk bersegera bertaubat setelah melakukan kemaksiatan dan dosa, tidak boleh menunda-nundanya (QS. Ali ‘Imran [3]: 135). Taubat dalam hal ini berarti kembali kepada jalan Allah dan menjauhi jalan-jalan yang dimurkai Allah dan jalan-jalan orang yang sesat. Nilai pendidikan dalam taubat adalah bahwa taubat berarti merendahkan diri kepada Allah, pengakuan terhadap kesalahan dan kelemahan. Selain itu, dalam taubat terdapat perasaan takut kepada Allah, harapan mendapat ampunan, dan mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah saw. memerintahkan umatnya untuk memperbanyak taubat dalam sabdanya:24
ÓlÁ#ÔØEÁ#ËнJ#ÄÎнD#¡#OÎPF#ÑÅK±#D#J#DÎLÎP#rEƽD#EÊÏF#IÏ Wahai sekaliah manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena saya bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari. 6. Memohon pertolongan Allah untuk memperbaiki diri Dalam menyucikan jiwa, seseorang membutuhkan pertolongan Allah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. Ali Imran (3): 101:
# #Ãèжì Qæ p è Áç #í¤Dælw ì #J#æÒhì Éç #èh¶ô ±ô #ìDìEL#èÃx ì Qæ ªè Ïæ #èÇÁæ Íæ Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Ayat di atas mengisyaratkan bahwa untuk mendapatkan hidayah dan pertolongan Allah, maka terlebih dahulu harus konsisten dengan ketentuanketentuan Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa pemerolehan hidayah membutuhkan kesungguhan dan memperlihatkan keseriusan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Allah. 7. Senantiasa bersahabat dan dekat dengan orang-orang baik Bersahabat dengan orang-orang baik pilihan merupakan sarana yang 23
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an, Juz 4, (Lubnan: Dar al-Syuruq, 1982), h. 2512. 24 Abu al-Husain Muslim, op.cit., juz 4, h. 16. Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
57
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
dapat membantu untuk membina karakter seseorang dan dapat mewujudkan rasa aman, meninggalkan kemaksiatan. Sebaliknya, menghindari orangorang baik akan mengakibatkan penyeselan yang berkepanjangan. Alqur’an mensinyalir bahwa orang-orang yang mengabaikan ajakan orang-orang baik dan sebaliknya berteman dengan orang jahat, akan menyesal pada hari kemudian dengan penyesalan yang luar biasa (Q.S. al-Furqan: 27-29). Bersahabat dengan orang baik akan menyebabkan lahirnya lingkungan islami yang terhindar dari berbagai kendala pembinaan karakter. Demikian pula bersahabat dengan orang-orang baik sangat mendukung untuk mengikuti prilaku-prilaku mereka, sehingga berusaha untuk memperbaiki diri dan membimbing ke jalan yang lurus dan keimanan. 8. Berusaha melakukan perenungan Setiap muslim hendaknya memiliku waktu untuk melakukan instsrospeksi diri dan melakukan ibadah-ibadah yang dapat membantu untuk membentuk kesadaran tentang kehadiran Allah dalam segala aspek kehidupan kita. Perenungan yang berkesinambungan dapat melindungi dari bahaya-bahaya pergaulan sehari-hari dan pintu masuk untuk memperbaiki diri. Ibnu al-Qayyim memberikan motivasi tentang pentingnya evaluasi diri secara berkala. Menurutnya, setiap orang hendaknya melakukan perenungan, apakah segala yang ia telah lakukan akan mendukung keselamatannya atau justru akan menjerumuskannya dalam kehinaan. Dengan perenungan yang berkala, seseorang akan terhindar dari sifat dengki, tidak meremehkan dosa, mengurangi ketamakan terhadap masalah-masalah duniawi.25 F. Kesimpulan 1. Pendidikan karakter adalah segala aktivitas yang dilakukan manusia dalam upaya pendidikan kepribadian dalam bentuk instrospeksi dan memperbaiki diri, yang pada gilirannya akan mengantar kepada perbuatan baik dan menjauhkannya dari perbuatan tercela. Dengan demikian, pendidikan karakter perspektif pendidikan Islam adalah segala aktivitas yang mengarah kepada penyelarasan antara aspek kognitif, afektif aspek psikomotorik dalam segala aspek kehidupan. 2. Berdasarkan penelaahan terhadap ayat-ayat Alqur’an, Hadis-hadis Nabi saw. dan pendapat para ulama muslim, dirumuskan beberapa karakter kepribadian manusia, meliputi: 1) memiliki kebebasan berkehendak, 2) memiliki kemampuan memikul tanggungjawab, 3) bersifat dinamis dan 25
58
Abu Abdillah Ibn al-Qayyim, Madarij..., op.cit., h. 83. http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma
Ratni
memiliki potensi untuk berkembang, 4) cinta kepada popularitas, harta dan kekuasaan, 5) memiliki keadaan jiwa yang berubah-ubah, 6) dan memiliki sifat tergesa-gesa. 3. Materi-materi dasar yang dapat ditanamkan dalam pembinaan karakter manusia antara lain: 1) menumbuhkan rasa tanggungjawab individu, 2) menanamkan keyakinan tentang kebebasan individu, 3) menanamkan keyakinan tentang tanggungjawab indivu di hadapan Allah, 4) menanamkan pemahaman tentang kewajiban menuntut ilmu, 5) Menanamkan sifat sabar dan keuletan dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan, 6) menanamkan kesadaran tentang tanggungjawab kolektif, 7) menanamkan kesadaran tentang pentingnya instrospeksi diri, 8) menanamkan kesadaran tentang pentingnya melakukan usaha perbaikan diri secara berkesinambungan 4. Strategi-strkategi yang dapat diterapkan dalam pembinaan karakter manusia antara lain: 1) memperkokoh hubungan dengan Allah swt., 2) senantiasa menyadari adanya pengawasan Allah, 3) mengurangi anganangan dan senantiasa mengingat kematian, 4) menjauhi yang haram dan melakukan kewajiban-kewajiban, 5) bersegera bertaubat dan beristigfar, 6) memohon pertolongan Allah untuk memperbaiki diri, 7) senantiasa bersahabat dan dekat dengan orang-orang baik, 8) berusaha melakukan perenungan, 9) dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Abdu Duf, Mahmud. “Anmuzaj Abu Duff Li Taqwim az-Zat”, Majallah alBuhuts al-Tarbawiyah wa an-Nafsiyah wa al-Ijtima’iyyah online, Edisi 119. Abi al-Hasan Muslim, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, Juz 16, Beirut: Dar al-Fikr, 1978. Ali, Said Ismail. Ittijâhât al-Fikr at-Tarbawîy al-Islâmîy, al-Qahirah: Dar al-Fikr, 1991. Al-Gazali, Imam Abu Hamid. Ihyâ Ulûmiddîn, ditahqiq oleh Mushthafa Abdul Hamid, Juz 3, t.tp.: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, 1970. Al-Gazaliy, Imam Abu Hamid. Ihyâ Ulûmiddîn, Juz 3, t.tp.: al-Maktabah atTaufiqiyah, t.th. Ibn al-Qayyim, Abu Abdillah. Madârij as-Sâlikin, t.tp: Dar at-Turats al-‘Arabiy, 1982. Ibn al-Qayyim, Abu Abdillah. Tahzîb Madârik as-Sâlikin, al-Imarat: Wazarat al‘Adl wa asy-Syu’un al-Islamiyah wa al-Awqaf, 1955.
Jurnal Madani, Vol 4. No 1. Juni 2014( ISSN: 2087-8761)
59
Pembinaan Karakter Perspektif Pendidikan Islam
Ibnu Maskawaihi, Tahzîb al-Akhlâq, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1985. Ibnu Taimiyah, Taqiyuddin Ahmad. Majmû al-Fatâwa, ed. Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim al-‘Ashimiy, Juz I, Beirut: Dar al-‘Arabiyah, t.th. Al-Jauziy, Jamaluddin. Nuzhat al-A’yun an-Nawâzhir fi ‘Ilm al-Wujûh wa anNazhâir, ditahqiq oleh Muhammad Kazhim, Beirut: Muassasat arRisalah, 1987. Al-Kandahlawiy, Muhammad Yusuf. Hayât ash-Shahâabah, al-Qahirah: alMaktab al-Tsaqafiy, 1999. Marzuki, Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/drmarzuki-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf, diakses tanggal 23 Mei 2013. Marzuki, Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/drmarzuki-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf, diakses tanggal 23 Mei 2013. An-Najjar, Raba Abdurrahman. Malâmih at-Tarbiyat al-Zâtiyah fi Dlau’ al-Fikr at-Tarbawîy al-Islamîy, “Tesis” on line, tahun 2009. Pro
Kontra Kebijakan Kurikulum 2013 dalam http://www.batararayamedia.com/pro-kontra-kebijakan-kurikulum2013-_art-191.html, diakses tanggal 23 Mei 2013.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Cet. I; Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Al-Qasimiy ad-Dimasyqiy, Muhammad Jamaluddin. Mau’izatul Mu’minin Min Ihya Ulum al-Din, Juz I, Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th. Al-Qasimiy, Muhammad Jamaluddin. Mahâsin at-Ta’wîl, juz 10, al-Qahirah: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th. Quthub, Sayyid. Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an, Juz 4, Lubnan: Dar al-Syuruq, 1982. Al-Sa’diy, Abdurrahman bin Nashir. Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fi Tafsîr alKalâm al-Mannâan, ed. Abdulah bin ‘Aqil dan Muhammad Shaleh al-Utsaimin, al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts, 2002. Sejarah
60
Perkembangan Kurikulum di Indonesia, dalam http://gledysapricilia.wordpress.com/study/sejarah-perkembangankurikulum-di-indonesia, diakses tanggal 23 Mei 2013.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/indek.php/ma