Pemberdayaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Semarang
Mei Sulistyoningsih, Eko Retno Mulyaningrum, dan M. Annas Dzakiy
Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Semarang
[email protected] [email protected]
Abstrak The problems of prison inmates is restricted access, knowledge, insights and skills, which will have an impact on financial constraints after the sentence. Female prison inmates in Semarang became partners in the activities of this devotion. The purpose of this activity guide and equip citizens assisted prison women with various vocational skills that can be applied to everyday activities with synergistically. Method of program implementation this devotion through counseling, mentoring, demonstrations and ploting, practice directly with stages of the activities conducted in a systematic and sustainable. Activities carried out through changes in mindset and add insight, increased the interest and motivation of entrepreneurship by presenting the practitioner-based entrepreneurship, providing mentoring and cultivation technique of catfish, catfish pellets production intensively to develop interest and motivation entrepreneur, increased knowledge and skills of making compost using microorganisms. Other activities is marketing online instigation and reproductive health, about flanking counseling about the dangers of abuse, napza and monitoring the implementation of devotion continuously. Flanking the result of improving knowledge and insight autonomy, and stimulate confidence in women prison. Keysword : women prison, entrepreuneur A. PENDAHULUAN Penangkapan atas Kepala Lembaga Permasyarakatan ( LP atau Lapas) Narkotika Nusakambangan dan beberapa pembantunya oleh Badan Narkotika Nasional ( BNN) atas dugaan keterlibatan mereka dalam peredaran narkotika seolah melengkapi narasi betapa muramnya tragedi di dunia hukum Indonesia. Salah satu alasan yang bisa di kemukakan adalah keterbatasan infrastruktur dan suprastruktur di tiap LP. Hal ini terkesan klise, tetapi ini fakta yang sulit dipahami publik. Permasalahan ini hampir merata di seluruh LP. Jumlah gedung dan tata ruang terbatas, penghuni tiap tahun bertambah, jumlah personel pengamanan dan SDM yang terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas. Ruang
dan instrument kontrol serta pengawasan tidak memadai, sangat membuka peluang timbulnya berbagai permasalahan termasuk di dalamnya peredaran narkotika. Rasio antara jumlah petugas pengamanan (tidak termasuk staf administrasi dan sebagainya) dan warga binaan juga tidak sebanding yaitu 1:15. Secara umum, petugas pengamanan LP menghadapi persoalan sama, dengan kondisi yang hampir sama pula. Karena itu, pola yang mereka gunakan terhadap warga binaan permasyarakatan adalah pendekatan persuasif. Pendekatan ini menyebabkan jarak keduanya menjadi dekat, dan kadang kedekatan itu secara individu. Keakraban inilah yang kadang disalah artikan oleh warga binaan yang nakal dengan memperalat petugas LP
yang tidak tahan godaan untuk melakukan tindakan melawan hukum. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sistem pemasyarakatan dan sistem kepenjaraan yang menitik tolak pandangannya terhadap narapidana sebagai individu semata-mata dipandang sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Bagi bangsa Indonesia pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar pada aspek penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial telah melahirkan suatu sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum yang di kenal sebagai pemasyarakatan. Pelaksanaan sistem Pemasyarakatan, dalam perkembangan selanjutnya, dilaksanakan berdasarkan asas pengayoman, persamaan perlakuan dan kesamaan pelayanan, pendidikan, penghormatan harkat dan martabat manusia. Permasalahan yang dihadapi penghuni Lembaga Pemasyarakatan di banyak daerah Indonesia saat ini adalah keterbatasan wawasan, akses pengetahuan, dan keterampilan, sehingga akan berdampak pada keterbatasan finansial selepas dari hukuman. Termasuk di dalamnya penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Semarang yang menjadi mitra pada pengabdian ini. Lebih lanjut permasalahan-permasalahan yang dihadapi mitra yaitu rendahnya kemandirian, rendahnya minat dan motivasi entrepreneur, kurangnya pengetahuan dan keterampilan budidaya lele sehingga selama ini terjadi kegagalan dan kolam lele tidak dimanfaatkan. Selain itu, mahalnya pakan lele menyebabkan produksi menjadi tidak maksimal. Terjadinya kegagalan pada produksi kompos yang pernah dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Semarang, rendahnya kemampuan bidang marketing, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, kurangnya pengetahuan tentang bahaya penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif (napza). Prioritas penyelesaian masalah harus diawali dari perubahan pola pikir dari pihakpihak terkait pada Lembaga Pemasyarakatan tersebut.
B. MATERI DAN METODE
Materi dan pendekatan metode yang diberikan bagi 250 warga binaan dilaksanakan dalam tahap-tahap yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Beragam variasi metode digunakan meliputi penyuluhan, pendampingan, demplot, termasuk di dalamnya praktek langsung. Kegiatan ipteks pada masyarakat yang dilakukan sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Semarang tersebut dimulai dengan tahap pertama berupa pembinaan untuk merubah pola pikir dan wawasan kemandirian. Tahap ini terdiri atas pelatihan dan diskusi interaktif kewirausahaan/entrepreunership, pelatihan dan penyuluhan komposting, budidaya ayam kampung berbasis biosecurity, pelatihan analisis usaha, dan mendatangkan ahli dan praktisi kewirausahaan. Materi tahap yang kedua yaitu implementasi paket teknologi budidaya lele dan produksi pelet lele secara intensif untuk mengembangkan minat dan motivasi entrepreneur, peningkatan pengetahuan dan keterampilan pembuatan kompos menggunakan mikroorganisme lokal (MOL), peningkatan kemampuan pemasaran baik secara langsung maupun marketing online serta memonitoring hasil pelaksanaan IbM secara kontinue, penyuluhan dan pendampingan tentang kesehatan reproduksi, dan penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan napza. Tahap yang ketiga yaitu monitoring dan evaluasi yang berupa pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh aktivitas pada pengabdian bagi masyarakat ini.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari tahap pertama pelaksanaan IbM yang berupa pembinaan untuk merubah pola pikir dan wawasan kemandirian ini menghasilkan produk berupa materi pelatihan kewirausahaan, materi paket teknologi metode budidaya lele, ayam kampung berbasis biosecurity, dan materi komposing. Hasil dari tahap kedua yaitu implementasi budidaya lele, ayam kampung dan pemeliharaan ayam kampung berbasis biosecurity menghasilkan produk berupa pemeliharaan ayam kampung berdasar paket teknologi metode budidaya
ayam kampung berbasis biosecurity, sehingga dihasilkan ayam kampung yang sehat dan efesien dalam pemeliharaan. Selain itu dilaksanakan pula praktek pembuatan kompos menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) dan pelatihan marketing online. Untuk membekali warga binaan tentang kesehatan dilaksanakan pula penyuluhan dan pendampingan tentang kesehatan reproduksi dan penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan napza. Hal ini diperlukan karena dokter yang ada di Lembaga Pemasyarakatan adalah Dokter Gigi. Tahap yang ketiga yaitu monitoring dan evaluasi program IbM. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi kegiatan pengabdian di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Semarang dapat dikategorikan berhasil dengan indikator mencapai 85 % keberhasilan. Pada tahap ini produk berupa laporan akhir dari kegiatan pengabdian serta terdapat rekomendasi untuk pengembangan kegiatan pada waktu yang akan datang. Berdasarkan hasil kegiatan Ipteks bagi Masyarakat ini dapat diketahui bahwa produktivitas ayam kampung dapat lebih ditingkatkan melalui pemeliharaan secara intensif dan berwawasan biosecurity, dengan demikian kesehatan warga binaan dan lingkungan tetap terjaga dengan baik. Hal ini sangat penting untuk diketahui masyarakat. Pemeliharaan ayam kampung berskala rumah tangga dapat menjadi alternatif yang cerdas mengatasi masalah kualitas pangan dan penghasilan yang rendah, dalam kondisi ekonomi yang sulit dan tidak stabil seperti saat ini. Harapannya kegiatan ini dapat diterapkan warga binaan ketika telah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan. Kegiatan pengabdian masyarakat dengan fokus memberikan pelatihan beternak ayam kampung ini sangat bermanfaat bagi mitra dan masyarakat pada umumnya. Hal ini disebabkan karena unggas memberikan kontribusi penyediaan daging secara nasional sebanyak 56,6 % dari total 1.450,7 ton. Dari angka tersebut, ternyata 62,8 % berasal dari daging ayam broiler, 32,34 % dari ayam kampung. Peranan unggas pada lapangan kerja lebih dari 480.000 rumah tangga peternakan ayam buras (Yuwanta, 2004). Peternakan ayam dikelola secara intensif
kampung yang masih terbatas
jumlahnya. Umumnya, ayam kampung dipelihara secara umbaran (tradisional) dan banyak dijumpai di desa. Saat ini cara seperti ini banyak mengundang resiko di samping tidak ekonomis. Pada usia 20 minggu, ayam kampung yang dipelihara secara tradisional hanya mencapai bobot badan 746,9 g. Sedangkan yang dipelihara secara intensif dalam sangkar, pada usia yang sama dapat mencapai 1.435,5 g (Siregar,A.P., 1981). Jelas perbaikan lingkungan yang diikuti perbaikan manajemen pemeliharaan akan meningkatkan performans ayam kampung. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh peternak yaitu bahwa hormon pertumbuhan dari kelenjar pituitary anterior dan tiroksin dari kelenjar tiroid bekerja secara simultan dalam kontrol terhadap pertumbuhan ternak menjelang pubertas. Somatotropik hormon dalam tubuh berfungsi memacu aktifitas metabolisme, meningkatkan cadangan nitrogen, meningkatkan penyediaan energi dan merangsang pembentukan somatotropik hormon. Dengan meningkatknya kedua hormon tersebut akan menaikkan konsumsi ransum, sehingga pertumbuhan akan lebih cepat (Isroli , 1996). Program Biosecurity pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan menyiapkan desinfektan di kandang, dengan campuran anti lalat. Karena lalat dapat menjadi sumber penularan penyakit. Semprotkan secara berkala di sekitar kandang ayam dan rumah kandang. Tidak mempergunakan tempat peternakan yang pernah mengalami serangan penyakit dan lokasi tidak di tempat yang padat peternakan. Berikutnya memasang pagar/buat rumah kandang (los) agar binatang/ayam liar tidak mendekati kandang ayam. Tidak membeli bibit ayam yang sudah siap bertelur, tetapi mulai membeli dari DOC. Secara berkala diadakan sanitasi kandang dan peralatan kandang. Bila ada ayam mati, dibakar dan dikubur. Jika ada ayam yang tidak memberi harapan sebaiknya dibunuh dengan cara yang tidak mengeluarkan darah. Tidak memberikan pakan yang sudah berjamur atau berbau tengik. Kemudian melakukan isolasi terhadap ayam yang sakit. Bila di petrenakan terjadi penyakit, petugas yang menangani ayam sakit tidak boleh merawat ayam yang sehat. Bila terjadi wabah penyakit menular, kandang dan semua peralatan harus disucihamakan. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Sulistyoningsih, M. (2012) yang mengungkapkan bahwa upaya ketahanan pangan dan pertanian yang berkelanjutan dapat dilakukan melalui implementasi manajemen perkandangan dan pencahayaan berselang untuk mendapatkan performans produksi ayam kampung yang lebih baik. Pada pemeliharaan ayam kampung, keadaan alas kandang akan berpengaruh terhadap kondisi internal kandang, terutama dalam hal suhu, pH, dan kelembaban. Suhu dapat mempengaruhi tingkat metabolisme ayam. Pada suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan ayam akan terengah–engah dan selalu ingin minum. Kandang yang menggunakan pencahayaan baik pada kandang beralas renggang maupun beralas litter mengakibatkan banyak ayam yang kurang beraktivitas pada malam hari. Hal ini dikarenakan pada malam hari kandang menjadi gelap terlebih lagi pada kandang dengan pencahayaan yang tanpa adanya cahaya lampu. Kandang dengan pencahayaan menggunakan perlakuan pemberian cahaya dimulai dengan 1 jam lampu menyala dan 2 jam lampu mati lalu dilanjutkan dengan perlakuan 1 jam lampu menyala dan 3 jam lampu mati yang dimulai pukul 18.00 – 06.00 WIB, sedangkan pada pukul 06.00 – 18.00 WIB kandang mendapat sinar matahari. Keadaan kandang yang gelap pada malam hari, membuat ayam lebih cenderung beristirahat daripada melakukan aktivitas, sehingga aktivitas makan dan minum ayam tidak setinggi yang terjadi pada kandang. Hal ini dikarenakan rentang waktu selama 2 dan 3 jam lampu mati, ayam lebih banyak beristirahat sehingga banyak energi yang tersimpan. (Sulistyoningsih, et al. 2012) D. SIMPULAN DAN IMPLIKASI Simpulan dari kegiatan Ipteks bagi masyarakat Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kota Semarang yaitu meningkatnya para warga binaan memperoleh paket teknologi metode budidaya ayam kampung dan lele secara intensif berbasis biosecurity, para warga binaan memperoleh pengetahuan cara membuat pupuk kompos dan memiliki keterampilan pembuatan pupuk organik menggunakan mikroorganisme lokal (MOL), meningkatnya kemampuan pemasaran baik secara langsung
maupun marketing online, warga binaan memperoleh tambahan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi wanita dan memperoleh tambahan pengetahuan tentang bahaya penyalahgunaan napza. Dengan demikian rasa percaya diri warga binaanpun menjadi meningkat. E. UCAPAN TERIMA KASIH Tim Pelaksana Ipteks bagi Masyarakat IKIP PGRI Semarang tahun 2013 mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat DITJEN DIKTI yang telah mendanai kegiatan pengabdian masyarakat ini.
F. DAFTAR PUSTAKA Isroli. 1996. Pengaturan Konsumsi Energi Pada Ternak. Jurnal Sainteks Vol III No 2: 6472. Sinegar, A.P. 1981. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Jakarta: Margie Group. Sudirja, R., 2007. Standar Mutu Pupuk Organik dan Pembenah Tanah. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Sulistyoningsih, M., R.C. Rachmawati, E.R. Mulyaningrum, dan M.A. Dzakiy. 2012. Lighting Stimulation sebagai Upaya Peningkatan Performans Ayam Kampung dengan Implementasi Panjang Gelombang Cahaya yang Berbeda. Semarang: IKIP PGRI Semarang. Sulistyoningsih, M., D. Sunarti, E. Suprijatna, dan Isroli. 2012. Food Quality Improvement Efforts of Local PoultryBased Production Management. Prossiding: International Conference dengan tema“Engaging Science, Technology and Culture to Accelerate the Achievement of A Sustainable Development” 6th. Denpasar Bali. Yuliarti, N.,2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Yogyakarta:Lily Publisher Yuwanta. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius.