Pemberdayaan Perempuan Dalam Meningkatkan Kemandirian Usaha Melalui Pelatihan Kecantikan di Lembaga Kursus dan Pelatihan “Nursita” Kota Mataram Junaidin, H. Zulkarnaen Musa, & Suharyani Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, FIP IKIP Mataram E-mail:
[email protected] Abstrak: Tujuan dilakukan penelitian ini antara lain, yaitu; (1) Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kecantikan; (2) Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pelatihan kecantikan. Metode penelitian yang digunakan yakni metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penentuan subyek penelitian menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi. Teknik analisis data penelitian menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan model interaktif. Hasil dari penelitian ini adalah; (1.) Langkah-langkah pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kecantikan: (a) Melihat situasi dan kondisi sosial ekonomi perempuan. (b) Menyusun materi yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar. (c). Menggunakan metode yang sesuai dengan karakter warga belajar. (d). Pemberdayaan harus mampu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri perempuan. (e). Pemberdayaan harus sesuai dengan bidang kecantikan yang di butuhkan oleh dunia kecantikan saat ini dan kedepannya. (f). Melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap skill di bidang kecantikan yang dimiliki perempuan. (g) Selalu memberikan motivasi serta memantau perkembangan dan kemajuan peserta didik. (h) Menumbuhkan sifat mandiri untuk tidak selalu bergantung kepada orang lain baik dengan cara membuka usaha sendiri atau bekerja di tempat orang lain dan, (i) Memberikan keterampilan di bidang kecantikan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. (2). faktor pendukung yaitu: (a).Adanya ruangan yang dipakai untuk pelatihan kecantikan.(b) kelengkapan alat dan bahan yang diperlukan untuk proses pelatihan.(c) tingginya antusias warga belajar/perempuan untuk mengikuti pelatihan kecantikan. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu: (a). Jarak tempuh ke tempat pelatihan yang agak jauh, karena sebagian warga belajar bertempat tinggal diluar kelurahan Kebun Sari. (b). Masih adanya masyarakat yang mengadopsi kepercayaan lama bahwa perempuan hanya harus fokus mengurus rumah tangga. (c). Masih adanya beberapa warga belajar yang kesulitan menggunakan alat-alat dan media yang dipakai di dalam pelatihan kecantikan. Kata kunci: Pemberdayaan Perempuan, Kemandirian Usaha, Pelatihan
Pendahuluan Upaya peningkatan kecakapan hidup (life Skill), merupakan bagian penting dari program pemberdayaan perempuan. pemberdayaan perempuan secara simultan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan (capability), dan kualitas hidupnya, keluarga dan masyarakat, karena dengan pemberdayaan perempuan dapat meningkatkan produktivitas perempuan yang akhirnya bermuara pada peningkatan pendapatan keluarga dan masyarakat. Peningkatan produktifitas perempuan dapat dilihat dari indikator-indikator yang antara lain adanya perubahan sikap yang lebih positif dan maju, meningkatnnya kemampuan kecakapan hidup (life skills), serta hasil karya baik berupa barang dan jasa untuk keperluan diri dan masyarakat. Permasalahan yang selama ini melekat di daerah pedesaan terutama dilihat dari peran kaum perempuan sebagai tonggak pembangunan antara lain kemiskinan, urbanisasi, putus sekolah, keterbatasan akses pendidikan, buta aksara serta ketidak adilan gender. Hal ini memicu rentannya terjadi keterpurukan proses kehidupan di masyarakat karena tanpa adanya kontrol dari pemerintah. Alhasil, resiko beban kerja makin meningkat terutama bagi perempuan keluarga miskin yang jauh lebih berat, apalagi jika diketahui tingkat pendidikan kaum perempuan rendah.
Menurut Ihromi perempuan dalam keluarga berpenghasilan rendah memiliki potensi yang terbatas untuk meningkatkan derajat kesehatan diri dan keluarganya, disebabkan kemiskinan dan sering menyita waktunya untuk mencari penghasilan tambahan yang mengalami kesulitan karena pendidikan terbatas dan situasi makin memburuk bila perempuan itu merupakan kepala keluarga. (Ihromi, 1995:268). Secara psikologis, perempuan membutuhkan aktualisasi diri demi pengembangan dirinya dan sesuatu yang pada akhirnya juga berdampak positif terhadap pengembangan umat manusia pada umumnya. Perempuan Indonesia yang jumlahnya tahun 2010 berdasarkan proyeksi BPS sebanyak 118.043.783 jiwa dari total penduduk 237.556.363 jiwa. Merujuk data yang diterbitkan oleh BPS tahun 2007, bahwa kontribusi perempuan dalam ekonomi tertinggal dibanding dengan penduduk laki-laki. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk perempuan mencapai 49,57%. Sementara tingkat partisipasi penduduk laki-laki sudah mencapai 83,7%, Pengangguran terbuka penduduk perempuan sebesar 11,83% dibanding penduduk laki-laki 8,5%. Kesenjangan tersebut merupakan perpaduan dari rendahnya tingkat pendidikan perempuan dan jumlah buta aksara perempuan yang secara otomatis tidak mampu mengakomodasi perkembangan ilmu dan tehnologi. Banyak faktor yang menyebabkan permasalahan bagi kaum perempuan ini, baik secara internal yang berkaitan dengan kemampuan kaum perempuan, maupun eksternal yang menyangkut masalah sosial budaya, ekonomi dan politik. Dengan demikian, tidak ada pilihan lain dalam meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan yaitu melalui peningkatan kecakapan hidup perempuan. Hal tersebut tentunya memerlukan intervensi dalam bidang PNFI yang lebih intensif dan fungsional. Dengan kata lain, penyelenggaraan program PNFI di desa harus dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dari komunitas-komunitas yang berada di daerah pedesaan, supaya mereka mendapatkan keterampilan dan kapasitas untuk meraih peluang-peluang ekonomi, sehingga dapat meningkatkan taraf dan mutu kehidupannya. Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian untuk lebih memberdayakan peran serta perempuan. Dengan judul “Pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan kemandirian usaha melalui pelatihan kecantikan”. Kajian Literatur Konsep pemberdayaan (empowering) dalam pendidika luar sekolah di indonesia pertama kali dikembangkan oleh Kindervatter. Ia memandang bahwa pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik, sehingga pada akhirnya ia memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukan nya dalam masyarakat. Kindervater dalam (Anwar, 2007:77). Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya moderen, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, sikap bertanggung jawab, pembaruan lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya merupakan bagian dari upaya
pemberdayaan (Sumodiningrat, 1999:16). Beberapa jenis pemberdayaan perempuan antara lain: (1) Pemberdayaan Perempuan Dalam Perspektif Gender: Kebijaksanaan peningkatan peranan perempuan dalam perspektif gender telah disadari oleh pemeritah sejak tahun 1980-an. Pemberdayaan tersebut dilaksanakan melalui program yang khusus di peruntukan bagi perempuan untuk mengejar ketinggalannya, pengintegrasian peranan, kepentingan dan aspirasi perempuan dalam program umum (Anwar, 2007:92). UNESCO merekomendasikan pentingnya persamaan hak dan kesempatan bagi perempuan pada bidang pendidikan memasuki abad XXI. Menurutnya, beberapa tujuan fundamental masyarakat internasional tentang persamaan akses oleh perempuan atas pendidikan untuk menghapuskan illiteracy bagi perempuan dan perbaikan akses untuk perempuan terhadap pelatihan keterampilan, sains dan teknologi pendidikan, serta pendidikan berkelanjutan Delors dalam (Anwar, 2007:93). (2) Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembelajaran: Salah satu penyebab ketidak berdayaan masyarakat adalah tidak terjangkau oleh system pendidikan persekolahan dan kurang berkembangnya kegiatan pendidikan luar sekolah yang ada diantara mereka. Oleh karena itu sangat di dambakan akan kehadiran program-program pendidikan luar sekolah yang berbasis sosial budaya dan potensi alam sekitarnya untuk memberdayakan masyarakat.( Anwar, 2007:98). Pemberdayaan melalui pendidikan luar sekolah memfokuskan kepada peserta didik dalam bentuk kelompok dan menekankan pada proses objektif, seperti penguasaan pengetahuan dan keterampilan Kindervatter dalam (Anwar, 2007: 98 ). (3) Pemberdayaan Perempuan Melalui SIWU: Salah satu bentuk pemberdayaan perempuan adalah melalui SIWU (Special Initiative Women Unemployment) atau sering juga disebut dengan PKPP (Prakarsa Khusus untuk Penganggur Perempuan) adalah program penyelamatan ekonomi masyarakat, khususnya perempuan dengan mengadakan lapangan kerja bagi perempuan di daerah perkotaan. Penerima manfaat dari program ini adalah perempuan korban PHK, ibu rumah tangga yang ingin bekerja. Pelatihan adalah suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh skill dan pengetahuan (M. Saleh Marzuki, 1992 : 5). Pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan saat ini. (Veithzal Rivai, 2004:226). M. Saleh Marzuki, mengemukakan manfaat pelatihan sebagai berikut :“(a).Pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki kemampuan individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performance organisasi. (b).Keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan. (c). Manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki standar keselamatan”. (M. Saleh Marzuki:1992 : 28). Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat berwirausaha karena adanya motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achievement motive). Motif berprestasi ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi. Gede Anggan Suhanda dalam (Suryana, 2003: 32). Faktor dasarnya adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Maslow (1934) tentang teori motivasi yang dipengaruhi oleh tingkatan kebutuhan kebutuhan, sesuai dengan tingkatan pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan (security
needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (selfactualiazation needs). Menurut Teori Herzberg, ada 2 (dua) faktor motivasi, yaitu:
Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Menurut Suryana wirausaha yang memiliki motif berprestasi pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: “(a).Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya. (b). Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan kegagalan. (c). Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi. (d). Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan. (e). Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang”. (Suryana, 2003 : 33-34). Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2005). Sumber data dalam penelitian ini adalah Pengelola LKP, Tutor, dan Warga Belajar. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian dengan dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis data model interaktif (Miles & Huberman, 1994) yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi/pengambilan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber, triangulasi metode, dan diskusi teman sejawat untuk memperoleh kredibilitas data yang akurat dan obyektif . Hasil Penelitian 1. Langkah-Langkah Pemberdayaan Perempuan Melalui Pelatihan Kecantikan. Pemberdayaan perempuan perlu dilakukan guna untuk meminimalisir tingkat pengangguran perempuan, yang berdampak pada terpuruknya kondisi sosial ekonomi perempuan. Dengan memberikan akses dan kesempatan bagi perempuan untuk
mengembangkan potensi diri sehingga bisa menjadi lebih produktif dan bisa menopang dan membantu memenuhi kebutuhan keluarga nya ataupun dirinya sendiri. Sejauh ini pemberdayaan terhadap perempuan masih belum merata terutama wanita yang berada di pedesaan. Hal tersebut pula yang menjadi alasan bagi Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita untuk menyelenggarakan program pemberdayaan perempuan melalui kecantikan ini. Dengan harapan perempuan bisa lebih mandiri dan dapat meningkatkan kemandirian hidupnya. Ada beberapa langkah yang harus di laksanakan dalam pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kecantikan yaitu: (a) Melihat situasi dan kondisi sosial ekonomi perempuan. (b) Menyusun materi yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar. (c). Menggunakan metode yang sesuai dengan karakter warga belajar. (d). Pemberdayaan harus mampu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri perempuan. (e). Pemberdayaan harus sesuai dengan bidang kecantikan yang di butuhkan oleh dunia kecantikan saat ini dan kedepannya. (f). Melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap skill di bidang kecantikan yang dimiliki perempuan. (g) Selalu memberikan motivasi serta memantau perkembangan dan kemajuan peserta didik. (h) Menumbuhkan sifat mandiri untuk tidak selalu bergantung kepada orang lain baik dengan cara membuka usaha sendiri atau bekerja di tempat orang lain dan, (i) Memberikan keterampilan di bidang kecantikan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Latar belakang program pelatihan kecantikan ini di selenggarakan yaitu atas inisiatif dari Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita, dimana pihak lembaga melihat kondisi sosial perempuan yang tidak memiliki pekerjaan/kegiatan yang produktif untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga nya. Hal tersebut membuat pengelola tergerak untuk memberdayakan potensi serta keahlian yang dimiliki oleh perempuan sehingga mereka mampu meningkatkan kesejahteraan kehidupannya dan bisa lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri serta keluarganya. Ada beberapa alasan yang membuat pengelola ingin mengadakan pelatihan kecantikan untuk perempuan di Kelurahan Kebun Sari Kota Mataram. (a) Minimnya rasa percaya diri perempuan dalam mengembangkan skill yang dimilikinya. (b) Tingkat pendidikan perempuan yang rendah. (c) Kurangnya pemahaman terhadap pentingnya pendidikan life skill. (d) Diharapkan dengan terselenggara nya program pelatihan kecantikan di Kelurahan Kebun Sari Kota Mataram ini mampu membangkitkan semangat serta minat perempuan untuk berkembang, dan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan khususnya pembangunan di bidang ekonomi. Dengan demikian mereka lebih mandiri dan lebih produktif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya maupun kebutuhan keluarganya. Suatu program pelatihan akan terlaksana dengan baik jika di dukung oleh beberapa komponen yang antara lain: (1) Materi Pelatihan: Materi yang digunakan dalam pelatihan di susun sendiri oleh pihak lembaga dengan materi yang sudah dibuat sedemikian rupa dalam bentuk modul pembelajaran. Dengan 3 jenis kecantikan yang di ajarkan yaitu tata rias pengantin, tata kecantikan rambut, dan tata rias wajah. Materi yang di sajikan beragam, yakni rias wajah sehari-hari (day make up), tata rias malam (night
make up), dan panggung (stage make up). Melalui beberapa jenis keterampilan ini maka para perempuan dapat meningkatkan kemandiriannya baik dengan berwira usaha sendiri maupun mencari pekerjaan di tempat orang lain serta mampu berpenghasilan sendiri untuk kesejahteraan hidupnya. Program life skill pelatihan kecantikan yang di selenggarakan oleh Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita, bertujuan untuk memberikan keahlian kepada kaum perempuan yang bermanfaat untuk kehidupannya, sehingga mereka mampu menghadapi problema hidup yang mendasar dan sering dihadapi seharihari yaitu mengenai masalah ekonomi. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan bahwa pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan kemandirian usaha melalui pelatihan kecantikan, dapat terselenggara dengan lancar seperti yang diharapkan oleh pihak lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita, maupun oleh para warga belajar pelatihan kecantikan dan masyarakat setempat. (2) Karakteristik Warga Belajar: Dari hampir semua warga belajar yang mengikuti pelatihan kecantikan ini rata-rata tidak memiliki pekerjaan tetap, hal tersebut di karenakan tidak adanya keahlian atau keterampilan yang dapat mendukung mereka untuk mendapatkan pekerjaan, karena ratarata dari mereka hanya lulusan SD dan SMP. Dalam suatu pelatihan keterampilan terdapat subyek yang menjadi sasaran dari pelatihan tersebut. Adapun sasaran dari program pelatihan kecantikan ini adalah, ibu rumah tangga dan remaja putri yang tidak memiliki pekerjaan dengan, usia produktif 19-35 tahun. Tabel 1.1 Daftar Nama Warga Belajar di LKP Nursita.
NO NAMA PENDIDIKAN TERAKHIR ALAMAT 1 Rohana SD Pejeruk 2 Juleha SD Dasan sari 3 Rabiatun SMP Ampenan 4 Khotimah SD Dasan agung 5 Riawati SMP Moncok karya 6 Denek sukma SMP Rembiga 7 Alfrida SMP Batu layar 8 Rara cahya nita SMP Batu layar 9 Wulandari SD Pejeruk 10 Siti hawa SD Pejeruk 11 Aminah SD Pejeruk 12 Ati kurniati SMP Pejeruk 13 Sri wahyuningsih SD Pejeruk 14 Rosnani SD Jempong 15 Maryati SD Ampenan Sumber: Dokumentasi Data Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita.
(3) Media dan Alat Pelatihan Dalam pelatihan kecantikan di Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita ini menggunakan beberapa jenis media dan alat kosmetik yang mendukung proses pelaksanaannya. Tabel 1.2 Jenis Media dan Alat Yang di Gunakan Dalam Pelatihan Kecantikan.
1 2 3
JENIS MEDIA YANG DI GUNAKAN Kuas Spons Pelindung/pelembab kulit
4
Alas bedak (foundation)
KEGUNAAN Penata/pengatur letak warna-warna. Menyatukan warna dengan kulit. Melembabkan agar kosmetik lain masuk Bedak menyatu dengan kulit wajah.
5
Bedak (face powder)
Pemutih dan perata kulit wajah.
6
10
Pembentuk alis/pensil Membentuk alis lebih tebal & rapi. (eyebrow) Perona mata (eye shadow) Memperindah bagian atas mata dengan warna-warna. Celak mata Menghitamkan garis atas mata biar lebih rapi. Perona pipi (blush on) Member kesan warna supaya pipih terlihat menarik. Pembentuk bibir (lip pensil) Untuk melingkari bagian batas bibir.
11
Perona bibir (lipstik)
NO
7 8 9
Untuk mewarnai bibir.
12
Pelebat/ pewarna bulu mata Untuk memperlebat bulu mata. (maskara). Sumber: Dokumentasi Data Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita.
(4) Pelaksanaan Pelatihan Kecantikan: Dari hasil wawancara dengan pengelola, instruktur dan warga belajar diketahui bahwa pelaksanaan pelatihan kecantikan ini sudah melalui kesepakatan bersama dengan warga belajar terlebih dahulu dan juga terdapat beberapa kendala kecil dalam proses pelaksanaan nya, namun dengan adanya hubungan yang baik antara tutor dengan warga belajar, sehingga masalah apapun bisa teratasi, dan warga belajar pun mampu meningkatkan kemampuannya sehingga mereka menjadi mandiri dalam berwira usaha sendiri maupun bekerja di tempattempat kecantikan di luar sana, dan yang terpenting mereka dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarga. (5) Metode Pelatihan: Metode yang digunakan di dalam pelatihan ini yaitu teknik ceramah dan praktek langsung. Dengan proporsi 30% menggunakan metode ceramah, sedangkan 70% nya lagi menggunakan metode praktek. sehingga warga belajar cepat tanggap dan mengerti dengan apa yang di
sampaikan. Pelatihan di laksanakan 2 kali p dalam seminggu yaitu pada hari selasa dan jum,at. (6) Evaluasi Pelatihan: Keberhasilan suatu program dapat di ukur dari sejauh mana warga belajar nya mampu menyerap dan mengimplementasikan hasil atau keterampilan yang di peroleh nya selama mengikuti pelatihan kecantikan di dalam kehidupannya sehari-hari, serta apakah pelaksanaan pelatihan kecantikan ini dapat memberdayakan perempuan secara maksimal dan mampu menyetarakan peran perempuan dengan laki-laki sebagai mana yang di harapkan oleh kita bersama. Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita bisa dikatakan sukses dalam memberdayakan perempuan melalui pelatihan kecantikan, karena Lembaga ini sudah mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang berkompeten dan ada juga warga belajar yang sudah bekerja. Dalam melakukan evaluasi pihak lembaga mengadakan 2 jenis ujian yaitu ujian lisan dan ujian praktek. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan warga belajar terhadap materi yang telah disampaikan. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pelatihan Kecantikan. Di dalam pelaksanaan pelatihan kecantikan di Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita, terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi kelancaran dan efektifitas pelatihan antara lain: (a) Faktor Pendukung; Tersedianya fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai yang di butuhkan dalam proses pelatihan, sehingga pelatihan bisa berjalan dengan lancar seperti apa yang di inginkan. Beberapa hal yang mendukung pelaksanaan pelatihan kecantikan antara lain: (1) Adanya ruangan yang dipakai untuk pelatihan kecantikan. (2) kelengkapan alat dan bahan yang diperlukan untuk proses pelatihan.(3) tingginya antusias warga belajar/perempuan untuk mengikuti pelatihan kecantikan.Untuk mengetahui faktor pendukung pelaksanaan pelatihan kecantikan di Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita, peneliti melakukan wawancara dengan berbagai sumber yaitu, pengelola, instruktur, dan warga belajarnya. Dalam pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan tidak semuanya berjalan lurus pasti ada sesuatu hal yang menjadi penghambat dalam implementasi nya. Adapun faktor yang menghambat pelaksanaan pelatihan kecantikan di lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita antara lain: (1). Jarak tempuh ke tempat pelatihan yang agak jauh, karena sebagian warga belajar bertempat tinggal diluar kelurahan Kebun Sari. (2). Masih adanya masyarakat yang mengadopsi kepercayaan lama bahwa perempuan hanya harus fokus mengurus rumah tangga. (3). Masih adanya beberapa warga belajar yang kesulitan menggunakan alat-alat dan media yang dipakai di dalam pelatihan kecantikan. Pembahasan Merujuk daripada hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa “Pemberdayaan Perempuan Dalam Meningkatkan Kemandirian Usaha Melalui Pelatihan Kecantikan di Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita, di Kelurahan Kebun Sari Kota Mataram Tahun 2014” sudah berhasil terlaksana dengan baik dikarenakan warga belajar sudah mampu mengimplementasikan
hasil keterampilan yang diperolehnya di dalam pelatihan ke dalam kehidupannya sehari-hari. Manfaat dari program pelatihan kecantikan sangat besar bagi masyarakat khususnya perempuan karena mereka mampu meningkatkan taraf hidupnya. Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita dapat dijadikan wadah untuk menciptakan wanita yang memiliki kualitas sumber daya yang mampu bersaing di era globalisasi dan di tengah rumitnya masalah-masalah sosial saat ini yang menjerat kaum-kaum marjinal utamanya kaum perempuan pedesaan. Dengan bekal pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh nya dari Lembaga Kursus dan Pelatihan Nursita, perempuan mampu untuk mengangkat harkat dan martabatnya baik diri sendiri maupun keluarganya sehingga mereka lebih sejahtera. Dengan demikian kita dapat memutuskan mata rantai ketidak berdayaan masyarakat dan bisa mengurangi angka pengangguran perempuan pada khususnya. Dengan demikian perempuan mampu menyetarakan peran nya dengan kaum laki-laki dan masalah-masalah yang sering muncul dalam rumah tangga yang berkenaan dengan pemenuhan ekonomi dapat teratasi dengan baik. Indikator keberhasilan dari program pelatihan kecantikan ini dapat dilihat dari pencapaian warga belajar nya antara lain: (a) Warga belajar mampu mengimplementasikan keterampilan yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. (b). Warga belajar lebih mandiri dan tidak lagi bergantung kepada orang tua dan keluarga. (c). Warga belajar siap bersaing dan lebih percaya diri dalam menempuh dunia kerja. Simpulan Simpulan 1. Terdapat beberapa langkah yang perlu dilaksanakan dalam pemberdayaan perempuan melalui pelatihan kecantikan, antara lain: (a) Melihat situasi dan kondisi sosial ekonomi perempuan. (b) Menyusun materi yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar. (c). Menggunakan metode yang sesuai dengan karakter warga belajar. (d). Pemberdayaan harus mampu menumbuhkan sikap mandiri dalam diri perempuan. (e). Pemberdayaan harus sesuai dengan bidang kecantikan yang di butuhkan oleh dunia kecantikan saat ini dan kedepannya. (f). Melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap skill di bidang kecantikan yang dimiliki perempuan. (g) Selalu memberikan motivasi serta memantau perkembangan dan kemajuan peserta didik. (h) Menumbuhkan sifat mandiri untuk tidak selalu bergantung kepada orang lain baik dengan cara membuka usaha sendiri atau bekerja di tempat orang lain dan, (i) Memberikan keterampilan di bidang kecantikan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. 2. Terdapat beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan pelatihan kecantikan antara lain: (a). Tersedianya fasilitas dan media yang lengkap yang dibutuhkan dalam pelatihan. (b). Adanya respon positif dari warga belajar peserta pelatihan dan (c) Tingginya animo warga belajar untuk meningkatkan keterampilannya. Sedangkan faktor penghambatnya adalah; (a). Jarak tempuh ke tempat pelatihan yang agak jauh. (b). Ada beberapa warga belajar yang belum mahir dalam menggunakan media pelatihan. (c). Masih ada sebagian masyarakat yang berfikiran primitif.
Daftar Pustaka Anwar. 2007. Manajemen pemberdayaan perempuan, perubahan sosial melalui pembelajaran vocational skills pada keluarga nelayan, Bandung: Alfabeta. Basri H, 2000. Strategi Pengembangan Sikap Kemandirian. Jakarta: Rajawali Press. Direktorat Jendral Perumahan dan Permukiman. Pemberdayaan Perempuan melalui SIWU: penyiapan lapangan kerja bagi perempuan tidak terampil. Ihromi, T.O. 1995. Pencapaian Tahap Mitra Sejajar Pria dan Wanita Dalam Dunia Kerja. Jakarta: FISIP-UI. Marzuki, M.S. 1992, Strategi dan Model Pelatihan, Malang : IKIP Malang Masrun. 1986. Kemandirian Dan Prestasi Kerja. Jakarta: Rajawali Press. Sumantri, S. 2000, Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung: Fakultas Psikologi Unpad. Sugiyono. 2013. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suryana. 2003. Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat. Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Tjiptono, F dan Diana, A. 1998, Total Quality , Management, Yogyakarta Andi offset. Veithzal Rivai,. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada