FKIP USM
Digitally signed by FKIP USM DN: cn=FKIP USM, o=FKIP, ou=FKIP,
[email protected], c=US Date: 2013.03.08 22:32:28 +07'00'
1
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN I
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TOPIK PECAHAN DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK PEDOMAN GURU
Muhamad Saleh,S.Pd.,M.Pd Drs.M.Isa Rani,M.Pd
\ Dibiayai Oleh DIPA Kopertis Wilayah-I Tahun Anggaran 2012, dan sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Program Desentralisas Penelitian Hibah Bersaing Nomor: 47/K1.1.2/KU.2/2012, tanggal 12 Maret 2012
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH BANDA ACEH Desember - 2012
2
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian
: Pembelajaran Kooperatif Topik Pecahan Dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Untuk Pedoman Guru
2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. g. h. i.
: : : : :
Bidang Keahlian Fakultas/Jurusan Perguruan TInggi Tim Peneliti
: : : :
Muhamad Saleh, S.Pd.,M.Pd Laki-laki 196808181991011001 Lektor Ketua Jurusan Pend Matematika FKIP USM Banda Aceh Pendidikan Mametmatika FKIP/ Pendidikan Matematika Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
No
Nama
Bidang Keahlian
Fakultas/ Jurusani
1
Muhamad Saleh, Pd.,M.Pd
Pend Matematika
KIP/Matematika
2
Drs. M. Isa Rani,M.Pd
Pend MIPA
KIP/Matematika
Perguruan Tinggi Univ Serambi Mekkah Univ Serambi Mekkah
3. Pendanaan dan Jangka Waktu Penelitian a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan b. Biaya total yang diusulkan c. Biaya yang disetujui tahun ke 1
: 3 Tahun : Rp. 147.257.000,: Rp. 50.000.000,-
Mengetahui Dekan FKIP
Banda Aceh, 10 Desember 2012 Ketua Peneliti
Drs.M.Isa Rani,M.Pd Nip. 131 846 215
Muhamad Saleh, S.Pd., M.Pd Nip. 196808181991011001
Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian
Ir.Lukmanul Hakim, M.P Nip. 132 094 883
3
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN DAN SUMMARY Materi matematika sekolah didominasi oleh materi yang bersifat abstrak. Untuk itu perlu upaya pembelajaran matematika yang “disajikan” secara konkret sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa. Bila semua guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan RME, maka siswa akan memahami konsep yaitu makna dan maksud dari apa yang dia lakukan/kerjakan. Lebih lanjut siswa akan memiliki kemampuan memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika dan prosedur penyelesaian matematika dan melalui kerja kelompok akan tertanam pada diri siswa suatu karakter yang menghargai pendapat orang lain. Pada tahun 1916 John Dewey seorang staf pengajar di Universitas Chicago menulis sebuah buku yang menetapkan sebuah konsep pendidikan menyatakan bahwa kelas seharusnya cerminan masyarakat dalam sistem sosial dengan menjalankan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Selain itu kualitas lulusan para siswa akan dapat meningkat khususnya pada materi matematika. Model pembelajaran yang membawa siswa ke Pendekatan realistik matematika ditonjolkan agar materi matem model pemblejaran yang lebih konkret dapat di terapkan melalui Pembelajran Matematika Realistik (PMR). Tujuan dari penelitian ini adalah melahirkan pegangan guru, khususnya guru SD/sederajat dan atau guru SMP/Sederajat tentang pembeljaran mateamatika realistic dengan rancangan pembeljaran kooperatif tipe STAD untuk materi pecahan. Penelitian ini dilakukan di du Kab/Kota yaitu: 1. Kota Banda Aceh dan, 2 Kabupaten Aceh Besar yang mengambil subjek 10 orang guru yang mengajar matematika. Draf pegangan guru telah rampung ditulis dengan susunan : 1. Bagian I tentang : Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan RME, 2. Bagian II: Pembelajran Kooperatif Dengan Pendektan Realistic Mathematics Educatioan (RME) Materi Pecahan dan bagian III: memuat tentang Pedoman Penggunaan, serta dilengkapi dengan instrument. Jangka waktu penelitian ini diusulkan selama tiga tahun sejak tahun 2012.
4
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kemampuan kepada penulis sehingga penelitian yang berjudul “Pembelajaran Kooperatif Topik Pecahan Dengan Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) Untuk Pedoman Guru” ini dapat terlaksana. Penelitian ini diusulkan, waktu pelaksanaannya selama 3 tahun sejak tahun 2012. Sesuai dengan
usulan
yang diajukan oleh penulis,
bahwa
yang akan
dirampungkan dan diselesaikan pada tahun I (sesuai dengan diagram alir pada usulan) adalah: 1. pedoman guru(draf I), 2. menyusun instrument tanggapan atas uji coba, 3. melakukan kegiatan pelatihan sekaligus dilakukan ujicoba paket draf I 4. instrument tanggapan siswa pada uji coba lapangan (tahun II), (terlampir). Laporan ini merupakan laporan penelitian yang masih berlangsung pada tahun I (2012) sejak bulan Mei 2012. Untuk penyempurnaan pedoman guru ini, diharapkan agar dapat didanai dan dilanjutkan pada tahun ke 2 (2013), sehingga pada akhirnya pedoman guru ini siap untuk digunakan, khususnya oleh guru yang mengajar matematika di SD/MI. Keberadaan pedoman guru ini, dapat digunakan oleh guru sebagai pelengkap setelah mengikuti pelatihan, khusunya tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan realistic mathematics Education (RME). Realistic Mathematics Education (RME) dikenal juga dengan istilah Pendidikan Matematika Reallistik Indonesia (PMRI). Guru dapat memanfaatkan pedoman ini pada tingkat implementasi di sekolah-sekolah. Pedoman guru ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan guru yang belum memiliki kesempatan mengikuti pelatihan sejenis sebagai referensi untuk mengaplikasikan pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan Pendidikan Matematika Reallistik.
Setelah penyusunan
5
pedoman guru rampung hingga tahun ke 3, penulis ingin mengajukan usulan dan melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah khususnya dinas pendidikan Aceh untuk menyelengarakan pelatihan yang menggunakan pedoman guru ini sesuai dengan kandungan yang terdapat di dalamnya. Pada kesempetan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap lahirnya pedoman guru ini. Ucapan terimaksih terutama disampaikan kepada Bapak Menteri Pendidikan Nasional dan Dirjen Dikti Depdiknas atas bantuan pendanaan yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Depdiknas
sesuai
dengan
surat
perjanjian
pelaksanaan Hibah penelitian Nomor : 47/K1.1.2/KU.2/2012 Tanggal 12 Maret 2012. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada bapak Rektor dan lemlit USM yang telah memberikan perhatian dalam rangka terlaksananya penulisan paket ini, dan pada akhirnya, atas segala kekurangan dari paket ini diharapkan kritrik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempuranaan dimasa mendatang.
Banda Aceh, 10 Desember 2012 Penulis
6
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
ii
A. LAPORAN HASIL PENELITIAN RINGKASAN DAN SUMMARY ...............................................................
iii
PRAKATA ...................................................................................................
iv
DAFTAR ISI ................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vii
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
1
BAB.II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
8
BAB.III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .................................
19
BAB IV. METODE PENELITIAN .............................................................
24
BAB V.HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
30
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
39
LAMPIRAN- LAMPIRAN
7
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pedoman guru 2. Instrument 1) 2) 3) 4)
Lembar tanggapan peserta seminar Angket tanggapan peserta workshop Undangan workshop Daftar hadir workshop
3. Photo Dokumentasi 1) Pelaksanaan seminar, 2) Lokasi penelitian (Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar 3) Penyerahan draf I ke Kepala Sekolah dan guru sebagai subjek penelitian
4. Izin melakukan penelitian 1) Kota Banda Aceh 2) Kabupaten Aceh Besar
8
BAB I PENDAHULUAN Penyusunan pedoman guru ini telah dilaksanakan sejak bulan Mei 2012. Sampai saat ini secara garis besar penulisan pedoman guru draf I telah disusun tetapi belum rampung secara menyeluruh dan saat ini pedoman guru telah disampaikan kepada para guru SD untuk dimintai tanggapannya atau masukannya untuk penyempurnaan. Hasil tanggapan guru direncanakan akan di analisa pada tahun ke 2 (tahun 2013/penelitian lanjutan). Kegiatan berikut yang akan dilaksanakan adalah melakukan “WORKSHOP” untuk menganalisa dan melakukan bedah pedoman guru yang diikuti oleh para guru SD yang ada di Kota Banda Aceh dan di Kab Aceh Besar. Peserta workshop diambil dari beberpa sekolah yang mewakili guru-guru SD yang ada di Kota Banda Aceh dan Kab Aceh Besar yang sebelumnya telah menerima pedoman guru. Instrument yang diperlukan pada kegiatan workshop secara umum telah diselesaikan namun masih diperlukan tambahan yang lain. Pada tahun II diharapkan dapat didanai untuk penyempurnaan pedoman guru sehingga siap untuk digunakan. Pada tahap/tahun I pedoman guru hanya sebatas rampungnya ditulis dan belum sampai pada tahap penyempurnaan hingga dapat digunakan di lapangan. Dengan pendanaan tahun/tahap II pedoman guru ini dapat digunakan dilapangan dan dijadikan sebagai panduan oleh guru dalam melaksanakn pembeljaran khususnya dengan penerapan kooperatif Tipe STAD topik pecahan dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).
1. Penulisan Pedoman guru (draf I) Penyusunan pedoman guru (draf I) telah hampir rampung di tulis (terlampir) sesuai dengan format yang diusulkan peneliti dalam proposal penelitian untuk selanjutnya disempurnakan pada tahun II setelah melalui serangkaian kegiatan. Pedoman guru draf I yang telah disusun memuat: pedoman guru pengenalan kooperatif, pedoman guru kooperatif dengan pendekatan RME dan pedoman penggunaannya. Sedangkan lampiran-lampiran yang diperlukan untuk melengkapi pedoman guru ini belum seluruhnya terselesaikan, dan
9
direncanakan akan disusun dan dirampungkan pada awal September atau awal nopember sebelum kegiatan pelatihan dilaksanakan. Lampiran-lampiran yang telah selesai ditulis adalah lembar kerja untuk kelomok dan lembar tes individual, sedangkan lampiran yang belum tuntas antara lain adalah silabus. Pedoman guru pengenalan kooperatif yang telah disusun pada bagian I memuat: Pendahuluan Pengertian Belajar Kooperatif Karakteristik belajar kooperatif Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif Langkah-langkah dalam belajar kooperatif Jenis-jenis model belajar kooperatif Pendidikan Matematika Realistik Rangkuman Lembar tugas dan Lembar tes individu Pada pendahuluan disampaikan aspek histories dan konseptualnya. Pada tahun 1916 John Dewey seorang staf pengajar di Universitas Chicago menulis sebuah buku yang menetapkan sebuah konsep pendidikan menyatakan bahwa kelas seharusnya cerminan masyarakat dalam sistem sosial. Hal ini menandakan bahwa dalam proses pembelajaran perlu dikondisikan agar para pebelajar melakukan kegiatan belajar secara bersama-sama sesuai dengan kodratnya bahwa manusia akan dapat hidup layak dengan orang lain. Demikian
halnya
bahwa
pendidikan
matematika
realistik
sudah
dikembangkan di belanda sejak ahun 70-an dan mampu meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika. Pada bagian berikutnya disampaikan juga dengan lebih jelas tentang model pembelajaran
kooperatif,
termasuk
tentang
pengertian
belajar
kooperatif.
Pengertian belajar kooperatif ditekankan pada cara belajarnya yang terdiri dari
10
kelompok kecil dan bekerja sama dalam kelompoknya untuk memperoleh prestasi yang baik secara bersama-sama pula. Pedoman guru pada bagian II tentang pembelajaran kooperatif dengan pendekatan RME materi pecahan memuat: a. Tujuan Pembelajaran b. Bahan Ajar c. Model pembelajaran d. Kegiatan belajar keolompok e. Tes individual f. Skor peningkatan individu g. Penghargaan kelompok dan c. Kesimpulan Tujuan
pembelajaran
memuat
tentang
pemahaman
konsep
dan
keterampilan algorima dalam menentukan rata-rata dapat menentukan median, dan modus data tunggal. Bahan ajar yang diusun sesuai dengan judul peket belajar, bahwa yang menjadi focus penulisan adalah Pokok Bahasan : Pecahan. Model pembelajaran memuat tentang penyampaian tujuan oleh guru kepada siswa, kemudian penyajian guru/instruktur yang didahului dengan pendahuluan. Pendahuluan disampaikan yang berkaitan dengan pengertian pecahana dan pengertian data serta memotivasi pebelajar. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan. Pengembangan terdiri dari lima bagian dimana setiap satu
pengembangan
direncanakan
satu
kali
pertemuan.
Dalam
setiap
pengembangan guru menyampaikan masalah kontekstual yang disesuaikan dengan konteks kehidupan pebelajar, sehingga materi pembelajaran menjadi lebih konkret. Selesai fase pengembangan, kelas dibagi dalam kelompok-kelompok untuk selanjutnya setiap kelompok bekerja sama dalam menyelesaiakan maslah yang diajukan oleh guru. Pengajuan masalah oleh guru dengan menggunakan lembar kegiatan belajar kelompok. Setiap kelompok diberikan dua lembar kegiatan belajar,
11
sehingga diharapkan setiap anggota dalam kelompok dapat aktif dalam proses penyelesian masalah yang diajukan. Masalah yang diajukan pada kegiatan belajar kelompok adalah masalah matematika realistic. Setelah kelompok belajar bekerja menyelesaikan masalah yang diajukan melalui lembar kagiatan kelompok, selanjutnya setiap anggota kelomopk mewakili kelompoknya mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di kelas dan kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapinya. Tes individu diberikan oleh guru setelah kegiatan belajar kelompok selesai dan tes individu dikerjakan secara perorangan tanpa dibenarkan saling bekerjasama. Dari hasil tes individu akan dapat ditentukan skor peningkatan individu dan cara penetapan pemberian penghargaan kelompok. Skor peningkatan individu dan cara penetapan pemnberian penghargaan kelompok tidak dijelaskan lagi pada bagian II karena telah dijelaskan pada bagian III pedoman penggunaan pedoman guru. Pada tahap akhir sampailah kepada penarikan kesimpulan yang dilakukan oleh guru bersama siswa. Pedoman guru pada bagian III adalah pedoman penggunaan pedoman guru belajar. Pada bagian ini disampaikan penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu disampaikan secara lebih operasional. Dan pada bagan akhir adalah lampiranlampiran sebagai pendukung/pelengkap pedoman guru. Secara garis besar, isi dan sistematika pedoman guru seperti pada daftar isi berikut: KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. BAGIAN I PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN RME 1. Pendahuluan ....................................................................... 2. Pengertian Belajar Kooperatif .............................................. 1). Karakteristik belajar kooperatif ....................................... 2). Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif ................... 3). Langkah-langkah dalam belajar kooperatif ..................... 4). Jenis-jenis model belajar kooperatif ................................ 3. Pendidikan Matematika Realistik .........................................
12
4. Rangkuman .......................................................................... 5. Lembar tugas ....................................................................... 6. Lembar tes individu .............................................................. BAGIAN II PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) MATERI PECAHAN 1. Tujuan Pembelajaran .......................................................... 2. Bahan Ajar ........................................................................... 3. Kesimpulan .......................................................................... BAGIAN III PEDOMAN PENGGUNAAN A. Pendahuluan ...................................................................... B. Kerangka Isi Pembelajaran.................................................. 1). Kegiatan Pembelajaran dalam Pelatihan ....................... Sebelum Proses Pembelajaran berlangsung ........... Proses Pembelajaran................................................ 2). Kegiatan pembelajaran di sekolah Tujuan Pemberlajaran............................................... Bahan Ajar ................................................................ Model Pembelajaran ................................................. Menyampaikan Tujuan.............................................. Penyajian guru/instruktur .......................................... Kegiatan Belajar Kelompok ....................................... Tes Individu .............................................................. Skor Peningkatan individu dan penghargaan Kelompok
2. Kegiatan akhir tahun I (tahun 2012) Pedoman guru pengenalan kooperatif bagian I Draf I (pertama) ini akan dimintakan koreksinya kepada kepada ahli isi dan bahasa (pada tahun II tentang substasni pembelajaran pendidikan matematika realisitik dan pengunaan bahasa tulisan). Draf I akan disampaikan kepada ahli isi dan bahsa sebelum pelaksanaan pelatihan guru. Ahli isi akan dundang sebagai pembicara pada saat pelatihan guru yang direncanakan pada bulan September atau awal Oktober 2012. Kepada calon peserta pelatihan akan disampaikan undangan setelah mendapat izin dari dinas terkait. Agar pelaksanaan pelatihan dapat berjalan dengan efektif, maka pada saat undangan disampaikan kepada calon peserta, turut dilampirkan draf I sehingga para calon peserta memiliki waktu yang cukup
13
untuk mempelajari dan memberikan tanggapan atau masukan atau koreksi pada saat pelatihan berlangsung demi perbaikan dan kesempurnaan pedoman guru. Kegiatan pelatihan guru direncankan akan dilaksanakan pada akhir September atau pada bulan oktober yang diikuti oleh beberapa orang guru yang mengajar matematika di SD/MI yang ada di kota banda aceh dan KAb Aceh Besar. Agar lebih efektifnya proses sosialisasi disarankan kepada pihak dinas pendidikan agar mengirimkan peserta pelatihan dari satu sekolah dibatasi cukup satu orang guru saja. 3. Rencana tahun II (tahun 2013) Untuk lebih menariknya pedoman guru, nantinya akan dilengkapi dengan gambar dan desain yang dikerjakan oleh ahli desain/gambar. Proses penyempurnaan pedoman guru dilakukan dua kali revisi secara menyeluruh, yaitu : revisi I (menghasilkan draf II) dilakukan pada awal tahun II dilanjutkan dengan konsultasai dengan ahli isi dan bahasa, kemudian revisi akhir dilakukan setelah dilakukan proses uji coba lapangan pedoman guru di sekolahsekolah. Melalui dua tahap revisi yang dilakukan, pedoman guru yang dihasilkan terlebih dahulu telah mendapat masukan atau tanggapan dari guru yang mengaplikasikan pembeljaran kooperatif dengan pendektan RME. Disaming itu juga dimintai tanggapan dari siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian proses penyempurnaan pedoman guru ini dilakukan melalui multi sumber yaitu : pada tahun I melalui kegiatan pelatiahan guru sedangkan penyempurnaan pedoman guru lebih banyak pada tahun ke II yaitu : dari ahli isi dan bahasa (tahun II), guru (tahun I dan II), siswa (tahun II), dan melalui kegiatan seminar. Setelah penulisan pedoman guru ini di rampungkan secara menyeluruh dan siap untuk digunakan, selanjutnya peneliti ingin mengajukan usulan kegiatan pelatihan guru tentang pembelajaran kooperatif dengan pendekatan RME ke dinas pendidikan khususnya di Prov Aceh atau tingkat daerah kabupaten/kota.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar Kooperatif 1. Pengertian Belajar koopratif adalah cara belajar yang menerapkan kerjasama antar siswa dalam sekelompok kecil sehingga mereka dapat belajar dalam satu tim untuk mecapai tujuan. Di dalam belajar kooperatif pebelajar berdiskusi dan saling mambantu serta memberikan motivasi serta saling membantu antara satu siswa dengan lainnya dalam rangka pemahaman terhadap isi materi pelajaran (Johnson & Johnson, 1991:6). Dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa dalam belajar kooperaif learning para siswa tidak cukup hanya duduk secara bersamaan tanpa ada kerja sama yang baik antara satu siswa dengan siswa yang lain dalam satu tim/kelompok. Cooperative Learning mencakupi suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. 2. Karakteristik belajar kooperatif Tiga karakteris untuk semua jenis model belajar kooperatif yang dikemukan Slavin dalam Kauchak (1998:235) sebagai berikut: a. Tujuan kelompok (group goals) :adalah menghargai anggota kelompok dari kemampuan yang berbeda untuk bekerja bersama dan membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Tanggung
jawab
individual
(individual
accountability):
mempunyai
pengertaian bahwa setiap anggota kelompok memberikan keinginan untuk menguasai materi, dan setiap anggota diasses oleh anggota yang lain. Hal ini merupakan ide yang sangat penting. Pebelajar yang terlibat dalam belajar kooperatrif akan memahami bahwa mereka diharapkan untuk belajar dan melakukan aktivitas bersama-sama serta dapat menunjukkan bahwa mereka dapat memahami isi materi c. Kesempatan yang sama untuk sukses (equal oppurtunity for success), mempunyai pengertian bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk
15
menguasai materi pelajaran dan mendapatkan penghargaan dari kemampuan yang dicapainya. 3. Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif Keberhsilan penggunaan model ini menurut Johnson & Johnson (1991:56-59) dapat dicapai dengan memperhatikan lima komponen essensial sebagai berikut: a. Saling ketergantungan positif Setiap anggota kelompok harus merasa adanya rasa saling tergantung secara positif. Mempunyai rasa “satu untuk semua”. Merasa tidak akan sukses jika pebelajar yang lian juga tidak sukses. Dengan demikian tugas/kegiatan kelompok haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan. b. Interaksi langsung Komunikasi verbal antar pebelajar yang didukung oleh saling ketergantungan positif diharapkan akan menghasilkan hasil
belajar yang labih sempurna. Posisi di atur
sedemikian rupa sehingga mereka bertatapan secara langsung antara satu sama lain sehingga memudahkan mereka saling berkomunikasi. c. Pertnggung
jawaban
individual
(individual
accountability
and
personal
responsibility). Penguasaan bahan ajar setiap individual selaku anggota kelompook sangat menentukan sumbangan, dukungan dan bantuan yang diberikan untuk anggota lain di kelompoknya. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bahan ajar dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok. d. Ketrampilan berinteraksi antar individual dan kelompok (interpersonal and smallgroup skill) Keterampilan
sosial
sengat
penting
dalam
belajar
kooperatif
dan
harus
diajarkan/disampaikan kepada pebelajar. Pebelajar perlu dimotivasi untuk bekerjasama dan berkolaborasi dengan sesama. Kerjasama ini sangat bermanfaat bagi pebelajar di dalam memahami konsep-konsep sulit. e. Proses kelompok (group-processing)
16
Efektifitas di dalam belajar kelompok ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pembagian tugas untuk memimpin secara bergantian. Pebelajar memantau dan menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbangkan belajar dan mana yang tidak dari setiap kegiatan yang terjadi di kelompok.
B. Jenis-jenis belajar kooperatif Jenis-jenis belajar kooperatif antara lain: a. Student Teams Achivment Devision (STAD) b. Team Games Tournament (TGT) c. Teams Assisted Individualitation (TAI) Secara umum dari ketiga jenis belajar kooperatif di atas adalah sama, namun dari masing-masing jenis memiliki karakteristik tersendiri. Uraian lebih jelas tentang belajar kooperatif tipe STAD akan dikaji lebih mendalam dibandingkan dengan kedua tipa yang lain (TGT dan TAI). Hal ini dilakukan karena pada penelitian ini difokuskan pada paket belajar kooperatif tipe STAD.
Student Teams Achivment Devision (STAD) Student Teams Achivment Devision (STAD) merupakan salah satu model yang paling sederhana dari semua model belajar kooperatif, dan merupakan suatu model yang baik untuk pembelajaran yang baru mengenal tentang belajar kooperatif (Slavin, 1986:1) Tahapan di dalam belajar kooperatif tipe STAD. Slavin (1995:75) menyatakan 5 langkah utama di dalam kegiatan pembelajaran untuk setiap bentuk model belajar kooperatif sebagai berikut (1). penyajian kelas (2). kegiatan belajar kelompok (3 ).tes individual (4). skor peningkatan individual dan (5). penghargaan kelompok
17
Sebelum kelima langkah diatas dilaksanakan terlebih dahulu diberikan informasi kepada pebelajar tentang pentingnya materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, penjejakan tentang pengetahuan prasyarat dan pembentukan kelompok. 1. penyajian kelas. Penyajian kelas adalah tahap yang dilakukan dengan penyajian informasi melalui berbagai metoda dengan pendekatan pendidikan realistic matematika. Tahap ini menggunakan waktu 1-2 jam pertemuan. Setiap pembelajaran dengan model STAD, selalu dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajran, memberikan motivasi untuk berkooperatif, menggali pengetahuan prasyarat dan sebagainya, disesuaikan dengan isi bahan ajar/pelajaran dan kemampuan peserta didik/siswa. Langkah-langkah penyajian pembelajran menekankan pada beberapa hal berikut: 1) pembukaan hal yang dilakukan pada kegiatan pembukaan antara lain, (1) memberikan informasi tentuang tujuan
pembelajaran, menjelaskan kepada pebelajar apa yang akan
dipelajari, dan mengapa pembelajaran ini dinanggap penting, (2). Membangkitkan rasa ingin tahu pebelajar dengan demonstrasi yang mengagumkan misalnya dengan memberikan teka-teki, masalah kehidupan sehari dengan pendekatan realistic, atau berbagai hal l;ain, (3). Mengajak pebelajar bekerja dikelompok untuk menemukan konsep dan menambah keinginan pebelajar untuk belajar, (4) mengulang atau menggali kembali pengetahuan prasyarat yang diperlukan 2) pengembangan kegiatan yang dilakukan pada umumnya (1) memfokuskan pada tujuanyang ingindiajarkan pada pebelajar, (2) memfokuskan pada pengertian, bukan hafalan, (3) mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara aktif dengan mengggunakan berbagai contoh, (4) sering mengecek pemahaman pebelajar dengan mengajukan pertanyaan, (5) menjelskan mengapa jawaban ini benar atau salah, kecual jika hal tersebut sudah cukup jelas, (6) berpindah kekonsep dengan cepat, begitu pebelajar sudah menguasainya, (7) memelihara situasi dengan menghilangkan gangguan, menanyakan berbagai pertanyaan dan terus melaksanakan pembelajaran dengan teratur.
18
3) Latihan Terbimbing Kegiatan pembelajaran pada latihan terbimbing antara lain (1) meminta siswa untuk mengerjakan soal atau contoh atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, (2) menunjuk peera didik secara random untuk menjawab pertanyaan, (3) tidak memberikan tugas yang menggunakan waktu yang realtif alam, (4) memberikan waktu kepada siswa untuk bekerja satu atau dua masalah atau contoh, kemudain, memberikan umpan balik.
2. belajar kelompok Pada tahap ini pebelajar bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Dengan melibatkan kemampuan dan potensi yang ada pada diri setiap anggota kelompok diharapkan semua anggota dapat memahami apa yang menjadi jawaban mereka sehingga hal ini menimbulkan konsekwensi setiap anggota kelompok dapat dan mampu mempresentasikan jawaban yang diberikan kelompok. Materi yang digunakan di dalam kegiatan ini adalah dua lembar tugas dan dua lembar kunci jawaban untuk setiap kelompok. Lembar tugs diberikan pada waktu kegiatan belajar kelompok, sdangkan kunci jawban diberikan setelah kegiatan kelompok selesai. Satu kelompok terdiri dari 2-6 orang siswa. Guru membagikan lembar kerja memuat materi/masalah yang dirancang memuat realistic matematika untuk setiap siswa. Dimana satu lembar digunakan oleh dua orang atau lebih, dengan tujuan agar dapat terjalin kerja sama diantara sesama dalam kelompok. Guru memberikan tahapan dan fungsi belajar kelompok tipe STAD, dimana setiap peserta didik mendapatkan peran memimpin anggota-anggota di dalam kelompoknya. Dengan mendapat peran dikelompoknya, diharapkan setiap anggota kelompok termotivasi un tuk membuka wacana dalam diskusi. Dengand emikian diharapkan setiapanggota kelompok mendapat perannya masing-masing, seperti mencari,m enjelaskan dan menuliskan hasil pembicaraan, mengecek jawaban dan saling mengganti peran dalam waktu tertentu. 3. tes individual
19
Tes individual adalah tes untuk menguji kinerja dan kemampuan setiap pebelajar.. Pada tahap ini pebelajar tidak diperkenankan saling membantu antara satu anggota dengan anggota lain dalam satu kelompok maupun kelompok lain. Hasil tes individu setiap anggota kelompok berdampak atau memberikan kontribusi skor terhadap kelompoknya.
4. skor peningkatan individual Skor peningkatan secara individual dilakukan berdasarkan skor dasar yang diperoleh secara individu. Lebih lengkapnya poin perkembangan seperti yang di paparkan pada table berikut:
Skor peserta didik Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atasnya lebih 10 poin di atas skor dasar Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
Poin perkembangan 5 10 20 30 30
5. penghargaan kelompok Penghargaan kelompok didasarkan pada perolehan poin perrkembangan kelompok. Penentuan poin pencapaian kelompok digunakan rumus yang dadaptasi dari Slavin (1995:82). Nk adalah keterangan tentang poin perkembangan kelompok yaitu: Nk
jumlah totalskor perkembangan kelompok banyaknyaanggota kelompok
dengan sebutan penghargaan sebagai berikut: a. poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik b. poin rata-rata 20 sebagai kelompok hebat c. poin rata-rata 25, sebagai kelompok super Team Games Tournament (TGT)
20
Team Games Tournament (TGT) tidak menggunakan tes individual, tetapi menggantinya dengan turnamen yang dilakukan telebih dahulu dengan membentuk kelompok baru yang masing-masing memiliki kemampuan relative sama.
Teams Assisted Individualitation (TAI) Teams Assisted Individualitation (TAI) dimulai dengan tes penempatan untuk mementukan tingkat kemampuan prasyarat pebelajar. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan materi yang berbeda-beda. Jika pebelajar mengalami kesulitan, maka ia masih harus menyelesaikan soal lain ditahap tersebut. C. Pembelajaran Matematika Realistik Pendekatan metode pembelajaran merupakan faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran (Joni, 1983:68). Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) telah diteliti dan dikembangkan di Belanda. Metode ini telah berhasil meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Pendidikan matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret dan dapat diamati secara langsung sesuai dengan lingkungan tempat siswa berada (Soedjadi, 2001:2). Sedangkan menurut Suharta (2001:9): ”Matematika Realistik (MR) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari (mathematize everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics)”. Pembelajaran yang berorientasi pada RME dapat dicirikan oleh : (a) pemberian perhatian yang besar pada “reinvention”, yakni siswa diharapkan membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b) pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret atau dari sekitar siswa; (c) selama pematematikaan, siswa mengkontruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antar siswa yang satu dengan lainnya, bahkan tidak perlu sama dengan gagasan gurunya; (d) hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil pemikiran siswa lainnya (Treffers Panhuizen dalam Yuwono, 2001:3).
dan
21
Dengan pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret atau dari sekitar siswa akhirnya kebenaran dapat dirujukkan kepada kenyataan yang ada atau realitas, sehingga dalam keadaan ini dapat dikatakan bahwa „hakim tertinggi ilmu pengetahuan alam adalah realitas‟ (Soedjadi 1999/2000:29). Menurut Gravemeijer (dalam Zulkardi, 2002: 652) Realistic Mathematics Education mempunyai lima karakteristik, yaitu : Menggunakan masalah kontekstual (masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak darimana matematika yang diinginkan dapat muncul). Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal (perhatian di arahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya menstransfer rumus atau matematika formal secara langsung). Menggunakan kontribusi murid (kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal atau standar). Interaktivitas (negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif di mana strategi informal murid digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal). Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dicapai secara terpisah tetapi keterkatian dan keterintegrasian harus di eksploitasi dalam pemecahan masalah). Penekanan Pematematikaan pada Matematika Realistik Dua jenis yang berkaitan dengan pematematikaan yaitu pematematikaan horizontal dan pematematikaan vertikal. Pematematikaan horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Sedangkan pematematikaan vertikal berkaitan dengan proses organisasi kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak (Traffer 1991:32), demikian halnya yang dikemukakan oleh Suryanto (2007:8). Matematisasi horizontal lebih menekankan proses trasnformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika atau sering kita sebut
22
dengan pemodelan dari situasi soal. Pada matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah yang ada pada situasi dunia nyata dengan kata lain matematika horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Hal ini dilakukan melalui interaksi sosial antara siswa. Sedangkan pada matematisasi vertikal, proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri atau “dunia nyata” merupakan sumber dari matematisasi sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali konsep-konsep matematika. Berkaitan dengan dua tipe pematematikaan di atas, Treffers (1987) dan Freudental (1991),
(dalam
matematika
Yuwono
berdasarkan
2001:23) intensitas
mengklasifikasikan pematematikaan:
pendekatan
mekanistik
atau
pembelajaran pendekatan
tradisional, dalam pendekatan ini pembelajaran matematika lebih difokuskan pada drill, dan panghafalan rumus saja, sedangkan proses pematimatikaan keduanya tidak tampak; emperistik, lebih menekankan kepada pematematikaan horizontal dan cenderung mengabaikan
pematematikaan
vertikal;
strukturalis,
lebih
menekankan
kepada
pematematikaan vertikal dan cenderung mengabaikan pemetematikaan horizontal, pendekatan ini sering disebut „new math‟ membangun konsep matematika berdasarkan pada teori himpunan. Realistik, memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan yang horizontal dan vertikal dan disampaikan secara terpadu terhadap siswa. Berkaitan dengan dua pendekatan pembelajaran tersebut, Treffers (1991:32) memberikan gambaran sebagaimana pada tabel dibawah ini.
Mekanistik Empiristik Strukturalis Realistik
Horizontal Vertikal + + + + Tabel 1
23
Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistic Pembelajaran realistic adalah uapaya membawa realitas kehidupan kedalam alam pikiram siswa, sehingga kebenaran dapat dirujukkan kepada kenyataan yang ada atau realitas. Melalaui rujukan dari kenyataan diharapkan semua anggota kelompok dalam setting belajar kooperatif dapat mengemukakan pendapat serta idenya kepada kelompok sesui dengan pengalaman atau kenyataan yang dia alami/ketahui. Hal ini akan menjadikan belajar kelompok lebih dinamis dan dapat berjalan dengan munculnya tanggapantanggapan atau ide dari setiap anggota kelomok yang diharapkan dalam belajar kooperatif Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistic akan memberikan nuansa yang berbeda dengan model pembeljaran yang telah dialami oleh siswa. Hal ini karena adanya perpaduan antara belajar koopeatif (setting) serta melakukan pendekatan realistic dalam memecahkan permasalahan yang ada. Dengan demikian pada diri pebelajar akan timbul kesan positif dalam upaya penyelesaian suatu masalah yang dikerjakan secara bersama serta pemecahan masalah dengan terlebih dahulu tanpa dipadati oleh rumus-rumus namun proses pembelajaran diawali dengan pendekatan realistic yang disjikan lebih konkret. Melalui setting kooperatif dengan pendekatan realistic diharapkan terjadinya pengembangan potensi secara maksimal dengan bantuan teman dalam kelompoknya.
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah untuk melahirkan pedoman guru yang memuat tentang pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistik, khususnya pada materi pecahan khususnya untuk tingkat pendidikan dasar (SD/MI). Pembelajaan matematika sekolah di tingkat dasar merupakan hal yang baru di terima oleh siswa. Untuk itu perlu dikenalkan secara lebih konkret, sehingga mudah dipahami oleh siswa dan lbih menarik untuk dipelajari. Inilah kunci penting yang sebaiknya diketahui guru matematika, dan diharapkan dapat dijadikan pendorong untuk lebih kreatif dalam merencanakan pembelajaran.
24
Agar terjadi percepatan pemahaman guru atau kemampuan guru melaksanakan pembelajaran dengan model kooperatif dengan pendekatan realistik, perlu dilahirkan suatu paket atau bahan ajar yang dapat dipedomani oleh guru dan menjadi contoh bagi siterlatih untuk menerapkan dan mengembangkannya lebih lanjut dalam melaksanakan tugas seharihari. Secara garis besar, isi dan sistematika pedoman guru
seperti pada daftar isi
berikut: KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. BAGIAN I PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN RME 7. Pendahuluan ....................................................................... 8. Pengertian Belajar Kooperatif .............................................. 1). Karakteristik belajar kooperatif ....................................... 2). Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif ................... 3). Langkah-langkah dalam belajar kooperatif ..................... 4). Jenis-jenis model belajar kooperatif ................................ 9. Pendidikan Matematika Realistik ......................................... 10. Rangkuman .......................................................................... 11. Lembar tugas ....................................................................... 12. Lembar tes individu ..............................................................
BAGIAN II PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) MATERI PECAHAN 4. Tujuan Pembelajaran .......................................................... 5. Bahan Ajar ........................................................................... 6. Kesimpulan .......................................................................... BAGIAN III PEDOMAN PENGGUNAAN PEDOMAN GURU C. Pendahuluan ...................................................................... D. Kerangka Isi Pembelajaran.................................................. 1). Kegiatan Pembelajaran dalam Pelatihan ....................... Sebelum Proses Pembelajaran berlangsung ........... Proses Pembelajaran................................................ 2). Kegiatan pembelajaran di sekolah Tujuan Pemberlajaran...............................................
25
Bahan Ajar ................................................................ Model Pembelajaran ................................................. Menyampaikan Tujuan.............................................. Penyajian guru/instruktur .......................................... Kegiatan Belajar Kelompok ....................................... Tes Individu .............................................................. Skor Peningkatan individu dan penghargaan Kelompok
Lampiran-lampiran
Bahan ajar yang terbentuk terlebih dahulu diimplementasikan oleh guru-guru matematika melalui ujicoba pada saat diadakan pelatihan yang satu paket dengan penelitian ini. Pelatihan-pelatihan yang ada selama ini masih terdapat kelemahan-kelemahan yang sangat mendasar. Kelemahan tersebut misalnya kurang menyentuh harapan guru karena pada pelatihan hanya diberikan teori-teori bebagai metoda pembelajaran serta teori-teori lain. Untuk itu perlu dilakukan sutu pelatihan sekaligus satu paket dengan kegiatan mempraktekkan atau menerapkannya di dalam kelas sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka terima.
Bahan ajar yang dimaksud tentunya disesuaikan dengan tuntutan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2. Manfaat Penelitian Pedoman guru yang dihasilkan dapat digunakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Di samping itu, pedoman guru ini juga dapat digunakan oleh para instruktur matematika dalam kegiatan pelatihan guru, khususnya tentang pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistik. Melalui kegiatan pelatihan, para guru diharapakan mampu
meningkatkan
kemampuannya
dalam
mengembangkan
dan
menerapkan
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistic. Kemampuan mengembangkan dan menerapkan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistic adalah kemampuan guru menyusun instrumen pembelajaran antara lain adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Hal ini sesuai dengan tuntutan, bahwa sekolah/guru dapat mengembangkan dan menyusun kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah/sekolah.
26
Agar para guru dapat menyusun bahan ajar/rencana pembelajaran sesuai dengan tuntutan KTSP dimana guru/sekolah diberikan otonomi yang luas dalam menyusun rancangan pembelajaran dengan menggunakan metoda pembelajaran yang lebih mudah dipahami oleh siswa diperlukan suatu pelatihan yang memadai. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah diberlakukan sejak tahun 2006. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (WWW.Geolities.com diakses tgl 28-12 2007 oleh M.Umar Muslim Universitas Indonesia). KTSP memberikan ruang yang cukup besar bagi guru atau sekolah untuk berinovasi dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum dengan menyesuikan konteks yang terdapat di daerah masing-masing termasuk menyusun bahan ajar yang dapat dilakukan oleh setiap guru khususnya guru matematika. Pedoman guru hasil penelitian ini akan bermanfaat pula sebagai contoh bahan ajar bagi guru-guru matematika juga bermanfat bagi para instruktur dalam upaya menunjang efektifitas pelaksanaan pelatihan guru matematika khususnya di Provinsi Aceh. Disamping itu pedoman guru ini dapat membantu instruktur dalam pelatihan guru matematika, terutama tingkat pendidikan dasar tingkat propinsi, tingkat kabupaten atau guru inti pada Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Dari hasil pelatihan-pelatihan akan menghasilkan sekian banyak guru yang memahami pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistik. Untuk itu, pengetahuan atau kemampuan perlu dimiliki oleh guru untuk mengembangkan
KTSP
secara
baik
sehingga
mereka
mudah
memahami
dan
melaksanakannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan dan dilaksanakan pada KTSP adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistik. Untuk itu perlu dihasilkan suatu bahan ajar yang dapat dijadikan oleh guru atau instruktur sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran khususnya pedoman guru kooperatif dengan poendekatan realistik matematika. Model pembelajaran kooperatif yang didasari oleh pandangan konstruktivis yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Suparno, 1997:18). Karaktreristik konstruktivis menurut
27
Kaucak (1998:185) adalah 1) pembelajaran mengkonstruksi sendiri pemahamannya, 2) belajar baru bergantung pada terjadinya pemahaman, 3) belajar difasilitasi oleh interaksi sosial, 4) belajar bermakna terjadi di dalam tugas-tugas belajar otentik (belajar mandiri). Untuk mengimplementasikan KTSP di sekolah pada saat guru membimbing siswanya perlu diupayakan sedemikian rupa sehingga siswa tidak merasa bosan dan tridak merasa sulit mengikuti proses belajar, apalagi materi matematika yang didominasi oleh halhal yang abstrak. Untuk itu perlu disajikan dengan cara-cara yang dapat membantu siswa untuk memahami materi melalui contoh-contoh atau hal-hal yang konkret atau realistik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soedjadi (1999/2000:7) bahwa keabstrakan objek-objek yang terdapat dalam matematika itu perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih konkret, sehingga dapat membantu siswa lebih mudah memahaminya. Inilah kunci penting yang sebaiknya diketahui guru matematika, dan diharapkan dapat dijadikan pendorong untuk lebih kreatif dalam merencanakan pembelajaran. Untuk menjadikan
materi matematika menjadi lebih konkret dapat dilakukan
melalui pembelajaran matematika realistik (PMR). Marpaung (2001:649) mengemukakan bahwa pada hasil uji coba di lapangan, tardapat kesan guru yang menjadi kelebihan model pembelajaran matematika realistik, yaitu : (1) siswa tidak mudah lupa pengetahuan yang diperoleh karena mereka sendiri yang membangunnya. (2) suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika.
BAB IV METODE PENELITIAN
1. Tampat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar provinsi Aceh. Waktu penelitian (tahun I) dilakukan sejak bulan Mei 2012 dan telah berlangsung hingga November 2012.
28
2. Pelaksanaan Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun pedoman guru. Pedoman guru yang disusun terdiri dari 3 bagian utama, yaitu: bagian I memuat: Pendahuluan Pengertian Belajar Kooperatif Karakteristik belajar kooperatif Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif Langkah-langkah dalam belajar kooperatif Jenis-jenis model belajar kooperatif Pendidikan Matematika Realistik Rangkuman Lembar tugas dan Lembar tes individu Pedoman guru pada bagian II tentang pembelajaran kooperatif dengan pendekatan RME materi pecahan memuat: h. Tujuan Pembelajaran i. Bahan Ajar j. Model pembelajaran k. Kegiatan belajar keolompok l. Tes individual m. Skor peningkatan individu n. Penghargaan kelompok dan c. Kesimpulan Pedoman guru pada bagian III adalah pedoman penggunaan pedoman guru. Pada bagian ini disampaikan penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu disampaikan secara lebih operasional. Dan pada bagan akhir adalah lampiranlampiran sebagai pendukung/pelengkap pedoman guru. Untuk menyusun pedoman guru yang dimaksud digunakan langkah-lagkah sebagai berikut :
29
1) identifikasi masalah-masalah (Identrify instructional problems) 2) identifikasi bahan ajar dan analisis tugas (identify subject content and abalyze task) 3) karakteristik pebelajar (Learner caaracteristic) 4) menentukan tujuan pembelajaran (State instructional objectives characteristic) 5) urutan isi bahan ajar (sequence content) 6) merencanakan strategi pembelajaran (design instrructional strategies) 7) menetukan pelayanan penunjang (plan instructional delivery) 8) memilih sumber (select resource) 9) mengembangkan evaluasi (develop evaluatiopn)
Tahapan yang dilakukan dalam menyusun pedoman guru adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan pedoman guru (draf I) Pedoman guru yang disusun adalah; pengenalan tentnag koopeatif tipe STAD, pembelajaran kooperatif topik pecahan dengan pendekatan realistik mathematics education untuk guru SD/MI dan buku panduan pedomannya. Sedangkan materi pecahan terfokus pada maeri tingkat Sekolah Dasar. 2. Menyusun instrumen Instrumen yang disusun untuk mengetahui tanggapan uji coba produk oleh peserta pelatihan dan siswa. Insrumen yang disusun terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. untuk melihat/mengetahui
tanggapan
dari
peserta
pelatihan
dan
2.
untuk
melihat/mengetahui tanggapan dari siswa. Tanggapan dari guru setelah dilakukan uji coba terbatas, sedangkan tanggapan dari siswa dilakukan setelah dilakukan uji coba lapangan di kelas. Disamping instrument secara tertulis, juga dilakukan wawancara terhdap beberapa peserta untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang dirasakan oleh para peserta pelatihan sebagai masukan dalam penyempurnaan pedoman guru draf I yang menghasilkan draf II. Sedangkan instrument yang disiapkan untuk siswa untuk melihat tanggapan dari siswa tentang kesulitan yang dialaminya pada saat uji coba pedoman guru oleh gurunya sendiri. Tanggapoan siswa dijadikan sebagai masukan dalam penyusunan dan penyempurnaan pedoman
30
guru. Disamping instrument yang diberikan juga dilakukan wawancara oleh penliti terhdap beberapa siswa tentang kelemahan dan kebaikan cara belajar yang mereka alami. 3. Pelatihan dan uji coba terbatas draf I Materi pelatihan terfokus pada bagian yang menyangkut tentang pembelajran kooperatif dengan pendaktan rme denga ntujuan gar para peerta dpat menyususn rencana pembelarab sesuai dengantunttan KTSP. Adapun materi pelatihan tersebut adalah: (1). (2) (3) (4)
kooperatif learning RME pembelajaran dan penyusunan rencana pembelarjan model belajra kooperatif dengan pendekatan RME yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah penyusunan KTSP.
4. Analisis hasil uji coba draf I Analisis hasil uji coba dilakukan oleh tim peneliti berdasarkan masukan-masukan dari instrument dan dari hasil wawancara terhadap peserta pelatihan 5. Revisi draf I (menghasilkan draf II) Berdasarkan hasil analisis oleh tim peneliti akan dilakukan pernbaikan dan penyempurnaan draf I dan menghasilkan draf II 6. Konsultasi Konsultasi dilakukan dengan tenaga ahli ( ahli isi, ahli rancangan, bidang studi dengan pendekatan RME dan dari guru). Draf II yang telah dihasilkan kemudian dikonsultasikan dengan tim ahli (isi dan bahasa erta ahli desain). 7. Revisi draf II Revisi draf kedua dengan melibatkan tenaga desain dan grafis. Dari hasil konsultasi dengan tim ahli diperoleh penyempurnaan untuk selanjutnya dilakukan uji coba penggunannya di lapangan,.
31
8. Uji coba draf II Uji coba draf II dilakukan penggunaannya oleh peserta pelatihan di kelas/disekolah. Uji coba di kelas dilakukan dengan setting alami, yaitu guru yang mengajar dikelas sesuai dengan jadwal mengajar gurunya sehingga yang mengajar adalah gurunya sendiri. Setting alami yang dimaksud agar para siswa tidak terpengaruh dengan pelaksanan uji coba sehingga hasilnya juga alami. 9. Ealuasi draf II Setelah dilakukan uiji coba selanjutnya dilakukan evaluasi. Salah satu yang dilakukan dalam evaluasi adalah dengan jalan mengadakan presentasi oleh peserta pelatihan hasil uji coba lapangan. Dari hasil uji coba lapangan kemudian para peserta pelatihan /guru membawa hasil yang mereka lakukan di kelas dan beberpa guru diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil uji coba di lapangan. 10. Penyusunan pedoman guru Dengan melihat dari semua hasil evaluasi, konsultasi dengan ahli serta tanggapan dari siswa selanjutnya pedoman guru disusun sebagai tahap penyelesaian. Dari tahap penyelesaian akan menghasilkkan produk paket pengenalan belajar kooperatif, pembeljaran topik pecahan dengan pendekatan realistik mathematics education dan panduannya. Secara garis besar diagram alir penelitian yang dilakukan sesuai diagram pada saat usulan penelitian diajukan sebagai berikut:
Penyusunan cara penggunaan pedoman guru dan pembelajaran kooperatif topik pecahan dengan pendekatan realistik mathematics education adalah dengan menyesuaikan tahapan atau langkah yang ada pada pembelajaran kooperatif learning. Terdapat enam fase utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, (Ibrahim, M dkk, 2000:11). Langkah langkah tersebut adalah sebagai berikut:
32
Fase 1. Menyampaikan tujuan memotifasi siswa 2. Menyajikan informasi
Tingkah Laku guru dan
3. Mengorganisasikan siswa kedalam elompok-kelompok belajar 4. Membvimbing kelompok bekerja dan belajar 5. Evalusasi 6. Memberikan Penghargaan
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajran tersebut dan memotivasi siswa belajaqr Menyajikan informasi kepada siswa dengasn jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membetnuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara edisien Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Mengecaluasi hasil belajar tentqang materi yang d\ipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mencari cara-cara un tuk menghargai bai upaya maupun hasil belajar inddividu dan kelompok
Enam fase yang dikemukakan oleh Ibrahim dkk dijadikan sebagai pedoman/acuan dalam mengaplikasikan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Ada beberapa indicator yang disusun sebagai pedoman untuk melihat keberhasilan penyusunan pedoman guru ini. Adapun unsur yang dilibatkan dalam menentukan keberhasilan penulisan pedoman guru sesuai dengan indikator yang disusun adalah : peserta pelatihan (guru SD/MI), siswa, tim ahli dan tentunya adalah peneliti sebagai penulis pedoman guru. Untuk mengukur keberhasilan yang sudah tercapai dilihat dari respon peserta pelatihan atau respon dari siswa pada saat dilakukan uji coba lapangan. Selain dari tanggapan peserta pelatihan dan tanggapan siswa, juga dilakukan wawancara terhadap guru tentang pemahamannya terhadap prosedur dan langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif. Juga dilakukan penilaian atau observasi terhadap guru/peserta pelatihan pada saat uji coba lapangan. Tahapan penyusunan (tahap Akhir) pedoman guru akan dilakukan bila adanya indikasi berikut: 1. Bila guru/peserta pelatihan telah mampu menterjemahkan dan menggunakan pedoman guru, berarti pedoman gurua telah dapat disusun untuk tahap akhir. 2. telah dilakukan penilaian secara komprehensif oleh tenaga ahli (isi dan bahasa) 3. siswa memberikan tanggapan positif terhdap proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru/peserta pelatihan pada saat uji coba lapangan
33
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Tampat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Banda Aceh provinsi Aceh. Waktu penelitian (tahun I) dilakukan sejak bulan Mei 2012 dan direncanakan berlangsung hingga November 2012 (sesuai dengan waktu pengiriman laporan akhir tahun I yang dijadwalkan bulan November 2012). Pelaksanaan Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun pedoman guru. Pedoman guru yang disusun terdiri dari 3 bagian utama, yaitu: bagian I memuat: Pendahuluan Pengertian Belajar Kooperatif Karakteristik belajar kooperatif Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif Langkah-langkah dalam belajar kooperatif Jenis-jenis model belajar kooperatif Pendidikan Matematika Realistik Rangkuman Lembar tugas dan Lembar tes individu Pedoman guru pada bagian II tentang pembelajaran kooperatif dengan pendekatan RME materi pecahan memuat: o. Tujuan Pembelajaran p. Bahan Ajar q. Model pembelajaran r. Kegiatan belajar keolompok s. Tes individual t. Skor peningkatan individu u. Penghargaan kelompok dan
34
c. Kesimpulan Pedoman guru pada bagian III adalah pedoman penggunaan pedoman guru. Pada bagian ini disampaikan penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu disampaikan secara lebih operasional. Dan pada bagan akhir adalah lampiranlampiran sebagai pendukung/pelengkap pedoman guru. Untuk menyusun pedoman guru yang dimaksud digunakan langkah-lagkah sebagai berikut : 10) identifikasi masalah-masalah (Identrify instructional problems) 11) identifikasi bahan ajar dan analisis tugas (identify subject content and abalyze task) 12) karakteristik pebelajar (Learner caaracteristic) 13) menentukan tujuan pembelajaran (State instructional objectives characteristic) 14) urutan isi bahan ajar (sequence content) 15) merencanakan strategi pembelajaran (design instrructional strategies) 16) menetukan pelayanan penunjang (plan instructional delivery) 17) memilih sumber (select resource) 18) mengembangkan evaluasi (develop evaluatiopn)
Tahapan yang dilakukan dalam menyusun pedoman guru adalah sebagai berikut: 11. Penyusunan pedoman guru (draf I) Pedoman guru yang disusun adalah; pengenalan tentnag koopeatif tipe STAD, pembelajaran kooperatif topik pecahan dengan pendekatan realistik mathematics education untuk guru SD/MI dan buku panduan pedomannya. Sedangkan materi pecahan terfokus pada maeri tingkat Sekolah Dasar. 12. Menyusun instrumen Instrumen yang disusun untuk mengetahui tanggapan uji coba produk oleh peserta pelatihan dan siswa. Insrumen yang disusun terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. untuk melihat/mengetahui
tanggapan
dari
peserta
pelatihan
dan
2.
untuk
melihat/mengetahui tanggapan dari siswa. Tanggapan dari guru setelah dilakukan uji coba terbatas, sedangkan tanggapan dari siswa dilakukan setelah dilakukan uji
35
coba lapangan di kelas. Disamping instrument secara tertulis, juga dilakukan wawancara terhdap beberapa peserta untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang dirasakan oleh para peserta pelatihan sebagai masukan dalam penyempurnaan pedoman guru draf I yang menghasilkan draf II. Sedangkan instrument yang disiapkan untuk siswa untuk melihat tanggapan dari siswa tentang kesulitan yang dialaminya pada saat uji coba pedoman guru oleh gurunya sendiri. Tanggapoan siswa dijadikan sebagai masukan dalam penyusunan dan penyempurnaan pedoman guru. Disamping instrument yang diberikan juga dilakukan wawancara oleh penliti terhdap beberapa siswa tentang kelemahan dan kebaikan cara belajar yang mereka alami. 13. Pelatihan dan uji coba terbatas draf I Materi pelatihan terfokus pada bagian yang menyangkut tentang pembelajran kooperatif dengan pendaktan rme denga ntujuan gar para peerta dpat menyususn rencana pembelarab sesuai dengantunttan KTSP. Adapun materi pelatihan tersebut adalah: (1). (2) (3) (4)
kooperatif learning RME pembelajaran dan penyusunan rencana pembelarjan model belajra kooperatif dengan pendekatan RME yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah penyusunan KTSP.
14. Analisis hasil uji coba draf I Analisis hasil uji coba dilakukan oleh tim peneliti berdasarkan masukan-masukan dari instrument dan dari hasil wawancara terhadap peserta pelatihan 15. Revisi draf I (menghasilkan draf II) Berdasarkan hasil analisis oleh tim peneliti akan dilakukan pernbaikan dan penyempurnaan draf I dan menghasilkan draf II 16. Konsultasi
36
Konsultasi dilakukan dengan tenaga ahli ( ahli isi, ahli rancangan, bidang studi dengan pendekatan RME dan dari guru). Draf II yang telah dihasilkan kemudian dikonsultasikan dengan tim ahli (isi dan bahasa erta ahli desain). 17. Revisi draf II Revisi draf kedua dengan melibatkan tenaga desain dan grafis. Dari hasil konsultasi dengan tim ahli diperoleh penyempurnaan untuk selanjutnya dilakukan uji coba penggunannya di lapangan,. 18. Uji coba draf II Uji coba draf II dilakukan penggunaannya oleh peserta pelatihan di kelas/disekolah. Uji coba di kelas dilakukan dengan setting alami, yaitu guru yang mengajar dikelas sesuai dengan jadwal mengajar gurunya sehingga yang mengajar adalah gurunya sendiri. Setting alami yang dimaksud agar para siswa tidak terpengaruh dengan pelaksanan uji coba sehingga hasilnya juga alami. 19. Ealuasi draf II Setelah dilakukan uiji coba selanjutnya dilakukan evaluasi. Salah satu yang dilakukan dalam evaluasi adalah dengan jalan mengadakan presentasi oleh peserta pelatihan hasil uji coba lapangan. Dari hasil uji coba lapangan kemudian para peserta pelatihan /guru membawa hasil yang mereka lakukan di kelas dan beberpa guru diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil uji coba di lapangan. 20. Penyusunan pedoman guru Dengan melihat dari semua hasil evaluasi, konsultasi dengan ahli serta tanggapan dari siswa selanjutnya pedoman guru disusun sebagai tahap penyelesaian. Dari tahap penyelesaian akan menghasilkkan produk paket pengenalan belajar kooperatif, pembeljaran topik pecahan dengan pendekatan realistik mathematics education dan panduannya. Secara garis besar diagram alir penelitian yang dilakukan sesuai diagram pada saat usulan penelitian diajukan sebagai berikut:
37
Penyusunan cara penggunaan pedoman guru dan pembelajaran kooperatif topik pecahan dengan pendekatan realistik mathematics education adalah dengan menyesuaikan tahapan atau langkah yang ada pada pembelajaran kooperatif learning. Terdapat enam fase utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, (Ibrahim, M dkk, 2000:11). Langkah langkah tersebut adalah sebagai berikut:
Fase 7. Menyampaikan tujuan memotifasi siswa 8. Menyajikan informasi
Tingkah Laku guru dan
9. Mengorganisasikan siswa kedalam elompok-kelompok belajar 10. Membvimbing kelompok bekerja dan belajar 11. Evalusasi 12. Memberikan Penghargaan
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajran tersebut dan memotivasi siswa belajaqr Menyajikan informasi kepada siswa dengasn jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membetnuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara edisien Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Mengecaluasi hasil belajar tentqang materi yang d\ipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mencari cara-cara un tuk menghargai bai upaya maupun hasil belajar inddividu dan kelompok
Enam fase yang dikemukakan oleh Ibrahim dkk dijadikan sebagai pedoman/acuan dalam mengaplikasikan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Ada beberapa indicator yang disusun sebagai pedoman untuk melihat keberhasilan penyusunan pedoman guru ini. Adapun unsur yang dilibatkan dalam menentukan keberhasilan penulisan pedoman guru sesuai dengan indikator yang disusun adalah : peserta pelatihan (guru SD/MI), siswa, tim ahli dan tentunya adalah peneliti sebagai penulis pedoman guru. Untuk mengukur keberhasilan yang sudah tercapai dilihat dari respon peserta pelatihan atau respon dari siswa pada saat dilakukan uji coba lapangan. Selain dari tanggapan peserta pelatihan dan tanggapan siswa, juga dilakukan wawancara terhadap guru tentang pemahamannya terhadap prosedur dan langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif. Juga dilakukan penilaian atau observasi terhadap guru/peserta pelatihan pada saat uji coba lapangan. Tahapan penyusunan (tahap Akhir) pedoman guru akan dilakukan bila adanya indikasi berikut:
38
4. Bila guru/peserta pelatihan telah mampu menterjemahkan dan menggunakan pedoman guru, berarti pedoman gurua telah dapat disusun untuk tahap akhir. 5. telah dilakukan penilaian secara komprehensif oleh tenaga ahli (isi dan bahasa) 6. siswa memberikan tanggapan positif terhdap proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru/peserta pelatihan pada saat uji coba lapangan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Kegiatan penyusunan pedoman guru (draf I) Sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan pedoman guru, khususnya tentang “Pembelajaran Kooperatif Topik Pecahan Dengan
Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) Untuk Pedoman
Guru”. Pedoman guru yang telah dihasilkan merupakan draf I pada tahun I. Hasilnya sesuai dengan rencana pada saat pengajuan usulan. Sesuai dengan yang dikemukakan pada bab I (pendahuluan) bahwa pedoman guru terdiri dari 3 bagian utama ditambah lampiran-lampiran. Pedoman guru draf I yang telah disusun memuat: a. pedoman guru pengenalan kooperatif, b. pedoman guru kooperatif dengan pendekatan RME dan c. pedoman penggunaannya beserta d. lampiran-lampiran yang diperlukan untuk melengkapi pedoman guru. Pedoman guru pengenalan kooperatif pada bagian I memuat: Pendahuluan Pengertian Belajar Kooperatif Karakteristik belajar kooperatif Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif Langkah-langkah dalam belajar kooperatif Jenis-jenis model belajar kooperatif
39
Pendidikan Matematika Realistik Rangkuman Lembar tugas dan Lembar tes individu Bagian II memuat: pedoman guru kooperatif dengan pendekatan RME materi pecahan memuat: Tujuan Pembelajaran Bahan Ajar Model pembelajaran Kegiatan belajar keolompok Tes individual Skor peningkatan individu Penghargaan kelompok dan Kesimpulan Pedoman guru pada bagian III adalah pedoman penggunaannya. Pada bagian ini disampaikan penjelasan-penjelasan yang dianggap perlu disampaikan secara lebih operasional. Dan pada bagan akhir adalah lampiran-lampiran sebagai pendukung/pelengkap pedoman guru. Sampai saat ini telah dirampungkan hingga capaian 90% penulisan pedoman guru (draf I). Sedangkan untuk merampungkan secara menyeluruh masih diperlukan suaut kegiatan workshop. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui respon dan kualitas paketbelajar draf pertama dilakukan kegiatan pelatihan/workshop dengan melibatkan sejumlah guru pada tingkat pendidikan dasar. Keterlibatan guru yang mengajar matematika pada tingkat dasar dituamakan karena sesuai dengan substansi dari pedoman guru ini adalah pembelajaran realistik yang lebih ideal dilakukan pada tingkat pendidikan dasar, sesuai dengan perkembagnan mental peserta didik yang bergerak dari konkret ke formal. Siswa pada tingkat pendidikan dasar masih banyak memerlukan proses belajar matematika secara konkret.
40
Kegiatan workshop dilakukan di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, diikuti oleh 15 orang guru, ditambah oleh beberapa orang mahasiswa FKIP Univ SerambiMekkah Banda Aceh. Dalam kegitan workshop tersebut juga diundang seorang tenaga ahli isi. Kegitan worksahop tersebut menghasilkan banyak hal yang dapat dirujuk sebagai pedoman untuk menyempurnakan dan melengkapi paketbelajar. Pada saat undangan disampaikan telah disertakan lembar tanggapan dan instrument tanggapan.lembartanggapan merupakan lembarkosong yangdapat diisi oleh peserta sesuai dengan apayang ingin mereka katakana shubugan dengan pedoman guru.sedangkan instrument tanggapan merupakan lembaran yang telah
disusun berupa serangkaian
pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti. Lembaran yang telah
disusun berupa
serangkaian pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti terdiri dari dua tipe. Tipe I diajukan pada saat undangan dismapiakn beserta pedoman guru draf I sedangkan tipe II diberikan setelah kegiatan pelatihan selesai/berakhir. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh para peserta lebih komprehensif, karena mereka dapat memberikan tanggapan dengan waktu yang cukup dan lebih leluasa sehingga berdampak kepada hasil yang diperoleh leoih berkualitas.
b. Kegiatan penyusunan akhir (laporan tahun I) Kegiatan penyusunan tahap akhir penulisan pedoman guru ini akan dilaksanakan setelah selesai kegiatan workshop. Semua masukan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaan pedoman guru. Selanjutnya akan diusulkan hasil penelitian untuk dimuat ke jurnal dan sekaligus melakukan persiapan pelaksanaan penelitian tahun II jika diterima.
1. Saran Disarankan kepada pihak yang berwenang mengambil kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran di sekolah agar menyiapkan saran dan prasarana beserta instrument yang dapat mendukung proses pembelajaan matematika realistic. Instrument yang dibutuhkan untuk pembelajran realistic hanya membutuhkan energy dan tenaga yang
41
lebih pada awal pelaksanaan pembeljaran, dan seterusnya instrument tersebut dapat digunakan secara periodic/berulang.
42
DAFTAR PUSTAKA
Armanto D. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Makalah disajikan pada seminar PMRI di Banda Aceh April 2007. Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika, Jakarta. Hudojo. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika & Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional. Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya, University Pres, Surabaya. Johnson, D.W & Johnson, R.T. 1991. Learning Together and Alone, Coopertive, Competitive, and Individualistic Leraning. (Third Edition). Boston: Allyn and Bacon. Marpaung 2001. Prospek RME Untuk Pembelajaran Matematika di Indonesia. Makalah disajikan dalam seminar Nasional Realistic Mathematics EducationUniv Negeri Surabaya di Jurusan Matematika FMIPA UNESA, Surabaya 24 Feb 2001. Marpaung, Y.2002. Pendidikan Matematika Realistik di Indonesai. Perubahan Paradigma Dalam Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Dalam Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. Tahun VIII, Edisi Khusus, Juli 2002. Proseding Konfrensi Nasional Matematika XI Bagian I, UM 22-25 Juli 2002. Muhamad Saleh. 2003. Pembelajaran Materi Peluang Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Tesis tidak diterbitkan, Malang Program PascaSarjana Universitas Negeri Malang. Novak, J.D, Gowin, D.B. 1985. Learning How to Learn. New York: Glenco Mc Millan/MCc Graw Hill. Slavin, E.R.1995.Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice (Second Editiion). Massachusetts. Allyn and Bacon. Soedjadi. 2001. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disajikan Pada Seminar Nasional “Realistic
43
Mathematics Education (RME). Surabaya: Jurusan Matematika FMIPA UNESA. 24 Februari 2001. Subana dkk. 2005. Statistik Pendidikan. Pustaka Setai, Bandung. Suharta. 2001. Pembelajaran Pecahan Dalam Matematika Realistik. Makalah Disajikan Pada Seminar Nasional “Realistic Mathematics Education (RME). Surabaya: Jurusan Matematika FMIPA UNESA. 24 Februari 2001. Suparno P. 1997. Filsafat Konstruktifisme Dalam Pendidikan. Kanisisus, Yogyakarta. Sutawidjaja, A. 2001. Pendidikan Matematika Realistik. Makalah Disajikan pada stadium general. Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 27 Oktober 2001. Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Univ Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung-Indonesia. Treffers. 1991. Didactical Background Of a mathematics program for primary education, dalam L.Streefland (Ed), Realistic Mathematics Education in Primary School (hal 21). Utrecht University, The Netherlands. Yuwono, I. 2001. RME (Realistic Mathematics Education) dan Hasil Studi Awal Implementasinya di SLTP. Makalah disajikan dalam seminar Nasional Realistic Mathematics Education Univ Negeri Surabaya di Jurusan Matematika FMIPA UNESA, Surabaya 24 Feb 2001. Zulkardi. 2002. Pendidikan Realistik Matematika Indonesia: Perkembangan Dan Permasalahan. Dalam jurnal matamatika ataiu pembelajarannya. Tahun VIII. Edisi khusus, Juli 2002. Proseding Konfrensi Nasional Matematika XI bagian I, UM 22-25 juli 2002.
LAMPIRAN
44
B. DRAF ARTIKEL ILMIAH PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIC (PMR) Oleh: Muhamad Saleh, S.Pd.,M.Pd Dosen Kopertis Wil-I NAD –SUMUT dpk pada USM Banda Aceh
ABSTRAK Abstrak. Materi matematika sekolah didominasi oleh materi yang bersifat abstrak. Untuk itu perlu upaya pembelajaran matematika yang “disajikan” secara konkret sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa. Bila semua guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif melalui pendekatan RME, maka siswa akan memahami konsep yaitu makna dan maksud dari apa yang dia lakukan/kerjakan. Lebih lanjut siswa akan memiliki kemampuan memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika dan prosedur penyelesaian matematika dan melalui kerja kelompok akan tertanam pada diri siswa suatu karakter yang menghargai pendapat orang lain. Selain itu kualitas lulusan para siswa akan dapat meningkat khususnya pada materi matematika. Model pembelajaran yang membawa siswa ke Pendekatan realistik matematika ditonjolkan agar materi matem model pemblejaran yang lebih konkret dapat di terapkan melalui Pembelajran Matematika Realistik (PMR). Kata kunci: panduan, guru, kooperatif, realistic, pecahan
1. Pendahuluan Pada tahun 1916 John Dewey seorang staf pengajar di Universitas Chicago menulis sebuah buku yang menetapkan sebuah konsep pendidikan menyatakan bahwa kelas seharusnya cerminan masyarakat dalam sistem sosial dengan menjalankan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Namun sebenarnya model pembelajaran kooperatif merupakan ide lama pada awal abad pertama, dimana seorang filosof berpendapat bahwa untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki teman. Dengan teman dapat berinteraksi dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, (Ibrahim dkk, 2000:12). Tujuan pembelajaran yang diharapkan setelah pebelajar mengikuti serangkaian proses belajar bergantung dari masing-masing mata pelajaran. Matematika salah satu mata pelajaran yang di pelajari oleh siswa di sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak. Keabstrakan yang terdapat dalam matematika itu perlu diupayakan sehingga dapat
45
diwujudkan lebih konkret dan dapat membantu siswa sehingga mereka lebih mudah memahaminya. Salah satu upaya yang dapat membantu siswa memahami konsep matematika melalui pembelajaran yang lebih konkret atau masalah yang dikemas secara
kontekstual
melalui
pendekatan
matematika
realistik.
Pendekatan
pembelajaran matematika realistik adalah suatu pembelajaran berfokus pada masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah dalam kehidupan nyata mereka atau masalah dalam dunia mereka. Dengan demikian melalui masalah realistik yang dihadapkan kepada siswa memberi peluang untuk mereka jawab sesuai dengan hasil pegamatan yang dilakukan oleh siswa itu sendiri sehingga kesan yang mereka terima labih baik dan lebih lama mereka ingat (Muhamad Saleh, 2003:101). Melalui penerapan pembelajaran kooperatif yang mencakup sekelompok siswa bekerja dalam sebuah tim yang terdiri dari teman sebaya dalam kelompok, mereka dapat berinteraksi untuk mecapai tujuan. Kerja kelompok dapat juga bermanfaat tuntuk mengatasi/mengurangi kefakuman, karena siswa yang mampu diharapkan dapat membimbing temannya yang kurang mampu (Muhamad Saleh, 2003:13). Disisi lain keabstrakan yang terdapat dalam matematika itu perlu diwujudkan lebih konkret sehingga dapat membantu siswa lebih mudah memahaminya. Dengan demikian perlu diupayakan suatu model pembelajaran kooperatif yang penerapannya kepada para siswa diajak untuk berdiskusi untuk menyelesaikan masalah matematika melalui masalah kontekstual yang realistik. Demikian halnya yang yang termuat dalam standar isi (2006:139) mengatakan bahwa : “Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap
dibimbing
untuk
menguasai
konsep
matematika.
Untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya”. Melalui kegiatan diskusi yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual, diharapkan siswa dapat menemukan suatu prinsip atau konsep matematis dalam bentuk model matematika dan suatu kesimpulan bagaimana cara atau proses penyelesaiannya dan selanjutnya dibimbing oleh guru untuk matematika
46
yang lebih luas dan formal yaitu dengan memanfaatkan atau mentransformasikannya ke dalam bentuk lambang atau simbol-simbol (matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal). Struktur tujuan Setiap proses belajar mengandung struktur tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Ada tiga struktur tujuan yang dapat dipedomani oleh para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran: 1) Struktur tujuan individualistik. Struktur tujuan individualistic terjadi jika pencapaiana tujuan seorang siswa tidak memerlukan interaksi dengan siswa lain dan tidak bergantung pula dengan hasil baik atau buruknya yang dicapai orang lain. Secara individual, siswa meyakini bahwa untuk mencapai tujuan yang dia inginkan tidak ada hubungannya dengan siswa lain. 2) Struktur tujuan kompetitif Struktur tujuan kompetitif merupakan prinsip persaingan simana siswa berusaha mampu tampil lebih baik sehingga orang/siswa lain dapat ditaklukkan. Dengan demikian struktur tujuan kompetitif, siswa berusaha mencapai suatu tujuan sehingga siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. 3) Struktur tujuan kooperatif Struktur tujuan kooperatif terjadi jika seorang siswa dapat mencapai tujuan beserta siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Dalam struktur tujuan kooperatif tiap-tiap siswa memiliki andil dalam mencapai suatu tujuan. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan seperti dua orang yang bekerja dan berperan saling ketergantungan satu sama lain. Sehingga keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan bersama, sebaliknya kegagalan seseorang mempengaruhi kegagalan bersama pula. Dalam struktur ini, bagaikan suatu tim yang terdapat dalam satu sistem yang masing-msing anggota memiliki peran penting dalam kelompoknya.
47
Struktur inilah yang akan diterapkan dalam model pembelajaran bagian kedua. Struktur penghargaan yang diterapkan juga bervariasi, tergantung pada model pembelajaran yang dilaksanakan. Penghargaan individualistic dapat diberikan kepada siapa saja dan tidak tergantung kepada siswa lain. Penghargaan kompetitif diberikan kepada siswa yang mampu mengalahkan pesaingnya di dalam kelas. Dengan edmikian bagi siapa yang memeproleh rngking dalam kelas, maka kepadanya diberikan penghargaan. Sedangkan pengarhgaan kooepratif diberikan kepada satu tim yang mampu bekerja sama dengan baik sehingga menjadi pemenang. Pemberain penghargaan diberikan kepada siswa dengan tujuan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa penerima penghargaan juga siswa lainnya. 2. Pengertian Belajar Kooperatif Belajar koopratif adalah cara belajar yang menerapkan kerjasama antar siswa dalam sekelompok kecil terdiri dari 3 sampai 5 orang siswa dalam satu kelompok sehingga mereka dapat belajar dalam satu tim untuk mecapai tujuan. Di dalam belajar kooperatif pebelajar berdiskusi dan saling mambantu serta memberikan motivasi serta saling membantu antara satu siswa dengan lainnya dalam rangka pemahaman terhadap isi materi pelajaran (Johnson & Johnson, 1991:6). Belajar dalam satu kelompok yaitu bekerja secara bersama untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan tugas-tugas yang diajukan/dihadapi. Dalam belajar kelompok semua anggota tim memiliki tugas dan tanggung jawab dan secara bersamaan membahas dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Dalam belajar kooperatif tidak hanya
sekedar mengelompokkan siswa dalam satu kelas menjadi beberapa kelompok yang duduk saling berdekatan, namun dalam proses dan kegiatan belajarnya hanya seorang diantaranya yang aktif menyelesiakn tugas yang diberikan. Belajar kooeperatif menekankan agar terjadi interaksi antar teman sebaya dalam kelompoknya dalam rangka menyeledaikan tugas kelompok. Kehadiran teman sebaya sebagai kolega dalam belajar memberikan rasa lebih bebas beraktifitas karena dalam ruang lingkup kelompok yang semuanya merupakan orang-orang dekat dan teman bergaul. Dengan
48
demikian setiap siswa akan lebih berarni untuk mengemukakan ide-ide atau pendapatnya dalam kelompok. 1) Karakteristik belajar kooperatif Tiga karakteris untuk semua jenis model belajar kooperatif yang dikemukan Slavin dalam Kauchak (1998:235) sebagai berikut: d. Tujuan kelompok (group goals) :adalah menghargai anggota kelompok dari kemampuan yang berbeda untuk bekerja bersama dan membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran. e. Tanggung
jawab
individual
(individual
accountability):
mempunyai
pengertaian bahwa setiap anggota kelompok memberikan keinginan untuk menguasai materi, dan setiap anggota diasses oleh anggota yang lain. Hal ini merupakan ide yang sangat penting. Pebelajar yang terlibat dalam belajar kooperatrif akan memahami bahwa mereka diharapkan untuk belajar dan melakukan aktivitas bersama-sama serta dapat menunjukkan bahwa mereka dapat memahami isi materi f.
Kesempatan yang sama untuk sukses (equal oppurtunity for success), mempunyai pengertian bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk menguasai materi pelajaran dan mendapatkan penghargaan dari kemampuan yang dicapainya. 2) Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif Keberhsilan penggunaan model ini menurut Johnson & Johnson (1991:56-59)
dapat dicapai dengan memperhatikan lima komponen essensial sebagai berikut: f.
Saling ketergantungan positif Setiap anggota kelompok harus merasa adanya rasa saling tergantung secara positif. Mempunyai rasa “satu untuk semua”. Merasa tidak akan sukses jika pebelajar yang lian juga tidak sukses. Dengan demikian tugas/kegiatan kelompok haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan.
g. Interaksi langsung
49
Komunikasi verbal antar pebelajar yang didukung oleh saling ketergantungan positif diharapkan akan menghasilkan hasil belajar yang labih sempurna. Posisi di atur sedemikian rupa sehingga mereka bertatapan secara langsung antara satu sama lain sehingga memudahkan mereka saling berkomunikasi. h. Pertanggung jawaban responsibility).
individual
(individual
accountability
and
personal
Penguasaan bahan ajar setiap individual selaku anggota kelompook sangat menentukan sumbangan, dukungan dan bantuan yang diberikan untuk anggota lain di kelompoknya. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bahan ajar dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok. i.
Ketrampilan berinteraksi antar individual dan kelompok (interpersonal and smallgroup skill) Keterampilan sosial sengat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan/disampaikan kepada pebelajar. Pebelajar perlu dimotivasi untuk bekerjasama dan berkolaborasi dengan sesama. Kerjasama ini sangat bermanfaat bagi pebelajar di dalam memahami konsep-konsep sulit.
j.
Proses kelompok (group-processing) Efektifitas di dalam belajar kelompok ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pembagian tugas untuk memimpin secara bergantian. Pebelajar memantau dan menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbangkan belajar dan mana yang tidak dari setiap kegiatan yang terjadi di kelompok. Hasil
dari
proses
belajar
manusia
diharapkan
dapat
meningkatkan
pengetahuannya dari yang tidak paham sehingga dapat menjadi paham dan dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memahamkan seseorang dari sesuatu yang belum mereka katahaui, perlu diawali dari apa yang telah mereka ketahui melalui pengenalan maslaah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) sesuai dengan yang dimaksud oleh Badan Standare Nasional Pendidikan.
Kemudian
melalui
masalah
yang
diajukan,
guru
dapat
membimbingnya dengan mengarahkan pola pikir yang dimiliki oleh siswa dan
50
menuju kekonsep yang benar. Poroses belajar seperti ini yang dapat menjadikan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Proses pembelajaran seperti yang dikemukakan di atas, siswa akan lebih mudah memahami dan menemukan apa yang ingin mereka temukan sehingga pemahaman yang mereka terima/miliki merupakan hasil dari membangun pengetahuannya sendiri. Berikut diberikan ilustrasi suatu masalah pecahan yang disajikan dengan pengajuan masalah kontekstual (contextual problem) : Kepada siswa (kelompok) diminta untuk membagi dua sama luas kertas yang telah disediakan. Illustrasi pembelajaran yang sederhana di atas mengajak para siswa menyelesaikan masalah dengan membawa mereka kepada sesuatu yang bukan hal baru bagi mereka dan diselesaikan secara bersama-sama (berkelompok). Belajar merurut pandangan konstruktivis merupakan suatu kegiatan aktif, dimana pebelajar membangun sendiri pengetahunannya. Menurut Suparno (1997:28) bahwa : “konstruktivisme beranggapan bawha pengetahuan adlah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui intearksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka”. Dengan demikian kegiatan mengajar menurut pandangan konstruktivis bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke pebelajar seperti memindahkan air dari suatu wadah ke media/wadah lain. Kegiatan mengajar merupakan kegiatan yang dapat membantu dan memfasilitasi siswa belajar agar mereka dapat membangun pengetahuannya sendiri. Suparno (1997:12) mengatakan : “banyak cara belajar di sekolah didasarkan pada teori konstruktivisme, seperti cara belajar yang menekankan pernan murid dalam membentuk pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu keaktifan murid tersaebut dalam pembentukan pengetahuannya. Kurikulum pendidikan sains dan matematika mulai disesuaikan berdasarkan prinsip konstruktivime”. Sesuai dengan pandangan konstruktivisme di atas, para siswa perlu diajak belajar dengan memanfaatkan sesuatu yang telah dipahami oleh mereka.
51
3) Langkah-langkah dalam belajar kooperatif Slavin
(1995:75) menyatakan 5 langkah
utama di
dalam kegiatan
pembelajaran untuk setiap bentuk model belajar kooperatif sebagai berikut (1). penyajian kelas (2). kegiatan belajar kelompok (3 ).tes individual (4). skor peningkatan individual dan (5). penghargaan kelompok Sebelum kelima langkah di atas dilaksanakan terlebih dahulu diberikan informasi kepada pebelajar tentang pentingnya materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, penjejakan tentang pengetahuan prasyarat dan pembentukan kelompok. 6. penyajian kelas. Penyajian kelas adalah tahap yang dilakukan dengan penyajian informasi melalui berbagai metoda dengan pendekatan pendidikan realistic matematika. Tahap ini menggunakan waktu 1-2 jam pertremuan. Setiap pembelajaran dengan model STAD, selalu dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajran, memberikan motivasi untuk berkooperatif, menggali pengetahuan prasyarat dan sebagainya, disesuaikan dengan isi bahan ajar/pelajaran dan kemampuan peserta didik/siswa. Langkah-langkah penyajian pembelajran menekankan pada beberapa hal berikut: 1) pembukaan hal yang dilakukan pada kegiatan pembukaan antara lain, (1) memberikan informasi tentuang tujuan pembelajran, menjelaskan kepada pebelajrea apa yangakan dipelajari, dan mengapa pembelajaran ini dinanggap penting, (2). Membangkitkan rasa ingin tahu pebelajar dengan demonstrasi yang mengagumkan misalnya dengan memberikan teka-teki, masalah kehidupan sehari dengan pendekatan realistic, atau berbaagai hal l;ain, (3). Mengajak pebelajar bekerja
dikelompok untuk menemukan konsep dan menambah
52
keinginan pebelajar untuk belajar, (4) mengulang atau menggali kembali pengetahuan prasyarat yang diperlukan 2) pengembangan kegiatan yang dilakukan pada umumnya (1) memfokuskan pada tujuan yang ingindiajarkan pada pebelajar, (2) memfokuskan pada pengertian, bukan hafalan, (3) mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara aktif dengan mengggunakan berbagai contoh, (4) sering mengecek pemahaman pebelajar dengan mengajukan pertanyaan, (5) menjelskan mengapa jawaban ini benar atau salah, kecual jika hal tersebut sudah cukup jelas, (6) berpindah kekonsep dengan cepat, begitu pebelajar sudah menguasainya, (7) memelihara situasi dengan menghilangkan gangguan, menanyakan berbagai pertanyaan dan terus melaksanakan pembelajaran dengan teratur. 3) Latihan Terbimbing Kegiatan pembelajaran pada latihan terbimbing antara lain (1) meminta siswa untuk mengerjakan soal atau contoh atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, (2) menunjuk peera didik secara random untuk menjawab pertanyaan, (3) tidak memberikan tugas yang menggunakan waktu yang realtif alam, (4) memberikan waktu kepada siswa untuk bekerja satu atau dua maslah atau contoh, kemudain ,memberikan umpan balik. 7. belajar kelompok Pada tahap ini pebelajar bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugastugas yang diberikan. Dengan melibatkan kemampuan dan potensi yang ada pada diri setiap anggota kelompok diharapkan semua anggota dapat memahami apa yang menjadi jawaban mereka sehingga hal ini menimbulkan konsekwensi setiap anggota kelompok dapat dan mampu mempresentasikan jawaban yang diberikan kelompok. Materi yang digunakan di dalam kegiatan ini adalah dua lembar tugas dan dua lembar kunci jawaban untuk setiap kelompok. Lembar tugs diberikan pada waktu
53
kegiatan belajar kelompok, sdangkan kunci jawban diberikan setelah kegiatan kelompok selesai. Satu kelompok terdiri dari 2-6 orang siswa. Guru membagikan lembar kerja memuat materi/masalah yang dirancang memuat realistic matematika untuk setiap siswa. Dimana satu lembar digunakan oleh dua orang atau lebih, dengan tujuan agar dapat terjalin kerja sama diantara sesame dalam kelompok. Guru memberikan tahapan dan fungsi belajar kelompok tipe STAD, dimana setiap peserta didik mendapatkan peran meimpion anggota-anggota di dalam kelompoknya. Dengan mendapat peran dikelompoknya, diharapkan setiap anggota kelompok termotivasi un tuk membuka wacana dalam diskusi. Dengand emikian diharapkan setiapanggota kelompok mendapat perannya masing-masing, seperti mencari,m enjelaskan dan menuliskan hasil pembicaraan, mengecek jawaban dan saling mengganti peran dalam waktu tertentu. 8. tes individual Tes individual adalah tes untuk menguji kinerja dan kemampuan setiap pebelajar.. Pada tahap ini pebelajar tidak diperkenankan saling membantu antara satu anggota dengan anggota lain dalam satu kelompok maupun kelompok lain. Hasil tes individu setiap anggota kelompok berdampak atau memberikan kontribusi skor terhadap kelompoknya. 9. skor peningkatan individual Skor peningkatan secara individual dilakukan berdasarkan skor dasar yang diperoleh secara individu. Lebih lengkapnya poin perkembangan seperti yang di paparkan pada table berikut: Skor peserta didik Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atasnya lebih 10 poin di atas skor dasar Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
Poin perkembanga n 5 10 20 30 30
54
10.
penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok didasarkan pada perolehan poin perkembangan kelompok. Penentuan poin pencapaian kelompok digunakan rumus yang diadaptasi dari Slavin (1995:82). Nk adalah keterangan tentang poin perkembangan kelompok yaitu: Nk
jumlah totalskor perkembangan kelompok banyaknyaanggota kelompok
dengan sebutan penghargaan sebagai berikut: d. poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik e. poin rata-rata 20 sebagai kelompok hebat f. poin rata-rata 25, sebagai kelompok super 4) Jenis-jenis Model Belajar Kooperatif Pada bagian ini akan disampaikan tiga tipe belajar kooperatif yaitu : 1). Student Teams Achievement Devision (STAD), 2) Team Games Tournament (TGT) dan 3). Teams Assisted Individualitation (TAI). Dari ketiga tipe tersebut khusus tipe STAD akan disampaikan lebih jelas sesuai dengan judul paket belajar ini. Penjelasan lebih lengkap tentang model belajar kooperatif tipe STAD akan disampaikan pada bagian tiga (pedoman penggunaan. Ssedangkan kedua tipe yang lain (TGT dan TAI) hanya sekedar pengenalan tanpa dijelaskan dengan rinsi bagaimana cara atau teknis penggunaannya. Secara umum dari ketiga jenis belajar kooperatif di atas memiliki cirri-ciri yang sama, yaitu diawali dengan penyajian kelas, kegiatan belajar kelompok, tes individu dan penghargaan atas keberhasilan kelompok. namun dari masingmasing jenis memiliki karakteristik tersendiri. Uraian lebih jelas tentang belajar kooperatif tipe STAD akan dikaji lebih mendalam.
55
Student Teams Achievement Division (STAD) Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model yang paling sederhana dari semua model belajar kooperatif, dan merupakan suatu model yang baik untuk pembelajaran yang baru mengenal tentang belajar kooperatif (Slavin, 1986:1). Prosedur dalam model STAD mengikuti tahapan sebagai berikut: Tahap 1. tahapan penyajian guru / Penyajian kelas Langkah-langkah penyajian menekankan pada beberapa hal berikut: a. Pembukaan, b. pengembangan dan c. latihan terbimbing Team Games Tournament (TGT) Team Games Tournament (TGT) tidak menggunakan tes individual, tetapi menggantinya dengan turnamen yang dilakukan terlebih dahulu dengan membentuk kelompok baru yang masing-masing memiliki kemampuan relative sama. Teams Assisted Individualitation (TAI) Teams Assisted Individualitation (TAI) dimulai dengan tes penempatan untuk mementukan tingkat kemampuan prasyarat pebelajar. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan materi yang berbeda-beda. Jika pebelajar mengalami kesulitan, maka ia masih harus menyelesaikan soal lain ditahap tersebut. 3. Pendidikan Matematika Realistik Pendekatan metode pembelajaran merupakan faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran (Joni, 1983:68). Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) telah diteliti dan dikembangkan di Belanda dan telah berhasil meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
56
Di Indonesia istilah Realistic Mathematics Education (RME) dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendidikan matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret dan dapat diamati secara langsung sesuai dengan lingkungan tempat siswa berada (Soedjadi, 2001:2). Sedangkan menurut Suharta (2001:9): ”Matematika Realistik (MR) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari (mathematize everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics)”. Pembelajaran yang berorientasi pada RME dapat dicirikan oleh : (a) pemberian perhatian yang besar pada “reinvention”, yakni siswa diharapkan membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b) pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret atau dari sekitar siswa; (c) selama pematematikaan, siswa mengkontruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antar siswa yang satu dengan lainnya, bahkan tidak perlu sama dengan gagasan gurunya; (d) hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil pemikiran siswa lainnya (Treffers dan Panhuizen dalam Yuwono, 2001:3). Dengan pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret atau dari sekitar siswa akhirnya kebenaran dapat dirujukkan kepada kenyataan yang ada atau realitas, sehingga dalam keadaan ini dapat dikatakan bahwa „hakim tertinggi ilmu pengetahuan alam adalah realitas‟ (Soedjadi 1999/2000:29). Menurut Gravemeijer (dalam Zulkardi, 2002: 652) Realistic Mathematics Education mempunyai lima karakteristik, yaitu : (1)
Menggunakan masalah kontekstual (masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak darimana matematika yang diinginkan dapat muncul)
(2)
Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal (perhatian di arahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya menstransfer rumus atau matematika formal secara langsung).
57
(3)
Menggunakan kontribusi murid (kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal atau standar).
(4)
Interaktivitas (negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif di mana strategi informal murid digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal).
(5)
Terintegrasi
dengan
topik
pembelajaran
lainnya
(pendekatan
holistik,
menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dicapai secara terpisah tetapi keterkatian dan keterintegrasian harus di eksploitasi dalam pemecahan masalah). Dari karakteristik yang terdapat pada matematika realistik, akan membuat siswa mampu menyelesaikan suatu masalah secara logis. Didalam laporannya Shepard, 1975 (dalam Hudojo, 1979:49) mengatakan bahwa anak-anak pada tahap operasi konkrit mampu menyelesaikan suatu masalah secara logis bila masalah tersebut dipilih dengan menggunakan bahasa sederhana-tidak menggunakan bahasa yang kompleks.
a. Penekanan Pematematikaan pada Matematika Realistik Dua jenis yang berkaitan dengan pematematikaan yaitu pematematikaan horizontal dan pematematikaan vertikal. Pematematikaan horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Sedangkan pematematikaan vertikal berkaitan dengan proses organisasi kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak (Traffer 1991:32). Matematisasi horizontal lebih menekankan proses trasnformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika atau sering kita sebut dengan pemodelan dari situasi soal. Pada matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah
58
yang ada pada situasi dunia nyata dengan kata lain matematika horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Hal ini dilakukan melalui interaksi sosial antara siswa. Sedangkan pada matematisasi vertikal, proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri atau “dunia nyata” merupakan sumber dari matematisasi sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali konsep-konsep matematika. Sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran pecahan dengan pendekatan matematika realistik, kepada anak dihadapkan hal-hal yang berkaitan dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari dan disamping itu benda-benda yang dapat diamati juga digunakan. Dengan memanfaatkan apa yang telah biasa pada siswa juga benda yang dapat diamati untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pecahan akan terjadi suatu aktivitas atau proses pematematikaan horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal tidak lain proses yang terjadi dalam matematika itu sendiri yang mengarah pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang berjalan dalam sistim dunia simbol. Sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam pendidikan matematika realistik, pengalaman belajar siswa dimulai dari suatu yang realistik atau hal yang telah terbayangkan oleh siswa. Dengan demikian pembelajaran tidak diawali dengan formal, melainkan lebih banyak berawal dari intuisi siswa. Sebagai contoh dalam matematisasi vertikal adalah proses pembuktian dalam matematika atau mungkin proses mencari selesaian yang menggunakan strategi manipulatif simbol-simbol. Berkaitan dengan dua tipe pematematikaan di atas, Treffers (1987) dan Freudental (1991), (dalam Yuwono 2001:23) mengklasifikasikan pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan intensitas pematematikaan: mekanistik atau pandekatan tradisional, dalam pendekatan ini pembelajaran matematika lebih difokuskan pada drill, dan panghafalan rumus saja, sedangkan proses pematimatikaan keduanya tidak tampak; emperistik, lebih menekankan kepada pematematikaan horizontal dan cenderung mengabaikan pematematikaan vertikal;
59
strukturalis, lebih menekankan kepada pematematikaan vertikal dan cenderung mengabaikan pemetematikaan horizontal, pendekatan ini sering disebut „new math‟ membangun konsep matematika berdasarkan pada teori himpunan; realistik, memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan yang horizontal dan vertikal dan disampaikan secara terpadu terhadap siswa. Berkaitan dengan dua pendekatan pembelajaran tersebut, Treffers (1991:32) memberikan gambaran sebagaimana dalam tabel dibawah ini. Tabel 1 Horizontal Vertikal Mekanistik
-
-
Empiristik
+
-
Strukturalis
-
+
Realistik
+
+
b. Pendidikan Matematika Realistik dan Relevansinya Dengan Pecahan
Pembelajaran
Pendidikan matematika realistik menggunakan hal ‟nyata‟. Realistik yang diumaksud dalam tulisan ini adalah hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dapat dipahami lewat membayangkan. Dengan demikian mungkin saja digunakan benda-benda konkret dalam meragakan ide matematika untuk menemukan suatu konsep (Marpaung 2001:9) Pecahan yang termasuk dalam cabang matematika, banyak terdapat penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sebelum anak memperoleh pengetahuan
formal
disekolah
mengenai
pecahan,
mereka
telah
memiliki
pengetahuan yang berkaitan dengan pecahan, misalnya ketika anak membagikan sesuatu menjadi dua bagian yang sama. Pengetahuan informal yang selalu diimplementasikan dalam kehidupan seharihari perlu dikembangkan melalui intuisi anak ke dalam bentuk matematika formal termasuk misalnya rumus-rumus yang dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol atau
60
variabel. Dengan demikian pada saat anak kembali menghadapi permasalahan dalam konteks kehidupan, mereka telah terbiasa dan lebih lanjut diharapkan dalam pemecahan masalah yang dihadapi tersebut akan lebih baik. Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan terdapat dalam panduan pengembangan silabus mata pelajran matamtika bahwa guru perlu mengembangakan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan problematika baik di sekolah maupun di rumah. Pernyataan di atas dimaksdukan agar siswa belajar matematika di sekolah adalah un tuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif; mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan seharihari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan (Depdikbud, 1994 :1). Untuk manecapai maksud di atas, guru perlu memperhatikan dan menumbuh kembangkan daya imajinasi dan rasa ingin tahu siswa kita, juga siswa harus dibiasakan untuk mendapat kesempatan bertanya dan berpendapat sehingga dalam proses belajar matematika tersebut anak merasa bahwa matematika lebih bermakna. Jika siswa telah memiliki kebermaknaan matematika, harapan selanjutnya akan terbentuk rasa ingin tahu dan kecintaan siswa terhadap matematika. Agar siswa merasa matematika lebih bermakna, sebaiknya diupayakan siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika itu, dan guru berperan sebagai fasilitator. Artinya bahwa murid harus didorong dan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat sesuai dengan jalan pikirannya dan mungkin juga dapat belajar dari ide-ide temannya sendiri. Aktivitas siswa pada saat menyelesaikan masalah sesuai dengan jalan pikirannya, sesuai dengan karakteristik/prinsip dari pembelajaran pendidikan matematika realistik . Karkteristik/prinsip dari pembelajaran pendidikan matematika realistik
adalah suatu kegiatan atau aktivitas konstruktif (Sutawidjaja, 2001 &
Marpaung, 2001:3). Landasan filosofi ini dekat dengan filasafat konstrukstivisme yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seseorang yang sedang belajar (Suparno, 1997:29). Demikian halnya yang dikatakan oleh (Nikson dalam
61
Hudojo, 1988 : 6) bahwa pandangan konstruktivis memandang pembelajaran sebagai usaha
membantu
siswa
dalam
mengkonstruk
konsep-konsep/prinsip-prisnip
matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep tesebut terbangun kembali. Belajar dengan kemampuannya sendiri berarti menggunakan hal-hal apa yang telah diketahuinya sebagai pengetahuan awal. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi belajar anak adalah apa yang telah diketahuinya, yaitu berupa pengetahuan awal (Novak, 1985: 20). Pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh anak akan berkembang secara optimal bila diikuti dengan ketepatan pemanfaatannya dalam hal menerima konsep baru. Guru sangat berperan dalam hal ini, sehingga dituntut agar guru berusaha mengetahui dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa yang telah ada dalam pikiraannya sebelum mereka mempelajari lebih lanjut sutu konsep atau pengetahuan baru. Bila dalam belajarnya siswa menghadapi hal atau masalah yang tidak asing atau familiar terhadap dirinya harapan selanjutnya bahwa siswa akan terlibat langsung secara aktif dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi atau metode dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam belajar yaitu aktif secara mental, fisik, maupun sosial. Untuk mensinergikan keaktifan ini dalam pembelajaran dapat saja siswa dibimbing kearah mengamati, menebak, berbuat, mencoba sehingga pada akhirnya mampu menjawab persoalan yang mengarah kepada pertanyaan “mengapa”. Prinsip belajar aktif inilah yang mampu menumbuhkan dan mengarahkan sasaran pembelajaran sesuai dengan tujuan belajar matematika. 4. Rangkuman Dari uraian yang telah disampaikan, dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Belajar kooperatif (kooperatif learning) mengandung pengertian sebagai suatu strategi pembelajaran yang membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 orang. Dalam kelompok tersebut, masing-
62
masing siswa sebagai anggota kelompok aktif dan mereka bekerja bersama dalam menyelesaikan permasalahan ayng diajukan sehingga terjadi suatu diskusi dan saling membagi pengetahuan, saling berkomunikasi, saling membantu untuk memahamkan materi pelajaran.
Karakteristik model belajar kooperatif adalah: -
Keberhasilan suatu model belajar kooperatif didasari oleh unsur-unsur berikut: -
saling bergantungan interaksi langsung pertanggung jawaban individu keterampilan berintegrasi prosese kelompok
langkah-langkah dalam penerapan model kooperatif adalah -
tujuan kelompok tanggung jawab individu kesempatan yang sama untuk sukses.
penyajian belajar kelompok kinerja individu dan penghargaan konerja kelompok.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif
suatu model pembeljaran yang
memusat pada siswa dalam kelompoknya dan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.
Dengan menerapkan model koopeatif dalam pembelajran dapat menimbulkan sikap positif terhadap budaya gotong royong yang merupakan milik budaya rakyat Indonesia dan memiliki prinsip demokrasi
Pendidikan Matematika Relasistik Indonesia (PMRI) adalah suatu pendekatan yang dapat membantu guru melaksanakan proses pembelajaran yang membawa siswa masuk kedalam konteks dunia nyata, sehingga siswa memiliki kesan
yang
”berkualitas”
karena
siswa
mengalami
langsung
menemukan konsep matematika yang dihadapkan dan mereka pelajari.
dalam
63
Pendidikan matematika realistik, memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan yang horizontal dan vertikal serta disampaikan secara terpadu terhadap siswa.
D. PEGANGAN GURU (BAHAN AJAR)
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TOPIK PECAHAN DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION (RME) UNTUK PEDOMAN GURU
64
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH BANDA ACEH 2012 KATA PENGANTAR
Paket belajar ini dimaksudkan sebagai pedoman guru dalam menerapkan pembelajaran kooperatif topik pecahan dengan pendekatan realistic mathematics education (RME) pada proses belajar mengajar. Pedoman guru ini dapat juga digunakan oleh para guru matematika setelah mengikuti pelatihan, khusunya tentang pembelajaran
kooperatif
tipe STAD melalui pendekatan realistic
mathematics Education (RME). Realistic Mathematics Education (RME) dikenal juga dengan istilah Pendidikan Matematika Reallistik Indonesia (PMRI). Melalui pedoman ini diharapkan para guru dapat menggunakannya di sekolah-sekolah. Paket belajar ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan guru yang belum memiliki kesempatan mengikuti pelatihan sejenis sebagai referensi untuk mengaplikasikan pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan Pendidikan Matematika Reallistik. Pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik perlu diterapkan sejak dini (anak mulai masuk sekolah). Melalui penerapan sejak dini, pada tahap berikutnya para siswa akan menjadi tidak kaku dan lebih rileks mengikuti proses pembelajaran dengan model yang sama. Pembelajaran dengan pendidikan matematika secara konkret diterapkan menuju pembelajaran yang lebih abstrak (menggunakan simbol-simbol atau variabel). Untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan Pendidikan MAtematika Realistik diperlukan daya pikir dan inovasi seorang guru dalam merancang pembelajaran sehingga objek abstrak matematika diwujudkan
65
lebih konkret. Pada paket belajar ini materi yang disajikan adalah materi statistika sebagai contoh pembelajaran matematika realistik. Untuk selanjutnya para guru diharapkan dapat merancanga materi lain yang secara realistic pula. Mengapa pembelajaran matematika pada anak yang relatif baru dikenalkan matematika perlu diwujudkan lebih konret?, hal ini sesuai dengan perekembangan intelektual siswa yang pada umumnya bergerak dari yang “konkret ke abstrak”, sehingga melalui pembelaran yang realistik dapat membantu siswa lebih mudah memahami konsep dan menyelesaikan masalah matematika yang dihadapkan kepadanya. Isi paket belajar ini terdiri dari 3 bagian yaitu: bagian I paket belajar pengenalan belajar kooperatif, bagian II paket belajar kooperatif dengan pendekatan RME dan pada bagian III adalah pedoman penggunaan. Pada paket belajar bagian I disajikan tentang pengenalan belajar kooperatif. Pada bagian ini akan disampaikan tiga tipe belajar kooperatif yaitu : STAD, TGT dan TAI. Dari ketiga tipe tersebut khusus tipe STAD akan disampaikan lebih jelas dibandingkan dengan kedua tipe yang lain. Pada bagian kedua adalah model pembelajaran kooperatif pada materi statistik dengan pendekatan matematika relasitik. Pada bagian akhir akan dijelaskan cara penggunaan paket belajar sebagai panduan penggunaan paket belajar kooperatif. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap lahirnya paket belajar ini. Ucapan terimaksih terutama disampaikan kepada Bapak Menteri Pendidikan Nasional dan Dirjen Dikti Depdiknas atas bantuan pendanaan yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan Hibah penelitian
Nomor
:………………………………………………………………...
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada bapak Rektor dan lemlit USM yang telah memberikan perhatian dalam rangka terlaksananya penulisan paket ini, dan pada akhirnya, atas segala kekurangan dari paket ini diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempuranaan dimasa mendatang.
66
Banda Aceh, Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
i iv vii
BAGIAN I PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN RME 13. Pendahuluan ....................................................................... 14. Pengertian Belajar Kooperatif .............................................. 1) Dsas ..................................................................................... 1). Karakteristik belajar kooperatif ....................................... 2). Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif ................... 3). Langkah-langkah dalam belajar kooperatif ..................... 4). Jenis-jenis model belajar koopeatif ................................. 15. Pendidikan Matematika Realistik sd ..................................... 16. Rangkuman .......................................................................... 17. Lembar tugas ....................................................................... 18. Lembar tes individu .............................................................. ata pengantar Kemajuan pelaksanaan hibah penelitian Paket belajar koopeatif Paket belajar kooperitf tipe STAD melalaui pendektan pendidikan matemtaika realistic Paket belajar tentang pedoman penggunaan Lampiran-lampiran
67
Bagian I
Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan RME 5. Pendahuluan Pada tahun 1916 John Dewey seorang staf pengajar di Universitas Chicago menulis sebuah buku yang menetapkan sebuah konsep pendidikan menyatakan bahwa kelas seharusnya cerminan masyarakat dalam sistem sosial dengan menjalankan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Namun sebenarnya model pembelajaran kooperatif merupakan ide lama pada awal abad pertama, dimana seorang filosof berpendapat bahwa untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki teman. Dengan teman dapat berinteraksi dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, (Ibrahim dkk, 2000:12). Tujuan pembelajaran yang diharapkan setelah pebelajar mengikuti serangkaian proses belajar bergantung dari masing-masing mata pelajaran. Matematika salah satu mata pelajaran yang di pelajari oleh siswa di sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak. Keabstrakan yang terdapat dalam matematika itu perlu diupayakan sehingga dapat diwujudkan lebih konkret dan dapat membantu siswa sehingga mereka lebih mudah memahaminya. Salah satu upaya yang dapat membantu siswa memahami konsep matematika melalui pembelajaran yang lebih konkret atau masalah yang dikemas
68
secara
kontekstual
melalui
pendekatan
matematika
realistik.
Pendekatan
pembelajaran matematika realistik adalah suatu pembelajaran berfokus pada masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah dalam kehidupan nyata mereka atau masalah dalam dunia mereka. Dengan demikian melalui masalah realistik yang dihadapkan kepada siswa memberi peluang untuk mereka jawab sesuai dengan hasil pegamatan yang dilakukan oleh siswa itu sendiri sehingga kesan yang mereka terima labih baik dan lebih lama mereka ingat (Muhamad Saleh, 2003:101). Melalui penerapan pembelajaran kooperatif yang mencakup sekelompok siswa bekerja dalam sebuah tim yang terdiri dari teman sebaya dalam kelompok, mereka dapat berinteraksi untuk mecapai tujuan. Kerja kelompok dapat juga bermanfaat tuntuk mengatasi/mengurangi kefakuman, karena siswa yang mampu diharapkan dapat membimbing temannya yang kurang mampu (Muhamad Saleh, 2003:13). Disisi lain keabstrakan yang terdapat dalam matematika itu perlu diwujudkan lebih konkret sehingga dapat membantu siswa lebih mudah memahaminya. Dengan demikian perlu diupayakan suatu model pembelajaran kooperatif yang penerapannya kepada para siswa diajak untuk berdiskusi untuk menyelesaikan masalah matematika melalui masalah kontekstual yang realistik. Demikian halnya yang yang termuat dalam standar isi (2006:139) mengatakan bahwa : “Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap
dibimbing
untuk
menguasai
konsep
matematika.
Untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya”. Melalui kegiatan diskusi yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah kontekstual, diharapkan siswa dapat menemukan suatu prinsip atau konsep matematis dalam bentuk model matematika dan suatu kesimpulan bagaimana cara atau proses penyelesaiannya dan selanjutnya dibimbing oleh guru untuk matematika yang lebih luas dan formal yaitu dengan memanfaatkan atau mentransformasikannya ke dalam bentuk lambang atau simbol-simbol (matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal).
69
Struktur tujuan Setiap proses belajar mengandung struktur tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. Ada tiga struktur tujuan yang dapat dipedomani oleh para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran: 4) Struktur tujuan individualistik. Struktur tujuan individualistic terjadi jika pencapaiana tujuan seorang siswa tidak memerlukan interaksi dengan siswa lain dan tidak bergantung pula dengan hasil baik atau buruknya yang dicapai orang lain. Secara individual, siswa meyakini bahwa untuk mencapai tujuan yang dia inginkan tidak ada hubungannya dengan siswa lain. 5) Struktur tujuan kompetitif Struktur tujuan kompetitif merupakan prinsip persaingan simana siswa berusaha mampu tampil lebih baik sehingga orang/siswa lain dapat ditaklukkan. Dengan demikian struktur tujuan kompetitif, siswa berusaha mencapai suatu tujuan sehingga siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. 6) Struktur tujuan kooperatif Struktur tujuan kooperatif terjadi jika seorang siswa dapat mencapai tujuan beserta siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Dalam struktur tujuan kooperatif tiap-tiap siswa memiliki andil dalam mencapai suatu tujuan. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan seperti dua orang yang bekerja dan berperan saling ketergantungan satu sama lain. Sehingga keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan bersama, sebaliknya kegagalan seseorang mempengaruhi kegagalan bersama pula. Dalam struktur ini, bagaikan suatu tim yang terdapat dalam satu sistem yang masing-msing anggota memiliki peran penting dalam kelompoknya. Struktur inilah yang akan diterapkan dalam model pembelajaran bagian kedua.
70
Struktur penghargaan yang diterapkan juga bervariasi, tergantung pada model pembelajaran yang dilaksanakan. Penghargaan individualistic dapat diberikan kepada siapa saja dan tidak tergantung kepada siswa lain. Penghargaan kompetitif diberikan kepada siswa yang mampu mengalahkan pesaingnya di dalam kelas. Dengan edmikian bagi siapa yang memeproleh rngking dalam kelas, maka kepadanya diberikan penghargaan. Sedangkan pengarhgaan kooepratif diberikan kepada satu tim yang mampu bekerja sama dengan baik sehingga menjadi pemenang. Pemberain penghargaan diberikan kepada siswa dengan tujuan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa penerima penghargaan juga siswa lainnya. 6. Pengertian Belajar Kooperatif Belajar koopratif adalah cara belajar yang menerapkan kerjasama antar siswa dalam sekelompok kecil terdiri dari 3 sampai 5 orang siswa dalam satu kelompok sehingga mereka dapat belajar dalam satu tim untuk mecapai tujuan. Di dalam belajar kooperatif pebelajar berdiskusi dan saling mambantu serta memberikan motivasi serta saling membantu antara satu siswa dengan lainnya dalam rangka pemahaman terhadap isi materi pelajaran (Johnson & Johnson, 1991:6). Belajar dalam satu kelompok yaitu bekerja secara bersama untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan tugas-tugas yang diajukan/dihadapi. Dalam belajar kelompok semua anggota tim memiliki tugas dan tanggung jawab dan secara bersamaan membahas dan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Dalam belajar kooperatif tidak hanya
sekedar mengelompokkan siswa dalam satu kelas menjadi beberapa kelompok yang duduk saling berdekatan, namun dalam proses dan kegiatan belajarnya hanya seorang diantaranya yang aktif menyelesiakn tugas yang diberikan. Belajar kooeperatif menekankan agar terjadi interaksi antar teman sebaya dalam kelompoknya dalam rangka menyeledaikan tugas kelompok. Kehadiran teman sebaya sebagai kolega dalam belajar memberikan rasa lebih bebas beraktifitas karena dalam ruang lingkup kelompok yang semuanya merupakan orang-orang dekat dan teman bergaul. Dengan demikian setiap siswa akan lebih berarni untuk mengemukakan ide-ide atau pendapatnya dalam kelompok.
71
1) Karakteristik belajar kooperatif Tiga karakteris untuk semua jenis model belajar kooperatif yang dikemukan Slavin dalam Kauchak (1998:235) sebagai berikut: g. Tujuan kelompok (group goals) :adalah menghargai anggota kelompok dari kemampuan yang berbeda untuk bekerja bersama dan membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran. h. Tanggung
jawab
individual
(individual
accountability):
mempunyai
pengertaian bahwa setiap anggota kelompok memberikan keinginan untuk menguasai materi, dan setiap anggota diasses oleh anggota yang lain. Hal ini merupakan ide yang sangat penting. Pebelajar yang terlibat dalam belajar kooperatrif akan memahami bahwa mereka diharapkan untuk belajar dan melakukan aktivitas bersama-sama serta dapat menunjukkan bahwa mereka dapat memahami isi materi i.
Kesempatan yang sama untuk sukses (equal oppurtunity for success), mempunyai pengertian bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk menguasai materi pelajaran dan mendapatkan penghargaan dari kemampuan yang dicapainya. 2) Unsur-unsur keberhasilan belajar kooperatif Keberhsilan penggunaan model ini menurut Johnson & Johnson (1991:56-59)
dapat dicapai dengan memperhatikan lima komponen essensial sebagai berikut: k. Saling ketergantungan positif Setiap anggota kelompok harus merasa adanya rasa saling tergantung secara positif. Mempunyai rasa “satu untuk semua”. Merasa tidak akan sukses jika pebelajar yang lian juga tidak sukses. Dengan demikian tugas/kegiatan kelompok haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan. l.
Interaksi langsung Komunikasi verbal antar pebelajar yang didukung oleh saling ketergantungan positif diharapkan akan menghasilkan hasil belajar yang labih sempurna. Posisi di
72
atur sedemikian rupa sehingga mereka bertatapan secara langsung antara satu sama lain sehingga memudahkan mereka saling berkomunikasi. m. Pertanggung jawaban responsibility).
individual
(individual
accountability
and
personal
Penguasaan bahan ajar setiap individual selaku anggota kelompook sangat menentukan sumbangan, dukungan dan bantuan yang diberikan untuk anggota lain di kelompoknya. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bahan ajar dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok. n. Ketrampilan berinteraksi antar individual dan kelompok (interpersonal and smallgroup skill) Keterampilan sosial sengat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan/disampaikan kepada pebelajar. Pebelajar perlu dimotivasi untuk bekerjasama dan berkolaborasi dengan sesama. Kerjasama ini sangat bermanfaat bagi pebelajar di dalam memahami konsep-konsep sulit. o. Proses kelompok (group-processing) Efektifitas di dalam belajar kelompok ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pembagian tugas untuk memimpin secara bergantian. Pebelajar memantau dan menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbangkan belajar dan mana yang tidak dari setiap kegiatan yang terjadi di kelompok. Hasil
dari
proses
belajar
manusia
diharapkan
dapat
meningkatkan
pengetahuannya dari yang tidak paham sehingga dapat menjadi paham dan dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memahamkan seseorang dari sesuatu yang belum mereka katahaui, perlu diawali dari apa yang telah mereka ketahui melalui pengenalan maslaah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) sesuai dengan yang dimaksud oleh Badan Standare Nasional Pendidikan.
Kemudian
melalui
masalah
yang
diajukan,
guru
dapat
membimbingnya dengan mengarahkan pola pikir yang dimiliki oleh siswa dan menuju kekonsep yang benar. Poroses belajar seperti ini yang dapat menjadikan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Proses
73
pembelajaran seperti yang dikemukakan di atas, siswa akan lebih mudah memahami dan menemukan apa yang ingin mereka temukan sehingga pemahaman yang mereka terima/miliki merupakan hasil dari membangun pengetahuannya sendiri. Berikut diberikan ilustrasi suatu masalah pecahan yang disajikan dengan pengajuan masalah kontekstual (contextual problem) : Kepada siswa (kelompok) diminta untuk membagi dua sama luas kertas yang telah disediakan. Illustrasi pembelajaran yang sederhana di atas mengajak para siswa menyelesaikan masalah dengan membawa mereka kepada sesuatu yang bukan hal baru bagi mereka dan diselesaikan secara bersama-sama (berkelompok). Belajar merurut pandangan konstruktivis merupakan suatu kegiatan aktif, dimana pebelajar membangun sendiri pengetahunannya. Menurut Suparno (1997:28) bahwa : “konstruktivisme beranggapan bawha pengetahuan adlah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui intearksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka”. Dengan demikian kegiatan mengajar menurut pandangan konstruktivis bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke pebelajar seperti memindahkan air dari suatu wadah ke media/wadah lain. Kegiatan mengajar merupakan kegiatan yang dapat membantu dan memfasilitasi siswa belajar agar mereka dapat membangun pengetahuannya sendiri. Suparno (1997:12) mengatakan : “banyak cara belajar di sekolah didasarkan pada teori konstruktivisme, seperti cara belajar yang menekankan pernan murid dalam membentuk pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu keaktifan murid tersaebut dalam pembentukan pengetahuannya. Kurikulum pendidikan sains dan matematika mulai disesuaikan berdasarkan prinsip konstruktivime”. Sesuai dengan pandangan konstruktivisme di atas, para siswa perlu diajak belajar dengan memanfaatkan sesuatu yang telah dipahami oleh mereka. 3) Langkah-langkah dalam belajar kooperatif
74
Slavin
(1995:75) menyatakan 5 langkah
utama
di
dalam kegiatan
pembelajaran untuk setiap bentuk model belajar kooperatif sebagai berikut (1). penyajian kelas (2). kegiatan belajar kelompok (3 ).tes individual (4). skor peningkatan individual dan (5). penghargaan kelompok Sebelum kelima langkah di atas dilaksanakan terlebih dahulu diberikan informasi kepada pebelajar tentang pentingnya materi yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, penjejakan tentang pengetahuan prasyarat dan pembentukan kelompok. 11.
penyajian kelas.
Penyajian kelas adalah tahap yang dilakukan dengan penyajian informasi melalui berbagai metoda dengan pendekatan pendidikan realistic matematika. Tahap ini menggunakan waktu 1-2 jam pertremuan. Setiap pembelajaran dengan model STAD, selalu dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajran, memberikan motivasi untuk berkooperatif, menggali pengetahuan prasyarat dan sebagainya, disesuaikan dengan isi bahan ajar/pelajaran dan kemampuan peserta didik/siswa. Langkah-langkah penyajian pembelajran menekankan pada beberapa hal berikut: 1) pembukaan hal yang dilakukan pada kegiatan pembukaan antara lain, (1) memberikan informasi tentuang tujuan pembelajran, menjelaskan kepada pebelajrea apa yangakan dipelajari, dan mengapa pembelajaran ini dinanggap penting, (2). Membangkitkan rasa ingin tahu pebelajar dengan demonstrasi yang mengagumkan misalnya dengan memberikan teka-teki, masalah kehidupan sehari dengan pendekatan realistic, atau berbaagai hal l;ain, (3). Mengajak pebelajar bekerja
dikelompok untuk menemukan konsep dan menambah
keinginan pebelajar untuk belajar, (4) mengulang atau menggali kembali pengetahuan prasyarat yang diperlukan 2) pengembangan
75
kegiatan yang dilakukan pada umumnya (1) memfokuskan pada tujuanyang ingindiajarkan pada pebelajar, (2) memfokuskan pada pengertian, bukan hafalan, (3) mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara aktif dengan mengggunakan berbagai contoh, (4) sering mengecek pemahaman pebelajar dengan mengajukan pertanyaan, (5) menjelskan mengapa jawaban ini benar atau salah, kecual jika hal tersebut sudah cukup jelas, (6) berpindah kekonsep dengan cepat, begitu pebelajar sudah menguasainya, (7) memelihara situasi dengan menghilangkan gangguan, menanyakan berbagai pertanyaan dan terus melaksanakan pembelajaran dengan teratur. 3) Latihan Terbimbing Kegiatan pembelajaran pada latihan terbimbing antara lain (1) meminta siswa untuk mengerjakan soal atau contoh atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, (2) menunjuk peera didik secara random untuk menjawab pertanyaan, (3) tidak memberikan tugas yang menggunakan waktu yang realtif alam, (4) memberikan waktu kepada siswa untuk bekerja satu atau dua maslah atau contoh, kemudain ,memberikan umpan balik. 12.
belajar kelompok
Pada tahap ini pebelajar bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugastugas yang diberikan. Dengan melibatkan kemampuan dan potensi yang ada pada diri setiap anggota kelompok diharapkan semua anggota dapat memahami apa yang menjadi jawaban mereka sehingga hal ini menimbulkan konsekwensi setiap anggota kelompok dapat dan mampu mempresentasikan jawaban yang diberikan kelompok. Materi yang digunakan di dalam kegiatan ini adalah dua lembar tugas dan dua lembar kunci jawaban untuk setiap kelompok. Lembar tugs diberikan pada waktu kegiatan belajar kelompok, sdangkan kunci jawban diberikan setelah kegiatan kelompok selesai. Satu kelompok terdiri dari 2-6 orang siswa. Guru membagikan lembar kerja memuat materi/masalah yang dirancang memuat realistic matematika untuk setiap siswa. Dimana satu lembar digunakan oleh dua
76
orang atau lebih, dengan tujuan agar dapat terjalin kerja sama diantara sesame dalam kelompok. Guru memberikan tahapan dan fungsi belajar kelompok tipe STAD, dimana setiap peserta didik mendapatkan peran meimpion anggota-anggota di dalam kelompoknya. Dengan mendapat peran dikelompoknya, diharapkan setiap anggota kelompok termotivasi un tuk membuka wacana dalam diskusi. Dengand emikian diharapkan setiapanggota kelompok mendapat perannya masing-masing, seperti mencari,m enjelaskan dan menuliskan hasil pembicaraan, mengecek jawaban dan saling mengganti peran dalam waktu tertentu. 13.
tes individual
Tes individual adalah tes untuk menguji kinerja dan kemampuan setiap pebelajar.. Pada tahap ini pebelajar tidak diperkenankan saling membantu antara satu anggota dengan anggota lain dalam satu kelompok maupun kelompok lain. Hasil tes individu setiap anggota kelompok berdampak atau memberikan kontribusi skor terhadap kelompoknya. 14.
skor peningkatan individual
Skor peningkatan secara individual dilakukan berdasarkan skor dasar yang diperoleh secara individu. Lebih lengkapnya poin perkembangan seperti yang di paparkan pada table berikut: Skor peserta didik Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atasnya lebih 10 poin di atas skor dasar Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 15.
Poin perkembanga n 5 10 20 30 30
penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok didasarkan pada perolehan poin perkembangan kelompok. Penentuan poin pencapaian kelompok digunakan rumus yang diadaptasi dari Slavin (1995:82). Nk adalah keterangan tentang poin perkembangan kelompok yaitu:
77
Nk
jumlah totalskor perkembangan kelompok banyaknyaanggota kelompok
dengan sebutan penghargaan sebagai berikut: g. poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik h. poin rata-rata 20 sebagai kelompok hebat i.
poin rata-rata 25, sebagai kelompok super
4) Jenis-jenis Model Belajar Kooperatif Pada bagian ini akan disampaikan tiga tipe belajar kooperatif yaitu : 1). Student Teams Achievement Devision (STAD), 2) Team Games Tournament (TGT) dan 3). Teams Assisted Individualitation (TAI). Dari ketiga tipe tersebut khusus tipe STAD akan disampaikan lebih jelas sesuai dengan judul paket belajar ini. Penjelasan lebih lengkap tentang model belajar kooperatif tipe STAD akan disampaikan pada bagian tiga (pedoman penggunaan. Ssedangkan kedua tipe yang lain (TGT dan TAI) hanya sekedar pengenalan tanpa dijelaskan dengan rinsi bagaimana cara atau teknis penggunaannya. Secara umum dari ketiga jenis belajar kooperatif di atas memiliki cirri-ciri yang sama, yaitu diawali dengan penyajian kelas, kegiatan belajar kelompok, tes individu dan penghargaan atas keberhasilan kelompok. namun dari masingmasing jenis memiliki karakteristik tersendiri. Uraian lebih jelas tentang belajar kooperatif tipe STAD akan dikaji lebih mendalam. Student Teams Achievement Division (STAD) Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model yang paling sederhana dari semua model belajar kooperatif, dan merupakan suatu
78
model yang baik untuk pembelajaran yang baru mengenal tentang belajar kooperatif (Slavin, 1986:1). Prosedur dalam model STAD mengikuti tahapan sebagai berikut: Tahap 1. tahapan penyajian guru / Penyajian kelas Langkah-langkah penyajian menekankan pada beberapa hal berikut: a. Pembukaan, b. pengembangan dan c. latihan terbimbing Team Games Tournament (TGT) Team Games Tournament (TGT) tidak menggunakan tes individual, tetapi menggantinya dengan turnamen yang dilakukan terlebih dahulu dengan membentuk kelompok baru yang masing-masing memiliki kemampuan relative sama. Teams Assisted Individualitation (TAI) Teams Assisted Individualitation (TAI) dimulai dengan tes penempatan untuk mementukan tingkat kemampuan prasyarat pebelajar. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan materi yang berbeda-beda. Jika pebelajar mengalami kesulitan, maka ia masih harus menyelesaikan soal lain ditahap tersebut. 7. Pendidikan Matematika Realistik Pendekatan metode pembelajaran merupakan faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran (Joni, 1983:68). Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) telah diteliti dan dikembangkan di Belanda dan telah berhasil meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Di Indonesia istilah Realistic Mathematics Education (RME) dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendidikan matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret dan dapat diamati secara langsung sesuai dengan lingkungan tempat siswa berada
79
(Soedjadi, 2001:2). Sedangkan menurut Suharta (2001:9): ”Matematika Realistik (MR) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari (mathematize everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathematics)”. Pembelajaran yang berorientasi pada RME dapat dicirikan oleh : (a) pemberian perhatian yang besar pada “reinvention”, yakni siswa diharapkan membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b) pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret atau dari sekitar siswa; (c) selama pematematikaan, siswa mengkontruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antar siswa yang satu dengan lainnya, bahkan tidak perlu sama dengan gagasan gurunya; (d) hasil pemikiran siswa dikonfrontir dengan hasil pemikiran siswa lainnya (Treffers dan Panhuizen dalam Yuwono, 2001:3). Dengan pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret atau dari sekitar siswa akhirnya kebenaran dapat dirujukkan kepada kenyataan yang ada atau realitas, sehingga dalam keadaan ini dapat dikatakan bahwa „hakim tertinggi ilmu pengetahuan alam adalah realitas‟ (Soedjadi 1999/2000:29). Menurut Gravemeijer (dalam Zulkardi, 2002: 652) Realistic Mathematics Education mempunyai lima karakteristik, yaitu : (6)
Menggunakan masalah kontekstual (masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak darimana matematika yang diinginkan dapat muncul)
(7)
Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal (perhatian di arahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya menstransfer rumus atau matematika formal secara langsung).
(8)
Menggunakan kontribusi murid (kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka ke arah yang lebih formal atau standar).
(9)
Interaktivitas (negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara
80
konstruktif di mana strategi informal murid digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal). (10) Terintegrasi
dengan
topik
pembelajaran
lainnya
(pendekatan
holistik,
menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dicapai secara terpisah tetapi keterkatian dan keterintegrasian harus di eksploitasi dalam pemecahan masalah). Dari karakteristik yang terdapat pada matematika realistik, akan membuat siswa mampu menyelesaikan suatu masalah secara logis. Didalam laporannya Shepard, 1975 (dalam Hudojo, 1979:49) mengatakan bahwa anak-anak pada tahap operasi konkrit mampu menyelesaikan suatu masalah secara logis bila masalah tersebut dipilih dengan menggunakan bahasa sederhana-tidak menggunakan bahasa yang kompleks.
a. Penekanan Pematematikaan pada Matematika Realistik Dua jenis yang berkaitan dengan pematematikaan yaitu pematematikaan horizontal dan pematematikaan vertikal. Pematematikaan horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Sedangkan pematematikaan vertikal berkaitan dengan proses organisasi kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak (Traffer 1991:32). Matematisasi horizontal lebih menekankan proses trasnformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika atau sering kita sebut dengan pemodelan dari situasi soal. Pada matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah yang ada pada situasi dunia nyata dengan kata lain matematika horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Hal ini dilakukan melalui interaksi sosial antara siswa. Sedangkan pada matematisasi vertikal, proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri atau “dunia nyata” merupakan sumber
81
dari matematisasi sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali konsep-konsep matematika. Sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran pecahan dengan pendekatan matematika realistik, kepada anak dihadapkan hal-hal yang berkaitan dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari dan disamping itu benda-benda yang dapat diamati juga digunakan. Dengan memanfaatkan apa yang telah biasa pada siswa juga benda yang dapat diamati untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pecahan akan terjadi suatu aktivitas atau proses pematematikaan horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal tidak lain proses yang terjadi dalam matematika itu sendiri yang mengarah pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang berjalan dalam sistim dunia simbol. Sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam pendidikan matematika realistik, pengalaman belajar siswa dimulai dari suatu yang realistik atau hal yang telah terbayangkan oleh siswa. Dengan demikian pembelajaran tidak diawali dengan formal, melainkan lebih banyak berawal dari intuisi siswa. Sebagai contoh dalam matematisasi vertikal adalah proses pembuktian dalam matematika atau mungkin proses mencari selesaian yang menggunakan strategi manipulatif simbol-simbol. Berkaitan dengan dua tipe pematematikaan di atas, Treffers (1987) dan Freudental (1991) , (dalam Yuwono 2001:23) mengklasifikasikan pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan intensitas pematematikaan: mekanistik atau pandekatan tradisional, dalam pendekatan ini pembelajaran matematika lebih difokuskan pada drill, dan panghafalan rumus saja, sedangkan proses pematimatikaan keduanya tidak tampak; emperistik, lebih menekankan kepada pematematikaan horizontal dan cenderung mengabaikan pematematikaan vertikal; strukturalis, lebih menekankan kepada pematematikaan vertikal dan cenderung mengabaikan pemetematikaan horizontal, pendekatan ini sering disebut „new math‟ membangun konsep matematika berdasarkan pada teori himpunan;
82
realistik, memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan yang horizontal dan vertikal dan disampaikan secara terpadu terhadap siswa. Berkaitan dengan dua pendekatan pembelajaran tersebut, Treffers (1991:32) memberikan gambaran sebagaimana dalam tabel dibawah ini. Tabel 1 Horizontal Vertikal Mekanistik
-
-
Empiristik
+
-
Strukturalis
-
+
Realistik
+
+
b. Pendidikan Matematika Realistik dan Relevansinya Dengan Pecahan
Pembelajaran
Pendidikan matematika realistik menggunakan hal ‟nyata‟. Realistik yang diumaksud dalam tulisan ini adalah hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat diamati atau dapat dipahami lewat membayangkan. Dengan demikian mungkin saja digunakan benda-benda konkret dalam meragakan ide matematika untuk menemukan suatu konsep (Marpaung 2001:9) Pecahan yang termasuk dalam cabang matematika, banyak terdapat penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga sebelum anak memperoleh pengetahuan
formal
disekolah
mengenai
pecahan,
mereka
telah
memiliki
pengetahuan yang berkaitan dengan pecahan, misalnya ketika anak membagikan sesuatu menjadi dua bagian yang sama. Pengetahuan informal yang selalu diimplementasikan dalam kehidupan seharihari perlu dikembangkan melalui intuisi anak ke dalam bentuk matematika formal termasuk misalnya rumus-rumus yang dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol atau variabel. Dengan demikian pada saat anak kembali menghadapi permasalahan dalam konteks kehidupan, mereka telah terbiasa dan lebih lanjut diharapkan dalam pemecahan masalah yang dihadapi tersebut akan lebih baik. Pernyataan tersebut di
83
atas sesuai dengan terdapat dalam panduan pengembangan silabus mata pelajran matamtika bahwa guru perlu mengembangakan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan problematika baik di sekolah maupun di rumah. Pernyataan di atas dimaksdukan agar siswa belajar matematika di sekolah adalah un tuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif; mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan seharihari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan (Depdikbud, 1994 :1). Untuk manecapai maksud di atas, guru perlu memperhatikan dan menumbuh kembangkan daya imajinasi dan rasa ingin tahu siswa kita, juga siswa harus dibiasakan untuk mendapat kesempatan bertanya dan berpendapat sehingga dalam proses belajar matematika tersebut anak merasa bahwa matematika lebih bermakna. Jika siswa telah memiliki kebermaknaan matematika, harapan selanjutnya akan terbentuk rasa ingin tahu dan kecintaan siswa terhadap matematika. Agar siswa merasa matematika lebih bermakna, sebaiknya diupayakan siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika itu, dan guru berperan sebagai fasilitator. Artinya bahwa murid harus didorong dan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat sesuai dengan jalan pikirannya dan mungkin juga dapat belajar dari ide-ide temannya sendiri. Aktivitas siswa pada saat menyelesaikan masalah sesuai dengan jalan pikirannya, sesuai dengan karakteristik/prinsip dari pembelajaran pendidikan matematika realistik . Karkteristik/prinsip dari pembelajaran pendidikan matematika realistik
adalah suatu kegiatan atau aktivitas konstruktif (Sutawidjaja, 2001 &
Marpaung, 2001:3). Landasan filosofi ini dekat dengan filasafat konstrukstivisme yang menyebutkan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi dari seseorang yang sedang belajar (Suparno, 1997:29). Demikian halnya yang dikatakan oleh (Nikson dalam Hudojo, 1988 : 6) bahwa pandangan konstruktivis memandang pembelajaran sebagai usaha
membantu
siswa
dalam
mengkonstruk
konsep-konsep/prinsip-prisnip
matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga
84
konsep tesebut terbangun kembali. Belajar dengan kemampuannya sendiri berarti menggunakan hal-hal apa yang telah diketahuinya sebagai pengetahuan awal. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi belajar anak adalah apa yang telah diketahuinya, yaitu berupa pengetahuan awal (Novak, 1985: 20). Pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh anak akan berkembang secara optimal bila diikuti dengan ketepatan pemanfaatannya dalam hal menerima konsep baru. Guru sangat berperan dalam hal ini, sehingga dituntut agar guru berusaha mengetahui dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa yang telah ada dalam pikiraannya sebelum mereka mempelajari lebih lanjut sutu konsep atau pengetahuan baru. Bila dalam belajarnya siswa menghadapi hal atau masalah yang tidak asing atau familiar terhadap dirinya harapan selanjutnya bahwa siswa akan terlibat langsung secara aktif dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi atau metode dalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam belajar yaitu aktif secara mental, fisik, maupun sosial. Untuk mensinergikan keaktifan ini dalam pembelajaran dapat saja siswa dibimbing kearah mengamati, menebak, berbuat, mencoba sehingga pada akhirnya mampu menjawab persoalan yang mengarah kepada pertanyaan “mengapa”. Prinsip belajar aktif inilah yang mampu menumbuhkan dan mengarahkan sasaran pembelajaran sesuai dengan tujuan belajar matematika. 8. Rangkuman Dari uraian yang telah disampaikan, dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Belajar kooperatif (kooperatif learning) mengandung pengertian sebagai suatu strategi pembelajaran yang membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 orang. Dalam kelompok tersebut, masingmasing siswa sebagai anggota kelompok aktif dan mereka bekerja bersama dalam menyelesaikan permasalahan ayng diajukan sehingga terjadi suatu
85
diskusi dan saling membagi pengetahuan, saling berkomunikasi, saling membantu untuk memahamkan materi pelajaran.
Karakteristik model belajar kooperatif adalah: -
Keberhasilan suatu model belajar kooperatif didasari oleh unsur-unsur berikut: -
saling bergantungan interaksi langsung pertanggung jawaban individu keterampilan berintegrasi prosese kelompok
langkah-langkah dalam penerapan model kooperatif adalah -
tujuan kelompok tanggung jawab individu kesempatan yang sama untuk sukses.
penyajian belajar kelompok kinerja individu dan penghargaan konerja kelompok.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif
suatu model pembeljaran yang
memusat pada siswa dalam kelompoknya dan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.
Dengan menerapkan model koopeatif dalam pembelajran dapat menimbulkan sikap positif terhadap budaya gotong royong yang merupakan milik budaya rakyat Indonesia dan memiliki prinsip demokrasi
Pendidikan Matematika Relasistik Indonesia (PMRI) adalah suatu pendekatan yang dapat membantu guru melaksanakan proses pembelajaran yang membawa siswa masuk kedalam konteks dunia nyata, sehingga siswa memiliki kesan
yang
”berkualitas”
karena
siswa
mengalami
langsung
menemukan konsep matematika yang dihadapkan dan mereka pelajari.
dalam
86
Pendidikan matematika realistik, memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan yang horizontal dan vertikal serta disampaikan secara terpadu terhadap siswa.
87
BAGIAN II PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) MATERI PECAHAN
Pada bagian
dua
ini disajikan contoh desain pembelajaran kooperatif
dengan pendekatan realistic mathematics education materi pecahan untuk tingkat SD/MI pada kelas IV semester 2 dengan jumlah 2 kali pertemuan dengan sekali pertemuan selama 2 x 40 menit. Selama 2 pertemuan dialokasikan untuk 1 standar kompetensi (SK) : menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah dan lima kompetensi dasar (KD): 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan .
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/semester Pertemuan ke Alokasi waktu
: : : : :
......................... Matematika IV (Empat) /2 (dua) 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi : 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. B. Kompetensi Dasar 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya C. Tujuan Pembelajaran** Peserta didik dapat :
88
Mengenal arti pecahan Menghitung pecahan sebagai operasi pembagian Menuliskan letak pecahan pada garis bilangan Membandingkan dan mengurutkan pecahan
Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa saling menghormati dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) dan Tanggung jawab ( responsibility ) D. Materi Ajar Arti Pecahan dan Urutannya Arti Pecahan Pecahan sebagai operasi pembagi E. Pendekatan/Metoda Pembelajaran Pendekatan : Kooperatif tipe STAD Metoda Pembelajaran : ekspositori (menerangkan) tanya jawab latihan F. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan ke 1 Kegiatan awal Apersepsi dan Motivasi - Menjelaskan tujuan yang ingin dicapai - Menjelaskan model pembelajaran yang akan diterapkan - Menjelaskan pentingnya materi pecahan dipelajari - Melakukan game yang berhubungan dengan pecahan dan urutannya Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: Siswa dapat Menjelaskan arti pecahan dan urutannya Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: Menjelaskan konsep pecahan dan urutannya Menjelaskan arti pecahan yaitu beberapa bagian dari keseluruhan dan mencontohkan mengerjakan soal latihan 1
¼ ¼ ¼ ¼
89
Menugaskan mengerjakan latihan Menjelaskan pecahan sebagai operasi pembagian. Menekankan pada istilah pembilang yaitu bilangan yang dibagi dan penyebut sebagai bilangan pembagi Menjelaskan garis bilangan dan letak pecahan pada garis belangan Menjelaskan perbandingan pecahan yang satu dengan yang lain serta mengurutkan beberapa pecahan mulai dari terkecil sampai terbesar atau sebaliknya 1 2
2 4
3
2
6,
3
1
1
3,
4
2 4
Tanya jawab Tes awal Membentuk kelompok Membagikan LKS ke setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: Memberikan latihan soal Memberikan soal Pekerjaan Rumah Menutup pelajaran G. Alat/Bahan dan Sumber Belajar Buku Pelajaran Matematika Penekanan pada Berhitung untuk Sekolah Dasar Kelas 4, Matematika SD untuk Kelas IV 4B, H. Penilaian Indikator Pencapaian Kompetensi o Mengenal arti pecahan o Menghitung pecahan sebagai operasi pembagian o Menuliskan letak
Teknik Penilaian Tugas Individu
Bentuk Instrumen Laporan buku pekerjaan rumah
Instrumen/ Soal o Jelaskan arti pecahan yaitu ……… o Jelaskan pecahan sebagai operasi pembagian o Tuliskan letak pecahan pada
90
pecahan pada garis bilangan o Membandingkan dan mengurutkan pecahan Format Kriteria Penilaian PRODUK ( HASIL DISKUSI ) No. Aspek 1. Konsep
PERFORMANSI No. Aspek 1. Pengetahuan
2.
Sikap
garis bilangan o Jelaskan perbandingan dan mengurutkan pecahan
Kriteria * semua benar * sebagian besar benar * sebagian kecil benar * semua salah
Skor 4 3 2 1
Kriteria * Pengetahuan * kadang-kadang Pengetahuan * tidak Pengetahuan * Sikap * kadang-kadang Sikap * tidak Sikap
Skor 4 2 1 4 2 1
Lembar Penilaian Performan No
Nama Siswa
Pengetahuan
Sikap
Produk
Jumlah Skor
Nilai
1. 2. 3. 4. 5 CATATAN : Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10. Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial. ............, ......................20 ... Mengetahui Kepala Sekolah
.................................. NIP :
Guru Mapel Matematika
.................................. NIP :
91
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/semester Pertemuan ke Alokasi waktu
: : : : :
......................... Matematika IV (Empat) /2 (dua) 1-3 6 x 35 menit
A. Standar Kompetensi : 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. B. Kompetensi Dasar 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan C. Tujuan Pembelajaran** Peserta didik dapat : Menentukan pecahan-pecahan yang senilai dari suatu pecahan Menyederhanakan pecahan Menyatakan pecahan sebagai pembagian Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa saling menghormati dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) dan Tanggung jawab ( responsibility ) D. Materi Ajar Pecahan senilai E. Metoda Pembelajaran deduktif-deskriptif (meringkas uraian materi) ekspositori (menerangkan) tanya jawab latihan F. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan ke 1-3 Kegiatan awal Apresepsi dan Motivasi - Menjelaskan tujuan pembeljaran yang ingin dicapai - Mengingat kembali konsep pecahan
92
- Melakukan game yang berhubungan menyederhanakan pecahan Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: Siswa dapat Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: Menjelaskan tentang arti pecahan yang senilai Menjelaskan tentang pecahan sederhana Menjelaskan tentang pecahan sebagai operasi pembagian Mengeksposisi tentang pecahan senilai, penyederhaan pecahan dan pecahan sebagai pembagian Tanya jawab Memberikan LKS yang memuat masalah kontekstual (terlampir) Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: Memberikan soal sebagai tes individu Memberikan soal Pekerjaan Rumah Menutup pelajaran G. Alat/Bahan dan Sumber Belajar Buku Pelajaran Matematika Penekanan pada Berhitung untuk Sekolah Dasar Kelas 4, Matematika SD untuk Kelas IV 4B, H. Penilaian Indikator Pencapaian Teknik Penilaian Kompetensi o Menentukan pecahanTugas pecahan yang senilai dari Individu suatu pecahan o Menyederhanakan pecahan o Menyatakan pecahan sebagai pembagian
Bentuk Instrumen Laporan buku pekerjaan rumah
Instrumen/ Soal o Tentukan pecahan-pecahan yang senilai dari suatu pecahan o Sederhanakan pecahan o Menjelaskan pecahan sebagai pembagian
93
Format Kriteria Penilaian PRODUK ( HASIL DISKUSI ) No. Aspek 1. Konsep
PERFORMANSI No. Aspek 1. Pengetahuan
2.
Sikap
Kriteria * semua benar * sebagian besar benar * sebagian kecil benar * semua salah
Skor 4 3 2 1
Kriteria * Pengetahuan * kadang-kadang Pengetahuan * tidak Pengetahuan
Skor 4 2 1
* Sikap * kadang-kadang Sikap * tidak Sikap
4 2 1
Lembar Penilaian Performan No
Nama Siswa
Pengetahuan
Sikap
Produk
Jumlah Skor
Nilai
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. CATATAN : Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10. Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial. ............, ......................20 ... Mengetahui Kepala Sekolah
.................................. NIP :
Guru Mapel Matematika
.................................. NIP :
94
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/semester Pertemuan ke Alokasi waktu
: : : : :
......................... Matematika IV (Empat) /2 (dua) 1-2 4 x 35 menit
A. Standar Kompetensi : 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. B. Kompetensi Dasar 6.3 Menjumlahkan pecahan C. Tujuan Pembelajaran** Peserta didik dapat : Melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama Melakukan operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa saling menghormati dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) dan Tanggung jawab ( responsibility ) D. Materi Ajar Penjumlahan Pecahan Desimal E. Metoda Pembelajaran deduktif-deskriptif (meringkas uraian materi) ekspositori (menerangkan) tanya jawab latihan F. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan ke 1-2 Kegiatan awal Apresepsi dan Motivasi
95
- Mengingat kembali konsep Menjumlahkan pecahan - Melakukan game yang berhubungan Menjumlahkan pecahan dari bilangan Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: Siswa dapat Memberikan catatan deduktif-deskriptif tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal Mengeksposisi tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal Mengingat kembali konsep tentang operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan dan pecahan desimal Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: Memberikan latihan soal Memberikan soal Pekerjaan Rumah Menutup pelajaran G. Alat/Bahan dan Sumber Belajar Buku Pelajaran Matematika Penekanan pada Berhitung untuk Sekolah Dasar Kelas 4, Matematika SD untuk Kelas IV 4B,
96
H. Penilaian Indikator Pencapaian Teknik Penilaian Kompetensi o Melakukan operasi Tugas hitung penjumlahan dan Individu pengurangan pecahan berpenyebut sama o Membulatkan pecahan desimal ke satuan terdekat o Melakukan operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan desimal o Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Format Kriteria Penilaian PRODUK ( HASIL DISKUSI ) No. Aspek 1. Konsep
PERFORMANSI No. Aspek 1. Pengetahuan
2.
Sikap
Lembar Penilaian No Nama Siswa
Bentuk Instrumen Laporan buku pekerjaan rumah
Instrumen/ Soal o Pratekkanlah operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama o Pratekkanlah operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan o Menjelaskan arti pecahan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Kriteria * semua benar * sebagian besar benar * sebagian kecil benar * semua salah
Skor 4 3 2 1
Kriteria * Pengetahuan * kadang-kadang Pengetahuan * tidak Pengetahuan * Sikap * kadang-kadang Sikap * tidak Sikap
Performan
Skor 4 2 1 4 2 1
Produk
Jumlah
Nilai
97
Pengetahuan
Sikap
Skor
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 CATATAN : Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10. Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial.
............, ......................20 ... Mengetahui Kepala Sekolah
.................................. NIP :
Guru Mapel Matematika
.................................. NIP :
98
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/semester Pertemuan ke Alokasi waktu
: : : : :
......................... Matematika IV (Empat) /2 (dua) 1-2 4 x 35 menit
A. Standar Kompetensi : 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. B. Kompetensi Dasar 6.4 Pengurangan Pecahan C. Tujuan Pembelajaran** Peserta didik dapat : Melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama Melakukan operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan desimal Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa saling menghormati dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) dan Tanggung jawab ( responsibility ) D. Materi Ajar Pengurangan Pecahan Desimal E. Metoda Pembelajaran deduktif-deskriptif (meringkas uraian materi) ekspositori (menerangkan) tanya jawab latihan F. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan ke 1-2 Kegiatan awal Apresepsi dan Motivasi
99
- Mengingat kembali konsep Pecahan Desimal - Melakukan game yang berhubungan Pecahan Desimal dari bilangan Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: Siswa dapat Memberikan catatan deduktif-deskriptif tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal Mengeksposisi tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal Mengingat kembali konsep tentang operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan dan pecahan desimal Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: Memberikan latihan soal Memberikan soal Pekerjaan Rumah Menutup pelajaran G. Alat/Bahan dan Sumber Belajar Buku Pelajaran Matematika Penekanan pada Berhitung untuk Sekolah Dasar Kelas 4, Matematika SD untuk Kelas IV 4B,
100
H. Penilaian Indikator Pencapaian Teknik Penilaian Kompetensi Tugas Melakukan operasi hitung penjumlahan dan Individu pengurangan pecahan berpenyebut sama Membulatkan pecahan desimal ke satuan terdekat Melakukan operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan desimal Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Format Kriteria Penilaian PRODUK ( HASIL DISKUSI ) No. Aspek 1. Konsep
PERFORMANSI No. Aspek 1. Pengetahuan
2.
Sikap
Bentuk Instrumen Laporan buku pekerjaan rumah
Instrumen/ Soal Pratekkanlah operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama Bulatkan pecahan desimal ke satuan terdekat Pratekkanlah operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan desimal Menjelaskan arti pecahan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Kriteria * semua benar * sebagian besar benar * sebagian kecil benar * semua salah
Skor 4 3 2 1
Kriteria * Pengetahuan * kadang-kadang Pengetahuan * tidak Pengetahuan * Sikap * kadang-kadang Sikap * tidak Sikap
Skor 4 2 1 4 2 1
Lembar Penilaian No
Nama Siswa
Performan Pengetahuan Sikap
Produk
Jumlah Skor
Nilai
101
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. CATATAN : Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10. Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial.
............, ......................20 ... Mengetahui Kepala Sekolah
.................................. NIP :
Guru Mapel Matematika
.................................. NIP :
102
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/semester Alokasi waktu
: : : :
......................... Matematika IV (Empat) /2 (dua) 4 x 35 menit
A. Standar Kompetensi : 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. B. Kompetensi Dasar 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan C. Tujuan Pembelajaran** Peserta didik dapat : Melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama Membulatkan pecahan desimal ke satuan terdekat Melakukan operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan desimal Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa saling menghormati dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) dan Tanggung jawab ( responsibility ) D. Materi Ajar Memecahkan masalah sehari-hari yang berkaitan Pecahan Desimal E. Metoda Pembelajaran deduktif-deskriptif (meringkas uraian materi) ekspositori (menerangkan) tanya jawab latihan F. Langkah-langkah Pembelajaran Kegiatan awal Apresepsi dan Motivasi - Mengingat kembali konsep Pecahan Desimal
103
- Melakukan game yang berhubungan Pecahan Desimal dari bilangan Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: Siswa dapat Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan Mengeksposisi tentang operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal Mengingat kembali konsep tentang operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan dan pecahan desimal Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: Memberikan latihan soal Memberikan soal Pekerjaan Rumah Menutup pelajaran G. Alat/Bahan dan Sumber Belajar Buku Pelajaran Matematika Penekanan pada Berhitung untuk Sekolah Dasar Kelas 4, Matematika SD untuk Kelas IV 4B, H. Penilaian Indikator Pencapaian
Teknik
Bentuk
Instrumen/ Soal
104
Kompetensi
Penilaian
Tugas Melakukan operasi hitung penjumlahan dan Individu pengurangan pecahan berpenyebut sama Membulatkan pecahan desimal ke satuan terdekat Melakukan operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan desimal Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Format Kriteria Penilaian PRODUK ( HASIL DISKUSI ) No. Aspek 1. Konsep
PERFORMANSI No. Aspek 1. Pengetahuan
2.
Sikap
Instrumen Laporan buku pekerjaan rumah
Pratekkanlah operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama Bulatkan pecahan desimal ke satuan terdekat Pratekkanlah operasi penjumlahan dan Pengurangan pecahan desimal Menjelaskan arti pecahan masalah sehari-hari yang melibatkan penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Kriteria * semua benar * sebagian besar benar * sebagian kecil benar * semua salah
Skor 4 3 2 1
Kriteria * Pengetahuan * kadang-kadang Pengetahuan * tidak Pengetahuan * Sikap * kadang-kadang Sikap * tidak Sikap
Skor 4 2 1 4 2 1
Lembar Penilaian Performan No 1. 2.
Nama Siswa
Pengetahuan
Sikap
Produk
Jumlah Skor
Nilai
105
3. 4. 5. 6. 7. CATATAN : Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10. Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial. ............, ......................20 ... Mengetahui Kepala Sekolah
.................................. NIP :
Guru Mapel Matematika
.................................. NIP :
106
BAGIAN III
PEDOMAN PENGGUNAAN A. Pendahuluan Tujuan utama dari bagian panduan paket belajar kooperatif ini adalah agar para penggunanya dapat terbantu tentang cara mengaplikasikan paket belajar kooperatif dengan pendekatan realistik matematika topik pecahan khususnya di tingkat SD/MI. Namun demikian secara umum model pembelajarannya dapat diadopsi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (tingkat sekolah menengah) dengan menyesuaikan atau memilih materinya. Dengan
memahami
panduan
paket
belajar
ini,
diharapkan
para
guru/pengguna paket ini mampu mengembangkan lebih luas ke materi lain. Dengan adanya panduan penggunaan paket belajar ini para guru matematika dapat menggunakan paket belajar dalam mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistik, baik para guru yang mengikuti pelatihan maupun yang tidak. Dengan demikian paket belajar ini menjadi lebih praktis digunakan oleh para guru dalam melaksanakan proses pembelajaran model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistik matematika, khususnya materi pecahan dan dapat dikembangkan ke materi lain dengan terlebih dahulu merancang pembelajarannya sehingga lebih konkret. Buku paduan ini dapat juga berfungsi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pelatihan khusunya tentang model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan realistik matematika. Di sisi lain dapat pula meningkatkan motivasi peserta pelatihan karena para peserta pelatihan dapat memiliki suatu pedoman untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah di peroleh pada saat pelatihan.
Dengan demikian para peserta pelatihan merasakan lansung makna
dari pelaksanaan pelatihan yang diikuti. B. TAHAPAN/Fase Pembelajaran Kooperatif
107
Ada enam fase yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif (Ibrahim, 2000:10), yaitu:
Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Tingkah laku guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase -2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaiamana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru mebimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Fase-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6 Memberikan penghargaan
Guru mencari-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Fase I : Tujuan Sebelum kelima langkah/fase berikutnya dilaksanakan, terlebih dahulu disampaikan informasi kepada pebelajar tentang : 1. pentingnya materi yang akan dipelajari,
108
dalam hal ini guru menyampaikan bahwa materi penjumlahan dan pengurangan pecahan perlu diketahui dan dipahami oleh siswa karena pengetahuan ini diperlukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya tentang perhitungan warisan dll. 2. tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifatsifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari (SKL Mata Pel untuk SD/MI hal 16).
standar kompetensinya menggunakan dalam pemecahan masalah kompetensi darasnya adlah: siswa mamapui Menjelaskan arti pecahan dan urutannya siswa mampu Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan siswa dapat Menjumlahkan pecahan siswa dapat Mengurangkan pecahan siswa dapat Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan
3. guru melakukan penjejakan tentang pengetahuan prasyarat dan pengetahuan
prasyarat
diperlukan
agar
proses
pembelajran
yang
dilaksanakan lebih tepat atau lebih efektif misalnya sejauh mana siswa telah memahami
konsep
penjumlahan
dan
pengurangan.
Jika
konsep
pengurangan dan penjumlahan belum dipahami siswa dengan baik maka guru sebaiknya memberikan penjelasan tentang konsep penjumlahan dan pengurangan melalaui permasalahan yang berhubungan dengan konteks kehidupan siswa. Fase II : Penyajian guru (pendahuluan dan pengembangan) Penyajian kelas adalah tahap yang dilakukan dengan penyajian informasi melalui berbagai metoda dengan pendekatan pendidikan realistik matematika. Tahap ini menggunakan waktu 1-2 jam pertemuan. Setiap pembelajaran dengan model STAD, selalu dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi untuk berkooperatif, menggali pengetahuan prasyarat dan sebagainya, disesuaikan dengan isi bahan ajar/pelajaran dan kemampuan
109
peserta didik/siswa. Langkah-langkah penyajian pembelajaran menekankan pada beberapa hal berikut: 1) pembukaan Kegiatan yang dilakukan pada pembukaan antara lain, (1) memberikan informasi tentang tujuan pembelajaran, menjelaskan kepada pebelajar apa yang akan dipelajari, dan mengapa pembelajaran ini dianggap penting, (2). Membangkitkan rasa ingin tahu pebelajar dengan demonstrasi yang mengagumkan misalnya dengan memberikan teka-teki, masalah kehidupan sehari dengan pendekatan realistik, atau berbagai hal lain, (3). Mengajak pebelajar bekerja dikelompok untuk menemukan konsep dan menambah keinginan pebelajar untuk belajar, (4) mengulang atau menggali kembali pengetahuan prasyarat yang diperlukan 2) pengembangan kegiatan yang dilakukan pada umumnya (1) memfokuskan pada tujuan yang ingin diajarkan pada pebelajar, (2) memfokuskan pada pengertian, bukan hafalan, (3) mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara aktif dengan mengggunakan berbagai contoh, (4) sering mengecek pemahaman pebelajar dengan mengajukan pertanyaan, (5) menjelaskan mengapa jawaban ini benar atau salah, kecual jika hal tersebut sudah cukup jelas, (6) berpindah kekonsep dengan cepat, begitu pebelajar sudah menguasainya, (7) memelihara situasi dengan menghilangkan gangguan, menanyakan berbagai pertanyaan dan terus melaksanakan pembelajaran dengan teratur. 3) Latihan Terbimbing Kegiatan pembelajaran pada latihan terbimbing antara lain (1) meminta siswa untuk mengerjakan soal atau contoh atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, (2) menunjuk peserta didik secara random untuk menjawab pertanyaan, (3) tidak memberikan tugas yang
110
menggunakan waktu yang relative lama, (4) memberikan waktu kepada siswa untuk bekerja satu atau dua masalah atau contoh, kemudian, memberikan umpan balik.
4) Tes dasar Tes dasar diperlukan untuk memperoleh skor dasar siswa setelah guru selesai menyajikan informasi (fase II). skor dasar ini sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam menyusun kelompok belajar siswa berdasarkan pertimbangan prestasi akademik. Fase III : Bentuk kelompok dan belajar kelompok Pembentukan kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa perkelompok dengan memperhatikan kemampuan akademik (kombinasi antara siswa yang memiliki skor awal yang tinggi, sedang dan rendah), jenis kelamin, latar belakang social, kesenangan bawaan dan memperhatikan kesetaraan jender. Dengan demikian diharapkan terjadi proses pembelajaran di setiap kelompok dengan dinamis dan tidak fakum.
Pembentukan kelompok didasarkan pada skor awal yang diperoleh siswa sehingga pendistribusian kelompok lebih merata ditinjau dari sisi kemampuan individual siswa. Contoh pembentukan kelompok berdasarkan kemampuan akademik (tes awal/tes dasar):
Tingkat kemampuan Tinggi
SEDANG
No urut 1 2 3 4 5 6 7
Nama siswa
Ranking
Kelompok A B C D E E D
111
RENDAH
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
C B A A B C D E E D C B A A B C D E E D C B A
Anggota Kelompok A terdiri dari no urut : 1, 10, 11, 20, 21 dan 30 Anggota Kelompok B terdiri dari no urut : 2, 9, 12, 19, 22 dan 29, dst…. Pada tahap belajar kelompok, pebelajar bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Dengan melibatkan kemampuan dan potensi yang ada pada diri setiap anggota kelompok diharapkan semua anggota dapat memahami apa yang menjadi jawaban mereka sehingga hal ini menimbulkan konsekwensi setiap anggota kelompok dapat dan mampu mempresentasikan jawaban yang diberikan kelompok. Instrumen yang digunakan pada kegiatan ini adalah dua lembar tugas kelompok.
Guru membagikan lembar kerja memuat materi/masalah yang
dirancang memuat realistik matematika. Satu lembar digunakan oleh dua orang atau lebih, dengan tujuan agar dapat terjalin kerja sama diantara sesama dalam kelompok. Guru memberikan tahapan dan fungsi belajar kelompok tipe STAD, dimana setiap peserta didik mendapatkan peran memimpin anggota-
112
anggota di dalam kelompoknya. Dengan mendapat peran dikelompoknya, diharapkan setiap anggota kelompok termotivasi untuk membuka wacana dalam diskusi. Dengan demikian diharapkan setiap
anggota kelompok
mendapat perannya masing-masing, seperti mencari, menjelaskan dan menuliskan hasil pembicaraan, mengecek jawaban dan saling mengganti peran dalam waktu tertentu. Jumlah siswa dalam satu kelompok yang ideal untuk pembelajaran kooperatif adalah tiga sampai lima orang. Jika satu kelompok terdiri dari hanya dua orang, maka dengan mudah akan terjadi kevakuman dalam kelompok tersebut ketika satu orang anggota kelompok tidak hadir. Sebaliknya, jika dalam satu keompok terdiri dari lebih 5 orang, maka siswa yang agresif akan cenderung mendominasi secara berlebihan dan para siswa lain menjadi pendengar yang aktif dan pasif. Disisi lain dalam kelompok yang berat, sangat sukar bagi setiap individu untuk menyampaikan pendapatnya serta sukar mengkoordinirnya. Kepada setiap kelompok diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang memuagt masalah kontekstual (terlampir). Fase IV: Bimbingan dari guru termasuk membimbing merumuskan kesimpulan dan presentasi Kegiatan ini berlangsung setelah kegiatan belajar kelompok selesai dan para siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kerja/jawaban dari setiap kelompok. Dari hasil yang disampaikan oleh setiap kelompok guru bersamasama dengan siswa merumuskan kesimpulan dan sekaligus membimbing siswa merumuskan kesimpulan ke dalam matematika yang lebih abstrak dengan memanfaatkan simbol-simbol atau variable.
Fase V : Evaluasi tes individu Tes individual adalah tes untuk menguji kinerja dan kemampuan
setiap
pebelajar. Pada tahap ini pebelajar tidak diperkenankan saling membantu antara satu anggota dengan anggota lain dalam satu kelompok maupun
113
kelompok lain. Hasil tes individu setiap anggota kelompok berdampak atau memberikan kontribusi skor terhadap kelompoknya.
Skor peningkatan individual Skor peningkatan secara individual dilakukan berdasarkan skor dasar yang diperoleh secara individu dengan skor perolehan terkini. Lebih lengkapnya poin perkembangan seperti yang di paparkan pada table berikut:
Skor peserta didik Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atasnya lebih 10 poin di atas skor dasar Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
Poin perkembangan 5 10 20 30 30
Contoh : Seorang siswa memperoleh skor awal 56, sedangakan pada tes individu dia memperoleh skor 70. berarti perolehan skor siswa tersebut adalah (70-56=14) lebih 10 point diatas skor dasar yaitu 14 point di atas skor dasar. Dengan demikian point perkembangannya adalah 30. demikian perhitungan setiap individu dalam kelompok kemudian dihitung rata-rata point perkembangan
untuk kelompok sebagai penentuan sebutan
penghargaan.
Fase VI : Penghargaan kelompok Penghargaan kelompok didasarkan pada perolehan poin perkembangan kelompok seperti yang terdapat pada table di atas. Penentuan poin pencapaian kelompok menggunakan rumus : Nk
jumlah totalskor perkembangan kelompok banyaknyaanggota kelompok
114
dimana N k adalah keterangan tentang poin perkembangan kelompok dengan sebutan penghargaan sebagai berikut: j.
poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik
k. poin rata-rata 20 sebagai kelompok hebat l.
poin rata-rata 25, sebagai kelompok super
Contoh perhitungan Nk : Kelompok A terdiri dari 5 orang siswa yaitu: Anto, Agam, Karo, Ani dan Dian. Anto mendapat skor perkembangan 13, Agam mendapat skor perkembangan 30, Karo 21, Ani 20 dan Dian 24; Nk = 13+30+21+20+24/5 = 118/5= 23,6
(kelompok A mendapat
penghargaan sebagai kelompok super) C. Kerangka Isi Pembelajaran Kerangka isi pembelajaran disesuaikan dengan panduan pengembangan silabus mata pelajaran matematika dari Departemen Pendidikan Nasional, yaitu dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006. Kerangka isi pembelajaran materi statistik pada tingkat SD adalah sebagai berikut: Materi tentang pecahan terdapat pada Standar Kompetensi ”BILANGAN ” yaitu : 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah, yang terdiri dari 5 kompetensi dasar, yaitu : 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan .
Yang dimaksud dengan kompetensi dasar adalah : kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimum yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk standar kompetensi tertentu
115
dari suatu mata pelajaran. Sedangkan standar kompetensi adalah kompetensi yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk satu mata pelajaran, atau kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki siswa, atau kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran. Indikator adalah : karakteristik, ciri, tanda-tanda, perbuatan atau respon yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh oleh siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah mencapai kompetensi dasar tertentu (Depdiknas, 2006). 1. Kegiatan Pembelajaran: Sebelum proses pembelajaran berlangsung: a. Guru menyampaikan tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran/pelatihan, yaitu agar para siswa/peserta pelatihan : Mengerti tentang pendidikan matematika realisitik Mengerti tentang pembelajaran kooperatif khususnya tipe STAD Mengerti
dan
mampu
mengaplikasikan
model
pembelajaran
kooperatif tipe STAD melalui pendekatan pendidikan Matematika Realisitk. b. Memberikan tes untuk memperoleh skor awal. skor tes awal, sekaligus dijadikan sebagai dasar dalam pembentukan kelompok. Soal tes awal yang digunakan untuk pelatihan guru dapat dilihat pada bagian I halaman 21 pada poin F lembar tugas. Sebagai testernya terlebih dahulu telah mengetahui dan memahami jawaban dari soal tes tersebut sehingga mampu memberikan skor kepada setiap peserta pelatihan. Dari skor dasar kemudian digunakan untuk membagi/ membentuk kelompok. c. Disampaikan model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Model pembelajaran koopertaif dengan pendekatan realistik menutnut siswa lebih kreatif dalam mengikuti prosees belajar sehingga mereka menemukan suatu konsep dan rumusan matematis. Dan perlu diterangkan bahwa dalam belajar kelompok, semua siswa ikut berperan
116
dalam kesuksesan kelompoknya. Keterangan ini sekaligus untuk memotivasi pebelajar untuk mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran: 1) Guru menyampaikan materi tentang:
pendidikan matematika realistik
pembelajaran kooperatif khususnya tipe STAD
model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan pendidikan Matematika Realisitk.
Ketiga kegiatan di atas dapat juga diserahkan kepada /disampaikan oleh orang yang didatangkan/diundang yang dianggap memahami dan menguasainya/ahli dibidangnya. 2) Instruktur membagikan lembar kerja secara berkelompok 3) Seorang anggota dari masing-masing kelompok (mewaklili kelompok) mempresentasikan hasil kerja kelompok 4) Instruktur bersama-sama denganpeserta mengmbil kesimpulan 5) Peningkatan skor individu 6) Penghargaan kelompok 7) Penutup 2. Kegiatan pembelajaran di sekolah i.
Tujuan pembelajaran (hal 25 bag II) Guru menyampikan tujuan yang ingin dicapai setelah proses belajar selesai. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar siswa memahami konsep dan dapat menggunakan pecahan dalam menyelesaikan maslah.
ii.
Bahan Ajar Bahan ajar yang disajikan pada paket ini adalah pecahan. Materi ini merupakan bagian dari pokok bahasan bilangan pada tingkat SD kelas IV Semester II.
iii.
Model pembelajaran
117
Model pembelajaran yang dimaksud adalah langkah-langkah proses pembelajaran yang dilakukan pada proses belajar tentang pecahan disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui pendekatan pendidikan matematika realistik. iv.
Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan tujuan (telah dijelaskan di atas)
1. Penyajian guru/instruktur Pada fase penyajian guru, kegiatan yang dilakukan adalah: pendahuluan dan pengembangan. Kegiatan guru pada pendahuluan dalah menyampaikan pengertian pecahan serta pentingnya ilmu tentang pecahan/bilangan. Pada pengembagnan guru dapat mendemontrasikan konsep
atau keterampilan
secara aktif di kelas dan dapat memanfaatkan siswa sehingga para siswa dapat memahami konsep dari materi yang mereka pelajari. realistic
adalah
siswa
akan
mampu
Makna belajar
mengaplikasikan
kemampuan
matematikanya dalam kehidupan sehari-hari. Mis ada msalah ½ + 1/3 = …. Mungkin saja siswa mampu menjawab dengan benar tapi belum tentu memahami maknanya…. Dan mengapa demikian hasil yang diperoleh.
v.
Kegiatan Belajar Kelompok Pada kegiatan belajar kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap kelompok. Setiap kelompok diberikan dua (2) lembar LKS sehingga untuk setiap lembar LKS lebih dari seorang yang aktif membaca dan mengamatinya. Rekayasa masalah yang diajukan pada LKS (terlampir) sebagai contoh masalah yang dirancang dengan masalah yang kontekstual. Para guru dapat mengajukan masalah dengan konteks lain sehingga pembelajarannya lebih konkret dan dapat memudahkan siswa memahami konsep materinya. Masalah yang diajukan dikerjakan/diselesaikan oleh kelompok dan dibahas secara bersama-sama di kelompok. Pada kegiatan ini guru memfasilitasi dan memberikan bimbingan bila diminta oleh siswa. Guru dituntut aktif
118
membimbing dan mengontrol siswa pada saat kegiatan belajar kelompok sehingga dapat meminimalkan siswa melakukan kegiatan yang tidak diharapkan. Selesai para siswa bekerja dalam kelompok, selanjutnya diberikan kesempatan kepada setiap kelompok yang diwakili oleh seorang anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Ketika satu kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, diberi kesempatan kepada kelopmpok lain untuk bertanya, menanggapi atau bahkan menguatkan. Bagaimanapun hasil dan cara yang disajikan oleh siswa, guru/instruktur perlu memeriksa dengan seksama apakah cara mereka tersebut telah sesuai dengan prinsip matematika dan mereka benar-benar memahami cara yang mereka lakukan. Khusus soal nomor 3 pada kegiatan belajar kelompok: empat petak tanah dibuat dari papan/triplek sebagai alat peraganya (tanpa dilakukan pelipatan), hal ini dimaksukan untuk membimbing siswa agar proses yang mereka lakukan adalah dengan menjumlahkan lebarnya kemudain dibagi tiga. Selanjutnya guru bersama siswa menyusun kesimpulan. vi.
Tes Individu Tes individu adalah untuk kegiatan evaluasi sekaligus untuk mennetukan penghargaan kelompok belajar. Tes individu dilakukan setelah selesai kerja kelompok membahas masalah yang diajukan dan menyusun keimpulan. Pada saat tes individu berlangaung, tidak dibenarkan bekerja sama.
Tes individu dapat dilakukan setelah setiap selesai membahas sub pokok bahasan atau setelah selesai satu pokok bahasan. Pada paket ini tes individu dilakukan 3 kali (setiap selesai membahas satu materi pelajaran, yaitu materi :
arti pecahan dan urutannya Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan Menjumlahkan pecahan Mengurangkan pecahan Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan
119
vii.
Skor peningkatan individu dan penghargaan kelompok Untuk menentukan skor peningkatan individu dan penghargaan kelompok telah dijelaskan di atas. Demikian halnya pada pertemuan II dan III, langkah-langkah yang dilakukan sama seperti pada pertemuan pertama. Namun pada pertemuan kedua dan ketiga dan selanjutnya mungkin ada kegiatan mengingatkan kembali tentang materi sebelumnya (pertemuan I).
E.