perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH PERCA BATIK (Studi Mengenai Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah Perca Batik Bernilai Ekonomi di Kelurahan Laweyan, Surakarta)
SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Disusun oleh INDAH WERDININGRUM D0306042
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK INDAH WERDININGRUM, D0306042, Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah Perca Batik (Studi Mengenai Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah Perca Batik Bernilai Ekonomi Di Kelurahan Laweyan, Surakarta), Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011. Kata kunci: Pemberdayaan ekonomi perempuan, pengelolaan limbah perca batik, ekonomi kreatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik, sejauh mana pemberdayaan tersebut telah dilakukan, kendala apa saja yang dihadapi oleh perempuan dalam mengelola usaha kain perca batik menjadi barang yang bernilai ekonomi. Dan pada akhirnya akan dapat diketahui perubahan yang terjadi dengan diadakannya pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik. Sejalan dengan penelitian tersebut, maka bentuk penelitian yang digunakan berupa penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan data dan kata-kata atau uraian dan penjelasan tentang suatu permasalahan. Dimana penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Laweyan yang merupakan sentra industri batik, sehingga memudahkan pencarian data, informasi dan referensi yang dibutuhkan. Teknik validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Maksudnya, teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah purposive sampling. Dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi tak berperan dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah model analisa interaktif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemberdayaan yang dilakukan oleh berbagai pihak melalui kegiatan-kegiatan pelatihan pengkapasitasan diri, pengembangan ketrampilan maupun pemberian bantuan modal pada akhirnya memberikan perubahan bagi individu perempuan, bagi kelompok serta bagi masyarakat sekitar. Meskipun dalam proses pemberdayaan ini menemui hambatan berupa kurangnya keberanian perempuan serta kurangnya solidaritas diantara anggota kelompok usaha bersama, melihat hasil pemberdayaan dengan berbagai indikator keberdayaan maka dapat dikatakan bahwa perempuan Laweyan ini telah mencapai keberdayaan dalam bidang ekonomi dan sosial.
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang berlimpah pengetahuan-Nya, menyelesaikan
yang telah
penulisan
mencurahkan
skripsi
dengan
nikmat-Nya judul
sehingga dapat
“PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH PERCA BATIK BERNILAI EKONOMI” (Studi Mengenai Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah Perca Batik Bernilai Ekonomi di Kelurahan Laweyan, Surakarta). Tulisan ini merupakan karya kecil dari saya untuk belajar mengungkapkan bagaimana pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi ini dapat membawa perubahan bagi perempuan. Dalam proses menyusun skripsi penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang turut mendukung kelancaran hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Lewat tulisan ini penulis sekaligus mengucapkan rasa terimaksih kepada banyak pihak yang telah membantu. Terima kasih kepada Drs. H. Supriyadi, SN. SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kepada Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta; yang sekaligus menjadi dosen pembimbing bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas kesediaanya membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis. Kepada Dr. Drajad Tri Kartono, M.Si selaku Pembimbing Akademik penulis, yang telah membuka ruang dan menyediakan waktu untuk berkonsultasi terkait dengan commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
segala hal tentang perkuliahan. Semua dosen pengajar yang telah menyampaikan ilmunya, serta seluruh staff jurusan Sosiologi atas kerjasama dan bantuannya. Terimakasih kepada Bapak Yuyuk Yuniman selaku Kepala Kelurahan Laweyan yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di kelurahan Laweyan. Ibu-ibu anggota Laweyan Art, seluruh staf Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, Staff Disperindag; Ibu Sri Wahyuni (Kabid Industri) terimakasih atas kerjasamanya
dalam memberikan
informasi terkait dengan tema skripsi ini. Ibu dan Bapak, kedua Kang Mas dan kedua Mbak Ayu ku beserta keempat buah cintanya; terimakasih untuk do’a, nasehat, suntikan semangat, serta dukungannya. Semua Guru; pendidik dan pembimbing jiwa saya terimakasih untuk setiap ilmu yang telah disampaikan, semoga menjadi ilmu yang di ridhoi dan bermanfaat bagi kehidupan saya di dunia dan akhirat. Yusoef yang telah bersedia menemani dan penulis repotkan. I want a win and you gone a win; maka hard work hard play dengan menjadi diri sendiri. Teman-teman AMWINER”S semua; Ie2m, Ipee-prie, Leea, Mas Yus, Roy, Ubed, Amir, Enix, Mutim semoga menjadi persaudaraan yang tanpa tepi (Wisanggeni). Teman-temanku Iin, Sinung, Novita, Weny, Dina, Septi, Pak dhe, Dorina terimakasih untuk bantuan, dukungan, pengertian serta toleransi kalian. Kita menjadi indah karena berbeda. Teman-teman Sosiologi angkatan’06 terimakasih atas diskusi dan kerjasamanya. Sukses untuk kita semua. Untuk setiap raga yang telah dihadirkan oleh-Nya dalam perjalananku yang membawa kebahagiaan ataupun kekecewaan, kalian adalah cermin bagiku. commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu kelancaran penyelesaian penulisan skripsi ini. Terimakasih. Jika pembaca menyadari dan menemukan banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, hal itu menjadi ketidak-mampuan serta keterbatasan pengetahuan saya untuk mengungkapkan dan mengangkat realitas yang ada pada lembar-lembar tulisan ini. Oleh karena itu penulis membuka diri terhadap segala kritik maupun saran yang bersifat membangun. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca serta bagi pihak yang membutuhkan.
Surakarta,
Penulis
commit to user viii
Februari 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kaum perempuan memiliki sejumlah potensi, jika dikelola secara baik potensi itu akan memberi manfaat yang besar. Dalam banyak bidang perempuan belum berperan maksimal, selain kendala budaya dan agama juga sosial di masyarakat masih menjadi ganjalan besar untuk meningkatkan peran perempuan. Jumlah kaum perempuan jauh lebih besar, namun partisipasi dan peran aktifnya masih sangat subordinat. Komposisi penduduk Indonesia menurut Sensus 2000 berjumlah 203,4 juta jiwa sebanyak 50,3% kaum perempuan. Dari jumlah itu kaum perempuan dapat menjadi pelaku pembangunan ekonomi dalam menggerakkan masyarakat untuk memerangi kemiskinan. Strategi untuk memperbaiki perekonomian kaum perempuan bersama diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Karena kaum perempuan memiliki dua peran sekaligus. Selain untuk kepentingan dirinya juga anggota keluarga yang lain, semua akan ikut merasakan. Selain itu secara proporsional peran itu harus dibuat seimbang sehingga akan memberikan keterwakilan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk para pembuat kebijakan. Ekonomi kreatif diyakini dapat menjawab tantangan permasalahan dasar jangka pendek dan menengah: (1) relative rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis (rata-rata hanya 4,5% pertahun); (2) masih tingginya pengangguran (9-10%) ; (3) tingginya tingkat kemiskinan (16-17%) dan (4) to user (Visi Indonesia 2030: quo vadis? rendahnya daya saing industricommit di Indonesia.
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prof. Mudradjad Kuncoro, Ph.D dalam Departemen perindustrian 2008). Selain permasalahan tersebut, ekonomi kreatif ini juga diharapkan dapat menjawab tantangan seperti isu global warming, pemanfaatan energy yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon, karena arah pengembangan industri kreatif ini akan menuju pola industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang berasal dari intelektualitas sumber daya insan yang dimiliki oleh Indonesia, dimana intelektualitas sumber daya insan merupakan sumber daya yang terbarukan. Maka dalam hal ini perempuan sebagai warga Negara memiliki kesempatan
yang
sama
untuk
mengembangkan
kemampuan
dan
kreatifitasnya, sehingga mampu untuk ikut mengembangkan ekonomi bangsa. Dalam perspektif global, pembangunan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah menjadi suatu gerakan global yang mulai gencar dilakukan setelah ditetapkannya Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1984. Adanya kesadaran bahwa perempuan tertinggal dibanding lakilaki mendorong dikembangkannya konsep emansipasi antara perempuan dan laki-laki di tahun 1950 dan 1960-an. Gerakan global yang dipelopori kaum perempuan pada tahun 1963 berhasil mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB (ECOSOB) No. 861 F untuk membentuk komisi nasional untuk memonitor status dan kedudukan perempuan. World Conference International Year of Women PBB yang diselenggarakan pada tahun 1975 di Mexico City menghasilkan deklarasi tentang kesamaan antara perempuan dan laki-laki serta sumbangan mereka pada pembangunan dan perdamaian. Deklarasi tersebut menggariskan bahwa tahun perempuan internasional 1975 diperuntukkan bagi peningkatan kegiatan yang mendorong to userpengintegrasian perempuan dalam persamaan antara laki-laki dancommit perempuan,
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keseluruhan kegiatan pembangunan, dan peningkatan sumbangan perempuan bagi perdamaian dunia. (Ismi Dwi, 2009:55-56) Pembangunan millennium (Millenium Development Goals ) tahun 2000 merumuskan delapan butir tujuan/sasaran program pembangunan, untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. (Ismi Dwi, 2009:60). Adapun 8 tujuan tersebut yaitu: 1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan 2. Memenuhi standar pendidikan dasar untuk semua orang 3. Meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Mengurangi angka kematian bayi 5. Meningkatkan kesehatan ibu 6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya 7. Mengelola lingkungan hidup yang berkelanjutan 8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan Di
Indonesia
pembangunan
sumberdaya
manusia
khususnya
peningkatan status dan peranan perempuan telah lama dimulai, dan secara eksplisit dengan gencar dilaksanakan ketika lembaga kementrian peranan wanita didirikan secara resmi akhir tahun tujuh puluhan. Pendekatan pembangunan peranan wanita seiring dengan pendekatan pembangunan secara umum, sehingga dikenal dengan pendekatan Women In Development (WID), kemudian Women and Development (WAD) dan terakhir adalah Gender and Development. Maka Konsep pembangunan peranan wanita yang digunakan ini berkembang menjadi pemberdayaan perempuan, karena meningkatkan peran commit to user gender. Harus ada transformasi saja tidak cukup efektif menuju kesetaraan
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kekuasaan,
sehingga
perempuan
berdaya
setara
dengan
laki-laki.
Memberdayakan berarti meningkatkan kualitas perempuan yang dimulai dari akar permasalahannya hingga aspek lainnya, disegala bidang. Sehingga dapat diukur tingkat keberdayaannya dan dapat dilihat pula sejauh mana pengaruh program-program yang dilaksanakan dalam usaha memberdayakan perempuan ini. Atau memungkinkan juga untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kekurangan
dan
kelebihan
program
pemberdayaan
dalam
upaya
pengarustamaan gender.
B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik bernilai ekonomi dikelurahan Laweyan?”
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mendeskripsikan pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik bernilai ekonomi di Kelurahan Laweyan. 2. Untuk mengetahui sejauh mana pemberdayaan perempuan yang telah dikembangkan dalam pengelolaan limbah batik Laweyan menjadi barang bernilai ekonomi. 3. Untuk
mengetahui
perubahan
yang
terjadi
dengan
diadakannya
pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik. 4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh perempuan dalam pengelolaan kain perca batik menjadi barang bernilai ekonomi. commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan pemberdayaan perempuan di Kelurahan Laweyan yang mampu meningkatkan kewirausahaan perempuan melalui kegiatan pengelolaan limbah batik berupa kain perca menjadi barang bernilai ekonomi, selain itu juga mampu mengakselerasi peran Pemerintah Daerah melalui strategi dan kebijakan terhadap pengembangan kewirausahaan perempuan khususnya pada pengelolaan limbah batik bernilai ekonomi yang berbasis gender.
E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Landasan Teori Teori yang digunakan adalah determinasi ekonomi oleh Karl marx. Yang menyatakan bahwa factor ekonomi adalah penentu fundamental bagi struktur dan perubahan masyarakat. (Ritzer,
Bentuk-bentuk
produksi
yang bersifat teknologis menentukan organisasi social suatu produksi. Yaitu relasi-relasi yang mengakibatkan pekerja memproduksi hasil dengan lebih efektif. Relasi-relasi itu berkembang bebas dari kehendak manusia atau dikatakan hal yang tidak terelakkan. Menyentuh mekanisme perubahan
(change)
yang menurut
pandangan Marx, perubahan social itu harus dipahami dalam 3 fase yang selalu tampak. Tiga tahap tersebut merupakan skema dialektik, yang idenya dipinjam dari seorang filusuf jerman George Hegel (1770-1831). Segala sesuatu yang ada didunia ini dan termasuk masyarakat sendiri harus melalui tiga tahapan yaitu: tesis (affirmation) antithesis (negation), sintesis (reconciliation of opposites). Menggunakan postulat yang pertama: pemberdayaan
bagi
commit to user perempuan untuk
menguatkan
perekonomian
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perempuan adalah merupakan faktor yang penting untuk merubah keadaan dirinya supaya dapat memenuhi kebutuhan barang maupun jasa yang dibutuhkannya.
Perempuan
didorong
untuk
menciptakan
atau
memproduksi barang dan jasa sehingga mereka masuk dalam suatu organisasi. Yang pada akhirnya akan memberikan perubahan pada diri perempuan. Mereka lebih percaya diri dalam kehidupan sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan hidup mempengaruhi suatu kemandirian ekonomi, Kemandirian ekonomi mempengaruhi perubahan hidup kelurga. Perubahan hidup keluarga mempengaruhi perubahan psikologis anggota keluarga, membuat suatu keluarga lebih berdaya di setiap sektor keheidupan. Kemandirian ekonomi mempengaruhi perubahan hidup seseorang. Perubahan hidup ini mempengaruhi perubahan psikologis, membuat seseorang lebih berdaya di setiap sektor kehidupan. Hal inilah yang mendasari penulis untuk mengaitkan pentingnya pemberdayaan ekonomi bagi perempuan agar dapat memenuhi kebutuhan yang kemudian akan berpengaruh terhadap perubahan psikologis perempuan. Selain menggunakan teori tersebut penelitian juga menggunakan teori
yang
Pemberdayaan
digunakan dan
oleh
Sarah
Persamaan
Longwe,
Wanita
tentang
(Women’s
Kerangka
Equality and
Empowerment Framework), pemberdayaan wanita ini harus diterapkan bukan hanya pada kaum wanita, namun pemahamannya dimengerti dulu oleh kaum pria. Menurut Longwe kemiskinan tidak disebabkan oleh kurangnya produktifitas tetapi oleh penindasan dan eksploitasi.Sehingga ia juga memperkenalkan lima tingkatan kesetaraan dalam berbagai area commit to disusun user dalam urutan hierarkis dengan kehidupan sosial dan ekonomi yang
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tiap tingkatan yang lebih tinggi menunjukkan tingkatan pemberdayaan yang lebih tinggi pula. Teori Sarah Longwe ini memuat beberapa prinsip yaitu: ·
Penciptaan
situasi/pengkondisian
dimana
masalah
kesenjangan,
diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. ·
Menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality).
·
Pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal).
·
Pengambilan keputusan merupan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan. (Pdfdatabase.com/teori-pemberdayaan-perempuan.html) Tujuan dari konsep equality level Longwe adalah untuk menilai
apakah
sebuah
proyek/program
intervensi
pembangunan
mampu
mempromosikan kesederajatan dan pemberdayaan perempuan atau tidak. Asumsi yaitu titik tercapainya equality antara perempuan dan laki-laki mengindikasikan level pemberdayaan perempuan. Level
Equality P
Pemberdayaan L
P
L
Partisipasi Kesadararan kritis Akses kebutuhan dasar-praktis Arah panah diatas menunjukkan arah peningkatan menuju pemberdayaan perempuan dan equality Gambar 1. Level pemberdayaan commit to user perempuan Sarah Longwe
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Landasan Konseptual 2.1. Pemberdayaan Secara luas istilah pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan kekuatan dan akses terhadap sumberdaya untuk mencari nafkah. Pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar pada kegiatan politik, oleh karenanya pemberdayaan dapat bersifat individual sekaligus dapat bersifat kolektif. Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai proses perubahan pribadi, karena setiap individu mengambil tindakan atas nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahaman terhadap keberadaannya. Mengenai pengertian pemberdayaan Sugiarti mengutip dari pendapat Pranaka mengungkapkan bahwa konsep pemberdayaan merupakan
sebuah
konsep
yang
lahir
sebagai
bagian
dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat yang dapat dipandang sebagai bagian dari sistem modernisasi kemudian diaplikasikan ke dalam dunia kekuasaan. Mengambil dari kamus Oxford English, Sugiarti (2003) menjumpai kata “empower” yang mengandung dua arti yaitu: 1. Adalah memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak lain agar berdaya. Dimana dalam pengertian yang pertama ini dalam prosesnya terdapat kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Adalah upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan. Dalam proses ini kecenderungannya adalah merupakan kecenderungan “sekunder” yang menekankan pada proses stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar memiliki, melatih dan meningkatkan kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog, berupaya dan bekerja. Kecenderungan
yang
kedua
ini
dalam
proses
pengembangan, identifikasi banyak dipengaruhi karya Paulo Freire,
seorang
pakar
pendidikan
dari
Brasilia
yang
memperkenalkan istilah konsistensi yang mengandung pemikiran mengenai kemampuan individu untuk mengontrol lingkungannya. Kesadaran kritis dalam diri seseorang dapat dicapai dengan cara melihat ke dalam diri sendiri, serta mengggunakan apa yang didengar, dilihat dan dialami untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam kehidupannya. Mengutip dari pendapat Hendito dan Babari (1996) Sugiarti mengungkapkan dalam bukunya Pembangunan Berspektif Gender bahwa pemberdayaan pada dasarnya mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk tahu, mampu dan mau mengaktualisasikan dirinya, melakukan mobilitas keatas, serta
memberikan
membuat
seseorang
pengalaman-pengalaman merasa
lebih
psikologis
berdaya.
yang
Selanjutnya
dikemukakan juga bahwa keinginan untuk mengubah keadaan yang commit to user berasal dari dalam diri seseorang akan dapat muncul apabila orang
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut merasa tertekan dan kemudian menyadari atau mengetahui sumber-sumber penyebab dari tekakanan tersebut. Pemberdayaan sebagai metode yang mampu mengubah persepsi masyarakat sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya. Untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri seseorang maka diperlukan intervensi atau stimulasi yang berasal dari luar, hal ini dikarenakan bahwa keinginan seseorang untuk berkembang dan mengubah keadaan awal tidak terlepas dari kemampuan individual yang ditentukan oleh tingkat pendidikan, ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki, lingkungan serta konteks sosial dan budaya. Termasuk kedalam lingkungan yang melingkupinya adalah terjadinya interelasinya dengan anggotaanggota kelompok, terjadinya distribusi kekuasaan yang ada dalam kelompok tersebut. Maka disini menjadi penting peran lembagalembaga pendamping yang memfasilitasi dan membantu seseorang untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk yang akan menumbuhkan kesadaran untuk membuat perubahan dalam kehidupannya. Proses pemberdayaan dapat diusahakan melalui kegiatankegiatan praktis atau kebijakan-kebijakan pemerintah, misalnya dalam hal pemberdayaan tenaga kerja perempuan sektor informal maka perbaikan yang dapat diupayakan adalah melalui perubahan institusi yang telah meletakkan tenaga kerja perempuan tersebut pada sisi subordinasi. Perubahan-perubahan yang dimaksud commit to user diantaranya memberikan tingkat kesejahteraan yang memadai
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melalui pemberian jaminan sosial. Jaminan sosial yang diberikan selain untuk meningkatkan kemampuan fisik yang terlihat dalam penguasaan ketrampilan sesuai denga jenis pekerjaan yang dilakukan, juga ditujukan untuk meningkatkan kemampuan intelektual agar mereka dapat bekerja seccara efektif dan efisien serta mampu memperjuangkan aspirasi dan keinginan mereka seperti perbaikan pendapatan, kesehatan, dan keselamatan kerja, maupun jaminan sosial lainnya. Pemberdayaan menurut Karl (1995) dapat dianalisis melalui lima dimensi (Suharto, 2005:63). Ke lima dimensi tersebut yaitu: 1. Dimensi kesejahteraan. Secara sederhana variabel ini tersebut dapat diukur dengan mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar, seperti kebutuhan makanan, kesehatan, perumahan, pendapatan dan pendidikan. Sejauhmana kebutuhan dasar tersebut telah dinikmati tidak saja oleh semua orang baik yang kaya dan yang miskin, serta baik laki-laki maupun perempuan. 2. Dimensi akses atas sumberdaya. Variabel tersebut dapat diketahui dengan mengukur akses terhadap modal, produksi, informasi, ketrampilan dan lainnya. Adanya kesenjangan dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya
masyarakat
akan
mengakibatkan
perbedaan produktivitas diantara mereka. commit to user
terjadinya
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Dimensi penyadaran atau kesadaran kritis. Variabel ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya upaya penyadaran terhadap adanya kesenjangan diantara lapisan masyarakat dan kesenjangan gender yang disebabkan faktor sosial budaya yang sifatnya dapat berubah. Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi
masyarakat
pinggiran
adalah
lebih
rendah
dibandingkan dengan mereka yang hidup dikota. Dalam kasus kesenjangan gender maka kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi perempuan lebih rendah dari daripada laki-laki. Penyadaran dalam hal ini berarti terjadinya penumbuhkan sikap kritis oleh perempuan. 4. Dimensi partisipasi. Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan dalam partisipasi yang ditunjukkan oleh terwakili atau tidaknya masyarakat pinggiran atau perempuan dalam wadah lembagalembaga yang terkesan elit. Upaya pemberdayaan diarahkan pada
kegiatan
pengorganisasian
kelompok
masyarakat
pinggiran dan perempuan sehingga mereka dapat berperan dalam prose pengambilan keputusan dan kepentingan mereka juga dapat terwakili. 5. Dimensi kontrol. Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan ataupun dalam masyarakat commit to user pinggiran terhadap alokasi kekuasaan pada segala aspek bidang
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan.
Siapa
menguasai
alat
kerja,
tenaga
kerja,
pembentukan modal, dan lainnya. Pemberdayaan dalam hal ini diarahkan pada alokasi kekuasaan yang seimbang dalam masyarakat. 2.2. Pemberdayaan Perempuan Di
Indonesia
pembangunan
sumberdaya
manusia
khususnya peningkatan status dan peranan perempuan telah lama dimulai, dan secara eksplisit dengan gencar dilaksanakan ketika lembaga kementrian peranan wanita didirikan secara resmi akhir tahun tujuh puluhan. Pendekatan pembangunan peranan wanita seiring dengan pendekatan pembangunan secara umum, sehingga dikenal dengan pendekatan Women In Development (WID), kemudian Women and Development (WAD) dan terakhir adalah Gender and Development. Konsep pembangunan peranan wanita yang digunakan berkembang menjadi pemberdayaan perempuan, karena meningkatkan peran saja tidak cukup efektif menuju kesetaraan gender. Harus ada transformasi kekuasaan, sehingga perempuan berdaya setara dengan laki-laki. Memberdayakan berarti meningkatkan kualitas perempuan sejak dari akar permasalahannya hingga aspek lainnya, disegala bidang. Sehingga dapat diukur tingkat keberdayaannya dan dapat dilihat pula sejauh mana pengaruh program-program yang dilaksanakan dalam usaha memberdayakan perempuan ini. Atau memungkinkan juga untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kekurangan dan kelebihan program pemberdayaan commit to user dalam upaya pengarustamaan gender.
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aisyah Muttalib yang meraih PhD di Columbia University, Amerika Serikat, lebih menyukai terminologi pemampuan daripada pemberdayaan. Karena, kata pemberdayaan memberikan kesan stereotip perempuan sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya. Walau demikian, akhir-akhir ini kata pemberdayaan lebih populer dan familiar, serta tidak lagi berkonotasi negatif selalu yang lemah dan tak berdaya. (http://Safarindi.wordpress.com) Berdasarkan pengertian terminologi yang positif tadi, konsep pemberdayaan wanita sedikitnya mengandung tiga pokok pikiran. Pertama, bersifat holistik atau menyeluruh, karena pemberdayaan itu mencakup ekonomi, sosial-budaya, politik dan psikologis. Kedua, diarahkan kepada penanggulangan hambatan struktural yang menghambat kemajuan wanita dan terwujudnya kemitrasejajaran pria dan wanita. Ketiga, dilaksanakan bersamasama dengan pemberdayaan pria dan pemberdayaan masyarakat secara umum. Dari uraian di atas, dan berdasar perkembangan yang ada, pemberdayaan wanita yang terjadi di Indonesia saat ini dilaksanakan untuk mewujudkan kemandiriannya dengan menitikberatkan pada sisi ekonomi dan pendidikannya. Dengan segala kendalanya, kenyataan menunjukan bahwa tingkat pendidikan kaum perempuan Indonesia jauh lebih rendah bila dibandingkan kaum prianya. Meski begitu, psikolog Rose Marni mengakui, pada umumnya rangking 10 besar kelas pada pendidikan SD hingga SMA, didominasi oleh kaum to userpendidikan inilah, pemberdayaan perempuan. Dari sisicommit peningkatan
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wanita harus dimulai dan menjadi prasyarat pemberdayaan wanita sesungguhnya. Tidak demikian halnya dengan tingkat atau status ekonomi. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari terlihat, banyak kaum perempuan dari golongan ekonomi tinggi (kaya) belum tentu memiliki derajat kemandirian yang tinggi. Lihat saja, masih banyak perempuan
yang
tidak
mempunyai
penguasaan
penuh
atas
pendapatan yang diperolehnya. Sebagai contoh, uang yang diperolah suami istri dari hasil “noreh karet" pada masyarakat Kalimantan Barat umumnya, seringkali dipisahkan. Hasil dari istri terutama untuk keperluan makan sehari-hari yang notabene mempertahankan hidup, sedangkan hasil dari suami dapat dipergunakan untuk hal lain tergantung dari keputusan suami sendiri. Demikian pula pada tingkat masyarakat dengan strata sosial yang lebih tinggi, jika suami istri sama-sama bekerja dan menghasilkan uang, umumnya kebutuhan sehari-hari yang sifatnya primer lebih banyak dipenuhi dari hasil keringat istri, sedangkan hasil dari suami bisaanya untuk kebutuhan sekunder ke atas. Untuk mencapai kualitas hidup perempuan dalam bidang ekonomi yang lebih baik, perlu dilakukan intervensi berupa: ·
Pengarusutamaan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan dalam pelaksanaan pembangunan sektor pemerintah di bidang ekonomi.
·
Peningkatan produktivitas
kepedulian perempuan
perusahaan dalam
commitperempuan. to user pemberdayaan ekonomi
terhadap pelaksanaan
peningkatan program
perpustakaan.uns.ac.id
·
16 digilib.uns.ac.id
Pengembangan model peningkatan produktivitas perempuan di tingkat desa
·
Pengembangan model pengurangan beban keluarga miskin melalui pengentasan model desa prima.
·
Peningkatan keterampilan dan keahlian sumber daya perempuan dalam bidang teknis produksi, kewirausahaan, pengelolaan usaha dan pengambilan keputusan.
·
Peningkatan perempuan pada akses informasi dan sumber daya mengenai ekonomi
·
Pengembangan iklim usaha yang kondusif bagi perempuan antara lain perlakuan yang tidak diskriminatif dalam akses kredit, pelatihan pengenalan teknologi, dan tersedianya peraturan yang tidak bisa gender. Mantje Simatauw (2001) juga mengungkapkan bahwa tidak ada
jalan lain bagi pemberdayaan perempuan tanpa membangun satu kekuatan perempuan tersendiri terlebih dahulu. Hal inilah yang menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan harus dimulai dari pengorganisasian perempuan atau pembentukan kelompok-kelompok perempuan. Ukuran pemberdayaan bisa juga dilihat dengan cara lain yaitu: ·
Proses pembuatan keputusan dalam masyarakat. Apakah proses pembuatan sudah mengakomodasi peran perempuan? Apakah kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan perempuan masuk dalam hasil keputusan yang telah dibuat? commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
·
Dalam kegiatan apakah sudah mengakomodasi untuk menentukan lokasi, manfaat, peluang, pengelolaan dan penguasaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi suatu kegiatan.
·
Perubahan pembagian peran produktif dan reproduktif dalam rumah tangga. Laki-laki dan perempuan sama-sama mengerti dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan taanpa membedakan pekerjaan perempuan dan pekerjaan laki-laki.
·
Di tingkat kebijakan harus dapat dipastikan bahwa kebijakan baru mengandung keadilan gender. Misalnya kepala keluarga tidak harus suami, pengelolaan lingkungan harus memperhatikan dampak terhadap perempuan dan anak-anak, dan bagaimana menempatkan perempuan sebagai actor yang penting dalam pengelolaan sumber daya alam.
2.3. Pengelolaan Limbah Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. Jika berdasarkan sumbernya limbah dikelompokkan menjadi 3 yaitu: 1. Limbah Pabrik Limbah ini bisa dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya karena limbah ini mempunyai kadar gasyang beracun, pada umumnya limbah ini dibuang di sungai-sungai disekitar tempat tinggal
masyarakat
dan
tidak
jarang
warga
masyarakat
mempergunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari, misalnya MCK(Mandi, Cuci, Kakus) dan secara langsung gas yang dihasilkan oleh limbah pabrik tersebut dikonsumsi dan dipakai oleh masyarakat. 2.
Limbah Rumah Tangga Limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga limbah ini bisa berupa sisa-sisa sayuran seperti wortel, kol, bayam, slada dan lain-lain bisa juga berupa kertas, kardus atau karton. Limbah ini juga memiliki daya racun tinggi jika berasal dari sisa obat dan aki.
3.
Limbah Industri Limbah ini dihasilkan atau berasal dari hasil produksi oleh pabrik atau perusahaan tertentu. Limbah ini mengandung zat yang berbahaya diantaranya asam anorganik dan senyawa orgaik, zat-zat commit to user tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pencemaran yang dapat membahayakan makluk hidup pengguna air tersebut misalnya, ikan, bebek dan makluk hidup lainnya termasuk juga manusia. (http://shantybio.transdigit.com) Macam-Macam Limbah yaitu limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, dan Limbah beracun. Limbah Beracun Terdiri Dari: ·
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
·
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
·
Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
·
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
·
Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestic pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll. Secara garis besar limbah padat terdiri dari: 1) Limbah padat yang mudah terbakar. 2) Limbah padat yang sukar terbakar. 3) Limbah padat yang mudah membusuk. 4) Limbah yang dapat di daur ulang. 5) Limbah radioaktif. 6) Bongkaran bangunan. 7) Lumpur. Dampak limbah secara umum di tinjau dari dampak terhadap kesehatan dan terhadap lingkungan adalah sebgai berikut: 1. Dampak Terhadap Kesehatan Dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau menimbulkan panyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah penyakit diare dan tikus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat. Selain itu limbah juga akan menyebabkan Penyakit kulit misalnya kudis dan kurap. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Dampak Terhadap Lingkungan Cairan
dari
limbah-limbah
yang masuk
ke sungai
akan
mencemarkan airnya sehingga mengandung virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah.
Tidak
jarang
manusia
juga
mengkonsumsi
atau
menggunakan air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tanggake sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga dapat
meresahkan para
penduduk. Limbah yang merupakan hasil dari pembuangan bahan-bahan olahan yang tidak digunakan lagi untuk menghasilkan bahan baku yang dapat diproduksi ulang boleh dikatakan sampah. Jadi kalau dikatakan limbah batik, berarti sisa-sisa bahan yang telah digunakan untuk membuat batik dan dibuang karena tidak dapat digunakan lagi. Misalnya air pembilasan untuk mencuci zat pewarna pada pembuatan batik, karena telah bercampur beberapa warna maka air itu tidak dapat lagi digunakan karena dikawatirkan akan merusak warna batik lain bila masih dipakai untuk mencuci. Selain itu limbah batik juga dapat berupa limbah padat yaitu limbah yang berasal dari hasil olahan kain batik, sisa potongan kain batik yang tidak terpakai ini pun bisa disebut commit to user sebagai limbah batik, karena sudah tidak digunakan lagi.
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara-cara yang sedehana lainnya misalnya, dengan cara mendaur ulang, Dijual kepasar loak atau tukang rongsokan yang bisaa lewat di depan rumah-rumah. Cara ini bisa menjadikan limbah atau sampah yang semula bukan apaapa sehingga bisa menjadi barang yang ekonomis dan bisa menghasilkan uang. 2.4. Ekonomi kreatif Ekonomi kreatif mencakup industri kreatif, di berbagai Negara di dunia saat ini diyakini dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian bangsanya secara signifikan. Indonesia pun mulai melihat bahwa berbagai subsector dalam industri kreatif berpotensi untuk dikembangkan, karena bangsa Indonesia memiliki sumberdaya insan kreatif dan warisan budaya yang kaya. Definisi industri kreatif yang banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif, adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task Force 1998: “creatives industries as those industries which have their orogin in individual creativity, skill and talent and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and contenct” Sedangkan jika merujuk dari studi pemetaan industri kratif yang telah dilakukan oleh deparetemen perdagangan republic Indonesia tahun 2007 pun menggunakan acuan definisi industri kreatif yang sama, sehingga industri kreatif di Indonesia dapat didefinisikan sebagai berikut: commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“industi yang berasal dari pemanfaatan kkreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut” Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan
serta
lapangan
pekerjaan
dengan
menghasilkan,
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Dengan kata lain, industri yang unsur utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual. Industri kreatif terdiri dari penyediaan produk kreatif langsung kepada pelanggan dan pendukung penciptaan nilai kreatif pada sektor lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan. Di samping itu, produk kreatif mempunyai ciri-ciri: siklus hidup yang singkat, risiko tinggi, margin yang tinggi keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru. Komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif Indonesia 2025 telah melakukan kajian awal untuk memetakan kontribusi ekonomi dari industri kreatif yang merupakan bagian dari ekonomi kreatif. Kemudian ditindaklanjuti dengan pembuatan “Rencana
Pengembangan
Ekonomi
Kreatif
2009-2015”
serta
“Pengembangan 14 Subsektor Industri kreatif 2009-2015”. 14 subsektor yang masuk dalam cakupan industri kreatif yaitu arsitektur, periklanan, barang seni (lukisan, patung), kerajinan, disain, commit to user mode/fesyen, musik, permainan interaktif, seni pertunjukan,
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penerbitan-percetakan, layanan komputer dan piranti lunak (software), radio dan televisi, riset dan pengembangan, serta film-video-fotografi. Tiga subsektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan periklanan (18%). Permasalahan utama yang menjadi pokok perhatian dalam rencana pengembangan industri kreatif untuk pencapaian tahun 2015 adalah: 1. Kuantitas dan kualitas sumber daya insani sebagai pelaku dalam industri
kreatif,
pengembangan:
yang lembaga
membutuhkan pendidikan
dan
perbaaikan
dan
pelatihan,
serta
pendidikan bagi insane kreatif Indonesia. 2. Iklim kondusif yang memulai dan mnejalankan usaha indutri kreatif, yang meliputi sisteem administrasssi Negara, kebijakan dan peraturan, infrastruktur yang diharap dapt ddibuat kondusif bagi perkembangan industri kreatif. 3. Penghargaan/apresiasi terhadap insane kratif Indonesia dan karya kratif
yang
dihasilkan,
yang
terutama
berperan
untuk
menumbuhkan rangsangan beerkarya bagi insane kratif indoensia dalam bentuk dukungan baik financial maupun non financial. 4. Percepatan tumbuhnya teknologi informasi dan komunikassi, yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan akses bagi masyarakat untuk
mendapatkan
informasi,
bertukar
pengetahuan
dan
pengalaman, sekaligus akses pasar kesemuanya yang sangat penting bagi pengembangan industri kreatif. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Lembaga pembiayaan yang mendukung pelaku industri kreatif, mengingat lemahnya dukungan lembaga pembiayaan konvensional dan masih sulitnya akses bagi interpreuner kreatif untuk mendapatkan sumber dana alternative seperti modal ventura, atau dana corporate social responsibility (CSR). Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreatifitas,yang mana pembangunan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat penting bagi negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk Negara berkembang. Pasar besar yang ditawarkan oleh ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas yaitu ide, talenta dan kreativitas. Prinsip yang harus dimiliki dalam pola pikir kreatif yaitu (Dhaniel Pink, A Whole New Minds): ·
Not just function but also DESIGN
·
Not just argument but also STORY
·
Not just focus but also SYMPHONY
·
Not just logic but also EMPATHY
·
Not just seriousness but also PLAY
·
Not just accumulation but also MEANING commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seiring dengan majunya tingkat pendidikan dan kesehatan diberbagai Negara, taraf hidup manusia pun semakin meningkat sehingga sudut pandang manusia melihat kehidupan juga berubah. Teori hirarki kebutuhan Moslow menyatakan bahwa saat manusia telah berhasil melampui tingkat kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kkebutuhan fisik (phisycal needs) serta kebutuhan atas keamanan (security/safety needs) maka manusia akan berusaha mencari kebutuhan-kebutuhanya pada tingkat yang lebih lanjut yaitu kebutuhan bersosialisasi (social needs), serta rasa percaya diri (esteem needs) dan aktualisasi diri (self actualization). Demikian pula dengan perilaku konsumsi manusia. Dalam konteks perdagangan semakin lama manusia semakin menyukai barang tidak hanya mampu memuaskan kebutuhan fungsional saja, namun juga mencari produk yang bisa memberikan dirinya suatu identitas dan membuat dirinya lebih dihargai oleh orang disekitarnya. Namun hirarki kebutuhan tersebut diatas tidak hanya diperuntukkan secara khusus bagi manusia-manusia yang telah berkucukupan dalam hal materi maupun SDM yang berlatar belakang pendidikan tinggi. Dalam proporsi tertentu masyarakat di lapisan bawah (the bottom of the pyramid) yang kurang mengecap pendidikan tinggi punnn memiliki motivasi social, motivasi kepercayaan diri dan motivasi untuk aktualisasi diri yang sama pentingnya seperti masyarakat lapisan atas. Semakin kritisnya konsumen akhirnya membuat konsumen commit to user semakin selektif terhadap barang-barang yang akan dikonsumsinya.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konsumen
kurang
tergerak
memebeli
barang-barang
generic,
sebaliknya konsumen sangat antusias membeli barang-barang yang unik dan dapat membuat bangga yang memakainya. Maka disinilah indsutri kreatif ini memegang peranan penting karena industri kreatif ini sangat responsive menyerap fenomenafenomena sosial di masyarakat dan menuangkan ke dalam konteks produk dan jasa, bisa berupa produk pakai seperti fesyen dan kerajinan maupun produk-produk hiburan seperti musik dan film. Maka pemanfaatan limbah batik padat yang berupa sisa kain batik (kain perca) dapat dikembangkan untuk menjadi industri kreatif, dimana kepekaan manusia dalam menuangkan seni dalam karyanya diutamakan. Adanya inisiatif dan kreatifitas dalam mengubah sesuatu yang tampaknya sudah tidak ada fungsinya menjadi sesuatu barang yang unik sehingga memiliki daya jual. 3.
Penelitian Terdahulu Batik pada umumnya di kenal dalam bentuk kebaya, baju, selendang dan sebagainya. Namun dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin meningkatnya kreatifitas masyarakat terutama golongan remaja, batik tidak lagi hanya dikenal sebagai pembungkus tubuh atau hanya sekedar memperindah penampilan saja, batik juga bisa dijumpai dalam beragam bentuk dan corak. Seperti kreatifitas yang ditunjukkan para siswi salah satu Madrasah Aliyah di pamekasan misalnya, mereka memanfaatkan limbah potongan batik untuk dijadikan bunga dengan usermurah, untuk mendapatkan bahan beragam jenis dan warna.commit Selain to biaya
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
bakunya juga cenderung mudah, sebab tinggal meminta atau membeli dari tukang jahit. (www.yayasanbatik.org) Sebuah ide kreatif juga dilakuakan oleh perajin batik di solo, Jawa Tengah. Sisa potongan kain batik ia manfaatkan menjadi sebuah sandal batik yang cantik. Bagi sebagian orang kain batik ini mungkin tidak berarti apa-apa. Namun di tangan Subandi, limbah batik yang bisaanya hanya di buang ini bisa berubah menjadi produk kerajinan sandal unik dan menawan. Dibantu oleh 4 karyawan, subandi mampu menyelesaikan ratarata 100 pasang sandal. Pemasarannya pun tidak hanya meliputi Jawa Tengah tapi sudah ke Bali. (http://www.indosiar.com/ragam/7984/sandalyang-yang-terbuat-dari-limbah-pabrik) Pemanfataan limbah batik seperti ini sebenarnya sudah banyak dikembangkan. Dipusat-pusat perbelanjaan pun juga semakin banyak kita temui barang-barang yang unik yang berasala dair pemanfaatan barang bekas (sesuatu yang sudah tidak digunakan lagi). Hal ini dapat dilihat bahwa permintaan pasar konsumen juga semakin tinggi pada barangbarang yang unik, memiliki cirri khas tersendiri. Konsumen semakin selektif dalam mengkonsumsi barang-barang kebutuhannya. Masyarakat lebih tertarik pada barang-barang yang memiliki nilai seni, dan unik bahkan yang mungkin berbeda dari kebanyakan orang. Akan tetapi belum banyak masyarakat yang dapat melihat adanya peluang usaha dibalik limbah ini, kualitas sumberdaya manusianya juga kurang. Maka disinilah diperlukan campur tangan orang-orang yang berkompeten seperti pemerintah, akademisi, serta lembaga-lembaga sosial commit to user masayarakat dalam membuka dan memberikan pengetahuan pada
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyaarakat serta membantu masyarakat untuk
dapat memanfaatkan
potensi local yang mereka miliki. Dan hal inilah yang seringkali dirumuskan dalam sebuah program pemberdayaan. Dimana tujuan dari pemberdayaan tersebut adalah membantu masyarakat agar dapat memiliki kemampuan dan kemandirian dalam bidang sosial, ekologi dan ekonomi. Pemberdayaan inilah yang membawa perubahan pada masyarakat. Penelitian terdahulu yang saya gunakan dalam sebagai acuan adalah penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Industri Rumah Tangga Emping Garut di Desa Kunti” (Studi Deskriptif Kualitatif di Desa Kunti, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali) oleh Octa Sucianti, 2009. Peneliti tersebut tertarik untuk mengangkat tema tersebut karena krisis global yang sedang terjadi saat ini kemungkinan akan ikut membawa dampak buruk bagi perekonomian nasional kita, jadi sangat diperlukan adanya kekuatan yang kokoh dalam mempertahankan kehidupan social ekonomi di tiap-tiap daerah, salah satunya adalah dengan memberdayakan atau menghidupkan kelompok swadaya masyarakat dalam hal ini adalah kelompok pembuat emping garut yang nantinya juga dapat berperan dalam
kegiatan
perekonomian
di
pedesaan
hingga
membantu
meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga di sekitarnya. Industri rumah tangga emping garut di desa Kunti diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga di sekitarnya. Setiap aspek pengembangan industri ini tidak dapat lepas program pemberdayaan yang dilakukan oleh dinas setempat maupun LSM setempat yang rutin melakukan pendampingan pada kelompok. Dengan commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demikian penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pemberdayaan industri rumah tangga emping garut di desa Kunti. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam terhadap responden. Teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah non probabilitas sampel dan dalam pemilihan responden secara purposive sampling. Strategi pengambilan sampel dimaksudkan untuk dapat menangkap atau menggambarkan tema sentral dari studi ini melalui informasi yang saling menyilang dari berbagai tipe responden. Focus penelitian ini adalah pihak pemberdaya industri rumah tangga emping garut dan kelompok yang diberdayakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak pemberdaya ditambah dengan adanya indikator keberdayaan kelompok pada akhirnya mampu mengubah wawasan kelompok sehingga dinamika perekonomian mereka bisa berlanjut. Meskipun dinas dan LSM yang mendampingi kelompok telah melakukan berbagai program kegiatan pengembangan maupun bantuan modal, namun dari kelompok masih menemui hambatan yakni terbatasnya bahan baku, karena tanaman yang mereka olah merupakan tanaman musiman. Adapun usaha yang dilakukan untuk meminimalisir hambatan tersebut dengan cara memberikan penyuluhan pada petani di sekitar industri dan anggota kelompok agar bersama-sama menanam tanaman garut di lahan kosong atau pekarangan rumah mereka. Semakin banyak semakin baik.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.1. Jurnal Internasional Sebuah makalah yang ditulis oleh Onyishi, Ike tahun 2010 yang berjudul Psychological Empowerment And Development Of Entrepreneuship Among Women: Implications For Sustainable Economic Development In Nigeria, mencoba untuk menjelaskan mengenai perlunya pemberdayaan psikologis bagi perempuan dalam pengembangan kewirausahaan perempuan. Onyishi mengemukakan bahwa pemberdayaan menurutnya adalah memungkinkan perempuan untuk mengakses keahlian dan sumber daya untuk lebih efektif mengatasi tantangan. Kewirausahaan memerlukan individu yang akan proaktif dalam mencari peluang untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menciptakan kekayaan untuk diri mereka sendiri dan orang lain. Akar dari semua kegiatan kewirausahaan adalah kemauan pengusaha untuk melakukan sesuatu yang baru dan kemauan untuk menerima ketidakpastian dan mengatasi tantangan yang muncul. Kreativitas dan inovasi karena itu terlibat dalam sebagian besar upaya kewirausahaan. “Women cannot be empowered unless they have the belief that they can change the situation on their own and will be willing to engage in activities that are geared toward changing their situation. It is clear that lack of psychological empowerment will render all other forms of empowerment ineffective. Psychologically empowered women will have the necessary motivation to pursue things on their own and this may be critical in entrepreneurship development.” Perempuan tidak dapat diberdayakan kecuali mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mengubah keadaan mereka sendiri dan commit to user akan bersedia untuk terlibat dalam kegiatan yang diarahkan untuk
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengubah
situasi
mereka.
Hal
ini
jelas
bahwa
kurangnya
pemberdayaan psikologis akan membuat semua bentuk pemberdayaan tidak efektif. Psikologis perempuan diberdayakan akan memiliki motivasi yang diperlukan untuk mengejar hal-hal mereka sendiri dan ini mungkin penting dalam pengembangan kewirausahaan. Pemberdayaan psikologis mencerminkan apa yang disebut Rowlands
(1997)
sebagai
pemberdayaan
pribadi.
Rowlands
mendefinisikan pemberdayaan pribadi sebagai sesuatu yang internal bahwa seseorang dapat mengembangkan dan memperkuat dan tidak tergantung pada lainnya. Proses pemberdayaan dari perspektif ini berfokus pada kemampuan individu untuk melakukan perubahan yang akan mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya. “The psychological componen involves women believing that they can act at personal and social levels to improve their conditions (Mosedale, 2005). It is an individual's subjective feelings that he or she can determine his/her own life's course (Pollack, 2000). This highlights the importance of psychological empowerment in women's empowerment process.” Komponen psikologis yang melibatkan wanita percaya bahwa mereka dapat bertindak pada tingkat pribadi dan sosial untuk memperbaiki kondisi mereka (Mosedale, 2005). Ini adalah perasaan subjektif seorang individu bahwa ia dapat menentukan kursus / kehidupannya sendiri-nya (Pollack, 2000). Oleh karena itu beralasan di sini bahwa pemberdayaan psikologis akan berdampak positif pada pengembangan perilaku kewirausahaan, khususnya di kalangan perempuan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Satu masalah dalam pemberdayaan psikologis adalah peran konsep diri dan harga diri dalam perasaan keseluruhan pemberdayaan. Konsep diri dipandang sebagai gagasan-gagasan individu telah dari dirinya sendiri. Konsep diri itu bisa negatif atau positif. Rogers (1980) menyatakan bahwa persepsi seorang individu menampung sekitar dirinya sendiri untuk sebagian besar mempengaruhi perilaku individu. Individu dengan keberhasilan rendah self-membatasi partisipasi mereka ketika membuat perubahan perilaku sulit dan lebih mungkin untuk menyerah ketika dihadapkan dengan rintangan (Handy & Kassan, 2007). keberhasilan Individu-individu 'keyakinan tentang diri mereka sendiri dalam hal ini berfungsi sebagai hambatan untuk berubah sehingga dapat mengurangi pemberdayaan mereka sendiri. Pemberdayaan psikologis telah dikaitkan dengan kreativitas, inovasi dan kewirausahaan. Penelitian telah menunjukkan bahwa setiap dari empat dimensi pemberdayaan psikologis (makna, penentuan nasib sendiri, dampak dan kompetensi) dapat memfasilitasi kreativitas dan inovasi, yang sangat penting dalam kewirausahaan. Hal ini telah menunjukkan bahwa individu dengan motivasi tinggi tugas intrinsik (sesuai dengan dimensi makna pemberdayaan) lebih kreatif (Redmond, Mumford & Mengajar, 1993). Amabile (1988) juga menyatakan bahwa self-efficacy (konsisten dengan dimensi kompetensi pemberdayaan) mengarah pada kreativitas dan inovasi karena ekspektasi positif keberhasilan. Juga Bass (1985) menyatakan bahwa kontrol pribadi (sesuai dengan dimensi penentuan nasib sendiri) yang positif berkaitan commit to user dengan perilaku yang inovatif dan kreatif. Spritzer, De Janasz dan
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Quinn (1999) menemukan bahwa pemberdayaan psikologis yang positif berkaitan dengan kepemimpinan inovatif. Karena kreativitas dan inovasi telah ditemukan untuk menjadi vital dalam kewirausahaan. Setiap dari kita mampu untuk menjadi seseorang yang sukses. Dan Kita semua bisa mengembangkan kemampuan kita dan menjadi pengusaha sukses. Kita juga bisa menjadi pribadi yang sukses melalui pembelajaran dan pengembangan. Sehingga untuk memberdayakan perempuan dalam bidang apapun terlebih lagi dalam bidang ekonomi maka diperlukan upaya untuk memberdayakan kepribadian perempuan terlebih dahulu guna membangkitkan kemauan individu perempuan untuk berubah. Lebih inspiratif lagi Khalid Said dalam makalahnya Economic and Social Empowerment of Women Through ICT: A Case Study of Palestine (2010) menyajikan wawasan sebuah inisiatif yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi. Inisiatif ini berupaya untuk meningkatkan kemampuan teknis ICT perempuan, mengembangkan kemampuan kewirausahaan mereka, dan dengan cara lain meningkatkan pemberdayaan sosial dan ekonomi. Dalam makalah tersebut diuraikan mengenai dampak langsung dan tidak langsung dari program yang ditargetkan
pada
ratusan perempuan di daerah pedesaan Palestina. Dan hasilnya: “Significant percentage of the surveyed women felt that they gained some level of empowerment and confidence through mastering the basic ICT competences, and believed that ICT is helpful in improving their livelihood. ICT has some impact on women personalities, on the way they perceive themselves in their commit to user to attain full benefits of ICT, the families and societies. However,
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
initiative make-up should be reengineered. A shift in training paradigm should occur towards employing these powerful tools towards empowerment in economic, social and community development prospects, which will at the end leverage women to active players in their own lives.” Sejumlah besar perempuan yang disurvei merasa bahwa mereka memperoleh beberapa tingkat pemberdayaan dan kepercayaan diri melalui penguasaan kompetensi dasar TIK, dan percaya bahwa ICT sangat membantu dalam meningkatkan mata pencaharian mereka. Namun, ada sedikit bukti dari potensi transformatif ICT yang dicari dari inisiatif tersebut. Proyek ini memiliki beberapa dampak pada kepribadian perempuan, yaitu pada cara mereka memandang diri dalam keluarga dan masyarakat. Namun ada masalah penting, menuntut perhatian lebih lanjut. Utama di kalangan ini adalah meningkatkan kemampuan perempuan untuk memanfaatkan ICT secara efektif dan khususnya untuk pencapaian pengetahuan dan penciptaan, dalam pengembangan pribadi dan masyarakat, dan sebagai saluran sosialisasi. Kedua jurnal tersebut jika diimplikasikan dalam pemberdayaan perempuan
di
Indonesia
akan
sangat
sesuai
dimana
untuk
menumbuhkan kepercayaan diri, kemauan untuk mengubah keadaan, dengan berwirausaha diperlukan pemberdayaan psikologis. Kemudian untuk meningkatkan kepercayaan diri dan aktualisasi diri perempuan harus dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan, keahlian yang akan membantu dalam pekerjaan mereka. Penguasaan dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi sekarang ini menjadi suatu kebutuhan commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang harus dipenuhi untuk dapat hidup bersaing dalam dunia modern. Dalam bidang perdagangan pun telah banyak yang memanfaatkan media internet untuk memasarkan produk.
F. KERANGKA PEMIKIRAN Individu Kelompok Perempuan
Proses pemberdayaan
Perubahan Kelompok
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran G. METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kota Surakarta, yaitu di Kelurahan Laweyan yang merupakan centra industri batik Solo. Adapun alasan memilih lokasi karena Laweyan adalah merupakan salah satu wilayah di solo yang menjadi pusat produksi batik dimana juga terdapat kelompok binaan ibu-ibu yaitu Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art, serta pertimbangan kemudahan dan kelancaran penelitian karena peneliti juga tinggal di Kota Surakarta sehingga akan memudahkan dalam pengumpulan data. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah studi deskriptif kualitatif. 3. Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari; commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama (responden) yaitu dalam penelitian ini yang
menjadi
responden adalah perempuan yang terlibat langsung dalam pengeloaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi, anggota Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art, serta pihakpihak yang terkait dengan pemberdayaan perempuan khususnya dalam pengelolaan limbah batik menjadi barang bernilai ekonomi. b) Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu dari buku atau karya ilmiah, makalah, hasil browsing internet serta arsip dan dokumentasi resmi. 4. Teknik Sampling a. Teknik Pengambilan Sample Dalam
penelitian
ini
bersifat
purposive
sampling.
Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang sesuai dengan maksud dan tujuan peneliti. Dengan demikian sifat pengambilan sampel dalam penelitian ini juga dapat dikatakan berbentuk “criterion based sampling”. Artinya dalam penelitian ini, peneliti akan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber yang mantap. Namun demikian informan yang dipilih dapat menunjuk informan lain yang dipandang lebih tahu sehingga pilihan informan dapat berkembang sesuai kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Dalam hal ini, teknik sampling bola salju bermanfaat yaitu mulai commit to user dari satu menjadi makin lama makin banyak.
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Sample Dalam penelitian kualitatif, hasil sample yang dikumpulkan tidak dimaksudkan untuk mewakili hasil keseluruhan populasi, akan tetapi mewakili informasinya. Oleh karena itu, sampel dalam penelitian yang akan diambil akan menyesusaikan dengan kebutuhan di lapangan. Dalam pemilihan sampel yang sevariatif mungkin dan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang
telah
diperoleh
terlebih
dahulu
sehingga
dapat
dipertentangkan. Dengan demikian dapat mengisi kesenjangan informasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka sampel dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Kepala Kelurahan Laweyan 2. Ketua Kelompok Usaha bersama Laweyan Art 3. Ibu-ibu anggota Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art yang merupakan pengrajin handicraft dari kain perca batik. 4. Pihak pemberdaya, dalam hal ini adalah Disperindag Surakarta dan FPKBL (Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan). 5. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapat data sepenuhnya dari lapangan sangat diharapkan keleluasaan data yang masuk, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Wawanacara Mendalam Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang commit to user dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer)
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan
jawaban
atas
pertanyaan
itu
(Moleong,
2002:135). Wawancara mendalam mengarah pada kedalaman informasi, guna menggali pandangan sebyek yang diteliti tentang focus penelitian yang sangat bermanfaat utnuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Teknik wawancara ini tidak dilakukan secara ketat dan terstruktur, tertutup dan formal tetapi lebih menekankan pada suasana akrab dengan mengajukan pertanyaan terbuka, yang mana pewawancara
telah
mempersiapkan
daftar
pertanyaan
yang
dimungkinkan dapat berkembang saat wawancara berlangsung. Dalam penelitian ini mewawancarai obyek yang diteliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan dari peneliti ini guna menggali informasi tentang bagaimana proses pengelolaan sampah, bagaimana keterlibatan ibu rumah tangga dalam
pengelolaan
sampah,
hingga
bagaimana
sosialisasi
managemen pemerintah mengenai pengelolaan sampah kepada ibu rumah tangga. b. Observasi tak berperan Observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan maupun pencatatan secara langsung terhadap hal yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang diteliti. Pada saat pengumpulan data primer yang berupa pengamatan terhadap aktivitas masyarakat tidak terlibat secara langsung dalam commit to user kegiatan yang dilakukan obyek penelitian.namun hanya sebatas
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai pengamat. Salah satu contohnya peneliti mengawasi langsung bagaimana proses pencoblosan atau pemungutan suara di TPS oleh kaum difabel. Pengamatan ini disebut segregasi tak berperan. c. Dokumentasi Dokumentasi
adalah
penelitian
terhadap
benda-benda
tertulis atau dokumen, digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian. Penggunaan dokumentasi ini sebagai upaya untuk menunjang data-data yang telah didapatkan melalui observasi dan wawancara 6.
Teknik Analisis Data Menurut Moleong, Patton (1980:268) mengatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisir ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disampaikan oleh data. (Moleong, 2002:103). Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Analisis Interaktif (Interactive Model of Analysis). Dalam Analisis Data Kualitatif (Matthew B. dan Michael Huberman), model Analisis Interaktif (Interactive Model of Analysis) memiliki 3 (tiga) komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara ketiga komponen dengan komponen pengumpul data selama proses pengumpulan data berlangsung. Pertama-tama, data yang muncul commit to user berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman), dan yang biasanya “diproses” kirakira sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis), tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata- kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas. Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi. Untuk lebih jelasnya, masing- masing tahap dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut: a) Reduksi Data Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan penelitian, yang dimulai sebelum pengumpulan data dilakukan. Data reduksi dimulai sejak peneliti mengambil keputusan untuk memilih kasus, pertanyaan yang akan diajukan dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. b) Penyajian Data Kegiatan ini merakit informasi atau mengorganisasikan data serta menyajikannya dalam bentuk cerita agar dapat diambil suatu kesimpulan. c) Penarikan Kesimpulan Menarik kesimpulan dari keseluruhan data yang diperoleh dari hasil melakukan penelitian terhadap obyek penelitian. Bila proses siklus dan interaktif tersebut digambarkan commit to user kedalam suatu diagram berwujud sebagai berikut:
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengumpulan data Penyajian data
Reduksi data Kesimpulan: Penarikan/verifikasi Gambar 3: Skema Model Analisis Interaktif (Interactive Model of Analysis Miles and Huberman
7. Validitas Data Untuk menguji keabsahan data yang telah terkumpul, peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh mealaui waktu dan alat yan berbeda. Hal itu dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan
apa
yang
dikatakannya
sepanjang
waktu.
(4)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang. (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang
berkaitan.
(Moleong,
2002:178).
Untuk
melakukan
pembandingan dan pengecekan, peneliti melakukannya dengan menanyakan commit to user kembali kebenarannya pada obyek yang penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah dan Potensi Kawasan Laweyan Ketika bertanya pada wong Solo dimana tempatnya belajar mengenai batik maka orang Solo akan mengatakan “pergilah ke Laweyan”, karena Laweyan adalah pusatnya industri batik. Pada masa kerajaan Pajang Laweyan sudah terkenal sebagai sentra industri tenun. Industri batik tradisional baru berkembang setelah jaman penjajahan Belanda dan mencapai puncaknya pada tahun 1970-an. Karena terkenal dengan produksi batiknya maka kampung ini segera menjadi ikon batik pedalaman khususnya di Pulau Jawa di samping batik pesisir produksi Pekalongan, Lasem, Cirebon dan Indramayu. Kampung ini secara cepat menjadi ikon melegenda dan memantapkan diri sebagai pusat kejayaan perkembangan seni batik di kota Solo hingga sekarang. Selama pemerintahan kerajaan, masyarakat laweyan terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah laweyan barat dan laweyan timur yang dipisahkan oleh sungai laweyan. Karakteristik penduduk juga sangat berbeda. Penduduk laweyan barat dalam masalah ekonomi dan kebudayaan lebih banyak berhubungan dengan fasilitas yang disediakan raja karena makam-makam raja ada didaerah laweyan barat ini. Sebaliknya penduduk laweyan timur yang dihuni oleh sebagian besar pedagang dan pengusaha batik, lebih commit to user banyak memusatkan perhatian pada kegiatan pasar (mati) laweyan. Pasar 43
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
yang sudah mati itu sekarang menjadi kampung lor (utara) dan kidul (selatan) pasar. Mayoritas penduduk di kampung laweyan bekerja sebagai pengrajin batik. Batik-batik itu dipajang langsung di depan rumah mereka yang diubah menjadi ruang pamer atau butik. Ada yang terlihat mewah ada pula yang terlihat sederhana. Tapi nuansa kuno tetap dipertahankan. Pengunjung yang ingin membeli batik bisa melihat langsung proses pembatikan, dari dalam rumah juga terdengar mesin jahit yang diputar oleh seorang perempuan sedang menjahit kain batik menjadi pakaian jadi yang dipasarkan di depan rumah mereka. Seorang pemilik usaha batik yang biasa disebut juragan batik terlihat sibuk membuat garis-garis diatas kain batik sambil berbincang dengan beberapa tamunya yang juga perempuan. Tamu-tamu ini adalah seorang buruh yang mau mengambil kain batik yang sudah berbentuk pola baju untuk dijahit dirumah mereka, dalam waktu 3 hari mereka akan kembali ke rumah juragan batiknya tersebut untuk menyerahkan hasil jahitannya yang kemudian akan dipajang di showroom bagian depan rumah juragan. Berkeliling Laweyan menyusuri gang-gang kecil, jalan sempit diantara rumah penduduk seolah membawa kita pada masa kejayaan penduduk Laweyan tempo dulu. Rumah-rumah saudagar batik berpagar tinggi menjulang dan tertutup, seolah rumah-rumah ini tidak berpenghuni dan tidak ada aktivitas yang tampak dari luar. Sesekali hanya ada kain commit to user batik panjang yang sedang dijemur di pinggir jalan. Namun ketika pintu
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
sudah diketuk dan memasuki rumah, kita akan melihat para pengrajin batik tengah sibuk memegang cap batik yang ditekan diatas selembar kain putih panjang, mereka sedang membuat batik cap. Masyarakat laweyan adalah seorang pekerja keras dan ulet. Ketika peneliti melakukan wawancara pada seorang ibu pengrajin batik di laweyan, anaknya sedang menjahit manual sisa kain batik menjadi baju untuk boneka barbienya, ia bertanya bagaimana membuat lengan baju untuk boneka barbienya. Ibunya menuturkan bahwa kalo dirumah anak-anaknya suka bermain dengan kain-kain sisa batik untuk dibuat mainan, bahkan anaknya juga ikut berdagang, menjaga stan pada saat ada pameran-pameran batik. Itulah yang diajarkan oleh orang tua terdahulu mereka kepada anak-anaknya, untuk belajar menjadi seseorang yang mau berusaha, mandiri dan memiliki ketrampilan serta keuletan dalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada zaman sebelum kemerdekaan kampung Laweyan pernah memegang peranan penting dalam kehidupan politik terutama pada masa pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar tahun 1911 Serikat Dagang Islam (SDI) berdiri di kampung Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai pendirinya. Dalam bidang ekonomi para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemipoetra Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935. Laweyan merupakan kampung tradisional yang keberadaannya sudah ada sejak sebelum tahun 1500 M. Sebagai pusat perdagangan lawe (bahan commit to user sandang) kerajaan Pajang, kehadirannya baru berarti setelah Kyai Ageng Anis
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(keturunan Brawijaya V) dan cucunya yaitu Raden Ngabehi Lor Ing Pasar yang kelak menjadi raja pertama Mataram bermukim di Laweyan tahun 1546 M. Sebagai daerah sentra industri batik dan permukiman tradisional, kawasannya banyak bercirikan jalan/gang sempit, rumah berbeteng tinggi dan berhimpitan. (www.kampoengLaweyan.com/pdf/tata _ruang.pdf) Di ruas utama kampung Batik Laweyan ada jalan Sidoluhur yang diapit bangunan legendaris bertembok tinggi milik para saudagar batik yang pernah mendapat julukan Mbok Mase dan nDoro Nganten Kakung. Para saudagar batik tadi membuat batik dengan menggunakan cap atau canting sebagai peralatan kerja. Dalam proses pembuatannya menggunakan lilin yang ditorehkan di kain putih. Lilin atau malam digoreskan menggunakan cap tembaga atau canting. Karena dibuat dengan cap maka dinamakan batik cap sedangkan yang menggunakan canting disebut batik carik atau batik tulis. Malam atau lilin ini melekat dikain putih lalu dalam proses pengerjaannya disertakan warna untuk memperindah corak motif batik. Selama masa pembuatan hingga selesai dipasarkan melibatkan tenaga kerja dari penduduk sekitar Laweyan. Tenaga kerja ini disebut buruh batik. Mengutip tulisan Yayat Suparna dalam situs onlinenya menuliskan bahwa dalam tesis yang ditulis Soedarmono menyebutkan Mbok Mase adalah pemegang kuasa atas jalannya perdagangan batik Laweyan dengan terampil mereka mengelola usaha, mulai dari proses mengelola keuangan hingga mengembangkan usaha. commit to user
membatik, memasarkan,
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
Karena pekerjaan membatik butuh ketelitian dan kesabaran tinggi, dan hanya kaum perempuan yang dianggap mampu melakukannya. Sang suami hanya memegang peranan 25 persen dengan sebutan Mas Nganten. Seorang Mas Nganten boleh melakukan apa saja yang diinginkannya asal tidak poligami, foya-foya, dan tidak menyakiti hati Mbok Mase. Secara psikologis boleh dibilang usaha batik menjadi cara bagi Mbok Mase agar terhindar dari penindasan kaum lelaki. Dengan menguasai usaha batik, Mbok Mase memiliki bargaining kuat ketika berhadapan dengan lelaki. Akibatnya pengaruh dominasi ibu rumah tangga terasa lebih kuat dalam kebijakan ekonomi rumah tangga, bila dibandingkan dengan peranan ayah sebagai kepala rumah tangga. Puncak struktur sosial dalam masyarakat Laweyan adalah keluarga majikan yang diduduki perempuan. Keberhasilan perempuan mengangkat batik , sebenarnya juga mengangkat status mereka, bukan lagi perempuan yang terpinggirkan melainkan telah memperoleh posisi secara proporsional. Mbok mase juga menyiapkan anak-anak perempuannya menjadi penerus usaha. Anak perempuan yang disebut mas Roro ini sejak kecil sudah dilibatkan dalam industri batik. Kemudian dinikahkan, membina rumah tangga dan mengembangkan usaha batik hingga menjadi pasangan mbok mase dan mas nganten. Alih generasi semacam ini berlangsung hingga beberapa keturunan. Akan tetapi kejayaan Laweyan sebagai industri batik tidak bertahan lama. Hingga tahun 1970-an, masih banyak Mbok Mase-Mbok Mase di Laweyan. Perdagangan batik ketika itu juga masih semarak. Tapi keadaan commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berubah begitu masuk dekade 70-an setelah digalakkannya industri printing yang biayanya jauh lebih murah dan efisien. Teknologi-teknologi modern yang mulai masuk laweyan membentuk sebuah pergeseran dimana juga membuat banyak tenaga kerja lelaki masuk ke industri ini sebagai tukang cap. Sontak batik Laweyan redup pamornya. Banyak pabrik batik tutup. Satu persatu Mbok Mase-Mbok Mase pun tumbang menyisakan saksi kejayaan berupa rumah-rumah besar bertembok menjulang. Mbok mase tidak berhasil menyiapkan mas roro memasuki industri yang lebih modern. Memasuki
tahun
1990-an
industri
batik
di
Laweyan
kian
memprihatinkan. Laweyan masih bisa bergema sebagai penghasil batik dengan pembatiknya yang semakin susut, masih banyak pecinta batik yang mau berkunjung ke Laweyan mencari atau memesan batik yang eksklusif apalagi para kolektor Batik, tidak mau ketinggalan berburu koleksi batik di Laweyan. Tidak ingin Laweyan tenggelam dalam kesedihan surutnya usaha batik maka pada tanggal 25 September 2004 ditetapkanlah Laweyan menjadi Kampung Batik dan sekaligus sebagai daerah tujuan wisata di Kota Solo. Setelah FPKBL dibentuk terlebih dulu oleh masyarakat Laweyan pada tanggal 21 September 2004. Seorang informan yaitu Widhiharso seorang anggota pelaksana harian Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan menuturkan bahwa, Lebih dari 30 tahun Batik Laweyan bagai hidup segan mati tak mau, kampung sepi masyarakat tidak semangat. Lalu pada tahun 2004 seorang bernama Alpha Febela Priyatmono yang menikah dengan seorang wanita dari keturunan commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembatik Laweyan, menulis sebuah tesis untuk program S2 Arsitektur UGM tentang kampung Laweyan. Usai menulis tesis, kecintaaannya terhadap laweyan semakin bertambah. Ia kemudian berupaya menghidupkan kembali gairah kampung Laweyan seperti jaman kejayaannya dulu. Bersama warga Laweyan
Alpha
membentuk
lembaga
kepeloporan
bernama
Forum
Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) pada bulan September 2004. Usahanya ternyata disambut baik, ekonomi di kampung batik Laweyan mulai bergeliat kembali. Kini jumlah pengusaha batik Laweyan meningkat pesat menjadi 56 pengusaha padahal pada tahun 2004 jumlahnya hanya 22 pengusaha. Selain sisi ekonomi, Laweyan juga tengah berbenah menjadi kawasan heritage dan menjadi daerah wisata andalan kota Solo. Bahkan menurut dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) kondisi Kampung Batik Laweyan dinilai sangat layak untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata berbasis lingkungan dan budaya atau cultural heritage tourism. Kalau dulu Laweyan sepi sekarang mulai banyak turis yang datang ke Laweyan. Sehingga semangat masyarakat untuk menghidupkan kembali usaha batiknya tumbuh kembali. Akan tetapi semangat seperti ini tidak dimiliki oleh semua masyarakat, sebagian masyarakat masih tetap acuh dengan geliat perubahan di kampung mereka. Mereka hanya menjadi penonton saja dalam perputaran roda perubahan di Laweyan. Sehingga kehidupan ekonomi mereka pun tertinggal oleh kemajuan masyarakat yang lain.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Keadaan Geografis dan Demografis Kelurahan Laweyan merupakan salah satu wilayah yang berada dalam administrasi kecamatan Laweyan berbatasan dengan Kelurahan Sondakan (sebelah utara), sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, timur berbatasan dengan Kelurahan Bumi, dan barat berbatasan dengan Kelurahan Pajang. Kelurahan Laweyan yang berada di bagian barat kota Solo ini letaknya berada di tengah propinsi Jawa Tengah dan di tengah pulau Jawa. Posisi tersebut sangat strategis dan merupakan modal awal yang baik bagi dunia industri dan perdagangan. Di sepanjang jalan utama kampung, seperti jalan Tiga Negeri, Sidoluhur, maupun Laweyan banyak terdapat pertokoan, bengkel kerja, dokter praktek, maupun warung-warung makan yang menempati bangunan gedung-gedung pemukiman di tengah wilayah itu yang menjadi pusat kegiatan ekonomi. Luas wilayah kelurahan Laweyan 24,8 Ha, dengan jumlah penduduk pada tahun 2009 adalah 2.083 yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 1.046 dan perempuan berjumlah 1.037. Dari data yang peneliti peroleh dari Kantor Kelurahan Laweyan per April 2010 di Laweyan kini terdapat 603 kepala keluarga. Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci dari keadaan demografis di kelurahan Laweyan peneliti mencoba menggambarkannya dalam tabel-tabel berikut:
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Kondisi kependudukan yang terdapat di Laweyan yang didasarkan atas komposisi penduduk menurut jenis kelamin, dirasa perlu untuk melihat komposisinya, tabel dibawah ini akan menggambarkan kondisi tersebut. Tabel komposisi penduduk dalam kelompok umur dan jenis kelamin Tahun 2010 Kel. Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0-4
55
46
101
5-9
65
84
149
10-14
114
194
308
15-19
150
152
302
20-24
144
153
297
25-29
145
148
293
30-39
155
162
317
40-49
149
163
312
50-59
161
161
322
60+
73
96
169
jumlah
1211 (47, 03%)
1364 (52, 97%)
2575
Sumber: Laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan/kecamatan Laweyan kota Surakarta april 2010 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi penduduk Laweyan yang lebih banyak adalah perempuan yaitu berjumlah 1.364 sedangkan laki-laki berjumlah 1.211 orang. Kemudian yang paling dominan dari tabel diatas adalah jumlah penduduk yang memasuki usia produktif (kerja) yaitu diatas usia 20 tahun sampai 59 tahun, yang berjumlah 1829. Dan sisanya adalah penduduk yang tersebar dalam commit to user berbagai segmen aktivitas seperti pendidikan dan pensiunan. Jumlah
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
usia profuktif disuatu daerah ini menentukan besarnya tingkat pendapatan di daerah tersebut. Apabila jumlah usia produktif rendah maka rata-rata tingkat pendapatan daerah tersebut juga rendah, begitu pula sebaliknya jika jumlah usia produktif suatu daerah tinggi maka pendapatan daerah juga tinggi. b. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan Komposisi penduduk menurut pendidikan untuk melihat keadaan berlangsungnya proses pendidikan di Laweyan. Tabel komposisi penduduk menurut pendidikan Pendidikan Jumlah Tamat akademi/sarjan 387 (15, 02%) Tamat SLTA 532 (20, 66%) Tamat SLTP 433 (16, 83%) Tamat SD 447 (17, 35%) Tidak tamat SD 275 (10, 67%) Belum tamat SD 282 (10, 95%) Belum/tidak sekolah 219 (8, 50%) Jumlah 2575 Sumber: Laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan tahun 2010
Gambaran diatas merupakan suatu potret tentang besarnya penduduk Laweyan yang telah mendapatkan pendidikan (formal) jumlah paling tinggi yaitu tamatan SLTA berjumlah 532 orang, yang juga berarti terhadap penghargaan yang tinggi penduduk Laweyan pada aspek pendidikan yang mesti mereka peroleh. Pendidikan dan ketrampilan merupakan salah satu factor yang sangat penting bagi kehidupan khususnya dalam hal mencari pekerjaan maupun mengelola commit to user usaha dan keuangan suatu rumah tangga. Karena rendahnnya tingkat
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan maka sedikit pula pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya. Suatu masyarakat dapat berkembang apabila memiliki skill dan ketrampilan. c. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian masyarakat suatu daerah mempengaruhi tingkat pendapatan daerah tersebut. Bila dianalogikan antara penduduk kota dengan penduduk desa. Mata pencaharian di kota lebih bervariasi sehingga tingkatan pendapatannya pun relative tinggi disesuaikan dengan jumlah usia produktif sadangkan di desa sebagian besar penduduk hanya bermata pencaharian sebagai petani maka pendapatan juga relative lebih rendah. Gambaran
mengenai
aktivitas
perekonomian
serta
komposisinya dapat secara jelas dipahami dari tabel dibawah ini: Tabel komposisi penduduk menurut mata pencaharian Jenis Pekerjaan Petani Buruh tani Nelayan Pengusaha Buruh industri Buruh bangunan Pedagang Pengangkutan PNS Pensiunan Lain-lain Jumlah
Jumlah 60 (3, 54%) 200 (11, 80%) 150 (8, 85%) 50 (2, 95%) 75 (4, 42%) 20 (1, 18%) 28 (1, 65%) 1111 (65, 58%) 1694
Sumber: laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan tahun 2010 commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambaran
mengenai
aktivitas
perekonomian
serta
komposisinya dapat secara jelas dipahami dari tabel diatas. Dari tabel diatas terdapat 2 jenis pekerjaan yang banyak diambil oleh penduduk Laweyan yaitu buruh industri dan lain-lain (dalam hal ini adalah wiraswasta) dimana karena banyaknya industri batik di daerah Laweyan yaitu ada 57 perusahaan/industri batik sehingga industri batik ini menyerap tenaga kerja yang sebagian besar adalah penduduk Laweyan yang tidak memiliki cukup modal untuk membuka usaha sendiri. Sedangkan mereka yang memiliki cukup modal menjadi wiraswasta dengan membuka usaha sendiri seperti usaha konveksi atau membuat
kerajinan
dari
batik.
Usaha
yang
dilakukan
oleh
wiraswastawan ini tidak jauh-jauh dari batik dan tekstil karena memang kekhasan Laweyan yang merupakan daerah centra industri batik. d. Keadaan Sarana dan Prasarana Dari tabel keadaan sarana dan prasarana, peneliti ingin menjelaskan berbagai perangkat kebudayaan yang dimiliki oleh penduduk
Laweyan, sebagai salah satu ukuran dari adanya
kepemilikan individu terhadap sesuatu, yang digunakannya secara produktif. Jenis Prasaran Jumlah Radio 50 Televisi 350 Sepeda motor 200 Mobil dinas 150 Mobil pribadi 2 Truk 4 Becak 10 commit to user Sumber: laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan tahun 2010
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kepemilikan prasarana pengangkutan penduduk terbanyak adalah televisi dimana televisi ini sudah menjadi barang yang lazim dimiliki dalam sebuah rumah untuk mendapatkan berbagai informasi atau hanya sebagai media hiburan bagi keluarga. Kemudian sarana yang banyak dimiliki lagi oleh penduduk Laweyan adalah sepeda motor yaitu berjumlah 200 sepeda motor, orientasinya adalah tentu saja untuk semua aktifitas produktif bagi penduduk.
C. Profil Keberadaan dan Potensi Limbah Perca Batik di Laweyan. Laweyan sebagai industri batik dalam proses produksinya banyak mengahasilkan limbah. Yang dihasilkan bukan hanya limbah cair yang dapat mencemari lingkungan karena seringkali hanya dibuang ke saluran air yang akhirnya bermuara ke sungai. Untuk penanganan limbah cair di Laweyan sudah dibangun satu IPAL komunal (Instalasi Penanganan Air Limbah). Akan tetapi masalah limbah di Laweyan ini tidak berhenti setelah ditanganinya pembuangan limbah cair. Selain menghasilkan limbah cair Laweyan juga banyak menghasilkan limbah padat seiring dengan aktivitas produksi industri konfeksi yang ada di Laweyan. Limbah padat tersebut yaitu berupa kain-kain bekas, sisa potongan kain kecil-kecil yang biasa disebut kain perca. Kain-kain ini dibuang oleh industri tekstil dalam bentuk karungan, jika dalam usaha konfeksi rumah tangga maka kain-kain sisa produksi ini dibiarkan menumpuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
begitu saja kemudian dibuang atau digunakan untuk menjadi kain lap. Akan tetapi ditangan orang-orang yang kreatif kain-kain bekas, sisa produksi ini dapat diubah menjadi sesuatu yang lebih menarik dan bermanfaat. Jika tahu cara memanfaatkannya dan mau sedikit berusaha memutar pikiran untuk mendapatkan ide kreatif maka kain-kain perca ini bisa diubah menjadi sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dari pada sekedar menjadi alat pembersih. Kain perca ini bisa dimanfaatkan untuk : 1. Dijadikan bahan pengisi badan boneka, sofa 2. Digiling halus untuk bahan pengisi bantal atau guling 3. Dijahit menjadi rangkaian keset 4. Dibentuk menjadi tas,dompet,sandal atau souvenir lainnya 5. Di jahit lagi untuk baju anak-anak. 6. Diserut untuk dijadikan benang. Masih banyak lagi barang-barang yang bisa dibuat dari bahan dasar kain perca batik. Pemanfaatan kain perca ini membutuhkan sentuhan kreativitas dari perajin. Hal ini dikarenakan perajin kain perca dituntut untuk dapat menggabungkan berbagai motif dan bentuk kain sisa menjadi sebuah barang utuh yang dapat digunakan dan juga menarik untuk dilihat. Inilah tantangan tersendiri dari seni merubah kain sisa/ kain perca menjadi barang kerajinan yang mempunyai nilai estetika. Pengembangan industri lanjutan dari kain perca ini didapatkan oleh orang-orang yang berpikir kreatif untuk mendapatkan nilai guna dari kain commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perca. Mulai dari coba-coba membuat kain perca menjadi barang sederhana seperti keset atau taplak meja dengan balutan seni, kemudian berkembang menjadi sesuatu barang-barang yang khas unik karena berbahan dasar dari kain batik seperti tas, dompet, sandal bahkan ada yang membuat bola batik. Permintaan pasar konsumen akan produk yang memiliki ciri khas dan bernilai seni semakin tinggi membuat produk berbahan perca batik ini memiliki pangsa pasar yang lumayan. Pengembangan
ekonomi
kreatif
juga
sudah
diusahakan
oleh
pemerintah. Sebagai langkah nyata dan komitmen pemerintah atas pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2025, maka pemerintah telah melakukan kajian awal untuk memetakan kontribusi ekonomi dari industri kreatif yang merupakan bagian dari ekonomi kreatif. Dalam pengembangan ekonomi kreatif ada 14 sektor yang menjadi focus perhatian untuk dikembangkan, sub sektor tersebut yaitu arsitektur, periklanan, barang seni (lukisan, patung), kerajinan, disain, mode/fesyen, musik, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, layanan komputer dan piranti lunak (software), radio dan televisi, riset dan pengembangan, serta film-videofotografi. Tiga sub sektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan periklanan (18%). Maka pemanfaatan perca batik menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi khususnya kerajinan tangan (handicraft) ini dapat digarap hingga sedemikian rupa menjadi bagian dari pengembangan ekonomi kreatif. Yang juga akan meningkatkan perekonomian nasional commit toIndonesia. user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
Sekarang ini Laweyan sedang berbenah mengembangkan Laweyan menjadi kawasan wisata berbasis lingkungan dan budaya atau cultural heritage tourism yang akan meningkatkan kunjungan masyarakat baik domestic maupun turis ke Laweyan. Pemanfaatan limbah perca batik menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi ini dapat dijadikan sebagai salah satu produk kerajinan batik khas Laweyan yang mengusung tema peduli lingkungan. Meningkatnya kunjungan wisatawan seiring dengan dikembangkannya Laweyan menjadi kawasan wisata maka lebih mempermudah pemasaran produk kain perca ini. Produk-produk ini dapat dijual melalui showroomshowroom pedagang batik yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestic maupun manca Negara. Melihat peluang pasar yang menyambut baik, maka industri pengolahan kain perca ini mulai dilirik untuk ditekuni secara serius. Ide pemanfaatan kain perca di Laweyan berasal dari kepedulian terhadap lingkungan oleh masyarakat Laweyan khususnya wanita yang gerah melihat kain sisa menumpuk dipojokan ruang produksi mereka, maka pemanfaatan limbah perca batik menjadi sesuatu yang memiliki dayaguna dan memiliki nilai ekonomis ini pada akhirnya juga akan mengurangai pencemaran lingkungan. Kreativitas dan kepedulian perempuan ini kemudian ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan ketrampilan, pelatihan management pengembangan usaha serta pelatihan tentang lingkungan. Hal inilah yang akhirnya akan menjadikan wanita-wanita Laweyan ini menjadi seseorang yang mandiri, inovatif, dan berwawasan lingkungan. commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Profil Kelompok yang Diberdayakan Kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal-balik dan saling pengaruh mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Menurut maclever dan page (1961) dalam Totok Mardikanto (1996). Menurut
Totok
Mardikanto
dalam
L.V
Ratna
Devi
(2008)
mengemukakan beberapa ciri kelompok yaitu: 1. Memiliki ikatan yang nyata 2. Memiliki interaksi dan interelasi antar anggotanya 3. Memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas 4. Memiliki norma tertentu yang disepakati bersama 5. Memiliki keinginan dan tujuan bersama Kelompok dalam artian sosiologis dikategorikan menjadi 2 yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Dalam kelompok primer (utama) ada hubungan yang akrab dan bersifat pribadi. Solidaritas timbul tanpa disadari sehingga lebih banyak bersifat emosional daripada rasional. Kelompok utama ini biasanya berbentuk kelompok-kelompok kecil dimana anggotanya mengadakan hubungan tatap muka (face to face) spontan, mempunyai tujuan bersama yang kadang-kadang bersifat implicit. Sedangkan kelompok sekunder ditandai dengan hubungan-hubungan yang bersifat impersonal, disamping adanya hubungan yang bersifat kontraktual, rasional, dan resmi. Masing-masing anggota berhubungan dalam kapasitas tertentu dan bukan sebagai pribadi yang menyeluruh (Soerjono Soekanto, 1986). commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
L.V Ratna dalam bukunya mengemukakan pendapat beberapa ahli bahwa Kelompok terbentuk karena: 1. masing-masing anggota mempunyai karakteristik yang sama 2. mempunyai kepentingan yang sama 3. mempunyai
ikatan-ikatan
afektif
(perasaan)
dan
motivasi
membentuk hubungan antar individu 4. mempunyai tujuan bersama yang dicapai melalui pola interaksi yang mantab dan masing-masing anggota memiliki perannya sendiri-sendiri. Birsstedt (1984) dalam Ratna Devi (2008) menggunakan 3 kriteria untuk membedakan jenis kelompok yaitu ada tidaknya (a) organisasi, (b) hubungan social di antara anggota kelompok, dan (c) kesadaran jenis. Berdasarkan ketiga criteria tersebut Bierstedt kemudian membedakan empat jenis kelompok: ·
Kelompok statistic adalah kelompok yang tidak memenuhi ketiga criteria Bierstedt
·
Kelompok kemasyarakatan (social group) adalah kelompok yang anggotanya hanya memiliki kesadaran akan persamaan diantara mereka. di dalam kelompok ini belum ada kontak dan komunikasi diantara para anggotanya, juga belum ada organisasi.
·
Kelompok social (social group) adalah merupakan kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan berhubungan satu sama lain tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
·
61 digilib.uns.ac.id
Kelompok asosiasi (association group) adalah kelompok dimana para anggotanya mempunyai kesadaran jenis. Dalam kelompok ini dijumpai persamaan kepentingan pribadi (like interest) maupun kepentingan bersama (common interest). Adanya hubungan social, adanya kontak dan komunikasi. Banyaknya forum atau organisasi yang ada dalam suatu daerah dapat
mengindikasikan bahwa kepedulian dan kondisi keberdayaan masyarakat untuk memajukan daerahnya cukup tinggi. Forum-forum yang terbentuk ini diharapkan dapat menjadi wadah atau media untuk memajukan daerahnya, sehingga pada akhirnya juga akan menyejahterakan masyarakatnya. Di Laweyan sendiri kepedulian masyarakat akan kondisi dan potensi daerahnya mulai meningkat, terbukti dengan terbentuknya organisasiorganisasi atau lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti FPKBL (Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan), Forum Peduli Lingkungan Berbasis Gender. Sedangkan untuk lembaga atau kelompok usaha ekonomi yang terbentuk yaitu Laweyan Art, Sentono (pecahan dari Laweyan Art), Kelompok Usaha Bersama Kidul Pasar dan Klaseman, kemudian kelompok yang baru terbentuk lagi tahun ini adalah Kelompok Belajar Usaha Ketrampilan (KBUK). Kelompok-kelompok yang terbentuk ini diharapkan dapat menyejahterakan anggota kelompoknya. Dalam masyarakat yang sudah kelompok biasanya individu menjadi anggota dari suatu kelompok tertentu. Para pengrajin atau pengusaha membentuk kelompok-kelompok pergaulan dalam masyarakat yang memiliki commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan dan kepentingan yang sama serta perasaan senasib. Mereka adalah kelompok-kelompok kecil yang hubungan antara anggotanya saling merapat, kenal mengenal antar anggota serta kerjasama erat yang bersifat pribadi sebagai kelompok primer. (Soerjono Soekanto : 125-136). Fungsi kelompok bagi individu menurut Robbins (2001) dalam Ratna Devi (2008) adalah sebagai berikut: 1. Memberi rasa aman, dengan bergabung dalam kelompok seseorang dapat menguarangi ketidakamanan dalam kesendirian. Seseorang merasakan lebih kuat, merasa tidak ragu-ragu dan lebih menentang pada halangan ketika menjadi bagian dari suatu kelompok. 2. Memberi status sosial: termasuk dalam kelompok berarti dipandang penting oleh yang lain memberikan pengakuan dan status untuk kelompknya. 3. Menambah harga diri: kelompok dapat memberikan orang dengan perasaan bahwa harga dirinya berharga. Hal itulah untuk menambahkan status
pada kelompok luar,
anggota dapat
menambah perasaan dihargai dalam anggota kelompok itu. 4. Memenuhi kebutuhan beraifliasi: kelompok dapat memenuhi kebutuhan social. Seseorang menikmati interaksi terus menerus yang dating dari anggota kelompok. Bagi banyak orang, dalam interaksi pekerjaan merupakan sumber utama bagi pemenuhan kebutuhan berafiliasi mereka. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
5. Memberi kekuatan: apa yang tidak bisa dicapai secara individu sering muncul dalam tindakan kelompok. Hal inilah kekuatan dalam anggota. 6. Wahana pencapaian tujuan: ada saatnya ketika hal itu ditempatkan lebih dari seorang untuk menyelesaikan suatu tugas rutin, ada kepentingan untuk talenta, pengetahuan, atau kekuatan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Laweyan Art merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat untuk mencapai tujuan bersama yaitu untuk mengembangkan usaha handicraft. Dengan membentuk sebuah kelompok usaha bersama ini diharapkan akan ada kerjasama yang terjalin diantara para anggota, adanya pertukaran informasi mengenai buyer, trend produk terbaru, info pasar, pembagian kerja bahkan juga berbagi pengetahuan. Dengan begitu mereka dapat mengembangkan usaha bersama-sama sehingga tercapai pemenuhan kebutuhan oleh masing-masing individu pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. Dengan tercapainya kebutuhan-kebutuhan kompleks dalam masyarakat kemudian juga meningkatkan taraf hidup keluarga dalam masyarakat laweyan tersebut. Laweyan Art terbentuk setelah adanya pelatihan ketrampilan memanfaatkan kain perca bagi ibu-ibu PKK yang diselenggarakan oleh Disperindag. Berikut ini adalah selayang pandang mengenai kelompok tersebut: Nama kelompok : Laweyan Art commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdiri pada
: 28 November 2007
Jumlah anggota
: 12 Orang
Kegiatan
: 1. Pertemuan rutin 1bulan sekali 2. Pembayaran angsuran bantuan 3. Pembuatan Proposal Kelompok untuk Pengajuan bantuan Dana
Kepengurusan
:
Ketua
: Dyah Ayu Sarastuti
Wakil ketua
: Rina Anggraeni
Sekretaris
: Satiti Wahyu R
Anggota
: 1. Syafarudin Nasution 2. Dewi Waraswati 3. Mika Parida 4. Kristysningsi 5. Puji Hartiwi 6. Sri Lestari, SH 7. Sri Suwarni 8. Arini Wiji Utami 9. Harsodi
Beberapa anggota dari kelompok ini mengembangkan usaha pembuatan handicraft yang memanfaatkan limbah batik berupa kain perca, sedangkan yang lain pada dasarnya adalah pengusaha konfeksi yang juga commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuat membuat handicraft dan bersedia menerima pesanan handycraft dari bahan kain perca batik. Untuk mengembangkan usaha bersama ini memerlukan usaha dan kerjasama dari berbagai pihak. Maka dari itu, kelompok ini mengajukan proposal permohonan bantuan baik teknis maupun modal kepada dinas-dinas/ lembaga yang terkait.
E. Pihak-Pihak yang Memberdayakan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah Perca Batik di Kelurahan Laweyan. Adapun
pihak-pihak
yang
memberdayakan
perempuan
dalam
pengelolaan limbah batik berupa kain perca adalah: ·
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Surakarta. Membantu dalam hal pemasaran produk seperti informasi untuk mengikuti pameran-pameran dan memberikan bantuan dalam bentuk alat produksi yang sebelumnya telah melalui proses pengajuan proposal permintaan bantuan, dari kelompok yang bersangkutan membuat
proposal
permohonan
bantuan
kepada
Disperindag,
kemudian dinas menindaklanjuti dengan memantau daerah atau kelompok yang bersangkutan dan mengkroscek dari data yang ada. Selain
itu
Disperindag
juga
mengadakan
pelatihan-pelatihan
peningkatan kapasitas diri dan pengembangan ketrampilan. ·
DED (Lembaga Donor Pemerintah Jerman) memberikan bantuan dana yang diberikan melalui Disperindag. commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
·
Dinas Koperasi: sebagai dinas pemerintahan yang mempunyai fungsi perumusan kebijakan teknis dibidang koperasi dan usaha mikro kecil menengah (UMKM) seta penyelenggaraan sosialisasi memberikan bantuan dana modal serta informasi untuk mengikuti pameran-pameran yang diadakan oleh dinas-dinas koperasi.
·
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan sebagai sebuah forum yang memfasilitasi pengembangan kampung batik Laweyan, menjalin kerjasama dengan pihak terkait untuk memberikan pelatihan bagi ibu-ibu PKK. Disperindag Surakarta
FPKBL
Laweyan Art
DED (Lembaga Donor Jerman)
Dinas Koperasi & UMKM Surakarta UPPKS Gambar 4. Skema lembaga kerjasama dalam pemberdayaan pengelolaan limbah batik perca
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III KONDISI PEREMPUAN, INDIKATOR DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH PERCA BATIK
A. KONDISI PEREMPUAN SEBELUM DIBERDAYAKAN Tujuan utama pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan masyarakat,
khususnya
kelompok
yang
memiliki
ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan ini baik dikarenakan oleh kondisi internalnya yaitu persepsi mereka sendiri, maupun karena kondisi eksternal yaitu karena system dan struksur social yang tidak adil. Ketidakberdayaan juga seringkali disebabkan oleh beberapa factor antara lain ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan dan adanya ketegangan fisik maupun emosional. Masyarakat
yang
berdaya
adalah
yang
mampu
mengatasi
permasalahan yang dihadapi dengan segala potensi dan sumberdaya yang dimiliki. Dan untuk mencapai derajat keberdayaan itu haruslah melalui proses yang berkelanjutan. Minimnya kesadaran individu/kelompok sebagai akibat dari motivasi yang kurang memadai untuk merubah dan memperbaiki kondisi kehidupan inilah masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Berangkat dari keinginan seseorang untuk merubah keadaan dirinya maka seseorang akan commit to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
bergerak kemudian mengalami perubahan sehingga menjadi berdaya. untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan pihak lain yang dapat membantu membuka wawasan kesadaran diri, wawasan pengetahuan serta membantu mengembangkan diri. Disinilah peran pihak-pihak pemberdaya diperlukan. Yaitu Untuk membantu menumbuhkan kesadaran dan inisiatif dalam diri individu maupun kelompok. Masyarakat yang sudah terlalu lama berkutat dalam kemiskinan atau kesulitan hidup sering terjebak dan larut dalam kondisi keadaannya tersebut, mereka seolah menerima keadaan dan
menikmatinya. Seperti tidak ada
permasalahan dalam kehidupan karena sikap penerimaan keadaan yang begitu saja ini. Akan tetapi dalam menjalani kehidupan manusia tidak pernah lepas dari permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikannya. Seseorang tidak akan dapat menyelesaikan masalah jika ia tidak tahu permasalahan apa yang dihadapinya. Maka langkah awal untuk menyelesaikan masalah adalah dengan mengidentifikasi masalah yang dihadapi. Loekman dalam bukunya kemiskinan, perempuan dan pemberdayaan mengungkapkan bahwa manusia sebenarnya memiliki strategi sendiri untuk dapat memecahkan permasalahan kesempatan kerja. Yaitu strategi “Self employment” atau menciptakan kesempatan bekerja untuk dirinya sendiri. Dan sector informal menjadi manifestasi dari strategi tersebut. Maka disinilah sebenarnya masyarakat hanya perlu dibukakan wawasan dan kesadaran dirinya bahwa mereka sebenarnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk dapat menyelesaikan masalahnya terlebih masalah ekonomi mereka. Hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
ini juga dapat dimaksudkan untuk membentuk suatu mentalitas masyarakat yang mandiri tidak menggantungkan hidupnya terhadap bantuan orang lain atau Negara. Bantuan Dana yang diberikan secara langsung dari pemerintah seringkali hanya mampu menjawab persoalan hari ini, seperti bagaimana kita memperoleh makanan untuk hari ini dan makan apa kita hari ini. Hal ini tidak menyelesaikan persoalan jangka panjang. Uang yang telah dibagikan bagi masyarakat yang tidak mampu tersebut pada akhirnya akan cepat habis. Jika pemberian bantuan secara langsung tersebut juga disertai dengan pembekalan terhadap penerima mengenai bagaimana memanfaatkan uang tersebut agar tidak habis seketika, atau masyarakat di dorong untuk menggunakan potensi yang dimiliki dengan memberikan pelatihan-pelatihan ketrampilan pada akhirnya masyarakat akan menjadi lebih mandiri dan kreatif untuk menggunakan bantuan modal yang telah ia peroleh. Dengan begitu jumlah penerima bantuan langsung secara langsung dapat berangsur-angsur berkurang seiring dengan tumbuhnya kemandirian masyarakat. Secara umum Laweyan sebagai sector industry batik sebenarnya memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan baik dalam hal ekonomi maupun pariwisata. Hadirnyan Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan mulai menghidupkan kembali geliat perkembangan laweyan yang dimotori oleh Alfa Pabela. Laweyan yang secara umum sudah mulai berkembang, akan tetapi derap perkembangan ini tidak dapat diikuti oleh semua masyarakat. Masih ada sebagian golongan masyarakat yang tidak peduli dengan perkembangan wilayahnya, keramaian yang ada disekitarnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
Kurangnya kesadaran dari masyarakat inilah yang membuat masyarakat tidak dapat memandirikan dirinya sendiri serta tidak dapat mengikuti perkembangan pembangunan Laweyan menjadi daerah wisata dan heritage. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh salah seorang informan: “Setelah FPKBL terbentuk laweyan mulai rame dikunjungi orang, akan tetapi masyarakat ada juga yang tidak mau tahu dengan perkembangan Laweyan. Ada turis datang ya mereka hanya duduk diam di depan rumah menonton. Acuh tak acuh githu mba’ tidak peduli.” (wawancara dengan pak Widiarso) Laweyan yang sebenarnya banyak membuka peluang untuk bisa dikembangkan, dari aspek budaya sudah tidak diragukan lagi bahwa laweyan memiliki keterkaitan langsung dengan sejarah berdirinya sarekat dagang islam. Apalagi Laweyan sekarang sudah ditetapkan sebagai kota harritage serta menjadi pilot projek untuk pengembangan kampung wisata di Surakarta sehingga dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata bagi para wisatawan. Maka semakin membuka pintu pengembangan potensi yang ada di laweyan. Dan pengembangan ini tidak dapat berjalan dengan sendirinya, dibutuhkan kerjasama berbagai pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat serta pihak swasta yang dapat bekerja sama untuk mengembangkan laweyan menjadi daerah harritage dan wisata. Senada dengan keterangan salah satu informan: “Sebenarnya kalau mau ya mba dilaweyan ini banyak yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan. Misalnya pemuda-pemuda itu bisa menjadi guide (mengantar turis keliling melihat laweyan) atau bahkan commit to userbisa juga menjadi tukang parker, masyarakat bisa menyewakan rumahnya,
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ibu-ibu bisa membuat kerajinan, souvenir dari kain batik atau membuka rumah makan dan toko oleh-oleh. Dan masih banyak lagi yang bisa menghasilkan uang kalau mau dikerjakan. Laweyan ini kalau berkembang dan banyak dikunjungi orang baik local maupun manca masyarakat juga yang akan dapat menikmati hasilnya. Tapi kembali lagi, masyarakat disini banyak yang belum mau bergerak kalau ndak dikasih bantuan langsung, atau dituntun untuk mempunyai inisiatif memanfaatkan sumber daya yang ada. Kesadaran mereka masih kurang mba.” (wawancara dengan pak widhiharso). Kepedulian beberapa orang terhadap pembangunan wilayah dengan memanfaatkan potensi local yang ada akan kurang maksimal hasilnya manakala tidak ada kerjasama dan sinergi dalam proses pengembangan tersebut. Kerjasama berbagai pihak baik dari anggota masyarakat laki-laki maupun perempuan, pemerintah setempat serta instansi terkait akan menjadi kekuatan besar tercapainya tujuan pembangunan suatu wilayah menuju ke arah perbaikan dan pengembangan. Mengacu pada penjelasan salah satu informan tersebut diatas dapat dilihat bahwa perempuan-perempuan Laweyan juga memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Mayoritas dari perempuan
Laweyan memiliki
ketrampilan menjahit, mereka juga terbiasa untuk membantu orang tua mereka dalam kegiatan rumah tangga seperti memasak, membantu berjualan. Perempuan-perempuan Laweyan juga memiliki kemampuan untuk mengatur keuangan karena pengelolaan keuangan keluarga berada dalam tanggung jawab mereka. sebagian besar perempuan-perempuan ini juga melakukan pekerjaan sampingan untuk membantu pendapatan keluarga. commit tomenambah user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Laweyan pada masa kejayaan memang terkenal dengan ciri khasnya dimana banyak perempuan-perempuan yang menjadi saudagar dan pengusaha batik berkat ketelatenannya dalam menuangkan malem di lembar-lembar kain menjadi sebuah kain bermotif batik, serta keuletan perempuan-perempuan Laweyan dalam mengelola keuangan keluarga dan perdagangan kain batik mereka. Hal ini menjadikan perempuan sebagai pemegang pengelolaan uang sepenuhnya dalam keluarga. Kondisi tersebut berubah ketika batik printing mulai masuk di Laweyan pada abad 20an. Ketelatenan perempuan dalam proses pembatikan mulai digantikan oleh laki-laki yang memiliki kemampuan untuk menggunakan alat-alat cap batik. Industry batik di Laweyan lebih memilih menggunakan cap untuk memproduksi batik karena dirasa lebih efisien dan lebih cepat menghasilkan kain batik. Seiring berkembangnya batik printing maka usaha saudagar-saudagar perempuan ini mulai meredup. Laweyan yang sebelumnya memang banyak diramaikan dan di dominasi oleh perempuan dalam hal aktifitas produksi mulai lesu. Kondisi Usaha perempuan ini selama beberapa tahun menjadi seperti hidup segan matipun tak mau. Anak keturunannya pun hidup dengan mengenang kejayaan masa silam, masa kejayaan orang tua mereka yang mampu membangun rumah besar dengan tembok tinggi. Sikap penerimaan keadaan seperti ini kemudian menjadikan masyarakat Laweyan khususnya perempuan menjadi seolah tidak peduli dengan geliat perubahan yang ada. Mereka menjadi tidak memiliki inisiatif untuk merubah keadaan karena larut dalam kesedihan pudarnya kejayaan masa silam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
Senada dengan yang diungkapkan salah satu informan: “Dulu perempuan-perempuan laweyan itu kaya mba” rumahnya gedongan. Tapi setelah muncul batik printing jadi sepi. Nah karena larut dalam kenangan kejayaan orang tua di masa lalu orang-orang jadi males, cuma jagongan gak mau merubah keadaan. Terus muncul FPKBL yang didirikan oleh pak Alfa bersama masyarakat jadi mulai agak rame. Tapi tidak semuanya mau ikut mbangun laweyan dan mau berusaha berubah mba. Lah wong sudah tak tawari untuk saya ajari membuat tas batik seperti ini, menjahit atau membuat kue juga tidak mau. Alasannya katanya gak punya bakatlah, kurang telaten, ga ada waktu, anaknya gak ada yang nungguinlah, sakitlah.” (wawancara dengan bu Harsodi). Melihat kondisi dari penjelasan beberapa informan diatas, maka dalam proses pemberdayaan pembangunan mental positif masyarakat sangat diperlukan, khususnya bagi perempuan. Pembangunan mental positif tersebut yaitu secara terus menerus menumbuhkan mental perempuan untuk mau dan mampu berusaha, bahwa mereka juga memiliki kemampuan dan bisa memainkan peran-peran ekonomi, serta berkontribusi bagi keluarga dan pembangunan sekitarnya. Untuk menumbuhkan mental positif seperti ini AMT (achievement motivation training) digunakan sebagai suatu kegiatan yang membantu peserta untuk dapat mengenal dirinya beserta potensi yang dimiliki. Dengan pengenalan diri, baik kekurangan dan kelebihan beserta potensi yang dimiliki maka individu menjadi tahu apa yang dapat mereka lakukan dengan potensi dan kelebihan yang dimiliki. Senada dengan penjelasan ibu Ayu: “Kami pernah dapat pelatihan AMT mba’. Setelah ikut pelatihan ini kami jadi tahu apa kelebihan dan kekurangan commit to user kami, sehingga kami jadi tahu
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
bagaimana memanfaatkan kelebihan kami. Selain itu, kami jadi makin semangat bekerja dan berusaha setelah mengikuti pelatihan mba.” Program AMT merupakan pelatihan yang memungkinkan peserta untuk mengenal potensi diri sendiri, mengenal pribadi orang lain dan mencoba mensinergiskan keduanya. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan AMT ini peserta akan dapat mengetahuai kelebihan dan kekurangannya sebagai sesuatu yang melekat secara alami, serta mempunyai motivasi kuat untuk berprestasi. Selain minimnya kesadaran diri akan potensi yang dimiliki perempuan juga terjebak pada kurangnya pengetahuan dan informasi yang mereka miliki. Karena ranah mereka hanya berkutat pada ranah domestic, sehingga sulit untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang mereka butuhkan. Pengetahuan yang minim ini kemudian membuat mereka tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Seperti dituturkan oleh seorang informan: “sebelum ikut pelatihan-pelatihan itu saya ya hanya menjahit baju-baju batik biasa. Lihat ada kain batik sisa menjahit ya hanya saya tumpuk kemudian dibiarkan begitu saja. Kalaupun saya gunakan paling-paling saya jadikan kain lap. Tapi setelah ikut pelatihan bersama ibu-ibu PKK lainnya saya jadi bisa membuat tas dari kain-kain sisa jahit. Yang kemudian berlanjut pada kerajinan lain seperti baju anak, sprei, kemaren saya juga ikut lomba membuat bunga dari kain batik” (Wawancara dengan bu Harsodi)
“Dulu saya belum punya showroom, menjahit juga cuma sedikit-sedikit. Tapi setelah ikut pelatihan-pelatihan, ilmu dan pengetahuan saya jadi bertambah. Ide membuat karya semakin cemerlang saja. Hehehe… commitjuga to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian
saya
memiliki
inisiatif
untuk
mulai
menekuni
dan
mengembangkan usaha pembuatan handicraft dari kain sisa batik dan akhirnya saya berani membuka showroom di depan rumah ini.”(wawancara dengan bu Rina) Penjelasan dari informan tersebut menunjukkan bahwa bertambahnya pengetahuan dan pengalaman membuat seseorang berani mengambil resiko untuk melakakun sebuah perubahan. Maka sebelum adanya
pelatihan-
pelatihan yang diberikan pada ibu-ibu PKK Laweyan, kebanyakan ibu-ibu hanya mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi rutinitas mereka. Menurut Loekman dalam bukunya kemiskinan, perempuan dan pemberdayaan mengungkapkan bahwa kaitannya dengan pemberdayaan yang bermaksud untuk memandirikan individu maupun masyarakat yang juga penting untuk dilakukan adalah usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia. Untuk mengembangkan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan menaikkan kualitas ketrampilan dan memperkuat mental ideologis manusianya. Selain itu juga harus di kembangkan pula budaya execellent (budaya untuk menjadi pintar) bukan menjadi mediokritas (yaitu berorientasi pada kepuasan hasil yang berkualitas kelas dua, dan takut bersaing.) hal ini harus ditanamkan tanpa meninggalkan integritas terhadap kelompok. Sehingga mental yang sudah terbangun dengan baik untuk bersaing secara sehat. Bukan menindas yang lemah. (Loekman Sutrisno:1997) Dalam setiap masyarakat selalui dijumpai sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannnya. Bedanya adalah ada masyarakat commit to user melimpah, tetapi ada pula yang yang memiliki sumber-sumber yang relative
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terbatas.
Sehingga
diperlukan
upaya
untuk
mendayagunakan
dan
memanfaatkan sumber-sumber yang dimiliki untuk dapat memenuhi kebutuhan. Permasalahan lain yang muncul dalam kelompok adalah rendahnya perekonomian keluarga. Perempuan-perempuan di Laweyan ini banyak yang menjadi buruh di industry batik, atau menjadi buruh jahit pada seorang juragan batik maka pendapatan yang diperoleh pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk kebutuhan dapur. Meskipun anggota keluarga laki-laki bekerja hasilnya tetap saja tidak menyisakan uang untuk modal usaha karena sudah digunakan untuk biaya sekolah anak. Hal ini senada dengan penuturan dalah satu informan yang saya wawancarai ketika di rumah ibu Dewi Nasution sebagai berikut: “Untuk menjahit satu baju ini saya dapat Rp.12.500,00 maka hanya cukup untuk membeli kebutuhan dapur mba, Uang hasil kerja bapaknya sebagai pedagang asongan untuk biaya sekolah anak-anak yang mulai mahal. Jadi ya sudah tidak ada sisanya mba. Bagi saya yang penting anak-anak bisa sekolah untuk membuka usaha sendiri belum berani kalau harus menggunakan uang cadangan sekolah anak-anak.” (wawancara ibu Wati) Keterangan tersebut senada dengan penjelasan dari Bu Harsodi: “Banyak juga ko mba orang sekitar sini yang minim pendapatannya lihat saja mereka yang hanya duduk dipojokan pertigaan tadi, yang kerja hanya istrinya jadi buruh jahit, jadi ya uangnya hanya cukup untuk makan dan biaya sekolah anak-anak meskipun agak kesulitan juga”. (wawancara dengan Bu Harsodi). Meskipun data informasi dari kelurahan menyebutkan bahwa Laweyan termasuk kelurahan yang paling sedikit warganya yang menjadi penerima commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
BLT, akan tetapi pada kenyataannya sebagian warganya masih hidup dengan pendapatan yang minim dari hasil menjadi buruh industry dan buruh jahit. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan seringkali juga menjadi kendala untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Kemampuan yang hanya mampu memenuhi kebutuhan primer saja pun membuat individu tidak memiliki inisiatif dan ambil resiko untuk membuka usaha lain diluar pekerjaan pokok mereka, yang diutamakan terlebih dahulu adalah bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan untuk makan dan sekolah anak-anak. Meskipun sebenarnya mereka memiliki keinginan untuk mencoba melakukan hal lain guna menambah pemasukan akan tetapi mereka tidak memiliki cukup biaya dan keberanian untuk memulainya sehingga keinginan hanya menjadi sebatas mimpi di awang-awang tanpa adanya biaya, keberanian dan kesempatan. Keadaan ekonomi yang minim berkaitan dengan persoalan modal. Perempuan-perempuan di Laweyan untuk membuka sebuah usaha juga terkendala pada persoalan modal. Modal seringkali menjadi kebutuhan utama untuk memulai sebuah usaha. Untuk membuat sebuah produk maka diperlukan modal baik untuk membeli alat-alat produksi maupun bahan baku produk. seperti penjelasan salah satu informan: “Untuk membuat tas-tas seperti ini saya memerlukan biaya untuk membeli alat-alat jahitnya mba’. Kadang-kadang kalau pas tidak ada sisa kain ya saya harus membelinya pada juragan batik atau industry batik. Meskipun harganya memang agak murah tapi kan terkadang uangnya sudah dipake untuk kebutuhan lain-lain. Saya juga Cuma punya 1 mesin jahit, itu pun dapet dari bantuan dinas koperasi jadi kalau ada pesanan banyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
terkadang gak bisa memenuhinya karena gak ada yang bantuan.” (wawancara bu Harsodi). “Kalau pas ada pesanan banyak kadang-kadang saya kesulitan untuk mencari modal mba. Dana bantuan hanya berupa mesin jahit yang pembayarannya dapat diangsur tiap bulan.” (wawancara dengan bu Satitik) “Masyarakat seringkali mengeluhkan kalau tidak memiliki biaya atau modal pertama untuk dapat membuat suatu karya. Gak ada uang ya gak bisa memproduksi barang begithu kata mereka. Maka PNPM memberikan pinjaman uang untuk digunakan sebagai modal awal membeli bahan yang kemudian barang hasil produksinya kami beli untuk kemudian kami pasarkan kembali. Jadi sistemnya seperti pesanan dengan memberikan uang muka begitu.”(wawancara dengan staff PNPM Laweyan.) Dalam memenuhi pesanan dalam skala besar tidak jarang para pengrajin ini melakukan kerjasama antar pengrajin. Mereka membagi pesanan sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Dengan seperti ini maka para pengrajin akan tetap berkoordinasi, membagi informasi, dan membagi pekerjaan. Senada dengan informasi bu Satitik: “Biasanya saya dapat pesanan untuk membuat dompet-dompet kecil atau kipas untuk souvenir githu mba’. Tapi karena kualahen tidak dapat mengerjakannya sendiri saya minta bantuan pada teman-teman yang lain. Kadang saya juga hanya menyarikan order pesanan kemudian saya suruh yang lain yang membuat githu. Kemampuan orang kan beda-beda mba ada yang pinter bikin barang tapi gak pinter jualnya, ada juga yang pinter nyari orderan tapi barang buatan kurang bagus.” Setelah dapat memproduksi suatu barang yang menjadi persoalan selanjutnya adalah bagaimana memasarkan produknya. Biasanya perempuancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
perempuan yang membuat handicraft memasarkan produksinya dengan menitipkannya di showroom-showroom miliki pengusaha industry batik. “Untuk pemasarannya saya tidak begitu susah mba” karena biasanya saya titipkan di showroom miliki juragan-juragan batik itu, mereka menerima berapa pun jumlahnya. Tapi kalau belum punya tempat yang tetap memang agak susah juga. Bisa membuat suatu barang tapi tidak bisa menjual dan laku ya sama saja, rugi. Harus mencari dulu siapa yang mau dititipi… Dulu saya menawarkan langsung pada pemilik showroom, juragan batik yang punya toko di klewer juga saya tawari. Setelah mereka tahu barang buatan saya kemudian mereka sering memesan untuk dibuatkan suatu barang dalam jumlah yang lumayan. Pernah juga dapat pesanan dari luar negeri, showroom yang ngasih tahu.“ (wawancara dengan ibu Ayu) Namun tidak semua dapat memasarkan produknya. Beberapa orang dapat membuat suatu produk akan tetapi kemudian bingung untuk memasarkannya. Untuk mendapatkan palanggan atau pemesan tetap tidaklah mudah. Disinilah diperlukan kepandaian dan keuletan untuk dapat membuka pasar, menjalin kerjasama dengan pihak lain yang dapat memasarkan produk yang sudah dihasilkan. Dengan kepandaian berkomunikasi maka jaringan yang terbentuk akan semakin banyak, sehingga pasar yang terbuka pun menjadi lebar. Tidak perlu lagi mencari siapa yang mau dititipi, tapi justru pembuat kerajinanlah yang dicari untuk memesan barang. Para pengrajin tidak sekedar harus mempunyai ketrampilan berdagang, melainkan juga harus mulai menggunakan tenaga atau jasa pengrajin lain dalam proses produksi. Hubungan kerja antara pengrajin tidak dibingkai oleh commit to user interaksi antara pemberi kerja dan pekerja. Para pengrajin ini pada umumnya
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki peralatan dan tempat kerja sendiri. Mereka dapat membeli barang mentah sendiri dan kemudian menjual barang produksinya langsung pada konsumen. Atau mereka juga dapat berbagi kerja dalam menyelesaikan pesanan. Kemudian berdasarkan kondisi diatas, setelah mengikuti pelatihan dari Disperindag muncullah keinginan yang kuat dari para peserta untuk mengembangkan usaha mereka maka mereka membentuk kelompok usaha bersama, yaitu Laweyan Art. Kelompok ini adalah sebagai sebuah wadah untuk menjalin kerjasama dan koordinasi antar anggotanya. Melalui kelompok usaha bersama ini kelompok dapat lebih mudah untuk mengajukan proposal pada dinas terkait untuk memperoleh bantuan material maupun immaterial. Mereka juga dapat berbagi informasi mengenai pasar serta dapat berbagi pekerjaan ketika mereka mendapatkan banyak pesanan dan tidak mampu menyelesaikannya sendiri, maka pesanan akan dibagi pada anggota yang lain. Mulai tahun 2007 masyarakat mulai peduli dengan lingkungannya, melihat ada banyak kain perca sisa jahitan mereka mulai berfikir untuk dapat memanfaatkannya agar mengurangi timbunan sampah. Karena kalau di buang sampah jenis kain seperti ini tidak dapat terurai jika tidak dibakar. Maka mereka mulai memanfaatkan kain yang sudah tidak terpakai ini agar tidak menimbulkan limbah baru serta dapat menambah pemasukan dan dapat dijadikan sebagai terobosan usaha baru. Hal ini senada dengan informasi yang didapat dari ketua Laweyan Art ibu Ayu: commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Awalnya kami mengikuti pelatihan dari Disperindag mba’ kemudian kami sepakat untuk membentuk kelompok usaha bersama (KUB) yang kami beri nama Laweyan Art. Anggotanya ya ibu-ibu yang kebanyakan sudah memiliki usaha konfeksi. Hal ini untuk memudahkan kami memperoleh bantuan dari dinas mba.” “Usaha untuk memanfaatkan sesuatu yang dianggap sudah tidak berguna, selain menambah pemasukan bagi saya juga dapat mengurangi limbah yang ada dilingkungan kita kan mba’. Dengan begitu kita jadi lebih memperhatikan lingkungan.” (wawancara ibu Dewi) Dalam kelompok semacam ini proses belajar bersama berlangsung. Mereka dapat saling membantu, mengajari dan berbagi informasi. Bila kemampuan individu yang telah berkembang dipadukan secara bersama-sama, maka akan muncul peningkatan kinerja kelompok. Dan secara otomatis masing-masing individu akan menjadi mandiri mengembangkan potensi yang dimiliki. Hal ini tanpa menutup diri untuk menjalin kerjasama dengan orang lain. Sehingga hubungan yang berlangsung antar anggota kelompok disini bukan lagi pemberi pekerjaan dan penerima pekerjaan. Akan tetapi mitra sejajar yang sama-sama memiliki kemampuan yang dapat disinergikan untuk dapat mengembangkan usahanya. Pembangunan sebagai suatu proses untuk menciptakan hubungan serasi antara sumber-sumber yang ada dengan kebutuhan masyarakat sehingga tercapai kondisi kesejahteraan yang semakin meningkat dalam aspek fisik, ekonomi, mental dan social. (Sartono Wirjosoemartono:20). Di lain pihak hakikat pemberdayaan adalah pemberian kekuasaan terhadap
setiap
orang
commit to user (empower to everybody).
Kekuasaan
harus
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didistribusikan pada setiap orang agar semua orang dapat mengaktualisasikan diri. Akan tetapi pendapat ini akan menimbulkan anarki dan chaos (tanpa aturan, saling bersaing). Maka yang memungkinkan atau realistis adalah pendapat bahwa pemberdayaan adalah penguatan pada yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat. (power to powerless). Dilapangan juga ditemukan bahwa masyarakat yang miskin khususnya perempuan yang hanya menjadi buruh industry atau hanya sebagai buruh jahit sulit untuk berkembang. Mereka hanya melakukan pekerjaan yang diberikan oleh majikannya dan sudah menjadi kebiasaannya. Sehingga tidak ada inisiatif atau ide untuk membuat produk baru. Pembagian kerja yang diberikan oleh majikan pada buruh seperti hanya menjadi tukang jahit, atau menjadi pengobras saja yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi sebenarnya menyebabkan pemisahan social antara buruh dan pemberi kerja atau pemilik, juga menyebabkan pemisahan intelektual antara buruh dan tenaga ahli tenaga administrasi. Dalam msayarakat industry Pemisahan intelektual ini semakin mengukuhkan anggapan bahwa bagian-bagian tertentu lebih penting atau lebih prestigious dibandingkan dengan bagian-bagian lain. Buruh tidak hanya terkoordinasi, melainkan juga semakin dikuasai oleh pemilik, pengguna atau pembagi kerja. Tidak mengherankan apabila kemudian buruh menjadi tidak memiliki kesempatan
untuk
merubah
status
dan
Usman.1988: 91 ) commit to user
keadaan
mereka.
(Sunyoto
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketrampilan yang laku jual menjadi basis penghargaan, mereka (majikan) yang mempunyai ketrampilan semacam itu selalu berusaha mengontrol kondisinya agar tidak tersaingi, maka ketrampilan yang telah diperoleh terkadang tidak dibagi atau di ajarkan pada buruh yang bekerja pada mereka. disamping itu pemilik sendiri selalu berusaha sedemikian rupa sehingga proses produksi tidak sangat tergantung pada orang-orang yang memiliki marketable skill tersebut. Untuk cara yang paling murah adalah membagi pekerjaan pada element-element kecil dan tidak perlu member kesempatan pada pekerja untuk mengikuti training tertentu. Aktivitas kerja diusahakan berjalan rutin saja, menonton sesuai dengan jenis pekerjaan atau kegiatan yang telah di bebankan. Dalam kondisi demikian pengetahuan dapat dimonopoli dan proses produksi pun menjadi mudah dikuasai. Pada saat melakukan wawancara peneliti melihat secara langsung bagaimana
pembagian yang terjalin antara buruh dan majikan. Disitu
majikanlah yang membuat pola diatas selembar kain batik, kemudian memotongnya menurut pola. Baru kemudian diberikan pada buruh untuk dijahit dirumah.” Hal demikian maka mematikan kratifitas perempuan lain yang dalam hal ini adalah buruh perempuan. Mereka yang bekerja sebagai buruh hanya dapat mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya. Majikan pun tidak memberi kesempatan pada buruhnya untuk melakukan pekerjaan di luar yang biasa ia berikan. Buruh tersebut mengungkapkan bahwa: commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“saya tidak bisa membuat pola mba” ibu (juragan) lah yang membuat pola seperti ini saya biasanya hanya menjahit saja.” (wawancara dengan ibu Wati) Selain itu adanya kapitalisme oleh majikan. Sehingga masyarakat yang kurang mampu menjadi tidak dapat bergerak untuk maju memperbaiki kehidupannya. Dengan penguasaan semua sumberdaya ekonomi oleh beberapa orang maka masyarakat yang lain menjadi tidak memiliki kekuatan untuk mengembangkan usahanya. Tumbuh pula dalam kehidupan masyarakat keegoisan individu dan kurangnya kebersamaan sehingga hanya berharap dirinya sajalah yang akan hidup makmur dan dapat menguasai sumberdaya. Pengetahuan yang didapatkan tidak dibagi dengan orang lain karena kekhawatiran usahanya tersaingi. Keegoisan seperti itu menumbuhkan pula keinginan
untuk
mempengaruhi
orang
lain.
Dengan
kekuasaanya
mempengaruhi maka roda perekonomian dalam kendalinya. Mereka yang tidak memiliki cukup modal hanya menjadi buruh yang akan selalu patuh tehadap perintah majikan tanpa bisa mengekspresikan diri dan keinginannya. Jika ada inisiatif untuk membantu maka tindakan tersebut berdasarkan pada penaklukan terhadap individu yang diberikan bantuan. Sehingga bantuan yang diberikan akan semakin mengikat individu yang diberikan bantuan untuk secara rela mengabdikan dirinya pada pemberi bantuan. Hal tersebut senada dengan keterangan pak widhi selaku kepala bidang penelitian dan pengembangan FPKBL: commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Tidak semua masyarakat khususnya perempuan dapat mengikuti pelatihan akan tetapi kami mengharapkan peserta yang telah ikut dapat mengajari perempuan yang lainnya. Namun kenyataannya seringkali setelah ikut pelatihan mereka tidak mau menularkan ilmunya pada yang lain, disimpan sendiri ilmunya, biar mereka sendiri yang bisa begitu.” Dari kondisi diatas perlu diingat kembali bahwa Pemberdayaan adalah pemberian kekuasaan terhadap setiap orang (empower to everybody). Kekuasaan harus didistribusikan pada setiap orang agar semua orang dapat mengaktualisasikan diri. Akan tetapi pendapat ini akan menimbulkan anarki dan chaos (tanpa aturan, saling bersaing). Maka yang memungkinkan atau realistis adalah pendapat bahwa pemberdayaan adalah penguatan pada yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat. (power to powerless). (Edi, Suharto: ) Maka pemberdayaan ini sejatinya harus dilakukan untuk memberi kekuatan pada semua orang bukan hanya pada beberapa kelompok. Adapun kelompok yang sudah terbentuk pun diberikan pemahaman untuk memberikan keberdayaan pula terhadap orang-orang disekitarnya. Dengan demikian akan tercipta kondisi yang harmonis dan berdaya dalam kehidupan masyarakat. Adanya tantangan maupun permasalahan dalam kelompok usaha bersama tersebut, maka proses pemberdayaan harus dilakukan secara sistematis, bertahap dan terintegrasi antar tahapannya.
B. INDIKATOR KEBERDAYAAN commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggerak ekonomi keluarga masyarakat laweyan mayoritas adalah perempuan.
Dahulu kala mbok mase ini juga sudah terkenal menjadi
pedagang yang handal, suami mereka hanya mendampingi, bahkan ada yang hanya duduk di rumah menunggu toko, sang istrilah yang ubet. Pada masa kerajaan mbok mase rela untuk mencukupi kebutuhan asalkan tidak di madu oleh suaminya, sehingga laki-laki laweyan menjadi menggantungkan pada istrinya. Akan tetapi pada akses pengambilan keputusan masih saja dominan pada laki-laki. Edi Suharto mengutip pendapat parsons dalam bukunya Membangun Masyarakat
Memberdayakan
Masyarakat
mengajukan
tiga
dimensi
pemberdayaan yang merujuk pada: §
Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individu yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan social yang lebih besar.
§
Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
§
Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang lemah-lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk
memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur
masyarakat yang masih menekan. Pemberdayaan yang seringkali dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi yaitu meningkatkan kemampuan ekonomi individu memang tidak commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat dihindarkan karena penguatan ekonomi ini merupakan prasayarat pemberdayaan. Akan tetapi program pemberdayaan tidak sekedar hanya focus pada peningkatan kemampuan ekonomi, namun juga focus pada perbaikan aspek lain baik social, budaya, politik psikologi baik secara individual maupun secara kolektif yang berbeda menurut kelompok sosialnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa esensi dari pemberdayaan adalah memberi kesempatan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain, upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan kepada pihak lain dalam berbagai aspek baik ekonomi, social, budaya, politik, hukum, dan ekologi baik secara personal maupun kolektif. Pemberdayaan perempuan melalui usaha pengelolaan limbah batik yang berupa
kain perca ini dengan demikian adalah suatu upaya untuk
memberikan keberdayaan bagi masing-masing individu perempuan maupun kelompok dalam berbagai aspek tersebut, sehingga mereka memiliki kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri, mengembangkan potensi yang dimiliki, dan bebas dari eksploitasi yang ada. Dengan demikian masyarakat khususnya perempuan-perempuan ini mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis, baik untuk dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya. Sehingga perempuan yang sebelumnya berada dalam posisi belum termanfaatkan secara penuh potensinya akan meningkat bukan hanya
ekonominya, tetapi juga
harkat, martabat, percaya dirinya. Dapat dikatakan, pemberdayaan tidak saja commit tonilai usertambah ekonomis, lebih dari itu menumbuhkan dan mengembangkan
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemberdayaan juga mengembangakan nilai tambah social dan budaya dan ekologi. Sehingga pemberdayaan perempuan ini pada akhirnya juga meningkatkan emansipasi perempuan. Untuk mengetahui focus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka
perlu
diketahui
beberapa
indikator
menunjukkan seseorang itu berdaya atau
keberdayaan
yang
dapat
tidak. Sehingga program
pemberdayaan social diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek dari sasaran perubahan yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hashemi dan riley mengembangkan delapan indicator pemberdayaan. Keberhasilan pemberdayaan dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut
kemampuan
ekonomi,
kemampuan
mengakses
manfaat
kesejahteraan, dan kemampuan cultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuaasaan yaitu: §
Kekuasaan di dalam (power within)
§
Kekuasaan di luar (power to)
§
Kekuasaan atas (power over)
§
Kekuasaan dengan (power with) (Edi Suharto, 2005:63)
Indicator yang dapat digunakan untuk mengukur proses pemberdayaan masyarakat adalah: 1. Dimensi masyarakat sebagai subyek pembangunan dengan indicator a. Partisipatif b. Desentralisasi c. Demokrasi
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Tranparansi e. Akuntabilitas 2. Dimensi penguatan kelembagaan masyarkat dengan indicator a. Pembentukan dan penguatan kelembagaan b. Pelatihan bagi pengelola dan masyarakat c. Desentralisasi kepada lembaga masyarakat 3. Dimensi kapasitas dan dukungan aparat pemerintah a. Kapasitas aparat pemerintah dalam memfasilitasi b. Kapasitas
pemerintah
dalam
mendukung
dan
melakukan
pendampingan 4. Dimensi upaya penanggulangan kemiskinan a. Pemetaan kemiskinan. b. Keseusaian usulan dengan kebutuhan. c. Coverage program. d. Ketepatan pemberian dana dan kemampuan pengelola bantuan langsung masyarakat. Secara
umum
untuk
menerapkan
indicator-indikator
tercapainya suatu pemberdayaan dapat pula dianalisis melalui beberapa dimensi. Pemberdayaan menurut Karl (1995) dapat dianalisis melalui lima dimensi yaitu: 1. Dimensi kesejahteraan. Secara sederhana variabel ini dapat diukur dengan mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar, seperti kebutuhan commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
makanan, kesehatan, perumahan, pendapatan dan pendidikan. Sejauhmana kebutuhan dasar tersebut telah dinikmati tidak saja oleh semua orang baik yang kaya dan yang miskin, serta baik lakilaki maupun perempuan. 2. Dimensi akses atas sumberdaya. Variabel tersebut dapat diketahui dengan mengukur akses terhadap modal, produksi, informasi, ketrampilan dan lainnya. Adanya
kesenjangan
dalam
mendapatkan
akses
terhadap
sumberdaya masyarakat akan mengakibatkan terjadinya perbedaan produktivitas diantara mereka. 3. Dimensi penyadaran atau kesadaran kritis. Variabel ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya upaya penyadaran
terhadap
adanya
kesenjangan
diantara
lapisan
masyarakat dan kesenjangan gender yang disebabkan faktor sosial budaya yang sifatnya dapat berubah. Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi masyarakat pinggiran adalah lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang hidup dikota. Dalam kasus kesenjangan gender maka kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi perempuan lebih rendah dari daripada laki-laki. Penyadaran dalam hal ini berarti terjadinya penumbuhkan sikap kritis oleh perempuan. 4. Dimensi partisipasi. commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan dalam partisipasi yang ditunjukkan oleh terwakili atau tidaknya masyarakat pinggiran atau perempuan dalam wadah lembagalembaga yang terkesan elit. Upaya pemberdayaan diarahkan pada kegiatan pengorganisasian kelompok masyarakat pinggiran dan perempuan sehingga mereka dapat berperan dalam prose pengambilan keputusan dan kepentingan mereka juga dapat terwakili.
5. Dimensi kontrol. Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan antara laki-laki dengan perempuan ataupun dalam masyarakat pinggiran terhadap alokasi kekuasaan pada segala aspek bidang kegiatan. Siapa menguasai alat kerja, tenaga kerja, pembentukan modal, dan lainnya. Pemberdayaan dalam hal ini diarahkan pada alokasi kekuasaan yang seimbang dalam masyarakat. Indicator-indikator pemberdayaan yang terkumpul dalam lima dimensi diatas dapat digunakan untuk membuat analisis yang akan menunjukkan apakah perempuan-perempuan Laweyan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama Laweyan Art ini sudah berdaya atau belum dan seberapa jauh tingkat keberdayaan mereka karena pemberdayaan dapat diukur melalui derajat keberdayaannya.
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada akhirnya kegiatan produktif yang dilakukan pada program pemberdayaan ini akan menghasilkan barang sehingga memiliki pengaruh yang luas. Kegiatan ini merupakan titik awal dari upaya peningkatan pendapatan akan meningkatkan mobilitas social seseorang, karena dengan penghasilan yang lebih baik akan menjadi jalan bagi terwujudnya pengembangan wawasan dan mengelola berbagai potensi yang ada. Dengan demikian maka pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang megalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya yang memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun social seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan social dan mandiri melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertan pemberdayaan sebagai
tujuan
seringkali
digunakan
sebagai
indicator
keberhasilan
pemberdayaan sebagai sebuah proses.
C. STRATEGI PEMBERDAYAAN Pemberdayaan sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan user masyarakat, termasuk incividuatau keberdayaan kelompok commit lemah to dalam
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya yang memiliki kekausaan atau mempunyai pengetahuan, kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun social seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan social, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Secara Teoritis kecenderungan primer menunjukkan pemberdayaan sebagai proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, kemampuan kepada masyarakat agar setiap individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Sebaliknya kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog (Pranaka dan Vidhyandika Moeljarto). Sehubungan dengan deskripsi konsep dan pendekatan diatas, Randy dalam bukunya Manajement Pemberdayaan menyebutkan minimal ada tiga strategi pemberdayaan yang umum dipahami atau dilaksanakan. Untuk memahaminya Randy mengumpakan strategi tersebut dalam beberapa proses yaitu pemberdayaan yang berkutat di daun, batang, dan akar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
Permberdayaan yang hanya berkutat di “daun” dan ranting atau pemebrdayaan konformis. Karena struktur social, struktur ekonomi, dan struktur politik yang sudah ada dianggap given, pemberdayaan hanya dilihat sebagai upaya meningkatkan daya adaptasi terhadap struktur yang sudah ada. Bentuk aksi starrtegi ini adalah mengubah sikap mental masyarakat yang tidak berdaya dan pemberian bantuan, baik modal maupun sibsidi. Termasuk pula program-program karikatif dan sinterklas. Pemberdayaan yang hanya berkutat pada “batang” atau pemberdayaan reformis. Konsep ini tidak mempermasalahkan tatanan social, ekonomi, politik dan budaya yang ada. Yang dipersolakan adalah pelaksanaan di lapangan atau pada kebijakan operasional. Dengan demikian pemberdayaan difokuskan pada upaya peningkatan kinerja operasional dengan membenahi pola kebijakan, peningkatan SDM, penguatan kelembagaan dan sebagainya. Pola inilah yang biasanya digunakan untuk melakukan pemberdayaan pada masyarakat kelas bawah yang hak-haknya belum terpenuhi karena kebijakan yang tidak berpihak pada mereka seperti pembeerdayaan pada kaum difabel untuk memperoleh hak-hak mereka terkait dengan aksesibilitas bagi difabel terhadap fasilitas public. Atau kebijakan pemerintah dalam pembangunan yang harus memasukkan criteria adil dalam design pembangunannya. Sehingga pembangunan dapat dinikmati oleh semua orang, lapisan dan golongan masyarakat. Pemberdayaan yang berkutat di “akar” atau pemberdayaan structural atau bisa disebut dengan critical paradigm. Strategi tersebut melihat bahwa commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketidakberdayaan masyarakat disebabkan oleh struktur social, politik, budaya dan ekonomi yang kurang memberikan peluang bagi kaum lemah. Dengan demikian, pemberdayaan harus dilakukan melalui transformasi structural secara mendasar dengan meredesign struktur kehidupan
yang ada.
Pemberdayaan ini biasanya dilakukan oleh fasilitator gender untuk mengubah pandangan masayarakat mengenai gender. Pemberdayaan dilakukan mulai dari awal melalui pengubahan struktur-struktur social yang ada dalam masyarakat menjadi responsive gender hingga pada upaya pengubahan struktur politik dan budaya. Proses
pemberdayaan
harus
melalui
beberapa
tahapan
yang
berkesinambungan untuk menjadikan masyarakat menjadi berdaya. 4 tahapan strategi yang harus dikembangkan dalam proses pemberdayaan bagi kelompok ibu-ibu ini antara lain adalah pengembangan kesadaran kritis, penguatan kapasitas, pengorganisasian, dan mobilitas sumber daya. Diharapkan
program-program
yang
dilakukan
tidak
hanya
berimplementasi pada peningkatan kesejahteraan social melalui distribusi uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Lebih dari itu adalah sebagai upaya dengan spectrum kegiatan yang lebih menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan sehingga segenap masyarakat dapat mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan dapat terlepas dari belenggu structural yang membuat hidup sengsara. Sejumlah kajian di beberapa negara menunjukkan bahwa usaha kecil dan menengah mempunyai peranan cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyerap tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, usaha kecil dan menengah juga merupakan salah satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal, dan berpotensi meningkatkan posisi tawar (bargaining position) perempuan dalam keluarga. Pemberdayaan dalam rangka menguatkan perekonomian perempuan di Laweyan umumnya dilakukan oleh Dinas dengan bekerja sama dengan lembaga donor, forum yang ada di Laweyan serta bekerja sama dengan akademisi yaitu dengan Universitas-Universitas yang ada di Solo yang memiliki focus perhatian pada masalah gender dan pengelolaan sumber daya alam. Maka disini saya menguraikan pemberdayaan yang sudah dilakukan oleh setiap lembaga dengan membuat pengelompokan pada tiap-tiap pihak pemberdaya agar lebih mudah dipahami. ·
Pemberdayaan OLEH DINAS Dalam hal ini Dinas terkait yang melakukan pendampingan khususnya dalam hal peningkatan ekonomi perempuan yaitu Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan). Upaya Disperindag dalam menguatkan ekonomi masyarakat khusunya perempuan adalah dengan memberikan bantuan berupa pelatihan, penyediaan alat produksi dan pemasaran. Senada dengan penjelasan salah satu informan: “Bantuan yang kami berikan pada masyarakat adalah dalam bentuk pelatihan, bantuan peralatan dan pemasaran” (wawancara dengan ibu Yuni, Ketua Bidang peindustrian Disperindag, 27oktober 2010 ) commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun pelatihan-pelatihan diberikan kepada masyarakat adalah sebagai upaya peningkatan kapasitas ketrampilan dan kecakapan hidup dan
dalam
mengimplementasikannya
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan mengadakan pelatihan-pelatihan ketrampilan yang terkait dengan pemanfaatan sisa kain batik untuk menjadi barang-barang yang bernilai ekonomis seperti pembuatan handicraft dari kain perca batik, pembuatan sandal batik, tas dan souvenir. Secara umum tujuan dari pemberian pelatihan Keterampilan & kecakapan hidup (Life-Skill) adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kecakapan hidup dan kesadaran gender dalam rangka memberdayakan perempuan dengan meningkatkan kapasitas pikir dan kapasitas pengelolaan kelembagaan untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan. 2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perempuan dalam pengelolaan usahanya. 3. Meningkatkan kesadaran kritis perempuan dalam mengatasi persoalanpersoalan
perempuan secara umum.
Senada dengan penjelasan salah satu informan Ibu Sri Wahyuni selaku Ketua Bidang Perindustrian Disperindag Surakarta : “Pertama-tama kami mengadakan pelatihan pengembangan ketrampilan seperti pembuatan sandal batik yang diadakan pada tanggal 13-16 April 2010 jumlah pesertanya 20 orang kebanyakan yang ikut ibu-ibu mba’. Tujuan pelatihan itu adalah untuk memberikan bekal ketrampilan pada peserta terlebih dahulu, sehingga peserta commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempunyai kesadaran untuk menjadi seorang yang produktif mba.” (Wawancara dengan ibu Yuni, 27 Oktober 2010) Untuk memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh
perempuan
dalam
memecahkan
masalah
dan
memenuhi
kebutuhannya, pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan kemampuan
dan
kepercayaan
diri
perempuan
yang
menunjang
kemandirian mereka. Untuk dapat merubah pandangan seseorang memang bukanlah suatu hal yang mudah. Namun, untuk mencapai tujuan pemberdayaan, strategi
yang
digunakan
haruslah
benar-benar
tepat
sasaran.
Pengembangan potensi yang dimiliki perempuan dan kemandirian perempuan yang menjadi modal utama harus dapat dicapai terlebih dahulu, sehingga sumber daya manusia yang dicetak dapat maksimal. Selain pelatihan ketrampilan masyarakat juga diberikan pelatihan AMT (Achievement Motivation Training) sebagai upaya untuk membantu peserta pelatihan yang sebagian besar adalah ibu-ibu untuk dapat menggali potensi yang ada pada diri dan menumbuhkan kepercayaan diri mereka, sehingga dengan tumbuhnya kepercayaan diri, mereka memiliki semangat untuk dapat membuat perubahan pada kehidupannya. Selain itu dari Disperindag juga mengadakan pelatihan kewirausahaan, bagaimana caranya lobbying, managemen usaha serta managemen pemasaran yang berguna untuk memudahkan memasarkan produk yang telah dihasilkan, bagaimana mereka dapat membuat sebuah jaringan pemasaran yang kuat. commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Dewi: “Dulu kami juga pernah mendapat pelatihan AMT, pelatihan management usaha, diajari juga bagaimana caranya lobby biar dapat pesanan ini untuk membantu kita dalam pemasaran produk.” (wawancara Bu Dewi, 25 juni 2010) “Kami juga pernah dapat pelatihan management usaha diajari pembukuan githu mba, berapa modal awal, pengeluaran,
untung
ruginya, gitu harus dicatat, njlimet dan harus rinci mba’ hehehe. Sebenarnya kalau ini bisa akan memudahkan kita untuk mengajukan proposal.” (wawancara Bu Harsodi, 19 Juli 2010) Disperindag juga mengadakan penyokongan dalam hal pemasaran yaitu berupa pemberian informasi kepada masyarakat terkait dengan event-event atau pameran yang bisa diikuti masyarakat, sebagai bentuk bantuan pemasaran yang diberikan pada masyarakat yang produktif. Bahkan ibu-ibu Laweyan juga sudah pernah mengikuti pameran sampai ke luar negeri. Hal ini dimaksudkan untuk membuka pasar handicraft batik juga. Senada dengan informasi dari seorang informan: “Saya dan Bu Dewi juga pernah ikut pameran sampai ke Malaysia. Disana yang kami pamerkan adalah batik dan hasil kerajinan tangan. Masing-masing
anggota
KUB
menyerahkan
produknya
pada
perwakilan yang pergi ke Malaysia.”(Wawancara dengan ibu Ayu, 25 Juli 2010.) Menurut
ibu
Sri
Wahyuni
(Ketua
Bidang
Perindustrian,
Disperindag) bantuan pemasaran yang diberikan ini meliputi pemasaran di dalam daerah (Local), antar daerah (Regional), dan Internasional. Adapun commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
event-eventnya yaitu seperti Java Expo di Kasunanan, Jateng Fair, Inacraft, dan Cina Expo. Masyarakat yang produktif dapat berpartisipasi dalam acara ini, mereka dapat memamerkan hasil karyanya, sehingga dengan mengikuti acara-acara pameran diharapkan dapat memperluas jaringan usaha dan menambah wawasan. Biasanya dari pihak Disperindag memberikan informasi kepada kelompok-kelompok usaha bersama yang telah terbentuk dalam suatu wilayah kelurahan. “Produktif” menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mengikuti dan berpartisipasi dalam pameran tersebut. Dimana produktif disini diartikan sebagai mampu menciptakan dan menghasilkan sebuah barang atau produk. Diambil dari arti kata produksi yang artinya adalah mengolah sesuatu bahan mentah menjadi barang jadi. Hal ini dengan maksud untuk menumbuhkan sikap mau berkarya dalam diri masyarakat. Bukan hanya dapat mengkonsumsi. Untuk dapat menjadi mandiri dan berdaya seseorang salah satunya adalah dengan mampu menggunakan potensi yang dimiliki dan menghasilkan sebuah karya. Selain pelatihan dan pemasaran Disperindag juga memberikan penyokongan dalam bentuk bantuan penyediaan alat produksi, untuk memperoleh bantuan tersebut
harus memenuhi beberapa persyaratan
yaitu: 1. Warga Solo. 2. Dalam bentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama) yang beranggotakan minimal 10 orang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
3. Mengajukan proposal bantuan sesuai dengan bantuan yang dibutuhkan. 4. Memberikan laporan pertanggung jawaban setiap 6 bulan sekali. Hal ini dengan maksud untuk mengevaluasi penggunaan bantuan yang sudah diberikan. Bantuan alat produksi yang diberikan oleh Disperindag kepada Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art adalah berupa 8 mesin jahit. Mesin ini kemudian diberikan pada anggota kelompok yang membutuhkan terlebih dahulu. Kemudian bagi masing-masing anggota yang menerima mesin jahit tersebut atas kesepakatan bersama diharuskan membayar angsuran tiap bulan. Jadi sistem penerimaan mesin jahit tersebut oleh kelompok dijadikan sebagai pembelian secara cicilan. Uang hasil angsuran anggota ini kemudian akan dibelikan mesin jahit lagi atau alat produksi lainnya yang dibutuhkan oleh anggota kelompok. Sehingga semua anggota kelompok dapat memperoleh dan memanfaatkan bantuan yang diberikan oleh Disperindag. Senada dengan keterangan ibu satitik selaku bendahara Laweyan Art: “Bagi yang menerima mesin jahit diwajibkan membayar angsuran mba tiap bulannya sampai mencukupi harga mesin jahit biasanya selama 2 tahun kan agak ringan kalo begini. Uangnya biar bisa digunakan untuk membeli alat lagi dan biar semua anggota kebagian begithu”. (wawancara bu Satitik, 25 Juli 2010) Untuk mengajukan proposal bantuan dana diharuskan untuk membentuk sebuah kelompok yang beranggotakan minimal 10 orang. Dari commit to user situ maka pihak Disperindag sebenarnya telah melakukan usaha untuk
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menumbuhkan pengorganisasian dalam masyarakat Laweyan setelah diadakannya usaha untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat. Pengorganisasian ini dimaksudkan untuk memberikan ruang agar masyarakat dapat mengembangkan diri dan mencapai tujuan bersama mereka. Karena idealnya, masyarakat perlu diberikan ruang untuk mengorganisasi diri mereka sendiri tanpa intervensi dari pihak luar. Setelah organisasi masyarakat terbentuk, baru pihak luar dapat mengambil peran untuk memperkuat kapasitas organic tersebut. Pengembangan organisasi ini terwujud dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) salah satunya adalah Laweyan Art yang mana menjadi wadah bagi perempuanperempuan Laweyan untuk mengembangkan usaha handicraft mereka. Meskipun tidak mengadakan peninjauan langsung secara berkala akan tetapi Disperindag juga melakukan monitoring. Yaitu dengan cara mewajibkan kepada kelompok penerima bantuan alat untuk membuat laporan mengenai penggunaan bantuan alat yang telah diterima oleh kelompok. Laporan ini harus diberikan setiap 6 bulan sekali. Dari laporan pertanggung jawaban semacam ini dapat diperoleh data seberapa jauh perkembangan usaha mereka, kemudian bagaimana pengelolaan bantuan yang telah diberikan juga dapat diketahui, sehingga pada akhirnya nanti laporan semacam ini dapat digunakan acuan untuk mengusulkan dan memasukkan kebutuhan pengrajin atau pengusaha kecil ini dalam anggaran pembelanjaan daerah. ·
OLEH LSM
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk LSM selama ini belum ada sebuah LSM yang mengadakan pendampingan atau pemberdayaan di laweyan terkait dengan penguatan ekonomi perempuan di Laweyan. Hal ini seperti diungkapkan salah satu informan bapak Eddy: “Untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat kami belum mempunyai cukup SDM, untuk kerjasama dengan LSM selama ini juga belum ada.” ·
FPBKL Dalam proses pengembangan Laweyan menjadi Kampung Batik ini FPKBL berperan sebagai sebuah lembaga mediasi yang memfasilitasi kebutuhan industry batik. Jika suatu rombongan atau kelompok masyarakat ingin mengadakan sebuah kunjungan misalnya maka biasanya FPKBL yang memfasilitasi layaknya tuan rumah. FPKBL juga sebagai penghubung dengan dinas terkait, forum inilah yang menjadi penghubung antara kelompok-kelompok yang terbentuk oleh masyarakat Laweyan untuk mendapatkan informasi dan bantuan oleh dinas terkait atau melakukan mediasi dalam melakukan kerjasama dengan dinas yang berkepentingan. Senada dengan keterangan bapak Edy selaku coordinator bidang IT FPKBL mengatakan: “FPKBL disini bertindak sebagai penghubung atau mediator bagi kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Laweyan. Kami biasanya memfasilitasi jika ada dinas tertentu yang ingin bekerjasama untuk membuat sebuah kegiatan di Laweyan. Contohnya ya seperti pelatihan-pelatihan terhadap ibu-ibu PKK itu mba’ kami hanya menginformasikan pada ketua kelompok atau memberi informasi pada commit to user masyarakat siapa yang mau ikut.”
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam proses pemberdayaan perempuan di Laweyan ini FPKBL dapat dikatakan berperan serta sebagai lembaga pendampingan social. Merujuk pada pendapat Edi Suharto dalam bukunya membangun masyarakat dan memberdayakan rakyat (2005:95) yang mengemukakan empat tugas pendampingan social yaitu pemungkinan (enabling) atau fasilitasi, penguatan (empowering), perlindungan (protecting), pendukungan (supporting). Meskipun tidak semua fungsi dari lembaga pendampingan social dapat dipenuhi oleh FPKBL akan tetapi
FPKBL sudah
melakukan
fasilitasi
dan
pendukungan.
Management sumber juga dilakukan oleh FPKBL. Sumber yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam pemecahan
masalah.
Sumber
dapat
berupa
sumber
personal
(pengetahuan, motivasi, pengalaman hidup), sumber interpersonal (system pendukung yang lahir baik dari jaringan pertolongan alamiah maupun interaksi formal dengan orang lain, sumber social (respon kelembagaan yang mendukung kesejahteraan masyarakat. (Edi Suharto, 2005:95). Pengertian manajemen disini mencakup pengkoordinasian, pensistematisan, penunjukan.
dan
pengintegrasian
bukan
pengawasan
dan
Pengertian managemen juga meliputi pembimbingan,
kepemimpinan dan kolaborasi dengan pengguna atau penerima program. Dengan demikian FPKBL ini menghubungkan kelompok commit to user Laweyan Art dengan sumber-sumber sedemikian rupa sehingga dapat
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkatkan kepercayaan diri anggota kelompok maupun kapasitas pemecahan masalah individu dan kelompok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL, HAMBATAN DAN SOLUSI DALAM PROSES PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
A. HASIL PEMBERDAYAAN Pemberdayaan yang merupakan upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya, diharapkan dapat membawa perubahan pada individu maupun kelompok. Perubahan yang dimaksud disini adalah perubahan kondisi dari ketidakberdayaan menjadi lebih berdaya, kondisi yang tidak memiliki kekuatan menjadi memiliki kekuatan. Pada hakikatnya masyarakat itu bersifat dinamis mengalami perubahan selama proses hidup. Baik perubahan tersebut disengaja atau diupayakan maupun terjadi dengan sendirinya seiring dengan berlangsungnya proses kehidupan. Pemberdayaan adalah proses menyeluruh yaitu suatu proses aktif antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat
yang perlu
diberdayakan melalui peningkatan pengetahuan, ketrampilan, pemberian berbagai kemudahan serta peluang untuk mencapai akses system sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses pemberdayaan hendaknya meliputi enabling (menciptakan suasana kondusif), empowering (penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat), protecting (perlindungan to user dan dukungan) dan foresting dan keadilan), supporting commit (bimbingan
105
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(memelihara kondisi yang kondusif tetap seimbang) (Randy R, 2007). Pada gilirannya diharapkan akan terwujud kapasitas ketahanan masyarakat secara lebih bermakna, bukan sebaliknya bahwa stimulant yang diberikan dan proses yang
ada
justru
menjebak
masyarakat
pada
suasana
yang
penuh
ketergantungan. Menurut Friedmann
(1992) dalam
L.V. Ratna Devi (2008)
mengemukakan bahwa ketika masyarakat memiliki kekuatan (power), sebenarnya sudah terdapat kesadaran kritis dalam diri seseorang dapat dicapai dengan cara melihat ke dalam diri sendiri (lookoing inward), serta menggunakan apa yang didengar, dilihat, dan dialami untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam kehidupannya. Seseorang menganilisis sendiri masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi sebab-sebabnya, menetapkan skala prioritasnya dan memperoleh pengetahuan baru darinya. Masyarakat yang memiliki keberdayaan ditandai adanya: 1. Kekuatan mengaktualisasikan diri yaitu, mampu mengekspresikan diri dan mampu menginternalisasikan hasil penilaian. 2. Koaktualisasi Eksistensi Masyarakat. (Ratna Devi, 2008) Onyishi
dalam
makalahnya
psychological
empowerment
and
development of entrepreneurship among women: implications for sustainable economic development in Nigeria mengemukakan bahwa pemberdayaan menurutnya adalah memungkinkan perempuan untuk mengakses keahlian dan sumber daya untuk lebih efektif mengatasi tantangan. Kewirausahaan memerlukan individu yang akan proaktif dalam mencari peluang untuk commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menciptakan kekayaan untuk diri mereka sendiri dan orang lain. Akar dari semua kegiatan kewirausahaan adalah kemauan pengusaha untuk melakukan sesuatu yang baru dan kemauan untuk menerima ketidakpastian dan mengatasi tantangan yang muncul. Kreativitas dan inovasi karena itu terlibat dalam sebagian besar upaya kewirausahaan. Sehingga untuk memberdayakan perempuan dalam bidang apapun terlebih lagi dalam bidang ekonomi maka diperlukan upaya untuk memberdayakan kepribadian perempuan terlebih dahulu guna membangkitkan kemauan individu perempuan untuk berubah. Dalam prosesnya program pemberdayaan
yang
telah
pemberdayaan
psikologis
dilakukan
juga
perempuan.
sudah
Pemberian
menyentuh
pada
pelatihan
AMT
(Achievement Motivation Training) ini mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap perubahan persepsi pada diri individu perempuan. Keberdayaan tidak muncul begitu saja, tetapi tidak lepas dari pemberdayaan yang secara tidak langsung dilakukan oleh dan antar individu dalam suatu kelompok sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam kelompok. Dengan dilakukannya usaha pemberdayaan perempuan melalui beberapa proses yang dilakukan dalam kegiatan pengelolaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi ini, pada akhirnya menunjukkan perubahan yang berhasil dicapai. Berikut ini adalah beberapa perubahan yang terjadi hasil dari pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah batik:
1. Pada Tingkat Individu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
Melalui beberapa kegiatan pelatihan yang telah diberikan pada kelompok-kelompok perempuan telah menumbuhkan kesadaran kritis dalam diri mereka. Kesadaran untuk mengubah kondisi yang dialami dimana mayoritas perempuan Laweyan ini hanya mengerjakan sesuatu yang monoton yaitu hanya terlibat dalam proses produksi pakaian jadi batik sebagai penjahit, setelah mendapat pelatihan mulai muncul inisiatif mereka untuk memproduksi suatu barang diluar kebiasaannya sebagai upaya menambah penghasilan dan meningkatkan pendapatan dari usaha yang sudah mereka kerjakan. Kesadaran untuk membentuk sebuah kelompok sebagai solusi untuk mengembangkan usaha adalah juga merupakan salah satu bentuk kesadaran kritis yang telah tumbuh pada diri individu anggota kelompok Laweyan Art. Sebagaimana pendapat Friedmann dalam Ratna Levi yang mengemukakan bahwa kesadaran kritis dalam diri seseorang yang dapat dicapai dengan cara melihat ke dalam diri sendiri (lookoing inward), serta menggunakan apa yang didengar, dilihat, dan dialami untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam kehidupannya. Seseorang menganilisis sendiri masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi sebab-sebabnya, menetapkan skala prioritasnya dan memperoleh pengetahuan baru darinya. Adanya kesadaran kritis ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki kemampuan (empowering). Setelah mengikuti pelatihan perempuan-perempuan Laweyan ini menggunakan apa yang telah mereka dengar, mereka lihat, untuk commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan intropeksi ke dalam diri mereka akan keadaan yang sedang dialami. Mereka menganalisis masalah yang sedang dihadapi, sebab-sebab terjadinya masalah tersebut.
Kemudian dari kemampuan menganalisis
masalah apa saja yang mereka hadapi maka mereka mencari solusi dan menetapkan skala prioritas solusi yang diambil. Proses seperti ini akhirnya menghasilkan pengetahuan baru mereka. Setelah kesadaran diri tumbuh kemudian memunculkan solusi penyelesaian dari masalah yang dihadapi maka perubahan yang terjadi pada tingkat individu atau anggota kelompok Laweyan Art adalah mereka menjadi mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki yaitu keuletan mereka dalam berusaha dan ketelatenan dalam menghasilkan suatu produk. Dengan pola yang seperti ini maka perempuan-perempuan ini dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan keinginan mereka, tanpa ada paksaan atau hambatan dari pihak luar dari dirinya. Jika sebelum mengikuti pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas diri dan ketrampilan perempuan laweyan memiliki wawasan dan pengetahuan yang minim maka setelah mengikuti pelatihan perempuanperempuan ini menjadi lebih berani mengkomunikasikan, berani mengambil resiko dengan berani merealisasikan ide yang mereka miliki. Senada dengan keterangan ibu Rina pemilik took handicraft Mas Ayu “saya berani membuka showroom ini setelah mengikuti pelatihanpelatihan dari dinas mba’ sebelumnya saya hanya menjahit biasa. Kemudian setelah mengikuti pelatihan saya berfikir dan lebih berani untuk mengembangkancommit usaha handicraft dari kain batik ini.” to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Meskipun seseorang mempunyai potensi dan motivasi untuk berkembang, belum tentu ia mampu melakukan terobosan terhadap situasi buruk yang menjeratnya. Berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, masalah ketrampilan merupakan salah satu persoalan penting yang perlu mendapat perhatian. Dimana ketrampilan seseorang juga memiliki pengaruh pada aktualisasi diri seseorang dan menentukan “tempat” seseorang (eksistensi diri) dalam masyarakat. Usaha perempuan-perempuan Laweyan dalam memanfaatkan perca batik menjadi handicraft tidak hanya untuk menambah penghasilan keluarga, lebih dari itu kemampuan perempuan untuk dapat hidup mandiri dan memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya ke dalam suatu hal yang menjadi minat mereka akan meningkatkan kepuasan dalam diri perempuan itu sendiri yang akan melahirkan kepercayaan diri dalam diri mereka. Kepercayaan diri yang dimiliki inilah yang mempengaruhi produktivitas perempuan, hal ini terlihat pada bertambah kuatnya semangat untuk menjadi lebih produktif mengembangkan ide-ide yang mereka miliki dan keinginan untuk membuka usaha yang dapat dikembangkan
untuk
menambah
pendapatan
keluarganya
setelah
mengikuti pelatihan. Kepercayaan diri yang dimiliki juga meningkatkan aktivitas social mereka dalam masyarakat. Mereka yang memiliki usaha sendiri atau mandiri secara ekonomi lebih sering mengikuti acara-acara yang diadakan dalam kehidupan bermasyarakat dilingkungannya seperti kegiatan arisan commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PKK dan sebagainya. Dimana dalam kegiatan seperti ini terjadi pertukaran informasi yang memperkaya pengetahuan dan wawasan perempuan. Apalagi jika melihat pada budaya masyarakat Laweyan yang memberikan penghargaan yang cukup tinggi terhadap mereka yang mau bekerja keras dan produktif. Maka usaha perempuan untuk dapat hidup mandiri membantu perekonomian keluarga serta aktivitas aktualisasi dirinya baik dalam bidang social dan ekonomi akan memberikan nilai tawar pada posisi perempuan dalam masyarakat Laweyan. Pada akhirnya persepsi
terhadap
perempuan
yang
memiliki
keahlian
terhadap
pengelolaan rumah tangga atau kebutuhan domestic saja, kurang produktif dan kurang aktif dapat berubah; bahwa dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki perempuan-perempuan tersebut menjadi seseorang yang cerdas, mampu hidup mandiri, bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya dan secara aktif ikut berpartisipasi dalam ruang publik. Selain adanya perubahan pada tingkat pendapatan, perubahan lain yang terjadi pada individu adalah adanya pengembangan wawasan. Pengembangangan wawasan perempuan sangat bergantung pada informasi yang diperoleh. Semakin banyak perempuan memperoleh informasi maka pengetahuan semakin bertambah dan wawasannya pun akan semakin luas. Dan hal inilah biasanya yang membedakan perempuan yang secara aktif memiliki kegiatan di luar rumah dengan yang hanya berdiam diri dirumah. Karena di dalam rumah ia tidak dapat mendapatkan informasi yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
mencukupi mengenai hal baru di luar dirinya dan keluarganya. Perempuan yang secara aktif bekerja di luar rumah atau banyak mengikuti kegiatan social memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Sehingga membentuk pribadi yang terbuka dengan hal baru dan mampu memiliki inisiatif untuk merubah keadaan diri. Dibandingkan dengan suntikan modal pengembangan wawasan yang dilakukan pihak pemberdaya dengan memberikan pelatihan dan pengadaan workshop tertentu ternyata lebih mampu menjadikan seseorang lebih dinamis. Wawasan yang berkembang akan melahirkan proses refleksi diri, dan selanjutnya akan memunculkan berbagai pertanyaan mengenai realitas yang mereka alami. Senada dengan yang diungkapkan oleh seorang informan dari Disperindag: “Melalui pengembangan wawasan akan lahir sikap kritis terhadap keadaan yang mereka alami sehingga juga akan menumbuhkan inisiatif dalam diri mereka untuk mau berusaha merubah keadaan yaitu dengan mau membuat sebuah usaha untuk menambah pendapatan mereka .” (wawancara dengan Ibu Yuni) Diperkuat juga dengan pendapat senada oleh pihak FPKBL selaku forum yang melakukan mediasi terhadap kelompok-kelompok masyarakat di Laweyan dengan instansi-instansi terkait yang sesuai dengan kebutuhan mereka: “Dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada atau workshop peserta menjadi lebih luas wawasan dan penegetahuannya, sehingga membuat mereka berfikir mengenai keadaan dirinya. Wadah yang efektif untuk mengembangkan dinamika masyarakat adalah melalui commit to user penguatan kelompok-kelompok masyarakat yang telah terbentuk.
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kalau untuk ibu-ibu yang memiliki usaha untuk mengembangkan usahanya ya Laweyan Art itu cocok menjadi wadah bagi perempuan untuk mendapatkan informasi dan saling berbagi
informasi dan
diharapkan dengan begitu dapat semakin mengembangkan usaha handicraft mereka. ” (wawancara dengan pak Widiharso) Meningkatnya jumlah permintaan masyarakat akan produk yang unik, sentuhan kreativitas individu membuat usaha handicraft dari kain perca ini memiliki pangsa pasar yang lumayan. Ditambah dengan penggunaan bahan bakunya dari kain perca yang mudah didapat, biaya pengadaan bahan baku murah serta dapat mengurangi jumlah sampah maka semakin menambah ketertarikan ibu-ibu untuk memanfaatkan kain perca ini menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Dengan modal usaha yang bisa ditekan seminimal mungkin, usaha pemanfaatan perca batik dapat menghasilkan keuntungan yang relative lebih banyak. Kemungkinan harga jual lebih tinggi dari harga jual produk yang sejenis memberikan keuntungan namun hal ini sesuai dengan proses produksinya yang membutuhkan kreatifitas dan ketrampilan khusus. Maka pemanfaatan perca batik ini dapat dijadikan alternative untuk menambah pendapatan keluarga. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah batik kain perca ini cukup memberikan andil positif dalam peningkatan kesejahteraan keluarga masyarakat Laweyan khususnya perempuan anggota Laweyan Art. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
Usaha pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ini selain menambah pendapatan bagi perempuan secara pribadi dan bagi keluarga pada umumnya juga membuka wawasan perempuan mengenai lingkungannya. Dengan memanfaatkan limbah perca batik maka pesan yang disampaikan adalah perempuan diajak untuk lebih peka terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Industry batik yang menghasilkan banyak limbah baik padat dan cair jika tidak dikelola secara baik akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Maka perlu mendapat perhatian yang lebih mengenai solusi untuk mengatasi limbah yang ditimbulkan. Mulai dari proses pembuatan batik (bahan yang digunakan) hingga proses
produktifitas
menjadi batik dan menjadi pakaian. Wacana untuk menjadi produktif dengan tetap memperhatikan lingkungan juga sudah mulai disosialisasikan pada masyarakat. Di Surakarta sendiri sudah mulai digalakkan pembuatan Batik dengan warna alam, yaitu proses pembuatan batik yang menggunakan pewarna alami tanpa menggunakan bahan kimia. Selain lebih ramah terhadap lingkungan, penggunaan pewarna alami juga lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan pewarna kimia. Keseriusan pemerintah dalam menggalakkan penggunaan pewarna alami adalah dengan didirikannya Kelompok Usaha Bersama (KUB) Batik Warna Alam oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Surakarta. Hingga saat ini sudah ada tiga KUB yang berada di bawah commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembinaan Disperindag dengan jumlah perajin mencapai 80 orang. (Harian Joglo Semar, selasa 23/03/2010) Maka usaha memanfaatkan perca batik ini merupakan salah satu usaha untuk mengurangi limbah atau sampah padat yang dihasilkan oleh aktivitas produksi batik menjadi pakaian jadi. Kain perca merupakan sampah non organic yang sulit dihancurkan oleh bakteri sehingga pendaurulangan kain perca tentu saja dapat mengurangi jumlah sampah di masyarakat. Dengan memanfaatkan perca batik menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah maka
tidak akan ada kain yang tersisa, semua bisa
dimanfaatkan. Para industry besar juga mendapat keuntungan dari penjualan perca batik ini. Jika pesanan dalam skala besar seringkali bahan baku perca batik yang dimiliki oleh pengrajin tidak mencukupi maka pengrajin akan membeli dari industry besar. Pada akhirnya proses pemberdayaan memberikan manfaat bukan hanya pada individu penerima pemberdayaan saja akan tetapi lebih dari itu masyarakat sekitar yang terkait juga merasakan manfaat atau hasil dari pemberdayaan. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pemberdayaan melalui pengelolaan perca batik menjadi barang bernilai ekonomi, maka point berikutnya adalah pemaparan hasil pemberdayaan pada tingkat kelompok.
commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pada Tingkat Kelompok Kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama sehingga terdapat hubungan timbal-balik dan saling pengaruh mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong. Menurut Maclever dan page (1961) dalam Totok Mardikanto (1996). Fungsi kelompok bagi individu menurut Robbins (2001) dalam Ratna Devi (2008) adalah sebagai berikut: 1. Memberi rasa aman, dengan bergabung dalam kelompok seseorang dapat menguarangi ketidakamanan dalam kesendirian. Seseorang merasakan lebih kuat, merasa tidak ragu-ragu dan lebih menentang pada halangan ketika menjadi bagian dari suatu kelompok. 2. Memberi status social: termasuk dalam kelompok berarti dipandang penting oleh yang lain memberikan pengakuan dan status untuk kelompknya. 3. Menambah harga diri: kelompok dapat memberikan orang dengan perasaan bahwa harga dirinya berharga. Hal itulah untuk menambahkan status
pada kelompok luar,
anggota dapat
menambah perasaan dihargai dalam anggota kelompok itu. 4. Memenuhi kebutuhan beraifliasi: kelompok dapat memenuhi kebutuhan social. Seseorang menikmati interaksi terus menerus yang dating dari anggota kelompok. Bagi banyak orang, dalam interaksi pekerjaan merupakan sumber utama bagi pemenuhan kebutuhan berafiliasi mereka. commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mengembangkan Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai wadah upaya peningkatan ekonomi merupakan poin strategis untuk dapat mengembangkan masyarakat pada umumnya, namun bukanlah hal yang mudah
untuk
pengembangan masyarakat
bisa
memberdayakannya
kelompok-kelompok
tidak
bisa
terlepas
yang
dari
secara
optimal.
Untuk
telah
terbentuk
dalam
pihak-pihak
yang
peranan
memberdayakan dalam hal ini LSM, Lembaga/Forum Pengembangan Masyarakat dan Dinas Pemerintah. Sebelum membentuk sebuah kelompok usaha bersama Laweyan Art, anggota kelompok merupakan anggota PKK kelurahan Laweyan. Dalam forum PKK ini perempuan-perempuan Laweyan berkumpul melakukan kegiatan social. Kemudian untuk membentuk masyarakat yang produktif
yang mampu
bersaing dalam
dunia peindustrian
dan
perdagangan serta untuk dapat meningkatkan sumber daya manusia Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan pendampingan pada kelompokkelompok
masyarakat
yaitu
dengan
mengadakan
pelatihan
bagi
perempuan-perempuan yang menjadi anggota PKK pada tiap-tiap kelurahan akan tetapi hanya diambil perwakilannya saja. Hal ini dikarena dana yang ada untuk mengadakan pelatihan tidak dapat mencukupi jika semua anggota ikut. Setelah mengikuti pelatihan-pelatihan dari dinas seperti ini maka perwakilan yang mengikuti akan membagi informasi serta ilmu yang diperolehnya kepada anggota PKK yang lain. Setelah pengkapasitasan diri commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberikan selanjutnya bantuan yang diberikan adalah berupa bantuan modal atau alat. Karena bantuan tidak diberikan secara individu maka untuk memperoleh bantuan modal atau alat tersebut anggota PKK ini membentuk kelompok-kelompok usaha bersama yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Di Laweyan sendiri dibentuklah Laweyan ART. Sebagian anggota kelompok Laweyan Art ini sudah lebih dulu memiliki usaha sampingan, order jahit pakaian jadi, toko kelontong, dan ada juga yang memiliki usaha konveksi. Akan tetapi Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art ini awal mula terbentuk focus pada produksi handicraft dengan memanfaatkan perca batik sebagai bahan bakunya. Kegiatan yang sudah dilakukan anggota kelompok usaha bersama Laweyan Art antara lain adalah: a. Pelatihan bagi kelompok tentang pembuatan sandal batik, dompet, dan tas dari kain perca batik. b. Pelatihan bagi kelompok tentang pembuatan blangkon. c. Mengikuti pameran-pameran yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun lembaga swasta. d. Melakukan study banding ke kelompok/pengusaha lain yang hubungannya dengan usaha rumah tangga untuk menambah wawasan bagi kelompok. e. Menjalin hubungan pemasaran dengan dinas perindakop dan pemerintahan kabupaten (PKK Kabupaten). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
119 digilib.uns.ac.id
Jika diakumulasikan hasil dari pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan perca batik menjadi barang bernilai ekonomi di kelurahan Laweyan ini telah memunculkan beberapa perubahan, baik itu perubahan dalam individu, kelompok yang terlibat di dalamnya maupun masyarakat sekitar, perubahan yang terjadi apabila disimpulkan antara lain sebagai berikut: 1. Berkembangnya inisiatif local kelompok dalam menjawab kebutuhan mereka, baik kebutuhan individu maupun kolektif. Hal ini terlihat dari munculnya pengajuan proposal kelompok untuk memperoleh bantuan modal atau pun alat. 2. Berkembangnya keberanian dan rasa percaya diri kelompok dalam mengungkapkan pikiran, pendapat, dan mengambil keputusan. 3. Terorganisasinya inisiatif-inisiatif dan gagasan kelompok menjadi rencana kegiatan yang lebih konkret. 4. Berkembangnya pola pengambilan keputusan yang lebih demokratis dan relasi kuasa yang lebih setara dalam organisasi kelompok pada umumnya. 5. Berkembangnya solidaritas antar anggota, antar warga, maupun antar kelurahan dalam suatu komunitas. 6. Berkembangnya partisipasi aktif semua anggota kelompok dalam mewujudkan gagasan-gagasan yang telah dirumuskan. 7. Tranparansi dalam pengelolaan informasi dan sumberdaya. 8. Berkembangnya pola relasi baru dan setara dengan berbagai pihak. commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu dan kelompok, dan semakin baiknya tingkat kesejahteraan kelompok. 10. Berkembangnya sumberdaya local yang dimiliki kelompok dan akses terhadap sumber daya dari luar. 3. Bagi Masyarakat Sekitar Melihat keberhasilan usaha handicraft mulai banyak tumbuh usaha sejenis. Memacu masyarakat untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Mereka yang memiliki keahlian memasak membuat makanan kecil yang dapat dititipkan di rumah makan, angkringan, bahkan juga menerima pesanan makanan kecil dari hotel, atau ketika ada acara mereka yang membuat untuk snack. Dalam kunjungan wawancara saya dengan salah seorang informan mengatakan bahwa beliau tidak membuat sendiri sandal-sandal atau tas yang di pamerkan di salah satu sudut
tokonya tersebut. Banyaknya
kesibukan menjadikan waktunya membuat handicraft berkurang. Maka untuk memenuhi pesanan selain bekerjasama dengan anggota Laweyan Art yang lain beliau juga mengajari beberapa karyawan jahitnya yang berminat untuk membuat tas atau sandal perca batik.
Setelah diajari
pengerjaannya dapat dilakukan dirumah masing-masing. Hel tersebut terlihat pula dari penuturan salah satu salah satu karyawan Toko Mas Ayu: “Toko ini yang punya adik saya mba’ saya membantu untuk mengelola toko yang disini. Kalau tempat produksinya itu ada di rumah commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sukoharjo
ada
sekitar
5
karyawan
yang
membantu
proses
prdosuksinya.” Pada akhirnya usaha handicraft yang semakin berkembang untuk memenuhi permintaan pasar menarik tenaga kerja masyarakat sekitar. Maka masyarakat yang semula menganggur dapat menjadi karyawan atau tenaga pembuat handicraft di toko handicraft. Selain itu keberhasilan perempuan-perempuan
ini
dalam
mengembangkan
usahanya
juga
memberikan suntikan semangat pada perempuan yang lain untuk dapat mengikuti jejak teman mereka.
B. HAMBATAN Dalam prakteknya, program pemberdayaan penguatan ekonomi perempuan melalui pengembangan industry kreatif ternyata tidak sederhana. Program seperti ini dalam implementasainya menjumpai beberapa hambatan sehingga sukar mencapai hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Hambatan yang ditemui dalam proses pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi di Kelurahan Laweyan, antara lain terletak pada nilai-nilai social yang berkembang dalam masyarakat Laweyan. Anggota kelompok yang mayoritas perempuan kurang siap untuk menyongsong pengembangan industry kreatif. Mereka pada umumnya mudah merasa puas dengan hasil yang sudah dicapai. Kurang berani mengambil resiko, dan oleh karenanya sulit didorong untuk melakukan hal-hal baru untuk pengembangan usahanya. Ketrampilan yang dimiliki pada umumnya juga tergolong minim, sehingga produk yang dihasilkan kurang commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendapat penambahan inovasi, tidak variatif. Konsep dan peralatann yang digunakan
masih
sederhana,
kapasitas
produksinya
terbatas,
dan
manajemennya pun lemah sehingga sulit sekali untuk meningkatkan kualitas produksi dan usaha yang telah dirintis. Hambatan lainnya adalah lemahnya koordinasi dan kerjasama antar anggota serta minimnya jaringan pemasaran; organic link antara sector besar dengan sector kecil dan pihak pemesan. Mereka tampak berjalan sendirisendiri, setelah dirasa usahanya mengalami perkembangan. Sehingga kadang muncul persaingan tidak sehat. Kelangkaan
akses
pasar
juga
menjadi
hambatan
dalam
proses
pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan perca batik menajdi barang bernilai ekonomi ini. 1. Pada Tingkat Individu. ·
Kurangnya keberanian pada individu
·
Kurang inovasi Inovasi adalah setiap ide yang dibayangkan sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu) ide tersebut mungkin sudah ada ditempat lain tau dikalangan orang lain akan tetapi tidak mengubah pengaruhnya terhadap individu yang menemukannya dan membanyangkannnya sebagai sesuatu yang baru. (Robert H. Laurer.1977: 227) dan kreatifitas dalam menghasilkan produk membuat hasil kerajinan atau handicraft yang dibuat tidak memiliki varian yang lebih banyak. Hanya terpaku pada beberapa model saja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
·
123 digilib.uns.ac.id
Kurang peka terhadap permintaan pasar/konsumen. Tidak mampu menangkap perubahan pasar terhadap suatu produk.
·
Minimnya modal.
·
Keterbatasan kemampuan manajerial dan kecakapan teknis produksi untuk meningkatkan daya saing di pasaran
·
Keterbatasan fasilitas terhadap informasi dan teknis pemasaran
·
Keterbatasan kemampuan untuk menangkap peluang pasar
2. Pada Tingkat Kelompok. ·
Kurangnya koordinasi anggota kelompok. Dikarenakan kesibukan masing-masing. Sehingga terkesan individu, kegiatan kelompok tidak berjalan dengan baik. Bahkan terkesan vakum. Informasi terkadang tidak sampai pada semua anggota.
·
Kurangnya solidaritas anggota kelompok, terlihat pada aktivitas yang terkesan individu.
·
Kurangnya rasa saling memiliki sehingga kelompok hanya menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan individu akan bantuan dari dinas.
·
Sulit untuk membuka jaringan pemasaran dengan pihak luar dalam hal ini adalah pihak pemesan sector besar.
·
Tidak ada daftar spesialisasi keahlian dan produk yang spesifik dari masing-masing anggota, menyebabkan kesamaan produk yang dihasilkan. Jika masing-masing memiliki keahlian yang spesifik maka akan lebih mudah untuk membagi tugas ketika mendapat pesanan dalam partai besar commit dan memudahkan pembagian tugas dalam to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengembangan usaha handicraft bersama dalam usaha pengembangan indsutri kreatif. ·
Kurangnya akses terhadap pihak pemberi pinjaman modal.
·
Lemahnya kemampuan manajemen usaha kelompok membuat usaha sulit berkembang.
C. SOLUSI Jika ada kegagalan maupun hambatan dalam pelaksanaan suatu program pemberdayaan, maka harus segera ditemukan solusinya agar program tersebut dapat dilanjutkan lagi hingga memperoleh hasil yang diharapkan. Kebanyakan dari proyek LSM memang mempunyai jangka waktu terten suatu untuk
melaksanakan
sebuah
program
kerja,
namun
tidak
menutup
kemungkinan, jika lembaga dana yang membanntu pengadaan anggaran masih menghendaki kerjasama itu berlanjut, maka proyek tersebut dapat dilanjutkan kembali. Lain halnya dengan Dinas/lembaga pemerintahan yang sangat fleksibel dalam menangani suatu program. Bila masih ada hambatan pelaksanaan dalam suatu program, maka bisa segera dievaluasi dan dicarikan solusinya, sehingga solusi tersebut bisa dijadikan rencana program untuk periode selanjutnya. Hingga saat ini usaha pemberdayaan perempuan masih dalam proses realisasi mencapai tujuan, namun untuk mencapai tujuan yang diharapkan baik pihak yang memberdayakan maupun kelompok yang diberdayakan menemui hambatan. Dalam proses penelitian ini, peneliti mencoba menganalisis commit to user hambatan yang ada sekaligus mewancarai beberapa informan agar dapat
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan
solusi/pendapat untuk menimilasisir hambatan yang ditemui.
Beberapa solusi yang peneliti catat dari berbagai sumber/informan antara lain: “Agar usaha handicraft ini dapat semakin berkembang maka diperlukan usaha campur tangan dari pemerintah dalam hal pemasaran, yaitu dengan membuka pasar handicraft yang lebih luas lagi. Agar produk yang dibuat semakin dikenal masyarakat luas bukan hanya dalam negeri saja.”(wawancara Ibu Dewi) “Harus ada pendataan mengenai daftar pengrajin yang membuat handicraft di Laweyan, bukan hanya yang sudah memiliki toko saja.” (wawancara ibu harsodi) “Harus ada spesialisasi produk dari masing-masing anggota, sehingga produk yang dihasilkan dapat lebih bervariatif” (wawancara Ibu Ayu) “Ketrampilan
harus
ditingkatkan
dengan
cara
memperbanyak
pengadaan pelatihan-pelatihan. Dengan begitu akan menambah ide-ide dan produk yang dihasilkan akan berkualitas.” (wawancara dengan Ibu Rina). Untuk kelompok kendala yang dihadapi lumayan besar, karena mereka memiliki keterbatasan akses baik untuk akses produksi dan jasa serta akses pemasaran. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan support dari pemerintah, tidak hanya untuk pengembangan produk tetapi pemasaran serta peningkatan kemampuan (Skills) dengan cara training serta kursus sangatlah diperlukan. (Wawancara Ibu Ayu).
commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH PERCA BATIK MENJADI BARANG BERNILAI EKONOMI DI KELURAHAN LAWEYAN. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagi tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Masyarakat yang memiliki keberdayaan ditandai adanya: 1. Kekuatan
mengaktualisasikan
diri
yaitu,
mampu
mengekspresikan diri dan mampu menginternalisasikan hasil penilaian. 2. Koaktualisasi Eksistensi Masyarakat. (Ratna Devi, 2008) Kajian pemberdayaan perempuan yaitu kajian yang menggambarkan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dipandang dari kesejahteraan, akses, partisipasi, kontrol dan penyadaran diri sebagai hasil pembangunan.
commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun aspek-aspek yang ditekankan pada program pemberdayaan perempuan yaitu: 1. Pengembangan Kapasitas dan Karakter Dalam program ini dilakukan kegiatan-kegiatan pelatihan wirausaha secara komprehensif, mulai dari motivasi berusaha, manajemen usaha, dan hal lainnya seputar kewirausahaan untuk wanita. 2. Konsultasi dan Pendampingan Setelah face pelatihan, para wanita kemudian mendapatkan konsultasi dan pendampingan usaha untuk bisa menguatkan dan meng-upgrade kapasitas serta kualitas usahanya di masa depan. 3. Organisasi Sebagai
individu
ataupun
kelompok
usaha,
wanita
sangat
membutuhkan penguatan di bidang organisasi bisnisnya. Di tahapan ini diharapkan para wanita yang berwirausaha mampu menjalankan bisnisnya dengan aturan yang berlaku dan memiliki visi yang jelas. 4. Pasar Wanita mendapatkan pengetahuan mengenai upaya membuka dan membangun pasar untuk produk-produk yang telah dimiliki. 5. Jejaring Diharapkan wanita dan kelompok usaha wanita mampu menemukan, membuat, dan menguatkan jaringan sosial untuk usahanya.
commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada aspek pengembangan kapasitas dan karakter dalam program pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi ini telah dilakukan beberapa pelatihan seperti pelatihan pembuatan sandal dari perca batik, tas dan blankon. Dengan dilaksanakannya pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan perempuan memiliki ketrampilan guna meningkatkan kapasitas diri mereka sehingga akan membentuk pribadi produktif. Pelatihan ini dapat diakses oleh perempuanperempuan Laweyan tergabung dalam kelompok Ibu-ibu PKK, namun tidak semua anggota kelompok dapat mengikuti pelatihan dikarenakan minimnya anggaran oleh pihak penyelenggara pelatihan. Untuk pendampingan ini kelompok perempuan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama Laweyan Art memperolehnya dari Disperindag. Akan tetapi pendampingan ini berjalan kurang maskimal. Kurang aktifnya dari kedua belah pihak menjadi kendala dari program pendampingan ini. Pihak Disperindag memang menerima konsultasi bagi perempuan yang ingin berkonsultasi akan tetapi hal tersebut tidak begitu aktif mengadakan kegiatan yang terjadwal untuk menerima konsultasi, sehingga membuat perempuan menjadi
kurang
bersemangat
untuk
datang
ke
kantor
Disperindag
berkonsultasi mengenai pengembangan usahanya atau hanya sekedar memperoleh informasi mengenai pemasaran produk. Pada aspek organisasi perempuan Laweyan sudah membentuk beberapa kelompok usaha dengan tujuan perempuan yang berwirausaha mampu menjalankan bisnisnya dengan aturan yang berlaku dan memiliki visi commit to user
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang jelas. Kelompok tersebut antara lain Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art. Pada aspek pasar perempuan telah diberikan pengetahuan mengenai bagaimana usaha untuk membuka dan membangun pasar untuk produk yang telah dihasilkan. Selain itu untuk memasarkan produk melalui pengikutsertaan pameran baik local maupun regional dan nasional. Secara umum untuk menerapkan indicator-indikator tercapainya suatu pemberdayaan dapat pula dianalisis melalui beberapa dimensi. Pemberdayaan menurut Karl (1995) dapat dianalisis melalui lima dimensi yaitu: 1. Dimensi kesejahteraan. Secara sederhana variabel ini dapat diukur dengan mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar, seperti kebutuhan makanan, kesehatan,
perumahan,
pendapatan
dan
pendidikan.
Sejauhmana
kebutuhan dasar tersebut telah dinikmati tidak saja oleh semua orang baik yang kaya dan yang miskin, serta baik laki-laki maupun perempuan. 2. Dimensi akses atas sumberdaya. Variabel tersebut dapat diketahui dengan mengukur akses terhadap modal, produksi, informasi, ketrampilan dan lainnya. Adanya kesenjangan dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya masyarakat akan mengakibatkan terjadinya perbedaan produktivitas diantara mereka. 3. Dimensi penyadaran atau kesadaran kritis. Variabel ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya upaya commit to user diantara lapisan masyarakat dan penyadaran terhadap adanya kesenjangan
perpustakaan.uns.ac.id
130 digilib.uns.ac.id
kesenjangan gender yang disebabkan faktor sosial budaya yang sifatnya dapat berubah. Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi masyarakat pinggiran adalah lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang hidup dikota. Dalam kasus kesenjangan gender maka kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi perempuan lebih rendah dari daripada laki-laki. Penyadaran dalam hal ini berarti terjadinya penumbuhkan sikap kritis oleh perempuan. 4. Dimensi partisipasi. Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan dalam partisipasi yang ditunjukkan oleh terwakili atau tidaknya masyarakat pinggiran atau perempuan dalam wadah lembaga-lembaga yang terkesan elit. Upaya pemberdayaan diarahkan pada kegiatan pengorganisasian kelompok masyarakat pinggiran dan perempuan sehingga mereka dapat berperan dalam prose pengambilan keputusan dan kepentingan mereka juga dapat terwakili. 5. Dimensi control. Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan antara lakilaki dengan perempuan ataupun dalam masyarakat pinggiran terhadap alokasi kekuasaan pada segala aspek bidang kegiatan. Siapa menguasai alat kerja, tenaga kerja, pembentukan modal, dan lainnya. Pemberdayaan dalam hal ini diarahkan pada alokasi kekuasaan yang seimbang dalam commit to user masyarakat.
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indicator-indikator pemberdayaan yang terkumpul dalam lima dimensi diatas dapat digunakan untuk membuat analisis yang akan menunjukkan apakah perempuan-perempuan Laweyan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama Laweyan Art ini sudah berdaya atau belum dan seberapa jauh tingkat keberdayaan mereka karena pemberdayaan dapat diukur melalui derajat keberdayaannya. Alat lain untuk melihat tercapainya tujuan pemberdayaan adalah menggunakan analisis gender Sarah Longwe. Tujuan dari konsep equality level Longwe adalah untuk menilai apakah sebuah proyek/program intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan pemberdayaan perempuan atau tidak. Asumsi yaitu titik tercapainya equality antara perempuan dan laki2 mengindikasikan level pemberdayaan perempuan. Pada level partisipasi perempuan telah mengalami peningkatan sebagaimana terlihat bahwa perempuan-perempuan Laweyan yang tergabung dalam KUB Laweyan Art ikut berpartisipasi dalam mengembangkan Laweyan, melalui pengelolaan limbah perca batik menjadi handicraft yang memiliki nilai jual dapat dijadikan sebagai souvenir khas laweyan. Pemanfaatan limbah perca batik ini juga dapat ditujukan pada pengembangan industry kreatif di Laweyan. Hampir semua proses produksi hingga pemasaran dilakukan oleh perempuan bahkan managemen usaha pun diatur oleh perempuan. Hal ini menjadikan perempuan memiliki partisipasi pada pengambilan keputusan dalam keluarga. Meskipun keputusan akhir yang commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengambil adalah suami akan tetapi istri ikut memberi masukan, mengeluarkan pendapatnya. Kesadaran praktis sudah tumbuh pada diri perempuan Laweyan. Terbukti dengan kepedulian dan kepekaan perempuan terhadap lingkungan mereka dengan memanfaatkan limbah perca batik untuk menambah pendapatan sebagai solusi kondisi ekonomi dan untuk mengurangi limbah dilingkungannya yang dihasilkan oleh kegiatan produksi. Perempuan ini mampu menginternalisasikan apa yang mereka dengar dan mereka lihat ke dalam diri mereka sehingga menghasilkan solusi dari masalah yang mereka. Kondisi seperti inilah oleh Friedmann disebut sebagai kondisi berdaya. Pada level akses perempuan sudah dapat mengakses pelatihan yang diadakan oleh Disperindag. Informasi akan pameran yang diberikan oleh Disperindag sebagai sarana pemasaran juga sudah diakses oleh kelompok Laweyan Art. Untuk mengakses pinjaman modal di bank-bank tertentu memang masih agak sulit disebabkan lemahnya managerial usaha individu dan kelompok, hal ini menjadikan kendala dalam pembuatan proposal. Pada level pemenuhan kebutuhan dasar-praktis dengan adanya usaha pengelolaan perca batik menjadi handicraft ini dapat terpenuhi. Bertambahnya pendapatan keluarga maka pemenuhan kebutuhan dasar pun tercukupi. Bahkan mereka masih bisa menyisakan hasil pendapatan setelah digunakan untuk mencukupi kebutuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi di Kelurahan Laweyan ini telah membawa perubahan pada tingkat individu yaitu tumbuhnya kesadaran kritis pada diri individu akan keadaan yang dialami yang menghasilkan solusi-solusi akan permasalahan yang dihadapi.
Perempuan
Laweyan
menjadi
mempunyai
inisiatif
untuk
memproduksi suatu barang guna manambah penghasilan. Selain itu individu juga membentuk kelompok sebagai solusi untuk mengembangkan usaha mereka. Pemilihan kain perca batik sebagai bahan dasar pembuatan handicraft juga merupakan bentuk kesadaran kritis mereka akan kondisi lingkungan mereka. Pelatihan-pelatihan seperti peningkatan kapasitas diri dan ketrampilan yang telah diberikan sebagai upaya pemberdayaan bagi perempuan Laweyan juga telah mampu meningkatkan kepercayaan diri individu. Kepercayaan diri terlihat dari semakin meningkatnya semangat memproduksi lebih banyak handicraft dari kain perca batik dengan beragam bentuk dan kreasi yang baru, juga keberanian untuk mengambil resiko dalam pendirian usaha handicraft. Meningkatnya kepercayaan diri berbanding lurus dengan meningkatnya aktualisasi diri dan aktivitas social individu tersebut. Proses pemberdayaan perempuan mulai dari pengembangan kesadaran kritis, penguatan kapasitas, pengorganisasian,dan mobilitas sumber daya telah pada akhirnya juga telah commit to user
135
perpustakaan.uns.ac.id
136 digilib.uns.ac.id
mampu meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan perempuan Laweyan. Perubahan pada tingkat kelompok yaitu semakin berkembangnya sumberdaya yang dimiliki kelompok serta akses terhadap sumberdaya dari luar. Melalui kelompok ini terjadi pertukaran infromasi yang mengembangkan sumberdaya kelompok serta mempermudah kelompok dalam mengakses dan membuat jaringan dengan pihak luar sebagai upaya untuk mengembangkan usaha mereka. Pemberdayaan tidak hanya ditujukan untuk memberikan perubahan pada inidividu ataupun pada suatu kelompok, akan tetapi juga diharapkan dapat memberi manfaat dan perubahan pula bagi masyarakat sekitar. Kelompok binaan seperti kelompok Laweyan Art ini mampu menjadi pilot actor membawa perubahan pada lingkungannya. Kelompok ini mampu memberikan stimulus, motivasi serta inisiatif pada masyarakat khususnya perempuan-perempuan Laweyan yang lain untuk memiliki usaha sejenis guna meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka.
B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Teori yang digunakan adalah determinasi ekonomi oleh Karl marx. Yang menyatakan bahwa factor ekonomi adalah penentu fundamental bagi struktur dan perubahan masyarakat. Bentuk-bentuk produksi yang bersifat teknologis menentukan organisasi social suatu produksi. Yaitu relasi-relasi commit to user yang mengakibatkan pekerja memproduksi hasil dengan lebih efektif.
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Relasi-relasi itu berkembang bebas dari kehendak manusia atau dikatakan hal yang tidak terelakkan. Kemandirian ekonomi mempengaruhi perubahan hidup seseorang. Perubahan hidup ini mempengaruhi perubahan psikologis, membuat seseorang lebih berdaya di setiap sektor kehidupan. Pengaruh hubungan antara pemenuhan kebutuhan, kemandirian ekonomi, perubahan hidup keluarga dan perubahan psikologis. Selain menggunakan teori tersebut penelitian juga menggunakan teori
yang
Pemberdayaan
digunakan dan
oleh
Sarah
Persamaan
Longwe,
Wanita
tentang
(Women’s
Kerangka
Equality and
Empowerment Framework), pemberdayaan wanita ini harus diterapkan bukan hanya pada kaum wanita, namun (terutama) pemahamannya dimengerti dulu oleh kaum pria. Menurut Longwe kemiskinan tidak disebabkan oleh kurangnya produktifitas tetapi oleh penindasan dan eksploitasi. Sehingga ia juga memperkenalkan lima tingkatan kesetaraan dalam berbagai area kehidupan sosial dan ekonomi yang disusun dalam urutan hierarkis dengan tiap tingkatan yang lebih tinggi menunjukkan tingkatan pemberdayaan yang lebih tinggi pula. Teori sarah longwe ini memuat beberapa prinsip yaitu: ·
Penciptaan
situasi/pengkondisian
dimana
masalah
kesenjangan,
diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. ·
Menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
·
138 digilib.uns.ac.id
Pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal).
·
Pengambilan keputusan merupan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan.
2. Implikasi Empiris Pemberdayaan yang telah diupayakan oleh pemerintah dalam membantu masyarakat khususnya perempuan untuk menjadi lebih berdaya meskipun dalam pelaksanaannya ditemui banyak hambatan, hendaknya proses pemberdayaan ini bisa berkelanjutan. Tidak serta merta terhenti setelah terlaksanakannya beberapa kegiatan dalam upaya pemberdayaan perekonomian perempuan tersebut dan meninggalkan tujuan-tujuan dari sebuah program yang belum tercapai. Kesimpulan empiris yang didapat dari hasil penelitian pada pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi di Kelurahan Laweyan adalah sudah tumbuhnya keberdayaan pada individu perempuan maupun kelompok dalam bidang ekonomi maupun social dengan diadakannya kegiatan-kegiatan dalam upaya meningkatkan ekonomi perempuan melalui pemanfaatan limbah perca batik menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi tersebut. Keberdayaan yang telah dicapai ini dapat dilihat dari sudah tumbuhnya kesadaran kritis yang ada pada diri individu anggota kelompok Laweyan Art, mereka juga dapat berpartisipasi pada pengambilan keputusan dalam kelompok dan pada pengambilan keputusan dalam keluarga meskipun commit to user
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukan mereka yang mengambil keputusan akan tetapi mereka dapat memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi suami mereka. sumberdaya yang ada juga sudah dapat mereka akses, managemen usaha juga perempuan yang melakukannya, pemegang control terhadap managemen usaha adalah perempuan, serta terpenuhinya kebutuhan dasar dengan
keterlibatan
perempuan
dalam
kegiatan
ekonomi
yang
memanfaatkan limbah perca batik. 3. Implikasi Metodologis Secara umum metode-metode yang disusun dan dilakukan dalam penelitian dapat dilaksanakan seluruhnya. Sebagai penelitian deskriptif maka laporan ini menjawab permasalahan penelitian yang dirumuskan dengan memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta yang actual dan ada sekarang sesuai dilapangan. Pemilihan lokasi ditetapkan dengan alasan bahwa dilokasi penelitian telah terbentuk KUB Laweyan Art yang mana KUB ini dibentuk sebagai wadah untuk mengembangkan usaha handicraft yang sebagian besar anggotanya adalah perempuan-perempuan yang memiliki usaha dibidang produksi handicraft. Data yang dikumpulkan secara fieldnotes, direduksi secara terusmenerus kemudian disajikan. Agar memperoleh data yang mempunyai kredibilitas dilakukan trianggulasi data yaitu membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
waktu dan alat yang berbeda kemudian data diferifikasi selama proses penelitian berlangsung. Proses analisis data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan kait mengkait sampai proses analisa selesai. Maka dengan cara seperti itu penelitian diharapkan nyata keabsahannya.
C. Saran Mengacu pada hasil penelitian diatas, penulis merekomendasikan saran sebagai alternative dan tindakan sebagai berikut: 1. Individu (perempuan) harus meningkatkan ketrampilan dan kreativitas serta melakukan inovasi pada produk yang dihasilkan untuk dapat bersaing dalam pasar handicraft. 2. Solidaritas kelompok dapat ditingkatkan dengan mengkoordinasi anggota untuk mengadakan kegiatan-kegiatan rutin, pelatihan-pelatihan seperti managemen usaha, bersama-sama mengikuti pameran handicraft dan study banding yang akan membantu mengembangkan usaha mereka. hal ini juga dapat dijadikan sebagai media alternative agar kelompok dapat lebih hidup. 3. Dalam pemberdayaan perempuan diperlukan peran dan kerjasama berbagai pihak seperti Pemerintah, Akademisi, LSM, Lembaga atau Forum masyarakat, anggota Masyarakat. Diharapkan pemerintah setempat; (dalam hal ini Kelurahan) mampu memfasilitasi terciptanya kerjasama dengan berbagai pihak tersebut. commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Matrik Hasil Penelitian Keberdayaan Perempuan Anggota KUB Laweyan Art
No.
Indicator keberdayaan
1.
Kesejahteraan Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, pendidikan anak, hiburan, dan penggunaan sisa pendapatan.
2.
Kemampuan mengakses sumber daya: 1. Modal 2. Informasi tentang tren produk, pasar. 3. Alat produksi 4. Pameran 5. Pelatihan 6. Tenaga kerja 7. Jaringan usaha
Perempuan Belum mandiri (belum memiliki showroom) Kebutuhan dasar seperti makan, pendidikan terpenuhi. mereka juga menyempatkan untuk berlibur bersama keluarga di daerah solo sep. balai kambang. Mereka masih memiliki sisa uang untuk dijadikan simpanan jika ada keperluan mendadak. 1. Sumber modal diperoleh dari bantuan dg mengajukan proposal kelompok pd dinas koperasi. 2. memperoleh informasi tentang produk dari sesama anggota kelompok. 3. Alat produksi mesin jahit diperoleh dari bantuan disperindag. 4. Bersama anggota lain mengikuti pameran yg diadakan oleh pemerintah. 5. Informasi pelatihan dari sesama anggota kelompok. 6. Tenaga kerja dlm proses commit to user produksi dilakukan
Perempuan Mandiri (sudah memiliki usaha sendiri atau showroom) Kebutuhan dasar tercukupi, berlibur di luar kota bersama keluarga. Setelah kebutuhan dasar tercukupi mereka masih memiliki sisa pendapatan untuk menambah modal mengembangkan usaha.
1. Sumber modal dari dana pribadi dan pinjaman kelompok dari dinas koperasi. 2. Informasi produk dari wisatawan yang datang mengunjungi showroom, dan memesan barang yg diingankan. 3. Alat produksi mesin jahit dibeli sendiri, bantuan dari disperindag diberikan pd karyawan. 4. Ikut pameran bersama dengan anggota lain. 5. Informasi adanya pelatihan diperoleh dari FPKBL. 6. Jika dapat pesanan
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Kesadaran kritis
4.
Partisipasi Kemampuan untuk terlibat dalam: 1. kegiatan social masayarakat 2. Pengambilan keputusan Kelompok 3. Pengambilan keputusan dalam keluarga
5.
sendiri. Jika ada pesanan dibagi dg anggota lainnya. 7. Jaringan usaha masih dalam wilayah Jawa Tengah. Kesadaran sudah tumbuh dengan memanfaatkan limbah perca batik untuk dijadikan produk yang ramah lingkungan. 1. Aktif Terlibat dalam kegiatan social dan menjadi anggota lebih dari satu organisasi. 2. Dapat memberikan usulan dalam pengambilan keputusan dalam kelompok maupun keluarga.
banyak dikerjakan oleh karyawan. 7. Jaringan usaha sudah sampai ke luar negeri.
Sama. kesadaran kritis juga sudah tumbuh.
1. Aktif terlibat dalam kegiatan social tapi jarang mengikuti kegiatan kelompok, menjadi lebih dari satu organisasi dan masuk dalam kepengurusan. 2. memberikan usulan dan berani mengemukakan pendapat. Pengelolaan usaha Pengelolaan usaha Control Kemampuan untuk sepenuhnya dilakukan oleh dilakukan bersama dengan melakukan control terhadap perempuan. suami. Perempuan juga pengelolaan usaha. meminta pendapat pada suami mengenai pengembangan usahanya. Sumber: data primer diolah 15 Januari 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
133 digilib.uns.ac.id
Matrik 1. Potensi Perempuan Sebelum dan Sesudah Pemberdayaan
Sebelum Diberdayakan 1. Bisa menjahit
Setelah Diberdayakan Tidak hanya menjahit pakaian, bisa membuat tas, sandal, blankon, kerajinan yang lain. ( Ketrampilan dan ide berkembang)
2. Menghasilkan suatu barang. (Pakaian, makanan, kerajinan)
Barang yang dihasilkan semakin baik kualitasnya. Karena bertambahnya pengetahuan mereka mengenai kualitas barang dan keinginan konsumen.
3. Bisa mengatur uang
Kemampuan untuk mengatur uang digunakan untuk membuka usaha dan mengelola usaha.
(Kualitas produk meningkat menjadi semakin baik)
(Tumbuh keberanian dalam diri untuk mengambil resiko) 4. Memiliki pekerjaan sampingan seperti membuka toko kelontong, tenaga konveksi, menerima pesanan pembuatan makanan kecil. (Ulet)
Tidak hanya melakukan pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas.
5. Suka bercerita
Kemampuan berkomunikasi berkembang berguna untuk menawarkan barang yang dihasilkan.
6. Menjadi anggota PKK.
Mau membentuk kelompok usaha bersama, sebagai salah satu solusi untuk mengembangkan usahanya.
(pengelolaan usaha dan ide untuk mengembangkan usaha sekemakin berkembang)
(Kesadaran dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah meningkat, partipasi dalam kelompok juga meningkat) 7. Memiliki hubungan Membuat kerjasama dengan pemiliik showroom untuk yang baik dengan memperoleh order dari luar negeri. pemilik showroom lain. (Jaringan usaha berkembang semakin luas) commit to user