PEMBELAJARAN MODEL ADVANCE ORGANIZER MELALUI STRATEGI THE POWER OF TWO TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS (Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas IV SD Negeri CIPADUNG 1-2 Kecamatan Cibiru Kota Bandung)
ARTIKEL Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh HALIMAH SYA’IDAH 1203251
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2016
1| Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2016
PEMBELAJARAN MODEL ADVANCE ORGANIZER MELALUI STRATEGI THE POWER OF TWO TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS Halimah Sya’idah1 Husen Windayana2 Robandi Roni M. Arifin3 Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil studi TIMSS dan PISA yang menunjukkan bahwa Indonesia selalu menduduki peringkat di bawah rata-rata skor internasional. Hal tersebut menunjukkan rendahnya kemampuan literasi matematis siswa Indonesia. Salah satu kemampuan literasi matematis menurut NCTM adalah kemampuan koneksi matematis. Koneksi matematis merupakan kemampuan yang menghubungkan antar konsep yang dipelajari dengan konsep sebelumnya atau dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang ditemukan di lapangan tidak memfasilitasi siswa dalam kemampuan koneksi matematis. Oleh karena itu, pembelajaran dalam kemampuan koneksi matematis harus diperbaiki. Melalui pembelajaran model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two, kemampuan koneksi matematis siswa dapat meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan yang diperoleh kelas eskperimen dan kelas kontrol. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dan desain penelitiannya adalah kuasi eksperimen. Kelas yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah SD Negeri Cipadung 1-2. Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two dapat meningkat. Peningkatan yang terjadi di kelas eksperimen sebesar 0,49, dengan interpretasi sedang. Adapun kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional pun dapat meningkat. Peningkatan yanng terjadi di kelas kontrol sebesar 0,37, dengan interpretasi sedang. Meskipun peningkatan di kedua kelas memiliki interpretasi sedang, peningkatan kemampuan koneksi matematis kelas yang menggunakan pembelajaran model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two lebih baik dibandingkan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan agar meggunakan model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis. Kata Kunci
1
: Advance Organizer, The Power of Two, dan Kemampuan Koneksi Matematis
Penulis Penulis Penanggung Jawab 3 Penulis Penanggung Jawab 2
Halimah Sya’idah, Husen Windayana, Robandi Roni M. Arifin Pembelajaran Model Advance Organizer Melalui Strategi The Power of Two Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis| 2
ABSTRACT This research was motivated by the results of studies TIMSS and PISA which shows that Indonesia always ranked below the average score of international. It shows low ability students mathematical literacy Indonesia. One the mathematical literacy abillities by NCTM is the mathematical connection ability. A mathematical connection is the ability of the links between the concept previously learned concept or with everyday life. Learning found in the field does not facilitate students in mathematical connection abilty. Therefore, learning in mathematical connection ability must be improved. Through Advance Organizer learning models through The Power of Two of the strategies, the ability of students mathematical connection can be increased. This study aims to determine the increase obtained experimental class and control class. The method used in this study is experimental and research design is quasi-experimental. Classes are sampled in this study is SD Negeri Cipadung 1-2. Based on the research results, the ability of student mathematical connection obtaining Advance Organizer learning models through The Power of Two strategies can be increased. Increase occurred in the experimental class 0,49, with interpretation moderete level. As for the ability of student mathematical connection obtaining the conventional learning gain can be increased. Increase occurred in the control class 0,37, with interpretation moderete level. Despite the increase in both classes are at a moderate level, an increase in the ability of mathematical connection the class that uses Advance Organizer learning models through The Power of Two strategies better than the class that uses the conventional learning. Therefore, the author recommends using Advance Organizer models through The Power of Two of the strategies as an alternative learning in enhancing the ability of mathematical connection. Keyword
: Advance Organizer, The Power of Two, and mathematical connection abilities
3| Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Matematika merupakan ilmu dasar yang perlu dimiliki oleh setiap individu karena matematika mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan kehidupan. Mengingat pentingnya matematika, ilmu dasar ini dipelajari secara non formal dan formal dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Matematika mempunyai karakteristik khusus jika dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya. sederhananya, matematika merupakan ilmu yang tersusun secara hirarkis. Artinya, ideide yang terdapat dalam matematika mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara satu konsep dengan konsep lainnya sehingga untuk mempelajari suatu konsep dalam matematika terlebih dahulu harus menguasai materi prasyarat dari materi yang akan dipelajari. Penilaian untuk mengukur kemampuan literasi matematika yang ada pada saat ini adalah TIMSS dan PISA. Hasil studi TIMSS menunjukkan bahwa siswa Indonesia selalu berada pada peringkat di bawah skor rata-rat internasional secara berturut-turut, mulai dari tahun 1999 sampai tahun 2007. Hasil studi PISA pun menunjukkan hasil yang sama, yaitu siswa Indonesia menduduki peringkat di bawah rata-rata skor internasional secara berturut-turut pada tahun 2000 sampai tahun 2009. Hasil kedua studi tersebut menunjukkan bahwa prestasi Indonesia dalam matematika masih sangat rendah. NCTM (2000) menyebutkan bahwa matematika mempunyai sepuluh standar, salahsatunya adalah koneksi matematis. Koneksi matematis bukanlah sekumpulan ide yang disajikan secara terpisah melainkan ide-ide tersebut harus dapat dikaitkan antar satu ide dengan ide yang lainnya. Jika ditinjau dari tujuan mata pelajaran matematika, maka ada kesesuaian antara kemampuan yang dikemukakan oleh NCTM dengan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik. Salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika yang dikemukakan oleh BNSP
Juni 2016
(2006) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan seharihari. Hasil temuan di lapangan adalah pembelajaran dalam matematika seringkali disajikan secara terpisah, tidak mengaitkan antar ide-ide yang ada dalam matematika. Hal ini akan membuat siswa berpandangan matematika sebagai ide-ide yang terpisah. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan pun menjadikan siswa menjadi pembelajar yang pasif karena pembelajaran hanya terpusat pada guru. Pembelajaran yang demikian harus diperbaiki agar kemampuan koneksi matematis siswa dapat meningkat. Oleh karena itu, peneliti menggunakan model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two untuk dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis. Model Advance Organizer adalah model yang termasuk ke dalam rumpun model pemrosesan informasi. Tujuan dari model ini adalah untuk memperkuat struktur kognitif dengan cara mengaitkan antara konsep lama yang telah dimiliki dengan konsep baru yang akan dipelajari. Terdapat tiga tahapan dalam pembelajaran model ini, yaitu tahap penyajian Advance Organizer, penyajian konsep, dan penguatan struktur kognitif siswa. Adapun strategi The Power of Two dilakukan dengan cara berpasangan antar siswa untuk berdiskusi atas hasil jawaban yang telah diperoleh masing-masing siswa. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bekerjasama, dan menemukan sumber informasi lain untuk mengurangi ketergantungan kepada guru. Koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan yang telah dikemukakan oleh NCTM. Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan yang menghubungkan keterkaitan antar konsep yang ada dalam matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Eli, Mohr-Schroeder, & Lee (2013)
Halimah Sya’idah, Husen Windayana, Robandi Roni M. Arifin Pembelajaran Model Advance Organizer Melalui Strategi The Power of Two Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis| 4 yang menyatakan bahwa koneksi sebelumnya yang ada dalam struktur matematis merupakan jembatan antar idekognitif (skemata) siswa. Melalui asimilasi, ide. Adapun Badjeber (2015) skemata yang telah ada akan mendapat mengemukakan bahwa koneksi matematis kesesuaian dan penguatan dari pengetahuan adalah keterakaitan antar unsur-unsur. yang baru diperoleh. Unsur-unsur yang dimaksud adalah konsep, Adapun akomodasi telah prinsip dan prosedur. Keterkaitan antar diungkapkan oleh Riyanto (dalam unsur-unsur yang dimaksud akan membuat Hendrowati, 2015, hlm. 7) yang jelas struktunya. menyatakan bahwa ‘akomodasi adalah Kemampuan koneksi matematis proses penyesuaian atau penyusunan perlu dikembangkan dalam diri siswa kembali skema ke dalam situasi baru’. karena dengan adanya pengkoneksian antar Dengan kata lain, jika ada stimulus yang ide-ide, siswa akan melihat matematika tidak sesuai dengan skemata yang ada pada sebagai satu kesatuan yang utuh dan jelas. diri siswa, maka akan ada pembentukan Melalui pengkoneksian antar ide-ide, siswa skemata baru. juga akan belajar dengan makna karena Model yang digunakan peneliti dapat menghubungkan konsep yang dalam meningkatkan kemampuan koneksi dipelajari dengan konsep yang telah matematis adalah model Advance dimiliki atau berkaitan dengan Organizer. Teorikus dari model ini adalah kehidupannya. Selain itu, pengkoneksian David Ausubel, yang terkenal dengan teori ide-ide matematika akan membuat belajar bermakna. Ausubel menjelaskan pemahaman siswa lebih mendalam dan bahwa belajara dapat dikatakan berakna bertahan lama. jika siswa dapat menghubungkan konsep NCTM (2000) menjelaskan bahwa yang dipelajari dengan struktur kognitif kemampuan koneksi matematis terbagi yang dimiliki siswa. Adapun tahapan dari menjadi tiga bagian, yaitu: model ini menurut Joyce, Weil, & Calhoun a. Kemampuan dalam mengoneksikan (2009) adalah: (1) Tahap penyajian antar ide-ide matematika; advance organizer. pada tahap ini guru b. Memahami bagaimana ide-ide menyajikan organizer sebagai penghubung matematika dihubungkan dan dibangun pada materi yang akan dipelajari. satu sama lain sehingga bertalian secara Organizer ini merupakan materi prasyarat lengkap; dan yang harus dikuasai siswa sebelum c. Mengenal serta menggunakan mempelajari konsep baru; (2) Tahap matematika dalam konteks luar penyajian materi pembelajaran. matematika. Pembelajaran yang dilakukan pada tahap Kemampuan koneksi matematis ini adalah diskusi secara berkelompok; dan memiliki kesesuai dengan teori yang (3) Tahap penguatan pengolahan kognitif. dikemukakan oleh Piaget. Piaget Pada tahap ini siswa diminta untuk berpendapat bahwa pada saat manusia menghubungkan organizer sebagai materi belajar akan terjadi dua proses, yaitu proses prasyarat dengan materi yang baru organisasi dan proses adaptasi. Proses dipelajari. Tujuan dari tahap ini adalah organisasi merupakan proses untuk memperkuat kognitif siswa. Tahap menghubungkan antara pengetahuan baru penguatan pengolahan kognitif ini (sebagai stimulus) dengan pengetahuan dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang telah dimiliki sebelumnya. Sedangkan yang menggunakan prinsip rekonsiliasi proses adaptasi terbagi menjadi dua bagian, integratif dan menuntut keaktifan dari yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi siswa. Prinsip tersebut dapat terpenuhi merupakan proses mengintegrasikan antara dalam tahap penguatan pengolaha kognitif pengetahuan baru dengan pengetahuan melalui strategi The Power of Two.
5| Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Adapun langkah-langkah pembelaljarannya adalah: (1) Berilah peserta didik satu atau lebih pertanyaan yang membutuhkan refleksi dan pikiran; (2) Mintalah peserta didik untuk menjawab pertanyaan sendiri-sendiri; (3) Setelah semua melengkapi jawabannya, bentuklah ke dalam pasangan dan mintalah mereka untuk berbagi jawaban dengan yang lain; (4) Mintalah pasangan tersebut untuk membuat jawaban yang baru untuk masingmasing pertanyaan dengan memperbaiki respon masing-masing individu; (5) Ketika semua pasangan selesai menulis jawaban baru, bandingkan jawaban dari masingmasing pasangan ke pasangan yang lain. Strategi The Power of Two merupakan strategi pembelajaran dengan cara berpasangan. Silver, H.F., dkk. (2013) mengungkapkan bahwa tujuan belajar berpasangan adalah untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa sehingga pembelajaran tidak dilakukan satu arah. Melalui strategi ini, siswa dapat dengan cepat mencari pasangan untuk dapat diajak bekerjasama karena jumlah anggotanya hanya dua orang. Teori Vigotsky merupakan teori yang menekankan interaksi sosial dalam pembelajarannya. Vigotsky (dalam Cahyono, 2010, hlm. 443) mengemukakan bahwa ‘Ada dua konsep penting dalam teori Vigotsky, yaitu konsep Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding’. Konsep Zone of Proximal Development (ZPD) diartikan dengan daerah perkembangan terdekat. Perkembangan kemampuan ini dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu kemampuan aktual dan potensial. Kemampuan aktual ini akan tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalahnya secara mandiri. Kemampuan aktual adalah kemampuan yang berada di batas bawah. Artinya, ketika siswa akan mempelajari suatu konsep maka siswa terlebih dahulu harus menguasai materi prasyaratnya. Sedangkan kemampuan potensial akan tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugasnya dibawah
Juni 2016
bimbingan orang dewasa. Orang dewasa yang dimaksud adalah guru ataupun teman sebayanya. Kemampuan potensial ini berada pada batas atas. Artinya, ketika siswa telah menguasai suatu konsep yang baru dipelajari maka siswa telah berada pada kemampuan potensialnya. Bimbingan yang diberikan oleh guru atau teman sebayanya yang lebih mampu disebut scaffolding. METODE Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan desain penelitiannya adalah quasi experiment design. Berikut ini disajikan gambaran quasi experiment design. Treatment group Control group
O X1 O --------------------O X2 O
Penelitian ini akan menggunakan dua kelas untuk diteliti, yaitu kelas eksperimen akan memperoleh pembelajaran model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two dan kelas kontrol akan memperoleh pembelajaran konvensional. Populasi yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar (SD) kelas IV semester 2 tahun ajaran 2015/2016 di Kecamatan Cibiru. Adapun teknik yang digunakan dalam penentuan sampel adalah teknik sampling insidental. Sedangkan sampelnya sebanyak dua kelas, yaitu SD Negeri Cipadung 1 dan SD Negeri Cipadung 2 yang memiliki kemampuan yang sama. Kelas yang dijadikan sebagai kelas eksperimen adalah kelas IV SD Negeri Cipadung 1 sebanyak 35 siswa. Sedangkan kelas kontrolnya adalah kelas IV SD Negeri Cipadung 2 sebanyak 35 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa soal tes kemampuan koneksi matematis dan lembar observasi. Teknik analisis data yang
Halimah Sya’idah, Husen Windayana, Robandi Roni M. Arifin Pembelajaran Model Advance Organizer Melalui Strategi The Power of Two Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis| 6 digunakan adalah uji normalitas, uji homogenitas, uji t atau uji Mann-Whitney, dan uji gain ternormalisasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang yang akan diolah berasalah dari data pretest dan data posttest. Data posttest diperoleh setelah pembelajaran dilakukan sebanyak sembilan kali pertemuan. Berdasarkan data pretest yang diperoleh dari kedua kelas, diperoleh rata-rata skor kelas eksperimen sebesar 28,77 dan kelas kontrol sebesar 31,55. Selisih dari skor rata-rata kedua kelas adalah 2,8. Berdasarkan data yang diperoleh di atas, rata-rata kelas kontrol lebih besar nilainya dibandingkan dengan kelas eksperimen. Meskipun demikian, skor rata-rata yang diperoleh kedua kelas menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelas. Berikut disajikan gambar boxplot pretest kedua kelas.
Gambar 1 Boxplot Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan gambar di atas, garis tengah kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki garis tengah pada masing-masing area kotak yang relatif sama. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa pada saat pretest adalah setara. Namun, untuk melihat bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama, maka dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t atau uji MannWhitney. Adapun hasil yang diperoleh dari uji normalitas kelas eksperimen adalah
0,141. 0,141 ≥ 0,05, maka H0 diterima. Artinya, data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan normalitas data pada kelas kontrol adalah 0,001. 0,001 < 0,05, maka H0 ditolak. Artinya, data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Selanjutnya, hasil yang diperoleh dari uji homogenitas adalah 0,568. 0,568 ≥ 0,05, maka hipotesis H0 diterima. Artinya, tidak terdapat perbedaan varians antara kedua kelas sampel. Adapun uji yang dapat dilakukan pada tahap berikutnya adalah uji Mann-Whitney karena syarat untuk melakukan uji t tidak terpenuhi, yaitu salah satu kelas (kelas kontrol) tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney, maka diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,101. hal tersebut menunjukkan bahwa 0,101 ≥ 0,05, maka hipotesis H0 diterima. Karena H0 diterima, maka dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan nilai median antara kedua kelas, atau dengan kata lain nilai median kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Setelah data pretest diolah, maka uji selanjutnya adalah uji gain ternormalisasi. Uji gain digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis setelah mendapat treatment. Hasil tes kemudian dianalisis menggunakan rumus gain ternormalisasi (Indeks Gain), yaitu membandingkan nilai pretest dan posttest baik kelas eksperimen ataupun kelas kontrol. Hasil perhitungan gain ternormalisasi dapat diinterpretasikan sebagai berikut. Tabel 1 Interpretasi Gain Ternormalisasi Besar Indeks Interpretasi Gain g ≥ 0,7 Tinggi 0,3 ≤ g < 0,7 Sedang g < 0,3 Rendah Uji gain dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang
7| Antologi UPI
Volume
Edisi No.
memperoleh pembelajaran model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa di kelas eksperimen bervariatif. Peningkatannya ada pada interpretasi rendah, sedang, dan tinggi. Sebanyak 5 siswa berada pada interpretasi rendah, 23 siswa berada pada interpretasi sedang, dan 7 siswa berada pada interpretasi tinngi. Indeks gain yang diperoleh kelas eksperimen adalah 0,49. Indeks gain tersebut berada pada kisaran 0,3 ≤ g < 0,7. Artinya, peningkatan yang terjadi pada kelas eksperimen adalah sedang. Berdasarkan hasil yang diperoleh kelas eksperimen, menunjukkan bahwa pembelajaran model Advance Organizer dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa. Melalui model Advance Organizer, siswa dibiasakan untuk dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Tahap menghubungkan antar konsep merupakan tahap ketiga dalam model Advance Organizer. Melalui model ini, siswa dapat belajar dengan makna, yaitu siswa mengetahui keterkaitan antar konsep yang dipelajari. Proses pembelajaran model Advance Organizer dilakukan dengan metode diskusi dan tahap ketiga pada model ini didukung oleh strategi The Power of Two yang menekankan adanya dsikusi berpasangan dalam menghubungkan keterkaitan antar konsep. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vigotsky mengenai interaksi sosial. Vigotsky mengemukakan bahwa pembelajaran akan lebih baik jika dilakukan dengan adanya interaksi antar individu. Interaksi yang dimaksud oleh Vigotsky adalah adanya pemberian scaffolding. Melalui model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two mendorong siswa untuk dapat aktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.
Juni 2016
Adapun indeks gain pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional pun terdapat peningkatan yang cukup variatif. Hal itu dibuktikan dengan adanya peningkatan dengan interpretasi rendah, sedang, dan tinggi. Siswa yang peningkatannya dengan interpretasi rendah sebanyak 14 siswa, interprertasi sedang sebanyak 18 siswa, dan interprretasi tinggi sebanyak 3 siswa. Indeks gain yang diperoleh kelas kontrol adalah 0,37. Indeks gain tersebut berada pada kisaran 0,3 ≤ g < 0,7. Artinya, peningkatan yang terjadai pada kelas kontrol adalah sedang. Berdasarkan indeks gain yang diperoleh kelas kontrol, pembelajaran pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional kurang memberikan pemahaman yang bermakna, yaitu siswa kurang dalam mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Hal itu terbukti bahwa rata-rata gain kelas kontrol lebih rendah dibanding rata-rata gain kelas eksperimen Selain itu, pembelajaran yang berlangsung pada kelas kontrol tidak melibatkan siswa aktif selama proses pembelajaran. Hal demikian akan membuat siswa hanya terpaku pada guru, tidak memberikan siswa kebebasan untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Tentu saja hal itu bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Vigotsky, yang mengemukakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui interaksi sosial. Interaksi sosial yang dimaksud adalah pemberian scaffolding. Selanjutnya, akan dilakukan analisis data posttest dari kedua kelas. Berdasarkan hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dapat diperoleh hasil analisis data dalam kemampuan koneksi matematis kedua kelas. Rata-rata skor yang diperoleh kedua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol secara berturut-turut adalah 64,17 dan 57,17. Selisih dari skor rata-rata kedua kelas adalah 7. Berdasarkan data yang diperoleh di atas, rata-rata kelas eksperimen lebih besar nilainya
Halimah Sya’idah, Husen Windayana, Robandi Roni M. Arifin Pembelajaran Model Advance Organizer Melalui Strategi The Power of Two Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis| 8 dibandingkan dengan kelas kontrol. Berikut disajikan gambar boxplot posttest kedua kelas agar terlihat jelas perbedaannya.
Gambar 2 Boxplot Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan gambar di atas, garis tengah kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki garis tengah pada masing-masing area kotak yang relatif berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa pada saat posttest adalah tidak setara. Namun, untuk melihat bahwa kedua kelas memiliki perbedaan kemampuan setelah mendapat perlakuan yang berbeda, maka dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji t atau uji Mann-Whitney. Nilai signifikansi uji normalitas untuk kelas eksperimen adalah 0,059 dan signifikansi kelas kontrol adalah 0,007. Taraf signifikansi yang diambil adalah sebesar 0,05. Normalitas data pada kelas eksperimen adalah 0,059 ≥ 0,05, maka H0 diterima. Artinya, data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan normalitas data pada kelas kontrol adalah 0,007 < 0,05, maka H0 ditolak. Artinya, data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji selanjutnya adalah uji homogenitas. Nilai signifikansi yang diperoleh dari uji homogenitas adalah 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa 0,000 < 0,05, maka hipotesis H0 ditolak. Artinya, terdapat perbedaan varians antara kedua kelas sampel.
Untuk mengetahui apakah pengaruh penggunaan model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two terhadap kemampuan koneksi matematis lebih baik dibandingkan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional, maka perlu dilakukan uji t. Namun, karena syarat dari uji t tidak terpenuhi, yaitu salah satu kelas (kelas kontrol) tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka uji yang akan dilakukan adalah uji Mann-Whitney. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,082. 0,082 ≥ 0,05, maka hipotesis H0 diterima. Karena H0 diterima, maka dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan nilai median antara kedua kelas, atau dengan kata lain nilai median kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Nilai signifikansi uji Mann-Whitney tersebut hanya menunjukkan nilai signifikansi dua pihak (2-tailed), belum menunjukkan salah satu kelas lebiih baik dari kelas yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan uji satu pihak (1-tailed), yaitu uji pihak kanan.. Nilai signifikansi satu pihak (1-tailed) dapat diperoleh dengan cara membagi dua nilai signifikansi dua pihak (2-tailed) yang telah diperoleh, sehingga diperoleh nilai signifikansi satu pihak (1tailed) sebesar 0,041. Nilai signifikansi untuk uji perbedaan median kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 0,041 < 0,05, maka H0 ditolak. Artinya, pengaruh penggunaan model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two terhadap kemampuan koneksi matematis siswa lebih baik dibandingkan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. KESIMPULAN Adapun simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pembelajaran menggunakan model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari
9| Antologi UPI
Volume
Edisi No.
indeks gain yang diperoleh kelas eksperimen, yaitu sebesar 0,49. Artinya, peningkatan siswa dalam kemampuan koneksi matematis memiliki interpretasi sedang. 2. Pembelajaran yang menggunakan pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari indeks gain yang diperoleh kelas kontrol sebesar 0,37. Artinya, peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa memiliki interpretasi sedang. 3. Pengaruh penggunaan model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two terhadap kemampuan koneksi matematis lebih baik dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari selisih perolehan skor posttest kedua kelas sebesar 7,00. Ratarata kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Selain itu, dapat juga dilihat perolehan nilai signifikansi menggunakan uji satu pihak sebesar 0,041. Artinya, model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti memberikan rekomendasi kepada pihak yang terkait dengan penelitian ini. Adapun rekomendasi yang diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut. 1. Kepada guru, agar dapat menggunakan model Advance Organizer melalui strategi The Power of Two khususnya dalam kemampuan koneksi matematis sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran di sekolah. 2. Kepada sekolah, selaku pembuat kebijakan dan pemecah masalah dalam pendidikan agar dapat menindaklanjuti hasil penelitian ini sehingga memiliki kebermanfaatan bagi semua pihak yang terkait dalam pendidikan.
Juni 2016
3. Kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya, diharapkan agar melakukan penelitian pada kemampuan lain sehingga dapat memperkaya khazanah bidang keilmuan. Selain itu, kepada peneliti berikutnya direkomendasikan agar dapat mengkaji terlebih dahulu kelebihan dan kekurangan dari penelitian ini sehingga penelitian yang dilakukan dapat melangkah satu tahap lebih baik dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Badjeber, R. (2015). Penerapan pembelajaran inkuiri model alberta unuk meningkatkan kemampuan penalaran, koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa SMP. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. BNSP. (2006). Panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: Depdikbud. Cahyono, N.A. (2010). Vygotskian perspective: proses scaffolding untuk mencapai zone of proximal development (ZPD) peserta didik dalam pembelajaran matematika. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (hlm. 442448). Yogyakarta: UNS. Eli, J.A., Mohr-Schroeder, M.J., Lee, C.W. (2013). Mathematical connections and their relationship to mathematics knowledge for teaching geometry. Journal: School Science and Mathematics, 113 (3), hlm. 120-134. Hendrowati, Y.T. (2015). Pembentukan pengetahuan lingkaran melalui pembelajaran asimilasi dan akomodasi teori konstruktivisme
Halimah Sya’idah, Husen Windayana, Robandi Roni M. Arifin Pembelajaran Model Advance Organizer Melalui Strategi The Power of Two Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis| 10 Piaget. Jurnal: Jurnal e-DuMath, 1 (1), hlm. 1-16. Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2009). Models of teaching. Edisi kedelapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. NCTM. (2000). Excecutive summary: principles and standards for school mathematics. [Online]. Diakses dari http://www.nctm.org/standards-andpositions/principles-and-standards/. Silver, H.F. dkk. (2013). Pengajaran matematika. Jakarta: Indeks.