Judul
: Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal
Nama/Npm
: Intan Cahyasari/10503095
Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si
ABSTRAK Kehilangan seseorang yang kita cintai akibat kematian merupakan hal yang tidak diinginkan oleh setiap orang. Setiap peristiwa kematian yang terjadi akan timbul rasa kesedihan dan kesedihan tersebut akan berakibat timbulnya grief. Grief merupakan rasa duka yang dialami bagi seseorang yang ditinggal oleh orang yang dicintainya karena kematian. Grief muncul saat seseorang terpisah dari seseorang atau sesuatu yang penting bagi dirinya, grief merupakan reaksi yang wajar terhadap kehilangan seseorang karena kematian. Umumnya grief terdiri dari penderitaan, kekosongan, kemuraman dan depresi. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui gejala-gejala pada grief, terutama grief yang yang dialami oleh remaja. Masa remaja merupakan masa transisi ke arah dewasa, masa peralihan dari imaturasi masa kanak-kanak kepada maturasi masa dewasa, serta persiapan untuk masa depan, sehingga remaja membutuhkan bimbingan serta perhatian yang lebih untuk mengarahkan dirinya menjadi lebih baik. Jika seorang remaja, khususnya remaja putra dihadapkan oleh peristiwa kehilangan seseorang ataupun sesuatu yang berharga dalam hidupnya karena kematian, dapat membuat jiwanya semakin menjadi labil. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana reaksi grief yang muncul pada remaja putra, proses perkembangan grief dan faktor yang menyebabkan grief pada remaja putra. Dalam metode penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Menurut Creswell, Denzin & Lincoln (dalam Heru Basuki, 2006) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Penelitian ini meneliti tentang grief pada remaja putra karena kedua orang tuanya meninggal. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja putra yang usianya diantara 11-24 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, grief yang muncul pada subjek dapat dilihat dari ekspresi yang muncul yaitu ekspresi fisik, ekspresi kognitif, ekspresi afektif, dan ekspresi dalam bentuk tingkah laku. Selain dari ekspresi juga dapat dilihat dari proses perkembangan grief yang telah dilalui oleh subjek yaitu denial, realization, feeling of abandonment, despair crying, restlessness, anger, guilt, feeling of loss, longing, voluntary return to society. Subjek melewati proses perkembangan grief, namun pada proses perkembangan yang terakhir yaitu the deminishment of grief and the beginning of full recovery subjek belum mampu melewatinya. Adapun faktor yang menyebabkan grief yang dialami subjek yaitu hubungan individu dengan almarhum, proses kematian, jenis kelamin orang yang ditnggalkan, latar belakang keluarga, support system. Kata kunci: grief, remaja, kematian orang tua, kesedihan, kehilangan,
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Kematian merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Kematian merupakan fakta hidup, setiap manusia di dunia ini pasti akan mati. Kematian tidak hanya dialami oleh kaum usia lanjut, tapi juga oleh orang-orang yang masih muda, anak-anak bahkan bayi. Seseorang dapat meningal karena sakit, usia lanjut, kecelakaan, dan sebagainya. Jika seseorang meninggal dunia, peristiwa kematian tersebut tidak hanya melibatkan dirinya sendiri namun juga melibatkan orang lain, yaitu orang-orang yang ditinggalkannya, kematian dapat menimbulkan penderitaan bagi orang-orang yang mencintai orang yang meninggal tersebut (Turner & Helms, 1995). Kehilangan seseorang yang dekat dan dicintai karena kematian merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain bagi seseorang yang ditinggalkan, karena hal tersebut tidak hanya berdampak pada orang itu saja, tetapi juga berdampak pada orangorang disekitarnya. Setiap orang yang meninggal akan disertai dengan adanya orang lain yang ditinggalkan, untuk setiap orang tua yang meninggal akan ada anakanak yang ditinggalkan. Kematian dari seseorang yang kita kenal terlebih yang sangat kita cintai, akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan kita selanjutnya. Apalagi jika orang tersebut dekat dengan kita, orang yang dikasihi, maka akan ada masa dimana kita akan meratapi kepergian mereka dan merasa kesedihan yang mendalam. Kita juga merasa sangat kehilangan, tidak bahagia, dan kurang dapat menjalani kehidupan dengan baik (Stroebe, Stroebe & Hansson, 1993). Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak, hangatnya sebuah keluarga akan membuat kedekatan yang terjalin antara anak dan orang tua, dan kedekatan itu akan membuat anak menjadi merasa aman dan nyaman, ketika seorang remaja dihadapkan pada suatu peristiwa yang tidak diinginkan dalam hidupnya pasti
akan merasa berat untuk menerimanya, seperti peristiwa kematian yang dapat memisahkan hubungan antara orang tua dan anak, peristiwa tersebut sulit untuk diterima oleh siapapun karena tidak ada satu orang pun yang akan benar-benar siap ketika harus kehilangan orang yang dicintainya. Peristiwa itu akan membuat seorang remaja yang mengalaminya menjadi syock dan terpukul, juga merasa kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya, saat mengalami kehilangan orang yang dicintai setiap orang akan memberikan reaksi terhadap kehilangan tersebut dengan berbagai cara. Salah satu cara yaitu dengan reaksi psikologis seperti merasa kesepian, putus asa dan takut, dan hal tersebut merupakan hal yang normal bagi seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian (Atwater, 1999). Rice (1993), mengemukakan bahwa kehilangan orang yang dicintai diidentifikasi sebagai suatu kehilangan yang sangat mendalam. Bagi seorang remaja baik putra maupun putri pasti memiliki perasaan kehilangan, tetapi dalam meluapkan dan mengekspresikan perasaannya berbeda, untuk remaja putra biasanya memiliki perasaan kehilangan yang cenderung sulit untuk diungkapkan, lebih pada menahan dan memendam perasaannya tersebut sedangkan untuk remaja putri cenderung lebih memiliki perasaan yang sensitif dan lebih peka, lebih menunjukkan kesedihan dan rasa kehilangannya. Remaja putri biasanya akan merasa kurang percaya diri untuk bersosialisasi dilingkungannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan empat tahun lalu (Fivush & Buckner dalam Martin & Doka, 2000), bahwa wanita memiliki tingkat kepekaan emosional yang lebih tinggi terhadap dirinya serta lebih sering mengungkapkan perasaannya secara verbal, sedangkan pria cenderung menekan ekpresi perasaannya. Berbeda dengan Kubler-Ross (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa untuk proses adaptasi pria yang mengalami grief akan lebih lama dibanding dengan wanita, dikarenakan wanita secara umum sudah terbiasa tinggal dan hidup sendiri. Keberhasilan seseorang untuk dapat
mengatasi grief yang dialaminya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor subjektif (jenis kelamin dan coping style), faktor diadik (karakteristik dan kualitas dari ikatan emosional), faktor sosial (dukungan sosial), hasil penelitian yang dilakukan oleh (Fivush & Bucker, dkk dalam Stroebe, 1987) terhadap ketiga faktor itu mengimplikasikan adanya perbedaan gender pada proses grief yang dilakukan oleh remaja setelah suatu proses kehilangan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa peristiwa kematian dapat menyebabkan grief, grief dapat dialami oleh siapa saja termasuk remaja. Grief yang dialami oleh remaja putra berbeda dengan grief yang dialami oleh remaja putri, karena remaja putra cenderung sulit untuk mengungkapkan rasa grief yang dialaminya, oleh karena itu pembahasan tentang grief pada remaja menarik untuk diteliti, karena dimasa remajanya, seorang remaja sangat membutuhkan kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari orang tua, mereka akan bangga dengan adanya seseorang yang mereka kagumi dalam hidupnya seperti sosok orang tua, tetapi disaat itulah dimasa remajanya mereka kehilangan sosok yang mereka kagumi karena peristiwa kematian. 2.Pertanyaan Penelitian Bagaimana ekspresi grief pada remaja putra yang kedua orang tuanya meninggal, faktor apa yang menyebabkan grief pada remaja putra, bagaimana proses perkembangan grief yang dialami oleh remaja putra. 3.Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana hasil dari gambaran grief yang dialami remaja, dan dari hasil gambaran tersebut kita dapat melihat ekspresi yang muncul dari grief, melihat faktor yang menyebabkan grief, dan untuk melihat proses perkembangan grief yang dialami oleh remaja putra. 4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis, Hasil dari penelitian diharapkan bisa menambah wacana peneliti
dalam ilmu-ilmu psikologi terutama pada psikologi perkembangan dan psikologi klinis mengenai grief, terutama grief yang dialami oleh remaja karena kehilangan kedua orang tuanya. Dari hasil penelitian seperti faktor yang menyebabkan grief yaitu komunikasi pada keluarga yang ditinggalkan setelah kematian membuat hubungan antara anggota keluarga semakin erat dan terjalin lebih baik. Lalu dari hasil proses perkembangan grief, yaitu realization dimana seseorang yang ditinggalkan mulai menyadari bahwa kematian tersebut telah terjadi. 2. Manfaat Praktis, Dari segi praktis ini, peneliti berharap dapat memberikan wacana pengetahuan pada masyarakat luas mengenai grief, pemahaman tentang grief dan semua hal yang berhubungan dengan grief. Dari hasil penelitian yang menyebabkan grief, yaitu support system bahwa dukungan yang diberikan oleh orang disekitarnya bisa memberikan kekuatan dan membangun kembali rasa kepercayaan diri. Lalu dari proses perkembangan grief yaitu guilt, bahwa seseorang yang ditinggalkan merasa bersalah atas kematian yang terjadi namun dapat membuat orang yang ditinggalkan tersebut menjadi lebih terpacu untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. B. Tinjauan Pustaka 1. Grief a. Pengertian Grief Menurut Kail dkk (2000), grief adalah suatu reaksi yang diakibatkan oleh bereavement (suatu kondisi emosional yang penuh dengan kesedihan dan tekanan karena kematian). Hal tersebut serupa dengan yang dikemukakan oleh Parkes & Stroebe, dkk (1988) bahwa grief sebagai respon emosional yang disebabkan oleh kehilangan, karena hal tersebut merupakan pengalaman emosional yang pribadi pada setiap individu yang mengalami kehilangan orang yang dicintai. b. Ekspresi dan Reaksi Yang Muncul Pada Grief Kematian seseorang dapat menimbulkan grief pada orang yang ditinggalkan.
Menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai telah meninggal dunia merupakan hal yang menyakitkan. Dacey & Travers (2002), membagi ekspresi duka kedalam empat macam, yaitu: a. Ekspresi Fisik, contohnya adalah kehilangan selera makan, sulit tidur, sakit pada tenggorokan, dada, terlalu sensitif pada suara, depersonalization, mulut kering, susah untuk bernafas, otot lemah dan kehilangan energi. b. Ekspresi Kognitif, contohnya adalah kebingungan, ketidakpercayaan, ketergantungan pada kenangan tentang almarhum namun pada remaja ketergantungan ini biasanya hanya berlangsung sementara. c. Ekspresi Afektif, contohnya lelah, takut, cemas, menderita, bersalah, marah, depresi, penyangkalan dan dorongan untuk melakukan bunuh diri. d. Ekspresi dalam bentuk tingkah laku, yaitu perubahan perilaku sebagai keluaran dari perubahan afektif, kognitif dan fisik. Misalnya perubahan perilaku keseharian dari seseorang, dari aktif secara sosial menjadi menutup diri terhadap orang lain. c. Faktor Yang Menyebabkan Grief Ada beberapa faktor yang menyebabkan grief, faktor tersebut dikemukakan oleh (Aiken, 1994), yaitu: a. Hubungan individu dengan almarhum, yaitu reaksi-reaksi dan rentang waktu masa berduka yang dialami setiap individu akan berbeda tergantung dari hubungan individu dengan almarhum, dari beberapa kasus dapat dilihat hubungan yang sangat baik dengan orang yang telah meninggal diasosiasikan dengan proses grief yang sangat sulit. b. Kepribadian, usia dan jenis kelamin orang yang ditinggalkan, merupakan perbedaan yang mencolok ialah jenis kelamin dan usia orang yang ditinggalkan. Secara umum grief lebih menimbulkan stress pada orang yang usianya lebih muda. c. Proses Kematian, cara dari seseorang meninggal juga dapat menimbulkan perbedaan reaksi yang dialami orang yang ditinggalkannya. Pada kematian yang mendadak kemampuan orang yang
ditinggalkan akan lebih sulit untuk menghadapi kenyataan. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan, hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengatasi grief. d. Proses Perkembangan Grief Turner & Helms (1987), menyebutkan bahwa ada beberapa tahapan dari grief yang dijelaskan secara lebih rinci, yaitu: a. Denial Of Loss, pada fase ini orang yang ditinggalkan tidak percaya dan menyangkal kenyataan bahwa orang yang dicintai telah tiada. Reaksi yang biasanya muncul pada fase ini adalah “Tidak mungkin dia sudah meninggal.” b. Realization Of Loss, pada fase ini orang yang ditinggalkan secara emosional mulai menyadari bahwa orang yang dicintainya memang sudah meninggal. Umumnya reaksi yang muncul adalah “Ya Tuhan, hal ini memang terjadi, dia sudah pergi untuk selamanya.” c. Feeling of abandonment, alarm, and anxiety, pada fase ini orang yang ditinggalkan merasa khawatir dan gelisah. Karena telah ditinggalkan oleh orang yang dicintainya, reaksi yang biasanya muncul pada fase ini adalah “Tuhan, bagaimana saya menjalani semua ini sendirian?” d. Despair, crying, physical numbness, mental confusion, indecisiveness pada fase ini orang yang ditinggalkan akan merasa putus asa, menangis, mati rasa, bingung dan bimbang akibat kematian orang yang dicintai. e. Restlessness (a product of anxiety), insomnia, loss of appetite, irritability, loss of self control, wondering mind. Pada fase ini orang yang ditinggalkan akan mengalami keresahan (hasil dari kecemasan), insomnia, nafsu makan hilang, cepat marah, kontrol diri menurun, serta pikiran kacau. f. Pining (the physical pain and agony of grieving) and search for some token remembrance of the lost love abject. Pada fase ini orang yang ditinggalkan akan merasa merana, timbulnya sakit fisik dan
penderitaan atas grief. Selain itu orang yang ditinggalkan akan mencari benda-benda sebagai kenang-kenangan yang mengingatkan pada orang yang telah meninggal. g. Anger, pada fase ini orang yang ditinggalkan merasa marah atas kematian yang menimpa orang yang dicintainya. Kemarahan yang biasanya muncul biasanya diungkapkan dengan kata-kata seperti “mengapa dia harus mati?” h. Guilt, pada fase ini orang yang ditinggalkan akan merasa bersalah atas kematian orang yang dicintainya. Umumnya reaksi yang muncul adalah “Seharusnya saya menjaga dia lebih baik, salah saya sehingga dia sakit!” i. Feeling of loss of self or total emptiness, pada fase ini orang yang ditinggalkan akan merasa kehilangan atas dirinya sendiri atau merasa kekosongan secara menyeluruh. Reaksi yang muncul umumnya adalah “Sebagian diri saya telah pergi untuk selamanya.” j. Longing (the dull ache that won`t go away event with other). Pada fase ini orang yang ditinggalkan merasakan kerinduan yang sangat mendalam dan merasa sakit atas kesepian atau kehampaan, dan perasaan rindu tersebut tidak hilang, bahkan saat bersama dengan orang lain k. Identification with one`s lost partner by assuming some of her traits, attitudes, or mannerism. Pada fase ini orang yang ditinggalkan akan melakukan identifikasi terhadap orang yang telah meninggal tersebut, dengan meniru beberapa sifat, perilaku atau gaya dari orang yang telah meninggal. l. Profound depression, pada fase ini seseorang merasa sangat depresi akibat kehilangan orang yang dicintai memalui kematian. Umumnya orang yang ditinggalkan berfikir untuk menyusul orang yang dicintainya, yaitu keinginan untuk mati. m. Pathological aspects, such as minor acehs and ailments and marked tendency toward hypochondria. Pada fase ini muncul aspek patologis pada orang yang ditinggalkan, seperti penyakit minor dan
penyakit ringan dan ditandai kecenderungan terhadap hypochondria. Reaksi yang umunya muncul adalah “siapa yang akan menjaga dan memperhatikan saya sekarang.” n. Voluntary return to society, pada fase ini orang yang ditinggalkan mulai kembali ke masyarakat atas keinginannya sendiri, setelah sebelumnya sempat menarik diri dari lingkungan. o. The diminishment of grief symptoms and the beginning of full recovery. Pada fase ini simptom-simptom grief yang dialami oleh orang yang ditinggalkan mulai berkurang, mulai mengarah pada kepulihan yang menyeluruh. 2. Pengertian Remaja Remaja, dalam bahasa latinnya adalah adolescence, yang artinya "tumbuh atau tumbuh mencapai kematangan". Istilah adolescence memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock,1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget (dalam Hurlock,1991) yang menyatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak-anak tidak merasa bahwa dirinya barada di bawah tingkat orang tua yang lebih tua melainkan merasa sama, atau sejajar 3. Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal Peristiwa kematian akan membawa pengaruh yang kuat dan mendalam bagi siapa saja yang ditinggalkan. Kesedihan yang muncul akibat rasa kehilangan yang begitu besar membuat seseorang tidak mampu untuk menerima kenyataan dalam hidupnya, tetapi disamping itu juga harus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan tanpa orang yang telah meninggal, setiap orang yang mengalami grief harus mampu untuk melakukannya. Terlebih jika seorang remaja yang mengalami peristiwa seperti ini (Sarafino,1994). Kehilangan orang tua diusia remaja menimbulkan perasaan yang mendalam, dan
dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mungkin akan mengubah hidup mereka, karena orang tua memegang peranan yang sangat penting didalam kehidupan seorang remaja. Selama masa remaja orang tua atau keluarga berubah fungsi dari pengasuhan, perlindungan dan sosialisasi menjadi pemberi dukungan, bimbingan serta pengarahan (Steinberg, 2002). Apabila seseorang kehilangan keluarganya semasa remaja, dirinya akan merasa kesepian, merasa tidak ada yang membimbingnya dan juga pengarahan yang sangat diperlukannya oleh remaja tersebut, dan situasi itu bisa mengakibatkan perilaku remaja menjadi negatif, berdampak buruk dalam kehidupannya, seperti penggunaan obat-obat terlarang, pecandu alkohol dan pergaulan bebas, itu semua sebagai perwujudan dari grief yang dialami. Karena diusia yang rentan, remaja membutuhkan kasih sayang yang lebih dan bimbingan yang terarah untuk menuju kehidupannya yang lebih baik (Papalia & Olds, 1995). Dengan bantuan dan dukungan dari orang-orang terdekat, dapat mencegah perwujudan dari perilaku-perilaku yang negatif, dengan memberikan perhatian dan pemahaman yang baik kepada remaja bahwa di usianya yang muda diharapkan untuk bisa memberikan perilaku yang baik sebagai contoh dimasyarakat dan tidak boleh terjerumus dengan melakukan perbuatanperbuatan yang negatif, melainkan hal-hal yang positif. Umumnya seseorang yang mengalami grief mampu untuk mengatasi perasaan kehilangan yang dialaminya dan mereka dapat kembali hidup dengan normal dan menjalani kehidupan selanjutnya dengan adanya rasa saling membantu dan adanya support yang dapat memberikan kepercayaan diri bahwa dirinya bisa mengatasi grief yang dialami (Papalia & Olds, 1998). C. Metode Penelitian 1. Pendekatan Kualitatif Dalam penelitian ini menggunakan format studi kasus tipe pendekatan penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang dilakukan secara intensif,
mendalam, mendetail dan komprehensif. Dalam penelitian studi kasus ini lebih menekankan mengkaji variabel yang cukup banyak pada jumlah yang kecil, tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus (Nazir, 1999). 2. Subjek penelitian Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah remaja putra, yang rentang usianya antara 11-24 tahun yang kedua orang tuanya telah meninggal. Sementara itu subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari satu orang subjek dengan 1 orang significant others. 3. Tahap-tahap Persiapan a. Tahap Persiapan Penelitian, dalam membuat pedoman wawancara yang akan dibuat sesuai dengan tujuan penelitian dan berdasarkan teori yang relevan dengan permasalahan pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya dapat berkembang dalam wawancara dengan topik penelitian. b. Tahap Pelaksanaan Penelitian, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melakukan observasi dan wawancara secara terpisah. Setelah itu, peneliti memindahkan hasil rekaman berdasarkan wawancara dan hasil observasi ke dalam bentuk verbatim tertulis, kemudian peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian teknik analisis data. Terakhir peneliti membuat diskusi dan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitan ini tipe pengumpulan data yang akan dipergunakan adalah metode wawancara dan metode observasi. Wawancara dengan pedoman umum, yaitu proses wawancara dimana peneliti dilengkapi dengan pedoman mengenai aspek-aspek yang dibahas dan pertanyaanpertanyaan dijabarkan tergantung pada konteks saat wawancara berlangsung.
Sedangkan dalam jenis observasi yang dilakukan adalah observasi sistemik, dimana pada jenis observasi ini peneliti melakukan wawancara (Poerwandari, 1998) adapun sistemik pencatatan yang dilakukan meliputi materi, cara-cara mencatat hasil observasi dan wawancara, hubungan observer dan observee dilingkungan tempat wawancara dilakukan dan lain sebagainya. 5. Alat Bantu Penelitian Menurut Poerwandari (2001), penulis sangat berperan dalam seluruh penelitian mulai dari memilih topik, mendekati topik, mengumpulkan data, analisis, interpretasi dan menyimpulkan data, dalam pengambilan data dalam metode wawancara dan observasi diperlukan alat bantu, untuk mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data yaitu: pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam. 6. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam suatu penelitian dengan metode kualitatif, ada beberapa teknik yang digunakan dan salah satu teknik tersebut adalah triangulasi. Triangulasi adalah suatu teknik pemeriksaan keakuratan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dapat dibedakan menjadi emapat macam yaitu triangulasi data, pengamat, teori, dan metodologis.
Setelah maksud dan tujuan telah di ketahui oleh calon subjek maka peneliti menjelaskan lebih rinci mengenai penelitian yang dilakukan peneliti agar subjek lebih mengerti dan merasa nyaman dengan peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. Sebelum proses pengambilan data, peneliti mempersiapkan pedoman wawancara, pedoman observasi, dan memepersiapkan alat-alat penelitian berupa tape recorder, kertas dan alat tulis. Hal ini dilakukan agar proses pengumpulan data dapat berjalan dengan baik dan lancar. 2. Pelaksanaan Penelitian Kegiatan observasi dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 3 Maret 2008, dikediaman rumah subjek. Sedangkan kegiatan observasi dengan significant others, yaitu sepupu subjek pada tanggal 17 Maret 2008. Kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakuakan pada tanggal 30 Maret 2008 dikediaman rumah subjek. Sedangkan wawancara pada significant others juga dilakukan pada tanggal 30 Maret 2008 dirumah sepupu subjek.
7. Teknik Anlisis Data Data yang diperoleh akan di analisa dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif. Adapun tahapan tersebut adalah mengorganisasikan data, mengelompokkan data, analisis kasus, dan menguji asumsi.
3. Hasil Observasi dan Wawancara a. Gambaran Umum Subjek Subjek adalah seorang remaja putra yang berusia 21 tahun, bertubuh besar dengan tinggi sekitar 170 cm dengan berat badan 72 kg, berkulit hitam, berambut hitam. Kegiatan sehari-hari subjek adalah bermain musik dan subjek sedang di training untuk menjadi satpam. Subjek mempunyai satu orang kakak perempuan dan satu orang adik perempuan. Subjek mengatakan bahwa hubungan kedua orang tua subjek sangat baik serta hubungan subjek dengan kedua orang tuanya juga baik, tidak ada masalah yang berarti.
D. Hasil Dan Analisis 1. Persiapan Penelitian Pertama kali yang dilakukan oleh peneliti sebelum proses pengambilan data dilakukan, peneliti terlebih dahulu datang menemui subjek di rumahnya untuk menjelaskan kedatangan dan tujuan peneliti.
b. Pembahasan 1) Ekspresi Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya Meninggal a) Ekspresi Fisik Ekspresi fisik yang dialami oleh seseorang yang mengalami grief umumnya
bisa terlihat seperti kehilangan selera makan, sulit tidur, sakit pada tenggorokan, lemah dan kehilangan energi yang dapat mengakibatkan adanya perubahan kondisi yang menurun, Dacey & Traves (2002). Pada subjek diketahui bahwa dirinya mengalami beberapa reaksi fisik yang serupa dan sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Dacey & Travers (2002), bahwa setelah kedua orang tuanya meninggal subjek tidak mempunyai nafsu makan, sehingga kondisi badan subjek terasa lemah dan kurang bertenaga sehingga menyebabkan kondisi subjek menurun dan sempat jatuh sakit. Subjek juga sulit tidur karena subjek selalu teringat dan terbayang dengan kedua orang tuanya. b) Ekspresi Kognitif Turner & Helms, (1995) mengatakan bahwa pada ekspresi kognitif dapat diketahui bahwa umumnya reaksi yang ditimbulkan pada seseorang yang mengalami grief, adanya rasa kebingungan, ketidakpercayaan, dan sibuk dengan pemikiran mengenai kematian dan mencoba mencari penjelasan yang masuk akal mengenai kematian yang dialami, serta pikiran pun menjadi terganggu. Pada subjek terlihat, bahwa setelah kematian kedua orang tuanya pikiran subjek menjadi sedikit terganggu, sehingga konsentrasinya menurun, rasa bingung dan tidak percaya pun muncul sehingga membuat pikiran subjek menjadi kacau dan berpengaruh terhadap emosi subjek yang menjadi labil. Reaksi kognitif yang muncul pada subjek terbukti dan sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh tokoh diatas mengenai ekspresi grief. c) Ekspresi Afektif Ekspresi afektif adalah perasaan yang biasanya muncul pada seseorang yang mengalami grief seperti rasa duka cita, cemas, kesedihan, perasaan bersalah, marah, penyangkalan, dan bahkan depresi (Aiken, 1994). Pada kasus subjek diketahui bahwa setalah mengetahui kedua orang tuanya meninggal subjek merasakan kesedihan yang mendalam karena subjek dekat dengan kedua orang tuanya, subjek tidak
mempercayai kedua orang tuanya meninggal, rasa cemas pada dirinya dikarenakan subjek khawatir dengan hidupnya setelah orang tuanya meninggal, perasaan bersalah pun dialami oleh subjek karena subjek belum sempat membahagiakan kedua orang tuanya sehingga membuat perasaannya tersiksa dan kemarahan yang terjadi pun karena subjek tidak rela kehilangan kedua orang tuanya. d) Ekspresi dalam bentuk tingkah laku Ekspresi dalam bentuk tingkah laku pada seseorang yang mengalami grief karena kematian orang yang dicintai dapat mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku keseharian dalam bersosialisasi di masyarakat, serta kurangnya percaya diri untuk bersosialisasi di masyarakat sehingga dapat menutup diri di lingkungan. Pada kasus yang dialami oleh subjek dapat diketahui bahwa perubahan perilaku keseharian subjek dimasyarakat menunjukkan bahwa subjek belum mampu untuk menyesuaikan dirinya dengan kondisi yang sedang di hadapinya, kurangnya rasa percaya diri yang dimilikinya menyebabkan subjek malu untuk bersosialisasi dilingkungannya karena kedua orang tuanya meninggal dan keluarganya sudah tidak lengkap seperti dulu. Perubahan perilaku yang dialami subjek dilingkungan bahwa ternyata sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh tokoh (Dacey & Travers, 2002) mengenai ekspresi grief. 2) Faktor Yang Menyebabkan Grief Pada Remaja Putra a) Hubungan individu dengan almarhum Rentang waktu masa berduka yang dialami setiap individu akan berbeda tergantung hubungan kedekatan antara individu dengan almarhum, jika hubungan yang terjalin sangat baik dengan orang yang telah meninggal akan mempersulit proses grief yang akan dilalui oleh orang yang ditinggalkan. Hubungan kedekatan subjek dengan dengan kedua orang tuanya terjalin dengan baik. Subjek merupakan anak yang manja dan dimanja oleh kedua orang tuanya sehingga hubungan subjek dengan ayah dan
ibunya terjalin cukup dekat dan hangat, terutama dengan ibunya. Sehingga ketika kedua orang tua subjek meninggal, subjek sangat sulit untuk melupakan ayah serta ibunya. Karena kedekatan yang terjalin sangat baik antara subjek dengan kedua orang tuanya, membuat subjek sulit untuk kehilangan kedua orang tuanya. Proses yang terjadi pada subjek ini terlihat bahwa adanya kesesuaian dengan teori yang diungkapkan oleh Aiken, (1994) mengenai faktor yang menyebabkan grief, bahwa jika kedekatan suatu hubungan yang terjalin dengan baik akan memungkinkan bagi seseorang yang ditinggalkan sulit untuk melupakan dan melepaskan ikatan tersebut. b) Proses Kematian Aiken, (1994) mengemukakan bahwa cara dari seseorang meninggal dapat menimbulkan perbedaan reaksi yang dialami oleh orang yang ditinggalkannya. Pada kematian yang mendadak akan lebih sulit untuk menghadapi kenyataan. Jika kurangnya dukungan dari orang-orang sekitar akan membuat orang yang ditinggalkan tidak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi kondisi tersebut dan hal tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam mengatasi grief yang di alaminya. Peristiwa kematian kedua orang tua subjek membuat subjek terpukul, kematian ayah subjek tidak bisa terhindarkan karena ayah subjek sudah cukup lama menderita sakit komplikasi, sedangkan kematian pada ibu subjek begitu cepat dan mendadak. Hal tersebut yang membuat subjek sangat terkejut karena peristiwa yang terjadi begitu cepat, setelah ayah subjek meninggal terlebih dahulu, berselang beberapa bulan ibu subjek langsung meninggal menyusul ayah subjek, sehingga sulit bagi subjek untuk menerima kematian kedua orang tuanya. c) Jenis kelamin orang yang ditinggalkan Pada peristiwa kematian akan membuat seseorang yang ditinggalkannya merasa sangat sedih, banyak reaksi yang akan ditimbulkan. Tergantung dari bagaimana seseorang menahan perasaan yang di rasakan olehnya, dapat pula dilihat
dari perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita yang berbeda dalam menunjukkan perasaan sedih yang dialaminya bahwa pria cenderung lebih menyebunyikan perasaannya dibandingkan dengan wanita yang lebih sering mengungkapkan perasaannya (Fivush & Buckner dalam Martin & Doka, 2000). Pada kasusnya subjek merupakan seorang remaja pria yang dapat diketahui bahwa subjek cenderung lebih menyembunyikan perasaan yang dirasakan oleh dirinya. Subjek lebih banyak diam untuk menyembunyikan perasaannya. Hal ini terlihat berbeda dengan yang di rasakan oleh adik perempuan subjek, adik perempuan subjek cenderung lebih meluapkan dan menunjukkan perasaan yang di rasakan olehnya. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa teori yang diungkapkan oleh tokoh diatas tersebut sejalan apa yang dialami pada kasus subjek, bahwa perbedaan jenis kelamin membuat reaksi yang ditimbulkan antara pria dan wanita berbeda dalam mencurahkan perasaannya. d) Latar belakang keluarga yang ditinggalkan Harper (2001), kedekatan antara anggota keluarga dan jalinan hubungan yang baik membuat suasana keluarga menjadi hangat dan harmonis. karena keluarga merupakan tempat dimana kita merasa nyaman dengan orang-orang terdekat untuk saling berbagi. Ayah, ibu adik serta kakak adalah orang-orang terdekat dalam keluarga. Pada kasus yang terjadi pada subjek, dapat diketahui bahwa hubungan dalam keluarga subjek terjalinan dengan cukup baik, hubungan subjek dengan ayah dan ibunya sangat dekat, subjek juga merupakan anak yang di manja oleh kedua orang tuanya, hubungan diantara anggota keluarga subjek cukup hangat. Tetapi setelah kedua orang tua subjek meninggal subjek merasa bahwa keluarganya tidak lengkap lagi seperti dulu, setelah kedua orang tua subjek meninggal subjek tidak merasakan kehangatan dalam sebuah keluarga sehingga subjek merasa kehilangan. e) Support system
Harper, (2001) mengatakan bahwa dukungan yang datang dan yang diberikan oleh seseorang yang sedang berduka akan membuat seseorang tersebut merasa lebih kuat dan tegar untuk menghadapi kondisi yang sedang di alami, tanpa adanya dukungan akan membuat seseorang yang ditinggalkan oleh orang yang dicintainya merasa sepi dan hampa di dunia ini. Pada kasus yang terjadi pada subjek, dengan adanya dukungan yang di berikan dari keluarga, orang-orang terdekat dan orang-orang disekelilingnya, terutama dukungan dari pacar subjek membuat diri subjek merasa kuat dan tergar untuk melewati kondisi yang sedang di alaminya, sehingga subjek mempunyai keberanian untuk bersosialisasi kembali dan menyesuaikan diri dimasyarakat. 3) Proses perkembangan grief pada remaja putra karena kedua orang tuanya meninggal a) Denial of loss Pada tahap denial dapat dilihat adanya beberapa reaksi yang ditimbulkan pada seseorang yang ditinggalkan karena kematian, seperti rasa tidak percaya dengan kematian orang yang dicintai serta penyangkalan bahwa orang yang dicintainya telah meninggal. Penyangkalan merupakan hal yang wajar yang dialami oleh seseorang sebagai luapan emosi yang dialami oleh seseorang karena kematian, Kubler Ross (dalam Santrock, 2002). Pada kasus subjek pada tahapan denial ini subjek menunjukkan bahwa dirinya tidak dapat menerima kematian kedua orang tuanya, subjek menyangkal serta tidak mempercayai bahwa kedua orang tuanya telah meninggal, subjek bersikap demikian dikarenakan bahwa subjek tidak rela dan tidak siap kehilangan kedua orang tuanya, terlebih ketika ibu subjek meninggal menyusul ayahnya, terlihat bahwa subjek begitu syock dan terpukul dengan peristiwa ini. b) Realization of loss Tahap realization ini seseorang yang kehilangan orang yang dicintai, dirinya mulai berusaha menyadari kehilangan
tersebut, dimana seseorang yang kehilangan tersebut mulai merasa bahwa orang yang dicintainya telah tiada dan tidak ada lagi di dunia ini, mulai menerima keadaan ini bahwa ini semua adalah nyata. Turner & Hemls, (1987) mengatakan bahwa tidak mudah bagi seseorang yang telah ditinggalkan untuk menyadari seutuhnya bahwa dirinya menerima kematian orang yang dicintainya. Pada tahapan ini subjek mulai berusaha untuk menyadari bahwa kematian kedua orang tuanya adalah nyata, subjek berusaha untuk menerima kematian kedua orang tuanya walau sebenarnya subjek tidak bisa menerimanya dan sulit bagi subjek menerima ini semua. c) Feeling of abandonment, alarm, and anxiety Setiap orang pernah mengalami rasa cemas, gelisah dan khawatir dalam peristiwa yang berbeda, tetapi rasa cemas, gelisah dan khawatir pada seseorang yang kehilangan orang yang dicintai akan berbeda, karena kehilangan seseorang yang cintai dalam hidup akan berbeda dengan peristiwaperistiwa lainnya. Kubler Ross (dalam Santrock, 2002), mengatakan bahwa pada tahapan ini rasa gelisah, cemas dan khawatir itu muncul tidak lama setelah kematian. Pada kasus yang dialami oleh subjek, bahwa subjek memang mempunyai rasa khawatir yang begitu besar karena subjek takut kehilangan kedua orang tuanya, sehingga dirinya cemas dan gelisah untuk dapat melanjutkan hidupnya. Karena semasa hidup subjek, dirinya merasa bahwa kedua orang tuanya begitu berarti untuk dirinya, namun setelah kedua orang tua subjek meninggal tidak ada lagi seseorang yang mampu membimbing dirinya seperti kedua orang tuanya, sehingga subjek merasa khawatir dan cemas. d) Despair, crying, physical numbness, mental confusion, indecisiveness Keputusasaan pada tahap ini menunjukkan bahwa seseorang yang kehilangan orang yang dicintainya akan menimbulkan rasa gundah dan, kebimbangan dalam diri serta keraguan dalam meneruskan hidup selanjutnya,
keputusasaan dan kesedihan yang mengandung perasaan putus harapan akan menimbulkan rasa kesunyian dalam dirinya dan dapat berdampak untuk psikologisnya, hal tersebut diutarakan oleh Campbell dkk (dalam Santrock, 2002). Pada kasusnya, subjek di tahap ini merasakan keputusasaan dalam dirinya karena setelah kedua orang tuanya meninggal subjek merasa kehilangan arah tujuan hidupnya, rasa bimbang menyertai dirinya segala keraguan membuat dirinya takut untuk hidup tanpa orang tua, sehingga kadang subjek merasa sendiri di dunia ini. e) Restlessness (loss of self control, wondering mind) Pada tahapan ini keresahan akan muncul pada seseorang yang sedang melewati tahapan pada grief. Keresahan akibat kecemasan akan menimbulkan kontrol diri menjadi menurun, pikiran akan menjadi kacau, kondisi badan yang menurun bisa mempengaruhi psikologis seseorang untuk melewati pemulihan dari grief (Turners & Helms, 1987). Subjek mengatakan bahwa setelah kematian kedua orang tuanya pikirannya sempat kacau karena subjek selalu memikirkan dan teringat dengan peristiwa kematian kedua orang tuanya, sehingga rasa cemas dan resah itu muncul dan mengganggu pikirannya serta mempengaruhi kondisi kesehatan dan psikologisnya. f) Anger Kemarahan bisa terjadi dan muncul ketika peristiwa yang tidak di harapkan menimpa seseorang yang dicintai. Peristiwa kematian yang menimpa orang yang dicintai bisa menimbulkan rasa kemarahan dan penolakan, karena tidak dapat menerima kepergian orang yang dicintai. Segala bentuk kemarahan akan membuat emosi seseorang berubah menjadi labil dan tidak terkontrol (Dacey & Travers, 2002). Pada kasus yang di alami oleh subjek, menunjukkan bahwa subjek sempat marah dengan kematian kedua orang tuanya, subjek tidak bisa menerima peristiwa ini, karena subjek tidak rela kehilangan kedua orang tuanya. Kemarahan yang terjadi pada subjek
membuat emosi subjek berubah menjadi labil dan sulit untuk dikontrol. Kemarahan itu muncul beberapa minggu setelah kematian kedua orang tua subjek. g) Guilt. Pada setiap peristiwa kematian, bagi orang yang ditinggalkan akan merasa bersalah atas kematian orang yang dicintainya. Menurut Turners & Helms (1995), mengatakan bahwa rasa bersalah yang dialami oleh orang yang ditinggalkan akan membuat dirinya merasa tertekan. Pada kasus subjek, terlihat bahwa subjek merasa sangat bersalah atas kematian kedua orang tuanya, subjek merasa tersisksa dengan perasaannya karena subjek belum sempat membahagiakan kedua orang tuanya, hal itu yang membuat subjek kadang membenci dirinya sendiri karena dirinya merasa tidak berguna untuk kedua orang tuanya. h) Feeling of loss, of self or total emptiness Pada peristiwa kematian, tidak ada kehilangan yang lebih besar selain kematian dari seseorang yang kita cintai dan kita sayangi seperti orang tua. Rasa kehilangan yang dialami oleh seseorang yang ditinggal akibat kematian akan menimbulkan rasa kehampaan, kesendirian dan kekosongan dalam hidup (Santrock, 2002). Pada kasus subjek terlihat bahwa setelah kedua orang tuanya meninggal hidup subjek menjadi hampa dan merasa hidup sendiri di dunia ini, dirinya merasa begitu kehilangan orang tuanya. Tetapi subjek berusaha untuk mengatasi rasa hampa yang dirasakan olehnya dengan mencurahkan isi hatinya, bercerita dengan teman atau pun keluarga, karena dengan cara seperti itu subjek merasa bahwa bebannya berkurang dan dirinya merasa tidak sendiri lagi. i) Longing Kerinduan akan begitu mendalam dan menyelimuti orang yang ditinggalkan, kerinduan akan sosok orang yang disayangi akan muncul ketika sedang teringat dengan kenangan yang telah terjadi, perasaan rindu tersebut tidak akan hilang walaupun sedang bersama orang lain. Pada kasus subjek rasa rindu itu memang terjadi, subjek merasakan kerinduan yang mendalam dengan kedua orang tuanya. Subjek selalu teringat dan
membutuhkan sosok kedua orang tuanya dalam hidupnya. Namun subjek juga berusaha untuk menghibur diri dengan melampiaskan rasa rindunya bermain musik karena dengan bermusik subjek bisa menghibur dirinya dan mengobati rasa sedihnya. j) Voluntary return to society Pada tahap ini orang yang ditinggalkan mulai memberanikan diri untuk kembali bersosialisasi ke masyarakat atas keinginannya sendiri dan berusaha untuk melanjutkan hidup tanpa orang yang meninggal serta berusaha untuk menyesuaikan diri di lingkungan sekitar dengan harapan untuk memulihkan perasaannya yang masih diselimuti oleh rasa duka (Papalia & olds, 1995). Pada kasus yang dialami oleh subjek, keinginan subjek untuk kembali bersosialisasi di masyarakat begitu kuat, sehingga subjek mulai memberanikan diri untuk menyesuaikan diri di lingkungan dengan kondisinya dan bersosialisasi kembali di masyarakat, karena subjek tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, karena subjek ingin kembali seperti dulu bisa beraktivitas seperti biasa lagi. E) Penutup 1. Kesimpulan a. Ekspresi dan Reaksi Yang Muncul Pada Grief Ekspresi grief yang dialami oleh subjek antara lain ekspresi fisik, dimana pada kasus subjek terlihat bahwa adanya perubahan dalam bentuk pola tidur yang menyebabkan subjek sulit untuk tidur dan berakibat menjadi insomnia, kurangnya nafsu makan dan mengakibatkan kondisi fisik subjek menurun dan jatuh sakit. Ekspresi kognitif berupa menurunnya daya pikir dan konsentrasi subjek dalam melakukan aktivitas serta emosi subjek yang menjadi labil. Ekspresi afektif, dimana subjek menjadi merasa sangat sedih, kecewa, marah, merasa bersalah dan cemas atas kematian kedua orang tuanya. Ekspresi dalam bentuk tingkah laku, dimana berupa perubahan perilaku keseharian subjek dilingkungan, perubahan sosialisasi subjek
dimasyarakat karena subjek merasa kurang percaya diri karena kondisi yang di alaminya, karena kedua orang tuanya yang sudah meninggal dan subjek perlu menyesuaikan dirinya dengan kondisi yang dialami olehnya. b. Faktor Yang Menyebabkan Grief Ada beberapa faktor yang menyebabkan grief pada subjek diantaranya yaitu: a. Hubungan individu dengan alrmarhum, kedekatan antara subjek dengan kedua orang tuanya cukup dekat dan terjalin dengan baik, terutama dengan ibunya, subjek merupakan anak yang dimanja oleh kedua orang tuanya, sehingga setelah kedua orang tuanya meninggal subjek merasakan kehilangan yang sangat besar dan sulit menerima kematian kedua orang tuanya karena hubungan mereka terjalin dengan baik. b. Proses kematian, pada proses kematian kedua orang tua subjek dikarenakan ayah subjek menderita sakit komplikasi, sedangkan ibu subjek sangat mendadak karena terjatuh, subjek mengungkapkan bahwa dirinya sangat syock dan terkejut ketika mengetahui kedua orang tuanya meninggal. c. Jenis kelamin orang yang ditinggalkan, bahwa antara seorang pria dan wanita dapat diketahui adanya perbedaan reaksi yang terjadi dalam mengekpresikan perasaannya. Dapat dilihat bahwa subjek cenderung lebih menyembunyikan perasaan sedihnya, sedangkan wanita cenderung lebih menunjukkan dan meluapkan perasaan sedihnya, hal tersebut terlihat dari adik perempuan subjek. d. Latar belakang keluarga orang yang ditinggalkan, bahwa keluarga subjek merupakan keluarga yang cukup harmonis dan hubungan subjek dengan kedua orang tuanya terjalin dengan baik, sehingga setelah kematian kedua orang tuanya subjek merasa sangat kehilangan karena subjek merasa keluarganya sudah tidak utuh lagi. e. Support system, bahwa begitu banyak dukungan-dukungan yang telah diterima subjek dari keluarga terdekat, orang-orang disekeliling subjek dan pacar subjek, agar subjek mampu melewati cobaan ini.
c. Proses Perkembangan Grief Proses perkembangan grief yang telah di lewati oleh subjek yaitu, denial of loss pada tahap ini subjek merasa sangat syock dan terpukul serta tidak mempercayai kematian kedua orang tuanya dan menyangkan kematian kedua orang tuanya, hal tersebut dapat dilihat dari emosi subjek yang sering marah-marah tanpa sebab. Realization of loss yaitu subjek mulai berusaha untuk menyadari bahwa kedua orang tua nya sudah meninggal walaupun subjek belum bisa menerimanya dan emosi subjek juga masih sangat labil, tetapi subjek mulai menyadari bahwa yang terjadi ini adalah nyata. Feeling of abandonment alarm and anxiety, bahwa setelah kedua orang tua subjek meninggal perasaan subjek selalu gelisah, cemas dan khawatir untuk melanjutkan hidupnya karena kehilangan orang yang dicintainya. Despair crying physical numbness mental confusion, yaitu subjek merasa dirinya putus asa dan banyak keraguan, sehingga subjek takut untuk melewati kondisi yang sedang di alaminya sehingga membuat mental subjek menjadi lemah. Restlessness (loss of self control, wondering mind), terlihat bahwa adanya penurunan kontrol diri pada subjek, emosinya labil, kondisi fisik subjek menurun karena subjek tidak menjaga kesehatannya sehingga subjek sempat jatuh sakit karena terlalu memikirkan kematian kedua orang tuanya. Anger, terlihat bahwa subjek sangat marah ketika mengetahui kedua orang tuanya meninggal, subjek tidak dapat menerima kematian kedua orang tuanya, karena subjek tidak rela kehilangan kedua orang tuanya. Guilt, menunjukkan bahwa subjek sangat merasa bersalah dan menyesal atas kematian kedua orang tuanya, karena selama ini subjek belum sempat membahagiakan kedua orang tuanya, sehingga perasaan bersalah itu selalu menyelimuti subjek. Feeling of loss of self or total emptiness, bahwa hidup subjek menjadi hampa dan kosong setelah kedua orang tuanya meninggal, subjek merasa kesepian dan hidup sendiri di dunia ini. Longing, subjek mengungkapkan bahwa dirinya merasa sangat rindu dengan kedua
orang tuanya setelah mereka meninggal, subjek selalu teringat dengan kedua orang tuanya, sehingga kerinduan itu selalu muncul pada diri subjek. Voluntary return to society, subjek berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kondisinya, mulai memberanikan diri untuk bersosialisasi lagi dilingkungan dan masyarakat, karena subjek mendapatkan banyak dukungan dari orangorang terdekatnya dan orang-orang disekelilingnya agar mampu melewati ini semua. 2. Saran a. Untuk Subjek Dari hasil penelitian, bahwa subjek telah melewati proses perkembangan grief sampai dengan tahap voluntary return society, namun ditahapan terakhir yaitu the diminisment of grief sympotms and the beginning of full recovery dimana tahap untuk pemulihan yang menyeluruh, subjek belum mampu melaluinya, sehingga peneliti menyarankan kepada subjek agar subjek berusaha untuk memulai kehidupan yang lebih baik dengan mulai membuka pikiran secara lebih terbuka dan ralistis. Serta mulai menyibukkan diri dengan melakukan kegiatan yang bersifat positif, sehingga subjek dapat mengalihkan perasaannya menjadi lebih baik. Lalu sebaiknya subjek mulai kembali membuka kepercayaan dirinya agar dapat bersosialisasi dimasyarakat seperti biasa. Karena dengan menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif, serta membangun kepercayaan diri dan berpikir secara terbuka dapat membuat subjek menyadari semua peristiwa yang dialaminya adalah nyata, sehingga secara perlahan subjek dapat menuju proses pemulihan yang menyeluruh. b. Untuk Keluarga Subjek Sebaiknya keluarga terdekat subjek seperti kakak dan adik subjek untuk selalu terus menghibur subjek, tidak berhenti untuk memberikan nasihat kepada subjek agar dirinya bisa tegar melewati cobaan ini dan selalu memberikan pengertian agar subjek dapat menerima kematian kedua orang tuanya. Sebaiknya pula keluarga subjek selalu mengawasi perilaku subjek agar tidak
kembali berperilaku nakal dan tidak salah dalam pergaulan. Walaupun kedua orang tua subjek sudah meninggal diharapkan agar keluarga subjek yang lain bisa menjaga tali persaudaraan dengan baik, sehingga terjalin komunikasi yang baik di dalam keluarga. c. Untuk Penelitian Selanjutnya Diharapkan pada penelitian selanjutnya, peneliti bisa mengambil kriteria subjek dengan latar belakang yang lebih beragam lagi seperti, subjek yang berasal dari keluarga yang broken home, anak tunggal, atau subjek yang kehilangan orang tua akibat bencana alam agar dapat memahami lebih dalam lagi mengenai grief. DAFTAR PUSTAKA Aiken, L. R. (1994) Dying, death and bereavement (3ed). Massachusetts: Allyn and Bacon. Atwater, E. & Duffy. K. Psychology for living: growth, and behavior editon). New Jersey: Hall, Inc. Dacey,
G. (1999) Adjusment, today (6th Prentice –
J. S., & Travers, J. F. (2002). Human development: Across the Lifespan (5th ed). New York: Mc. Graw Hill.
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (1994). Handbook of qualitative research. Calfornia: Sage Publication. Inc. Fivush, R., & Buckner, J. P. (2000). Gender, sadness, and depression: The development of emotonal focus through gendered discourse. In A. H. Fischer (Ed), Gender and Emotion: Social Psychologcal Perspectives. New York: Cambridge Unversty Press. Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development (4th ed). Tokyo. Mc Graw-Hill Kogakusha, Ltd. Hurlock, E. B. (1991). Psikologi perkembangan suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo, Msc. Edtor: Drs Ridwan Max Sijabat. Jakarta: Penerbit Erlangga. Harper,J.M. (2001). Men and grief. Web: Http://www.grief.net.org/library/gri ef.html. Heru Basuki. A. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Gunadarma. Kail, V. R., & Cavanough, J. C. (2000). Human development: A lifespan view (2nd ed). USA: Wadsworth / Thomson Learning. Martin, T. L., & Doka, K. J. (2000). Men don’t cry…. women do: Transcending gender stereotypes of grief. USA: Taylor & Francis. Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Malang: Usaha Nasional. Marshall, C. & Rossman. (1995) Designing qualitative research. London: Sage Publication. Michelle & Lyness, (2007). Grief of adolescent. Web: Http://www.google.com Moleong, L. J. (2002) Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Monks, F. J, Kinoers, A. M. P. & Haditono, S. R. (2001). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Narbuko, C. & Achmadi, A. (2003) Metode penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Papalia, D. E. & Olds, S. W. (1995). Human development (6th ed). New York: Mc Graw-Hill Companies.
Papalia, D. E., Olds, Sally Wendkos & Feldman, Ruth Duskin. (1998). Human development (7th ed). USA: Mc Graw-Hill. Papalia, D. E., S. W., & Feldman, R.D. (2004). Human development. (9th ed). USA: Mc Graw-Hilll Companies, Inc.
Santrock, J. W. (2005). Adolescence (10th ed). Relationships and culture. USA: Allyn & Bacon. Sarafino, E. P. (1994). Health psychology biopsychosocial interactions. (2th ed). USA: John Wiley & Sons. Inc. Sarwono, S. W. (2001). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Patton, M. Q. (1990). Qualitative evaluation & reseach methods. Newburry Park: Sage Publication.
Sukmadinata, N. S. (2005). Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT. Rosdakarya.
Parkes, C. M. (1997). Coping with death and dying. Dalam Baum, S. Newman, J. Weinman, R. West & C. Mc Manus (eds) Cambridge Handbook Of Psychology Health and Midicine. Cambridge: Cambridge University Press.
Supadi, (2005). Rasa duka. Http://www.epsikologi.com
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Penguruan dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Universitas Indonesia. Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk perilaku manusia. Depok: LPSP3 Faultas Psikologi Universitas Indonesia. Rice,
F. P. (1993). The Adolescent: Development, relationships, and culture. USA: Allyn & Bacon.
Rutter, Michael. (1983). The adolescent development: Some question and some issues. Dalam Norman Garmezy & Michael Rutter (ed). Stress, Coping and Development In children. USA: Mc Graw-Hill Book Company. Santrock, J. W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup. Jakarta: PT. Erlangga.
Steinberg, L. (2002). Adolescence (6th ed). New York: Mc Graw-Hill Companies. Stroebe, W., & Stroebe, M. S. (1987). Bereavement and health: The psychological & physical consequences of partner loss. Canada: Cambridge Unversity Press. Stroebe, M. S., Stroebe, W., & Hanson, R. O. (1993). Handbook of bereavement: Theory, research, and intervention. USA: Cambridge University Press. Taylor, S. J., & Bogdan, R. (1998). Introducing to qualitative research (3rd ed). New York: John Wiley & Sons. Turner, J. S. & Helms, D. B. (1987). Lifespan development (3rd ed). USA: Holt, Rinehart & Winston. Turner, J. S. & Helms, D. B. (1995). Lifespan development (5rd ed). USA: Harcourt Brace College Publisher.
Weiss, R. S. (1997). Loss and recovery. Journal of social issues. 44 (3), 37-
52.