PEMBICARAAN
MENGENAI SUATU KASUS CA. EN CUIRASSE Oleh : Prof. SOETJIPTO POERWOSOEPRODJO Guru Besar Seksi Radiologi Universitas Gajah Mada Vogyakarta
Pada kesempatan ini saya ingin mengemukakan suatu kasus yang sebelumnya telah beberapa kal i saya jumpai, tetapi baru pada kasus terakhir ini saya ketahui namanya y.i. Ca. Mammae en euirasse. Pada suatu hari datanglah pada bagian kami, seorang patient wanita, yang dikirim oleh t.s. Dr. Asmino, Radioloog Surabaya, dengan diagnose: Ca Mammae en euirasse. Pada inspeksi ternyata, bahwa di mamma kanan terdapat suatu effloreseensi yang eonvoluut, tetapi tersebar dikulit dibeberapa tempat sekitar papilla mammae. Aspect seperti furunkulosis, kalau diraba agak panas dan merupakan semaeam paretser. Pada anamnese dieeritakan bahwa beberapa bulan yang lalu patient telah mengalami mamma operasi, karena sebelumnya kelihatan papilla mammae ingetrokken. Oleh sebab patient telah membaea di majallah mengenai Ca mammae, maka ia takut akan menderita penyakit itu. Patient kemudian pergi ke Chirurg dan diadakan proefexcisi 2 x. Tidak dikerjakan mammeetasi. Hasil ke_l negatip, hasil ke_2 meragukan, kemudian tersangka Ca Anaplastis. Setelah itu pada kulit timbul merah_kemerahan yang menonjol. Kulit pada beberapa tempat merah dan dirasakan panas. Patient belum ke ahli penyakit kulit dan belum dibuat P.A. dari kulit. Saya lalu teringat pada beberapa kasus yang serupa, akan tetapi tidak dengan diag_ nose Ca Mammae en euirasse, maka pengobatan diberikan seperti pada Ca Mammae biasa, y.i. dengan dieptetherapie dengan filter 1/2 mm Cu, dengan 1 mm AI dan dengan dosis 200 r tiap_tiap kali pada tiap lapangan dengan total dosis 6000 r pada tiap_tiap tapangan. Ini dapat diberikan secara 3 atau 2 serie misalnya : Serie ke_l 2400 r kemudian serie ke_2 sesudah 1 bulan 2000 r don sesudah 1 bulan lagi serie ke_3 1600 r jadi dosis seluruhnya 6000 r. atau dengan 2 serie y.i. serie ke_l dosis seluruhnya 3000 r. tiap_tiap hari 200 r. dan serie ke_2 sesudah 1 bulan, juga 3000 r. total dosisnya, dan tiap_tiap hari 200 r pada tiap_tiap lapangan. Pada surat menyurat dengan Dr. Asmino mengenai Ca en euirasse ini, dikatakan bahwa beliau di luar negeri telah menolong beberapa orang dengan hasil baik. Cara dikerjakannya adalah seperti berikut : Lapangan penyinaran dibagi atas beberapa lapangan keeil_kecil y.i. 5 x 5 em. Pada tiap_tiap lapangan diberikan 400 r tiap_tiap hari, dengan total dosis pada tiap_ 174
tiap lapangan dalam waktu 10 hari 4000 r. Yang dianjurkan ialah pemakaian alat Dermopan dc.ri Siemens atau GE KX 10 dengan filter 1 mm AI, KV 50 dan f .s.d. 30 em. Dikatakan juga bahwa pada akhir pengobatan, kulit akan peeah. (Radiation der_ matitis) • Sehabis 5 x pengobatan, patient pada waktu mandi, tidak boleh menyabun atau menggosok kulit yang telah terkena radiasi itu. Bila kulit peeah, eukup diberikan boorwater_eompres saja. Mengenai obat_obat lain yang dikatakan dapat mengurangkan radiation dermatitis itu tidak dianjurkannya, karena t.s. tsb tidak begitu pereaya akan hasil baiknya. Kontrole dianjurkan tiap_tiap bulan. Mengenai pembagian lapangan_lapangan itu dianjurkan untuk membuat tatouage di_ kulit dengan Oost_lndiseh inkt. Disampingnya itu dibuat lobang dalam suatu pel at karet timbal dengan kekuatan 2 mm. ekivalen timbal sebesar lapangan tersebut. y.i. 5 x 5 em supaya yang dapat dipakai hanya sinar sentral saja •. Pada penyinaran, lobang itu harus pas persies pada tanda_tanda tatouage di kulit supaya tidak ada overlapping. Cara pengobatan ini telah kami kerjakan pula pada patient wanita tsb diatas. Yang perlu disinari pada orang sakit tsb ialah seluas 26 lapangan a. 5 x 5 em dan tiap_tiap lapangan harus mendapat total dosis 4000 r dalam waktu 10 hari. Berhubung Iapangan yang perl u dibestraal begi tu Iuas, maka sebetul nya penyi naran pada orang sakit tsb dengan eara ini, hampir tak mungkin, keeuali bila tiap_tiap hari yang di_ bestraal lebih dari 1 lapangan. Dan lapangan_lapangan yang disinari ini, tidak boleh lapangan_lapangan yang berdampingan, untuk meneegah overlapping. Penyinaran dimulai pada tanggal 7_1_'66 pada lapangan 8, 15 dan 17 a 500 r, dengan kondisi: luas 5 x 5 em, KV 100, M.A. 30, F.S.D. 50 em, non filter. Baru dibestraal 1 x ini patient pamit pulang dul u untuk 2 hari, tetapi ternyata bahwa kem_ balinya ke Sala baru pada tanggal 9_3_'66. Penyinaran dimulai lagi pada hari itu pada lapangan 21, 14 dan 6 y.i. lapangan 21_113r, lapangan 24_400r dan lapangan 6_400r. Perlu diterangkan disini, bahwa lapangan 21 mendapat 113 r sebab lapangan ini di_ pakai sebagai dasar pengukuran. Yang dipakai sebagai kondisi kali ini adalah luas 5 x 5 em, KV 120, M.A. 25, F.S.D. 30 em, Filter 1 mm AI. Tanggal 10_3_'66 yang disinari lapangan 18, 15 dan 4 dengan kondisi sama tetapi dosis pada tiap-tiap lapangan 400 r. Tanggal 11_3_'66 yang disinari lapangan yang sama dengan kondisi yang sama dan dosis yang sama pula. Kemudian orang sakit minta diri untuk meneruskan pengobatan di Semarang sebab katanya pemondokan di Semarang lebih sesuai untuk orang sakit dari pada di Sala. Sebelum berangkat ke Semarang orang sakit sudah mulai muntah_muntah dan merasa Iemas dan sangat pusing. Mula_mula diragukan adanya R8 kater disebabkan reaetie umum terhadap penyinaran, tetapi ternyata di Semarang muntah_muntahnya bertambah hebat, meskipun belum sampai disinar disana. Menurut surat dari Dr. Asmino yang kami terima kemudian, muntah_muntah itu kata_ nya disebabkan oleh metastasen di kepala. Kami tidak dapat bertemu lagi dengan orang sakit sebab orang sakit kemudian lang_ sung dibawa pulang ke Surabaya oleh suaminya dan tak lama kemudian orang sakit me_ ninggal. Pembiearaan mengenai kasus ini : Sewaktu saya selama ± 5 tahun bekerja dibagian Radiologie R.S. Dr. Tjipto Mangunkusumo Jakarta, belum pernah saya menjumpai Ca Mammae en euirasse, tapi belakang_ an ini di R.S. Sala telah melihat 4 kasus yang menurut pendapat saya adalah serupa dengan kasus tsb diatas. 175
Kalau dibandingkan dengan metastasen kulit biasa, yang sering komi lihat di Jakarta dulu don 1uga di Sola, maka bentuk dari Co Mammae en cuirasse itu ber/ainan. Pada metastasen kulit biasa, kulit itu memperlihatkan penonjolan kecil_kecil (dalam bahasa Jawa: prentel_prentel) dengan warna agak coklat don agak kelabu, sedangkan pada Co Mammae en cuirasse dari orang sakit wanita tsb diatas, don pula pada kasus ke_4 yang soya lihat di Sola, aspect seperti furunkulosis tetapi penonjolan tak begitu banyak. Apakah perbedaan bentuk ini disebabkan oleh perbedaan macam Co yang diderita atau perbedaan asal sel dari kul it, kul it tanpa arterio veneuse shunt atau kul it dengan arterio veneuse shunt? Mengenai hal ini nanti akan dibicarakan lebih lanjut. Yang sangat komi takutkan ialah, bila timbul suatu metastasen kulit, don diteruskan dengan radiasi, sering terjadi, metastasen malahan menyebar dengan sangat cepat di_ sekitar tempat yang disinari itu. Pada ke_4 kasus yang komi jumpai tak lama berturut_turut itu, tetapi pada waktu itu belum soya ketahui namanya, dengan cora penyinaran untuk Co biasa y.i. dengan alat Maxitron CE dengan KV 250., 30 M.A., jarak 50 em don dosis tiap_tiap harinya 200 r, metastasen (Co en cuirasse) itu dapat dihilangkan. Pada kasus terakhir mengenai orang sakit yang komi bicarakan diatas tadi, cora pengobatan berlainan, sebab yang dipakai ialah pengobatan superficial dengan KV 120 filter 1 mm AI, M.A. 25, sedangkan yang dipakai hanya sinor sentral soja. Hasilnya tidak memuaskan. Mungkinkah ini disebabkan oleh perbedaan individuele sensibilitas? Ataukah mungkin karena orang sakit tidak datang tepat pada waktunya, sehingga dosis yang diterima itu merupakan prikkel_dosis? Mengenai dosis perangsang ini akan sekedar soya bicarakan. Ada suatu teori mengenai perbedaan dosis ini : 1. Bila dosis yang diterima oleh sesuatu tumor terlalu kecil, tidak akan ado pengaruh_ nya sama sekal i • 2. Bila dosis dibesarkan sedikit, maka akan muncul perangsangan. Inilah yang dinama_ kan dosis perangsang. 3. Bila dosis dibesarkan lagi, maka tumor akan berhenti pembesarannya, tetapi bel um hilang. Ini yang diberi nama rem-dose. 4. Bila dosis cukup besar, maka tumor akan hancur. Kembali pada dosis perangsang itu, yang oleh sebagian besar dari para radioloog tidak diakui, dengan ini soya i ngin mengemukakan bahwa dosis perangsang itu mungkin tokh ado. Contoh-contoh
± 10 tahun yl. komi telah membuat percobaan dengan Aspergilus niger (jamur) yang menurut seorang tokoh pertanian dari Universitas Gajah Modo dapat membuat vito C dari mel asse. Tetapi tidak dipergunakan, korena pertumbuhan sangat lambat, sehingga hasilnya kurang efektip. Kemudian komi membuat percobaan dengan memberi prikkel_dose pada Aspergilus niger itu don ternyata, pada penyinaran dengan dosis 150 r pada kolonie Aspergilus niger, development dapat dipercepat. Kontrole diadakan dengan membuat 2 kolonie diatas objectglas, 1 : dari kolonie yang belum dibestraal don satunya lagi dari kolonie yang sudah dibestraal. Lama peng_ amatan dikerjakan dari jam 11 pagi sampai jam 12 malam, dengan microscoop untuk mengikuti jalannya pertumbuhan. Ternyata pertumbuhan dari kolonie yang sudah dibestraal, jauh lebih cepat jika di_ bandingkan dengan pertumbuhan kolonie yang belum disinari, dalam waktu yang sama. Kemudian dibuat percobaan lagi dengan tembakau. Yang disinari ialah bloembodem_ nya dengan dosis ± 240 r. Ternyata, setelah menjadi bibit, (dengan voorzorgamaatregel: menutup bunganya dengan kantong dari kain supaya tidak terjadi kruisbestuiving) maka 176
bibit itu menghasilkan tanaman tembakau yang beraneka warna baik bentuk·, besarnya, maupun banyaknya daun tembakau. , Inilah saya anggap sebagai pengaruh dari perangsangan (prikkel). Alat yang dipakai untuk percobaan_percobaan ini adalah Phillips C. T. apparaat dengan kekuatan 50 KV, 2 MA. Marilah kita sekarang sekedar membicarakan hal Arterio veneuse Shunt. Didalam buku Anatomie dari Gray tertulis, bahwa ada semacam Arterio Veneuse shunt di sel-sel kulit, yang banyak terdapat pada kulit kuping kelinci tetapi terdapat juga pada sel_sel kulit seorang manusia, terutama pada jari_jari danextremitas. Kulit terdiri atas beberapa lapisan. LihatGambar! Dimulai dari dalam keluar adalah : 1. Layer of subcutaneus tissue. 2. Reticular layer of tissue. 3. Epidermis with papillary layer of corium. Didalam layer of subcutaneus tissue itu ada jalan vena dan jalan arterier yang mem_ buat suatu shunt seperti glomerulus di ren, yang disebut juga glomus. Sel-sel dengan glomus ini yang merupakan arterioveneuse shunt, tidak banyak terdapat dikulit. Pada melihat Ca Mammae en Cuirasse itu, juga tidak banyak kelihatan efflorescensi kemerah_merahan, hanya pleksgewijs. Maka, seperti yang telah saya kemukakan tadi, apakah yang terkena Mammae en cuirasse ini hanya sel_sel yang mengandung Arterio_ veneuse Shunt? KESIMPULAN
Telah diajukan suatu kasus Ca Mammae en Cuirasse yang riwayatnya sangat menye_ dihkan dan yang masih selalu menimbulkan pertanyaan_pertanyaan dalam diri kami. Apakah cara pengobatan salah? Ataukah dosis yang diterima malahan merupakan dosis perangsang? Bagai mana timbul nya metastasen kekepal a dengan begitu cepat. Sekian uraian saya mengenai kasus yang saya ajukan untuk dapat dibahas bersama_ sama.
DISKUSI
Prof.
DO DDY
1. Apakah pada radiasi jaringan _ jaringan tumor, tidak diusahakan perisai dari jaringan_jaringan sehat, mengingat tadi dikemukakan adanya centrum sinar dengan kekuatan yang diingini dengan disekitarnya kekuatan sinar yang kurang. 2. Komentar pada prasaran B14. Mengenai "prikkel dose" pada beberapa percobaan biologi, dibuktikan adanya. Misal nya: Pada penyinaran pollen Tradescantia untuk mengukur mitose_rate, bila disinari dengan 0,5 r/min. total dose 200 r, ada penekanan mitose_rate. Tapi dengen 0,1 r/min, matahari menaikkan mitose_rate dengan 67%. Prof.
SOETJIPTO
POERWOSOEPRODJO
& Dr. HIRLAN
1. Perisai yang diletakkan diatas kulit yang sehat sesungguhnya hanya untuk me_ lindungi terhadap primary biasa yang mungkin masih mengenai jaringan sehat superficial (kul it). Tetapi terhadap scattering, terutama I backward_scattering, yang timbul karena secundaire electronen yang terjadi didalam jaringan, bagian superficial itu belum terlindungi. Untuk mengurangi backward scattering, maka energy primary biasa dinaikkan, hingga secundaire electronen yang terjadi arah_ nya makin mendekati arah initial sinar gamma, dengan demikian jaringan sehat dapat terl indung i • 177
Dr. HARTOMO Sampai dimana jauhnya usaha Prof. dalam menetapkan dose-rate dari masing_masing porsi (prikkel_dose, rem _ dose, dsb) khusus untuk mamma Co yang diderita oleh wanita_wanita Indonesia? Prof. SOETJIPTO POERWOSOEPRODJO Tidak dilakukan,
178
yang dimaksud bahwa ada prikkel-dose.
SCHEMA
Lampiran B-14 (dari
GI umural
Gray's
DARI DUA CUTANEUS
modified
Anatomy
dari
Popoff
ARTERIO VENEUSE NW Popoff,
Arch.
SHUNT Path.
18,
1934)
canal
Reticul or Ioyer Efferent
of cori urn
vein from Glomus
Periglumerol venule Cutaneus art.
Superficial Primary
vein collecting
Periclumerul
vein
or venul e