PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.A DENGAN DIARE AKUT DI BANGSAL MELATI RSUD KARANGANYAR
DI SUSUN OLEH
SUWARDI NIM.P.13122
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
PEMBERIAN ZINC TERHADAP STATUS DEHIDRASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.A DENGAN DIARE AKUT DI BANGSAL MELATI RSUD KARANGANYAR Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH
SUWARDI NIM.P.13122
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: SUWARDI
NIM
: P.13122
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah
: “ Pemberian Zinc Terhadap Status Dehidrasi pada Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Akut di Bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar”
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 12 Mei 2016 Yang Membuat Pernyataan
SUWARDI NIM. P.13122
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: SUWARDI
NIM
: P.13122
Program Studi : DIII Keperawatan Judul
:Pemberian Zinc Terhadap Status Dehidrasi pada Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Akut di Bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : Senin/ 30 Mei 2016 DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ns. Meri Oktariani, M. Kep NIK. 200981037
(
)
Penguji I
: Ns. Joko Kismanto, S. Kep NIK. 200670020
(
)
Penguji II
: Ns. Meri Oktariani, M. Kep NIK. 200981037
(
)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada
Ns. Meri Oktariani, M. Kep NIK. 200981037
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Zinc Terhadap Status Dehidrasi pada Asuhan Keperawatan An. A dengan Diare Akut di Bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1.
Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan dan dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan sarta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini, dan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Ns. Joko Kismanto S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan sarta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
iv
4.
Ns. Anik Suprapti S.Kep, selaku pembimbing klinik yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan sarta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5.
Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
6.
Kedua orangtuaku, yang selalu memberikan inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
7.
Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 12 Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ....................................................ii LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iii KATA PENGANTAR .......................................................................................iv DAFTAR ISI ......................................................................................................vi DAFTAR TABEL .............................................................................................viii DARTAF GAMBAR .........................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................1 B. Tujuan Penulisan ...............................................................................5 C. Manfaat Penulisan .............................................................................5 BAB
II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ...................................................................................7 1. Diare akut ...................................................................................7 2. Konsep Asuhan Keperawatan .....................................................14 3. Dehidrasi ....................................................................................29 4. Pemberian Zinc ...........................................................................35 B. Kerangka Teori .................................................................................38
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset .......................................................................39 B. Tempat dan Waktu ............................................................................39 C. Media atau Alat yang digunakan.......................................................39 D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ...................................40 E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ........................................41 BAB IV LAPORAN KASUS A. Identitas klien ...................................................................................42 B. Pengkajian ........................................................................................42 C. Perumusan masalah keperawatan .....................................................50 D. Perencanaan ......................................................................................52 E. Implementasi ....................................................................................53 vi
F. Evaluasi ............................................................................................59 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ........................................................................................65 B. Perumusan masalah keperawatan .....................................................75 C. Perencanaan ......................................................................................80 D. Implementasi ....................................................................................83 E. Evaluasi ............................................................................................86 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.......................................................................................90 B. Saran .................................................................................................92 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
No. 1. Tabel 2.1
Kerangka Tabel Halaman Penurunan berat badan pada anak dehidrasi ......................17
2. Tabel 2.2
Klasifikasi dehidrasi ...........................................................30
3. Tabel 3.1
Prosedur pemberian zinc ....................................................40
4. Tabel 3.2
Alat ukur derajat dehidrasi .................................................41
viii
DAFTAR GAMBAR
No. 1. Gambar 2.1
Kerangka Gambar Halaman Kerangka Teori ..................................................................38
2. Gambar 4.1
Genogram ...........................................................................45
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : 1. Asuhan Keperawatan 2. Lembar Obervasi 3. Log Book 4. Jurnal 5. Usulan Judul 6. Surat Pernyataan 7. Lembar Konsultasi 8. Format Pendelegasian 9. Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Diare akut merupakan penyabab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tibatiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau saluran kemih (ISK), terapi antibiotik atau pemberian obat pencahar (laksatif). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lama sakit kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius akut (gastroenteritis infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus bakteri dan parasit yang patogen (Wong, 2008). Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi (Sazawal dkk, 1996 dalam Wong, 2008). Di Indonesia, angka kejadian diare akut diperkirakan masih sekitar 60 juta kejadian diare setiap tahunnya dan angka kesakitan pada kelompok balita sekitar 200-400 kejadian diare di antara 1000 penduduk setiap tahunnya dan 1-5% diantaranya berkembang menjadi diare kronik (Soebagyo, 2008).
1
2
Jumlah kasus diare di Jawa Tengah pada tahun 2007 adalah sebanyak 2.978.985 penderita dengan indeks rata-rata (IR) 9,2%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 339.733 penderita dengan indeks rata-rata 16,4%. Kasus diare pada balita masih tinggi dibanding golongan umur yang lainnya (Riskesdas Jateng, 2007). Kota Surakarta merupakan salah satu dari 35 kota atau kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kejadian diare di kota Surakarta pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu sebanyak 7,06% dari total jumlah penduduk (Depkes RI, 2009). Pada asuhan keperawatan diare akut terdapat beberapa diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien diare menurut Wilkinson (2007) adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake cairan inadekuat, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare, resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress. Kekurangan volume cairan merupakan salah satu diagnosa yang akan muncul pada anak dengan penyakit diare akut. Anak dengan kekurangan volume
cairan biasanya akan mengalami
dehidrasi akibat kehilangan banyak cairan karena frekuensi BAB yang berlabih muntah. Intervnesi atau rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan adalah pantau tanda dan gejala dehidrasi (kulit membran mukosa kering, kenaikan berat jenis urin tiap 4
3
jam, rasa haus), patau masukkan dan keluaran dengan cermat meliputi frekuensi, warna, dan konsistensi, pantau ketidakseimbangan elektrolit (Natrium klorida, Kalium),timbang berat badan setiap hari, monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi) setiap 4 jam, monitor pemeriksaaan laboratorium (elektrolit, berat jenis urin, nitrogen urea darah), lakukan tindakan untuk mengurangi demam (ganti pakaian katun dan kompres dingin), kolaborasi dengan dokter tentang rehidrasi terutama untuk dehidrasi berat dan terdapatnya penyakit berat lainnya (Susilaningrum dkk, 2013). Selain itu WHO dan UNICEF merekomendasikan kebijakan terbaru menenai penatalaksanaan daire pada anak, yaitu dengan menambahkan suplementasi zinc (Zn) pada terapi rehidrasi oral tersebut (Ulfak dkk, 2010) Suatu meta-analisis mengemukakan suplementasi zinc secara bermakna menurunkan frekuensi, berat serta morbiditas diare akut (Anggarwal et al., 2006 dalam Huryamin dkk, 2012). Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare (Dipkes RI, 2011). Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan kemampuannya meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi tubuh. Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergantung pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna. Semua yang berperan dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan pada anak
yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, dapat
meningkatkan sistim kekebalan dan melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah sebabnya mengapa anak yang diberi zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari
4
berturut - turut berisiko lebih kecil untuk terkena penyakit infeksi, diare dan pneumonia(Kemenkes RI, 2011). Pada hasil penelitian menemukan ini menemukan bahwa zinc efektif dalam mengatasi diare akut pada balita di salah satu puskesmas di Kalimantan Barat, dengan cara mengurangi frekuensi defekasi dan memperpendek durasi diare (Ulfah dkk, 2010). Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian zinc (Zn) pada anak diare dengan lama rawat inap di Rumah Sakit PKU Muahmmadiyah Surakarta berdasarkan pada hasil uji analisis Chi-square dengan nilai p sebesar 0,003 (p<0,05) dan dari Rasio Prevalensi (RP) = 4,405 (interval kepercayaan 95% 1,578-12,301) yang berarti bahwa pemberian zinc merupakan faktor risiko dari cepatnya lama rawat inap pasien diare (Huryamin dkk, 2012). Penyakit diare benyak ditemukan di rumah sakit umum daerah Karanganyar. Hanya beberapa data yang dapat ditemukan di bulan Desember tahun 2015 terdapat pasien sebanyak 33 anak yang rawat inap. Dan pada tahun 2016 tercatat pada bulan Januari sampai tanggal 17 Januari 2016 terdapat 17 pasien yang rawat inap dengan diare. Berdasarkan observasi penulis di ruang melati RSUD Karanganyar pada bulan januari tangaal 4 Januari 2016 sampai tanggal 17 Januari 2016 terdapat 17 pasien diare yang rawat inap. Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 6 Januari 2016 dan hasil yang didapatkan beberapa pasien dengan diare yang mengalami dehidrasi ringan sampai sedang dan hanya dehidrasi berat yang mendapatkan terapi zinc dari dokter.
5
Dari hal di atas tersebut memperlihatkan adanya suatu kasus yaitu kejadian diare akut pada anak yang terjadi karena peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus GI, sehingga dapat menyebabkan kehilangan cairan dan meyebabkan dehidrasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien dengan diare akut di RSUD Karanganyar.
B. Tujuan Penulisan 1.
Tujuan umum Mengaplikasikan tindakan pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada An. A dengan diare di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
2.
Tujuan khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An. A dengan diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. A dengan diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
c.
Penulis mampu menyusun intervensi pada An. A dengan diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada An. A dengan diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada An. A dengan diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
6
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada An. A dengan diare akut di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
C. Manfaat penulisan 1.
Bagi Institusi Rumah Sakit Dapat memberikan informasi tentang asuhan keperawatan pasien dengan pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare, khususnya pada pasien diare akut, sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan lebih baik pada pasien diare. Perawat mampu bersikap profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare.
2.
Bagi institusi pendidikan Sebagai informasi kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien diare, sehingga dapat memberikan gambaran tentang penatalaksanaan pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare.
3.
Bagi pasien Sebagai salah satu tindakan keperawatan kepada pasien dengen pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare.
4.
Bagi penulis Mengetahui informasi serta mampu menerapkan asuhan keperawatan tentang pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada pasien diare.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan teori 1. Diare Akut a. Definisi Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap normal selama tumbuh kembangnya baik (Cristanto dkk, 2014). b. Etiologi 1) Infeksi : virus (rotavirus, adenovirus, norwalk), bakteri (shigella sp., salmonella sp., E. coli, vibrio sp.), parasit (protozoa: E, hystolytica, G. Lamblia, blantidium coli: cacing; ascaris sp., trichuris sp., strongylodies sp ; jamur : candida sp.), infeksi ekstra usus (otitis media akut, infeksi saluran kemih, pneumonia). Terbanyak disebabkan rotavirus (20-40%). 2) Alergi makanan : alergi susu sapi, protein kedelai, alergi multipel. 3) Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan protein.
7
8
4) Keracunan makanan (misalnya makanan kaleng akibat Botulinum sp.). 5) Lain-lain : obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya), kelainan anatomi (Cristanto dkk, 2014). c. Klasifikasi Klasifikasi diare pada anak menurut Wong (2008) berdasarkan derajat dehidrasi. 1) Dehidrasi berat Apabila kehilangan cairan >10% berat badan dengan gambaran klinik/ tanda-tanda kondisi umun lemah, latergis/ tidak sadar, ubun-ubun besar, mata sangat cekung, malas minum/ tidak dapat minum, cubitan perut kembali sangat lambat (>=2 detik). 2) Dehidrasi ringan-sedang Apabila kehilangan cairan 5-10% berat badan dengan gambaran klinik/ tanda-tanda rewel, gelisah, cengeng, ubun-ubun besar, mata sedikit cekung, tampak kehausan, cubitan perut kembali lambat. 3) Tanpa dehidrasi Apabila kehilangan cairan >5% berat badan. d. Manifestasi Klinis Pasien yang menderita gastroenteritis, mula-mula pasien cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemungkinan timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama makin kehijau-hijauan
9
karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diapsorpsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul setelah atau sebelum diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 2005). Frekuensi BAB (buang air besar) pada bayi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari, bentuk cair pada buang air besarnya kadang-kadang disertai lendir dan darah, nafsu makan menurun, warnanya lama kelamaan menjadi kehijauan karena bercampur empedu, muntah, rasa haus, malaise, adanya lecet pada daerah sekitar anus, feses bersifat banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diserap usus, adanya tanda dehidrasi, kemudian dapat terjadi diuresis yang berkurang (oliguria sampai dengan anuria) atau sampai dengan terjadi asidosis metabolic seperti tampak pucat dengan pernafasan (Hidayat, 2006).
10
e. Patofisiologi Diare akut pada anak umumnya disebabkan oleh virus tapi etiologi lainnya seperti bakteri, dan bakteri mungkin menjadi penyebab terjadinya
diare. Virus
melukai
lapisan penyerapan sel
vili
menyebabkan penurunan proses penyerapan dan defisiensi disakarida (Ricci & Kyle, 2009). Bakteri menghasilkan cedera usus dengan secara langsung menginvasi mukosa usus, merusak lapisan permukaan vili atau melepaskan racun (toksin). Diare akut dapat menghasilkan pengeluaran darah ataupun tidak. Diare juga dapat terkait dengan penggunaan antibiotik dalam waktu yang lama atau dosis yang tinggi sehingga membunuh flora normal yang ada di usus. Hockenberry dan Wilson (2010 dalam Novianti, 2010) merangkum patofisiologi diare menjadi tiga mekanisme berbeda. Invasi mikroorganisme patogen ke dalam saluran pencernaan menyebabkan diare melalui, yaitu (1) produksi enterotoksin yang menstimukasi sekresi air dan elektrolit, (2) invasi serta destruksi sel-sel eptitel usus, dan (3) inflamasi lokal serta invasi sitemik oleh mikroorganisme tersebut. Patogen merusak sel mukosa vili di usus kecil menyebabkan cedera permukaan dan penurunan kapasitas absorbsi air dan elektrolit. Patogen juga memasuki mukosa dan submukosa usus menyebabkan kerusakan sel, nekrosis, dan ulserasi. Enterotoksin yang dihasilkan patogen bakteri menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel
11
sekresi primer di usus kecil. Aksi dari enterotoksin juga mempengaruhi fungsi absorbsi dari daerajat permukaan usus kecil. Akibatnya, terjadilah ketidakseimbangan sekresi cairan dan elektrolit dan termanifestasikan dengan peningkatan frekuensi bab. Diare dengan proses demikian dapat mengarahkan penderita mengalami dehidrasi dan asidosis metabolik (Pott and Mandleco dalam Novanti, 2010). Jika kondisi dehidrasi dan asidosis metabolik tidak tertangani, maka kejadian syok hipovolemik tidak terelakkan. Kondisi tersebut mengancam jiwa penderita. f. Pemeriksaan penunjang 1) Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan. 2) Kultur tinja. 3) Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinine, dan glukosa. 4) Pemeriksaan tinja; pH, leukosit, glukosa, dan adanya darah (Suryadi dan Yuliani, 2006). g. Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: 1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik). 2) Renjatan hipovolemik. 3) Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).
12
4) Hipoglikemia. 5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus. 6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik. 7) Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan (Susilaningrum dkk, 2013). h. Penatalaksanaan Penatalaksanaan diare akut antara lain : 1) Rehidrasi Bila pasien umum dalam keadaan baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau strach harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif, dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain; pedialit, oralit dll cairan infus a.l ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 – 200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi. 2) Diet Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntahmuntah hebat. Pasien dianjurkan justru minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang,
13
nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus. 3) Obat antidiare Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinkur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil, Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan enselofati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit, obat yang mengeraskan tinja; atapulgite 4 x 2 tab perhari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrase 3 x 1 tab perhari. 4) Obat antimikroba Pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis traveler’s diarrhea) atau imunosupresif (Setiawan, 2006).
14
2. Konsep Asuhan keperawatan a. Pengkajian Pengkajian merupakan dasar pertama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan dan merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi data dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pada tahap ini semua data dan informasi tentang klien yang dibutuhkan, dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk mengumpulkan data, menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan (Gunawan, 2009). Adapun langkah-langkah dalam pengkajian adalah sebagai berikut : 1) Identitas pasien/ biodata Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan. Untuk umur pada pasien diare akut, sebagian besar adalah anak dibawah dua tahun. Insiden paling tinggi umur 6-11 bulan karena pada saat ini mulai diberikan makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. 2) Keluhan utama Buang air besar (BAB) lebih tiga kali sehari. BAB kurang dari empat kali dengan konsistensi cair (diare tanpa dehidrasi).
15
BAB 4-10 kali dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang) BAB lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah diare presisten. 3) Riwayat penyakit sekarang a) Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat. Nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemungkinan timbul diare. b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir darah. Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu. c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin lama makin asam. d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. e) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak. f)
Diuresis, yaitu terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urin dalam waktu enam jam (dehidrasi berat).
4) Riwayat penyakit dahulu Yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit yang pernah di derita oleh anak maupun keluarga dalam hal ini orang tua.
16
Apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat di rumah sakit. 5) Riwayat kesehatan a) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi campak. Diare lebih sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang menderita campak dalam empat minggu terakhir, yaitu akibat penurunan kekebalan pada pasien. b) Riwayat
alergi
terhadap
makanan
atau
obat-obatan
(antibiotik) karena faktor ini salah satu kemungkinan penyebab diare. c) Riwayat penyakit yang serung pada anak di bawah dua tahun biasanya batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah diare, seperti OMA, tonsilitis, faringitis, bronko pneumonia, ensefalitis. 6) Riwayat nutrisi Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi hal sebagai berikut. a)
Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi risiko diare dan infeksi yang serius.
17
b)
Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak, diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah terjadi pencemaran.
c)
Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa), pada dehidrasi ringan/sedang anak merasa haus, ingin minum banyak, sedangkan pada dehidrasi berat anak malas minum atau tidak bisa minum.
7) Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum klien Pada anak terdapat keluhan dan kelainan-kelainan yang perlu mendukung perlu dikaji adanya tanda-tanda dehidrasi seperi mata cekung, ubun-ubun besar, mukosa bibir kering, dan turgor kulit berkurang keelastisannya, kemudaian ditanyakan frekuensi BAB, adanya nyari atau disentri abdomen, demam dan terjadinya penurunan berat badan (Gunawan, 2009). b) Berat badan Anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut. Tabel 2.1 Penurunan berat badan anak dengan dehidrasi
Tingkat Dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang
Kehilangan Berat Badan Bayi Anak Besar 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg) 5-10%(50-100 6% (60 ml/kg) ml/kg)
18
Dehidrasi berat
10-15%(100-150 9% (90ml/kg) ml/kg) Sumber : (Susilanigrum, 2013)
Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak dirawat di rumah sakit. Sedangkan di puskesmas/ fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan pedoman MTBS (2008). c) Kulit Untuk
mengetahui
elastisitas
kulit,
kita
dapat
melakukan pemeriksaan turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut dengan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Turgor kembali cepat kurang dari 2 detik berarti diare tanpa dehidrasi. Turgor kulit kembali lambat bila cubutan kembali dalam waktu 2 detik dan ini berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Turgor kulit kembali sangat lambat bila cubitan kembali lebih dari 2 detik dan ini termasuk diare dengan dehidrasi berat. d) Kepala Anak di bawah 2 tahun mengalami dehidrasi, ubun ubunnya biasanya cekung. e) Mata Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal. Bila dehidrasi ringan/sedang, kelopak mata cekung
19
(cowong). Sedangkan dehidrasi berat, kelopak mata sangat cekung. f) Mulut dan lidah (1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi). (2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang). (3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat). g) Abdomen
kemungkinan
distensi,
kram,
bising
usus
meningkat. h) Anus Adakah iritasi pada anus (Susilaningrum, 2013). 8) Pola Fungsional Kesehatan Pola fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data sacara sistematis dengan cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus, Model konsep & tipologi pola kesehatan fungsional menurut gordon : a) Pola persepsi-Managemen Kesehatan Menggambarkan
persepsi,
pemeliharaan
dan
penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik kesehatan.
20
b) Pola Nurtisi dan Metabolik Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit. Nafsu makan, pola makan, diet, fluktasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/ penyembuhan kulit, makanan kesukaan. c) Pola Eliminasi Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih dan kulit, kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, diuri, dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih, dan lain-lain. d) Pola Latihan-Aktivitas Menggambarkan
pola
latihan,
aktivitas,
fungsi
pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya latihan/ gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0 : mandiri, 1 : dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit
21
jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru. e) Pola Kognitif Perseptual Menjelaskan sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi
pendengaran,
pengkajian
perasaan,
pembau
fungsi dan
penglihatan, kompensasinya
terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang atau benda yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan,
pendengaran,
persepsi
sensori
(nyeri),
penciuman, dan lain-lain. f)
Pola Istirahat dan Tidur Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang energi. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
22
g) Pola Konsep Diri-Persepsi Diri Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan. Kemempuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ideal diri sendiri. Manusia sebagai sistem terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai sistem terbuka, manusia juga sebagai makhluk bio-psiko-sosial-kultural spiritual dan dalam pandangan holistic. Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, asetif atau passive, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup/ rileks. h) Pola Peran dan Hubungan Menggambarkan dan megetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang passive/ agresif terhadap orang lain, masalah keuangan, dan lain-lain. i)
Pola Reproduksi/Seksual Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan marnae sendiri, riwayat penyakit hubungan sex, pemerikasaan genital.
23
j)
Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stress) Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan sistem pendukung. Penggunaan obat untuk menanganai stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
k) Pola Keyakinan dan Nilai Menggambarkan
dan
menjelaskan
pola
nilai,
keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit (Winugroho, 2008). b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan singkat, jelas dan pasti tentang masalah klien yang nyata/potensial serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien gastroenteritis menurut Wilkinson (2007) yaitu: a)
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake cairan inadekuat.
24
c)
Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi.
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare. e)
Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen.
f)
Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress.
c. Fokus Intervensi a)
Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi (1) Kriteria hasil : (a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal. (b) Tekanan darah, nadi suhu tubuh dalam batas normal. (c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebih. (2) Intervensi : (a) Timbang popok/ pembalut jika diperlukan. (b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat. (c) Monitor status hidrasi (kelembaban mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik). (d) Monitor vital sign. (e) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.
25
(f) Kolaborasi pemberian cairan IV. (g) Monitor status nutrisi. (h) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan. (i) Atur kemungkinan transfusi. (j) Persiapan untuk transfusi. b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake inadekuat. (1) Kriteria hasil : (a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. (b) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. (c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. (d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. (e) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan. (f) Tidak terjadi penurunan berat badan. (2) Intervensi (a) Monitor adanya alergi makanan. (b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. (c) Anjurkan pasien untuk meningkaan intake Fe. (d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. (e) Berikan substansi gula.
26
(f) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi. (g) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. (h) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. (i) Monitor adanya penuruna berat badan. (j) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi. (k) Monitor kalori dan intake nutrisi. c) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi. (1) Kriteria hasil : (a) Suhu tubuh dalam rentan normal. (b) Nadi dan pernafasan dalam rentan normal. (c) Tidak ada perubahan warna kulit. (2) Intervensi : (a) Mengobservasi kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertai. (b) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipat paha. (c) Monitor tanda-tanda vital. (d) Anjurkan untuk minum yang cukup. (e) Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipit dan menyerap keringat. (f) Monitor WBC, Hb, dan Hct.
27
(g) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian atipiretik. d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena diare. (1) Kriteria hasil: (a) Perfusi jaringan normal. (b) Tidak ada tanda-tanda infeksi. (c) Ketebalan dan tekstur jaringan normal. (d) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang. (e) Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka (2) Intervensi : (a) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering. (b) Monitor kulit akan adanya kemerahan. (c) Pajankan dengan ringan kulit utuh yang kemerahan pada udara jika mungkin. (d) Hindari menggunakan tissue basah yang dijual bebas yang mengandung alkohol pada kulit yang teriritasi. (e) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat berupa salep pelindung pada kulit. (f) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat. (g) Kolaborasi dengan ahli gizi diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein).
28
e) Risiko
infeksi
berhubungan
dengan
port
de
entre
mikroorganisme patogen. (1) Kriteria hasil : (a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi. (b) Nurtisi adekuat. (c) Mendapatkan imunisasi yang tepat. (d) Nadi dan suhu dalam rentan yang normal. (2) Intervensi : (a) Pertahankan cuci tangan yang benar. (b) Pakaikan popok dengan tepat. (c) Gunakan popok sekali pakai. (d) Ajarkan anak, bila mungkin tindakan perlindaungan diri misalnya cuci tangan setelah menggunakan toilet. (e) Anjurkan keluarga dan pengunjung dalam praktik isolasi khususnya mencuci tangan. f) Ansietas berhubungan dengan terjadinya hospitalisasi. (1) Kriteria hasil : (a) Pasien tidak cemasa atau gelisah. (b) Pasien dapat istirahat atau tidur. (c) Pasien dapat merencanakan strategi kooping untuk situasi-situasi yang membuat stress. (d) Mampu mempertahankan penampilan peran. (e) Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori.
29
(f) Tidak ada kecemasan secara fisik. (2) Intervensi (a) Mengobservasi tingkat kecemasan. (b) Pertahankan kontak sering dengan orang tua, selalu sedia untuk mendengarkan dan bicara bila dibutuhkan. (c) Identifikasi cara-cara dimana pasien mendapat bantuan jika dibutuhkan. (d) Berikan informasi yang sesuai kebutuhan dan jika diminta oleh pasien atau orang terdekat. (e) Beri stimulasi sensori dan pengalihan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan komdisinya (Nurarif dan Kusuma, 2012).
3. Dehidrasi a. Definisi Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Huang et al, 2009). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input) (Suraatmaja, 2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit (Latief, dkk 2005). Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit
30
dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, dkk, 2005). b. Klasifikasi Dehidrasi 1) Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Klasifikasi dehidrasi Gejala/tanda
Ringan (3-5%)
Sedang (6-9%)
Tingkat kesadaran Pengisian kembali kapiler Membran mukosa Denyut jantung Laju pernapasan Tekanan darah Denyut nadi
Sadar
Letargi
2 detik
2-4 detik
Lebih dari 4 detik
Normal
Kering
Sangat kering
Sedikit meningkat Normal
Meningkat
Normal
Normal, ortostik Cepat lemah
Sangat meningkat Meningkat dan hiperapnea Menurun
Turgor kulit
Normal
Meningkat
Kembali Kembali normal lambat Mata Normal Cekung Keluaran urin Menurun Oliguria Sumber : (Huang et al, 2009)
Berat (10 % lebih) Tidak sadar
dan Sangat lemah/ samar atau tidak teraba Tidak segera kembali Sangat cekung Anuria
31
2) Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi : a) Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik
Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar daripada air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L. Apabila terdapat kadar natrium serum kurang dari 120 mEq/L, maka akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia, nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna, dkk, 2000). b) Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik
Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama dengan konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya dalam
kompartemen
cairan
ekstravaskular
maupun
intravaskular. Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130150 mEq/L (Huang et al, 2009). Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik (Latief, dkk, 2005). c) Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik
Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang mengandung lebih sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150
32
mEq/L. Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume intravaskular (Huang et al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena pemasukan (intake) elektrolit lebih banyak daripada air (Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral yang pekat, susu formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia (Segeren dkk, 2005). Terapi cairan untuk
dehidrasi
hiperosmolalitas
hipernatremik berat
dapat
dapat
sukar
mengakibatkan
karena kerusakan
serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap. c. Penatalaksanaan Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien. Terapi farmakologis dengan loperamide, antikolinergik, bismuth subsalicylate, dan adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak, karena selain dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan berbagai
33
efek samping. Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron efektif membantu asupan cairan melalui oral dan ondansetron efektif membantu asupan cairan melalui oral dan mengatasi kedaruratan. Pemberian makan segera saat asupan oral memungkinkan pada anakanak yang dehidrasi karena diare, dapat mempersingkat durasi diare. Susu tidak perlu diencerkan, pemberian ASI jangan dihentikan. Disarankan memberikan makanan tergolong karbohidrat kompleks, buah, sayur dan daging rendah lemak. Makanan berlemak dan jenis karbohidrat simpel sebaiknya dihindari. WHO sejak tahun 2004 juga telah menambahkan zinc dalam panduan terapi diare pada anak (WHO, 2005). d. Diagnosa keperawatan tentang dehidrasi Diagnosa keperawatan yang muncul pada dehidrasi adalah Kekurangan volume cairan. Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler, interstisial dan atau intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan pada natrium. Batasan karakteristik dari kekurangan volume cairan adalah perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi, penurunan turgor kulit, penurunan haluaran urine, penurunan pengisian vena, membran mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, peningkatan suhu tubuh, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan konsentrasi urine, penurunan berat badan, haus, kelemahan (Herdman, 2012).
34
e. Mekanisme terjadinya dehidrasi Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab tersering kekurangan volume cairan yang juga sering terjadi adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan luka, luka bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di dalam ruang non ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkap dan tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpukkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti berada dari volume ECF sehingga dapat mengurangi volume sirkulasi darah efektif. Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang terdiri dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat/ jam. Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak mencukupi. Jumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit karena penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode terbuka. Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal terjadi pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang berlebihan, terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat seperti furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga sering menyebabkan kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria
35
pada DM yang tidak terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian makanan tinggi protein secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen osmotik (Tarwoto, 2006).
4. Pemberian Zinc a. Definisi Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011). b. Manfaat pengobatan zinc pada anak yang terkena diare Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc sebagai pengobatan diare adalah mengurangi :1) Prevalensi diare sebesar 34%; (2) Insidens pneumonia sebesar 26%; (3) Durasi diare
36
akut sebesar 20%; (4) Durasi diare persisten sebesar 24%, hingga; (5) Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%. c. Mekanisme kerja Zinc Zinc mempengaruhi berbagai aspek dari sistem kekebalan tubuh. zinc sangat penting untuk perkembangan dan fungsi kekebalan selmediasi bawaan, neutrofil, dan natural killer. Makrofag dan produksi sitokin semua dipengaruhi oleh defisiensi zinc. Pertumbuhan dan fungsi T dan sel B juga terkena dampak negatif akibat kekurangan zinc. Defisiensi zinc mempengaruhi timulin di timus sebagai kofaktor dan berada di dalam plasma.Sel T dihasilkan dalam timus, dimana fungsi sel T digunakan untuk memanggil leukosit ke tempat terjadinya infeksi, sebagai contoh kemotaksis sel-sel polimorfonuklear dan mendorong adesi sel-sel meilomonositik. Dengan aktivasi sel T helper 2 akan memicu sitokin untuk melakukan proliferasi sel B untuk menjadi TNF- α dan antibodi, antibodi yang diproduksi berupa imunoglobulin, seperti IgA yang terdapat pada interstitium, saliva, lapisan mukosa dan saluran pencernaan untuk mencegah infeksi oleh antigen (Prasad, 2009). Zinc menstabilkan struktur membran dan memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta aktivitas antioksidan. Zinc melindungi membran dari efek agen
37
infeksius
dan
dari
peroksidasi
lemak
dengan
meningkatkan
pembentukan immunoglobulin A sekretori (Wapnir, 2000). d. Cara Pemberian Obat Zinc 1) Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat Zinc selama 10 hari berturut-turut. 2) Larutkan tablet dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah larut kira-kira 30 detik, segera berikan ke anak). 3) Dosis pemberian Zinc pada balita: a) Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari b) Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011). 4) Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1 dosis penuh. 5) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
38
B.
KERANGKA TEORI
Perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurnag dari 14 hari (Cristanto dkk, 2014).
Infeksi (virus, bakteri, jamur), alergi makanan, makanan,
malabsorbsi, lain-lain
:
keracunan obat-obatan
(antibiotik atau obat lainnya), kelainan
Tanda dan gejala : diare, muntah, anoreksia, panas. lemas
anatomi.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah dan intake cairan inadakuat.
Hipertermi behubungan dengan dehidrasi.
Kekurangan volume cairan
Kerusakan integritas kulit b.d iritasi rectal karena diare.
Resiko infeksi b.d peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen.
Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress
Dehidrasi
Pemberian Zinc
Efek samping : Muntah
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : (Cristanto, 2014; Wong, 2008; Wilkinson, 2007)
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah pasien balita yang mengalami diare akut di bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
B. Tempat dan Waktu 1. Tempat Penelitian ini dilakukan di bangsal Melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. 2. Waktu Pemberian zinc diberikan selama 10-14 hari pada pasien diare akut.
C. Media atau alat yang digunakan Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan yaitu : 1. Suplemen zinc 2. Alat ukur derajat dehidrasi
39
40
D. Prosedur tindakan Prosedur tindakan yang dapat dilakukan dalam pemberian Suplemen zinc adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Prosedur Pemberian Zinc No Tindakan Yang Dilakukan A. Fase Orientasi 1. Mengucapkan salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan 4. Menjelaskan prosedur 5. Melakukan verifikasi program pengobatan klien 6. Menanyakan kesiapan pasien B. Fase Kerja 1. Mencuci tangan 2. Mendekatkan alat dan bahan 3. Memberikan suplementasi Zinc 4. Membereskan alat Fase Terminasi 1. Melakukan evaluasi tindakan 2. Menyampaikan rencana tindak lanjut 3. Berpamitan Sumber : (Kemenkes RI, 2011)
41
E. Alat ukur evaluasi Alat ukur evaluasi dilakukan dengan cara observasi tanda dan gejala dari dehidrasi ringan, sedang dan berat, seperti pada tabel di baewah ini : Tabel 3.2 Alat ukur derajat dehidrasi Gejala/tanda
Ringan (3-5%)
Sedang (6-9%)
Berat (10 % lebih)
Tingkat kesadaran Pengisian kembali kapiler
Sadar
Letargi
Tidak sadar
2 detik
2-4 detik
Lebih detik
Membran mukosa Denyut jantung
Normal
Kering
Sangat kering
Sedikit
Meningkat
Sangat meningkat
Laju pernapasan Tekanan darah Denyut nadi
Normal
Meningkat
Normal Normal
Normal, ortostik Cepat dan lemah
Turgor kulit
Kembali normal
Kembali lambat
Mata
Normal
Cekung
Meningkat dan hiperapnea Menurun Sangat lemah/ samar atau tidak teraba Tidak segera kembali Sangat cekung
Keluaran urin
Menurun
Oliguria
Anuria
meningkat
Sumber : (Huang et al, 2009)
dari
4
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang pengelolaan asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. A di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar pada tanggal 06 – 08 Januari 2016. Pengelolaan asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi. A. Identitas Klien Pengkajian dilakukan pada hari rabu 06 Januari 2016 pukul 08.00 WIB di ruang melati RSUD Karanganyar. Hasil pengkajian tersebut didapatkan data identitas pasien, pasien bernama An. A, tanggal lahir 13 Agustus 2014, umur 1,6 tahun, alamat Tohkuning, Karangpandan, Karanganyar, jenis kelamin perempuan. Pasien dirawat sejak tanggal 05 Januari 2016 dengan diagnosa medis gastroenteritis akut. Penanggung jawab pasien adalah Tn.S umur 24 tahun, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan swasta, hubungan dengan pasien adalah ayah. B. Pengkajian 1.
Riwayat kesehatan pasien Pengkajian pada hari rabu 06 Januari 2016 pukul 08.00 WIB, data yang diperoleh dengan cara alloanamnesa, mengadakan
pengamatan
atau observasi langsung, pemerisaan fisik, menelaah catatan medis
42
43
dan catatan perawat, dari data pengkajian tersebut didapat hasil sebagai berikut. Keluhan utama, ibu pasien mengatakan pasien buang air besar 10 kali dengan konsistensi cair. Riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan, pasien pada hari senin tanggal 04 januari 2016 memakan geplak yang sudah lama tidak dimakan, kemudian pada jam 19.00 WIB pasien muntah-muntah disertai dengan panas. Oleh keluarga pasien dibawa ke bidan terdekat, setelah diperiksa dan diberi obat oleh bidan, pasien sudah tidak muntah dan panas pasien sudah turun. Pada hari selasa pasien mengalami diare lebih dari 10 kali, muntah dan rewel, kemudian oleh keluarga pada jam 21.30 WIB dibawa ke IGD RSUD Karanganyar. Riwayat penyakit dahulu, kehamilan, ibu pasien mengatakan An.A lahir tanggal 13 Agustus 2014, usia gestasi 40 minggu, jumlah gravida G1P1A0, kondisi saat ibu hamil dalam keadaan sehat, rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, dan mengkonsumsi vitamin dan obat dari bidan ibu pasien mengatakan pasien lahir sesar pada jam 17.30 WIB di RSUD Karanganyar. Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan berat badan 2800 gr dan panjang badan 51 cm dengan kondisi sehat tidak ada cacat, An. A menangis kencang saat lahir, bergerak secara spontan dan warna kulit merah jambu. Ibu pasien mengatakan pasien belum pernah sakit diare dan baru pertama kali dirawat di rumah sakit, di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit menular ataupun
44
penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, maupun diabetes melitus, ibu pasien mengatakan pasien rewel dan menangis di rumah sakit. Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat maupun makanan, pasien tidak pernah mengalami cidera maupun patah tulang, pasien saat ini mendapat pengobatan infus RL 16 tpm, ondansentron 2 x 1 mg, L-bio 1 x 1 sachet, dan zinc 1 x 10 mg, imunisasi pasien saat ini yang sudah dilakukan hepatitis B 1 kali, BCG, 1 kali, DPT 1 kali, polio 3 kali, campak 1 kali. Pertumbuhan dan perkembangan berat bayi waktu lahir 2800 gram dan panjang badan saat lahir 51 cm, saat ini berat badan An. A 9 kg. Ibu pasien mengatakan An. A sudah bisa berjalan sendiri, duduk dan berdiri tanpa bantuan, memegang cangkir dan sudah bisa mengatakan kata- kata sederhana seperti mau dan tidak saat ditanya. Ibu pasien mengatakan pasien sudah tumbuh gigi tapi belum lengkap. Ibu pasien mengatakan pasien mempunyai kebiasaan memasukkan ibu jari ke lubang hidungnya sendiri, aktifitas sehari-hari pasien biasa tidur malam hari jam 21.00 WIB dan bangun jam 05.00 WIB, pasien belum bisa BAK dan BAB secara mandiri dan masih mengompol sehingga dipakaikan popok. Riwayat nutrisi dan cairan, ibu pasien megatakan pasien diberi ASI sejak lahir, sampai sekarang pasien masih diberi ASI dan diberi susu formula sejak umur 3 bulan,dalam sehari pasien minum susu foemula 3 botol (botol 120 cc), air putih, teh dan juga ASI. Ibu pasien mengataka
45
pasien sudah diberi makan bubur nasi dan sayur, makanan kesukaan pasien adalah sayur sop wortel dan dalam sehari pasien makan sebanyak 3 kali, pasien mempunyai kebiasaan makan-makanan yang manis seperti agar-agar atau jelly. Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengatakan tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan di dalam keluarganya. Ayah pasien mempunyai kebiasaan merokok dan keluarga pasien tinggal di tempat yang dekat dengan jalan raya dan jauh dari pabrik. Genogram:
An.A
Gambar 4.1 Genogram Keterangan : : laki-laki
: menikah
: perempuan
: keturunan
: pasien : tinggal serumah
46
Riwayat sosial, ibu pasien mengatakan pasien merupakan anak pertama dari pasangan Tn.S dan Ny.S, dalam satu rumah pasien tinggal bersama Tn.S dan Ny.S, keluarga pasien tinggal di rumah yang sederhana, jauh dari pabrik dan tempat pembuangan sampah serta lingkungan yang bersih. Ibu pasien mengatakan Tn.S bekerja sebagai seorang swasta dan pendidikan terakhirnya SMP, keluarga pasien beragama Islam dan menjalankan sholat 5 waktu. Fungsi keluarga, ibu pasien mengatakan anggota keluarganya saling berhubunagan dengan baik, saat sore hari keluarga kecil pasien sering berkumpul untuk menghabiskan waktu bersama. Ibu pasien mengatakan setiap ada masalah atau pengambilan keputusan dilakukan oleh ayah pasien atau kepala keluarga, dalam menaganai masalah atau menasehati pasien ibu atau ayah pasien menggunakan kata-kata yang halus dan tidak kasar. 1.
Pola kesehatan fungsional Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, ibu pasien mengatakan bahwa sehat merupakan keadaan tidak sakit dan dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. Status nutrisi dan metabolik sebelim sakit, dari data antropometri didapatkan hasil berat badan 9,2 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 18,3, makan 3 kali sehari satu porsi sering tidak habis (bubur, nasi, sayur) dan minum 4-5 botol sehari (susu formula, air putih, teh). Selama sakit dari data antropometei didapatkan hasil
47
berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Pola eliminasi sebelum sakit frekuensi BAK 6 -7 kali sehari dengan jumlah ± 1000 cc, warnanya kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan. Frekuensi BAB 1 kali sehari konsistensi lembek dengan warna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Selama sakit frekuensi BAK 5 -6 kali sehari dengan jumlah ± 800 cc, warnanya kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan. Frekuensi BAB 10 kali sehari konsistensi cair dengan warna kuning dan tidak ada keluhan. Pola
aktivitas
dan
latihan
sebelum
sakit
meliputi
makan/minum, mandi toileting, berpakaian dibantu oleh orang lain dan mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit makan/minum, mandi toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dibantu orang lain. Pola istirahat tidur sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak, pasien bisa tidur malam pukul 21.00 WIB dan bangun pukul 05.00 WIB. Pasien juga biasa tidur siang hari pukul 12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Selama sakit ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering
48
terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam (normal tidur anak 14-17 jam per hari). Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman, perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola persepsi dan gambaran diri, ibu pasien mengatakan pasien adalah anak pertama berumur 1,5 tahun, pasien disayangi dan diperhatikan oleh ayah dan ibu pasien, pasien adalah anak kandung sendiri dan berjenis kelamin perempuan, ibu pasien menginginkan anaknya cepat sembuh, pasien merupakan anak kandung yang pertama. Pola hubungan peran sebelum sakit ibu pasien mengatakan hubungan dengan tetangga sekitar dan saudara-saudaranya cukup baik. Selama sakit ibu pasien mengatakan hubungan dengan tetangga sekitar dan sudara-saudaranya terjalin dengan baik, dibuktikan dengan saat pasien sakit banyak tetangga dan saudaranya yang datang menjenguk ke rumah sakit. Pola seksual reproduksi, ibu pasien mengatakan pasien adalah seorang anak perempuan berumur 1,6 tahun dan tidak mempunyai kelainan seksual. Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila ada masalah kesehatan atau masalah yang lain selalu bercerita kepada suami terlebih dahulu. Pola nilai dan keyakinan, ibu pasien mengatakan pasien beragama islam.
49
2.
Hasil pemerisaan fisik Keadaan umum pasien compos mentis dan didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 36,60 C, denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit. Pada pemeriksaan head to toe didapatkan hasil bentuk kepala meshosepal, simetris kontrol kepala baik, kondisi rambut bersih tidak berketombe dan rambut berwarna hitam. Pada pemeruksaan mata didapatakan hasil mata simetris, warna sklera putih, warna kornea hitam, konjungtiva anemis, mata tampak cekung, kantung mata tampak coklat kehitaman (mata panda). Telinga pasien simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen berlebih, pendengaran normal (merespon jika dipanggil). Hidung pasien bersih tidak ada polip, mukosa bibir kering, warna bibir merah muda, dan gerakan lidah normal, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi ekspansi dada kanan dan kiri sama dan bentuk dada simetris, palpasi vokal fermitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi tidak terdengar bunyi tambahan/vesikuler. Pada pemerikssan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II reguler. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas atau luka, bentuk datar, terlihat umbilikus, auskultasi bising usus 42 kali per menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadaran I pekak,
50
kuadran II,III, dan IV terdengar hipertimpani. Genetalia tidak terpasang DC, anus tidak terdapat iritasi dan tidak ada hemoroid. Ekstremitas atas dan bawah kekuataan otot normal (nilai kekuatan otot 5) tidak ada perubahan bentuk tulang, capillary refill 2 detik. 3.
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2016. Hemoglobin 10,5 gr/dl (normal 12,00-16,00), hematokrit 30,9 vol% (normal 32,00-44,00), leukosit 10,41 103/uL (normal 5-10), trombosit 283 mm3(normal 150-300), eritrosit 4,24 10^6/µL (4,505,50), MPV 8,2 fL (normal 9,0- 17,0), MCV 80,0 fL (normal 82,092,0), MCH 27,1 pg (normal 27,0-31,0), MCHC 33,9 g/dl (normal 32,0-37,0), gran 59,5 % (normal 50,0-70,0), limfosit 35,0 % (normal 25,0-40,0), monosit 3,7 % (3,0-9,0), eritrosit 1,3 % (normal 0,5-5,0), basofil 0,5 (normal 0,0-1,0).
4.
Terapi Medis Terapi medis yang diberikan kepada An. A jenis terapi cairan infus RL 16 tpm (tetes per menit), golongan cairan resusutasi, fungsi untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi. Injeksi IV (intra vena) ondansentron 2 x 1 mg, golongan obat untuk saluran cerna, antimatik, fungsi untuk mulan dan muntah karena obat kemoterapi dan radioterapi sistotoksik. Obat oral L-bio 1 x 1 sachet, golongan obat saluran cerna, obat untuk diare, fungsi untuk memelihara kesehatan fungsi pencernaan
51
pada anak, membantu mengembalikan fungsi normal pencernaan selama diare, sembelit, dispepsia, intoleransi laktosa. Obat oral zinc 1 x 10 mg, golongan obat untuk saluran cerna, fungsi untuk pengobatan diare pada anak di bawah 5 tahun dibrikan bersama oralit.
C. Perumusan masalah Hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data dan merumusan diagnosa yang muncul pada klien. Hasil pengkajian tanggal 06 Januari 2016 jam 08.00 WIB dapat ditegakkan diagnosa yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatkan pasien diare 10 kali dan muntah 1 kali. Data objektif pasien rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill 2 detik (normal < 2 detik), konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak cekung, denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit, suhu 36,60C, balance cairan – 206 cc. Diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, pasien hanya minum susu dan air putih. Data objekif pasien tampak lemas, pasien tampak
52
tidak nafsu makan, bising usus 42 kali kali per menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, makan bubur hanya habis 2 sendok, minum susu formula 1 botol (botol 120 cc), turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi, data yang menunjang diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam hari pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Data objektif pasien tampak lemas, mata panda, tidur malam hari 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 14-17 jam per hari).
D. Perencanaan Rencana keperawatan untuk diagnosa yang pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilagan cairan aktif adalah setelah diklakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan pada pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda dehidrasi, tekanan darah, nadi suhu tubuh dalam batas normal, mempertahankan urin
53
output sesuai dengan berat badan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat), observasi status cairan termasuk intake dan output cairan, jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Rencana keperawatan untuk diagnosa yang kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda malnutrisi, asupan makanan dan cairan adekuat, berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, observasi jumlah nutrisi yang masuk, instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI, jelaskan pada orang tua tentang makanan/ diet selama diare dan tetap memberikan ASI, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Rencana keperawatan untuk diagnosa yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi adalah setelah diklakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kebutuhan tidur pasien terpenuhi dengan kriteria hasil jumlah tidur dalam batas normal (14 -17 jam per hari),
54
pola tidur kualitas tidur dalam batas normal, perasaan segar sesudah tidur atau istirahat. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi pola tidur pasien, batasi jumlah pengunjung selama pasien istirahat, monitor/catat kebutuhan tidur pasien, jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien.
E. Implementasi Penyusunan rencana keperawatan selama 3 x 24 jam pada An. A, penulis kemudian melakukan tindakan keperawatan pada An. A yang dilakukan pada hari rabu tanggal 06 Januari 2016 pukul 08.00 WIB pada diagnosa keperawatan yang pertama, mengobservasi status cairan termasuk intake dan output cairan, respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 10 kali mutah 1 kali, minum susu 3 botol (botol 120 cc), makan bubur sering tidak habis. Respon objektif pasien tampak lemas, balance cairan -206 cc. Pada pukul 08.15 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, mengobservasi status hidrasi. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien rewel dan menangis. Respon objektif mukosa bibir kering, nadi 120 kali per menit, turgor kulit lambat. Pada pukul 08.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memantau konsistensi warna dan frekuensi BAB. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 10 kali. Respon objektif BAB cair dengan warna kuning bening, pasien tampak lemas.
55
Pada pukul 09.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memberikan injeksi ondansentron 2 x 1 mg. Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh dilakaukan injeksi. Respon objektif pasien tampak menangis saat di injeksi. Pada pukul 09.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memberikan obat zinc 1 x 10 mg. Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh diberikan obat zinc. Respon objektif pasien tampak menolak dan menangis saat diberikan obat zinc. Pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 pukul 08.00 WIB pada diagnosa keperawatan yang pertama, mengobservasi status cairan termasuk intake dan output cairan, respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 8 kali dan muntah 1 kali, makan bubur 3 kali(1 porsi tidak habis), minum susu habis 3 botol (botol 120 cc). Respon objektif pasien tampak lemas, balance cairan -106 cc. Pada pukul 08.40 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memantau konsistensi, warna dan frekuensi BAB. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 8 kali. Respon objektif pasien tampak lemas, konsistensi BAB cair dan berwarna kuning. Pada pukul 08.45WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien hanya diberi
56
susu formula. Respon objektif ibu pasien tampak mengerti tentang apa yang telah dijelaskan perawat. Pada pukul 09.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memberikan injeksi ondansentron 2 x 1 mg. Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh dilakaukan injeksi. Respon objektif pasien tampak menangis saat di injeksi. Pada pukul 09.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memberikan obat zinc 1 x 10 mg. Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh diberikan obat zinc. Respon objektif pasien tampak menolak dan menangis saat diberikan obat zinc. Pada hari jumat tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.00 WIB pada diagnosa keperawatan yang pertama, mengobservasi status cairan termasuk intake dan output cairan, respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 4 kali, makan bubur 3 kali (1 porsi sering tidak habis), minum susu formula 3 botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Respon objektif pasien tampak lemas, balance cairan 24 cc. Pada pukul 09.00 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memantau konsistensi, warna dan frekuensi BAB. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 4 kali. Respon objektif pasien tampak lemas, konsistensi BAB cair dan berwarna kuning. Pada pukul 09.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memberikan injeksi ondansentron 2 x 1 mg.
57
Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh dilakaukan injeksi. Respon objektif pasien tampak menangis saat di injeksi. Pada pukul 09.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama, memberikan obat zinc 1 x 10 mg. Respon subjektif ibu pasien mengatakan boleh diberikan obat zinc. Respon objektif pasien tampak menolak dan menangis saat diberikan obat zinc. Pada hari rabu tanggal 06 Januari 2016 pukul 10.00 WIB pada diagnosa keperawatan yang kedua, mengobservasi jumlah nutrisi yang masuk. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 2 sendok, minum susu formula habis 1 botol (botol 120 cc). Respon objektif pasien tampak tidak nafsu makan, pasien tampak lemas, bising usus 42 kali per menit (normal 5 – 30 kali per menit), perut kembung. Pada pukul 10.15 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua, menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering. Respon subjektif ibu pasien mengatakan akan mencoba memberikan makanan sedikit tapi sering. Respon objektif pasien tampak tidak nafsu makan. Pada pukul 10.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua, menjelaskan kepada keluarga tentang makanan/diet selama diare dan tetap memberikan ASI. Respon subjektif ibu pasien mengatakan mengerti tentang apa yang telah dijelaskan perawat. Respon objektif ibu pasien tampak mengangguk mengerti. Pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 pukul 10.00 WIB pada diagnosa keperawatan yang kedua, mengobservasi jumlah nutrisi yang
58
masuk. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 2 sendok, minum susu formula habis 1 botol (botol 120 cc). Respon objektif pasien tampak tidak nafsu makan, pasien tampak lemas, bising usus 38 kali per menit (normal 5 – 30 kali per menit), perut kembung. Pada pukul 10.15 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua, menganjurkan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI. Respon subjektif ibu pasien mengatakan akan memberikan ASI pada pasien. Respon objektif ibu pasien tampak mengangguk mengerti. Pada hari jumat tanggal 08 Januari 2016 pukul 10.00 WIB pada diagnosa keperawatan yang kedua, mengobservasi jumlah nutrisi yang masuk. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 3 sendok, minum susu formula habis 1,5 botol (botol 120 cc). Respon objektif pasien tampak tidak nafsu makan, pasien tampak lemas, bising usus 34 kali per menit (normal 5 – 30 kali per menit), perut kembung. Pada hari kamis tanggal 07 Januari 2016 pukul 08.15 WIB pada diagnosa keperawatan yang ketiga, mengobservasi pola tidur pasien. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam hari pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Data objektif pasien tampak lemas, mata panda. Pada pukul 08.30 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, memonitor/ mencatat kebutuhan tidur pasien. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pada malam hari pukul 02.00 WIB
59
dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Respon objektif pasien tampak lemas, kebutuhan tidur pasien pada malam hari 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 14 – 17 jam per hari). Pada pukul 11.40 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, menganjurkan keluarga untuk membatasi pengunjung. Respon subjektif ibu pasien mengatakan akan membatasi jumlah pengunjung selama pasien istirahat. Respon objektif ibu pasien tampak mengerti penjelasan dari perawat. Pada pukul 11.45 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, menjelaskan kepada keluarga pasien tentang tidur yang adekuat. Respon subjektif ibu pasien mengatakan mengerti dengan penjelasan dari perawat. Respon objektif ibu pasien tampak mengangguk mengerti. Pada pukul 12.00 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien akan tidur jika digendong dan dipuk-puk. Respon objektif pasien tampak digendong oleh ayah pasien, pasien tampak lebih tenang dan nyaman. Pada hari jumat tanggal 08 Januari 2016 pukul 08.30 WIB pada diagnosa keperawatan yang ketiga, mengobservasi pola tidur pasien. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pasien belum bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam hari pukul 22.30 WIB dan
60
bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur pukul 12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Data objektif pasien tampak lemas, mata panda. Pada pukul 08.35 WIB penulis melakukan implementasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, memonitor/ mencatat kebutuhan tidur pasien. Respon subjektif ibu pasien mengatakan pada malam hari pasien tidur pukul 22.30 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien tidur pukul 12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Respon objektif pasien tampak lemas, kebutuhan tidur pasien pada malam hari 8,5 jam dan siang hari 3 jam (normal tidur anak 14 – 17 jam per hari).
F. Evaluasi Penulis melakukan pencatatan perkembangan atau evaluasi pada tanggal 06 – 08 januari 2016 pada hari rabu tanggal 06 januari 2016 jam 13.30 untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 10 kali dan muntah 1 kali. Objektif konsistensi BAB cair dengan warna kuning bening, pasien rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill 2 detik (normal < 2 detik), mata tampak cekung, denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit, suhu 36,60C, balance cairan – 206 cc. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, pantau frekuensi konsistensi
dan warna BAB, observasi status cairan termasuk
61
intake dan output cairan, jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 13.30 WIB penulis melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 8 kali dan muntah 1 kali. Objektif konsistensi BAB cair dengan warna kuning bening, pasien rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill 2 detik (normal < 2 detik), mata tampak cekung, denyut nadi 116 kali per menit, respiratory 24 kali per menit, suhu 36,50C, balance cairan – 106 cc. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status cairan termasuk intake dan output cairan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 jam 13.30 WIB penulis melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 4 kali. Objektif konsistensi BAB cair dengan warna kuning bening, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill < 2 detik (normal < 2 detik), mata tampak cekung, denyut nadi 116 kali per
62
menit, respiratory 24 kali per menit, suhu 36,50C, balance cairan 24 cc. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, pantau frekuensi konsistensi
dan warna BAB, observasi status cairan termasuk
intake dan output cairan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Pada hari rabu tanggal 06 januari 2016 jam 13.40 WIB penulis melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, pasien hanya minum susu dan air putih. Objekif pasien tampak lemas, pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 42 kali kali per menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III, IV hipertimpani, makan bubur hanya habis 2 sendok, minum susu formula 1 botol (botol 120 cc), turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi jumlah nutrisi yang masuk, instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI, jelaskan pada orang tua tentang makanan/ diet selama diare dan tetap memberikan ASI, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak.
63
Pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 13.40 WIB penulis melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 2 sendok, minum susu formula habis 1 botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Objekif pasien tampak lemas, pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 38 kali kali per menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi jumlah nutrisi yang masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 jam 13.40 WIB penulis melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 3 sendok, minum susu formula habis 1,5 botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Objekif pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 34 kali kali per menit (normal bising usus 5 –
64
30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi jumlah nutrisi yang masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 13.50 WIB penulis melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam hari pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Objektif pasien tampak lemas, mata panda, tidur malam hari 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 14-17 jam per hari). Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi pola tidur pasien, batasi jumlah pengunjung selama pasien istirahat, monitor/catat kebutuhan tidur pasien, jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien. Pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 jam 13.50 WIB penulis melakaukan pencatatan perkembangan atau evaluasi untuk diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi yaitu subjektif
65
ibu pasien mengatakan pada malam hari pasien tidur pukul 22.30 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien tidur pukul 12.00 WIB dan bangun
pukul 15.00 WIB. Objektif
pasien tampak lemas, mata panda,
kebutuhan tidur pasien pada malam hari 8,5 jam dan siang hari 3 jam (normal tidur anak 14 – 17 jam per hari). Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi pola tidur pasien, monitor/catat kebutuhan tidur pasien, kolaborasi dengan keluarga temtang teknik tidur pasien.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan An. A dengan diare akut yang dilakukan penulis di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar pada tanggal 06 – 08 Januari 2016. Selain itu penulis akan membahas mengenai kesesuaian dan kesenjangan yang terjadi antara teori dan kenyataan pada pasien diare yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan keperawatan/ implementasi dan evaluasi keperawatan. Lebih fokus untuk pembahasan tentang pemberian zinc terhadap status dehidrasi pada asuhan keperawatan An. A dengan diare akut. A. Pengkajian Hasil pengkajian yang didapatkan penulis yaitu keluhan utama yang dirasakan pasien adalah ibu pasien mengatakan pasien buang air besar 10 kali dengan konsistensi cair. Menurut Cristanto ( 2014) keluhan utama pada diare yaitu mengalami perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 mL/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari. Pola defekasi neonatus dan bayi, hingga usia 4-6 bulan, yang defekasi >3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih
dianggap
normal
selama
tumbuh
kembangnya
baik.
Dapat
disimpulakan dari keluhan utama yang dialami An. A dengan diare akut
66
67
tidak terdapat kesenjangan antara fakta/ kenyataan dan teori berupa frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan, pada hari selasa pasien mengalami diare lebih dari 10 kali, muntah dan rewel, kemudian oleh keluarga pada jam 21.30 WIB dibawa ke IGD RSUD Karanganyar. Riwayat penyakit sekarang menurut Suharyono (1999) dalam Susilaningrum dk (2013) mula mula bayi atau anak yang mengalami diare akan menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang, tinja makin cair makin disertai lendir atau lendir dan darah, anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi, muntah, dehidrasi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan, yaitu pasien tidak mengalami peningkatan suhu badan/ demam saat berada di rumah sakit karena demam dialami pasien ketika berada di rumah dan sudah diberi obat penurun panas oleh bidan terdekat sehingga saat dibawa ke IGD RSUD Karanganyar pasien sudah tidak mengalami peningkatan suhu/ demam dan hanya ditandai dengan diare, muntah dan rewel. Riwayat alergi, ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat maupun makanan, menurut Nursalam (2013) kemungkinan penyebab diare penyebab diare adalah alergi terhadap makanan dan obat obatan. Dapat disimpulkan bahawa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan besar kemungkinan penyebab diare dapat terjadi karena alergi makanan, tetapi sudah dijelaskan dalam perjalanan penyakit bahwa An. A mengalami diare setelah memakan geplak yang sudah lama tidak dimakan
68
kemugkinan diare yang dialami An.A diakibatkan karena infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli, salmonella, shigella, V. Cholera, dan clostridium) (Muttaqin, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan berat bayi waktu lahir 2800 gram dan panjang badan saat lahir 51 cm, saat ini berat badan An. A 9 kg. Ibu pasien mengatakan An. A sudah bisa berjalan sendiri, duduk dan berdiri tanpa bantuan, bisa memegang cangkir dan sudah bisa mengatakan kata- kata sederhana seperti mau dan tidak saat ditanya. Ibu pasien mengatakan pasien sudah tumbuh gigi tapi belum lengkap. Menurut teori pertumbuhan dan perkembangan normal berat bayi lahir 2500- 4000 gram, anak/ bayi umur 18 bulan sudah bisa berjalan, berbicara tanpa arti dan memegang benda (Kartika dkk, 2006). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian bahawa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan. Model pengkajian keperawatan dengan 11 pola kesehatan fungsional dari Gordon berguna untuk mengatur riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan mengelompokkan diagnosa keperawatan (Allen, 2005). Pengkajian sebelas pola gordon yang didapat dari wawancara dan observasi An. A dan ibu An. A diantaranya, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, ibu pasien mengatakan bahwa sehat merupakan keadaan tidak sakit dan dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. Jika An. A sakit, keluarga segera berobat ke pelayanan kesehatan terdekat, yaitu bidan desa. Menurut teori, pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan menggambarkan tentang persepsi,
69
pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktik kesehatan (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara fakta dan teori. Status nutrisi dan metabolik sebelim sakit, dari data antropometri didapatkan hasil berat badan 9,2 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 18,3, makan 3 kali sehari satu porsi sering tidak habis (bubur, nasi, sayur) dan minum 4-5 botol sehari (susu formula, air putih, teh). Selama sakit ibu pasien mengatakan pasien sulit makan dan nafsu makan menurun, dari data antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Pada orang yang mengalami diare muncul gejala anoreksia, penurunan berat badan (Suriadi, 2010). Kadar hemoglobin yang menurun adalah indikator dari ketidakadekuatan nutrisi terhadap kebutuhan tubuh dalam fungsi fisiologis (Suryano
dkk,
2006).
Indeks
massa
tubuh
(IMT)
didapat
dari
BB(Kg)/TB²(m), kategori kekurangan berat badan tingkat berat (<17), kekurangan berat badan tingkat sedang (17.0-18.5), normal (18.5-25.0), kelebihan berat badan tingkat ringan (>25.0-27.0), kelebihan berat badan tingkat berat (>27.0) (Asmadi, 2008). Dari hasil pengkajian nutrisi didapatkan nilai IMT 17,64 yang menurut teori adalah kekurangan berat badan tingkat
70
sedang. Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta. Pola eliminasi sebelum sakit frekuensi BAK 6 -7 kali sehari dengan jumlah ± 1000 cc, warnanya kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan. Frekuensi BAB 1 kali sehari konsistensi lembek dengan warna kuning kecoklatan dan tidak ada keluhan. Selama sakit frekuensi BAK 5 -6 kali sehari dengan jumlah ± 800 cc, warnanya kuning, berbau khas dan tidak ada keluhan. Frekuensi BAB 10 kali sehari konsistensi cair dengan warna kuning dan tidak ada keluhan. Pengkajian cairan menurut Nursalam (2013) didapatkan buang air besar sehari lebih dari 3 kali per hari dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan), buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang), buang air besar lebih dari 10 kali per hari (dehidrasi berat). Setelah dikaji perawat pasien termasuk diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare akut. Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit meliputi makan/minum, mandi toileting, berpakaian dibantu oleh orang lain dan mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit makan/minum, mandi toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulasi dibantu orang lain. Aktivitas fisik (mekanik tubuh) merupakan irama sirkadian manusia. Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan rekreasi,
71
makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Kemampuan klien dalam menata diri apabila menata diri apabila tingkat kemampuan 0 : mandiri, 1 : dengan alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang dan alat, 4 : tergantung dalam melakukan ADL. Dalam teori disebutkan pola aktivitas dan latihan tingkat kemampuan nilai 2 adalah dibantu orang lain (Winugroho, 2008), sehingga ditarik kesimpulan antara teori dengan pengkajian tidak ada kesenjangan. Pola istirahat tidur sebelum sakit ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak, pasien bisa tidur malam pukul 21.00 WIB dan bangun pukul 05.00 WIB. Pasien juga biasa tidur siang hari pukul 12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Selama sakit ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Pasien tampak lemas, mata panda, tidur malam hari hanya 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 12-14 jam per hari). pola tidur anak, yaitu anak/ bayi usia 0-1 tahun membutuhkan tidur 12 jam sampai 14 jam per hari (Lumbantobing, 2004). Orang dalam keadaan sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian keadaan sakit dapat menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur (Tarwoto dan Wartonah, 2004). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian terhadap An. A
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan fakta yang mengalami
gangguan pola tidur.
72
Pola kognitif perseptual sebelum sakit dan selama sakit ibu pasien mengatakan pasien tidak mempunyai gangguan terhadap indra penciuman, perabaan, penglihatan maupun pendegaran. Pola kognitif perseptual pasien, menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perabaan, pembau, dan kompensasinya terhadap tubuh (Muttaqin, 2008). Dari hasil pengkajian terhadap An. A tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan. Pola persepsi dan gambaran diri, ibu pasien mengatakan pasien adalah anak pertama berumur 1,5 tahun, pasien disayangi dan diperhatikan oleh ayah dan ibu pasien, pasien adalah anak kandung sendiri dan berjenis kelamin perempuan, ibu pasien menginginkan anaknya cepat sembuh, pasien merupakan anak kandung yang pertama. Menurut Tiurlan (2011), konsep diri anak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal maupun internal. Usia anak, temperamen, dukungan keluarga, status kesehatan dan kecerdasan sangat mempengaruhi pembentukan konsep diri anak dengan diare. Anak dengan kemampuan percaya diri yang tinggi dapat menerima perubahan akibat sakitnya, sehingga dapat tetap menjalani aktivitas sehari-hari dengan tidak dibawah tekanan rasa malu atau depresi. Dari teori tersebut An. A termasuk dalam kemapuan percaya diri yang tinggi, sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan. Pola hubungan peran sebelum sakit ibu pasien mengatakan hubungan dengan tetangga sekitar dan saudara-saudaranya cukup baik. Selama sakit ibu pasien mengatakan hubungan dengan tetangga sekitar dan sudara-saudaranya
73
terjalin dengan baik, dibuktikan dengan saat pasien sakit banyak tetangga dan saudaranya yang datang menjenguk ke rumah sakit. Pola hubungan peran pasien menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien (Nurlaila, 2009). Dapat disimpulkan dari hasil pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yang dialami oleh An. A dengan diare akut. Pola seksual reproduksi, ibu pasien mengatakan pasien adalah seorang anak perempuan berumur 1,6 tahun dan tidak mempunyai kelainan seksual, tidak ada masalah di genetalia. Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas pemeriksaan genetalia (Winugroho, 2008). Dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan dengan teori dalam pola seksualitas. Pola mekanisme koping, ibu pasien mengatakan apabila ada masalah kesehatan atau masalah yang lain selalu bercerita kepada suami terlebih dahulu. Mekanisme koping pada setiap anak memiliki kemampuan adaptasi terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, namun dalam kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuannya. Mekanisme koping adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk mengatur emosi, kognitif, perilaku, fisiologis, dan lingkungan yang dapat menimbulkan stres (Tiurlan, 2011). Anak mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan dari prosedur klinik dan hospitalisai, namun anak menyadari bahwa menjalankan protokol terapi merupakan pilihan yang terbaik untuk mencapai kesembuhan dari penyakitnya (Tiurlan, 2011). Dari teori tersebut mekanisme koping yang
74
ada di An. A mengalami kontrol seperti yang ada pada teori, sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan pengkajian pola mekanisme koping An. A. Keadaan umum pasien adalah sadar penuh/composmentis. Setelah dilakukan tindakan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil normal dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 36,60 C, denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit. Pada pemeriksaan head to toe didapatkan hasil bentuk kepala meshosepal, simetris kontrol kepala baik, kondisi rambut bersih tidak berketombe dan rambut berwarna hitam. Pada pemeriksaan mata didapatakan hasil mata simetris, warna sklera putih, warna kornea hitam, konjungtiva anemis, mata tampak cekung, kantung mata tampak coklat kehitaman (mata panda). Telinga pasien simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen berlebih, pendengaran normal (merespon jika dipanggil). Hidung pasien bersih tidak ada polip, mukosa bibir kering, warna bibir merah muda, dan gerakan lidah normal, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Pada penderita diare pada dasarnya mengalami membran mukosa kering dan konjungtiva anemis, hal tersebut dikarenakan terjadinya dehidrasi pada pasien (Nursalam 2013). Dapat disimpulkan dari data pengkajian pemeriksaan fisik bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadipada anak dengan diare akut. Pada pemeriksaan dada, paru-paru inspeksi ekspansi dada kanan dan kiri sama dan bentuk dada simetris, palpasi vokal fermitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi tidak terdengar bunyi tambahan/vesikuler.
75
Pada pemerikssan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di SIC V, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung I dan II reguler. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas atau luka, bentuk datar, terlihat umbilikus, auskultasi bising usus 42 kali per menit, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi kuadaran I pekak, kuadran II,III, dan IV terdengar hipertimpani. Bising usus normalnya terdengar 5-30 kali per menit, jika kurang dari 5 kali per menit kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi peritonitis atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal kemungkinan pasien sedang mengalami diare (Debora, 2013). Jika perkusi terdengar timpani, berarti perkusi dilakukan di atas organ yang berisi udara, jika terdengar pekak berarti perkusi mengenai organ padat. Perhatikan perubahan bunyi ini, bunyi normal perkusi abdomen adalah timpani, jika ada kelebihan udara terdengar lebih nyaring atau disebut hipertimpani (Debora, 2013). Penilaian fungsi usus dapat memberikan informasi penting yang dapat membantu diagnosis dan membantu pemantauan kondisi klinis klien. Hal-hal yang perlu diperhatikan aktivitas normal usus klien: frekuensi pergerakan usus dan perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan mengenai kebiasaan buang air besar, konsistensi feses: keras, banyak, atau menyerupai bola-bola kecil (pellet) yang menunjukkan konstipasi (Winney, 1998 dalam Philip Jevon dkk, 2008). Dapat disimpulakan dari data pengkajian bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan.
76
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2016. Hemoglobin 10,5 gr/dl (normal 12,00-16,00), hematokrit 30,9 vol% (normal 32,00-44,00), leukosit 10,41 103/uL (normal 5-10), trombosit 283 mm3(normal 150-300), eritrosit 4,24 10^6/µL (4,50-5,50), MPV 8,2 fL (normal 9,0- 17,0), MCV 80,0 fL (normal 82,0-92,0), MCH 27,1 pg (normal 27,0-31,0), MCHC 33,9 g/dl (normal 32,0-37,0), gran 59,5 % (normal 50,0-70,0), limfosit 35,0 % (normal 25,0-40,0), monosit 3,7 % (3,0-9,0), eritrosit 1,3 % (normal 0,5-5,0), basofil 0,5 (normal 0,0-1,0). Sebagai data yang menunjang keseimbangan cairan dan elektrolit, diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini meliputi kadar elektrolit serum hitung darah lengkap, kadar BUN, kadar kreatinin darah, berat jenis urine, dan kadar arteri. Elektrolit serum yang serimg diukur adalah ion natrium, kalium, klorida dan bikarbonat. Pada pemeriksaan darah lengkap yang paling pemtimg terkait dengan status hidrasi adalah hematokrit (Perry & Potter, 2013). Dapat disimpulkan dari data pemeriksaan laboratorium bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadipada anak dengan diare akut.
B. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan teori, diagnosa yang sering muncul pada penyakit diare akut adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake cairan inadekuat, hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal karena
77
diare, resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stress (Wilkinson, 2007). Dari diagnosa yang sering muncul menurut Wilkinson (2007), penulis hanya mengangkat dua diagnosa, yang pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan dehidrasi, dan yang kedua perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan intake cairan inadekuat. Diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan dehidrasi tidak diangkat oleh penulis karena tidak terdapat batasan karakteristik hipertermi yang dialami pasien meliputi peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat, kulit kemerahan, kejang, takikardi, takipnea. Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rectal diare tidak diangkat oleh penulis karena tidak ditemukan tanda-tanda atau batasan karakteristik kerusakan integritas kulit yang dialami pasien meliputi, luka atau ruam pada kulit pasien meliputi kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, dan invasi struktur tubuh. Diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen tidak diangkat oleh penulis karena tidak ditemukan tanda-tanda atau batasan karakteristik resiko infeksi yang dialami pasien meliputi pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajaan patogen, ketidakadekuatan pertahanan sekunder, vaksinasi tidak adekuat, pemajan terhadap patogen lingkungan meningkat. Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan hospitalisasi dan stres tidak diangkat oleh
78
penulis karena tidak ditemukan tanda-tanda atau batasan karakteristik ansietas yang dialami pasien meliputi gelisah, wajah tegang, gugup, bingung, khawatir, gerakan yang irelevan, kontak mata yang buruk. Diagnosa keperawatan utama yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien diare 10 kali dan muntah 1 kali. Data objektif pasien rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary reftill 2 detik (normal < 2 detik), konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak cekung, denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit, suhu 36,60C, balance cairan – 206 cc. Dari hasil pengkajian tersebut sesuai dengan teori dan batasan karakteristik kekurangan volume cairan yaitu membran mukosa kering, peningkatan frekuensi nadi, haus, kelemahan, peningkatan konsentrasi urin (Nurarif, 2013). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik terdapat kesamaan, maka dari itu dapat disimpulakan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang terjadi pada An. A yang mengalami diare akut. Kekurangan volume cairan adalah hilangnya cairan dalam tubuh atau juga masukan cairan yang kurang (Hidayat, 2006). Kekurangan volume cairan disebabkan kehilangan cairan mencapai 5% - 10% dari berat tubuh atau sekitar 2- 4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152- 158 mEq/I, salah satu gejalanya adalah mata cekung (Mubarak, 2008).
79
Penulis juga merumuskan diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, data yang menunjang pada diagnosa keperawatan tersebut adalah data subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, pasien hanya minum susu dan air putih. Data objekif pasien tampak lemas, pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 42 kali kali per menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, makan bubuk hanaya hanya habis 2 sendok, minum susu formula 1 botol (botol 120 cc), turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Masukan yang tidak adekuat dengan batasan karakteristik kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makanan, berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, bising usus hiperaktif, kurang makan , kurang minat pada makanan (Nurarif, 2013). Diagnosa ketiga yang diambil penulis tidak sesuai dengan teori Wilkinson (2007) yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi karena dalam pengkajian pada An. A terdapat batasan- batasan karakteristik dari diagnosa gangguan pola tidur. Data yang menunjang diagnosa keperawatan tersebut adalah ibu pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sering terbangun pada malam hari. Pasien tidur malam
80
hari pukul 02.00 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien hanya tidur kurang lebih 2 jam. Data objektif pasien tampak lemas, mata panda, tidur malam hari 5 jam dan siang hari 2 jam (normal tidur anak 14-17 jam per hari). Dari hasil pengkajian dan batasan karakteristik daslam teori tidak ada kesenjangan yaitu anak/ bayi usia 0-1 tahun membutuhkan tidur 14 jam sampai 17 jam per hari (Lumbantobing, 2004). Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal. Batasan karakteristik gangguan pola tidur yaitu perubahan pola tidur normal, keluhan verbal merasa kurang istirahat, kurang puas tidur, penurunan kemampuan fungsi, melaporkan sering terjaga, melaporkan tidak megalami kesulitan jatuh tidur (Herdman, 2009). Kualitas tidur anak dapat dipengaruhi oleh faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor fisik yang mempengaruhi kualitas tidur anak dapat berupa kekurangan gizi (bayi/anak menjadi rewel dan tidak bisa tidur nyenyak), gangguan dari bermacam penyakit seperti gangguan organ pencernaan atau adanya luka dan gangguan jasmani lainnya. Sedangkan faktor psikologis yang dapat
berupa
ketegangan
batin,
hatinya
sangat
teangsang
(terlalu
bersemangat), anak mengalami kegelisahan, keresahan, cemas, takut karena adanya tekanan atau perubahan pada lingkungan anak (Suherman, 2000). Dari data pengkajian yang sudah didapatkan penulis, tidak semua diagnosa yang ada di teori muncul pada An. A, dikarenakan tidak muncul dalam batasan karakteristik, dan ada juga diagnosa yang keluar dari teori dikarenakan ada masalah lain yang menyebabkan diagnosa tersebut muncul.
81
Dalam memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An. A penulis menggunkan prioritas kebutuhan dasar Maslow, diagnosa yang utama adalah kekurangan volume cairan, yang kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan, dan yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
C. Intervensi Pada prioritas diagnosa pertama yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif perawat melakukan rencana kaperawatan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan pada pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda dehidrasi, tekanan darah, nadi suhu tubuh dalam batas normal, mempertahankan urin output sesuai dengan berat badan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi tanda-tanda vital, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat), observasi status cairan termasuk intake dan output cairan, jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV (Susilaningrum dkk, 2013). Tujuan dari diberikan terapi cairan adalah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam basa,
82
memperbaiki volume komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry & Potter, 2006). Kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare (Kemenkes RI, 2011). Diagnosa yang kedua yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda malnutrisi, asupan makanan dan cairan adekuat, berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah anjurkan pasien makan sedikit tapi sering, observasi jumlah nutrisi yang masuk, instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI, jelaskan pada orang tua tentang makanan/ diet selama diare dan tetap memberikan ASI, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak (Wilkinson, 2007). Tujuan dari manajeman nutrisi adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan status nutrisi pasien tetapi juga mencegah permasalahan lain
83
seperti diare akibat inteloransi terhadap jenis makanan tertentu. Tujuan selanjutnya adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan daya tahan tubuh dalam menghadapi penyakit khususnya infeksi, dan membantu kesembuhan pasien dari penyakit / cideranya dengan memperbaiki jaringan yang aus atau rusak serta memulihkan keadaan homeostasis yaitu keadaan seimbang dalam lingkungan internal tubuh yang normal atau sehat (Hartono, 2000). Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi maka perawat melakukan rencana keperawatan, setelah diklakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kebutuhan tidur pasien terpenuhi dengan kriteria hasil jumlah tidur dalam batas normal (14 -17 jam per hari), pola tidur kualitas tidur dalam batas normal, perasaan segar sesudah tidur atau istirahat. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah observasi pola tidur pasien, batasi jumlah pengunjung selama pasien istirahat, monitor/catat kebutuhan tidur pasien, jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi dengan keluarga tentang teknik tidur pasien (Wilkinson, 2007). Tujuan dari manajeman tidur adalah untuk memenuhi kebutuhan tidur pasien yang mengalami hospitalisasi menjadikan seorang perawat menepati peran strategis dalam pemenuhan kebutuhan tidur pasien rawat inap (Hoey, Fulbrook, & Douglas, 2014).
84
D. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi diagnosa pertama yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dilakukan selama tiga hari. Penulis sudah melakukan tindakan
keperawatan
sesuai
dengan
intervensi
keperawatan
yaitu
mengobservasi tanda-tanda vital, memantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, mengobservasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat), mengobservasi status cairan termasuk intake dan output cairan (balance cairan), menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya untuk diberikan larutan rehidrasi (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV (Wilkinson, 2007). Penulis tidak melakukan tindakan intervensi keperawatan untuk meninimbang popok/ pembalut, memonitor status nutrisi, mengatur kemungkinan transfusi dan mempersiapkan transfusi karena tidak ada gejala lain yang muncul. Penulis melakukan
tindakan tambahan yaitu kolaborasi dalam
pemberian obat zinc (Kemenkes RI, 2011). Didalam implementasi penulis melakukan tindakan kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Pemerian obat zinc diberikan menurut advice dari dokter yaitu 1 x 10 mg. Cara pemberian obat zinc yaitu dengan melarutkan tablet obat zinc dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah larut kira-kira 30 detik, lalu segera berikan ke anak, bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1
85
dosis penuh. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti (Kemenkes RI, 2011). Zinc mempengaruhi berbagai aspek dari sistem kekebalan tubuh. zinc sangat penting untuk perkembangan dan fungsi kekebalan sel-mediasi bawaan, neutrofil, dan natural killer. Makrofag dan produksi sitokin semua dipengaruhi oleh defisiensi zinc. Pertumbuhan dan fungsi T dan sel B juga terkena dampak negatif akibat kekurangan zinc. Defisiensi zinc mempengaruhi timulin di timus sebagai kofaktor dan berada di dalam plasma.Sel T dihasilkan dalam timus, dimana fungsi sel T digunakan untuk memanggil leukosit ke tempat terjadinya infeksi, sebagai contoh kemotaksis sel-sel polimorfonuklear dan mendorong adesi sel-sel meilomonositik. Dengan aktivasi sel T helper 2 akan memicu sitokin untuk melakukan proliferasi sel B untuk menjadi TNF- α dan antibodi, antibodi yang diproduksi berupa imunoglobulin, seperti IgA yang terdapat pada interstitium, saliva, lapisan mukosa dan saluran pencernaan untuk mencegah infeksi oleh antigen (Prasad, 2009). Zinc menstabilkan struktur membran dan memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta aktivitas antioksidan. Zinc melindungi membran dari efek agen infeksius dan dari peroksidasi lemak dengan meningkatkan pembentukan immunoglobulin A sekretori (Wapnir, 2000). Tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
86
dengan penurunan intake makanan dilakukan selama tiga hari. Penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering, mengobservasi jumlah nutrisi yang masuk, menginstruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI, menjelaskan pada orang tua tentang makanan/ diet selama diare dan tetap memberikan ASI, melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak (Wilkinson, 2007). Penulis tidak melakukan tindakan
intervensi
keperawatan
untukmenganjurkan
pesien
untuk
meningkatkan protein dan vitamin C, memberikan substansi gula, memonitor adanya alergi makanan, memonitor kalori dan intake nutrisi karena tidak ada gejala lain yang muncul. Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya energi dan protein. Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama kurang lebih 100-200 Kkal/kg berat badan. Energi dlam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi karbohudrat, lemak dan juga protein (Hasdianah H.K dkk, 2014). Kebutuhan gizi pada masa balita membutuhkan lebih banyak nutrisi karena masa balita (usia 1- 5 tahun) adalah periode keemasan. Periode kehidupan yang sangat penting bagi perkembangan fisik dan mental, pada masa ini pula balita mulai banyak melakukan dan menemukan hal-hal baru. Dalam hal ini nutrisi yang baikmemegang peran penting. Jika seseorang balita sering diberi asupan makanan yang mengandung zat-zat yang tidak baik, seperti jenis makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna buatan, pemanis buatan, penyedap makanan dan sejenisnya, hal itu akan
87
terlihat efeknya bagi kesehatan tubuh. Maka, pemberian makanan dengan pemenuhan gizi yang seimbang adalah cara yang tepat untuk menjaga kesehatan serta tumbuh kembang balita. Jadi, perhatikan dengan baik pola makanan untuk balita (Hasdianah H.K dkk, 2014). Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi dilakukan selama tiga hari. Penulis sudah melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu mengobservasi pola tidur pasien, membatasi jumlah pengunjung selama pasien istirahat, memonitor/catat kebutuhan tidur pasien, menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya tidur yang adekuat, melakukan kolaborasi dengan keluarga temtang teknik tidur pasien (Wilkinson, 2007). Penulis tidak melakukan tindakan intervensi keperawatan untuk memonitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur, fasilitasi untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur (membaca) dan kolaborasi pemberian obat tidur karena tidak ada gejala lain yang muncul.
E. Evaluasi Penulis mengevaluasi apakah respon klien mencerminkan suatu keajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi penulis sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu sesuai SOAP (subjektif, objektif, assement, dan planning). Evaluasi dilakukan setiap hari selama tiga hari yaitu dari tanggal 06 – 08 januari 2016.
88
Evaluasi pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 diagnosa keperawatan yang pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu subjektif
ibu pasien mengatakan pasien diare 4 kali.
Objektif konsistensi BAB cair dengan warna kuning bening, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capilary refill < 2 detik (normal < 2 detik), mata tampak cekung, denyut nadi 116 kali per menit, respiratory 24 kali per menit, suhu 36,50C, balance cairan 24 cc. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status cairan termasuk intake dan output cairan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV (Susilaningrum dkk, 2013), kolaborasi dalam pemberian obat zinc (Kemenkes RI, 2011). Hasil yang diharapkan atau kriteria hasil menurut Wilkinson (2007) adalah mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal, tekanan darah, nadi suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebih. Dari hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan belum memenuhi kriteria menurut Wilkinson (2007), hali ini menyatakan kekurangan volume cairan belum teratasi. Evaluasi pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 diagnosa keperawatan yang kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan yaitu subjektif ibu pasien mengatakan pasien susah makan, makan bubur hanya 3 sendok, minum susu
89
formula habis 1,5 botol (botol 120 cc) dan minum air putih. Objekif pasien tampak tidak nafsu makan, bising usus 34 kali kali per menit (normal bising usus 5 – 30 kali per menit), pada pemeriksaan perkusi abdomen kuadran II, III. IV hipertimpani, turgor kulit lambat. Pengkajian nutrisi, antropometri didapatkan hasil berat badan 9 kg tinggi badan 72 cm dan IMT 17,64, biocemical didapatkan hasil Hb 10,5 g/dl, hematokrit 30,9 vol%. Pemeriksaan clinical didapatkan hasil pasien tampak lemas turgor kulit lambat, pasien tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi jumlah nutrisi yang masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Hasil yang diharapkan atau kriteria hasil menurut Wliknson adalah adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada tanda-tanda malnutrisi, menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan, tidak terjadi penurunan berat badan. Dari hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan belum memenuhi kriteria menurut Wilkinson (2007), hali ini menyatakan ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi. Evaluasi pada hari jumat tanggal 08 januari 2016 diagnosa keperawatan yang ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi yaitu subjektif ibu pasien megatakan pada malam hari pasien tidur pukul 22.30 WIB dan bangun pukul 06.00 WIB. Pada siang hari pasien tidur pukul 12.00 WIB dan bangun pukul 15.00 WIB. Objektif pasien tampak lemas,
90
mata panda, kebutuhan tidur pasien pada malam hari 8,5 jam dan siang hari 3 jam (normal tidur anak 14 – 17 jam per hari). Analisis masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi pola tidur pasien, monitor/catat kebutuhan tidur pasien, kolaborasi dengan keluarga temtang teknik tidur pasien. Hasil yang diharapkan atau kriteria hasil menurut Wilkinson adalah jumlah jam tidur dalm batas normal (normal tidur anak 14 – 17 jam per hari), pola tidur kualitas tidur dalam batas norrmal, perasaan segar sesudah tidur atau istirahat. Dari hasil pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan yaitu hasil yang diharapkan belum memenuhi kriteria menurut Wilkinson (2007), hali ini menyatakan gangguan pola tidur belum teratasi.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan tentang ‘Pemberian Zinc Terhadap Status Dehidrasi Pada Asuhan Keperawatan An. A Dengan Diare Akut di Bangsal Melati RSUD Karanganyar’ maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pada pengkajian An.A dengan diarte akut didapatkan data subyektif dan obyektif, terdapat keluhan utama diare pasien mengatkan pasien diare 10 kali dan muntah 1 kali. Data objektif pasien rewel dan menangis, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, turgor kulit lambat, terpasang infus 16 tpm (makro), capillary refill 2 detik (normal < 2 detik), konsistensi BAB cair dan berwarna kuning bening, mata tampak cekung, denyut nadi 120 kali per menit, respiratory 28 kali per menit, suhu 36,60C, balance cairan – 206 cc. 2. Prioritas diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan kebutuhan dasar Maslow pada pasien adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. Diagnosa keperawatan yang ke dua yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan. tampak tidak nafsu makan, mukosa bibir kering, diit bubur. Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
91
92
3. Intervensi keperawatan diagnosa yang pertama kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu observasi tanda-tanda vital, pantau frekuensi konsistensi
dan warna BAB, observasi status
cairan termasuk intake dan output cairan, kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Diagnosa yang kedua ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan intervensi yang dilakukan yaitu observasi jumlah nutrisi yang masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Diagnosa yang gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi intervensi yang dilakukan yaitu observasi pola tidur pasien, monitor/catat kebutuhan tidur pasien. 4. Impementasi yang diberikan penulis sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat penulis. Pemberian obat zinc merupakan tindakan utama dalam mengatasi atau meninimalisir ststus dehidrasi pada An. A yang mengalami diare akut. 5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, evaluasi masalah keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif belum teratasi, dengan intervensi pantau frekuensi konsistensi dan warna BAB, observasi status cairan termasuk intake dan output cairan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV, kolaborasi dalam pemberian obat zinc. Masalah keperawatan yang kedua yaitu ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan belum teratasi, dengan intervensi,
93
observasi jumlah nutrisi yang masuk, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet pada anak. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan dampak hospitalisasi belum teratasi, dengan intervensi, observasi pola tidur pasien, monitor/catat kebutuhan tidur pasien, kolaborasi dengan keluarga temtang teknik tidur pasien. 6. Analisa Pemberian zinc pada anak dengan diare akut yang diberikan selama 5 hari di rumah sakit mampu untuk menurunkan status dehidrasi pada An. A. Pemerian obat zinc diberikan menurut advice dari dokter yaitu 1 x 10 mg. Cara pemberian obat zinc yaitu dengan melarutkan tablet obat zinc dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah larut kirakira 30 detik, lalu segera berikan ke anak, bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1 dosis penuh. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diare akut, penulis memberikan usilan atau masukan positif dalam bidang kesehatan antara lain :
94
1. Rumah sakit Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun pasien,
sehingga
dapat
meningkatkan
mutu
pelayanan
asuhan
keperawatan yang optimal umumnya yaitu tindakan kolaborasi pemberian zinc dalam mengatasi tingkat dehidrasi pada pasien diare akut. 2. Bagi institusi pendidikan Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang berkualitas dan profesional, sehingga dapat tercipta perawat yang perofesional, inovatif, terampil, bermutu, dan bertanggungjawab yang mampu memberikan asuhan keperawatansecara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan. 3. Bagi pasien Diaharapkan dengan tindakan pemberian zinc pada anak dengan diare dapat membantu mempercepat penyembuhan dan mencegah kekambuhan dari prnyakit tersebut. 4. Bagi penulis Setelah melakukan tindakan keperawtan pada pasien dengan diare akut diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan tentang cara penanganan diare akut pada anak.
95
DAFTAR PUSTAKA
Cristanto dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Debora, O. 2013. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan RI., 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lima Langkah Tuntaskan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;pp.288-390. Hidayat, Alimun Aziz. 2006. Pengantar Olmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Huang,
L.H et all. 2009. Dehydration. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/906999-overview. 17 Desember 2015 (15:45).
Jevon, P & Ewens B. 2008. Pemantauan Pasien Kritis. Jakarta: Erlangga. Latief, A, dkk. 2005. Bagian ilmu kesehatan anak. Jakarta: FKUI Mubarak, Iqbal Wahit. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC. Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan Medikal Bedah.Jakata : Salemba Medika. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika Nurarif dan Kusuma. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta : Med Action. Nursalam, M.N, dkk. 2013. Asuhan keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat dan Bidan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Potter P.A & Perry A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. EGC. Jakarta Ricci & Kyle. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Riskesdas., 2007. Data Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
96
Segeren, C., Djuffrie, M., Soenarto, S.S.Y. 2005. Faktor Resiko Kejadian Hipernatremia pada Anak Balita dengan Diare Cair Akut. Jakarta: Berkala Ilmu Kedokteran. Soebagyo, Bambang., 2008. Diare Akut Pada Anak.Surakarta: uns press pp.2-33 Suriadi dan Yuliani. 2010.Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV Sugeng Seto Susilaningrum dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Setiawan. 2006. Pedoman Diet Untuk Anak. Jakarta : Salemba Medika Gunawan. 2009. Asukan Keperawatan Anak Dengan Gastrointestinal. http:/ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_diare.html Ulfah, dkk. 2010. Junal Zinc Efektif Mengatasi Diare Akut Pada Balita. 15 (2) :137-142 Winugroho. 2008. Model Konsep Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Wilkinson, M Judith. 2007. Buku Saku Diaganosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC Wong, Dona L .2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta : EGC.